Analisis Pendapatan Peternak Kerbau di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat

LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK KERBAU
DI KECAMATAN KERAJAAN KEBUPATEN PAKPAK
BHARAT
Oleh :
Nurhayati M. Fitri Manik
110306009
No Responden :
A. Identitas Responden
1. Nama Responden : ...............................................
2. Umur
: .......... Tahun.
3. Alamat Desa
: ...............................................
4. Pekerjaan Pokok : ...............................................
B. Usaha Ternak Kerbau
1. Berapa jumlah ternak kerbau yang bapak/ibu pelihara saat ini?
a. Jantan : ........... ekor
b. Betina : ........... ekor

2. Bagaimana status kepemilikan ternak kerbau yang bapak/ibu miliki ?
a. Memelihara ternak orang lain atau gaduh
b. Milik keluarga
c. Milik sendiri
d. Lainnya
3. Hasil tambahan yang berupa kotoran kerbau dimanfaatkan untuk apa?
a. Dibiarkan saja
b. Dijual saja
c. Dijual dan dimanfaatkan sendiri
d. Hanya dimanfaatkan sendiri
4. Bagaimanakah kondisi ketersedian pakan ternak kerbau di daerah bapak/ibu?
a. Kurang
b. Cukup
c. Banyak
d. Sangat banyak
5. Apakah bapak/ibu memberikan pakan jenis lain selain hijauan?
a. Ya, sebutkan......................................................................
b. Tidak
7. Apakah ternak bapak/ibu diberi vitamin, mineral atau tambahan nutrisi?
a.Ada,sebutkan......................................................................................................

b. Tidak ada
8. Apakah bapak/ibu memberikan garam utuk ternak yang dimiliki?

Universitas Sumatera Utara

a. Ya
b. Tidak
9. Apakah bapak/ibu menggunakan tenaga kerja upahan?
a. Ya.
b. Tidak
10. Alasan apa yang membuat bapak/ibu menjual ternak kerbau?
a. Membutuhkan uang tunai
b. Ternak sudah tidak produktif
c. Lainnya ................................
11. Investasi dan biaya tetap
No.
1.
2.
3.


Jenis Peralatan/investasi

C. Lama Beternak
Lama Beternak
Asal ternak

Harga satuan (Rp)

Jumlah

: ……. (tahun) / usaha sejak tahun ……
: Bantuan/ sendiri

D. Usaha Non Ternak Kerbau (Pertanian)

No.

Jenis

Luas


Tanaman

Lahan

Investasi/Peralatan
Jenis

Harga satuan

Hasil Produksi
Jumlah

Total
Produksi

Harga

Jumlah


1
2
3
4

Responden

(.....................................)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Karakteristik Responden

Desa

Desa I

Usaha Ternak

Pendapatan

Usaha
Non Ternak
Kerbau

Pendapatan

Kontribusi
Usaha
Ternak
Kerbau

(Rp)

(Rp)

(Rp)

(%)

Pendapatan


No.
Resp.

Nama Resp

Umur

Pengalaman

Skala

Total

1

Nurseti Tinendung

55


20

1

3.893.000

9.338.250

13.231.250

29.42%

2

Aman D

53

21


2

4.755.000

6.400.000

11.155.000

42.63%

3

Cerdik

38

7

1


6.385.000

11.266.360

17.651.360

36.17%

4

Bayani

56

7

1

2.685.000


10.622.260

13.307.260

20.18%

5

Jahidin

55

20

1

4.983.000

6.547.420

11.530420

43.22%

6

Restina Padang

35

5

3

5.209.500

6.656.960

11.866.460

43.90%

7

Cisma

37

5

1

1.913.000

7.897.180

9.810.180

19.50%

8

Billi

68

25

1

5.653.000

5.800.000

11.453.000

49.36%

9

Dono

57

15

1

7.887.500

10.971.420

18.858.920

41.82%

10

M. Berasa

55

15

1

3.105.000

6.547.420

9.652420

32.17%

11

Ratam Boangmanalu

60

25

2

2.065.000

6.682.360

8.747.360

23.61%

12

Tihani Boangmanalu

56

13

2

5.732.000

9.298.680

15.030.680

38.14%

13

Sardiman

46

12

2

3.770.000

10.800.000

14.570.000

25.88%

14

Jalamen Padang

46

8

1

2.815.000

9.746.360

12.561.360

22.41%

15

Musti Boangmanalu

50

15

2

4.258.000

24.861.200

29.119.200

14.62%

16

Yana Br. Tongkir

53

18

1

3.177.000

10.263.528

13.440.528

23.64%

17

Lamtina Kebeaken

75

35

2

7.232.000

10.200.000

17.432.000

41.49%

18

M. Padang

55

20

2

5.667.000

11.957.232

17.624232

32.15%

19

Jatin Padang

60

24

1

3.415.000

10.781.324

14.196.324

24.06%

20

Anggar Bancin

75

30

1

4.813.000

11.600.000

16.413.000

29.32%

21

Akbar. Manik

41

8

1

3.313.000

11.266.360

14.579.360

22.72%

22

Bilsen

49

7

1

4.815.000

9.746.360

14.561.360

33.07%

23

J. Padang

51

11

1

5.368.000

9.256.360

14.624.360

36.71%

24

Saidan

50

11

1

3.415.000

10.746.360

14.161.360

24.11%

25

Sedih Padang

41

9

1

2.313.000

9.682.360

11.995.360

19.28%

26

Kumpul Berutu

60

20

1

1.013.000

8.446.360

9.459.360

10.71%

27

Kesrawati

58

20

2

8.955.000

10.446.360

19.401.360

46.16%

28

Mari

46

8

1

4.013.000

9.328.480

13.341.480

30.08%

29

Erma Padang

35

8

3

3.524.500

11.266.360

14.790.860

23.83%

30

Masli Manik

43

10

3

5.800.000

10.340.000

16.140.000

35.94%

31

Maringen Kebeaken

45

9

2

2.500.000

11.920.000

14.420.000

17.34%

32

Bistok Padang

63

24

1

1.313.000

9.910.600

11.223.600

11.70%

33

Perti Kebeaken

62

26

1

5.800.000

9.400.000

15.200.000

38.16%

34

Martina Boangmanalu

53

15

1

2.700.000

10.619.540

13.319.540

20.27%

35

Korpinne Kebeaken

50

10

1

4.713.000

10.200.000

14.913.000

31.60%

36

Tamauli Padang

49

13

1

5.513.000

9.200.000

14.713.000

37.47%

37

Jamadin Padang

43

10

6

9.600.000

9.638.250

19.238.250

49.90%

38

Saidan Rumondang

40

9

4

8.610.000

8.800.000

17.410.000

49.45%

39

R. Dabutar

50

16

1

3.513.000

10.746.360

14.259.360

24.64%

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan
Desa

No.

Nama Resp

Umur

Pengalaman

Skala

Usaha Ternak
(Rp)

Desa II

Desa III

Pendapatan
Usaha
Non Ternak
Kerbau
(Rp)

Total
Pendap.atan
(Rp)

Kontribusi
Usaha
Ternak
Kerbau
(%)

40

Suryani Bancin

36

8

2

6.468.000

11.800.000

18.268.000

35.41%

41

M.A.Sinaga

46

9

2

2.468.000

10.082.360

12.550.360

19.66%

42

Sahwin Limbong

46

10

3

2.339.500

7.276.500

9.616.000

24.33%

43

Gokma Manalu

35

5

2

5.355.000

10.746.360

16.101.360

42.36%

44

Lastri

35

7

1

4.613.000

11.074.840

15.687.840

22.49%

45

Torop Limbong

37

7

1

4.915.000

9.746.360

14.661.360

35.46%

46

Nurlinda Dabutar

36

10

1

4.913.000

9.600.000

14.513.000

32.46%

47

Irwan Berutu

38

7

3

6.755.000

11.850.292

18.605.292

29.32%

48

Marsina Berutu

39

6

3

7.058.000

10.600.000

17.658.000

31.67%

49

Herman Limbong

35

6

3

4.025.500

11.037.420

15.062.920

37.97%

50

Nursi Berutu

35

8

1

3.413.000

11.000.000

14.413.000

39.09%

51

N. Bancin

44

10

1

3.707.000

12.610.600

16.317.600

24.20%

52

Rimson Manik

46

9

3

4.400.000

9.600.000

14.000.000

26.23%

53

Sardiman Kebeaken

50

11

2

3.768.000

9.400.000

13.168.000

33.33%

54

Tiamali Padang

60

24

1

1.613.000

11.446.360

13.059.360

29.11%

55

Tiba Boangmanalu

54

10

6

8.200.000

10.600.000

18.800.000

25.91%

56

Nenter Manik

52

11

6

8.600.000

9.600.000

18.200.000

31.43%

57

Sarikat Bancin

35

6

4

8.243.000

10.200.000

18.443.000

26.98%

58

Wardin

56

18

4

8.802.000

8.000.000

16.802.000

16.78%

67

Nurhaimin Bancin

53

14

2

3.813000

6.000.000

9.813.000

36.84%

68

Erni sitohang

36

6

3

2.565.000

9.600.000

12.165.000

46.07%

71

Lamita Limbong

35

9

2

3.151.000

10.000.000

13.151.000

46.24%

74

Sahia Sitakar

44

13

2

4.000.000

10.786.000

14.786.000

43.32%

75

Sahun Sitakar

50

12

2

3.800.000

9.263.864

13.063.864

48.72%

59

Jong Sikettang

45

6

2

7.898.000

10.813.216

18.711.216

41.17%

60

Golam Pandiangan

47

15

3

3.213.000

10.200.000

13.413.000

31.69%

61

Nasdan

51

13

1

4.700.000

9.682.360

14.382.360

21.26%

62

Tralim Sinamo

50

11

3

4.700.000

11.454.536

16.154.536

24.97%

63

Pittor Sinaga

64

26

2

3.500.000

10.848.460

14.348.460

19.12%

64

N. Bancin

45

7

1

7.568.000

9.368.480

16.936.480

13.90%

65

Mesta Dabutar

35

5

2

4.731.500

7.200.000

11.931.500

33.43%

66

J.Bancin

56

11

2

2.615.000

9.600.000

12.215.000

24.71%

69

Karta Sitakar

63

25

1

1.513.000

10.900.000

12.413.000

31.93%

70

Saniah

44

7

2

3.615.000

10.200.000

13.815.000

29.91%

72

Basri

36

9

5

5.113.000

9.600.000

14.713.000

29.41%

73

Ropier Sitakar

48

10

2

4.352.000

10.400.000

14.752.000

26.76%

76

Julim Sitakar

39

9

7

12.100.000

11.200.000

23.300.000

51.93%

77

Rube Sitakar

55

13

8

14.433.000

12.860.000

27.293.000

52.88%

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Analisis regresi dengan menggunakan SPSS

Variables Entered/Removed
Variables

Variables

Entered

Removed

Model
1

a

Method

Umur Peternak,
Jumlah Ternak,
Pengalaman

. Enter

b

a. Dependent Variable: Pendapatan
b. All requested variables entered.

Model Summary

Model

R

1

.754

R Square
a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

.569

1641172.04037

.545

3321

a. Predictors: (Constant), Desa, Umur Peternak, Jumlah Ternak,
Pengalaman

a

ANOVA
Model
1

Sum of Squares
Regression

2560403972548
60.300

Residual

1939280879594
25.300

Total

4499684852142
85.700

df

Mean Square
4

72

6401009931371
5.090

F
23.765

Sig.
.000

b

2693445666103
.129

76

a. Dependent Variable: Pendapatan
b. Predictors: (Constant), Desa, Umur Peternak, Jumlah Ternak, Pengalaman

Universitas Sumatera Utara

Coefficients

a

Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1

B
(Constant)
Umur Peternak
Jumlah Ternak

Pengalaman

Std. Error

352155.809

903371.957

92164.815

392737.338

4425832.609
-409124.615

472619.578

435392.579

Coefficients
Beta

t

Sig.
.390

.698

.025

235

.815

.744

9.364

.000

-.101

-.940

.351

a. Dependent Variable: Pendapatan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, A. 1992. Ilmu usaha tani. Penerbit alumni. Bandung
Agustian, A dan A.R. Nurmanaf. 2001. Kontribusi Usahatani Ternak Ruminansia
Kecil Terhadap Pendapatan Rumah Tangga dan Prospek
Pengembangannya Dalam Pemanfaatan Peluang Pasar Pada Masa
Mendatang (Kajian di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara). Pros.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 17-18
September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 474-482.
Aritonang.1993. Perencanaan dan penyelenggaraan usaha. Penebar swadaya.
Jakarta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat. 2012. Pakpak Bharat Dalam
Angka
Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Kerajaan Dalam Angka
Boediono. 1990. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengantar Ekonomi
Burhan, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Airlangga University Press.
Surabaya
Cahyono, B. 1995. Beternak Ayam Buras. CV Aneka. Yogyakarta
Cyrilla, L. Dan Ismail, A. 1998. Usaha Peternakan. Diktat Jurusan Sosial
Ekonomi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Daniel M. 2001. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Umi Aksara.
Departemen Pertanian. 2011. Road Map Pencapaian Sasaran Produksi Jagung
Tahun 2012. Jakarta
Devendra, C. 1993. Ternak Ruminansia di Asia. Dalam Woszika- Tomaszewska.
Devi, R. N. 2010. Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum l.) Di Uptd
Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta
Djalal Nachrowi dan Usman Harsius. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri .
Edisi I. Cetakan I. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Fitrini, Ismet Iskandar, dan Surya Permana. 2012. Kontribusi Usaha Ternak Sapi
Terhadap Pendapatan Anggota Kelompok Tani Suka Mulia pada
Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Jur. Embrio 5: 85-97

Universitas Sumatera Utara

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
I.M. Mastika, A. Djajanegara, S. Garniner dan T. R. Wiradarya (eds.). Produksi
Kambing Dan Domba Di Indonesia. Sebelas Maret University Press.
Surakarta.
Kusnadi, U. 2004. Kontribusi Ternak Dalam Meningkatkan Pendapatan Petani di
Lahan
Marginal
Kabupaten
Tangerang,
Propinsi
Banten.
J. Pembangunan Peternakan Tropis.Special Edition Oktober 2004.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Prawirokusumo, S., 1991. Ilmu Usaha Tani. BPEE, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Romjali, E., Edwardi2 dan S. Rusdiana. 2012. Peluang dan Potensi Usaha Ternak
Kerbau di Sumatera barat
Rukmana, Rahmat. 2010. Jagung Budidaya, Pascapaen,Dan Penganekaragaman
Pangan. Aneka ilmu. CV. Semarang. L.
Rusdiana, S., I. Gusti A. Mahendri dan Chalid Talib. 2011. Pendapatan Usaha
Ternak Kerbau di Kecamatan Gunung Sindur Bogor Jawa Barat. Pros.
Seminar Nasional Kerbau. Samarinda, 21 – 22 Juni 2011. Puslitbang
Peternakan Bekerjasama Dengan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan
Timur, Dinas Peternakan Kotamadya Samarinda, Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Bogor. hlm. 152 – 158.
Soekartawi, .A, Soeharjo, Dillon, J. L., Hardaker, J. B. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta
Swastha, B dan Sukotjo, I. 1997.Pengantar Bisnis Modern. Liberty, Yogyakarta.
Tambing, S. N, Mozes, R. T, dan Tuty L. Y. 2000. Optimasi Program Inseminasi
Buatan Pada Kerbau. Wartazoa Vol. 10 No. 2 Th. 2000
Tillman, dkk. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadja Mada University oress,
Fakultas Peternakan,. UGM. Jogjakarta
Widjaja, K. 1999. Analisis Pengambilan Keputusan Produksi Usahaa Peternakan
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Wirartha, I. M., 2006. Metodelogi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Audi.
Yogyakarta

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak
Bharat, Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purpossive) dengan alasan bahwa kawasan tersebut adalah daerah yang memiliki
populasi kerbau yang terbesar di antara kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Pakpak Bharat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai
dengan Januari 2016.

Metode Penentuan Desa dan Responden Penelitian
Persyaratan responden adalah para peternak kerbau di Kecamatan
Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat. Metode penarikan responden yang digunakan
adalah sebagai berikut:
- Pada tahap pertama adalah pemilihan 3 desa dari 9 desa yang ada peternak
kerbau yang terdapat di Kecamatan Kerajaan dengan metode penarikan
responden secara Proporsional Stratified Random Sampling (Soekartawi,
1995), yaitu Perpulungen (populasi tinggi), Kuta Dame (populasi sedang)
dan Kuta Meriah (populasi jarang).
- Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak, yaitu diambil masingmasing 30% untuk mewakili populasi dari seluruh peternak di setiap desa
sampel. Sampel dalam penelitian berjumlah 77 keluarga peternak kerbau
yang didapat dari 30% dari masing-masing desa, yaitu desa Perpulungen
(38 peternak), desa Kuta Dame (25 peternak) dan desa Kuta Meriah (14
peternak). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wirartha (2006) yang

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik
ukuran sampel paling kecil 30% sudah dapat mewakili populasi.

Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh langsung dari monitoring responden terhadap
kegiatan usaha ternak kerbau melalui teknik wawancara dan pengisian daftar
kuesioner, sedangkan data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait
seperti Badan Pusat Statistik, lembaga pemerintah dan swasta lainnya.

Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden di lapangan diolah
dan ditabulasi. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode analisis
pendapatan dan dioleh dengan model pendekatan ekonometri dan dijelaskan
secara metode deskriptif.
Adapun untuk menghitung pendapatan dari beternak kerbau dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Pd = TR - TC
Keterangan:
Pd

: adalah total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak kerbau
(rupiah/tahun).

TR

: adalah total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak kerbau
(rupiah/tahun)

TC

: adalah biaya yang dikeluarkan peternak kerbau (rupiah/tahun)

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model
Pendekatan Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear berganda
(alat bantu Software SPSS 22) dengan model penduga sebagai berikut:
Ϋ = a + b1X1 + X2 + b3X3 + µ
Keterangan :
Ϋ
a
b
X1
X2
X3
µ

=
=
=
=
=
=
=

pendapatan peternak ( rupiah )
koefisien intercept (konstanta)
koefisien regresi
Skala usaha ( jumlah peternak)
umur peternak (tahun)
pengalaman beternak (tahun)
variabel lain yang tidak diteliti

Parameter Penelitian Analisis Pendapatan
1. Skala usaha adalah jumlah ternak kerbau yang dipelihara (ekor)
2. Umur Peternak yaitu umur peternak yang memelihara ternak kerbau
yang diukur berdasarkan usia kerja produktif yaitu 20-65 tahun.
3. Pengalaman peternak lamanya responden/peternak menjalankan usaha ternak
kerbau.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Kerajaan merupakan salah satu dari 8 kecamatan yang ada di
Kabupaten Pakpak Bharat dan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki
banyak desa dengan jumlah 10 desa dengan luas wilayah 147,61 Km. Kecamatan
Kerajaan berjarak 18 km dari ibukota kabupaten (Kecamatan Salak). Kecamatan
Kerajaan memiliki lahan yang cukup luas dan subur sehingga sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan sebagian
kecil hidup dari usaha perdagangan, industri, penggalian batu/pasir, buruh, jasa
Pemerintah/PNS dan TNI/Polri. Tanaman hortikultura yang menjadi usaha
pertanian masyarakat pada umumnya seperti cabe, kacang panjang, terong, durian,
petai, jengkol, bayam dan lainnya sedangkan tanaman perdagangan bahan export
seperti kopi, karet, kemenyan, kayu manis, coklat, gambir dan nilam.
Keadaan Umum Responden
Umur Responden
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam
melakukan atau mengambil keputusan yang dapat bekerja secara optimal dan
produktif. Umur seorang peternak dapat berpengaruh terhadap produktifitas kerja,
sebab umur erat kaitannya dengan kemampuan kerja serta pola pikir dalam
menentukan bentuk serta pola manajemen yang diterapkan dalam usaha (Susanti,
2015).
Adapun kisaran umur yang dimiliki oleh responden pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3 Klasifikasi responden berdasarkan umur di Kecamatan Kerajaan
Kabupaten Pakpak Bharat
No
Umur
Jumlah (Orang)
Persentase
1
Produktif
75
97,40
2
Non Produktif
2
2,59
Jumlah
77
100
Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Tabel 3 menunjukkan bahwa umur responden di daerah penelitian berkisar
antara 26-75 tahun dengan rataan 46 tahun dari total responden. Hasil penelitian
ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam usia produktif
yaitu sebanyak 75 orang. Seperti ketentuan Biro Pusat Statistik (2005), yang
menyatakan bahwa angkatan kerja produktif adalah 20-65 tahun. Dengan usia
yang produktif tersebut maka potensi yang dimiliki oleh responden untuk bekerja
dan mengelola usaha ternaknya masih sangat besar.
Jumlah Kepemilikan Ternak
Besar kecilnya jumlah ternak yang dimiliki mempengaruhi besar kecilnya
pendapatan peternak. Berikut adalah klasifikasi responden berdasarkan jumlah
ternak yang mereka miliki dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak kerbau di
Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat
Persentase
Jumlah Kepemilikan
No
Jumlah
Ternak
(%)
1.
1 - 2 Ekor
60
79%
2.
3 - 4 Ekor
11
13%
3.
> 5 Ekor
6
8%
Jumlah
77
100%
Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tingkat kepemilikan ternak
responden masih tegolong kecil, hal ini dapat dilihat bahwa 61 responden
memiliki jumlah ternak antara 1-2, 10 responden memiliki jumlah 3-4 ekor dan 6

Universitas Sumatera Utara

responden memiliki jumlah >5 ekor ternak kerbau. Menurut Prawirokusumo
(1990) usaha yang bersifat tradisional diwakili oleh para petani dengan lahan
sempit yang mempunyai 1-2 ekor.
Pengalaman Beternak
Dalam usaha peternakan pengalaman merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu usaha. Semakin lama orang mengelolah suatu usaha maka
semakin luas pengalaman yang diperoleh dan semakin besar kemampuannya
dalam mengenal usaha yang digeluti. Adapun klasifikasi responden berdasarkan
tingkat pengalaman dalam beternak dapat di lihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Klasifikasi responden berdasarkan pengalaman beternak di Kecamatan
Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat
No

Lama Beternak

1
2
3

6 - 15 Tahun
16 - 25 Tahun
26 - 35 Tahun
Jumlah
Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah

Jumlah
(orang)

Persentase
(%)

61
10
6
77

79%
13%
8%
100%

Berdasarkan Tabel 5 bahwa tingkat pengalaman beternak yang dimiliki
oleh responden di sekitar daerah penelitian berkisar antara 5-35 tahun dengan
rataan 12 tahun. Pada umumnya pengalaman yang dimiliki oleh peternak
diperoleh secara turun-temurun dari orang tuanya.
Total Biaya Produksi Usaha Ternak Kerbau
Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu
usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani peternak yang bersifat tetap dalam
kegiatan usaha ternak yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widjaja

Universitas Sumatera Utara

(1999), yang menyatakan bahwa biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya
yang dikeluarkan dalam kegiatan

produksi yang jumlah totalnya tetap pada

volume kegiatan tertentu. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
peternak yang berkaitan dengan produksi yang dijalankan, sehingga nilainya
selalu berubah-ubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widjaja (1999), yang
menyatakan bahwa

biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah

totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Adapun
total biaya yang dikeluaran pada usaha ternak kerbau di Kecamatan Kerajaan
Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata biaya produksi usaha ternak kerbau per responden per tahun
(Rp/ Tahun)
Total Biaya Produksi
Skala
Jumlah (Rp)
Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp)
1-2 ekor

22.763.208

162.508

22.925.716

3-4 ekor

35.673.090

213.909

35.887.000

>5 ekor

69.820.750

307.083

70.127.833

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa biaya produksi pada usaha
ternak kerbau terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan tabel
tersebut diperoleh bahwa rata-rata biaya produksi usaha ternak kerbau yang
dikeluarkan oleh peternak paling tinggi dalam usaha ternak kerbau pada skala
kepemilikan ternak >5 ekor yaitu Rp 70.127.833 per peternak/tahun, sedangkan
yang paling kecil pada skala kepemilikan 1-2 ekor yaitu sebesar Rp 22.925.716
per peternak/tahun. Perbedaan jumlah biaya produksi pada masing-masing
paternak disebabkan oleh jumlah skala kepemilikan ternak yang berbeda-beda
karena biaya produksi cenderung akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah skala yang dimiliki peternak. Hal ini sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

pendapat Swastha dan Sukotjo (1997) bahwa total biaya setiap responden
bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak yang dimiliki oleh setiap
peternak atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap
dan biaya variabel.
Total Hasil Penerimaan Produksi
Penerimaan usaha ternak kerbau rakyat merupakan total perolehan dari
hasil usaha ternak kerbau selama satu tahun. Total penerimaan yang diperoleh
dapat diketahui dari sumber-sumber penerimaan usaha peternakan kerbau.
Sumber penerimaan petani peternak kerbau di Kecamatan Kerajaan
Kabupaten Pakpak Bharat diperoleh dari hasil penjualan ternak dan nilai akhir
tahun ternak yang masih dimiliki. Adapun rata-rata penerimaan peternak kerbau
di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata hasil penerimaan produksi usaha ternak kerbau per responden
per tahun (Rp/ Tahun)
Biaya Penerimaan
Skala

Jumlah (Rp)

Nilai Ternak Terjual

Nilai Akhir Ternak

(Rp)

(Rp)

1-2 ekor

22.067.283

5.066.000

27.133.283

3-4 ekor

37.590.909

3.863.636

41.454.545

>5 ekor

73.666.666

5.900.000

79.566.666

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh bahwa rata-rata hasil penerimaan produksi
setiap peternak bervariasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi
yang dimiliki oleh masing-masing peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Harnanto (1992) bahwa penerimaan setiap responden bervariasi tergantung pada
jumlah populasi yang dimiliki oleh setiap peternak.

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan
Pendapatan usaha ternak kerbau diperoleh dari selisih antara total
penerimaan dengan total biaya produksi per tahun. Adapun pendapatan yang
diperoleh petani peternak di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata pendapatan peternak dalam usaha ternak kerbau di Kecamatan
Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat
Pendapatan
Skala
Jumlah (Rp)
Penerimaan (Rp) Total Biaya Produksi (Rp)
1-2 ekor

27.133.283

22.925.716

4.207.566

3-4 ekor

41.454.545

35.887.000

5.567.545

>5 ekor

79.566.666

70.127.833

9.438.833

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Dari hasil analisis di derah penelitian seperti terlihat pada lampiran
diperoleh pendapatan bersih per responden per tahun menyebar antara Rp
1.013.000 – Rp 14.433.000. berdasarka Tabel 8 diperoleh bahwa pendapatan dari
usaha ternak kerbau yang terbesar pada skala kepemilikan >5 ekor dengan ratarata sebesar Rp 9.438.833, sedangkan yang terendah yaitu pada skala kepemilikan
1-2 ekor dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 4.207.566.
Usaha Non Ternak Kerbau
Tabel 9. Rata-rata pendapatan peternak dari usaha non ternak kerbau per
responden per tahun
Karakteristik

Hasil Penerimaan
Produksi (Rp)

Biaya Produksi
(Rp)

Pertanian

23.146.023

13.075.295

Rata-rata pendapatan
per tahun (Rp)
10.070.728

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh bahwa rata-rata pandapatan peternak
(responden) dari usaha lain selain usaha beternak kerbau memiliki nilai yang

Universitas Sumatera Utara

berbeda. Rata-rata pendapatan responden dari usaha non peternakan kerbau
sebesar 10.070.728 per responden per tahun. Pendapatan usaha non ternak kerbau
diperoleh dari usaha pokok responden yaitu sebagai petani.
Kontribusi Usaha Ternak Kerbau Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Petani Peternak
Kontribusi pendapatan usaha ternak kerbau terhadap pendapatan rumah
tangga petani peternak merupakan perbandingan antara pendapatan dari usaha
ternak kerbau dengan pendapatan total yang diperoleh oleh petani peternak.
Adapun besar persentase kontribusi usaha ternak kerbau terhadap pendapatan
petani peternak di Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata persentase kontribusi pendapatan usaha ternak kerbau
Kontribusi Usaha Ternak
Jumlah Peternak
Skala
(%)
(Orang)
1-2 ekor

29.14%

60

3-4 ekor

35.49%

11

>5 ekor

46.07%

6

Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah
Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan kontribusi pendapatan usaha
ternak kerbau terhadap pendapatan total petani peternak tertinggi pada skala
kepemilikan >5 ekor yaitu sebesar 46.07% dan terendah pada skala kepemilikan
1-2 ekor yaitu sebesar 29.14%.
Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Pendapatan
Untuk mengetahui variabel-variabel yang memberikan pengaruh yang
signifikan variabel bebas yang terdiri dari variabel umur, jumlah kerbau, dan
pengalaman Kecamatan Kerajaan dilakukan pendekatan analisis regresi linear
berganda.

Universitas Sumatera Utara

Adapun hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak kerbau di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis varian pendapatan dan pendugaan parameter
Sumber

Derajat
Bebas

F tabel

F hitung

Tingkat Signifikan

Regresi
Residual

3
73

2.73

23,765

,000b

Total
76
Sumber: Data Primer Diolah
Keterangan :
a. Dependent Variable : Pendapatan
b. Predictors : (Constant), Pengalaman, Umur Peternak, Jumlah Ternak
Tabel 12. Analisis linear berganda pengaruh jumlah ternak, pengalaman dan umur
peternak terhadap pendapatan peternak
Variabel
Koefisien Regresi
Std. Eror
t-hitung
Signifikan
Konstanta

352155.809

903371.957

.390

.698

(X1)

92164.815

392737.338

.235

.815

(X2)

4425832.609

472619.578

9.364

.000

(X3)

-409124.615

435392.579

-.940

.351

R Square

0.569

Regresion

256040397254860.300

Residual

193928087959425.300

F hitung

32,017

Sumber : Data Primer Yang Telah Diolah
Dari tabel di atas diperoleh hasil sebagai berikut:
Ŷ= 352155.809 + 92164.815 X1 + 4425832.609 X2 - 409124.615 X3 + µ
Keterangan:
Ŷ

: Pendapatan

X1

: Umur Peternak

Universitas Sumatera Utara

X2

: Skala Pemeliharaan

X3

: Pengalaman Beternak

Berdasarkan hasil regresi di atas dapat diketahui:
1. Nilai Konstan adalah sebesar 352155.809. Artinya apabila variabel bebas
yaitu skala usaha, umur peternak serta pengalaman beternak tidak ada maka
peternak akan memperoleh pendapatan sebesar nilai Konstanta yaitu
352155.809
2. R square bernilai 0.569 artinya bahwa semua variabel bebas (umur peternak,
skala pemeliharaan dan pengalaman beternak) mempengaruhi variabel terikat
sebesar 56.9 % dan selebihnya yaitu 43.1% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti dalam penelitian.
3. Secara serempak nilai F hitung (23,765) lebih besar dari F tabel. Hal ini
menunjukkan bahwa secara serempak ke tiga variabel tersebut yaitu skala
usaha, umur peternak, dan pengalaman peternak berpengaruh secara nyata
(ada pengaruh positif) terhadap pendapatan peternak kerbau dengan taraf
signifikan 0.000.
4. Secara parsial nilai t-hitung variabel yang mempengaruhi adalah variabel
jumlah ternak 9.364, variabel umur peternak (0,235), variabel pengalaman
peternak (-0,940).
a. Variabel jumlah ternak kerbau berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak kerbau. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak ternak yang
dipelihara maka akan semakin besar pula pendapatan yang akan diperoleh
peternak kerbau. Menurut Soekartiwi (1995), bahwa pendapatan usaha

Universitas Sumatera Utara

ternak kerbau sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh
peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak kerbatu maka
semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh.
b. Variabel umur peternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak kerbau, ditunjukkan oleh nilai t-hitung (X1) sebesar .235. Hal ini
dikarenakan

kriteria

mengembangkan

usaha

umur

tidak

ternaknya,

mendorong
namun

peternak

kriteria

umur

dalam
biasa

diidentikkann dengan produktivitas kerja.
c. Variabel pengalaman beternak tidak berpengaruh nyata terhadap
pendapatan peternak kerbau, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung (X3)
-.940. Umumnya pengalaman beternak diperoleh dari orangtuanya secara
turun temurun. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama
memberikan indikasi bahwa kemampuan dan keterampilan peternak
terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang
lebih baik. Namun di lapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang
diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki
pengalaman yang memadai namun masih saja mengelola usaha ternak
yang dimiliki dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama dengan
sewaktu mereka mengawali usahanya sampai sekarang. Oleh sebab itu,
dalam penelitian ini pengalaman beternak tidak berpengaruh pendapatan
beternak.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Skala Usaha (jumlah ternak) merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan peternak di Kecamatan Kerajaan,
Kabupaten Pakpak Bharatdengan rata-rata pendapatan Rp 4.207.566 pada
peternak dengan skala kepemilikan 1-2 ekor, Rp 5.567.545 pada skala
kepemilikan 3-4 ekor dan Rp 9.438.833 pada skala kepemilikan >5 ekor.
2. Pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha ternak kerbau memberikan
rata-rata persentase kontribuasi sebesar yang bervariasai yaitu 29.14% pada
skala kepemilikan 1-2 ekor, 35.49% pada skala kepemilikan 3-4 ekor dan
46.07% pada skala kepemilikan >5 ekor.
Saran
Untuk meningkatkan nilai pendapatan rumah tangga petani peternak di
Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat diharapkan peternak di daerah
penelitian dapat meningkatkan jumlah ternak untuk diusahakan sehingga usaha
ternak kerbau mampu memberikan kotribusi yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Pemeliharaan Ternak Kerbau oleh Masyarakat
Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penting di Indonesia,
kegunaannya sangat beragam mulai dari membajak sawah, alat transportasi,
sebagai sumber daging dan susu, sampai dengan kulitnya digunakan sebagai
bahan baku industri. Populasi ternak kerbau di Indonesia sekitar 2,5 juta ekor.
Namun populasi ternak kerbau di Indonesia mengalami penurunan. Data selama
tahun 1985-2001 menunjukkan bahwa populasinya menurun drastis dari 3,3 juta
ekor pada tahun 1985 dan menjadi hanya 2,4 juta ekor di tahun 2001 atau
mengalami penurunan populasi sebesar 26%. Namun demikian, populasi ternak
kerbau di Pulau Sumatera agak meningkat dari 1,1 juta ekor menjadi 1,2 juta ekor
di tahun yang sama atau mengalami pertumbuhan populasi sebesar 9%. Hal ini
membuktikan bahwa kondisi alam dan sosial budaya masayarakat Pulau Sumatera
memberi tempat yang layak untuk pengembangan ternak kerbau.
Beternak kerbau di Indonesia sudah berlangsung sejak sebelum negara
Republik Indonesia ini terbentuk sebagai negara berdaulat. Selanjutnya dalam
perkembangan ternak besar sapi dan kerbau sejak era penjajahan Belanda sampai
pada awal Indonesia merdeka maka populasi kerbau masih lebih tinggi daripada
ternak sapi. Tapi dengan semakin populernya ternak sapi dimata masyarakat
peternak, maka secara perlahan tapi pasti, populasi sapi mulai mendominasi
populasi ternak besar (Jomima, 2012).
Ternak kerbau adalah salah satu komoditas yang berfungsi sebagai sumber
protein hewani bagi masyarakat, sebagai tabungan, tambahan penghasilan,

Universitas Sumatera Utara

sebagai tenaga kerja dan kotorannya bisa dijadikan sebagai sumber pupuk, dan
sekaligus memberikan pendapatan bagi petani (Rusdiana dkk., 2011).
Usaha ternak kerbau merupakan komponen penting dalam usahatani
penduduk pedesaan karena pemeliharaan ternak kerbau dapat membantu
pendapatan rakyat di pedesaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang
tersedia di sekitarnya (Kusnadi, 2004).

Perkembangan Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Pakpak Bharat
Secara geografis letak Kabupaten Pakpak Bharat terleak pada garis
2°15’00” - 3°32’00” Lintang Utara dan 90°00’ - 98°31’ Bujur Timur dengan luas
135.610 Ha berbatasan dengan Kabupaten Dairi di sebelah Utara, Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Samosir, Dairi dan Humbang Hasundutan, sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, Humbang Hasundutan,
dan

sebelah

Barat

berbatasan

dengan

Kabupaten

Aceh

Singkil

(BPS Kabupaten Pakpak Bharat, 2013).
Tabel 2. Populasi Ternak Kerbau Menurut Kecamatan di Kabupaten
Bharat Tahun 2010 – 2014
No. Kecamatan
Jumlah Populasi (Ekor)
Lokasi Penelitian
2010
2011
2012
2013
1.
Salak
91
151
129
149
2.
Sitellu Tali Urang Jehe 726
492
386
321
3.
Pagindar
4.
Sitellu Tali Urang Julu 273
163
36
21
5.
Pergetteng-Getteng
205
133
81
72
Sengkut
6.
Kerajaan
611
356
384
588
7.
Tinada
166
94
256
213
8.
Siempat Rube
209
148
152
117
Jumlah Total
2281
1537
1440
1481

Pakpak

2014
134
327
32
85
543
245
120
1486

Sumber :Dinas Pertanian dan Prekebunan Kabupaten Pakpak Bharat

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Pakpak Bharat diperkirakan mempunyai potensi untuk
pengembangan ternak ruminansia khususnya ternak kerbau. Masyarakat suku
Pak-Pak sangat lazim dengan pemeliharaan ternak kerbau dibandingkan dengan
jenis

ternak

ruminansia

lainnya.

Pada

umumnya

masyarakat

Pakpak

menggunakan ternak kerbau sebagai ternak kerja baik untuk mengolah lahan
pertanian maupun untuk mengangkut hasil hutan. Selain itu ternak kerbau juga
digunakan dalam kepentingan adat budaya oleh masyarakat setempat (BPS
Kabupaten Pakpak Bharat, 2012).
Secara umum usaha ternak kerbau telah lama dikembangkan oleh
masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian dalam skala yanga masih relatif
sangat kecil. Usaha ternak kerbau dilakukan dengan tujuan untuk produksi daging,
meskipun di beberapa wilayah produk daging kerbau sangat diminati masyarakat
namun pada segmen pasar tertentu permintaan produk daging kerbau masih sangat
terbatas (Romjali dkk, 2012).
Pemeliharaan ternak kerbau hanya sebagai usaha sampingan karena belum
ada input teknologi maupun bibit yang relatif baik. Peran petani sangat penting
dalam mengelola lahan pertanian khususnya usaha tani ternak, bahwa ternak
kerbau mempunyai peranan yang cukup baik dalam sistem usaha tani, secara
sosial pemilikan ternak kerbau dapat memberikan arti tersendiri bagi petani.
Ternak kerbau sewaktu-waktu dapat dijual dengan mudah, sehingga dapat
memberikan biaya hidup petani, keuntungan dari hasil samping ternak kerbau
berupa pupuk organik yang dapat dikembalikan ke lahan pertanian sendiri
(Romjali dkk, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Skala Usaha Peternakan Rakyat
Berdasarkan

skala usaha

dan

tingkat

pendapatan

peternak

dapat

diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu: 1) peternakan sebagai usaha
sambilan, yaitu petani mengusahakan komoditas pertanian terutama tanaman
pangan, sedangkan ternak hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga (subsistem) dengan tingkat pendapatan usaha dari peternakan
lebih kecil dari 30%, 2) peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak
mengusahakan pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dengan
usaha ternak mencapai 30 samapai dengan 70%, 3) peternakan sebagai usaha
pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat
pendapatan antara 70 sampai dengan 100%, 4) peternakan sebagai industri dengan
mengusahakan ternak secara khusus (speciallized farming) dan tingkat pendapatan
dari usaha peternakan mencapai 100 persen (Anggraini, 2003).
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: skala usaha kecil
dengan cabang usaha, tekhnologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk
kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap
perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1998).
Ternak kerbau dipelihara sampai berumur 15-20 tahun, setelah induk kerbau
tua dan tidak produktif lagi biasanya dipotong untuk tujuan konsumsi, tidak jarang
setelah beranak lebih dari 10 kali. Namun kerbau jantan banyak dijual pada umur
yang masih relatif muda untuk dikonsumsi. Rata-rata pemilikan sebanyak 2-3
ekor induk kerbau per KK, walaupun ada juga petani yang memiliki lebih dari 10
induk. Pada umumnya petani memelihara ternak miliknya sendiri, disamping ada

Universitas Sumatera Utara

yang memelihara kerbau orang lain dengan sistem bagi hasil, apabila sudah
beranak anaknya dibagi dua antara pemilik dan pemelihara.
Sejauh ini, usaha ternak seperti sapi potong dan ruminansia lain telah
banyak berkembang di Indonesia. Namun masih bersifat peternakan rakyat,
dengan skala usaha yang sangat kecil yaitu berkisar 1 – 3 ekor. Rendahnya skala
usaha ini karena para petani-peternak umumnya masih memelihara sebagai usaha
sambilan, dimana tujuan utamanya adalah tabungan, sehingga manejemen
pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional (Rianto dan Purbowati,
2009).

Sistem Pemeliharaan
Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi
menjadi tiga kelompok (Mubyarto, 1989), yaitu:
a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional.
Ketrampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan
mutu yang relative terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang
umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri.
Kalau siang hari diberi minum dan dimandikan seperlunya sebelumnya
dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap
hari dan dikerjakan oleh anggota keluarga peternak.Tujuan utama ialah sebagai
hewan kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penarik gerobak atau
pengangkut beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.
b. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.
Ketrampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan. Penggunaan
bibit unggul, obat – obatan dan makanan penguat cenderung meningkat,

Universitas Sumatera Utara

walaupun lamban. Jumlah ternak yang dimiliki 2 – 5 ekor ternak besar dan 5 –
100 ekor ternak kecil terutama ayam.Bahan makanan berupa ikutan panen
seperti bekatul, jagung, jerami dan rumput – rumputan yang dikumpulkan oleh
tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan utama dari memelihara ternak untuk
menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.
c. Peternak komersil.
Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai
kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang agak
modern.Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari
luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan
sebanyak–banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat
menguasai pasar.
Kondisi pemeliharaan ternak kerbau ditingkat peternak di pedesaan
umumnya belum tergeser dari pola tradisional. Kerbau hampir sepanjang hari
dilepas diladang atau dipadang pengembalaan dan baru pada malam hari kerbau di
giring ke kandang. Peternak kurang memperhatikan kesehatan kerbau, seperti
pencengahan dan pengobatan penyakit, sehingga jika di temukan kerbau yang
terjangkit suatu penyakit, pengobatan hanya dilakukan secara tradisional hal ini
mengakibatkan tingginya angka kematian ternak kerbau (Pasaribu, 2010).
Bebrapa karakteristik sosial yang mempengaruhi pendapatan peternak
kerbau:
a. Skala usaha
Menurut Prawirokusumo (1991), usaha yang bersifat tradisional diwakili oleh
para petani dengan lahan sempit yang mempunyai 1-2 ekor ternak.

Universitas Sumatera Utara

b. Umur Peternak
Umur merupakan karakteristik penduduk yang penting karena struktur umur
mempengaruhi perilaku demografis dan sosial ekonomi daerah (Nurdin,
1981). Menurut Suriantoro (1991), bahwa produktivitas kerja seseorang mulamula meningkat sesuai dengan pertambahan usia kemudian menurun kembali
menjelang usia tua.
c. Pengalaman Beternak
Pada umumnya pengalaman beternak diperoleh peternak dari orang tuanya
secara turun-menurun. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama
memberikan indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan beternak terhadap
manejemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih banyak
(Amri, 2009).

Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
Biaya Produksi
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk
tujuan tertentu (Mulyadi, 2008).
Dalam arti luas biaya (coast) adalah sejumlah uang yang dinyatakan dari
sumber-sumber ekonomi yang dikorbankan untuk mendapatkan sesuatu atau
mencapai tujuan tertentu. Biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya tergantung pada
skala produksi (Harnanto, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor-faktor produksi yang yang
digunakan baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi
berlangsung (Soekartawi, 2003).
Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam
kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu,
sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan (Widjaja, 1999).
Menurut Swastha dan Sukotjo (1997), menyatakan bahwa biaya
merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak
dapat menutupi biaya akan mengalami kerugian. Sebaliknya, apabila suatu tingkat
harga melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi, maupun biaya
non operasi akan menghasilkan keuntungan. Selanjutnya dikatakan bahwa biaya
variabel adalah biaya berubah-ubah disebabkan karena adanya perubahan jumlah
hasil. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (konstan) untuk
setiap tingkatan atau hasil yang diproduksi. Biaya total adalah merupakan seluruh
biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini
merupakan jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap.
Menurut Soekartawi (2001), bahwa biaya yang diperuntukan bagi
pembiayaan faktor produksi yang sifatnya tetap seperti pembelian bibit,
penyusutan dan peralatan usaha produksi maupun pajak atas usaha, sedangkan
biaya tidak tetap ialah biaya yang diperuntukan bagi pembiayaan faktor produksi
yang sifatnya berubah-ubah dalam satu proses produksi seperti biaya tenaga kerja
maupun sarana produksi.

Universitas Sumatera Utara

Biaya tetap pada usaha peternakan meliputi; biaya penyusutan kandang
dan peralatan serta perlengkapan kandang (sekop, ember, sapu, tempat makan dan
minum, tali, dll), biaya bibit dan pajak atas usaha. Biaya tidak tetap meliputi;
biaya tenaga kerja, biaya pakan dan vitamin serta obat-obatan, transportasi,
rekening listrik dan air (Waror dkk., 2014).
a. Bibit merupakan faktor utama dalam usaha peternakan. Berat lahir, berat sapih
dan pertambahan bobot badan merupakan yang utama yang harus dilihat dalam
pemilihan bibit. Biaya penggunaan bibit merupakan biaya terbesar kedua.
b. Biaya pakan merupakan biaya variabel terbesar yaitu sekitar 60% dari total
biaya produksi. Demikian pula dalam penelitian Sumartini dalam Rita Yunus,
2009, bahwa biaya pakan mencapai 58,13% -66,22% dari seluruh biaya
operasional, dan penelitian Sutawi (1999) juga menyimpulkan bahwa biaya
produksi terbesar digunakan adalah biaya pakan yaitu 61,75% -82.14%
c. Tenaga kerja merupakan adalah tenaga kerja sebagai pengelola dalam
peternakan. Manusia sebagai pengelola peternakan dibedakan berdasarkan
ilmu dan keteramilan yang dimilikinya (Rasyaf, 2002). Tanpa ilmu dan
ketrampilan manusia itu biasanya disebut tenaga kasar yang umumnya bertugas
di kandang sebagai pelaksana tugas rutin dan lain-lain (Ahmad, 2010).
Penerimaan
Penerimaan usaha ternak adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
pokok usata ternak, tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha ternak.
Penerimaan kotor usaha ternak adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam
suatu kegiatan usaha ternak dikalikan dengan harga jual yang berlaku dipasaran.

Universitas Sumatera Utara

Adapaun penerimaan usaha ternak adalah merupakan hasil perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual (Siregar, 2009).
Total Penerimaan (TR) = Q x P
Dimana : TR = Total Revenue/penerimaan (Rp/Thn)
Q = Jumlah Produksi per tahun
P = harga (Rupiah)
Apabila hasil produksi peternakan dijual ke pasar atau ke pihak lain, maka
diperoleh sejumlah uang sebagai produk yang terjual tersebut. Besar atau kecilnya
uang diperoleh tergantung dari pada jumlah barang dan nilai barang yang dijual.
Barang yang dijual akan bernilai tinggi bila permintaan melebihi penawaran atau
produksi sedikit. Jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga yang
ditawarkan merupakan jumlah uang yang diterima sebagai ganti produk
peternakan yang dijualinilah yang dinamakan penerimaan (Rasyaf, 2002).
Penerimaan usaha tani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
pokok usahatani, tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha tani.
Adapun penerimaan usaha tani adalah merupakan hasil perkalian antara produksi
yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, dkk, 1995).
Penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga
perolehah satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan
harga

adalah

harga

pada

tingkat

usahatani

atau

harga

jual

petani

(Soeharjo dan Patong, 1973).
Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan
bersih usahatani dan penerimaan kotor usahatani. Penerimaan bersih usahatani
adalah merupakan selisih antara total penerimaan usahatani dengan pengeluaran

Universitas Sumatera Utara

total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang
habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga
petani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam
jangka

waktu

tertentu

baik

yang

dijual

maupun

tidak

dijual

(Soekartawi dkk, 1986).
Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan pendapatan (keuntungan)
adalah selisi anatara penerimaan dengan semua biaya dengan rumus π = TR – TC
dimana π adalah pendapatan, TR adalah penerimaan dan TC adalah total biaya.
Selanjutnya dikatakan, bahwa penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikali
dengan harga produksi. Total pendapatan bersih diperoleh dari total penerimaan
dikurangi denga total biaya dalam suatu proses produksi.
Dalam menaksir pendapatan kotor petani semua komponen produksi yang
tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar, sehinga pendapatan kotor
petani dihitung sebagai penjualan ditambah nilai produk yang digunakan untuk
konsumsi rumah tangga atau dengan kata lain pendapatan kotor usaha tani (gross
farm income) adalah nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu,
baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Sedangkan pendapatan bersih usaha
tani (net farm income) adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dengan
pengeluaran total usaha tani. Dikatakan pula total pendapatan diperoleh dari total
penerimaan dikurangai dengan total biaya dalam suatu proses produksi
(Soekartawi, dkk, 1995).
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen

Universitas Sumatera Utara

itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila
pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sasaran produksi.
analisis usaha tersebut meruakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan
pengeluaran dalam jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).

Pd = TR - TC
Dimana :
Pd = Total Pendapatan yang diperoleh petani peternak (Rp/Thn)
TR = Total Revenue/Penerimaan yang diperoleh pet