Analisis Finansial Usahatani Kopi Arabika Varietas Unggul Di Kabupaten Pakpak Bharat (Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat)
ANALISIS FINANSIAL USAHATANI KOPI ARABIKA VARIETAS UNGGUL DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT
(Kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat)
SKRIPSI
Oleh :
MARUWANDI Y. SIMAIBANG 040304050
SEP / AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISIS FINANSIAL USAHATANI KOPI ARABIKA VARIETAS UNGGUL DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT
(kasus : Desa Kuta Mariah, Kecamatan kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat)
SKRIPSI
Oleh :
MARUWANDI Y. SIMAIBANG 040304050
SEP / AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, MADE) (Ir. Yusak Maryunianta, M.si) NIP 130 231 560 NIP 131 618 780
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK………..
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………..
ii
KATA PENGANTAR………
iii
DAFTAR ISI………..
v
DAFTAR TABEL………..
vii
DAFTAR GAMBAR……….
ix
DAFTAR LAMPIRAN……….
x
PENDAHULUAN………. 1
Latar Belakang……… 1
Identifikasi Masalah……… 9
Tujuan Penelitian……… 10
Kegunaan Penelitian………
11
TINJAUAN PUSTAKA………
12
Landasan Teori………... 18
Kerangka Pemikiran……… 26
Hipotesis Penelitian………
29
METODOLOGI PENELITIAN………..
30
Metode Penentuan Lokasi Penelitian……….. 30
Metode Penentian Sampel Penelitian……….. 30
Metode Pengumpulan Data………. 31
Metode Analisis Data……….. 31
Defenisi dan Batasan operasional……… 36
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTK
SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian……… 391. Luas dan Letak Geografis……… 39
2. Pemerintahan Desa……….. 40
3. Keadaan Penduduk……….. 40
(4)
TAHAPAN KEGIATAN USAHATANI KOPI ARABIKA
Secara Teori……… 47
Secara Aktual (Pengamatan Lapangan)………..… 50
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Usahatani Kopi Arabika Secara Umum………. 53
1. Jumlah Petani……….. 54
2. Jumlah Luas Lahan……….. 55
3. Produksi………... 55
4. Produktivitas……… 56
5. Harga……… 56
Ketersediaan Faktor Produksi………. 57
1. Lahan……….. 57
2. Modal……….. 58
3. Tenaga Kerja……… 59
4. Sarana Produksi………... 61
Analisis Usahatani Kopi Arabika………. 65
1. Biaya Produksi………. 65
2. Penerimaan Petani……… 66
3. Pendapatan Bersih……… 66
Analisis Financial Usahatani Kopi Arabika………. 67
1. Analisis NPV, Net B/C dan IRR……….. 67
Hubungan Karakteristik Petani Terhadap Pendapatan…………. 69
1.
Umur………. 692.
Tingkat Pendidikan………..
70
3.
Pengalaman Bertani ………. 71
4.
Jumlah Tanggungan ………. 72
Masalah-Masalah Dalam Usahatani Kopi Arabika……
73
1.
Lembaga Pendukung……… 73
2.
Harga Jual Kopi……… 74
3.
Sarana Produksi Yang Mahal dan Langka……… 74
Upaya Untuk Mengatasi Masalah Usahatani Kopi……. 76
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………. 78
Saran……… 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian USU.
2. Bapak Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, M.A.D.E. selaku Ketua Komisi Pembimbing
3. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing. 4. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai di Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian USU.
5. Bapak Nasib Mungkur, SH selaku Camat Kerajaan dan Bapak Budita Sitakar selaku Kepala Desa Kuta Meriah beserta seluruh staff.
6. Seluruh petani sampel yang telah membantu penulis dalam melengkapi data-data yang dibutuhkan salama penelitian.
Akhirnya ungkapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan yang luar biasa baik moril maupun materi, kepada adik-adik yang menjadi inspirasi untuk terus mengejar cita-cita, keluarga yang baik, my closely friend yang selalu dekat dihati nency, vidia, nova, sahabat yang baik erna, deden, emma2 ,anita, aya, juni and all crew of ’04 yang telah memberikan dukungan dan doa yang tulus.
(6)
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna oleh sebab itu menharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini dan apabila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun ejaan maka penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2009
Penulis
(7)
DAFTAR LAMPIRAN
NO Judul
1. Karakteristik Petani Sampel 2. Jumlah Bibit Kopi yang Ditanam
3. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Per Petani 4. Biaya Sarana Produksi Usahatani Kopi Per Hektar 5. Biaya Obat-obatan Usahatani Kopi Per Petani 6. Biaya Obat-obatan Usahatani Kopi Per Hektar 7. Distribusi Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Kopi
Per Petani Per Tahun
8. Total Biaya Tenaga Kerja Per Petani Per Tahun 9. Total Biaya Tenaga Kerja Per Hektar Per Tahun 10. Nilai dan Biaya Penyusutan Alat dan Mesin Pertanian
Usahatani Per Petani (1-3 tahun)
11. Total Biaya Produksi Per Petani Per Tahun 12. Total Biaya Produksi Per Hektar Per Tahun
13. Modal Investasi Usahatani Kopi Per Petani Per Tahun 14. Modal Investasi Usahatani Kopi Per Hektar Per Tahun 15. Produksi, Produktivitas dan Penerimaan Usahatani Kopi
Per Petani, Per Hektar, Per Tahun (Tahun III)
16. Pendapatan Bersih Usahatani Kopi Per Petani Per Hektar 17. Nilai NPV Usahatani Kopi Per Petani Per Tahun
18. Nilai NPV Usahatani Kopi Per Hektar Per Tahun 19. Nilai Net B/C Usahatani Kopi Per Petani Per Tahun
(8)
20. Nilai Net B/C Usahatani Kopi Per Hektar Per Tahun 21. Nilai IRR Usahatani Kopi Per Petani Per Tahun 22. Nilai IRR Usahatani Kopi Per Hektar Per Tahun 23. Hubungan Karakteristik Petani Terhadap Pendapatan
di Desa Kuta Meriah
24. Korelasi Pearson Antara Umur dengan Pendapatan Petani 25. Korelasi Pearson Antara Tingkat Pendidikan dengan
Pendapatan Petani
26. Korelasi Pearson Antara Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan Petani
27. Korelasi Pearson Antara Pengalaman Bertani dengan Pendapatan Petani
(9)
DAFTAR TABEL
NO Judul Hal
1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara
per Kabupaten tahun 2006……….. 5 2 Harga rata-rata tingkat Provinsi dan Kabupaten untuk
Komoditas Kopi Arabika pada tahun 2006……… 6 3 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Arabika per Kecamatan tahun 2006……….. 7 4 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Arabika per Desa tahun 2006……….... 8 5 Komposisi Kimia, Vitamin dan Mineral Kopi Arabika……… 14 6 Populasi dan Sampel Petani Kopi Arabika……… 31 7 Keadaan Penduduk Kuta Meriah tahun 2007……… 40 8 Distribusi Penduduk menurut Kelompok Umur Desa Kuta
Meriah tahun 2007……… 41 9. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian
di Desa Kuta Meriah……… 42 10. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal
di Desa Kuta Meriah tahun 2007………. 43 11. Sarana dan Prasarana di Desa Kuta Meriah tahun 2007…….. 44 12. Karakteristik Petani Sampel………. 45 13. Perkembangan Usahatani Kopi Secara Umum……… 53 14. Keadaan Tata Guna Tanah di Desa Kuta Meriah……… 57
(10)
15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Kopi
Arabika (1-3 tahun)………. 60 16. Rata-rata Penggunaan Pupuk……….. 62 17. Rata-rata Penggunaan Obat-obatan………. 63 18. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Kopi Per Ha (1-3 tahun).. 65 19. Rata-rata Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Ha
(Tahun Ke III)………. 66 20. Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Kopi Per Petani dan Per Ha
(Tahun Ke III)………. 67 21. Nilai Rata-rata NPV, Net B/C dan IRR Per Ha (1-3 tahun)... 68 22. Hubungan Antara Umur Petani Kopi dengan Pendapatan
di Desa Kuta Meriah……… 69 23. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Petani Kopi dengan
Pendapatan di Desa Kuta Meriah……… 70 24. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Petani Kopi dengan
Pendapatan di Desa Kuta Meriah……… 71 25. Hubungan Antara Pengalaman Bertani Petani Kopi dengan
(11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsekuensi bagi negara yang tergolong agraris, sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling vital. Hal ini berlaku bagi Negara Indonesia yang merupakan salah satu Negara yang sedang membangun,
dimana 60% penduduknya bermata pencaharian disektor pertanian (Sastraatmadja, 1991).
Hal ini dapat terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja, penyedia pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sabagainya. Oleh karena itu wajar kalau biaya pembangunan untuk sektor pertanian ini selalu tiga besar diantara pembiayaan sektor–sektor perekonomian yang lainnya (Soekartawi, 1995).
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pertanian, komoditas unggulan yang dipilih oleh kabupaten/kota adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk kepentingan nasional. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Pertanian tahun 2005–2009, telah ditetapkan 32 komoditas unggulan yang mencakup 5 komoditas pangan, 10 komoditas tanaman hortikultura, 11 komoditas tanaman perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, jambu mete, lada, tebu, serat, tembakau dan cengkeh) dan 6 komoditas peternakan (Deptan, 2007).
Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program pembangunan lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan sektor
(12)
perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan diversifikasi tanaman eksport (Bahri, 1996).
Secara formal perkebunan adalah usaha tani yang mengusahakan tanaman perkebunan yang luasnya lebih dari 25 Ha. Jenis tanaman perkebunan umumnya adalah tanaman keras (karet, kelapa, sawit, kopi, teh dan kakao) sedangkan yang termasuk dalam tanaman setahun sangat sedikit (tebu dan tembakau) (Simanjuntak, 2007).
Salah satu tanaman keras perkebunan adalah tanaman kopi. Kopi adalah suatu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat–tempat yang terlalu tinggi dengan temperature yang sangat tinggi atau daerah–daerah tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Sudah beberapa abad lamanya tanaman kopi menjadi bahan perdagangan karena kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Dengan kata lain kopi adalah sebagai penyegar badan dan pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang setelah minum kopi panas, terlebih orang yang sudah menjadi pencandu kopi, bila tidak minum kopi rasanya akan capai dan tidak dapat berpikir dengan baik (AAK, 1988).
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk keperadaban manusia. Menurut cacatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal dibenua afrika, tepatnya di Euthopia. Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta dan liberika. Pada umumnya penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan nama spesies karena kopi ini
(13)
merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi terutama Coffea canephora (AAK, 1988).
Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dan penting. Pada tahun 1981 dihasilkan devisa sebesar US$ 347,8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.800 ton, nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2001, komoditas kopi mampu menghasilkan devisa sebesar US$ 595,7 juta dan menduduki peringkat pertama di antara komoditas ekspor subsektor perkebunan. Namun, produksi kopi Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2001 (390.000 ton) hingga tahun 2004 (300.000 ton), hal ini disebabkan karena kurangnya perawatan lahan dan frekuensi pemupuka n yang menurun yang menyebabkan penurunan mutu kopi. Oleh karena itu, agar harga kopi Indonesia mendapatkan nilai yang tinggi dipasar dunia maka kopi yang dihasilkan harus ditingkatkan (Najiyati dan danarti, 2004).
Selain sebagai komoditas ekspor, kopi juga merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi didalam negeri. Menurut survei yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, rata–rata penduduk Indonesia mengkonsumsi kopi sebanyak 0.5–0.7 Kg/Orang/Tahun. Dengan demikian, jumlah penduduk Indonesia sekitar 214.4 Juta (tahun 2003) maka diperkirakan setiap tahun diperlukan stok kopi sebanyak 107.200–150.080 ton kopi untuk keperluan konsumsi di dalam negeri (Siswoputranto, 1993).
Bidang usaha kopi merupakan sumber penghidupan masyarakat diberbagai
daerah dan menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi negara. Perlu kiranya diadakan pengkajian mendalam mengenai prospek perkopian dunia
(14)
pasar agar dapat meningkatkan perekonomian nasional maupun memperbaiki
pendapatan masyarakat, terutama masyarakat, terutama masyarakat petani–petani kopi (Siswoputranto, 1993).
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi dari komoditi Kopi Arabika. Kopi arabika merupakan salah satu komoditas eksport, hal ini terlihat dari besarnya produksi yang dihasilkan oleh setiap kabupaten di Sumatera Utara khususnya Tapanuli Utara, Humbahas, Dairi dan kabupaten lainnya. Kabupaten Pakpak Bharat memiliki produktivitas yang mendekati rata-rata produktivitas pada Sumatera Utara yang mana daerah tersebut masih dalam kondisi pengembangan setelah pemekaran dari Kabupaten Dairi. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan daerah perkebunan kopi arabika yang memiliki potensi yang baik apabila dikelola dengan baik dengan meningkatkan kualitas budidaya tanaman dan luas lahan dari tanaman. Berdasarkan keterangan tersebut maka Kabupaten Pakpak Bharat dipilih sebagai daerah penelitian dengan harapan agar daerah tersebut dapat menjadi salah satu sentra produksi kopi arabika di masa yang akan datang melalui kerja sama antara semua pihak yang terkait dalam upaya mengembangkan komoditi kopi arabika.
(15)
Pada Tabel 1 berikut dapat dilihat luas panen, produksi, produktivitas di Provinsi Sumatera Utara yakni :
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara per Kabupaten tahun 2006
No Kabupaten Jumlah
Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) KK
1 Deli Serdang 614,70 605,96 0,98 782
2 Langkat 110,05 68,3 0,62 56
3 Simalungun 3441,73 5147,72 1,49 15299
4 Karo 4893,00 6344,12 1,29 1574
5 Dairi 6678,00 8942,20 1,33 14390
6 Tapanuli Utara 7886,75 8353,19 1,05 23975
7 Tapanuli Tengah 224,5 113,01 0,50 126
8 Nias 126,2 33,7 0,27 79
9 Nias Selatan 0 0 0 0
10 Tapanuli Selatan 5316,71 5617,2 1,06 1659
11 Labuhan Batu 0 0 0 0
12 Asahan 44 41,80 0,95 28
13 Mandailing Natal 447,83 315,64 0,70 294
14 Toba Samosir 2482,36 1961,00 0,78 5098
15 Humbahas 7532,00 6181,65 0,82 23418
16 Pakpak Bharat 968,68 577,88 0,59 1512
17 Samosir 1657,2 1121,5 0,68 982
18 Serdang Bedagai 0 0 0 0
Jumlah 42.423,71 45.424,87 13,11 86.272
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2006
Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu sentra produksi tanaman perkebunan kopi. Jenis tanaman kopi yang dibudidayakan adalah kopi robusta dan arabika. Masyarakat pada Kabupaten Pakpak Bharat lebih menyukai komoditi kopi robusta karena tingkat ketahanan terhadap penyakit yang tinggi serta relatif mudah ditanam dan memiliki daya produksi lebih tinggi dibandingkan dengan kopi arabika. Akan tetapi kopi robusta ini tidak memiliki aroma seperti halnya kopi arabika, oleh karena itu baik mutu dan harganya dinilai lebih rendah. Oleh karena itu pada sebahagian besar lokasi sentra produksi kopi pada
(16)
Kabupaten tersebut dapat dilihat bahwa luas lahan untuk kedua jenis komoditi kopi berimbang.
Adapun harga komoditi kopi arabika dan robusta dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Harga rata-rata tingkat Provinsi dan Kabupaten untuk Komoditas
Kopi Arabika pada tahun 2006 N
o
Jenis Komoditas Satuan Harga Rata-rata (Rp) Kabupaten Provinsi
1 Kopi Arabika Kg 12.510,42 22.635,42
2 Kopi Robusta Kg 6.667,00 9.802,08
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 2007
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa harga kopi arabika lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kopi robusta. Pada tingkat kabupaten harga kopi arabika mencapai Rp 12.510 dan tingkat Provinsi Rp 22.635 serta adanya kemungkinan perkembangan tingkat harga yang lebih baik lagi. Hal ini sejalan dengan perbedaan kualitas hasil produksi tanaman baik dari citarasa dan fungsinya sebagai bahan baku industri. Hal ini yang menjadi salah satu faktor pendukung dalam memilih kopi arabika sebagai objek penelitian.
Pada umumnya daerah Kabupaten Pakpak Bharat merupakan dataran yang sesuai dengan keputusan komoditi kopi arabika karena kopi tersebut dapat produktif dan tahan terhadap penyakit Hemilia vastratrix (HV), bila ditanam pada ketinggian 1000–1750 dari permukaan laut dengan suhu sekitar 16-20 C. Akan tetapi tingkat dan proses pemasaran sering tidak stabil sehingga perlu diteliti apakah usaha tani komoditi kopi di Kabupaten Pakpak Bharat layak diusahakan atau tidak layak diusahakan.
Pada Tabel 3 berikut dapat dilihat luas lahan, produksi, produktivitas di Kabupaten Pakpak Bharat yakni :
(17)
Tabel 3. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Arabika di Kabupaten Pakpak Bharat per Kecamatan tahun 2006
No
Kecamatan
Jumlah Luas Lahan
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1 Salak 56,30 28,15 0,5
2 Sitellu Tali Urang Jehe 0 0 0
3 Pagindar 0 0 0
4 Sitellu Tali Urang Jolu 49,40 19,70 0,39 5 Pergeteng-geteng
Songkut
27,30 13,65 0,5
6 Kerajaan 357,20 214,32 0,6
7 Tinada 189,13 128,89 0,68
8 Siempat Rube 289,17 173,17 0,59
JUMLAH 968,68 577,88 0,59
Sumber : Kabupaten Pakpak Bharat Dalam Angka 2007
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa terdapat 8 Kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan salah satu sentra produksi komoditi kopi baik kopi arabika maupun robusta. Terdapat 3 Kecamatan penghasil kopi arabika yang memiliki tingkat produksi yang tinggi yaitu Kecamatan Kerajaan (sebesar 214,32 ton dengan tingkat produktivitas 0,6 ton/ha), Kecamatan Siempat Rube
(sebesar 173,50 ton dengan tingkat produktivitas 0,59 ton/ha) dan Kecamatan Tinada (sebesar 189,13 ton dengan tingkat produktivitas 0,68
ton/ha). Oleh sebab itu daerah penelitian yang dipilih adalah Kecamatan Kerajaan dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki produktivitas lebih tinggi
daripada rata–rata produktivitas dan luas lahan yang terbesar dibandingkan dengan kecamatan lainnya pada Kabupaten Pakpak Bharat.
Pada Tabel 4 berikut dapat dilihat luas lahan, produksi dan produktivitas pada Kecamatan Kerajaan yaitu :
(18)
Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Arabika di Kecamatan Kerajaan per Desa tahun 2006
No
Desa
JumlahLuas Lahan (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1 Majanggut II 0 0 0
2 Majanggut I 45 33,7 0,75
3 Pardomuan 38 27,3 0,72
4 Parpulungan 97 37,5 0,39
5 Kutasaga 18 26,1 1,45
6 Kutadame 59 30,2 0,52
7 Kuta Meriah 45 28,2 0,63
8 Sukaramai 55 31,3 0,57
9 Surung Mersada 0 0 0
10 Perduhapen 0 0 0
Jumlah 357 214,3 0,60
Sumber : Kecamatan Kerajaan Dalam Angka 2007
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Kerajaan yang mana memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Pada Kecamatan Kerajaan terdapat 10 desa yang seluruhnya memiliki potensi yang baik dalam melaksanakan budidaya tanaman kopi arabika. Desa Parpulungan merupakan sentra produksi tanaman kopi arabika pada Kecamatan Kerajaan dengan tingkat produksi 37,5 ton dengan luas lahan 97 Ha dan tingkat produktivitas 0,39 ton/ha, Desa Kutadame yang memiliki tingkat produksi 30,2 ton dengan luas lahan 59 Ha dan tingkat produktivitas 0,52 ton/ha dan Desa Sukaramai yang memiliki tingkat produksi 31,3 ton dengan luas lahan 55 Ha dan tingkat produktivitas 0,57 ton/ha. Desa Kuta Meriah merupakan salah satu sentra produksi kopi arabika yang memiliki tingkat produktivitas diatas rata-rata Kecamatan Kerajaan sehingga apabila dikelola dengan baik dan memperbaharui sistem budidaya tanaman kopi serta sosial budaya masyarakat maka diharapkan dapat lebih meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat setempat sehingga dianggap mewakili Kecamatan Kerajaan sebagai daerah penelitian.
(19)
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut yaitu :
1. Bagaimana perkembangan usaha tani kopi (meliputi: luas lahan, produksi, produktivitas dan harga) di daerah penelitian selama tiga tahun terakhir? 2. Apakah faktor–faktor produksi (meliputi: lahan, modal, tenaga kerja dan
sarana pendukung lainnya) tersedia di daerah penelitian?
3. Apakah usaha tani kopi arabika menguntungkan di daerah penelitian?
4. Apakah usaha tani kopi arabika di daerah penelitian secara finansial layak untuk dikembangkan?
5. Bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi petani (meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan) dengan pendapatan usahatani di daerah penelitian?
6. Masalah–masalah apa saja yang dihadapi dan upaya yang dilakukan petani kopi arabika (menurut petani) di daerah penelitian?
(20)
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut yaitu :
1. Mengetahui perkembangan usaha tani kopi (meliputi: luas lahan, produksi, produktivitas, harga) di daerah penelitian selama lima tahun terakhir.
2. Untuk mengetahui ketersediaan faktor–faktor produksi (meliputi: lahan, modal, tenaga kerja dan sarana penunjang lainnya) pada usahatani kopi arabika di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui apakah usaha tani menguntungkan di daerah penelitian. 4. Untuk mengetahui apakah usaha tani kopi arabika secara finansial layak untuk
diusahakan di daerah penelitian.
5. Mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi (meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan) dengan pendapatan usahatani di daerah penelitian.
6. Mengetahui masalah–masalah yang dihadapi dan upaya yang dilakukan petani kopi arabika (menurut petani) di daerah penelitian.
(21)
Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi petani kopi arabika dalam usaha pengembangannya.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak–pihak yang membutuhkan khususnya penelitian mengenai analisis finansial usahatani kopi arabika.
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
(22)
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan, di Indonesia adalah tanaman perkebunan dengan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Family : Rubiaceae Genus : Coffea
Species : Coffea Arabica. L (Siswoputranto, 1993).
Pada abad ke 18 kopi arabika menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama “Java coffea”. Jenis kopi arabika tersebut menyebar ke berbagai wilayah Indonesia dengan nama sesuai dengan pengembangannya, diantaranya Kopi Gayo, Kopi Sidikalang dan Kopi Toraja selain dari kopi yang dikenal sebagai Kopi Jawa (Syamsulbahri, 1996).
Baik perkembangan kopi dunia maupun di Indonesia pada khususnya, kopi arabika adalah yang paling banyak dan paling dahulu diperkembangkan, tetapi karena jenis ini sangat tidak tahan terhadap penyakit Hemilia vastratrix, kemudian
jenis tersebut banyak digantikan dengan jenis lain yang tahan terhadap Hemilia vastratrix, kecuali yang terdapat di dataran tinggi yang lebih 1000 m dari
(23)
Kopi arabika memang dikenal terlebih dahulu oleh konsumen dibanyak negara, sehingga kelezatan kopi arabika lebih dikenal superior dibandingkan kopi robusta. Dengan rasa khas kopi arabika yang kuat dengan sedikit asam (kandungan kafein 1–1,3 %) maka kopi arabika memperoleh citra mutu prima dan harga yang amat baik dipasaran dunia. Oleh sebab itu Indonesia perlu lebih menggarap kopi arabika di Kawasan–kawasan yang cocok untuk jenis kopi ini (Siswoputranto, 1993).
Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis kopi Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70%. Jenis kopi Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian sebanyak 24& dari produksi dunia sedangkan Liberika dan Excelsa masing-masing sebesar 3%. Arabika dianggap lebih baik daripada robusta karena rasanya yang jauh lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah sehingga menyebabkan harga kopi Arabika yang lebih mahal daripada Robusta.
Selain harga yang tinggi, kopi arabika lebih cepat berproduksi dibandingkan jenis kopi lainnya. Hal ini karena waktu kuncup bunga untuk mencapai tahap matang yang relatif lebih cepat yaitu 6-8 bulan. Apabila usahatani dilakukan secara sederhana maka kemampuan produksi dari tanaman kopi arabika masih lebih rendah dibandingkan dengan kopi lainnya yaitu sebesar 5-7 kw/ha/tahun, akan tetapi apabila dikelola secara intensif maka dapat mencapai 20 kw/ha/tahun (Najiyati dan danarti, 2004).
Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.
(24)
Adapun beberapa zat yang terkandung didalam kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Komposisi kimia, Vitamin dan Mineral Kopi Arabika Komposisi Kopi Beras (%)
Air 11,22
Kafein 1,21
Lemak 12,27
Gula 8,55
Selulosa 18,07
Abu 3,92
Vitamin dan Mineral
• Vitamin B1 0,2
• Vitamin B2 0,23
• Vitamin B6 0,143
• Vitamin B12 0,00011
• Sodium 4
• Ferrum 3,7
• Fluor 0,45
(Najiyati dan danarti, 2004).
Keseluruhan komposisi tersebut sangat bermanfaat bagi tubuh, hal ini yang menjadi salah satu yang menyebabkan masyarakat lebih memilih mengkonsumsi kopi arabika disamping kapasitasnya sebagai bahan baku industri di Negara-negara eropa. Berdasarkan standar kualitas, kemampuan produksi, harga yang tinggi dan tingkat permintaan terhadap kopi arabika yang baik sehingga menyebabkan masyarakat memilih untuk membudidayakan kopi arabika baik secara intensif maupun tradisional.
Tanaman kopi arabika berakar tunggang, lurus kebawah, pendek dan kuat. Panjang akar tunggang ini kurang dari 45–50 mm, yang pada dasarnya terdapat
4–8 akar samping dan banyak pula akar cabang samping sedalam ± 30cm, bercabang merata dan masuk kedalam tanah lebih dalam lagi. Batang
(25)
pada batang itu tumbuh dua macam cabang yakni cabang yang tumbuh tegak lurus atau vertikal dan cabang atau penampang yang tumbuh kesamping atau horizontal Kopi arabika memiliki tingkat produksi yang tinggi apabila ditanam pada dataran tinggi yang beriklim kering sekitar 1350–1890 m dari permukaan laut, memiliki bentuk daun kecil, halus dan mengkilat dengan panjang ± 12–15 cm dan lebar ± 6 cm, biji buah lebih besar, berbau harum dan rasanya tidak enak, baik ditanam pada suhu 15o–24oC dengan curah hujan 1500–2250 mm tiap tahun dan musim kering yang tegas 2–3 bulan demi perkembangan bunga dengan tingkat keasaman tanah (pH) antara 5,2–6,2 dengan unsur tanah yang baik (AAK, 1988).
Berdasarkan kegiatan usahatani kopi tersebut, kegiatan dalam budidaya merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani. Beberapa kegiatan dalam budidaya tersebut adalah :
1. Pembibitan atau Persemaian
Pemilihan bibit tanaman kopi mencakup berbagai segi, yaitu pemilihan Varietas/klon unggul yang sesuai, macam bibit serta sumber benih dan bibit. bibit yang ditanam berasal dari klon unggul yang dianjurkan. Ciri klon unggul tersebut yaitu dapat berproduksi tinggi dan kontinu, tahan terhadap serangan hama/penyakit tertentu (terutama HV) serta menghasilkan kopi bermutu tinggi. Beberapa klon arabika yang dianjurkan adalah AB2, S795, USDA762, Kartika1 dan
Kartika2. Bibit kopi dapat diperoleh dengan cara membeli atau membuat bibit
sendiri.
2. Penanaman
Tanaman kopi yang baru ditanam biasanya tidak tahan kekeringan. Oleh karena itu, sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau
(26)
pertengahan bulan November–Desember, dengan demikian pada musim kemarau berikutnya tanaman kopi sudah cukup kuat menahan kekeringan. Didalam kegiatan penanaman dilakukan beberapa hal seperti persiapan lahan, pemebuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman (pergantian terhadap tanaman yang mati)
3. Pemeliharaan
Terdapat beberapa kegiatan dalam pemeliharaan tanaman, yaitu : a. Pemupukan
1. Pupuk buatan diberikan 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan. Setiap tanaman dipupuk dengan Urea sebanyak 50 gr, SP 36 sebanyak 25 gr dan KCL 20 gr.
2. Pupuk organik yang diberikan berupa mulsa yang berasal dari daun–daun , serasah sekitar tanaman kopi, dll. Pupuk tersebut diberikan
1–2 tahun pada awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk buatan.
b. Pemangkasan
Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan sehingga tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan berproduksi dengan optimal serta tidak sulit untuk dipanen. Ada 4 tahap pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan.
(27)
c. Pencegahan dan Pengendalian Hama Penyakit serta Gulma
Tanaman kopi harus dihindarkan dari serangan hama, penyakit dan gulma. Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan dengan baik dan intensif
(Najiyati dan danarti , 2004).
Musim berbunga dapat terjadi beberapa kali dalam satu tahun. Pemanenan dilakukan secara bertahap dan teratur. Panenan kopi juga mengikuti irama
pembungaan, Periode mulai berbunga sampai masak memerlukan waktu 8–12 bulan. Buah kopi dikatakan sudah masak apabila kulit buah sudah berwarna
merah dan waktunya masak juga tergantung pada iklim dan jenis kopinya (Syamsulbahri, 1996).
(28)
Landasan Teori
Kopi merupakan salah satu diantara 3 minuman non alkohol (kopi, teh dan cokelat) yang tersebar luas. Perkopian juga merupakan bidang usaha yang banyak menyerap tenaga kerja, baik sebagai tenaga buruh tetap maupun musiman. Walaupun sebagian besar produksi kopi dihasilkan petani rakyat dan kegiatan bidang perkopian sangat penting artinya bagi perekonomian berbagai daerah, tetapi perkopian rakyat hingga saat ini belum dapat dikatakan baik
Rendahnya pendapatan petani kopi akibat rendahnya harga dan rendahnya produksi kebun–kebun kopi serta adanya perbedaan mutu, sehingga kiranya akan tetap mempengaruhi perkembangan perkopian Indonesia untuk masa–masa mendatang (Sastraatmadja, 1991).
Analisis finansial merupakan analisa terhadap biaya dan manfaat apabila dipandang dari segi individu tanpa melihat pengaruhnya terhadap perekonomian. Analisis ekonomi merupakan analisis yang melihat alokasi biaya dan manfaat dan pengaruhnya terhadap perekonomian secara luas terutama untuk kepentingan masyarakat. Analisis finansial memiliki perbedaan yang nyata dengan analisis ekonomi yaitu dalam hal penggunaan harga dimana aspek finansial menggunakan harga pasar sedangkan ekonomi dengan harga bayangan (shadow price), perhitungan pajak, pemberian subsidi, penggunaan biaya investasi dan pelunasan pinjaman serta perhitungan tingkat suku bunga yang digunakan.
Penggunaan analisis finansial disebabkan oleh penelitian yang menganalisa biaya dan manfaat dari usahatani kopi arabika di daerah penelitian. Komoditi kopi arabika di daerah penelitian merupakan salah satu komoditas ekspor, tingkat permintaan terhadap komoditi yang cenderung stabil, harga yang
(29)
komoditi yang kompetitif dan sedang dalam tahap pengembangan untuk melihat kelayakan investasi dari komoditi tersebut sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi masyarakat setempat untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki untuk mengembangkan kopi arabika yang memiliki kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan standar internasional (traded good) sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat petani dapat tercapai dengan baik. Dalam penelitian digunakan berbagai kriteria aspek finansial untuk menentukan kelayakan usahatani tersebut tanpa melihat pengaruhnya terhadap perekonomian secara luas.
Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh. Aspek ini diawali dengan memperhitungkan aspek pembiayaan dari kegiatan yang paling kecil sampai dengan kegiatan yang paling besar
Analisis finansial lebih menekankan pada aspek input–output pada penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya. Dengan demikian pada analisis ini, variabel yang dipakai adalah data harga real, tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan tetapi pajak serta biaya bea masuk tetap diperhitungkan. Begitu pula dengan besarnya bunga pinjaman juga dihitung pada analisis finansial ini (Soekartawi, 1991).
Dasar penerimaan/penolakan sebagai rangka mencari ukuran yang menyeluruh yang telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan Investment Criteria atau kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal ada 6 yaitu : (1) Net Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV) ; (2) Internal Rate of Return (IRR) ; (3) Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) ; (4) Gross Benefit –
(30)
Cost Ratio (Gross B/C) ; (5) Profitability Ratio (PV/C) ; dan (6) Return on Investment (ROI). Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang atas arus benefit dan biaya selama umur proyek (Gray dkk, 1999).
Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu–waktu tertentu. Cara menghitung NPV adalah sebagai berikut :
NPV
=
∑
= +
−
n
o t
t
I Ct Bt
) 1 (
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu
proyek pada tahun t
Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t,
Ct dihitung per hektar per tahun
n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun
i = Discount Rate NPV = Nilai netto sekarang (Seokartawi, 1991).
Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari Bank pada saat nilai netto sekarang (Net Present Value, NPV = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi , 1995).
(31)
Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut :
IRR
=
i’+
) " ' ( ) ' ( NPV NPV NPV
− ( i” – i’ )
Keterangan : i’ = Nilai Social Discount rate yang ke-1 i” = Nilai Social Discount rate yang ke- 2 NPV’ = Nilai Net Present Value yang pertama NPV” = Nilai Net Present Value yang kedua
Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan
Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999).
Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu antara semua nilai – nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau : Dengan rumus :
Net B/C
=
∑
∑
= = < − +− > − +− n o t t n o t t Ct Bt untuk I Ct Bt Ct Bt untuk I Ct Bt 0 ) 1 ( 0 ) 1 (Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu
proyek pada tahun t
Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t,
Ct dihitung per hektar per tahun n = Umur ekonomis proyek
(32)
i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan t = Jangka waktu suatu proyek atau usaha tani Kriteria yang dipakai adalah :
Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan
Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1986).
Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik–baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (Soekartawi, 1995).
Usahatani biasanya terdiri dari berbagai macam–macam masukan. Setiap masukan disesuaikan dengan kaidah yang berlaku sehingga dapat bermanfaat bagi petani untuk menghadapi masalah produksi. Beberapa biaya modal terdiri dari biaya langsung yang dikeluarkan, termasuk bunga modal tersebut atau juga biaya yang diluangkan karena tidak dipakainya sejumlah modal tertentu. Memperhatikan biaya modal ini sangat penting karena keterbatasan modal seperti yang umum dihadapi petani berhubungan erat dengan kemauan petani dalam mempraktekkan rekomendasi yang dianjurkan (Soekartawi, 1986).
Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan mereka dapat dikatakan masih menyedihkan, sehingga menyebabkan pengetahuan dan
(33)
kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Hal ini menyebabkan cara berpikir, cara kerja dan cara hidup mereka yang lama tidak mengalami perubahan (Kartasapoetra, 1991).
Selain itu, pendidikan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan, dimana pendidikan dapat membantu intelektual dalam berpikir dan bertindak. Pada dasarnya tujuan modernisasi pertanian adalah agar semua petani mampu melaksanakan usaha taninya secara lebih produktif (better farming), agar
semua petani mampu mengelola usaha tani yang menguntungkan (better business) dan dapat memperluas lapangan kerja dibidang pertanian agar
banyak menyerap tenaga kerja (Samsudin, 1997).
Petani yang sudah lebih lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan teknologi daripada petani semula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Satia, 2000).
Para petani yang berusia lanjut, berumur 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian–pengertian yang dapat merubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru (Kartasapoetra, 1994).
Selain itu, petani–petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung menyebarkan informasi pertanian daripada mereka yang relatif umur muda, petani yang sudah tua akan kurang mengerti akan tujuan pendidikan dalam masa depannya (Fauzia dan Tampubolon, 1991).
Pengaruh anggota keluarga terhadap petani selaku individu ikut menentukan dalam pengambilan keputusan oleh petani. Hal ini disebabkan oleh
(34)
karena ketergantungan mereka kepada hasil usaha tani, mungkin mendesak sang petani untuk mengambil keputusan tertentu atau melaksanakan suatu teknik tertentu. Sebaliknya hasrat petani itu sendiri untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya merupakan dorongan yang efektif untuk mempertinggi hasil usaha taninya (Mosher, 1983).
Proses produksi diartikan sebagai kaidah–kaidah atau asumsi yang dapat dipakai dalam menggunakan sumber daya yang terbatas dalam proses produksi agar tercapai hasil yang maksimum. Kemampuan tanaman memberikan suatu hasil produksi ditentukan oleh bibit, iklim dan lahan. Terjadinya peningkatan produksi hasil–hasil pertanian dibutuhkan peningkatan areal tanaman atau kapasitas produksi dan peningkatan produktivitas tanaman dan lahan.
Produktivitas tanaman adalah totalitas hasil yang diperoleh tanaman dalam satu kali berproduksi. Produktivitas ditentukan oleh keunggulan bibit, metode budidaya seperti pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, sistem pemasaran dan sistem panen.
Produktivitas sejalan dengan efisiensi, yaitu biaya atau input per satuan output. Makin tinggi produktivitas makin tinggi efisiensi atau makin rendah biaya produksi (harga pokok). Jadi salah satu hal terpenting untuk menekan biaya produksi adalah dengan meningkatkan produktivitas. Dengan biaya produksi yang rendah dibanding dengan harga jual, maka akan terjamin laba atau keuntungan dengan demikian tingkat keuntungan atau rentabilitas dapat mencapai sasaran.
Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga penjualan yang dapat diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu : mutu hasil, pengolahan hasil, dan sistem pemasaran serta struktur pasar yang dihadapi.
(35)
Produksi yang diperoleh petani dijual ke pasar sehingga akan mendapatkan penerimaan.
Pendapatan bersih adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai. Pendapatan bersih suatu usaha dinyatakan dalam bentuk jumlah rupiah. Tujuan petani dalam berusahatani pada masyarakat yang telah memasuki sistem pasar adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang sebesar–besarnya. Dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Simanjuntak S.B, 2004).
(36)
Kerangka Pemikiran
Tanaman kopi merupakan komoditi ekspor yang sudah dikenal di seluruh negara di dunia. Komoditi kopi memiliki cita rasa yang khas dengan tingkat harga yang relatif tinggi sehingga olahan komoditi kopi banyak disukai masyarakat terutama dalam bentuk bubuk kopi. Usaha budidaya tanaman kopi perlu dilakukan secara intensif sehingga dapat memperoleh tingkat produktivitas yang optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar dan terutama untuk meningkatkan taraf hidup dengan efektivitas harga yang stabil.
Kegiatan usahatani merupakan suatu aktivitas yang paling mendasar dalam agribisnis yang dilakukan oleh keluarga tani. Di dalam suatu usahatani dilakukan suatu pemberian input yang akan saling terkait dengan alokasi penggunaan suatu usahatani. Penggunaan lahan dan luas lahan mempengaruhi pola dan sistem usahatani yang diterapkan oleh petani.
Petani adalah seseorang yang menjalankan kegiatan usahatani, usahatani yang dimaksud adalah usahatani kopi arabika.
Dalam menjalankan suatu usahatani kopi terdapat input produksi yang merupakan tulang punggung dari suatu usaha pertanian, diantaranya adalah bibit unggul, pupuk, obat–obatan, tenaga kerja, alat pertanian. Faktor pendukung seperti Processing merupakan salah satu bagian penting dalam usahatani kopi arabika karena dengan adanya sistem processing yang baik maka suatu produk akan menghasilkan kualitas yang baik dan menguntungkan. Di samping itu terdapat faktor sosial ekonomi yang mendukung kelancaran suatu usaha tani,
(37)
diantanya umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan dan luas lahan.
Dalam suatu usahatani, tentu akan menimbulkan hasil dalam bentuk unit produksi. Untuk setiap luas lahan akan diketahui tingkat produktivitas dari kegiatan usaha tersebut. Kegiatan produksi akan menghasilkan suatu penerimaan usahatani pada harga yang berlaku. Kemudian setelah dikurangi dengan biaya produksi akan diperoleh suatu pendapatan bersih yang relevan.
Pendapatan bersih akan dianalisis dengan alat uji kelayakan yaitu analisis finansial untuk melihat apakah usahatani tersebut layak atau tidak layak diusahakan di daerah penelitian.
Dalam menjalankan suatu usahatani, terdapat masalah–masalah yang dapat menghambat jalannya usahatani seperti masalah produksi, distribusi dan kurangnya lembaga pendukung dalam hal penerapan teknologi sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Setelah uji analisis finansial dilakukan maka dapat didefenisikan usahatani di daerah penelitian dapat berkembang atau tidak dikatakan berkembang melalui pendapatan bersih, penerimaan , luas lahan, produksi dan produktivitas.
Adapun skema kerangka pemikiran dan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
(38)
Ada Hubungan Keterangan: Usaha Layak Usaha tidak Layak
Analisis Usaha tani : - Pd = TR-TC
Pendapatan Bersih Faktor Produksi :
- Lahan - Modal - Tenaga Kerja - Sarana Lainnya
Usahatani Kopi Arabika Petani kopi
Produksi Harga Produktifitas Penerimaan Biaya Produksi Karakteristik sosial ekonomi yaitu :
- pengalaman bertani - pendidikan - umur - jumlah tanggungan - luas lahan
Masalah-masalah Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Analisis Finansial : - NPV
(39)
Hipotesis Penelitian
1. Ada perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman kopi arabika selama lima tahun terakhir di Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Ada tersedia faktor-faktor produksi (meliputi: lahan, modal, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya) di daerah penelitian.
3. Usaha tani kopi arabika menguntungkan di daerah penelitian.
4. Usaha tani kopi arabika secara finansial layak untuk dikembangkan di daerah penelitian.
5. Ada hubungan karakteristik sosial ekonomi petani (meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan) dengan pendapatan usaha tani kopi arabika di daerah Penelitian.
6. Masalah yang dihadapi petani adalah kekurangan modal, kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap penyediaan saprodi, dll. Upaya yang dilakukan petani di daerah penelitian dalam mengatasi permasalahan usahatani kopi arabika adalah melakukan pinjaman kepada keluarga, pemberian pupuk secara teratur dan membentuk kelompok tani.
(40)
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu Desa Kuta Meriah, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. Alasan penentuan dan penetapan daerah tersebut sebagai daerah penelitian karena Desa Kuta Meriah merupakan salah satu sentra produksi kopi arabika yang memiliki tingkat produktivitas diatas rata-rata Kecamatan Kerajaan sehingga apabila dikelola dengan baik maka akan menghasilkan tingkat produksi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, maka Desa Kuta Meriah dapat mewakili Kecamatan Kerajaan sebagai daerah penelitian.
Metode Penentuan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani Kopi Arabika di Desa Kuta Meriah Kecamatan Kerajaan. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah Stratified Random Sampling berdasarkan luas lahan petani kopi yaitu menetapkan seluruh sampel sebagai responden di daerah penelitian dengan jumlah populasi sebanyak 40 KK dan jumlah sampel yang diambil dari populasi petani kopi adalah seluruh sampel sebanyak 40 petani kopi. Adapun klasifikasi strata luas lahan kopi arabika di Desa Kuta Meriah dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
(41)
Tabel 6. Populasi dan Sampel Petani Kopi Arabika di Desa Kuta Meriah No Strata Luas Lahan
(Ha)
Populasi (KK)
Sampel (KK)
1 I 0 – 0,24 33 33
2 II 0,24 – 0,48 4 4
3 III > 0,48 3 3
Total
40 40Sumber : Analisis data primer pada lampiran 1 (Tahun 2008) Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang dibuat terlebih dahulu sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Kantor Kepala Desa Kuta Meriah, Badan Pusat Statistik dan buku–buku penelitian pendukung lainnya.
Metode analisis Data
Hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan mengamati perkembangan usahatani kopi (meliputi: luas lahan, produksi, produktivitas dan harga) di daerah Penelitian selama lima tahun terakhir.
Hipotesis 2 dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan mengamati ketersediaan berbagai faktor–faktor produksi (lahan, modal, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya) pada usahatani kopi arabika di daerah
(42)
penelitian. Ketersediaan input cukup apabila lebih 70% sampel menyatakan tidak menemukan kesulitan dalam memperoleh input produksi, apabila tidak memenuhi 70% maka input produksi dinyatakan tidak cukup tersedia.
Hipotesis 3 dianalisis dengan menggunakan analisis usahatani dimana mengamati input dan output daripada usahatani kopi Arabika di daerah penelitian. Alat hitung yang digunakan adalah tabulasi sederhana untuk menghitung pendapatan usaha tani.
Pd = TR-TC
Keterangan:Pd = Pendapatan usahatani kopi arabika (Rp) dalam 3 tahun pemeliharaan TR = Total penerimaan usahatani kopi arabika (Rp) pada tahun ke III TC = Total biaya usahatani kopi arabika (Rp) untuk 3 tahun pemeliharaan
Hipotesis 4 , dianalisis dengan menggunakan metode analisis NPV, Net B/C dan IRR dengan mengamati arus kas dari usahatani selama 3 tahun terakhir.
1. NPV =
∑
= +
−
n
o t
t
I Ct Bt
) 1 (
Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial dari usahatani kopi arabika
pada tahun t
Ct = Biaya finansial usahatani kopi arabika pada tahun t, Ct
dihitung per hektar per tahun
n = Umur ekonomis dalam perhitungan dipergunakan setiap 1 tahun pemeliharaan
(43)
NPV = Nilai netto sekarang (Soekartawi, 1991) Analisis kelayakan :
1. Bila nilai NPV > 0 maka proyek dikatakan layak
2. Bila nilai NPV = 0 maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar Opportunity Cost of Capital
3. Bila nilai NPV < 0 maka proyek dikatakan tidak layak
2. Net B/C
=
∑
∑
= = < − + − > − +− n o t t n o t t Ct Bt untuk I Ct Bt Ct Bt untuk I Ct Bt 0 ) 1 ( 0 ) 1 (Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial dari usahatani kopi arabika
pada tahun t
Ct = Biaya finansial usahatani kopi arabika pada tahun t,
Ct dihitung per hektar per tahun n = Umur ekonomis proyek
i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan t = Jangka waktu usaha tani kopi arabika
Kriteria yang dipakai adalah :
Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan
Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1986).
3.. IRR = i’ +
) " ' ( ) ' ( NPV NPV NPV
(44)
Keterangan :
i’ = Nilai Discount rate yang ke-1 i” = Nilai Discount rate yang ke- 2
NPV’ = Nilai Net Present Value yang pertama NPV” = Nilai Net Present Value yang kedua Analisis Kelayakan :
1. Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan.
2. Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.
Hipotesis 5, dianalisis dengan menggunakan analisis koefisien korelasi Pearson untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani dengan umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan dengan rumus :
r
yx=
2 1 2 1 1 i n i i n i i i n i
y
x
y
x
= = =∑
∑
∑
Keterangan : ryx = Koefisien Korelasi Pearson
xi = Xi -
X
_
_
yi = Yi -
Y
(45)
Dimana : xi = merupakan rata-rata variabel X
yi = merupakan rata-rata variabel Y
X = merupakan nilai observasi X Y = merupakan nilai observasi Y Dengan uji signifikansi sebagai berikut :
Jika rs hitung ≤ rs
α
; terima Ho, tolak HiJika rs hiutng > rsα ; tolak Ho, terima Hi
t hitung = rs 2
1 2
s
r n
− −
t hitung > t tabel ; tolak Ho, terima Hi t hiutng < t tabel ; terima Ho, tolak Hi
Hipotesis 6 dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan mengamati masalah–masalah apa saja yang dihadapi petani (menurut petani) dan upaya yang telah dilakukan dan sedang dilakukan baik oleh pemerintah ataupun masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahatani kopi arabika di daerah penelitian.
(46)
Defenisi dan Batasan Operasional
Definisi
1. Perkembangan usahatani kopi arabika adalah suatu usaha untuk mengetahui peningkatan hasil usahatani tanaman kopi di masa yang akan datang.
2. Analisis usahatani kopi arabika adalah suatu upaya untuk mengetahui apakah usahatani kopi sudah layak pengembangannya di masa yang akan datang. 3. Petani kopi arabika adalah orang yang mengusahakan usahatani kopi dan
pendapatan dari usahatani kopi arabika lebih dari 50% daripada usaha sampingan lainnya.
4. Penerimaan usahatani kopi arabika adalah hasil kali antara produksi yang dihasilkan dengan harga jual.
5. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha utnuk usahatani kopi persatuan produksi yang terdiri dari biaya bibit, pupuk, tenaga kerja, biaya peralatan, biaya pengumpulan hasil, pengangkutan dan lain–lain.
6. Produktivitas adalah produksi (ton)/tahun dibagi dengan luas lahan (Ha) dalam satu tahun.
7. Pendapatan bersih usahatani tanaman kopi arabika adalah jumlah penerimaan dikurangi biaya produksi usahatani kopi arabika.
8. Hubungan karakteristik sosial akonomi petani dengan pendapatan dilihat dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan dan jumlah tanggungan.
9. Pengalaman bertani adalah berapa lama petani telah bekerja sebagai petani kopi yang dinyatakan dalam tahun.
(47)
10. Tingkat pendidikan petani adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh petani sampel yang dinyatakan dalam tahun.
11. Umur adalah umur petani sampel sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan yang dinyatakan dalam tahun.
12. Luas lahan usahatani kopi arabika adalah luas lahan usahatani kopi arabika yang dimiliki oleh petani.
13. Jumlah tanggungan adalah semua anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan petani yang dinyatakan dalam jiwa.
14. Tenaga kerja adalah orang yang mengelola usahatani pada sebidang tanagh yang merupakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK).
15. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan petani dalam mengolah usahatani kopi arabika.
16. Faktor produksi adalah faktor–faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran usahatani kopi arabika seperti modal, bibit, tanah, pestisida dan tenaga kerja.
(48)
Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian adalah Desa Kuta Meriah Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2008.
3. Sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman Kopi Arabika.
4. Jumlah sampel sebanyak 40 KK yang dianggap sudah mewakili keseluruhan populasi.
(49)
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Luas dan Letak Geografis
Desa Kuta Meriah memiliki areal seluas ± 1.050 Ha dengan struktur penggunaan lahan sebagai berikut :
• Lahan Pertanian Sawah : 70 Ha
Lahan berpengairan teknis : 30 Ha Lahan berpengairan non teknis : 20 Ha Lahan tidak berpengairan : 40 Ha • Lahan Pertanian bukan Sawah : 525 Ha
• Pemukiman : 5 Ha
• Hutan Rakyat : 450 Ha
Adapun Desa Kuta Meriah berada pada batas–batas sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kuta Dame • Sebelah Barat berbatasan dengan Suka Ramai • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kuta Saga
Desa Kuta Meriah berada pada ketinggian 1.100 meter dari permukaan laut dengan temperature sekitar 17-22o C, topografi wilayah berada pada lereng gunung atau punggung bukit dan berada di luar kawasan hutan.
Jarak pusat pemerintahan wilayah Desa Kuta Meriah dengan Ibukota Kecamatan sekitar 3 Km, dengan pusat kedudukan wilayah kerja Ibukota
(50)
Kabupaten/Kota sekitar 21 Km, dengan Ibukota Kabupaten/Kota lainnya yang terdekat sekitar 20 Km dan dengan Ibukota Provinsi sekitar 159 Km.
Desa Kuta Meriah terdiri dari 3 (tiga) dusun. Dusun yang dimaksud adalah Dusun Lae Mbuturen. Dusun Lae Mbereng dan Dusun Talutuk.
Pemerintahan Desa
Desa Kuta Meriah dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bertugas dalam mengorganisir struktur pemerintahan desa yang bertujuan membantu kepentingan dalam masyarakat dan mengakomodasi seluruh bentuk urusan administrasi masyarakat yang berhubungan dengan pembangunan desa kepada pemerintah pusat. Dalam menjalankan kegiatannya, Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa, 5 orang Kaur dan seorang Bendahara Desa serta 3 orang kepala dusun untuk tiap-tiap wilayah bagian dalam satu kesatuan Desa Kuta Meriah.
Keadaan Penduduk
Desa Kuta Meriah merupakan daerah yang mata pencaharian utama penduduk berasal dari sektor pertanian. Penduduk Desa Kuta Meriah berjumlah 666 jiwa yang meliputi 328 jiwa laki–laki dan 338 jiwa yang terhimpun dalam 144 KK. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7. Keadaan Penduduk Kuta Meriah tahun 2007
NO Jenis Kelamin JUMLAH
1 Laki–Laki 328
2 Perempuan 338
JUMLAH 666
(51)
Tabel 8. Distribusi Penduduk menurut Kelompok Umur Desa Kuta Meriah Tahun 2007
NO Kelompok Umur (tahun)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
1 0 – 5 106 15,91
2 6 – 10 68 10,21
3 11 – 16 104 15,61
4 17 – 59 355 53,30
5 > 60 Tahun 33 4,95
TOTAL 666 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Kuta Meriah 2007
Tabel 8 di atas memperlihatkan bahwa jumlah penduduk pada kelompok umur 0-5 sebesar 106 jiwa (15,91 %), kelompok umur 6-10 sebesar 68 jiwa (10,21%), kelompok umur 11-16 sebesar 104 jiwa (15,61%), kelompok umur 17-59 sebesar 335 jiwa (53,30%) dan kelompok umur > 60 tahun sebesar 33 jiwa (4,95%). Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa kelompok usia produktif (17-59 tahun) berjumlah 355 jiwa (53,30%) dan kelompok usia tidak produktif sebesar 33 jiwa (4,95%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kuta Meriah memiliki tenaga produktif dalam jumlah yang relatif besar dengan perpaduan antara tenaga muda yang belum berpengalaman dalam usahatani ataupun tenaga tua yang sudah sangat berpengalaman dalam usahatani berbagai jenis komoditi unggulan khususnya komoditi kopi arabika sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan pemanfaatan lahan pertanian dengan lebih intensif dan efisien yang dapat membantu meningkatkan pendapatan dari masyarakat setempat baik bekerja sama dengan pemerintah, lembaga riset terkait ataupun lembaga perbankan yang dapat memberikan modal awal dalam melaksanakan kegiatan usahataninya
(52)
Mata pencaharian ataupun jenis pekerjaan penduduk di Desa Kuta Meriah terdiri dari petani, PNS, TNI/POLRI, industri dan lainnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Kuta Meriah
NO Uraian Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Persentase (%)
1 Pertanian 318 83,24
2 Industri 0 0
3 PNS dan TNI/POLRI 8 2,09
4 Lainnya 56 14,65
TOTAL 382 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Kuta Meriah 2007
Tabel 9 menunjukkan bahwa penduduk Desa Kuta Meriah memiliki beragam pekerjaan. Secara mayoritas sebagian besar penduduk Desa Kuta Meriah merupakan petani dengan jumlah 318 Orang (83,24 %), PNS dan TNI/POLRI sebanyak 8 Orang (2,09 %), tidak terdapat penduduk yang bekerja disektor Industri (0 %) dan penduduk yang bekerja disektor lainnya sebanyak 56 Orang (14,65 %).
Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu kunci utama dalam membangun dan mengembangkan masyarakat, karena pendidikan merupakan fundamental dasar dalam pembentukan pola pikir dan pandangan masyarakat di tengah-tengah lingkungannya. Gambaran tingkat pendidikan di Desa Kuta Meriah dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
(53)
Tabel 10. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Kuta Meriah Tahun 2007
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 Belum Sekolah 45 14,95
2 Tidak Tamat SD 73 24,25
3 Tamat SD 139 46,17
4 Tamat SLTP 25 8,30
5 Tamat SLTA 15 4,98
6 Tamat Akademi 3 0,99
7 Sarjana 1 0,033
TOTAL 301 100,00
Sumber : Data Monografi Desa Kuta Meriah 2007
Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rendah sebanyak 86,40 %, tingkat pendidikan menengah sebanyak 13,28 % dan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 1,02 %. Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi daya berpikir seseorang terhadap perubahan-perubahan yang harus dilakukan agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan menambah pengetahuan dalam mencoba hal-hal yang baru, mengadopsi teknologi dengan cepat yang bertujuan untuk keberhasilan usahataninya, dan lain-lain. Oleh sebab itu, pemerintah dapat membantu masyarakat melalui kursus-kursus dingkat yang berhubungan dengan bidang pertanian sehingga dapat menambah pengatahuan dilapangan dan dapat diterapkan bersama dengan masyarakat lainnya. Maka dapat digolongkan bahwa tingkat pendidikan di Desa Kuta Meriah tergolong rendah (tidak layak).
4.2 Sarana dan Prasarana Desa Kuta Meriah
Sarana dan prasarana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sarana dan prasarana yang baik akan membantu masyarakat dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Pada umumnya sarana yang dapat mempermudah kegiatan ekonomi cukup tersedia
(54)
seperti akses jalan raya, angkutan pedesaan dan lain-lain. Perkembangan suatu daerah sangat membutuhkan suatu alat yang dapat mempercepat akses masuknya arus informasi bagi perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kuta Meriah dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini :
Tabel 11. Sarana dan Prasarana di Desa Kuta Meriah Tahun 2007
No Fasilitas Sarana dan
Prasarana
Jumlah
1 Pendidikan SD 2
SLTP 0
SLTA 0
2 Kesehatan Rumah Sakit 0
Puskesmas Pembantu 2
Bidan 1
3 Peribadatan Mesjid 1
Gereja 2
Mushola 1
4 Sosial Balai Desa 1
MCK 4
Sumber : Data Monografi Desa Kuta Meriah 2007
Pada Tabel 11 menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana di Desa Kuta Meriah cukup baik dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang kesehatan, peribadatan dan sosial. Akan tetapi kurang memenuhi kebutuhan masyarakat pada bidang pendidikan. Akibat dari kurangnya sarana di bidang pendidikan menyebabkan mayoritas penduduk hanya dapat dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada tahap sekolah dasar, hal ini terjadi karena letak dari sekolah lanjutan atau SLTP yang jauh dari Desa Kuta Meriah atau terletak pada ibukota Kecamatan. Oleh karena itu, diharapkan solusi yang tepat dari pemerintah daerah dalam memberantas kemiskinan dengan melaksanakan wajib belajar 9 tahun baik dengan membangun sarana pendidikan tambahan ataupun penyediaan sarana angkutan yang memadai.
(55)
4.3 Karakterisitk Sampel Penelitian
Karakteristik petani yang menjadi sampel pada penelitian ini meliputi luas lahan, umur, jumlah tanggungan, pengalaman bertani kopi dan tingkat pendidikan petani. Karekteristik petani sampel dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini :
Tabel 12. Karakteristik Petani Sampel
NO Uraian Range Rataan
1 Luas Lahan (Ha) 0,06 – 0,72 0,24
2 Umur (Tahun) 26 – 67 43,30
3 Tingkat Pendidikan (Tahun) 6 – 12 8,325
4 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 1 – 10 4,40
5 Pengalaman Bertani (Tahun) 3 – 10 6.025 6 Jumlah Tanaman Kopi (Batang) 150 – 1800 602.50 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata–rata petani sampel di Desa Kuta Meriah memiliki luas lahan rata–rata 0.24 Ha setiap KK, jumlah luas lahan yang mereka miliki tidak cukup luas untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan jumlah bibit kopi Arabika yang mereka tanam rata–rata 602,50 batang.
Rata–rata umur petani di Desa Kuta Meriah adalah 43,30 tahun, hal ini mencerminkan suatu kondisi dimana mayoritas petani kopi Arabika di daerah penelitian masih dalam golongan usia produktif.
Rata–rata tingkat pendidikan para petani sampel di Desa Kuta Meriah yaitu sekitar 8,325 tahun atau setingkat SLTP. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para petani kopi Arabika masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi sistem pengelolaan usahatani kopi Arabika yang dilakukan para petani sampel dan mengakibatkan proses adaptasi yang berjalan lambat terhadap suatu teknologi dan inovasi baru dibidang produksi dan pengelolaan pasca panen.
(56)
Setiap kepala keluarga petani kopi yang merupakan sampel memiliki jumlah tanggungan sekitar 4,40 jiwa. Jumlah tanggungan tersebut masih tergolong sedang. Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi distribusi pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja.
Rata–rata pengalaman bertani kopi arabika para petani sampel di Desa Kuta Meriah yaitu sekitar 6.025 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani para petani sampel sudah cukup lama. Desa Kuta Meriah merupakan salah satu penghasil kopi arabika di Kabupaten Pakpak Bharat, dimana kopi ini mulai disukai masyarakat karena jangka waktu panen yang relatif singkat apabila dibandingkan dengan kopi Robusta.
(57)
V. TAHAPAN KEGIATAN USAHATANI KOPI ARABIKA
I.
Secara TeoriBerdasarkan kegiatan usahatani Kopi Arabika, budidaya merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani. Beberapa kegiatan dalam budidaya kopi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pembibitan atau Persemaian
Pemilihan bibit tanaman kopi mencakup berbagai segi, yaitu pemilihan Varietas/klon unggul yang sesuai, macam bibit serta sumber benih dan bibit. bibit yang ditanam berasal dari klon unggul yang dianjurkan. Ciri klon unggul tersebut yaitu dapat berproduksi tinggi dan kontinu, tahan terhadap serangan hama/penyakit tertentu (terutama HV) serta menghasilkan kopi bermutu tinggi. Beberapa klon Arabika yang dianjurkan adalah AB2, S795, USDA762, Kartika1 dan Kartika2. Bibit kopi
dapat diperoleh dengan cara : - Membeli Bibit
Benih dan bibit yang akan dibeli harus bersertifikat agar kualitasnya terjamin. Perlakuan selama penyimpanan dan pengankutan serta perawatan bibit diperlukan untuk menghindari kegagalan ketika ditanam di lapangan. Bila dapat diperoleh langsung ke PT Perkebunan terdekat, BPP, Dinas Perkebunan, dll. - Membuat Bibit Sendiri
Benih harus diperoleh langsung dari penagkar yang terpercaya. Penyemaian untuk bibit semai biasanya dilakukan pada bulan Februari–Maret, dengan demikian pada pertengahan bulan
(58)
November–Desember atau awal musim hujan, bibit sudah berumur 8–9 bulan dan siap ditanam dilapangan.
2. Penanaman
Tanaman kopi yang baru ditanam biasanya tidak tahan kekeringan. Oleh karena itu, sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau pertengahan bulan November–Desember, dengan demikian pada musim kemarau berikutnya tanaman kopi sudah cukup kuat menahan kekeringan. Didalam kegiatan penanaman dilakukan beberapa hal :
- Persiapan Lahan
Didalam persiapan lahan dilakukan proses Land Clearing (penebangan pohon dan tunggalnya) serta Land Chering (tanah
dibersihkan dari pohon dan sisanya), mengolah tanah, perbaiki teras, jalan serta saluran drainase yang rusak, menanam tanaman penutup tanah dan tanaman pelindung sehingga kondisi lahan menjadi layak untuk diusahakan.
- Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat 3–6 bulan sebelum tanam. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan membunuh bibit penyakit. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 2,5 m x 2,5 m atau 2,75 m x 2,75 m.
- Penanaman
Teknik penanaman disesuaikan dengan tahap–tahap penanaman yang dianjurkan.
(59)
- Penyulaman
Tanaman yang tumbuh merana atau mati harus segera disulam dengan bibit yang baru. Selama dua minggu setalah tanam, kebun diperiksa satu kali seminggu, selama enam bulan berikutnya, kebun diperiksa satu kali sebulan. Apabila ditemukan bibit yang perlu disulam maka penyulaman harus segera dilakukan.
3. Pemeliharaan
Terdapat beberapa kegiatan dalam pemeliharaan tanaman, yaitu : - Pemupukan
- Pupuk buatan diberikan 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan. Setiap tanaman dipupuk dengan Urea sebanyak 50 gr, SP 36 sebanyak 25 gr dan KCL 20 gr. - Pupuk organik yang diberikan berupa mulsa yang berasal
dari daun–daun, serasah sekitar tanaman kopi, dll. Pupuk tersebut diberikan 1–2 tahun pada awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk buatan.
- Pemangkasan
Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan. Sehingga tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan berproduksi dengan optimal serta tidak sulit untuk dipanen.
Ada 4 tahap pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan.
(60)
- Pencegahan dan Pengendalian Hama Penyakit serta Gulma
Tanaman kopi harus dihindarkan dari serangan hama, penyakit dan gulma. Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan dengan baik dan intensif (Najiyati S dan Danarti, 2004)
Musim berbunga dapat terjadi beberapa kali dalam satu tahun. Pemanenan dilakukan secara bertahap dan teratur. panenan kopi juga mengikuti irama pembungaan, periode mulai berbunga sampai masak memerlukan waktu 8–12 bulan. Buah kopi dikatakan sudah masak apabila kulit buah sudah berwarna merah dan waktunya masak juga tergantung pada iklim dan jenis kopinya.
II.
Secara Aktual (Pengamatan Lapangan)
Beberapa kegiatan budidaya usahatani kopi arabika yang dilaksanakan oleh masyarakat di daerah penelitian berdasarkan observasi secara langsung dengan metode wawancara yaitu sebagai berikut :
1. Pembibitan/Persemaian
Pada umumnya masyarakat di daerah penelitian mendapatkan sumber bibit unggul yang diperoleh dari petani kopi arabika yang melakukan teknik pembibitan yang dilakukan pada media polibag. Pada umumnya jenis bibit yang disemai adalah pucuk merah. Bibit dapat ditanam setelah berumur kira-kira 3 bulan dengan berat 0.5 Kg. Selain memperoleh bibit yang berasal dari masyarakat sekitar dapat juga dengan membeli secara
(61)
langsung ke padagang dengan kisaran harga sekitar Rp 750–Rp 1500, tergantung kepada jenis bibit yang dibutuhkan.
2. Penanaman
Sebelum proses penanaman dilaksanakan, terlebih dahulu adalah melakukan persiapan lahan yaitu menyiapkan saluran drainase, membersihkan lahan dari gulma dengan menggunakan Round Up, pemberian teras-teras pada lahan yang berbukit-bukit dan pemberian tambahan pH tanah dengan menggunakan pupuk dolomite untuk meningkatkan kesuburan tanah sehingga sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Akan tetapi hanya sebahagian kecil masyarakat yang melaksanakan kegiatan tersebut. Kemudian membuat jarang tanam dengan ukuran 1,5 x 1,5 m berdasarkan pengalaman dan informasi yang diperoleh dari kerabat atau tetangga dalam masyarakat. Setelah selesai melaksanakan proses persiapan lahan maka bibit sudah dapat ditanam dengan baik. 3. Pemupukan
Pupuk yang diberikan terbagi atas dua yaitu pupuk organik dengan anorganik. Pupuk organik yang berupa kompos diberikan sebanyak 2 kali dalam setahun dengan dosis pemberian sesuai dengan kebutuhan dan luas lahan. Pupuk anorganik diberikan sebanyak 1 kali dalam setahun yang umumnya berupa urea, TSP, KCL, dll akan tetapi jarang diberikan yang disebabkan karena faktor keterbatasan modal dan ketidakmampuan petani dalam menerapkan dosis yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut.
(62)
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan oleh petani kopi arabika di daerah penelitian hanya sebatas pembersihan lahan secara berkala, pemberantasan hama penyakit dengan menggunakan obat-obatan yang diaplikasi oleh sebahagian kecil petani dan pemangkasan apabila terdapat daun yang tumbuh terlalu melebar sehingga mengganggu tanaman yang lain.
5. Panen
Kegiatan panen pada umumnya dilakukan petani apabila tanaman kopi arabika telah berumur kurang lebih 2 tahun sejak masa penanaman. Panen pada umumnya dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu bulan sehingga pengutipan buah tidak terlalu sering padahal jumlah buah masih sedikit oleh sebab itu panen dilaksanakan 1 kali dalam 2 minggu dengan mempertimbangkan efisiensi biaya dan tenaga.
(63)
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Usahatani Kopi Secara Umum (jumlah petani,
jumlah luas lahan, produksi, produktivitas dan harga)
Perkembangan usahatani kopi secara umum dapat dilihat dari keadaan jumlah penduduk, pertambahan jumlah luas lahan kopi, produksi tanaman kopi yang dihasilkan dan produktivitas tanaman kopi serta harga pasar untuk hasil tanaman kopi didaerah penelitian. Perkembangan usahatani kopi secara umum dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini :
Tabel 13. Perkembangan Usahatani Kopi Secara Umum (jumlah petani, jumlah luas lahan, produksi, produktivitas dan harga)
N o
Thn Jlh Petani (Orang)
% Luas Lahan
(Ha)
% Produksi (Ton)
% Produktivitas (Ton/Ha)
% Harga (Rp)
%
1 2004 195
6,57 4.80 39 5,13 9,76 26,8 1,87 3,29 0,69 -2,89 -5,97 10.000 -10 10
2 2005 208 41 27,3 0,67 9.000
3 2006 218 45 28,2 0,63 10.000
(1)
memberikan wewenang kepada pemerintah desa untuk menggunakan tenaga penyuluhan sesuai dengan keperluan, membentuk koperasi pertanian disetiap desa, melakukan kerjasama dengan pihak-pihak cendikiawan untuk melaksanakan percobaan ilmiah seputar wilayah tersebut dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Berdasarkan pengamatan dilapangan ditemukan bahwa petani sudah dapat melaksanakan usahatani dengan teknik yang sederhana seperti pengolahan lahan, penanaman, pengaturan jarak tanam, pemupukan walaupun tidak teratur, membersihkan gulma dan mencegah datangnya hama sehingga relatif jarang ditemui lahan yang tidak terawat dengan baik. Walaupun dengan segala keterbatasannya petani tetap bersemangat dalam menjalankan usahataninya.
Upaya-Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah
Usahatani Kopi.
a. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kurangnya peran serta lembaga pendukung.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan membantu petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani kopi arabika dengan memberikan bantuan tenaga penyuluhan yang berasal dari Dinas Pertanian atau Lembaga Penyuluhan yang saling berkoordinasi dalam mengatur jadwal kunjungan usahatani. Akan tetapi berdasarkan keterangan dari para petani bahwa sering kali hasil dari kunjungan penyuluh tidak mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh petani sehingga pemerintah perlu memberikan pelatihan tambahan seputar pertanian kepada tenaga penyuluh untuk dapat menguasai seluruh teknik
(2)
dan metode budidaya, pengendalian HPT, pemupukan yang baik sehingga dapat diterapkan dan diajarakan kepada masyarakat.
b. Upaya untuk mengatasi harga jual kopi arabika yang masih rendah Upaya pemerintah untuk membantu para petani adalah dengan memberikan informasi pasar dan harga jual yang berlaku sehingga kisaran harga selalu up to date dan mengakibatkan para agen atau pedagang pengumpul tidak sewenang-wenang dalam menentukan harga atau secara bersama-sama bekerja sama untuk duduk bersama dalam mengambil jalan terbaik mengenai penentuan harga yang tepat sehingga tidak merugikan ataupun menguntungkan salah satu pihak.
c. Upaya untuk mengatasi Sarana Produksi Yang Mahal dan Langka Upaya pemerintah untuk membantu para petani dalam menghadapi permasalahan tersebut adalah dengan melaksanakan Controling (pengawasan) terhadap kecurangan-kecurangan tersebut dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku yang dengan sengaja melakukan praktek monopoli harga. Pemerintah dapat memberikan subsidi silang kepada sarana produksi berupa pupuk buatan sehingga dapae mengurangi beban masyarakat Karena pada umumnya sektor andalan dari Kabupaten Pakpak Bharat adalah dari sektor pertanian.
(3)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari analisis yang dilakukan terhadap usahatani kopi di Desa Kuta Meriah dapat disimpulkan bahwa :
1. Perkembangan usahatani kopi arabika selama 3 tahun terakhir adalah meningkat (jumlah petani, jumlah luas lahan, produksi, produktivitas dan pemasaran) di daerah penelitian.
2. Ketersediaan faktor produksi (Lahan, Modal, Tenaga Kerja, Bibit, Pupuk, Obat-obatan dan sarana pendukung lainnya) yang dibutuhkan di daerah penelitian adalah cukup tersedia.
3. Usahatani kopi di daerah penelitian menguntungkan secara ekonomi.
4. Usahatani kopi di daerah penelitian secara finansial layak untuk dikembangkan dan diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV Rp 5.846.517, nilai Net B/C 1,40 > 1 dan nilai IRR 194.76 > I (15%).
5. Hubungan karakteristik sosial ekonomi petani yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan pengalaman bertani tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap pendapatan.
6. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kopi arabika umumnya adalah kurangnya lembaga pendukung, harga kopi yang realatif rendah dan sarana produksi yang mahal dan langka. Evaluasi terhadap petani tentang masalah kopi adalah :
(4)
a. Internal : Petani kekurangan permodalan dan petani pasrah dengan keadaan yang dialami dalam melaksanakan kegiatan usahatani kopi arabika
b. Eksternal : Kurangnya perhatian dan peran serta pemerintah terhadap keberhasilan pembangunan pertanian baik lembaga penyuluhan maupun dinas-dinas yang terkait.
7. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memberikan perhatian penuh berupa bantuan penyuluhan perhatian , permodalan dan sarana produksi lainnya yang dianggap penting dalam memajukan pertanian di daerah penelitian.
Saran
1. Kepada Petani
a. Hendaknya petani dapat lebih dewasa melihat segala bentuk permasalahan. Jangan terlalu banyak menuntut dan menyalahkan pihak lain sementara diri sendiri belum berbuat kearah yang lebih baik, oleh sebab itu bersatu dan bersama-sama menyelesaikan permasalahan adalah cara yang terbaik.
b. Petani memperkuat organisasi kelompok tani menjadi lebih baik sehingga hal-hal yang menjadi permasalahan dalam usahatani dapat dipecahkan bersama-sama sekaligus dapat menjual hasil pertanian secara langsung ke pedagang besar.
c. Agar kiranya petani melakukan studi banding kedaerah yang pertaniannya sudah maju dan berkembang sehingga dapat menjadi bahan masukan yang berarti bagi kelangsungan usahataninya.
(5)
d. Pada petani untuk golongan strata I agar lebih meningkatkan teknik budidaya dan intensitas penggunaan pupuk, strata II agar lebih memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga lebih mampu mengembangkan usahataninya dan petani pada golongan strata III agar lebih meningkatkan pengetahuan dan kemauan dalam mengadopsi berbagai teknologi terbaru dengan tujuan meningkatkan produksi usahatani dan pendapatan yang maksimal. 2. Kepada Pemerintah
a. Pemerintah hendaknya memperlihatkan contoh usahatani yang baik melalui kebun percobaan yang bekerja sama dengan Lembaga Riset baik dalam maupun luar negeri sehingga masyarakat dapat melihat bukti nyata dari usahatani yang baik dan tepat.
b. Pemerintah membentuk koperasi pertanian yang dapat memberikan banyak manfaat kepada masyarakat sekitar disamping penyampaian harga yang akurat, penyediaan modal dan lain-lain. 3 Kepada Peneliti
Kepada peneliti selanjutnya hendaknya melihat bentuk-bentuk kelembagaan yang terdapat di daerah penelitian dan keterkaitannya satu dengan yang lain baik pemasaran, perbankan, penyuluhan, dll sehingga dapat dijadikan informasi yang baik kepada khalayak luas betapa pentingnya kehadiran lembaga-lembaga tersebut. Kemudian melihat potensi pasar baik pengembangan, penjualan dan tata niaga di daerah penelitian secara umum.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
AKK., 1988. Budidaya Tanaman Kopi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Bahri, S ., 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, UGM Press, Yogyakarta.
Deptan., 2007. Pedoman Umun : Penyusunan Road Map Komoditas Unggulan Pertanian Kabupaten/Kota, Sekretariat Jenderal Deptan, Jakarta.
Fauzia, L dan H. Tampubolon., 1991. Pengaruh Keadaan Sosial ekonomi
Terhadap Keputusan Petani dalam Penggunaan Sarana Produksi, FP USU,Medan.
Gray, C. dkk., 1999. Pengantar Evaluasi Proyek, Gramedia, Jakarta. Kadariah, dkk., 1999. Pengantar Evaluasi Proyek, LP FE UI, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G., 1991&1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian, Bumi Aksara, Jakarta.
Mosher, A.T., 1983. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna, Jakarta.
Najiyati, S dan Danarti., 2004. Kopi : Budidaya dan Penanganan Lepas Panen, Penebar Swadaya, Jakarta.
Samsudin, U.,1997. Dasar – Dasar Penyuluhan Pertanian dan Modernisasi Pertanian, Bina Cipta, Bandung.
Sastraatmadja, E., 1991. ekonomi Pertanian Indonesia : Masalah, Gagasan dan Strategi, Angkasa, Bandung.
Setia, N.L., 2000. Adopsi Teknologi dan Faktor yang Mempengaruhinya, FP USU, Medan.
Simanjuntak, S.B., 2004. Pengantar Ilmu Pertanian, FP USU, Medan. ______., 2007. Pengelolaan Perkebunan, FP USU, Medan.
Siswoputranto, P.S., 1993. Kopi Internasional dan Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.
Soekartawi ., 1986. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Rajawali Press, Jakarta. ______., 1991. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya, Rajawali Press, Jakarta. ______., 1995. Analisis Usahatani, UI Press, Jakarta.