PENANAMAN MODAL ASING SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP), SUATU KEBERHASILAN DAN PERJUANGAN.

(1)

i ABSTRAK

PENANAMAN MODAL ASING SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP), SUATU KEBERHASILAN DAN PERJUANGAN.

Oleh

NAZRA FAIRUSHA ARRUSYDA

Penanaman modal asing merupakan suatu kegiatan substantif bagi perekonomian Republik Indonesia, khususnya dari sektor riil. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan infrastruktur khususnya infrastruktur fisik dengan menggunakan sistem investasi baik asing maupun domestik yaitu melalui Penanaman modal asing menggunakan skema “Public Private Partnership” (PPP). Permasalahan dalam Penelitian ini adalah Bagaimana bentuk penanaman modal asing dengan skema Public Private Partnership (PPP)?

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif analitis substansi hukum. Sumber penelitian diperoleh dari mengkaji data sekunder, dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara. Wawancara hanya bersifat pendukung penelitian normatif. Metode pengolahan data dengan rekonstruksi dan sistematisasi data, dengan analisis kualitatif.

Public Private Partnership (PPP) sebagai suatu perjanjian atau kontrak antara badan publik dan pihak swasta dimana pihak swasta melakukan fungsi pemerintah untuk jangka waktu tertentu dan pihak swasta menerima kompensasi dalam rangka melakukan fungsi tersebut secara langsung atau tidak langsung. Sistem PPP ini pemerintah dan badan usaha penyedia infrastruktur melakukan perikatan kerjasama secara langsung demi kepentingan masyarakat, dan risiko perikatan tersebut dijamin oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Berbagai bentuk kerjasama dalam penanaman modal asing dengan skema ini dapat dipilih oleh para pihak tersebut di antaranya Build Operate Transfer (BOT), Build Own Operate (BOO), Buy Build Operate (BBO). BOT merupakan kontrak antara instansi pemerintah dan badan usaha/swasta (special purpose company), badan usaha bertanggung jawab atas desain akhir, pembiayaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Mengapa dipilih model kerjasama tersebut dikarenakan PPP adalah proyek yang sumber dananya berasal dari patungan antara modal dalam negeri dan modal asing, sehingga dapat meneruskan bentuk kerjasama lama yang pernah


(2)

ii

dari segi waktu yang tidak efisien, sedangkan begitu banyak kelebihan yang tersedia dari penerapan sistem investasi dengan skema PPP ini, di antaranya tersedianya infrastruktur yang canggih oleh badan usaha penyedia infrastruktur bekerjasama dengan pemerintah, kebutuhan masyarakat dan investor asing akan infrastruktur fisik tersedia, serta akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat indonesia.

Kata kunci: Penanaman Modal asing, Public Private Partnership (PPP), Pemerintah dan Badan Usaha Penyedia Infrastruktur


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1974, terjadi suatu perkembangan penting yaitu dengan disahkannya oleh Majelis Umum PBB “Declaration on the Establishment of a New International Economic Order”. Deklarasi ini melahirkan sebuah Piagam Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Ekonomi Negara (the Charter of Economic Rights and Duties of States), Piagam ini disebutkan hak setiap negara untuk bebas melaksanakan kedaulatan permanen penuh atas semua kekayaan, kekayaan alam dan kegiatan-kegiatan ekonominya, Ayat (1) a) ”Every State has and shall freely exercise full and permanent sovereignity, ... over all its wealth, natural resources and economic activities”. Makna dari pasal ini sangat penting. Pasal ini secara tegas, eksplisit dan gamblang dinyatakan bahwa setiap negara memiliki dan harus melaksanakan secara penuh dan bebas kedaulatannya atas kekayaan, sumber daya alam dan kegiatan ekonominya secara bebas dan tetap.

Pada saat masuknya penanaman modal asing melalui pembangunan dan eksplorasi sumber kekayaan alam khususnya dalam bidang infrastuktur, proses ini dapat melahirkan suatu konsep yang tidak akan merugikan negara namun membawa


(4)

dampak positif bagi kesejahteraan rakyat tanpa unsur penyalahgunaan apapun baik oleh penanam modal maupun oleh negara (Huala Adolf, 2008: 132).

Modal Asing berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing adalah: a) alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaann devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia, b) alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia, c) bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Infrastruktur terbagi menjadi dua, yaitu infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial. Infrastrustur fisik merupakan kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat, sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Hal ini merujuk kepada infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa: jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, pelistrikan, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional. Sedangkan infrastruktur sosial merupakan kebutuhan dasar seperti sekolah dan rumah sakit.Bila dalam militer, infrastuktur dapat pula merujuk kepada


(5)

bangunan permanen dan instalasi yang diperlukan untuk mendukung operasi dan pemindahan (http://id.wikipedia.org/wiki/Infrastruktur#).

Suatu studi oleh “World Bank” tahun 1994 menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 hingga 0,44 artinya peningkatan ketersediaan Infrastruktur sebesar 1% akan berdampak pada pertumbuhan PDB sebesar 7% hingga 44%, artinya pembangunan infrastruktur punya pengaruh yang besar pada pertumbuhan ekonomi terutama di Negara Republik Indonesia (http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8506).

Indonesia menurut ekonom senior Worldbank, investasi pada infrastruktur bahkan pemeliharaan jumlahnya terbatas, terlihat dari rendahnya peringkat kualitas infrastruktur Indonesia pada indeks kualitas infrastruktur yang hanya menempati posisi keempat terendah di dunia, serta dinilai pemerintah lebih mengedepankan belanja publik untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan lemahnya pencairan belanja pemerintah terkait pembangunan infrastruktur. (Harian Tribun Lampung, 30 Juni 2011).

Penanaman modal dan infrastruktur, keduanya sama-sama memiliki implikasi yang positif terhadap pembangunan ekonomi khususnya di Indonesia, sebuah regulasi pertama mengenai penanaman modal asing di Indonesia pernah lahir, yaitu Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing. Tujuan dibentuknya undang-undang ini adalah perlunya disusun ketentuan-ketentuan yang


(6)

jelas oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan modal guna pembangunan nasional, di samping itu menghindarkan keragu-raguan dari pihak pemodal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Peraturan ini dalam berjalannya waktu diubah dan ditambah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Prp Tahun1960 dan dengan ketentuan Undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 138) yang telah Diubah dan Ditambah dengan Undang-Undang Nomor 15 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 42).

Melihat kenyataan di Indonesia dari perkembangan masa orde baru ke arah perubahan era reformasi, tentu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh. Suatu upaya untuk meningkatkan kuantitas investor dalam penanaman modal di Indonesia yang sangat menentukan kearah kebijakan pembangunan ekonomi nasional melalui pembangunan sektor riil. Sektor riil merupakan suatu sektor yang benar-benar bisa menggerakkan roda perekonomian dan bisa secara langsung menghasilkan output.

Peran penanaman modal bukan saja dalam menutup peranan tabungan nasional untuk investasi pembangunan yang selama ini sejatinya masih mengalami defisit. Berkaitan dengan itu yang terpenting adalah bagaimana mendorong peningkatan penanaman modal di Indonesia baik oleh investor dalam negeri maupun investor asing. Sebagaimana diketahui bahwa penanaman modal di Indonesia salah satu sasaran pokoknya adalah dalam rangka membantu membiayai proyek-proyek nasional khususnya dibidang infrastruktur fisik yang dampaknya secara langsung dapat


(7)

dirasakan terhadap pembangunan ekonomi nasional. Hal itu sejalan dengan yang tertera dalam kebijakan pembangunan nasional.

Pemerintah secara berurutan membuat peraturan mengenai penanaman modal yaitu pada tahun 1967, pemerintah menyusun ketentuan-ketentuan mengenai penanaman modal asing dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang untuk selanjutnya disingkat UUPMA, lalu diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pemerintah kemudian menyusun peraturan mengenai penanaman modal dalam negeri tahun berikutnya yaitu dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Berbagai bentuk penanaman modal telah berkembang di dalam pembangunan Indonesia khususnya dalam pembangunan sumber daya dari penanaman modal asing dan dalam negeri di antaranya Penanaman modal langsung (direct investment) dan tidak langsung (nondirect investment). Penanaman modal langsung yaitu Suatu tindakan menginvestasikan dana yang dimiliki, yang dilakukan secara langsung dalam bentuk fisik, seperti pembangunan pabrik, resor wisata, dll. Penanaman modal tidak langsung yaitu suatu tindakan menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk portofolio effek, seperti penanaman saham di pasar modal.


(8)

Terkait dengan pembangunan infrastruktur fisik, pembangunannya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, banyak masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan pada masyarakat berupa infrastruktur fisik, salah satu masalahnya adalah masalah klasik yaitu dana (http://www.gagasanhukum.wordpress.com/2009/10/05/mengkritisi-uu-penanaman-modal-dalam-negeri(Bag2),diakses pada 10/04/2011: 16.54 PM).

Pergerakan roda pertumbuhan perekonomian suatu daerah memang salah satunya ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur fisik, daerah yang memiliki infrastruktur lengkap cenderung lebih maju dibandingkan dengan daerah yang sulit infrastrukturnya. Ketersediaan infrastruktur juga berperan dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, sebagai contoh Pulau Jawa dengan kelengkapan infrastruktur fisiknya berupa jalan dibandingkan dengan jalan di Pulau Papua, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur dengan Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung dari segi persedian air bersihnya, begitupun dengan daerah lain yang masih memiliki ketimpangan dalam segi infrastruktur fisiknya.

Beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan infrastruktur khususnya infrastruktur fisik adalah membangun infrastruktur dengan menggunakan sistem investasi baik asing maupun domestik. Salah satunya Penanaman modal asing menggunakan skema “Public Private Partnership” yang untuk selanjutnya disingkat PPP. Dengan skema ini pemerintah dan swasta melakukan kerjasama dalam melakukan pembangunan infrastruktur, pada umumnya


(9)

pihak swasta dapat melakukan kerjasama dalam hal: pendanaan, teknologi dan pembangunan.

Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh Pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena datangnya krisis moneter. Saat kondisi Indonesia semakin terpuruk karena krisis, saat itu juga Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil akibat berbagai faktor seperti politik ataupun hubungan diplomatik. Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabil sehingga terjadi capital flight yang cukup besar (Praptono Djunaedi, 2005: 4).

Baru pada tahun 2005, Pemerintah mulai serius untuk menerapkan kembali konsep PPP, di awali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada pertengahan Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama Pemerintah Swasta. Pemerintah Indonesia sebenarnya cukup inovatif dan tepat guna dalam pemilihan perencanaan suatu proyek pembangunan baru dalam segi infrastruktur fisik, dengan suatu niat mulia akan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat terutama dimana letak daerah proyek infrastrukstur potensial tersebut akan dibangun, hal itu terbukti pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure Conference and Exhibition 2006) pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10


(10)

model proyek yang diunggulkan), ternyata untuk mengawal proyek-proyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah (Praptono Djunaedi, 2005: 5).

Pemerintah kembali mengeluarkan regulasi mengenai penanaman modal dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang untuk selanjutnya disingkat dengan UUPM, di tengah perkembangan perekonomian Indonesia yang terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1990-an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan GDP sebesar 4,5%, sementara banyak negara-negara lain yang mengalami kontraksi ekonomi. Secara otomatis, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang konsisten telah menyebabkan tingkat kebutuhan infrastruktur meningkat khususnya infrastruktur fisik.

Pemerintah memperkirakan bahwa untuk jangka waktu lima tahun yaitu dimulai 2010 sampai 2014, dibutuhkan investasi senilai Rp. 1.430 triliun (sekitar USD 150 milyar) untuk sektor infrastruktur fisik, dan selama ini dana untuk pemerataan pembangunan infrastruktur fisik secara komprehensif di daerah-daerah di Indonesia dapat diperoleh melalui para penanam modal baik investor domestik maupun investor mancanegara didukung oleh pembiayaan dari Anggaran Pendapatan Negara (APBN) (http://ahmadredi2003.blogspot.com/2010/03/kajian-hukum-dagang-internasional-dalam.html, diakses pada 13/09/2011: 06.30AM).


(11)

Suatu hal yang tidak kalah pentingnya diperlukan bukan hanya faktor sumber daya alam (SDA) yang potensial melainkan, SDA yang potensial untuk diberdayakan tersebut, perlu didukung oleh sumber daya manusia (SDM). SDM yang memiliki kapasitas unggul dalam persiapan serta penyusunan dokumen mengenai proyek yang akan ditawarkan dengan skema PPP ini.

SDM yang memahami di luar kepala tentang segala seluk beluk proyek yang telah disiapkan sangat diperlukan, sehingga jika kelengkapan dokumen telah siap, Pemerintah daerah dapat koordinatif secara optimal dalam persiapan proyek dengan Pemerintah pusat sebagai pemimpin proyek dengan investor asing. Pada akhirnya perjalanan Sistem Penanaman Modal Asing dengan Skema PPP akan berjalan lancar dan terkendali. Sebelumnya sebagaimana telah diketahui terdapat relevansi yang sangat signifikan antara penanaman modal dan infrastruktur fisik bagi kemajuan ekonomi di Indonesia.

Mengenai Sistem Penanaman Modal dengan skema PPP diatur lebih jelas dalam Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Penyedia Infrastruktur, Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Penyedia Infrastruktur sebagai pedoman pelaksanaan sistem investasi ini dan didukung oleh Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.


(12)

Saat ini peran swasta dan pemerintah dalam keberadaan infrastruktur fisik untuk publik sangat minim, dikarenakan tingkat kelangsungan kinerja kalangan pemangku kepentingan di Indonesia terhadap lahir dan berkembangnya suatu penanaman modal asing, terutama pada SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak kurang represif, inovatif, serta progresif. Hal ini menyebabkan permasalahan serius terhadap ketersedian infrastruktur yang memadai. Kepedulian itulah yang mendorong peneliti tertarik untuk meneliti berkaitan dengan Investasi asing dengan skema PPP tersebut.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis mengajukan sebuah permasalahan, yaitu: Bagaimanakah bentuk penanaman modal asing dengan skema PPP?

Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu :

1. Ruang Lingkup Bidang Ilmu

Bidang ilmu dalam penelitian adalah Hukum Ekonomi. Dari segi ekonomi dilakukan dengan menelusuri definisi kontrak penanaman modal asing dengan skema PPP sesuai dengan karakteristik aturan-aturan hukum yang terkait dengan penanaman modal dan peraturan khusus serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pada pokoknya menyoroti hal-hal yang ada kaitannya dengan penanaman modal asing dengan skema PPP yang berlaku di Indonesia.


(13)

2. Ruang Lingkup Bidang Bahasan

Lingkup pembahasan dalam skripsi ini adalah sistem penanaman modal asing dengan skema PPP. Sistem penanaman modal asing dengan skema PPP yang meliputi: PPP dalam aktivitas penanaman modal, para pihak yang terlibat dalam kontrak penanaman modal asing dengan skema PPP, hak dan kewajiban para pihak, objek hukum dalam suatu perjanjian kontrak penananaman modal asing dengan skema PPP, mekanisme kerja berjalannya kontrak penanaman modal asing dengan skema PPP, sampai dengan tataran aturan hukum pada tingkat Peraturan Presiden Republik Indonesia berkenaan dengan PMA dengan skema PPP.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup bahasan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini, adalah:

a. Untuk menganalisis sistem penanaman modal asing dengan skema PPP.

c. Sebagai upaya pelatihan dan pengembangan kemampuan berfikir dan pengembangan wawasan dalam bidang hukum penulis.

d. Sebagai pembelajaran ilmu baru yang lebih spesifik bagi penulis dalam lingkup hukum ekonomi khususnya berkaitan dengan penanaman modal asing dengan skema PPP.


(14)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu: a. Aspek Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan ilmu hukum ekonomi keperdataan terutama dalam bidang hukum penanaman modal khususnya untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan berbagai bentuk penanaman modal khususnya dengan skema PPP dalam hukum penanaman modal.

b. Aspek Praktis

Aspek praktis dalam penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan untuk menambah wawasan bagi penulis mengenai skema PPP dalam segenap bentuk atau cara yang digunakan pada praktek penanaman modal di Indonesia.

2) Sebagai sumbangan informasi dan bahan bacaan bagi pihak yang ingin mengetahui tentang investasi asing dengan mengunakan skema PPP di Indonesia. 3) Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Penanaman Modal, Konsep dan Fungsinya Bagi Negara Berkembang

Penanaman modal atau Investasi berasal dari kosa kata Bahasa Inggris invest yang berarti menanam, memberikan. Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai Penanaman Modal (http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi#Pengertian: diakses pada 16 November 2011 pada pukul 07.30).

Investasi merupakan kata lain dari penanaman modal. Investasi erat kaitannya dengan perekonomian di suatu negara baik dari sisi keuangan maupun sisi sosial lainnya. Investasi atau Penanaman Modal sangat berpengaruh pada neraca keuangan suatu negara. Apalagi investasi pada bidang yang menarik dan menggerakkan investasi itu sendiri yaitu investasi atau penanaman modal pada bidang infrastruktur.

Pengertian Infrastruktur

Ronald Hudson menyatakan bahwa keberhasilan dan kemajuan kelompok masyarakat tergantung pada infrastruktur fisik untuk pendistribusian sumber daya dan pelayanan


(16)

publik. Kualitas dan efisiensi infrastruktur mempengaruhi kualitas hidup kesehatan sistem sosial dan keber1anjutan kegiatan perekonomian dan bisnis (Retno Tri Nalarsih, 2007: 26).

Infrastruktur fisik merupakan unsur yang sangat vital yang berperan di masyarakat sebagai penghubung dan penyedia yang memfasilitasi berbagai kebutuhan primer masyarakat. Keberadaan infrastruktur fisik tidak heran jika berpengaruh besar pada keberhasilan dan kemajuan pada suatu masyarakat.

Infrastruktur telah dinyatakan dengan berbagai definisi Grigg dalam Hudson menyebutkan: "semua fasilitas fisik yang sering disebut dengan pekerjaan umum". AGCA (Associated General Contractor of America), mendefinisikan infrastruktur adalah semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh pemerintah setempat, Pemerintah Daerah maupun Pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para pengusaha, seperti yang dikatakan Kwiatkowski dalam Hudson (Retno Tri Nalarsih, 2007: 26). Infrastruktur dimiliki oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat namun kegunaannya dapat dinikmati oleh para pengusaha swasta, namun infrastruktur dapat pula diusahakan oleh badan usaha penyedia infrastruktur yang memiliki kepedulian besar terhadap pengembangan infrastruktur khususnya infrastruktur fisik yaitu dengan menanamkan modalnya dengan skema PPP untuk membangun infrastruktur fisik demi kepentingan publik.


(17)

Sementara merujuk pada pendapat Kodoatie dalam Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, infrastruktur dikatakan merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, maka infrastruktur secara lebih jelas merupakan fasilitas-fasilitas dan struktur-struktur fisik yang dibangun guna berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi menunjuk pada suatu keberlangsungan dan keberlanjutan aktivitas masyarakat dimana infrastruktur fisik mewadahi interaksi antara aktivitas manusia dengan lingkungannya (Retno Tri Nalarsih, 2007: 27).

Secara lebih jelas Suripin menyatakan bahwa:

Infrastructure (perkotaan) adalah Bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga mampu memberikan pelayanan prima pada masyarakat. Sebagai suatu sistem, komponen infrastruktur pada dasarnya sangat luas dan sangat banyak, namun secara umum terdiri dari 12 komponen sesuai dengan sifat dan karakternya (Retno Tri Nalarsih, 2007: 64).

Dalam Ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan penanaman modal itu sendiri sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri, maupun asing untuk melakukan usaha di Wilayah Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa penanaman modal dalam negeri yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah


(18)

Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

Menurut Relly & Brown, Penanaman Modal adalah komitmen untuk mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasikan pengorbanan investor berupa: (1) keterikatan aset pada waktu tertentu; (2) tingkat inflasi; dan (3) ketidaktentuan penghasilan di masa mendatang. Peranan investasi dalam perekonomian khususnya pada negara berkembang seperti Indonesia oleh sebab itu bersifat sangat strategis. Tanpa investasi yang cukup memadai, maka jangan berharap ada pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang mengakibatkan kesejahteraan ekonomi bagi negara berkembang (Didik J. Rachbini, 2008: 1).

Baik sisi pengeluaran investasi ataupun manfaat yang diperoleh, semua harus dikonversikan dalam nilai uang, Suatu proyek investasi umumnya memerlukan dana yang besar dan akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Perencanaan investasi yang lebih teliti oleh karena itu dilakukan agar tidak terlanjur menanamkan investasi pada proyek yang tidak menguntungkan.

Penanaman modal menurut Pasal 1 angka 1 UUPM disebutkan bahwa penanaman modal bukan saja yang berasal dari penanam modal dalam negeri atau yang biasa disebut dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) namun juga berasal dari luar negeri atau yang biasa disebut dengan Penanaman Modal Asing (PMA).


(19)

Penanaman Modal dengan skema PPP merupakan penanaman modal asing yang sumber dananya sejatinya bukan saja dapat diperoleh dari luar negeri atau yang disebut dengan PMA tetapi dapat pula diperoleh dari badan usaha dalam negeri (PMDN) yang berniat menginvesikan dananya pada proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Secara teoritis maupun praktis, faktor penanaman modal asing dapat dijadikan faktor utama untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, kebijakan penanaman modal diharapkan dapat berfungsi sebagai stimulan peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat melalui kegiatan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Jadi, ada hubungan yang linier dan berkelanjutan khususnya antara penanaman modal asing dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja bagi masyarakat (Didik J. Rachbini, 2008: 12). Dalam kajian teoritis, peranan dan fungsi penanaman modal dalam sistem perekonomian ditinjau dari sisi pengeluaran, dapat digambarkan dengan rumus:

Y= C + I + G + (X-I)

Keterangan :

Y= Pendapatan Nasional C= Konsumsi Nasional I = Investasi


(20)

X= Ekspor I = Impor

Penghitungan Pendapatan Nasional dalam suatu negara dikenal melalui 3 pendekatan yaitu melalui pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan produksi. Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), Pengeluaran Pemerintah (Government), Pengeluaran Investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional, diakses pada 28 Februari 2012: 07.00).

Menurut Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, Indonesia membutuhkan modal asing untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta memperbesar produksi nasional guna mempertinggi tingkatan penghidupan rakyat. Dalam undang-undang tersebut yang dimaksud Modal asing adalah Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisen Indonesia, dengan persetujuan yang berkuasa di Indonesia digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Dan dibentuklah dewan penanaman modal asing untuk menjalankan ketentuan-ketentuan dalam peraturan mengenai penanaman modal asing yang pertama di


(21)

Indonesia ini. Peraturan yang sejatinya kental dengan pengaruh kolonialisme walaupun bentuknya murni kedaulatan Pemerintah Indonesia.

Muhammad Sadli salah seorang penasehat ekonomi pemerintah Orde Baru 1960-an menegaskan, bahwa keberadaan perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia akan mempunyai efek katalisator atas pertumbuhan selanjutnya dari perekonomian nasional. Adanya tuduhan yang sering kali terdengar dalam perekonomian bekas kolonial bahwa perusahaan penanaman modal asing dapat menghambat pertumbuhan perusahaan pribumi akan dapat dihindarkan (Aminuddin Ilmar, 2010: 37).

Masyarakat Indonesia memerlukan pengertian yang benar mengenai perlunya PMA dalam pembangunan di Indonesia, selama ini yang terjadi dan menimbulkan trauma pada masyarakat adalah terjadinya banyak pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh pihak investor asing. Hal tersebut menyebabkan sikap antipati masyarakat terhadap kedatangan investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, padahal masyarakat belum mengetahui sesungguhnya esensi akan keberadaan investor asing yang taat pada peraturan-peraturan mengenai penanaman modal di Indonesia.

Penanaman Modal Asing sangat dimungkinkan pelaksanaannya di Indonesia jika sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, karena hal ini diarahkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung tercapainya


(22)

tujuan pembangunan nasional sebagaimana diketahui bahwa Indonesia saat ini merupakan negara yang sedang berkembang.

Sejalan dengan uraian Sunaryati Hartono, bahwa suatu pembahasan mengenai penanaman modal asing tidak dapat dilihat terlepas dari peranannya di dalam pembangunan ekonomi dan rencana pembangunan (economic planning), oleh karena penanaman modal asing hanya merupakan salah satu faktor dalam pembangunan ekonomi yang menurut Stanley D. Metzger ...involves nothing less than the transformation of a society and its economy, artinya penanaman modal melibatkan tidak kurang dari transformasi masyarakat dan ekonomi itu sendiri (Aminuddin Ilmar, 2010: 44).

Penanaman Modal sebagai salah satu faktor penunjang dalam perekonomian di suatu negara, ada dan berkembang dalam perubahan suatu komunitas masyarakat dan perekonomian masyarakat itu sendiri, sehingga tiap perubahan dalam masyarakat akan mempengaruhi iklim investasi asing negara tersebut begitu pun yang terjadi pada penanaman modal asing dengan skema PPP akan dipengaruhi oleh perkembangan di dalam masyarakat setempat.

Berdasarkan Pasal 1 UUPMA, Penanaman Modal Asing adalah penggunaan modal asing secara langsung untuk menjalankan perusahaan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.


(23)

Penanaman modal asing berdasarkan rumusan di atas, pada prinsipnya mengandung beberapa unsur pokok yaitu :

1. Penanaman modal secara langsung (direct investment);

2. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan di Indonesia; 3. Resiko yang langsung ditanggung oleh pemilik modal.

Dengan demikian pengertian penanaman modal khususnya penanaman modal asing sesuai dengan rumusan Pasal 1 tersebut hanyalah bersangkut paut dengan penanaman modal yang dilaksanakan secara langsung (direct investment) dan bukan berkaitan dengan penanaman modal secara tidak langsung (portofolio investment), dimana pemilik modal hanya memiliki sejumlah saham dalam suatu perusahaan tanpa ikut serta atau mempunyai kekuasaan langsung dalam pengelolaan manajemen perusahaan tersebut (Aminuddin Ilmar, 2010: 54).

Suatu hal yang menjadi urgensi di tengah masyarakat Indonesia saat ini adalah penanaman modal asing yang dapat menggerakkan perekonomian negara berkembang seperti Indonesia dari sektor riil sehingga diperlukannya penanaman modal secara langsung. Sedangkan dalam sektor pasar modal Indonesia pun dapat dijadikan gambaran dan patokan bagi investor asing sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Adapun pada Pasal 1 angka 3 UUPM disebutkan bahwa penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik


(24)

Indonesia yang dilakukan oleh PMA, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya, maupun yang berpatungan dengan PMDN.

Ada dua jenis PMA dalam Pasal 1 angka 3 dalam undang-undang ini yaitu yang sepenuhnya menggunakan modal asing atau yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri, dana dari dalam negeri dapat diperoleh baik dari perusahaan yang ada di dalam negeri maupun dana dari pemerintah yang bersumber dari APBN. Todung Mulya Lubis mengemukakan, bahwa menurut ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 UUPMA, pengertian penanaman modal asing berat ke equity, suatu fresh capital yang datang dari luar negeri. Pengertian yang dikemukakan oleh beliau cenderung terlalu sempit, sehingga diakuinya pula termasuk juga equipment, patent, dan tekhnologi baru (Aminuddin Ilmar, 2010: 53).

Penanaman modal asing terdiri dari hal-hal yang berwujud dan tidak berwujud, sebagai contoh uang sebagai modal langsung merupakan benda yang berwujud, sedangkan hak kekayaan intelektual dari suatu manajemen baru yang diterapkan di suatu perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, maupun suatu tekhnologi terkini yang diciptakan merupakan benda tak berwujud yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk Penanaman Modal pula.

Pengertian penanaman modal menurut Organization European Economic Cooperation (OEEC) yaitu direct investment is mean acquisition of sufficient interest in an undertaking to ensure its control by the investor. Penanaman modal diberi keleluasaan pengusahaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana


(25)

modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanaman modal mempunyai penguasaan atas modal.

Andean Pact dalam Pasal 1 The Cartagena Agreement pada pokoknya menekankan kepada pengertian penanaman modal asing yang dilakukan oleh investor asing secara perorangan, ia memberikan pengertian mengenai Direct Foreign Investment. Contribution coming from abroad, owned by individuals or concerns, to the capital of enterprise must be in freely convertible currencies, industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their value and to remit profit abroad. Also considered as direct foreign investments are those investments in local currency originating from recources which have the right to be remitted abroad (Aminuddin Ilmar, 2010: 55).

Penanaman Modal Asing secara langsung berkontribusi aktif dalam peningkatan ekonomi kalangan penanam modal tersebut di luar negeri yaitu dengan adanya transfer keuntungan dari penanaman modal dari dalam ke luar negeri. Kegiatan tersebut berpengaruh apabila tidak adanya keseimbangan keuntungan yang diperoleh oleh negara meskipun tidak dipungkiri dengan keberadaaan investor asing ini sangat berpengaruh besar bagi perekonomian masyarakat di Indonesia pula.

Pengertian penanaman modal asing juga didapatkan dari beberapa perjanjian penjaminan penanaman modal (investment guaranty) yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan negara asal penanaman modal asing. Sebagai contoh di antaranya sebagai berikut:


(26)

1. Perjanjian jaminan penanaman modal asing dengan Amerika Serikat, mendefinisikan Penanaman modal asing sebagai any interest in any property. Perjanjian penanaman modal diartikan sebagai minat untuk menanamkan modal pada properti atau sumber daya (kekayaan) apapun, namun pengertian ini tidak secara spesifik menyebutkan dengan sistem seperti apa penanaman modal asing tersebut cenderung lebih fokus terhadap objek yang akan digunakan dengan modal tersebut dengan bahasa yang masih sangat umum dan abstrak.

2. Perjanjian jaminan penanaman modal asing dengan Denmark, menyebutkan Penanaman modal asing adalah investment of capital for purpose of establishing lasting economic relation. Denmark menyebutkan investasi modal untuk membangun keberlangsungan hubungan ekonomi di antara dua negara tersebut. Penanaman modal asing dapat menimbulkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan bagi tiap negara salah satunya bisa dengan menggunakan skema PPP ini.

3. Perjanjian jaminan penanaman modal asing dengan Jerman, dirumuskan Penanaman modal asing sebagai Investment shall comprise every kind of asset, and more particularly thought not exclusively. Jerman memaknai investasi akan meliputi setiap jenis aset, dan lebih khususnya lagi berpikir tidak secara mengeksklusifkan diri semata-mata hanya untuk kepentingan pihak penanaman modal tersebut, namun mengatasnamakan kepentingan umum pula dengan adanya penanaman modal tersebut.


(27)

4. Pada perjanjian jaminan modal antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, penanaman modal asing dirumuskan dengan pengertian lebih meluas yaitu bukan hanya perjanjian penanaman modal, akan tetapi termasuk juga dengan perjanjian kerjasama ekonomi kedua belah pihak. Bahkan dalam perjanjian itu tidak hanya diatur dan diartikan penanaman modal asing, namun semacam hubungan untuk melancarkan industry, trade, agriculture,maritim affairs, transport and other service ... connected with their economics, and all their other national engaged in economic activities (Aminuddin Ilmar, 2010: 56). Pemerintah Belanda mendefiniskan penanaman modal dari objek hukumnya yang menyangkut beberapa aspek baik sektor formal maupun informal. Kesemuanya dapat digerakkan dengan adanya penanaman modal asing.

Keberadaan penanaman modal dengan demikian, tidak dapat dibendung apalagi dengan dukungan globalisasi dunia lewat transportasi dan komunikasi yang tidak lagi membedakan jarak negara yang satu dan negara lainnya (Aminuddin Ilmar, 2010: 57).

B.Beberapa Model Penanaman Modal Asing

Berdasarkan UUPMA dan dengan adanya UUPM yang pada prinsipnya memperkenankan adanya penanaman modal asing secara penuh (direct investment). Ketentuan yang mengatur adanya usaha kerjasama patungan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12 UUPM mensyaratkan bahwa pelaksanaan atau aplikasi penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk usaha yaitu:


(28)

1. Oleh pihak asing (perorangan atau badan hukum), ke dalam satu perusahaan yang 100% diusahakan oleh pihak asing.

Hal ini sudah jelas bahwa bukan hanya modal tetapi kekuasaan maupun pengambilan keputusan (decision making) dilakukan oleh pihak asing, sepanjang segala sesuatu itu memperoleh persetujuan dari Pemerintah Indonesia, atau selama pengaturannya tidak melanggar hukum serta ketertiban umum yang berlaku di Indonesia.

2. Penggabungkan modal asing tersebut dengan modal nasional (swasta nasional).

Dengan sistem ini akan lebih sulit karena adanya berbagai variasi kepentingan dalam bentuk usaha kerjasama patungan yang meliputi antara lain; perimbangan modal, kekuasaan (manajemen) yang sesungguhnya, aspek makroekonomis, mikroekonomis, dan aspek sosiokultural. Belum lagi masalah teknis operasional seperti perbedaan bahasa, sistem hukum, maupun bargaining position di antara keduanya.

Berikut peneliti uraikan beberapa model penanaman modal asing yang telah berkembang di Indonesia hingga kini:

1. Joint Ventures

Bentuk usaha kerjasama patungan (joint ventures) ini memiliki berbagai macam bentuk atau corak maupun variasi, namun pada intinya joint ventures adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dan nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktual),


(29)

dimana tidak membentuk suatu badan hukum baru seperti halnya pada joint enterprise.

Sebagai contoh adanya perjanjian kerjasama antara Van Sickel Associates Inc. Suatu badan hukum yang berkedudukan di Delaware, Amerika Serikat dengan PT. Kalimantan Playwood Factory suatu badan hukum Indonesia untuk secara bersama-sama mengolah kayu di Kalimantan selatan. Kerjasama ini juga seringkali disebut dengan Contract of Cooperation yang tidak membentuk suatu badan hukum Indonesia seperti yang dipersyaratkan dalam Pasal 3 UUPMA. Berbagai macam corak atau variasi dari joint ventures dalam praktik penanaman modal asing di antaranya sebagai berikut:

a. Technical Assistance (service) Contract: Suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya; suatu perusahaan modal nasional yang ingin meningkatkan skala produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja baru. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran dalam bentuk royalties, yaitu pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan;

b. Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerjasama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak


(30)

memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti Coca-Cola, Van Houten, Mc’ Donalds, dan Kentucky Fried Chicken;

c. Management Contract: Suatu bentuk usaha kerjasama antara pihak modal asing dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri seperti Ritz Carlton Hotel, Mandarin International Hotel, dan Hyatt;

d. BOT (Build, Operation and Transfer): suatu bentuk kerjasama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak, dimana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli. Misalnya; pihak swasta nasional mempunyai gedung atau bangunan mengadakan kerjasama dengan pihak luar negeri untuk membangun suatu departement store ataupun hotel dimana tempat biaya pembangunan, perencanaan, pelaksanaan operasinya dilaksanakan oleh pihak asing dengan jangka waktu sesuai kerjasama lalu kemudian diserahkan kepada pihak nasional (Aminuddin Ilmar, 2010: 102). Beberapa variasi dari model joint ventures di atas antara lain management contract dan BOT juga merupakan bentuk-bentuk penanaman modal asing dengan skema PPP.


(31)

2. Kontrak Karya

Pengertian kontrak karya (contract of work) adalah suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dan nasional, terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerjasama dengan suatu badan hukum yang menggunakan modal nasional. Bentuk kerjasama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerjasama antara badan hukum milik negara (BUMN) seperti kontrak karya antara PN Pertamina dan PT Caltex Pacific Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Caltex International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat.

Ditinjau dari segi penanaman modal asing sendiri, cara tersebut sering kali memuaskan daripada yang dihadapi dari suatu perusahaan campuran dalam penanaman modal asing, karena masing-masing pihak dengan demikian dapat mengadakan pembukuan dan kebijaksanaan yang terpisah. Dalam kontrak karya itu juga pengawasan (control), management, marketing dan tindakan lain yang berhubungan dengan pengambilan, pengolahan, distribusi, dan penjualan barang yang diproduksi di Indonesia itu sepenuhnya ada di tangan pihak asing, dan bahkan boleh memindahkan hak-haknya itu kepada seorang subkontraktor dengan berdasarkan ketentuan dan hukum yang berlaku di Indonesia (Aminuddin Ilmar, 2010: 105).

3. Production Sharing

Menurut Sunaryati Hartono, cara dengan production sharing ini sebelum UUPMA yaitu dengan terhapusnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing Nomor 78


(32)

Tahun 1958 oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 dapat dikatakan merupakan satu-satunya cara yang terpenting dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara. Penanaman modal asing karena sudah dilarang dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 itu, maka untuk memenuhi kebutuhan akan modal dan alat perlengkapan dari luar negeri, dipikirkan suatu bentuk kerjasama patungan yang dinamakan production sharing atau bagi hasil (Aminuddin Ilmar, 2010: 105).

Dinamakan production sharing atau bagi hasil, karena kredit yang diperoleh dari pihak asing ini beserta bunganya akan dikembalikan dalam bentuk hasil produksi perusahaan yang bersangkutan, biasanya dikaitkan dengan suatu ketentuan mengenai kewajiban Perusahaan Indonesia untuk mengekspor hasilnya ke negara pemberi kredit. Dengan kata lain, bahwa production sharing adalah suatu perjanjian kerjasama kredit antara modal asing dan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit.

Setelah berlakunya UUPMA, maka oleh pemerintah dilakukan pembaruan terhadap kontrak kerja sama production sharing itu melalui instruksi presidium kabinet (Aminuddin Ilmar, 2010: 106).

4. Penanaman Modal dengan Kredit Investasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Ekonomi, Keuangan, dan Industri Nomor 21/Menkuin/4/1970, memberikan kesempatan bagi pengusaha nasional untuk


(33)

melakukan penanaman modal dengan menggunakan kredit dari pemerintah. Dengan kata lain, kredit luar negeri dan penanaman modal tidak dapat dipisahkan dengan tegas, oleh karena itu kredit luar negeri dapat menjadi penanaman modal di dalam negeri.

Pada praktiknya tampak bahwa kredit luar negeri via kredit investasi menjadi modal nasional yang setelah bergabung dengan modal asing dalam joint ventures dapat digolongkan sebagai penanaman modal. Penanaman modal dengan kredit investasi ini banyak dilakukan oleh para pemodal dalam negeri untuk membiayai setiap proyeknya yang ada di Indonesia (Aminuddin Ilmar, 2010: 107).

Penanaman modal dengan cara harus melalui usaha patungan terlebih dahulu untuk memulai usahanya di Indonesia, yaitu berpatungan dengan modal atau kredit yang diberikan oleh pemerintah misalnya bank sebagai badan usaha milik negara. 5. Portofolio Investment

Penggabungan modal asing dengan modal nasional dalam bentuk portofolio investment tidak diatur dalam ketentuan UUPM, akan tetapi dalam praktik yang dilakukan oleh para pemodal dalam negeri, khususnya pemodal WNI keturunan, penanaman modal asing semacam ini telah lama dilaksanakan dan dilakukan secara meluas.

Sunaryati Hartono menyatakan bahwa oleh karena cara ini dilakukan dengan diam-diam (disguised), maka sukar sekali untuk memperoleh angka-angka yang terang mengenai pembentukan penanaman modal jenis ini. Lagi pula cara yang


(34)

terselubung ini menyebabkan, bahwa bentuk penggabungan modal nasional dan asing tidak dianggap dan diperhitungkan sebagai penanaman modal, khususnya penanaman modal asing. Namun, dalam praktik yang termasuk dalam kategori ini adalah penanaman modal yang dilakukan melalui pembelian saham baik di pasar modal, maupun penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan (strategic partner atau private placement) (Aminuddin Ilmar, 2010: 108).

6. Penanaman Modal Asing dengan Skema Public Private Partnership (PPP)

Menurut William J. Parente dari USAID Enviromental Services Program, definisi PPP adalah an agreement or contract between a public entity and a private party under which: (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other recources may be transferred or made available to the private party (Praptono Djunaedi, 2005: 1).

PPP didefiniskan sebagai suatu perjanjian atau kontrak antara badan publik dan pihak swasta dimana (a) pihak swasta melakukan fungsi pemerintah untuk jangka waktu tertentu, (b) pihak swasta menerima kompensasi dalam rangka melakukan fungsi tersebut secara langsung atau tidak langsung, (c) pihak swasta bertanggung jawab atas risiko yang timbul dari pelaksanaan fungsi tersebut dan, (d) fasilitas umum, tanah atau sumber daya lainnya dapat dipindahkan atau dibuat tersedia untuk pihak swasta.


(35)

Public Private Partnership menggambarkan pelayanan pemerintah atau usaha bisnis swasta yang didanai dan dioperasikan melalui kemitraan pemerintah dan satu atau lebih perusahaan sektor swasta. Skema ini kadang-kadang disebut sebagai PPP, P3, atau P3. Pemerintah memberi kesempatan bagi pihak swasta untuk ikut berperan serta dalam membangun infrastruktur di Indonesia melalu skema kemitraan ini (http://en.wikipedia.org/wiki/Public_private_partnership, diakses pada Jum’at, 13 Januari 2012, pukul : 08.07).

Penanaman modal asing dengan skema PPP dalam Bahasa Indonesia disebut dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), Indonesia mempunyai sejarah yang panjang tentang pengembangan infrastruktur PPP. Pada tahun 1990-an misalnya, Pemerintah mempromosik1990-an perusaha1990-an penghasil tenaga listrik atau Independent Power Producers (IPPs) dan program “Kerja Sama Operasi” (KSO) untuk ekspansi telekomunikasi, dan sejumlah proyek jalan tol dibangun berdasarkan PPP. Namun demikian, hal-hal sebagaimana dimaksud di atas dilakukan berdasarkan penunjukkan tanpa adanya kompetisi. Tingkat kesuksesan proyek-proyek terdahulu sangat terbatas, dalam beberapa kasus bahkan mengalami perselisihan dan kontrak harus dirundingkan kembali.

Dilihat dari segi proyek infrastruktur yang akan dibangun, sistem Penanaman Modal dengan skema PPP dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Proyek PPP berdasarkan inisiasi pemerintah (Solicited);

Untuk proyek dengan inisiasi pemerintah, harus dapat melalui 9 jenis tahapan, yaitu:


(36)

Gambar 1. Tahapan Penanaman Modal Skema PPP dengan Inisiasi Pemerintah Sumber: Buku Panduan Bagi Investor dalam Investasi di Bidang Infrastuktur 2. Proyek PPP berdasarkan inisiasi swasta (Unsolicited).

Badan Usaha dapat mengembangkan proyek berdasarkan inisiasi swasta apabila proyek tersebut:

a. Belum termasuk/terdaftar dalam rencana pokok (masterplan) di sektor terkait; b. Dapat secara teknis terintegrasi dengan rencana pokok dari sektor terkait; c. Secara ekonomi dan finansial dinilai layak; dan

d. Tidak memerlukan dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal, misalnya tidak perlu bantuan secara langsung.

C.Hukum yang Berlaku dalam Penanaman Modal Asing

Mengenai hukum apa yang akan dipilih dan diberlakukan sejatinya bergantung sepenuhnya kepada kesepakatan para pihak. Ada berbagai pilihan hukum apa yang akan dipilih oleh para pihak, di antaranya sebagai berikut:

1. Hukum Nasional

Dipilihnya suatu hukum nasional oleh para pihak adalah pilihan yang paling umum dilakukan. Bahkan di negara-negara sedang berkembang, pilihan hukum

Pemilih an proyek Konsult asi publik Studi kelayak an Tinjauan Risiko Bentuk Kerjasa ma Dukung an pemerin tah Pengada


(37)

nasional adalah pilihan yang dalam hal tertentu diwajibkan. Sebagai contoh dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (franchise) disyaratkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini bahwa Perjanjian Waralaba dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku Hukum Indonesia.

2. Hukum Kebiasaan

Para pihak dapat dan bebas pula untuk memilih hukum kebiasaan sebagai hukum yang akan berlaku terhadap penanaman modal asing. Pilihan hukum ini biasanya dipilih untuk suatu objek atau transaksi dalam suatu kontrak. Pilihan ini sengaja dipilih karena memang hukum yang mengatur objek atau suatu transaksi telah terkristalisasi menjasi suatu hukum kebiasaan (internasional) yang dikenal umum. 3. Perjanjian Internasional

Pilihan hukum perjanjian internasional ini biasanya terbatas pada suatu kondisi, yaitu apakah negara dari para pihak dalam kerjasama penanaman modal asing adalah anggota atau terikat pada Konvensi atau perjanjian internasional tersebut. 4. Hukum Internasional

Pilihan hukum internasional ini masih sedikit banyak diperdebatkan. Salah satu alasan yang banyak ditemui adalah karena pada prinsipnya hukum internasional lebih banyak mengatur hubungan-hubungan yang sifatnya lintas batas di bidang hukum publik, bukan perdata.


(38)

5. Kombinasi Beberapa Hukum Tertentu

Dipilihnya beberapa pilihan hukum dalam kontrak dikenal pula dengan metode yang disebut dengan depecage atau split proper law. Langkah memilih lebih dari satu sistem hukum untuk mengatur suatu penanaman modal asing biasanya ditempuh karena objek dalam kontrak memang tidak dapat atau tidak mungkin diatur keseluruhannya oleh satu sistem hukum.

D.Bentuk-Bentuk Kontrak Internasional dalam Penanaman Modal Asing

Tahapan-tahapan kontrak mesti dilalui oleh kalangan swasta asing jika ingin menanamkan modalnya di Indonesia, dengan macam-macam bentuk kontrak sebagai berikut:

1. Kontrak Awal (Pra-kontrak atau Memorandum of Understanding)

Secara gramatikal memorandum of understanding diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan Memorandum adalah is to serve as the basis of future formal contract (dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pada masa datang), Understanding diartkan sebagai: An implied agreement for the express term of another agreement, whether written or oral. Artinya pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan persetujuan lain, baik secara lisan maupun secara tertulis. Dari terjemahan kedua kata itu, dapat dirumuskan pengertian memorandum of understanding adalah dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.


(39)

Munir Fuady, mengartikan memorandum of understanding sebagai Perjanjian Pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara detail, karena itu memorandum of understanding berisikan hal-hal yang pokok saja. Adapun mengenai lain-lain aspek dari memorandum of understanding relatif sama dengan perjanjian-perjanjian lain (Salim HS, 2007: 46).

Unsur-Unsur yang terkandung dalam Memorandum of Understanding tersebut adalah:

1. Para pihak yang membuat memorandum of understanding tersebut adalah subjek hukum baik berupa badan hukum publik maupun badan hukum privat. Badan hukum publik, misalnya negara, pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Adapun badan hukum privat, antara lain Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan Yayasan;

2. Wilayah keberlakuan dari MoU itu, bisa regional, nasional, maupun internasional;

3. Substansi memorandum of understanding adalah kerjasama dalam berbagai aspek kehidupan dalam hal ini dalam kerjasama penanaman modal asing; dan 4. Jangka waktu tertentu, syarat ini digunakan sebagai gambaran berkaitan dengan

lamanya kerja sama itu dilakukan.

Apabila diperhatikan mengenai substansi MoU, di dalamnya berisi kesepakatan para pihak tentang hal-hal yang bersifat umum. Ketentuan yang mengatur tentang


(40)

kesepakatan telah dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu sebagai berikut (Pasal 1320):

(1) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsensus);

(2) Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity); (3) Ada suatu hal tertentu (objek);

(4) Ada suatu sebab yang halal (causa).

Di samping itu, yang dapat dijadikan dasar hukum pembuatan memorandum of understanding adalah Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Asas kebebasan berkontrak, adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan

4. menentukan bentuknya perjanjian, dengan sistem apa, tertulis atupun lisan. Asas ini merupakan asas yang sangat penting dalam pembuatan memorandum of understanding, karena asas ini memperkenankan para pihak apakah itu badan hukum, negara, suatu organisasi ataupun individu untuk melakukan atau membuat MoU yang sesuai dengan keinginan para pihak (Salim HS, 2007: 48).


(41)

Biasanya pada kontrak dengan menggunakan skema PPP ini, untuk mengikat investor asing, Pemerintah selaku Government Contracting Agency melakukan kesepakatan awal dengan melakukan MoU.

2. Kontrak di Bidang Waralaba (Franchise)

Kontrak waralaba pada prinsipnya adalah suatu izin dari franchisor yang diberikan kepada pihak lainnya (franchisee) untuk menggunakan produk atau jasa franchisor, termasuk nama dagang, proses produksi barang dan jasa serta know-how nya. Bentuk ini adalah suatu mekanisme transaksi bisnis yang diciptakan oleh para pedagang untuk memasarkan produknya, tanpa harus mengeluarkan modal tambahan yang besar. Kontrak ini digunakan untuk mengembangkan perusahaan berupa cabang-cabang diberbagai tempat yang wajib dibeli izinnya terlebih dahulu oleh pihak wirausaha lain yang berniat membuka cabang baru dengan waralaba (Huala Adolf, 2008: 115).

Bentuk penanaman modal dengan sistem ini merupakan suatu terobosan yang sangat baik bagi pengembangan bisnis terlebih lagi pada bisnis baru yang butuh suatu tekhnik pemasaran yang optimal dapat mengandalkan bentuk kontrak semacam ini.

3. Kontrak di Bidang Lisensi dan Alih Tekhnologi

Bentuk kontrak lisensi kadang pula dikaitkan dengan kontrak alih tekhnologi. Lisensi disini adalah suatu perizinan yang diberikan oleh pemberi lisensi kepada pihak penerima lisensi untuk melaksanakan kegiatan atau suatu hak yang


(42)

dilindungi. Tanpa izin ini kegiatan tersebut menjadi tidak sah. Dengan adanya perizinan ini pihak kedua memungkinkan untuk menikmati penggunaan suatu hak atas kekayaan intelektual di bidang industri, dengan adanya izin penggunaan ini, pihak pertama memperoleh pembayaran. Nanayakkara mengemukakan bahwa perjanjian lisensi sebenarnya adalah suatu kesepakatan persekutuan atau Partnership. Dalam kesepakatan tersebut pemberi lisensi (licensor) dan penerima lisensi bekerja bersama dalam meningkatkan keuntungan bersama. Apabila persekutuan tersebut berhasil, maka besar kemungkinan kedua pihak mendapat keuntungan (Huala Adolf, 2008: 117).

Bentuk kontrak seperti ini sering ditemui pada negara berkembang yang membutuhkan tekhnologi yang lebih canggih untuk menjalankan suatu usaha. Setiap hak cipta, hak paten, desain industri, dll merupakan unsur dari hak kekayaan intelektual, penggunaannya harus melalui suatu mekanisme perizinan. 4. Kontrak Pembangunan Ekonomi

Kontrak pembangunan ekonomi adalah bentuk kontrak yang dilakukan oleh negara atau badan usaha (perusahaan) milik negara dengan perusahaan swasta asing, biasanya multinational company. Istilah lainnya yang juga para sarjana berikan, misalnya Sornarajah, menyebut kontrak ini sebagai kontrak negara (State contract) (Huala Adolf, 2008: 131).

Bentuk kontrak ini biasanya memiliki ciri-ciri berikut:


(43)

2. nilai kontrak biasanya cukup besar;

3. objek kontrak seperti ini karenanya tidak semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya seperti halnya bentuk kontrak lain, tetapi ada tujuan atau kepentingan umum atau sosialnya, misalnya untuk kepentingan umum (jalan tol atau bendungan) atau hasil pemanfaatannya untuk kepentingan orang banyak (misalnya dari hasil eksplorasi kekayaan alam) seperti halnya di Indonesia misalnya terkait dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; 4. objek kontraknya biasanya tunduk pada monopoli pemerintah (mengingat

bidang yang dicakupnya adalah kepentingan orang banyak);

5. hukum yang berlaku dan dipilih dalam klausul pilihan hukum biasanya adalah hukum nasional dari negara tuan rumah;

6. adanya persyaratan administratif (yang bersifat publik) yaitu misalnya persyaratan untuk melaporkan telah ditandatanganinya suatu perjanjian kepada suatu lembaga publik tertentu (misalnya di Indonesia adalah DPR); dan

7. kontrak seperti ini biasanya objeknya menyangkut kepentingan penduduk atau rakyat banyak. Karena ciri ini, bentuk kontrak ini merupakan bentuk kontrak yang sangat penting bagi negara berkembang pada umumnya. Sornarajah bahkan mengungkapkan bahwa karena pentingnya bidang kontrak yang diatur di dalamnya sehingga negara dengan ketat mengawasinya.

Sesuai dengan nama dan tujuan yang hendak dicapai, kontrak pembangunan memang menjadi perhatian yang lebih bagi negara sedang berkembang.


(44)

Kontrak-kontrak seperti ini biasanya dapat digolongkan ke dalam dua bentuk jenis kegiatan, yaitu:

a. kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah, misalnya pembangunan infrastruktur, seperti konstruksi jalan tol, pelabuhan dan lain-lain; dan

b. kontrak-kontrak pemanfaatan dan eksploitasi sumber kekayaan alam, misalnya kontrak konsesi kekayaan alam (kontrak karya di Indonesia), kontrak production sharing, dan lain lain.

Sumber atau harta kekayaan alam karena penting dan strategisnya, negara berkembang pada umunya mengatur pemanfaatan sumber kekayaan alam ini dalam peraturan perundang-undangannya. Peraturan perundangan seperti ini umumnya memuat aturan mengenai penyerahan hak-hak pertambangan, perpajakan, pengawasan mata uang asing, pengaturan ekspor impor, ketenagakerjaan, keselamatan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan. Ketentuan atau aturan mengenai hubungan antara negara dengan perusahaan asing, sedangkan diatur secara komprehensif dalam perjanjian atau kontrak.

Sebagai contoh kontrak pembangunan ekonomi adalah Kontrak Konsesi (Natural Resources Concession Agreement) atau kontrak konsesi kekayaan alam yang merupakan salah satu bentuk awal (generasi pertama). Kontrak konsesi adalah ... is an agreement that permits a foreign entity to enter the country in which the resources are located and, generally for royalty payments and other remuneration to the host government, permits the company to remove the resources and sell them elsewhere (Huala Adolf, 2008: 131).


(45)

Kontrak konsesi merupakan perjanjian yang memungkinkan suatu kesatuan pihak asing untuk memasuki negara dimana sumber daya berada dan umumnya untuk pembayaran royalti dan remunerasi (pengupahan) lainnya untuk pemerintah tuan rumah, hal ini memungkinkan perusahaan untuk memindahkan sumber daya dan menjualnya di tempat lain. Proses ini sudah banyak terjadi di Indonesia, investor asing dapat menggali sumber daya alam secara leluasa namun royalti serta pengupahan yang diperoleh oleh para kaum buruh tidak satupun terjadi keseimbangan.

Kontrak konsesi memberikan hak eksklusif pembangunan dan eksplorasi sumber kekayaan alam kepada perusahaan asing untuk jangka waktu yang lama. Ciri khas kontrak seperti ini adalah hak yang diberikan karena sifatnya eksklusif, kontrak seperti itu memberikan kewenangan yang luas kepada perusahaan asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara penuh. Negara sebagai pemberi hak memperoleh royalti. Di Indonesia, bentuk kontrak seperti ini yang ternyata kemudian kurang menguntungkan Indonesia adalah perjanjian eksplorasi dan eksploitasi tambang tembaga dan emas di Papua antara RI dengan PT Freeport. Kontak konsesi seiring pekembangannya terdapat 2 (dua) jenis, yaitu (Huala Adolf, 2008: 133):

1. Kontrak Konsesi Generasi Kedua

Kontrak ini disebut juga sebagai “Revised Concession and Equity Participation Agreement”. Negara berkembang selama awal abad ke-20 merasa bentuk


(46)

kontrak konsesi pertama (klasik) sama sekali tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka. Hal inilah yang melatar belakangi kontrak konsesi jenis ini.

Adapun ciri-ciri dari sifat kontrak konsesi generasi kedua ini adalah sebagai berikut :

a. Jangka waktu kontrak semakin berkurang;

b. Pembagian keuntungan lebih besar untuk negara sedang berkembang;

c. Adanya penambahan klausul yang lebih komprehensif, misalnya program kerja perusahaan asing, kewajiban sosial yang lebih besar kepada perusahaan asing, dan tujuan-tujuan pembangunan lainnya;

d. Adanya klausul keikutsertaan modal negara tuan rumah dalam perusahaan patungan atau keikutsertaan dalam upaya ekplorasi dan eksploitasi kekayaan sumber alam yang sifatnya terbuka.

Negara-negara berkembang semakin sadar akan kerugian yang didapat dari adanya kontrak konsesi, pada akhirnya negara-negara berkembang mengambil alih secara sebagian hak-hak dan kewajiban penanaman modal.

2. Kontrak Konsesi Generasi Ketiga

Bentuk kontrak ini tidak secara tegas disebutkan kata konsesi, adapun yang menjadi latar belakang lahirnya konsepsi kedaulatan Piagam Hak dan Kewajiban Ekonomi Negara, dan semakin besarnya campur tangan politik negara terkait pemanfaatan sumber daya alam harus benar-benar digunakan untuk kepentingan negara (rakyat) ke dalam kontrak-kontrak pembangunan.


(47)

Hak perusahaan asing terhadap sumber daya alam dihapus. Peran perusahaan asing sama halnya ibarat seorang kontraktor.

Peran badan usaha asing yang semakin berkurang dengan adanya kontrak konsesi generasi ketiga ini. Negara terlihat sekali memegang perannya yang lebih besar dalam hal pengawasan, bahkan negara pun turut menjadi subjek dalam kontrak dalam perjanjian konsesi generasi ketiga ini, sebagaimana halnya terjadi dalam penanaman modal asing dengan skema PPP yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.

Di sisi lain campur tangan negara terhadap bentuk kontrak ini berakibat pada judul kontrak pengganti kata konsesi. Kata konsesi dihapuskan karena konsep dan semangat bentuk kontrak konsesi tersebut tidak sesuai dengan konsepsi kedaulatan negara. Bentuk kontrak generasi ketiga ini dapat ditemukan pada bentuk kerjasama pemerintah dengan penanaman modal asing dengan skema PPP. Adapun gambaran awal sistem penanaman modal asing dengan skema PPP dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(48)

Gambar 2. Skema Sistem Penanaman Modal Asing PPP Sumber : Olahan Data Tinjauan Pustaka Peneliti

Pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki otoritas tertinggi untuk mengoptimalkan sumber daya alam demi kepentingan masyarakat umum, khususnya di bidang infrastrukstur yang dampaknya sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi bangsa dan wilayah Republik Indonesia menuju kesejahteraan yang selama ini belum terwujud di Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut Pemerintah mengajak Badan Usaha Asing sebagai investor untuk turut serta berpartisipasi menyukseskan sistem investasi melalui skema PPP sebagai bentuk lain dari kontrak konsesi generasi ketiga di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu hubungan timbal balik yang seimbang dan tidak merugikan salah satu pihak dalam pelaksanaanya kelak.

Atas dasar itu pula, pemerintah membentuk suatu lembaga yaitu PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) atau Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF)

Masyarakat Lembaga Penjamin Infrastruktur

Indonesia (PT.PII)

Pemerintah Daerah

Badan Usaha Asing selaku

Investor Penyedia Infrastruktur Pemerintah

Pusat ( Government

Contracting Agency), dsb


(49)

yang merupakan lembaga yang didirikan oleh pemerintah untuk menjamin keberlangsungan dari suatu proyek infrastruktur, proyek infrastruktur yang dijamin oleh lembaga ini hanyalah proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan dalam skema PPP, PT PII akan menjadi ujung tombak dari pembangunan infrastruktur di Indonesia, ditambah lagi bahwa dengan berdirinya PT PII tidak akan ada lagi hambatan jika terdapat kendala pada pembangunan infrastruktur yang terjadi, karena kekhawatian dan resiko yang dihadapi para investor semuanya akan dijamin dengan skema manajemen resiko yang jelas dan menguntungkan.

Keberadaan dari PT PII di Indonesia akan berdampak positif pada pembangunan infrastruktur di antaranya dapat menciptakan kondisi pasar yang menarik untuk pengadaan Infrastruktur dalam skema PPP.S


(50)

E. Kerangka Pikir

Jdjjdfsd

Gambar 3. Alur Kerangka Pikir Penelitian

Deklarasi PBB tentang pembentukan tatanan

Ekonomi Negara Berkembang UUD 1945 beserta peraturan pelaksanaannya

Masyarakat

Badan Usaha Milik Negara PT. PII (Penjaminan Proyek

Infrastruktur) Sistem Penanaman Modal Asing dengan Skema Public Private Partnership (PPP)

Pemerintah

Badan Usaha Asing Penyedia Infrastruktur

Objek hukum dan Mekanisme dalam kontrak PMA dengan skema PPP Para Pihak yang terlibat

dalam kontrak

Penanaman Modal Asing PPP beserta Hak dan Kewajiban Para Pihak

Public Private Partnership (PPP) dalam Aktifitas Penanaman modal Asing


(51)

Keterangan:

Dengan adanya Deklarasi PBB tentang pembentukan tatanan perekonomian negara berkembang sebagai payung hukum negara berkembang khususnya, Indonesia wajib membuka jalan bagi unsur kegiatan penanaman modal asing untuk masuk ke wilayahnya. Hal itu bermotifkan kesejahteraan masyarakat yang mesti dicapai oleh suatu negara berkembang seperti Indonesia yaitu melalui salah satunya penanaman modal asing dengan skema PPP. Untuk mensukseskan sistem penanaman modal asing tersebut pemerintah membentuk suatu badan hukum milik negara yang kegiatannya melakukan penjaminan terhadap proyek infrastruktur yang dibangun menggunakan skema PPP. Perusahaan bentukan pemerintah inipun bertugas melakukan penjaminan atas segala risiko yang timbul akibat pembangunan proyek infrastruktur oleh badan usaha asing penyedia infrastruktur jika tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat.

Mengenai sistem penanaman modal asing itu sendiri bentuknya pemerintah menarik investor asing untuk bekerjasama, bersama-sama pemerintah Indonesia membangun proyek-proyek infrastruktur yang memang potensial untuk kemajuan perekonomian Indonesia khususnya dari sektor riil.

Beberapa upaya yang ditempuh oleh peneliti akan membahas berkenaan dengan Sistem PPP dalam aktifitas Penanaman Modal, para pihak dalam kontrak perjanjian kerjasama, objek hukum, termasuk mekanisme kontrak kerjasama dengan skema PPP ini.


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Abdulkadir Muhammad yaitu penelitian hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dari kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya (Abdulkadir Muhammad, 2004: 101). Penelitian ini akan menelaah peraturan perundang-undangan, serta literatur-literatur yang berhubungan dengan hukum penanaman modal khususnya Penanaman modal asing dengan skema PPP.

Penelitian ini bersifat deskriptif, Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 2004: 50). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara jelas, terperinci dan sistematis mengenai Penanaman modal asing dengan skema PPP.


(53)

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Sesuai dengan spesifikasi hukum tertulis yang menjadi fokus kajian hukum normatif, maka dapat diidentifikasi pula pendekatan masalahnya. Apabila objek kajian fokus pada substansi hukum, maka pendekatan yang sesuai adalah pendekatan normatif analitis substansi hukum (approach of legal content analysis). Jika menggunakan jenis pendekatan ini, maka ada 3(tiga) gradasi pendekatan normatif analitis yang dapat digunakan (Abdulkadir Muhammad, 2004:113), yaitu: 1. Penjelajahan hukum (legal exploration);

2. Tinjauan hukum (legal review); dan

3. Analisis hukum (legal analysis).

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif analitis substansi hukum (approach of legal content analysis). Berdasarkan hal tersebut, maka langkah yang ditempuh yaitu penjelajahan hukum (legal exploration), tinjauan hukum (legal review), analisis hukum (legal analysis).

C. Sumber Data Penelitian

Penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Informasi tertulis yang diperoleh dari data sekunder lazim disebut bahan hukum (law material).


(54)

1. Bahan hukum primer (primary law material): bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, putusan hakim);

2. Bahan hukum sekunder (secondary law material): yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik).

3. Bahan hukum tersier (tertiary law material): yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Rancangan Undang-Undang, kamus hukum, dan ensiklopedia). Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Bahan hukum primer. yang bersumber dari perundang-undangan dengan menelaah antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta

amandemen;

b. Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing

Lembaran-Negara Nomor 138 Tahun 1958;

c. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan Undang Undang

Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 138) yang telah Diubah dan Ditambah dengan


(55)

Undang-Undang Nomor 15 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 42);

d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;

e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;

f. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724.

2. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan adalah Peraturan-Peraturan

Pelaksana mengenai Penanaman Modal Asing dengan skema PPP, antara lain sebagai berikut:

a. Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Penyedia Infrastruktur;

b. Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Penyedia Infrastruktur;

c. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Penjaminan Infrastruktur

Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;

d. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur serta dari berbagai tulisan para ahli di bidang hukum yang isinya relevan


(56)

dengan permasalahan yang diteliti, serta pencarian data baik dari media cetak maupun elektronik seperti data internet, dsb.

3. Bahan hukum tersier yaitu sebagai berikut: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia;

b. Kamus Hukum Indonesia;

c. Kamus Bahasa Inggris dan buku-buku lain yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

D. Metode Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Penelitian hukum normatif mengenal 3 (tiga) jenis metode pengumpulan data sekunder, yaitu (Abdulkadir Muhammad, 2004: 81):

1. Studi Pustaka (bibliography study); 2. Studi dokumen (study document); 3. Studi arsip (file or record study). Penelitian ini menggunakan metode:

1. Studi pustaka, Menurut Abdulkadir Muhammad yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mencatat dan mungutip dari perundang-undangan, naskah kontrak perjanjian, buku-buku literatur, dan data melalui penelusuran di internet yang berkaitan


(57)

dengan penanaman modal asing dengan skemaPPP (Abdulkadir Muhammad, 2004: 81);

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung bagi data sekunder saja. Wawancara dilakukan secara informal kepada Bapak Aditia Prasta sebagai Kepala Seksi Jalan dan Jembatan, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka, langsung terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, Peneliti memilih untuk melakukan wawancara dengan Kepala

Seksi Jalan dan Jembatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (Indonesian

Coordinating Investment) karena beliaulah yang memahami secara detil

mengenai sistem investasi dengan menggunakan skema PPPini.

Setelah itu data yang telah terkumpul diolah, Metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut (Abdulkadir Muhammad, 2004: 126):

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai/relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai bentuk penanaman modal asing dengan skema PPP.

2. Penandaan data (coding), yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data, dalam peneltian ini menggunakan data sekunder dari peraturan perundang-undangan beserta peraturan pelaksanaanya, pemegang


(1)

dengan permasalahan yang diteliti, serta pencarian data baik dari media cetak maupun elektronik seperti data internet, dsb.

3. Bahan hukum tersier yaitu sebagai berikut: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia;

b. Kamus Hukum Indonesia;

c. Kamus Bahasa Inggris dan buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

D. Metode Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Penelitian hukum normatif mengenal 3 (tiga) jenis metode pengumpulan data sekunder, yaitu (Abdulkadir Muhammad, 2004: 81):

1. Studi Pustaka (bibliography study); 2. Studi dokumen (study document); 3. Studi arsip (file or record study).

Penelitian ini menggunakan metode:

1. Studi pustaka, Menurut Abdulkadir Muhammad yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mencatat dan mungutip dari perundang-undangan, naskah kontrak perjanjian, buku-buku literatur, dan data melalui penelusuran di internet yang berkaitan


(2)

dengan penanaman modal asing dengan skema PPP (Abdulkadir Muhammad, 2004: 81);

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung bagi data sekunder saja. Wawancara dilakukan secara informal kepada Bapak Aditia Prasta sebagai Kepala Seksi Jalan dan Jembatan, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka, langsung terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, Peneliti memilih untuk melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Jalan dan Jembatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (Indonesian Coordinating Investment) karena beliaulah yang memahami secara detil mengenai sistem investasi dengan menggunakan skema PPP ini.

Setelah itu data yang telah terkumpul diolah, Metode pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut (Abdulkadir Muhammad, 2004: 126):

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai/relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai bentuk penanaman modal asing dengan skema PPP.

2. Penandaan data (coding), yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data, dalam peneltian ini menggunakan data sekunder dari peraturan perundang-undangan beserta peraturan pelaksanaanya, pemegang


(3)

hak cipta dengan mencantumkan sumber data baik dari internet, maupun media cetak ataupun elektronik.

3. Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini menyusun data mulai dari data umum ke khusus. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

4. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

Metode pengolahan data dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai/relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai penanaman modal asing dengan skema PPP;

2. Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini menyusun data mulai dari data umum ke khusus;

3. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

Analisis data dilakukan secara kualitatif, komprehensif dan lengkap. Analisis kualitatif menurut Abdulkadir Muhammad adalah menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif,


(4)

sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis (Abdulkadir Muhammad, 2004: 128). Dalam penelitian ini data akan diuraikan ke dalam bentuk-bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis dan logis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan mengenai penanaman modal asing dengan skema PPP.


(5)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Penanaman Modal Asing dengan skema PPP merupakan salah satu bentuk kegiatan menanam modal yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur fisik dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur di wilayah Republik Indonesia melalui Perjanjian Kerjasama atau Pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dengan Badan Usaha.

Bentuk penanaman modal asing dengan skema PPP ini merupakan suatu bentuk penyertaan modal asing (skema kemitraan/kerjasama) dengan modal dalam negeri bersumber dari APBN (pemerintah) sedangkan bentuk kerjasama dalam sistem

penanaman modal ini dapat berupa Build-Own-Transfer (BOT) dan berbagai variasi

bentuk lainnya dengan tema sama. Build-Own-Transfer (BOT) merupakan kontrak antara instansi pemerintah dan badan usaha/swasta (special purpose company), dimana badan usaha bertanggung jawab atas desain akhir, pembiayaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan (O&M) sebuah proyek investasi bidang infrastruktur selama beberapa tahun, biasanya dengan transfer aset pada akhir masa kontrak.


(6)

Berbagai kelebihan praktis tersedia dari pengimplementasian sistem penanaman modal asing dengan skema PPP ini sedangkan kekurangan dari sistem penanaman modal dengan skema PPP ini adalah pembangunan proyek infrastruktur yang tidak efisien dalam segi waktu karena akan memakan waktu yang cukup lama padahal telah terbentuk komite khusus yang menangani hal tersebut yaitu Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur namun pembangunan proyek infrastruktur-infrastruktur yang masuk dalam daftar proyek infrastruktur-infrastruktur dengan skema PPP berjalan lambat. Hal itu disebabkan kurangnya fokus pemerintah dalam pengembangan proyek infrastruktur skema PPP saat ini.

B. Saran

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang telah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011, sebaiknya dengan adanya Komite ini pemerintah dapat benar-benar meningkatkan kinerja dengan fokus mengembangkan pembangunan proyek infrastruktur yang akan dibangun dengan skema PPP tidak hanya pada investor asing terdekat namun dapat dipromosikan kepada badan usaha swasta pada negara-negara yang berprospek tinggi yang kira-kira akan tertarik untuk berinvestasi di bidang Infrastruktur seperti: Amerika, Jerman, Belanda, Denmark, dll bahkan tidak menutup kemungkinan pada badan usaha besar yang terdapat di dalam negeri sehingga proses penanaman modal asing dengan skema PPP ini nantinya dapat berlangsung cepat, tepat, dan bermanfaat.