KAJIAN ORGANONOLOGI KUCAPI PAKPAK BUATAN BAPAK KAMI CAPAH DI KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN PAKPAK BHARAT

SKRIPSI SARJANA OL NAMA: BATOAN L SIHOTANG NIM: 070707005 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pakpak adalah salah satu etnis yang mendiami daerah geografis sumatera utara. Secara umum Pakpak digolongkan sebagai bagian dari suku batak, seperti halnya toba, simalungun, karo dan mandailing(Pasaribu, 1978; Bangun, 1980; Daeng, 1976; Coleman, 1983). Etnis pakpak memiliki budaya yang sudah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang masyarakat Pakpak. Salah satu bentuk dari warisan budaya tersebut adalah kesenian. Kesenian yang diwariskan oleh leluhur masyarakat pakpak dalam bebrapa bentuk. Diantaranya adalah seni tari (tatak), seni ukir, seni tekstil, seni patung dan seni musik.

Bagi suku Pakpak, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat, ritual, dan hiburan selalu menggunakan musik. Masyrakat Pakpak mempunyai budaya musikal sendiri. Dalam penyajiannya ada yang menggunakan alat musik, ada vokal, gabungan vokal dengan musik, dalam penggunaan alat musik nya ada yang dimainkan secara ensambel ada juga yang secara solo.

Masyarakat pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajian dan cara memainkannya. Berdasarkan pentuk penyajiannya, alat-alat musik tersebut dibagi menjadi beberapa ensambel, yakni genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan gung .. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument musik tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : Sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan Masyarakat pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajian dan cara memainkannya. Berdasarkan pentuk penyajiannya, alat-alat musik tersebut dibagi menjadi beberapa ensambel, yakni genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan gung .. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument musik tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : Sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan

Ensambel Genderang sisibah terdiri dari Genderang sisibah (Conis Drum single head yang terdiri dari Sembilan buah gendang yang berbentuk konis), gung sada rabaan (idiophone yang teridiri dari empat buah gung yaitu panggora, poi, tapudep dan pong-pong), sarune (double reed oboe) dan cilatcilat (concussion idiophone ). Dalam penyajiannya, ensambel ini dipakai pada jenis upacara sukacita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Ensambel Genderang sipitupitu dan Genderang si lima terdiri dari alat musik yang terdapat pada ensambel Genderang sisibah, perbedaannya hanya terdapat pada penggunaan genderang saja. Genderang sipitu-pitu menggunakan 7 dari 9 gendang yang terdapat pada Genderang sisibah, sedangkan Genderang si lima menggunakan 5 dari 9 buah gendang (gendang yang digunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar). Ensambel ini digunakan pada upacara duka cita (kerja njahat), seperti upacara kematian, mengongkal tulan (menggali tulang-belulang).

Selanjutnya adalah ensambel Gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang ibu) yaitu gendang gendang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrument lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, dan sepasang cilat-cilat. Ensambel ini digunakan pada upacara ritual, seperti upacara mendeger uruk (upacara mengusir roh penunngu Selanjutnya adalah ensambel Gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang ibu) yaitu gendang gendang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrument lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, dan sepasang cilat-cilat. Ensambel ini digunakan pada upacara ritual, seperti upacara mendeger uruk (upacara mengusir roh penunngu

Ensambel yang terakhir adalah Oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari gendang sitelu-telu , gung sada rabaan, lobat (aerophone), kalondang (xylophone), dan kucapi (lut long neck). Ensambel ini digunakan pada upacara suka cita (kerja mbaik) seperti upacara penikahan dan untuk mengiringi tarian.

Kucapi adalah satu jenis alat musik yang dipakai dalam bentuk solo instrumen dan juga digabungkan dalam ensambel musik tradisional Pakpak. Kucapi merupakan alat musik petik yang terbuat dari kayu dan memiliki dua buah senar yang terbuat dari nilon dan memiliki fred. Alat musik ini termasuk kedalam klasifikasi alat musik chordophone, sumber klasifikasi lut long neck yang sumber penghasil bunyinya berasal dari senar. Kucapi dimainkan dengan cara memetik bagian senar dengan menngunakan kuku. Kayu yang digunakan untuk membuat kucapi adalah kayu purbari dan kayu ngeccih (Shizopheae sperrum). Kayu yang digunakan harus berasal dari pohon yang berukuran besar dan sudah tua. Hal ini dimaksudkan agar batang pohon dapat di belah dua, sehingga kucapi dapat dibentuk satu badan. Kucapi dibentuk sedemikian rupa menyerupai bentuk

bungki 1 dan memiliki badan yang berfungsi sebagai resonator bunyi dan leher yang berfungsi untuk pembentukan nada. kucapi Pakpak memiliki bentuk yang

hampir sama dengan alat musik sejenis yang dimiliki oleh kebudayaan suku bangsa Batak lain, seperti : Hasapi pada masyarakat Toba, Kulcapi pada masyarakat Karo dan Husapi pada masyarakat Simalungun.

1 Bungki adalah sejensis perahu yang digunakan oleh masyarakat Pakpak yang berdomisili di muara sungai.

2 Menurut wawancara dengan bapak Dayo Sinamo , pada awalnya kucapi adalah alat musik pribadi yang digunakan sebagai hiburan pribadi atau self

amusement. Namun pada perkembangannya, alat musik ini dimasukkan kedalam ensambel oning-oningen. Pembuat alat musik kucapi biasanya adalah pemain alat musik itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh fungsi awal dari alat musik ini pada awalnya.

Saat ini pembuat kucapi tidak banyak lagi. Bapak Kami Capah adalah seorang yang dapat membuat alat music kucapi. Selain membuat kucapi, beliau juga berprofesi sebagai pemain kucapi. kucapi buatan beliau sudah banyak

digunakan oleh pemain kucapi di sanggar Ninanola 3 yang berada di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana beliau termasuk dalam sanggar ini.

Selain untuk dimainkan, kucapi buatan beliau sudah di gunakan sebagai cenderamata. Menurut wawancara dengan beliau, banyak pemusik tradisi Pakpak khususnya pemain kucapi tidak dapat membuat alat musiknya sendiri lagi sesuai dengan kebiasaan. Hal ini di sebabkan oleh kemajuan zaman dan sudah berkurangnya minat untuk mempelajari musik tradisi. Saat ini pembuat alat musik Pakpak khususnya pembuat kucapi hanya tinggal sedikit dan bisa di hitung dengan jari karena banyak dari pembuat alat musik tradisi Pakpak sudah tidak mampu lagi membuat alat music dikarenakan usia yang sudah semakin tua dan meninggal.

Dalam proses pembuatan kucapi ini, bapak Kami Capah mennggunakan alat-alat yang yang masih tergolong sederhana yakni berupa parang, ketam mesin,

2 Bapak Dayo sinamo adalah seorang pemain kucapi yang sudah sangat di kenal di masyarakat pakpak.

3 Nina nola adalah salah satu sanggar kesenian tradisional Pakpak yang berada di desa Sukaramai, kecamatan kerajaan kabupaten Pakpak Bharat dan dipimpin oleh bapak pandapotan solin.

gergaji, pahat besar dan pahat kecil, kertas pasir dan meteran. Teknik pembuatan kucapi beliau termasuk unik karena beliau menggabungkan teknik pembuatan yang pernah didapatnya dari orang tua dan juga teknik bapak itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari proses pengukuruan dari bahan pembuat kucapi itu sendiri.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskanya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul

”KAJIAN ORGANOLOGIS KUCAPI PAKPAK BUATAN BAPAK KAMI CAPAH DI KECAMATAN KERAJAAN KABUPATEN PAKPAK BHARAT ”

1.2 Pokok Pemasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topic bahasan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan kucapi pakpak buatan bapak Kami Capah di Kecamatan Kerajaan.

2. Bagaimana teknik permainan kucapi pakpak sebagai pembawa melodi.

3. Bagaimana eksistensi dan fungsi kucapi pakpak pada masyarakat Pakpak.

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian rangka penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan kucapi pakpak di kecamatan kerajaan, kabupaten pakpak bharat.

2. Untuk mengetahui menganalisa organologi serta teknik permainan kucapi pakpak sebagai pembawa melodi.

3. Untuk mengetahui keberadaan (eksistensi) dan fungsi kucapi pakpak pada masyarakat pakpak.

1.3.2 Manfaat penelitian

Sebagai usaha untuk memperluas informasi mengenai kebudayaan pakpak, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :

a. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai kucapi pakpak di Departemen Etnomusikologi, Fakultas sastra, Universitas Sumatera Utara.

b. Sebagai bahan masukan maupun perbandingan bagi yang memerlukan untuk penelitian selanjutnya.

c. Sebagai bahan pendokumentasian terhadap kesenian tradisional pakpak.

d. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti proses perkuliahan di Departemen etnomusikologi.

1.4 Konsep dan teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431). Kajian merupakan kata jadian dari kata ”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa pengertian kata ”kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti. (Badudu. 1982 : 132).

Sedangkan Organologi merupakan ilmu tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak hanya mencakup sejarah dan deskripsi instrumen saja, tetapi juga sama pentingnya, walaupun sebagai aspek yang terabaikan dalam ”ilmu” instrumen musik, seperi teknik-teknik tertentu dalam memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari konstruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya. (Hood, 1982 : 124)

Dari kedua konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian kucapi pakpak buatan bapak kami capah di kecamatan kerajaan, kabupaten pakpak bharat, adalah penelitian secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari instrumen kucapi pakpak tersebut.

Kucapi pakpak adalah sebuah instrumen yang pada awalnya hanya digunakan oleh seseorang untuk menghibur diri saat melakukan kegiatan bertani. Kucapi dimainkan sendiri tanpa pengiring pada saat seseorang itu sedang istirahat di ladang. Namun seiring perkembangannya, kucapi Pakpak dalam penyajiannya dimasukkan dalam kelompok Oning-oningen. Dalam bentuk penyajian ini, kucapi pakpak memainkan nada-nada yang dimainkan oleh kalondang secara bersamaan. Atau dengan kata lain, kucapi meiliki fungsi sebagi pembawa melodi dalam oning-oningen. Kucapi merupakan instrumen musik pakpak yang mengalami perubahan dari segi pembuatannya dan penyajiannya.

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan (relevan) dengan tulisan ini.

Berdasarkan Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 253,”Eksistensi artinya keberadaan”. Hal ini berkaitan juga dengan eksistensi (keberadaan) Kucapi pada etnis Pakpak.

Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik, dan penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima (1978 : 74), yaitu:

” Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu ; fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, ( dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara”

Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permainan kucapi pakpak maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh Nettl (1963 :

98) yaitu: ” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.”

Selanjutnya Charles Seeger juga mengemukakan dalam Nettl (1964 : 100) yaitu : ” Ada dua teknik musikal yaitu secara perspektif dan deskriptif . Secara ringkas diterangkan bahwa, prespektif dapat disebut sebagai notasi yang tidak lebih dari untuk membantu pemain mengingat terhadap musik pada saat pertunjukan. Sedangkan deskriptif adalah notasi yang menuliskan semua karakter musikal secara rinci dari suatu komposisi musik yang diperdengarkan.”

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:

Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musin itu sendiri, Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut, maka kucapi pakpak adalah instrumen musik kordofon yang terdiri dari dua buah senar yang dibunyikan dengan memetik senar dengan kuku atau sebagai sumber bunyinya.

1.5 Metode penelitian

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat 1997:16). Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memproleh fakta-fakta dan prinsip –prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian Kualitatif yaitu : rangkaian kegiatan atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada obyeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sample dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif (Nawawi dan Martini,1994:176).

Disamping itu, penulis juga menggunakan tekhnik penelitian ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu: kerja lapangan (fieldwork) Disamping itu, penulis juga menggunakan tekhnik penelitian ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu: kerja lapangan (fieldwork)

1.5.1 Studi kepustakaan

Pada tahap pra lapangan, sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mengadakan studi pustaka. Penulis membaca buku-buku yang relevan dengan objek penelitian. Penulis juga membaca literatur, pencarian di situs internet, majalah, tulisan ilmiah dan berbagai catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini.

1.5.2 Kerja lapangan

1.5.2.1 Observasi

Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung terhadap objek penelitian dan juga melakukan wawancara dengan informan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, agar memproleh data-data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985 : 139), yaitu: Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas.

Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.

Menurut Harja W. Bachtiar (1985 : 155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang.

Sebelum melakukan wawancara penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang telah disusun mengenai pokok permasalahan yang ingin penulis ketahui.

Namun kenyataan di lapangan pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan pembicaraan dengan informan, walaupun demikian pertanyaan tersebut masih tetap dalam pokok permasalahan seputar penelitian yang ingin dikerjakan.

1.5.2.3 Pemotretan dan perekaman

Pemotretan dan Perekaman data dilakukan agar data yang diperlukan tidak lupa,sekaligus agar proses kerja laboratorium lebih mudah.Penulis menggunakan alat perekam audio dan Kamera Canon EOS D1100 untuk perekaman dan pemotretan data-data yg diperlukan.

1.5.3 Kerja laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam 1995 : 85)

1.5.4 Lokasi penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat kediaman narasumber yaitu bapak Kami Capah, yang bertempat tinggal di Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, yang juga merupakan lokasi bengkel instrumen beliau.

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK KAMI CAPAH

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Etnis Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Kabupaten Dairi ibukota Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 184 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotana Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Singkil Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kotamadya subbul sallam ibukotanya Salak yang terdiri dari 5 kecamatan dan (64) Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Singkil Boang.

5. Kabupaten tapanuli tengah ibukotanya Pandan yang terdiri dari 6 kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara, Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/Kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotany Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Parlilitan, dan Kecamatan Tara Bintang dan masih termasuk kedalam Suak Kelasen.

Luas wilayah yang menjadi wilayah persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

2.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis ambil terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana daerah ini merupakan salah satu daerah atau wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Simsim dan sebagian daerah keppas.

Luas Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 121.830 Ha. (1.218,30 Km2), terletak di wilayah pantai barat Sumatera Utara yaitu pada 2.000 – 3.000 Lintang Utara dan 96.000 – 98.000 Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 250 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Kabupaten pakpak Bharat terbentuk dari dari hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Secara administratif Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 52 Desa dalam 8 (delapan) Kecamatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 48.520. Kabupaten Pakpak Bharat adalah : (1) Kecamatan Salak, (2) Sitellu Tari Urang Jehe, (3) Pangindar, (4) Sitellu Tali Urang Julu, (5) Pargeteng-geteng Sngkut, (6) Kerajaan, (7) Tinada, dan (8) Siempat Rube.

Adapun batas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut:  Sebelah timur berbatasan dengan : Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi

dan Harian Kabupaten Samosir.

 Sebelah barat berbatasan dengan : Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

 Sebelah utara berbatasan dengan : Kecamatan Silima Pungga-Pungga,

Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.  Sebalah selatan berbatasan dengan : Kecamatan Tara Bintang Kabupaten

Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah. Desa Sukaramai yang merupakan tempat dimana bapak Kami Capah

Tinggal dan sekaligus menjadi tempat bengkel instrumen beliau berada pada wilayah Kecamatan Kerajaan. Adapun batas-batas wilayah dari desa sukaramai adalah :

 Sebelah timur berbatasan dengan : Desa Kuta Saga.  Sebelah barat berbatasan dengan : Desa Surung Mersada.  Sebelah selatan berbatasan dengan : Desa Pardomuan.  Sebelah utara berbatasan dengan : Desa Kuta Meriah.

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Pakpak khusunya yang berada di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sangat beragam, disesuaikan dengan keahlian pribadi yang dimiliki oleh seseorang, dan tidak terbatas pada satu bidang saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS (pegawai negeri sipil), guru, pegawai swasta, dan lain-lain.

Dari hasil wawancara dengan bapak beberapa narasumber, bahwa pekerjaan yang paling banyak digeluti masyarakat Pakpak yang berdomisili di wilayah kabupaten Pakpak Bharat adalah bercocok tanam. Kopi, padi, tanaman Dari hasil wawancara dengan bapak beberapa narasumber, bahwa pekerjaan yang paling banyak digeluti masyarakat Pakpak yang berdomisili di wilayah kabupaten Pakpak Bharat adalah bercocok tanam. Kopi, padi, tanaman

2.4 Sistem Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipakai oleh masyarakat di Kecamatan Kerajaan adalah bahasa Pakpak karena mayoritas penduduk disana adalah suku Pakpak. Hal ini menyebabkan kehidupan sehari- hari penduduk disana menggunakan bahasa Pakpak begitu juga dalam acara adat.

Terdapat juga sebagian kecil suku lain seperti suku Toba, Karo, Nias dan Jawa yang datang kedaerah Kecamatan Kerajaan, tetapi setelah tinggal beberapa lama disana, masayarakat dari suku-suku tersebut diatas sudah mengerti dan fasih menggunakan bahasa Pakpak. Selain bahasa Pakpak, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari adalah bahasa Indonesia yang digunakan di tempat- tempat umum, seperti sekolah, puskesmas dan kantor Kelurahan.

Ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Pakpak, yaitu :

1. Rana telangke yaitu kata-kata perantara atau kata-kata tertentu untuk menghubungkan maksud si pembicara terhadap objek si pembicara.

2. Rana tangis yaitu gaya bahasa yang dituturkan dengan cara menangis atau bahasa yang digunakan untuk menangisi sesuatu dengan teknik bernyanyi (narrative songs atau lamenta dalam istilah etnomusikologi) yang disebut tangis mangaliangi (bahasa tutur tangis).

3. Rana mertendung yaitu gaya bahasa yang digunakan dihutan,

4. Rana nggane yaitu bahasa terlarang, tidak boleh diucapkan di tengah- tengah kampong karena dianggap tidak sopan, dan

5. Rebun (rana tabas atau mangmang) yaitu bahasa pertapa datu atau bahasa mantera oleh guru (Naiborhu, 2002:51).

2.5 Sistem Kesenian

2.5.1 Seni Musik

Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajiannya dan cara memainkannya. Berdasarkan cara memainkannya, instrument music tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotchi dan oning- oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument music tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup) dan sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotchi dan oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak. Dalam tulisan Skripsi Sarjana Anna Rosita yang berjudul Deskripsi Organologi Sarune Pakpak – Dairi halaman 2 menyebutkan bahwa gotci adalah kelompok alat-alat musik yang dimainkan secara ensambel (berkelompok). Sedangkan oning-oning adalah sekelompok alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal atau dalam bentuk solo (bukan sekumpulan alat-alat musik yang sejenis). Namun menurut wawancara dengan beberapa pemusik tradisi Pakpak sekarang menyebutkan bahwa gotchi adalah istilah untuk beberapa ensambel seperti : ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya berdasarkan bentuk penyajiannya dan cara memainkannya. Berdasarkan cara memainkannya, instrument music tersebut dibagi atas dua kelompok, yaitu gotchi dan oning- oningen. Sedangkan berdasarkan cara memainkannya, instrument music tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : sipaluun (alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul), sisempulen (alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup) dan sipiltiken (alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik). Istilah gotchi dan oning-oningen sudah mendapat pergeseran arti dikalangan masyarakat Pakpak. Dalam tulisan Skripsi Sarjana Anna Rosita yang berjudul Deskripsi Organologi Sarune Pakpak – Dairi halaman 2 menyebutkan bahwa gotci adalah kelompok alat-alat musik yang dimainkan secara ensambel (berkelompok). Sedangkan oning-oning adalah sekelompok alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal atau dalam bentuk solo (bukan sekumpulan alat-alat musik yang sejenis). Namun menurut wawancara dengan beberapa pemusik tradisi Pakpak sekarang menyebutkan bahwa gotchi adalah istilah untuk beberapa ensambel seperti : ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang

a. Instrumen Musik Berdasarkan Bentuk penyajian Gotchi adalah isntrumen musik yang disajikan dalam bentuk seprangkat (ansambel) yang terdiri dari : ensambel genderang sisibah, genderang sipitu-pitu, genderang silima, gendang sidua-dua, gerantung, mbotul dan oning-oningen.

Genderang sisibah adalah seperangkat gendang satu sisi yangterdiri dari Sembilan buah gendang yang berbentuk konis. Dalam adat, instrumen ini disebut siraja gumeruhguh yaitu sesuai dengan suara yang dihasilkannya dan situasi yang di iringinya karena ramai dan besarnya acara tersebut. Masing-masing nama dari kesembilan gendang tersebut dari ukuran terbesar hingga ukuran terkecil adalah sebagai berikut :

a. Genderang I, Si raja gumeruhguh (suara bergemuruh) dengan pola ritmis menginang-inangi atau megindungi (induk).

b. Genderang II, Si Raja Dumerendeng atau Si Raja Menjujuri dengan pola ritem menjujuri atau mendonggil-donggili (mengangungkan, mentakbiri, menghantarkan).

c. Genderang III s/d VII, Si Raja Menak-enak dengan pola ritmis benna kayu sebagai pembawa ritmis melodis (menenangkan atau menentramkan).

d. Genderang VIII, Si Raja Kumerincing dengan pola ritmis menehtehi (menyeimbangkan).

e. Genderang IX, Si Raja Mengapuh dengan pola ritmis menganak-anaki atau tabil sondat (menghalang-halangi). Untuk lebih jelas, dapat kita lihat pada gambar berikut :

Gambar 1 : Genderang Sisibah

Keterangan : Nomor pada penjelasan diambil dari gendering terbesar

sampai terkecil seperti pada gambar.

Dalam bentuk sseperangkat, kesembilan gendang ini dimainkan bersama- sama dengan gung sada rabaan (seperangkat gung yang terdiri dari empat buah, yaitu panggora (penyeru), poi (yang menyahut), tapudep (pemberi semangat) dan pong-pong (yang menetapakan). Instrumen lain yang digunakan adalah sarune (double reed oboe) dan cilat-cilat (simbal concussion). Dalam penyajiannya, ansambel ini hanya dipakai pada jenis upacara suka cita (kerja mbaik) saja pada tingkatan upacara terbesar atau tertinggi saja.

Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat Selanjutnya adalah ensambel genderang sipitu-pitu. Ensambel ini terdiri dari 7 buah gendang konis yang berasal dari genderang sisibah. Ketujuh gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang mulai dari urutan I sampai VII. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat

Selanjutnya adalah ensambel genderang Si lima yaittu seperangkat gendang satu sisi berbentuk konis yang terdiri darai lima buah gendang. Kelima gendang ini berasal dari genderang sisibah dengan hanya menggunakan gendang pada bilangan ganjil saja diurut dari gendang terbesar, yaitu gendang I, III, V, VII dan IX. Fungsi dari kelima gendang tersebut sama dengan fungsinya masing- masing seperti pada genderang sisibah. Instrumen lainnya yang terdapat dalam ensambel ini adalah gung sada rabaan, Sarune, dan cilat-cilat sebagaimana yang terdapat dalam genderang sisibah.

Ensambel ini digunakan pada upacara dukacita (kerja njahat) saja, seperti upacara kematian, mengongkal tulan (mengangkat tulang-tulang) pada tingkatan upacara terbesar dan tertinggi secara adat.

Selanjutnya terdapat ensambel gendang sidua-dua. Ensambel gendang ini terdiri dari sepasang gendang dua sisi berbentuk barrel (double head two barrel drums). Kedua gendang ini terdiri dari gendang inangna (gendang induk, gendang ibu) yaitu gendang yang terbesar dan gendang anakna (gendang anak, jantan) yaitu gendang terkecil. Instrumen lain yang terdapat dalam instrument ini adalah empat buah gong (gung sada rabaan) dan sepasang cilat-cilat (simbal).

Ensambel ini biasanya digunakan untuk upacara ritual, seperti mengusir roh penunggu di hutan sebelum diolah menjadi lahan pertanian (mendeger uruk) dan hiburan saja seperti upacara penobatan raja atau mengiringi tarian pencak.

Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris Kemudian ensambel musik mbotul adalah seperangkat alat musik gong (idiophones) berpencu yang terdiri dari 5, 7, atau 9 buah gong. Disusun berbaris

Selanjutnya adalah ensambel oning-oningen. Ensambel ini terdiri dari gendang sitelu-telu(membranophone single head) , gung sada rabaan, lobat (aerophone) , kalondang (xylophone), dan kucapi (chordophone). Ensambel ini digunakan pada upacara suka cita (kerja mbaik) seperti upacara penikahan (merbayo) dan untuk mengiringi tarian (tatak).

b. Instrumen Musik Berdasarkan Cara memainkannya. Untuk melihat pembagian alat musik tradisional Pakpak dari cara

memainkannya, dapat kita lihat dari tabel berikut.

Tabel 2.5.1 Pembagian alat musik berdasarkan cara memainkannya No Cara memainkan

Alat Musik

1 Sipaluun Genderang, kalondang, gung, cilat-cilat, ketuk, mbotul, deng-deng, doal, gerantung, gendang si dua-dua.

2 Sisempulen

Sarune, lobat, sordam

3 Sipiltiken

Kucapi

2.5.2 Seni Suara

Masyarakat Pakpak memiliki beberapa jenis seni suara ataupun nyanyian. Nyanyian yang dimaksud adalah musik vocal. Masyarakat Pakpak member nama ende-ende (baca :nde-nde) terhadap semua musik vokalnya. Ada beberapa jenis musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak yang dibedakan berdasarkan fungsi dan penggunaannya masing-masing yaitu sebagai berikut.

(i) tangis milangi atau disebut juga tangis-tangis adalah kategori nyanyian ratapan (lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis. Disebut tangis milangi karena hal-hal mengharukan yang terdapat didalam hati penyajinya akan ditutur-tuturkan (dalam bahasa Pakpak: ibilang- bilangken, milangi ) dengan gaya menangis (Pakpak : Tangis). Ada beberapa jenis tangis milangi yang terdapat pada masyarakat Pakpak, yaitu sebagai berikut.

a. tangis sijahe adlah jenis nyanyian yang disajikan oleh gadis (female song) menjelang pernikannya. Teks nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihannya karena akan meninggalkan keluarganya dan memasuki lingkungan keluarganya. Nyanyian ini ditujukan agar orang- orang tua yang mendengar merasa iba dan member petuah-petuah tentang hidup berumah tangga. Nyanyian ini disajikan dalam bentuk melodi yang berubah-ubah (repetitif) dengan teks yang berubah-ubah.

b. Tangis anak melumang, nyanyian ini disajikan oleh pria ataupun wanita. Nyanyian ini berisi tentang kesedihan seseorang yang ditinggal mati orang tuanya. Nyanyian ini biasanya disajikan pada saat-saat tertentu, seperti ketika berada di hutan, di ladang, di sawah atau tempat- tempat sepi lainnya. Teksnya berubah-ubah dengan melodi yang sama.

c. Tangis si mate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling berkesan dari si mati smasa hidupnya. Nyanyian c. Tangis si mate adalah nyanyian ratapan (lament) kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Disajikan di depan si mati dan teksnya berisi tentang kisah hidup si mati, berisi tentang perilaku yang paling berkesan dari si mati smasa hidupnya. Nyanyian

(ii) ende-ende mendedah adalah sejenis nyanyian lullaby atau nyanyian menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) baik kaum pria maupun wanita untuk menidurkan atau mengajak si anak bermain. Jenisnya terdiri dari , oah-oah dan cido-cido. Ketiga nyanyian jenis nyanyian ini menggunakan teks yang selalu berubah-ubah dengan melodi yang diulang-ulang (repetitif).

a. Orih-orih ialah nyanyian untuk menidurkan anak yang dinyanyikan oleh sipendedah (pengasuh) orangtua atau kakak baik pria maupun wanita.Si anak digendong sambil i orih-orihken (sambil menina bobokan si anak dalam gendongan) dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat, cita-cita, harapan maupun curahan kasih sayang terhadap si anak.

b. Oah-oah sering disebut juga dengan kodeng-kodeng, yaitu jenis nyanyian yang teksturnya sama dengan orih-orih. Yang membedakannya adalah cara menidurkannya, jika orih-orih disajikan dengan cara menggendong, maka oah-oah disajikan sambil mengayun si anak dalam ayunan.

c. Cido-cido adalah nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Tujuannya adalah agar si anak merasa terhibur dengan gerakan-gerakan lucu sehingga si anak merasa terhibur dan tertawa. Teks lagu yang dinyanyikan biasanya berisi tentang harapan-harapan agar kelak si anak menjadi orang yang berguna.

(iii) Nangan ialah nayanyian yang disajikan pada waktu bersukut-sukuten

(mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita (mendongeng). Setiap ucapan dari tokoh-tokoh yang terdapat pada cerita

Secara tekstur, cerita sukut-sukuten umumnya berisi tentang pedoman-pedoman hidup dan teladan yang harus dipanuti berdasarkan perilaku yang yang diperankan oleh tokoh yang terdapat dalam cerita. Persukuten haruslah orang yang cukup ahli menciptakan tokoh-tokoh melalui warna nangen.

Adapun sukut-sukuten yang cukup dikenal oleh masyarakat pakpak adalah Sitagandera, Nan tampuk mas, Manuk-manuk Si Raja Bayon, Si buah mburle, dan lain sebagainya.

(iv) Ende-ende mardembas adalah bentuk nyanyian permainan daikalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah pada saat terang bulan purnama. Mereka menari dan membentuk lingkaran dan membuat lompatan kecil sambil bernyanyi secara chorus (koor) maupun solo chorus (nyayian solo yang disambut dengan koor). Isi teksnya biasanya berisi tentang keindahan alam serta kesuburan tanah kampungnya dan dinyanyikan dengan pengulangan melodi (repetitif) serta teks yang berubah-ubah sesuai pesan yang disampaikannya.

(v) Ende-ende Memuro Rohi, naynyian ini termasuk kedalam nyanyian work song, yaitu nyanyian yang di sajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di sawah.kegiatan (v) Ende-ende Memuro Rohi, naynyian ini termasuk kedalam nyanyian work song, yaitu nyanyian yang di sajikan pada saat bekerja. Biasanya dinyanyikan ketika berada di ladang atau di sawah untuk mengusir burung-burung agar tidak memakan padi yang ada di sawah.kegiatan

sambil menyanyikan ende-ende memuro rohi.

2.5.3 Seni Tari

Masyarakat Pakpak menyebutkan istilah tari dengan istilah Tatak. Tatak pada masyarakat pakpak erat hubungannya dengan kegiatan upacara ataupun kerja dan juga sebagai hiburan atau pertunjukan. Tatak digunakan dalam kerja mbaik ataupun kerja njahat. Adapun jenis gerakan yang digunakan dalam upacara tau pun kerja adalah :

 Manger-ngera Gerakan ini digunakan oleh kaum Beru untuk menyambut Kula-kula ataupun gerakan yang digunakan oleh anak terakhir kepada anak tertua ataupun yang muda kepada yang lebih tua.

 Suyuk Gerakan ini digunakan untuk menyambah ataupun menghormati.

 Memasu-masu Gerakan ini digunakan oleh kula-kula kepada beru yang menyimbolkan pemberian berkat.

 Mengembur Gerakan ini digunakan untuk menyembah atau member hormat oleh beru kepada kula-kula.

4 Ketter dan gumpar adalah alat yang terbuat dari bamboo dan pada bamboo tersebut digantungkan kain bekas yang dilambaikan ketengah sawah untuk mengusir burung. Fungsi

utama alat ini tentu saja menghalau burung, namun tetap dapat dikaji melalui disiplin etnomusikologi, yaitu studi musik dan kebudayaan.

 Mengeleap Gerakan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kegiatan kerja sudah berhasil dilaksnankan.

Adapun beberapa jenis tatak yang digunakan untuk hiburan atau pertunjukan adalah sebagai berikut :  Tatak Menabi pange Tatak ini dilakukan oleh para muda-mudi di ladang dan menggambarkan kegembiraan dari para muda-mudi. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, para muda-mudi di daerah Pakpak hanya dapat bertemu dan berbicara lebih dekat pada saat masa panen. Tatak ini menggambarkan tentang kegembiraan dalam memanen padi.

 Tatak Mendedah Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana seorang ibu mengasuh bayinya. Tatak ini hanya dilakukan oleh para perempuan.  Tatak Renggisa Tatak ini menggambarkan tentang sepasang muda-mudi yang sedang kasmaran atau sedang jatuh cinta satu sama lain.  Tatak Garo-garo Tatak ini mengambarkan tentang kegembiraan muda-mudi dalam masa panen. Tatak ini memiliki kemiripan dengan tatak menabi pange, namun dalam tatak garo-garo, hal yang digambarkan tidak hanya dalam memanen padi, melainkan mulai dari proses menanam sampai memanen padi tersebut.

 Tatak Memuat kopi

Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana proses memetik kopi yang dilaksanakan oleh para petani di daerah Pakpak.

 Tatak Perampuk-ampuk Tatak ini menggambarkan tentang keharmonisan yang terjalin antara kaum muda-mudi yang ada dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

 Tintoa serser Tatak ini menggambarkan tentang bagaimana masyarakat Pakpak dalam membuka atau memulai suatu ladang pertanian yang dalam hal inj adalah persawahan.

 Tatak Mengindangi Tatak ini menggambarkan tentang suasana menumbuk padi pada masyarakat Pakpak.

Perlu diketahui bahwa tatak yang sifatnya hiburan ataupun pertunjukan biasanya hanya di laksanakan oleh para kaum muda-mudi. Serta untuk mengiringi tarian ini digunakan ensambel oning-oningen.

2.6 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada ikatan yang mengatur tata karma dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dan diterapkan dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara kematian (kerja njahat).

2.6.1 Sulang Silima

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula , dengan sebeltek siampun-ampun /anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima ini berkaitan denganpembagian sulang/jambar dari daging-daging Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kula- kula , dengan sebeltek siampun-ampun /anak yang paling kecil, serta anak berru. Sulang silima ini berkaitan denganpembagian sulang/jambar dari daging-daging

a. kula-kula kula-kula merupakan salah satu unsure yang paling penting dalam system kekerabatan pada masyarakat Pakpak.kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan masyarakat Pakpak.

Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting termasuk juga dalam upacara kematian.

b. Dengan sebeltek/Senina Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung b. Dengan sebeltek/Senina Dengan sebeltek/senina adalah mereka yang mempunyai hubungan tali persaudaraan yang mempunyai marga yang sama. Mereka adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Selain itu, dalam sebuah upacara adat ada kelompok yang dianggap dekat dengan sebeltek, yaitu senina. Dalam sebuah acara adat, senina dan seluruh keluarganya akan ikut serta dan mendukung

c. Anak beru

Anak berru artinya anak perempuan yang disebut dengan kelompok pengambil anak dara dalam sebuah acara adat, anak berru lah yang bertanggung jawab atas acara adat tersebut. Tugas anak berru adalah sebagai pekerja, penanggung jawab dan pembawa acara pada sebuah acara adat.

Sedangkan situaan adalah anak yang paling tua, siditengah adalah anak tengah dan siampun-ampun adalah anak yang paling kecil. Mereka adalah pihak yang mempunyai ikatan persaudaraan yang terdapat dalam sebuah ikatan keluarga.

Kelima kelompok diatas mempunyai pembagian sulang (jambar) yang berbeda, yaitu sebagai berikut : Kula-kula (pihak pemberi istri dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang per-punca naidep. Situaan (orang tertua yang menjadi tuan rumah sebuah pesta akan mendapat sulang per-isang-isang). Siditengah (keluarga besar dari keturunan anak tengah) akan mendapat sulang per-tulantengah. Siampun-ampun (keturunan paling bungsu dalam satu keluarga) akan mendapat sulang per-ekur-ekur.

Anak berru (pihak yang mengambil anak gadis dari keluarga yang berpesta) akan mendapat sulang perbetekken atau takal peggu. Biasanya penerimaan perjambaren anak berru disertai dengan takal peggu. Yang artinya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap berjalannya pesta.

Anak berru lah yang bertugas menyiapkan makanan serta menghidangkan selama pesta berlangsung.

2.7 Sistem Kepercayaan

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26).

2.7.1 Kepercayaan Kepada Dewa-dewa

Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak,masyarakat mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut.

Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu :

1. Beraspati Tanoh. Diberi symbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala tumbuh-tumbuhan. Jadai, jika seorang orang tua menebang pohon bamboo, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus permisi kepada Beraspati Tanoh.

2. Tunggung Ni Kuta

Tunggung Ni Kuta ini diyakini mempunyai peranan untuk menjaga dan melindungi kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Karena itu, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut :

a. Lapihen, yaitu terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.

b. naring, yaitu wadah berisi ramuan untuk pelindung kampung. Apabila suatu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Pengulu balang, yaitu sejenis patung yang terbuat dari batu yang berfungsi untuk memberikan sinyal berupa gemuruh sebagai tanda gangguan, bala, musuh, atau bpenyakit bagi suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau. j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.7.2 Kepercayaan Kepada Roh

Kepercayaan kepada roh-roh meliputi :

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.

b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di dalam air atau sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain dan dapat membuat orang menjadi sakit secara tba-tiba.