PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)

(1)

SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN

ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

(STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)

(Tesis)

Oleh:

PUJO ASMANTO

NPM: 0721011040

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS LAMPUNG 2010


(2)

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP

SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN

ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING

(STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)

Oleh:

PUJO ASMANTO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER MANAJEMEN

Pada

Program Pascasarjana Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS LAMPUNG 2010


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul ”Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating

(Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Metro)” adalah karya Saya sendiri dan Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik yang Plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, Saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, Saya bersedia dan sanggup ditunutut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandarlampung, Juli 2010. Pembuat Pernyataan,

Pujo Asmanto NPM. 0721011040


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN

TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN

DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

SEBAGAI VARIABEL MODERATING (STUDI

EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA

METRO) Nama Mahasiswa : Pujo Asmanto Nomor Pokok Mahasiswa : 0721011040

Konsentrasi : Akuntansi dan Pengawasan Keuangan Negara Program Studi : Magister Manajemen

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

MENYETUJUI Komisi Pembimbing Pembimbing I

Dr. Einde Evana, SE, Akt. M.Si. NIP.195606201986031003

Pembimbing II

Ernie Hendrawaty, SE., M.Si NIP.196911282000122001

Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Lampung Ketua Program Studi

Dr. H. Irham Lihan, SE., M.Si. NIP.195909061986031003


(5)

(6)

MENGESAHKAN

1. Komisi Penguji :

1.1. Ketua Komisi Penguji

(Pembimbing I) : Dr. Einde Evana, SE, Akt. M.Si. ... 1.2. Anggota Komisi Penguji

(Penguji Utama ) : Dr. H. Irham Lihan, SE., M.Si. ...

1.3. Pembimbing II : Ernie Hendrawaty, S.E, M.Si. ...

2. Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Pj. Dekan,

Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. NIP. 195809231982111001

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Abdul Karim Salam, M.Sc. NIP. 131479035


(7)

i ABSTRAK

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI

VARIABEL MODERATING (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)

Oleh

PUJO ASMANTO

Proses penyusunan anggaran (penganggaran) sektor publik dengan pendekatan kinerja pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melibatkan banyak pegawai yang ada dalam SKPD tersebut. Permasalahan yang timbul dari keterlibatan staf dan pejabat eselon tingkat bawah dan menengah ini adalah terciptanya senjangan anggaran (budgetary slack). Variabel komitmen organisasi digunakan sebagai variabel moderating untuk menyelidiki pengaruh variabel tersebut terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran jika digunakan Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating (studi empiris pada Pemerintah Kota Metro); dan hipotesis yang diuji adalah: “Partisipasi Anggaran berpengaruh signifikan terhadap Senjangan Anggaran jika digunakan Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating”.

Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah tiga orang pejabat eselon tiga (setingkat kepala bagian dan kepala bidang) dan satu orang Kasubbag. Keuangan pada masing-masing SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Metro.

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partisipasi Anggaran, sedangkan variabel dependennya adalah Senjangan Anggaran. Adapun Komitmen Organisasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai variabel pemoderasi. Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah metode statistik regresi berganda (multiple regression) menggunakan MRA (Moderated Regression Analysis).


(8)

ii

menunjukkan bahwa peningkatan Komitmen Organisasi akan menyebabkan penurunan Senjangan Anggaran yang dilakukan oleh pegawai yang berpartisipasi dalam menyusun anggaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan interaksi antara variabel Komitmen Organisasi dengan Partisipasi Anggaran akan menurunkan kecenderungan pegawai yang berpartisipasi dalam menyusun anggaran untuk menciptakan Senjangan Anggaran (studi empiris pada Pemerintah Kota Metro). Kata kunci: partisipasi anggaran, komitmen organisasi, senjangan anggaran


(9)

iii ABSTRACT

BUDGETARY PARTICIPATION EFFECT TOWARD BUDGETARY SLACK BY EXAMINING ORGANIZATIONAL COMMITMENT AS

MODERATING VARIABLE (EMPIRICAL STUDY ON CITY GOVERNMENT METRO)

By

PUJO ASMANTO

Budgeting process approach to public sector performance at the Unit level (SKPD) involves many employees are there in SKPD. Problems arising from the involvement of staff and lower echelon officials and middle level is the creation of budgetary slack. Organizational commitment variable is used as a moderating variable to investigate the influence of these variables on the relationship between budget participation and budgetary slack.

This study aims to determine the effect of budgetary participation on budgetary slack when used Organizational Commitment as a moderating variable (an empirical studies at Metro City Government); and hypotheses tested were: "Budget Participation significant effect on budgetary slack when Organizational Commitment used as a moderating variable".

The data used are primary data obtained by using the techniques of data collection through questionnaire distribution. Respondents in this study were three echelon three (level of section chief and head of the field) and one person Head of Subdivision of Finance. Finance in their respective environments SKPD in Metro City Government.

Independent variables used in this study is the budgetary participation, while the dependent variable budgetary slack. The Organizational Commitment in this study serves as a moderating variable. The analysis tools to test hypotheses is the method of multiple regression using the MRA (Moderated Regression Analysis). Results from this study can be concluded that there was a significant effect of budgetary participation variable with the inclusion of budgetary slack variable as a variable moderating Organizational Commitment. These results suggest that


(10)

iv

variables with budgetary participation will reduce the tendency of employees who participated in drafting the budget to create budgetary slack (an empirical study at Metro City Government).


(11)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasih karunia-Nya tesis dengan judul “PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN

TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN

ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)“ dapat diselesaikan.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Magister Manajemen di Universitas Lampung, konsentrasi Akuntansi dan Pengawasan Keuangan Negara.

Proses pembelajaran yang dialami selama ini memberikan kesan dan makna mendalam bahwa ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis masih sangat terbatas. Bimbingan, keteladanan dan bantuan dari berbagai pihak yang diperoleh penulis mempermudah proses pembelajaran tersebut. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Einde Evana, SE, Akt. M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan tesis ini. 2. Ibu Erni Hendrawaty, SE, M.Si., selaku dosen pembimbing II, yang telah

membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.


(12)

vii Universitas Lampung.

5. Bapak dan Ibu Kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Metro beserta seluruh pegawai yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

6. Istriku Sari Indira Margaretha Sihite, ST., yang selalu menopang dan memberi motivasi, bantuan, doa dan pengertiannya dalam proses penyusunan tesis ini.

7. Teman-teman mahasiswa angkatan VIII kelas Akuntansi dan Pengawasan Keuangan Negara yang telah bersama-sama menimba ilmu, berbagi pengalaman serta memberikan bantuan dan dorongan moril selama perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini, juga semua pihak yang telah berjasa membantu penulis selama masa perkuliahan dan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2010 Penulis

Pujo Asmanto.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Kerangka Pemikiran ... 8

1.5 Hipotesis ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Anggaran ... 12

2.3 Proses Penyusunan Anggaran ... 17

2.4 Partisipasi Anggaran ... 22

2.5 Senjangan Anggaran ... 26

2.6 Komitmen Organisasi ... 27

2.7 Variabel Moderating ... 35

2.8 Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran... 38

2.9 Pengaruh Interaksi Komitmen Organisasi pada Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran ... 40

III. METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Objek Penelitian ... 43

3.2. Populasi dan Sampel ... 43

3.3. Pengumpulan Data ... 43


(14)

ix

3.5. Metode Analisis ... 46

3.5.1. Pengujian Instrumen Penelitian... 46

3.5.2. Uji Asumsi Klasik Model Regresi ... 47

3.5.3. Uji Identifikasi Variabel Moderasi ... 53

3.5.4. Uji Hipotesis ... 54

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1. Deskripsi Pengumpulan Data ... 56

4.2. Demografi Responden ... 56

4.3. Analasis Validitas dan Reliabilitas ... 58

4.3.1. Uji Validitas ... 58

4.3.2. Uji Reliabilitas ... 62

4.4. Uji Asumsi Klasik ... 62

4.4.1. Uji Heteroskedastisitas ... 62

4.4.2. Uji Autokorelasi ... 63

4.4.3. Uji Multikolinearitas ... 63

4.4.4. Uji Normalitas ... 64

4.5. Uji Identifikasi Variabel Moderasi ... 65

4.6. Uji Hipotesis ... 67

4.7. Pembahasan ... 71

V. KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 75

5.3. Keterbatasan ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(15)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jenis jenis Variabel Moderator ... 35

2 Durbin Watson d test ... 49

3 Data Demografi Responden ... 57

4 Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi Anggaran (X1)... 59

5 Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi (X2) ... 60

6 Hasil Uji Validitas Variabel Senjangan Anggaran (Y) ... 61

7 Model Summary output SPSS untuk persamaan 1 ... 67

8 Uji Statistik F output SPSS untuk persamaan 1 ... 68

9 Coefficient output SPSS untuk persamaan 1 ... 69

10 Model Summary output SPSS untuk persamaan 3 ... 69

11 Hasil Uji F output SPSS untuk persamaan 3 ... 69

12 Hasil Regresi variabel Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating hubungan antara variabel Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran ... 70


(16)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ... 10 2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ... 18 3 Variabel Moderating ... 35


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberlakuan Undang Undang (UU) nomor: 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU nomor: 33 tahun 2004 yang berisi tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah telah mengubah akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal (pertanggungjawaban

kepada pemerintah pusat) menjadi pertanggungjawaban horisontal

(pertanggungjawaban kepada masyarakat melalui DPRD). Hal ini mendukung konsep agency theory yang memposisikan pemerintah daerah sebagai agent dan rakyat yang diwakili oleh DPRD sebagai principal.

Anggaran pemerintah daerah (pemda) yang lebih dikenal dengan istilah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan unsur penting dalam pengelolaan pemerintah daerah yang akuntabel. Mardiasmo (2002) menjelaskan bahwa wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya agar dapat berjalan dengan baik dengan tujuan untuk mencapai kinerja yang


(18)

Lingkup anggaran menjadi penting bagi pemda selaku organisasi sektor publik karena berdampak terhadap akuntabilitas pemda dan berhubungan dengan fungsi pemda dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Anggaran penting bagi pemda karena: (1) anggaran merupakan alat bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (anggaran sebagai alat utama kebijakan fiskal); (2) adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resuources). Pada dasarnya kebutuhan dan keinginan masyarakat tidak terbatas dan terus berkembang sedangkan sumber daya yang ada terbatas; (3) untuk meyakinkan bahwa pemda telah bertanggungjawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh pemda (Mardiasmo, 2002). Selain itu, anggaran merupakan alat untuk mencegah informasi asimetri dan perilaku disfungsional dari agent atau pemerintah daerah (Yuhertiana, 2003 dalam Suhartono dan Solichin, 2006).

Anggaran juga merupakan elemen penting dalam sistem pengendalian manajemen karena anggaran tidak saja sebagai alat perencanaan keuangan, tetapi juga sebagai alat pengendalian, koordinasi, komunikasi, evaluasi kinerja dan motivasi (Halim, 2001). Anggaran merupakan dokumen/kontrak politik antara pemerintah dan DPRD untuk masa yang akan datang (Mardiasmo, 2002). DPRD akan mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai dengan agency theory yang memposisikan pemerintah sebagai agent dan DPRD (wakil rakyat) sebagai principal.


(19)

Anggaran yang efektif membutuhkan kemampuan memprediksi masa depan, yang meliputi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Kepala daerah selaku manajer pemerintah daerah perlu menyusun anggaran dengan baik karena anggaran merupakan perencanaan keuangan yang menggambarkan seluruh aktivitas operasional organisasi (pemda) (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Asriningati, 2006). Kesalahan memprediksi akan mengacaukan rencana yang telah disusun dan berdampak terhadap penilaian kinerjanya.

Akuntabilitas melalui anggaran meliputi penyusunan anggaran sampai dengan pelaporan anggaran. Proses penyusunan anggaran (penganggaran) sektor publik dengan pendekatan kinerja melibatkan banyak pihak baik dari pihak eksekutif maupun legislatif. Penganggaran pada pemda dimulai dari tahap penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD dengan menggunakan bahan dari Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)

(Peraturan Pemerintah nomor: 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah). Sedangkan tahap penganggaran pada tingkat unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terdiri dari tahap penyusunan Rencana Strategi

(Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD. Pada tahap penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD ini, masing-masing SKPD mengusulkan rancangan anggaran kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran berdasarkan Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang diterbitkan oleh Kepala Daerah.


(20)

Proses penganggaran di lingkungan SKPD melibatkan banyak pegawai (staf, pejabat eselon 4 hingga pejabat eselon 3) yang ada dalam SKPD tersebut.

Permasalahan yang timbul dari keterlibatan staf atau bawahan dan pejabat eselon tingkat bawah dan menengah ini adalah terciptanya senjangan anggaran

(budgetary slack). Anthony dan Govindarajan (1998) dalam Asriningati (2006) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi yang sesungguhnya dengan tujuan agar target dapat lebih mudah dicapai oleh bawahan. Namun menurut Waller (1988) dalam Asriningati (2006), anggaran yang mengandung senjangan akan berdampak negatif karena akan mengurangi efektivitas anggaran dalam perencanaan dan pengawasan organisasi.

Fenomena senjangan anggaran banyak terjadi pada Pemerintah Kota Metro terutama pada sektor pendapatan daerah. Salah satu contoh senjangan anggaran yang terjadi pada Pemerintah Kota Metro adalah pendapatan daerah dari

penjualan benih ikan. Pendapatan dari penjualan benih ikan merupakan tanggung jawab Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Ikan (UPT BBI) yang merupakan unit kerja dari Dinas Pertanian. Data penerimaan Tahun Anggaran (TA) 2009, realisasi penerimaan dari UPT BBI adalah sebesar Rp.10.250.000,00 dari target sebesar Rp.10.000.000,00. Dan target untuk TA 2010 adalah sebesar Rp.10.000.000,00. Berdasarkan sarana dan prasarana dan potensi yang dimiliki oleh UPT BBI, penerimaan dari penjualan benih ikan dapat ditingkatkan menjadi 200% dari target yang telah ditetapkan. Terlebih lagi pada TA 2009 pada UPT BBI telah dilaksanakan pembangunan penambahan dan perbaikan kolam ikan sehingga seharusnya target penerimaan TA 2010 lebih besar daripada TA 2009.


(21)

Penelitian yang telah dilakukan oleh Latuheru (2005) menyatakan bahwa hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Latuheru (2005) menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat (Onsi (1973); Camman (1976); Merchant (1985) dan Dunk (1993)). Sedangkan hasil penelitian Lowe dan Shaw (1968); Young (1985) dan Lukka (1988), berbeda dengan penelitian yang dilakukan Onsi, Camman, Merchant, dan Dunk. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa partisipasi anggaran dan senjangan anggaran mempunyai hubungan positif, yaitu peningkatan partisipasi semakin meningkatkan senjangan anggaran.

Menurut Nouri dan Parker (1996) dalam Latuheru (2005), hasil penelitian yang berlawanan ini mungkin karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran, sehingga dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dorongan atasan (manajer atau pejabat eselon) dan pegawai yang terlibat dalam penyusunan anggaran untuk melakukan senjangan anggaran masih tetap belum dapat disimpulkan

penyebabnya. Riyanto (2003) dalam Suhartono dan Solichin (2006) mengatakan bahwa belum adanya kesatuan hasil penelitian mengenai anggaran dan

implikasinya kemungkinan disebabkan adanya faktor-faktor tertentu (moderating factor) atau dikenal dengan istilah variabel kontijensi (contingency variable).

Pada penelitian ini digunakan variabel komitmen organisasi sebagai variabel moderating untuk menyelidiki pengaruh variabel tersebut terhadap hubungan


(22)

antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran. Latar belakang dipilihnya variabel komitmen organisasi dalam penelitian ini adalah karena komitmen organisasi dapat menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat yang dimiliki oleh pegawai atau bawahan terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasinya baik pada perusahaan swasta ataupun pada instansi pemerintah (Mowday et al, 1979 dalam Latuheru, 2005). Komitmen organisasi yang kuat didalam individu akan menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan kepentingan yang sudah direncanakan (Angledan Perry, 1981 dalam Latuheru, 2005). Bawahan yang memiliki tingkat komitmen organisasi tinggi akan memiliki pandangan positif dan lebih berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et al., 1974 dalam Latuheru, 2005). Komitmen yang tinggi menjadikan individu peduli dengan nasib organisasi dan berusaha menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik, sehingga dengan adanya komitmen yang tinggi kemungkinan terjadinya senjangan anggaran dapat dihindari. Sebaliknya, individu dengan komitmen rendah akan mementingkan dirinya atau kelompoknya. Individu tersebut tidak memiliki keinginan untuk menjadikan organisasi ke arah yang lebih baik, sehingga memungkinkan

terjadinya senjangan anggaran yang lebih besar apabila individu tersebut terlibat dalam penyusunan anggaran.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis memberi judul tesis ini “Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Pemerintah Kota Metro)”.


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah yang diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah Partisipasi Anggaran berpengaruh terhadap Senjangan Anggaran jika digunakan Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating?”

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran jika digunakan Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating (studi kasus pada Pemerintah Kota Metro).

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan akuntansi keperilakuan dan manajemen. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi Pemerintah Daerah Kota Metro yang menerapkan partisipasi

penyusunan anggaran dalam mencapai tujuan organisasi.

1.4. Kerangka Pemikiran

Proses penyusunan anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Asriningati, 2006), terutama bagi individu yang terlibat langsung dalam penyusunan anggaran. Misalnya ketika


(24)

bawahan (pegawai) yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, padahal bawahan tersebut memiliki informasi yang dapat digunakan untuk membantu keakuratan anggaran organisasi. Perkiraan bias tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan prospek penerimaan yang lebih rendah, dan prospek biaya yang lebih baik, sehingga target anggaran dapat lebih mudah dicapai. Tindakan bawahan ini dilakukan karena sistem penilaian kinerja yang dilakukan atasan terhadap bawahan diukur berdasarkan tingkat capaian sasaran anggaran. Sehingga dengan tercapainya sasaran anggaran, bawahan berharap dapat dinilai memiliki kinerja yang baik oleh atasannya.

Namun, bagi organisasi, laporan anggaran yang bias akan mengurangi keefektifan anggaran dalam perencanaan dan pengawasan organisasi (Waller, 1988 dalam Asriningati, 2006).

Perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi terbaik bagi organisasi ini disebut senjangan anggaran (budgetary slack) (Anthony dan Govindarajan, (1998) dalam Latuheru (2005)). Dengan kata lain, senjangan anggaran merupakan pelaporan jumlah anggaran yang dengan sengaja dilaporkan melebihi sumber daya yang dimiliki organisasi dan mengecilkan kemampuan produktivitas yang dimilikinya (Young (1985) dalam Latuheru (2005)).

Beberapa penelitian dibidang akuntansi mengemukakan bahwa para manajer tingkat bawah (pejabat eselon 3, 4 dan staf ) mempunyai informasi yang lebih akurat daripada para atasannya mengenai kondisi-kondisi organisasi (instansi) tempat mereka bekerja. Manajer tingkat bawah juga seringkali memiliki informasi


(25)

yang lebih baik mengenai level anggaran yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan aktivitas-aktivitas organisasinya daripada manajer tingkat atas. Oleh karena itu, para manajer tingkat bawah akan berusaha untuk memberikan

informasi tersebut kedalam usulan anggarannya untuk menjamin bahwa mereka memperoleh sumber-sumber yang mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitasnya.

Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para manajer tingkat bawah berusaha keras mencapai tujuan organisasi (Angel dan Perry, 1981 dalam Sardjito dan Muthaher, 2007). Kecukupan anggaran tidak hanya secara langsung

meningkatkan prestasi kerja, tetapi juga secara tidak langsung (moderasi) melalui komitmen organisasi. Selain itu, komitmen organisasi dapat merupakan alat bantu psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian kinerja yang diharapkan. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula (Sardjito dan Muthaher, 2007). Komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi menjadi lebih baik. Sebaliknya, komitmen organisasi yang rendah akan membuat individu cenderung berbuat untuk berbuat untuk kepentingan pribadinya saja.

Berdasarkan uraian tersebut dibuat kerangka pemikiran seperti pada gambar 1 berikut:


(26)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang dibangun dan akan diuji pada penelitian ini adalah: “Partisipasi Anggaran berpengaruh negatif terhadap Senjangan Anggaran jika digunakan Komitmen Organisasi sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara Partisipasi Angaran terhadap Senjangan Anggaran”.

Rencana Strategi SKPD

Rencana Kerja SKPD

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja

Perangkat Daerah (RKA-SKPD)

Rancangan APBD

Partisipasi Anggaran (X1)

Senjangan Anggaran (Y)

Komitmen Organisasi sebagai variabel moderating (X2)


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Latuheru (2005) telah meneliti mengenai: Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan industri di Maluku sebagai populasinya. Hasil penelitiannya telah menunjukkan bahwa interaksi antara variabel komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran akan menurunkan kecenderungan manajer dalam menciptakan senjangan anggaran. Latuheru selanjutkan menjelaskan bahwa hal tersebut mungkin disebabkan manajer yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi.

Veronica dan Krisnadewi meneliti mengenai Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi, dan Kompleksitas Tugas terhadap Slack Anggaran pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kabupaten Badung. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: bahwa partisipasi anggaran, penekanan anggaran, komitmen organisasi dan kompleksitas tugas baik secara simultan maupun parsial, berpengaruh signifikan terhadap slack anggaran pada BPR di Kabupaten Badung.


(28)

Anissarahma (2008) melakukan penelitian tentang Pengaruh Partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri, Budget Emphasis dan Komitmen Organisasi terhadap

Timbulnya Slack Anggaran (Studi Kasus pada PT Telkom Yogyakarta) dengan kesimpulan yaitu partisipasi anggaran, informasi asimetri, budget emphasis dan komitmen organisasi baik secara simultan maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap slack anggaran.

2.2. Anggaran

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial

(Mardiasmo, 2002). Anggaran dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu anggaran sektor publik dan anggaran sektor swasta. Anggaran sektor publik berisi rencana

kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.

Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu:

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup


(29)

2. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade off.

3. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah

bertanggung jawab terhadap masyarakat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.

Anggaran sektor publik mempunyai 8 (delapan) fungsi utama, yaitu:

1. Alat Perencanaan (Planning Tool)

Anggaran merupakan alat alat perencanaan manajamen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:

a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan;

b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya; c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah

disusun, dan;


(30)

2. Alat Pengendalian (Control Tool)

Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat

dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran, pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan-pemborosan publik.

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah.

Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada korupsi dan pemborosan.

3. Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan

prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk

mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.


(31)

4. Alat Politik (Political Tool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajemen publik.

5. Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication Tool)

Setiap unit kerja pemerintah terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.

6. Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool)

Anggaran merupakan perwujudan komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan


(32)

anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7. Alat Motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attianable atau demanding but achieveable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.

8. Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public Sphere)

Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan DPR/DPRD. Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba memengaruhi anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisasi akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada. Pengangguran, tuna wisma dan kelompok lain yang tak terorganisasi akan dengan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara mereka, maka mereka akan mengambil tindakan dengan jalan lain seperti dengan tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme dan sebagainya.


(33)

2.3. Proses Penyusunan Anggaran

Proses penyusunan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran. Henley menyatakan bahwa prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dan sektor publik (Mardiasmo, 2002). Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas: (1) tahap persiapan anggaran (preparation); (2) tahap ratifikasi (approval/ratification); (3) tahap implementasi (implementation); dan (4) tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and

evaluation). Dari keempat tahap tersebut, yang termasuk dalam proses

penyusunan anggaran adalah tahap pertama dan kedua, sedangkan tahap ketiga dan keempat termasuk tahap pelaksanaan serta pelaporan dan evaluasi.

Peraturan Pemerintah (PP) nomor: 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor: 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan tentang proses penyusunan anggaran pemda seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2 menyatakan dua dari empat tahap yang ada dalam siklus anggaran yaitu tahap persiapan anggaran dan tahap ratifikasi. Tahap persiapan anggaran dimulai dari proses penyusunan RPJMD sampai dengan tahap penyusunan RKA-SKPD. Dan tahap ratifikasi dimulai dari tahap pembahasan RAPBD antara pemda dan pihak legislatif, sampai dengan tahap penetapan perda APBD.

Permendagri nomor: 13 tahun 2006 menjelaskan bahwa sebagai tahap awal dalam menyusun anggaran (APBD), pemda menyusun Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka


(34)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)

Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD)

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KUA)

Nota Kesepakatan

Pedoman Penyusunan RKA SKPD (Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD)

Pembahasan RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)

Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RPD APBD) + Rancangan Peraturan Kepala Daerah Tentang

Penjabaran APBD

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RPD APBD) + Rancangan Peraturan Kepala Daerah

Tentang Penjabaran APBD

Penetapan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RPD APBD) + Peraturan Kepala Daerah Tentang Penjabaran

APBD

Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Permendagri tentang Penyusunan

APBD Tahap Persiapan Anggaran Tahap Ratifikasi Partisipasi Anggaran


(35)

Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Rencana Kerja (Renja) SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Rencana Strategi (Renstra) SKPD yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan Renstra SKPD

memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD (PP nomor: 58 tahun 2005). Renstra dan Renja SKPD biasanya disusun oleh tim yang terdiri dari beberapa pejabat eselon tiga dan empat dan staf yang ditunjuk oleh masing-masing kepala SKPD. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh

pemerintah, pemda maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selanjutnya Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemda untuk setiap urusan pemda yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya

(mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah). Rancangan KUA tersebut selanjutnya disampaikan kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas (dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD)


(36)

dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Setelah disepakati, rancangan KUA tersebut menjadi KUA.

KUA tersebut dijadikan dasar bagi pemda untuk menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan disampaikan kepada DPRD untuk dibahas oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Dan rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPA.

KUA dan PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Berdasarkan nota kesepakatan tersebut, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Pada tahap ini kepala SKPD selanjutnya membentuk tim anggaran (biasanya terdiri dari pejabat eselon 3, 4 dan staf bagian tata usaha) internal instansinya.

RKA-SKPD disusun menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja dan pembiayaan serta perkiraan maju untuk tahun berikutnya dan juga memuat informasi tentang urusan pemda, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.


(37)

RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran

sebelumnya dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. RKA-SKPD tersebut selanjutnya oleh PPKD dijadikan bahan penyusunan

rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah. Sebelum disampaikan kepada DPRD, rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD disosialisasikan kepada masyarakat.

Setelah disetujui oleh DPRD, kedua rancangan peraturan tersebut dievaluasi oleh Gubernur. Dan kedua rancangan peraturan yang telah dievaluasi tersebut

selanjutnya ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.

Berdasarkan tahapan penyusunan anggaran pemda tersebut, yang menjadi

perhatian dalam penelitian ini adalah tahap penyusunan RKA-SKPD dimana pada tahap ini pegawai dan staf yang diberi tugas untuk menyusun anggaran


(38)

2.4. Partisipasi Anggaran

Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuat keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Partisipasi anggaran merupakan proses yang menggambarkan keterlibatan individu-individu dalam penyusunan anggaran dan pengaruhnya terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell dalam Aprilia, 2008). Dari istilah tersebut maka dinyatakan bahwa partisipasi anggaran dapat digunakan untuk melihat keikutsertaan seseorang terhadap aktivitas anggaran yang dibuat.

Meilyana (2006) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) aspek penting yang terkandung dalam pengertian tersebut, yaitu:

1. Keterlibatan emosi dan mental pegawai; berpartisipasi berarti pegawai lebih melibatkan faktor psikologi (emosi dan mental) daripada faktor fisik. Pegawai yang berpartisipasi tinggi akan tampak dalam perilakunya yaitu aktivitas kerja yang kreatif, semangat kerja yang tinggi guna mencapai target anggaran.

2. Motivasi untuk memberikan kontribusi/menyumbangkan ide-ide; pegawai diberikan kesempatan untuk menyumbangkan dan merealisasikan ide-ide dan kreativitasnya dalam mencatai target anggaran.

3. Tanggung jawab kelompok; partisipasi menuntut pegawai untuk mampu menerima tanggung jawab kelompok untuk mencapai keberhasilan instansi tersebut.

Menurut Sardjito dan Muthaher (2007), partisipasi anggaran adalah tingkat seberapa jauh keterlibatan dan pengaruh individu dalam menentukan dan


(39)

menyusun anggaran yang ada dalam divisi atau bagiannya, baik secara periodik maupun tahunan. Chong dalam Bawono dan Ompusunggu (2006) menyatakan partisipasi anggaran sebagai proses dimana bawahan diberikan kesempatan untuk terlibat dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran.

Govindarajan dalam Asriningati (2006) mendefinisikan partisipasi anggaran sebagai keterlibatan manajer-manajer pusat pertanggungjawaban (manajer tingkat bawah) dalam hal yang berkaitan dengan penyusunan anggaran. Sementara Kenis dalam Asriningati (2006) mendefinisikan partisipasi anggaran sebagai tingkat partisipasi bawahan dan manajer tingkat bawah dalam mempersiapkan anggaran dan mereka memiliki pengaruh dalam menentukan pencapaian sasaran anggaran di pusat pertanggungjawabannya.

Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka pegawai akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan, dan pegawai juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani (1975) dalam Darlis (2002)). Kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi oleh para bawahan akan meningkatkan efektivitas organisasi, karena memiliki konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

Siegel dan Marconi (1989) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa dengan dilibatkannya manager dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta


(40)

membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran. Keuntungan lain dari partisipasi adalah memacu peningkatan moral dan inisiatif bagi mereka untuk mengembangkan ide dan informasi pada seluruh tingkat manajemen, meningkatkan group cohesiveness (kesatuan kelompok) yang kemudian

meningkatkan kerjasama antar individu dalam pencapaian tujuan, terbentuknya group internalization yaitu penyatuan tujuan individu dan organisasi, menghindari tekanan dan kebingungan dalam melaksanakan pekerjaan dan manajer menjadi tanggap terhadap masalah-masalah sub unit tertentu serta memiliki pemahaman yang lebih baik tentang ketergantungan antar departemen.

Partisipasi juga dapat mengurangi tekanan dan kegelisahan para bawahan, karena mereka dapat mengetahui suatu tujuan yang relevan, dapat diterima dan dapat dicapai. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pusat pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara umum. Onsi (1973) dalam Latuheru (2005) juga

berpendapat bahwa partisipasi akan mengarah pada komunikasi yang positif, karena dengan partisipasi akan terjadi mekanisme pertukaran informasi. Selain, itu masing-masing informasi tentang rencana kerja mereka (Hopwood (1976) dalam Darlis (2002)).

Garisson dan Noreen (2000) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa keunggulan partisipasi adalah menghargai pendapat dan pandangan pegawai tingkat menengah dan bawah sehingga mereka lebih cenderung terdorong untuk mencapai anggaran. Selain itu, dalam penganggaran partisipasi terdapat sistem kendali yang unik, yaitu kesalahan dan tanggung jawab terdapat pada penyusun anggaran itu sendiri


(41)

sehingga mereka tidak dapat berdalih bahwa anggaran tidak masuk akal untuk dicapai.

Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa penganggaran partisipasi memiliki dua keunggulan yaitu:

1. Tujuan anggaran akan dapat lebih mudah diterima apabila anggaran tersebut berada dibawah pengawasan manajer.

2. Penganggaran partisipasi menghasilkan pertukaran informasi yang efektif antara pembuat anggaran dan pelaksana anggaran.

Partisipasi dalam penyusunan anggaran lebih memungkinkan bagi para bawahan untuk melakukan negosiasi dengan atasan mereka mengenai kemungkinan target anggaran yang dapat dicapai. Jika keterlibatan bawahan dalam penyusunan anggaran disalahgunakan, maka akan menimbulkan senjangan anggaran. Hal ini terjadi ketika bawahan melaporkan informasi yang bias demi kepentingan

pribadinya. Dunk (1993) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa penganggaran partisipasi dapat menyebabkan senjangan anggaran, yaitu perbedaan antara jumlah sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas secara efisien dengan jumlah yang diajukan oleh manajer yang bersangkutan untuk mengerjakan tugas yang sama.

Menurut Hansen dan Mowen (1997) dalam Aprilia (2008) terdapat 3 (tiga) masalah yang timbul yang menjadi kelemahan dalam partisipasi penganggaran, yaitu:

1. Pembuatan standar yang terlalu tinggi atau rendah, sejak yang dianggarkan menjadi tujuan manajer.


(42)

2. Senjangan anggaran, adalah perbedaan antara jumlah sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas secara efisien dengan jumlah yang diajukan oleh manajer yang bersangkutan untuk mengerjakan tugas yang sama.

3. Pseudoparticipation, yaitu bahwa organisasi menggunakan partisipasi dalam menyusun anggaran padahal sebenarnya tidak. Dalam hal ini bawahan terpaksa menyatakan persetujuan terhadap keputusan yang akan ditetapkan karena organisasi membutuhkan persetujuan mereka.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dapat meningkatkan kualitas anggaran yang dibuat dan berdampak positif terhadap kinerja bawahan dalam menyumbangkan masukan dalam penyusunan anggaran.

2.5. Senjangan Anggaran

Senjangan anggaran didefinisikan sebagai tindakan bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika pegawai tersebut diberi kesempatan untuk

menentukan standar kerjanya (Young, 1985 dalam Asriningati, 2006). Sedangkan Anthony dan Govindarajan (1998) dalam Asriningati (2006) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi yang sesungguhnya. Tujuannya agar target dapat lebih mudah dicapai oleh bawahan. Schiff dan Lewin (1970) dalam Aprilia (2008) menyatakan bahwa bawahan menciptakan senjangan anggaran karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian prestasi kerja ditentukan


(43)

berdasarkan pencapaian anggaran. Upaya ini dilakukan dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah dan biaya yang terlalu tinggi.

Dalam teori ekonomi, disebutkan bahwa individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran, dimotivasi oleh 2 (dua) stimulan yaitu berbagi informasi (information sharing) dan koordinasi tugas (task coordination). Dalam teori psikologi, disebutkan bahwa partisipasi anggaran menyediakan pertukaran informasi antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana

anggaran (Hopwood, 1976; Locke dan Schweiger, 1979; Locke dan Lathan, 1990 dalam Aprilia, 2008).

Ketentuan bahwa jumlah rencana penerimaan yang dimuat dalam anggaran daerah merupakan batas terendah yang harus dicapai, dan jumlah rencana pengeluaran yang dimuat dalam anggaran daerah merupakan batas tertinggi, cenderung memunculkan senjangan anggaran. Ketentuan ini memungkinkan bahwa target penerimaan yang dinyatakan dalam anggaran daerah bukan merupakan target yang sesuai dengan potensi riilnya tetapi target yang jauh lebih rendah dari potensinya. Kondisi tersebut akan mengurangi keefektifan anggaran dalam perencanaan dan pengawasan organisasi (Waller, 1988 dalam Asriningati, 2006).

2.6. Komitmen Organisasi

Porter (1974) dalam Yuliaistanah (2005) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu:


(44)

1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).

Zainuddin (2002) dalam Yuliaistanah (2005) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai atau anggota terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Secara singkat inti dari beberapa definisi tentang komitmen organisasi dari

beberapa ahli tersebut mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (anggota) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif


(45)

terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan anggota dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena anggota yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempat bekerja (Kul, 1992 dalam Yuliaistanah, 2005)

Menurut pendapat Zainuddin (2002) dalam Yuliaistanah (2005) Jenis komitmen- komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi 2 bagian:

1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer, Allen dan Meyer membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu: Komponen afektif, continuace dan normatif.

Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan anggota di dalam suatu organisasi. merupakan perasaan-perasaan anggota tentang kewajiban yang harus di berikan kepada organisasi.

Komponen continuanceberarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Anggota dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Sementara itu anggota dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan

organisasi dan mempunyai keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.


(46)

Komponen ketiga adalah komponen normatif. Anggota yang memiliki komponen normatif yang tinggi, akan tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki anggota. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada anggota untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi. Setiap anggota memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Anggota yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.

2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku.

a. Sikap mencakup:

1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi anggota tampak melalui sikap menyetujui

kebijaksanaan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai


(47)

2) Keterlibatansesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. anggota yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan padanya.

3) Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan anggota. Anggota dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

b. Kehendak untuk bertingkah laku adalah:

1) Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Anggota dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi.

2) Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada anggota yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.

Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam anggota dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tingkah laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.


(48)

Steers dalam Chairy (2002) mengembangkan model anteseden (faktor penyebab) komitmen organisasi yang meliputi: (1) karakteristik personal, (2) kareakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, dan (3) pengalaman kerja. Chairy (2002) menjelaskan dalam tulisannya beberapa penelitian menunjukkan bahwa:

1. Karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkorelasi dengan komitmen organisasi. (Mathieu dan Zajac, 1990; Mowday dkk, 1982).

Angle dan Perry (1981) serta Steers (1977) berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula harapannya sehingga tidak mungkin dipenuhi oleh organisasi; akibatnya semakin rendah komitmen karyawan pada organisasi. Mathieu dan Zajac (1990) juga menemukan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi negatif kecil dengan komitmen organisasi.

Karakteristik personal lain, yaitu jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi. Angle dan Perry (1981) serta Hrebeniak dan Alutto (1972) menemukan bahwa wanita memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada pria. Namun Mathieu dan Zajac (1990) menemukan bahwa karyawan pria memiliki komitmen organisasi yagn lebih tinggi daripada karyawan wanita.

Lama kerja sebagai salah satu anteseden karakteristik personal juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen organisasi. Mathieu dan


(49)

Zajac (1990) menemukan adanya korelasi yang positif rendah antara masa kerja dengan komitmen organisasi.

2. Karakteristik yang berkaitan dengan jabatan atau peran memiliki sumbangan yang bermakna pada komitmen organisasi. Karakteristik ini meliputi

tantangan pekerjaan, konflik peran dan ambiguitas peran.

Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa tantangan pekerjaan memiliki hubungan positif dengan komitmen organisasi, sedangkan konflik peran dan ambiguitas peran memiliki hubungan negatif dengan komitmen organisasi. Mathieu dan Zajac (1990) menemukan bahwa tantangan tugas dan variasi keterampilan memiliki korelasi positif sedang dengan komitmen organisasi; tetapi otonomi hanya berkorelasi rendah dengan komitmen organisasi. Sebaliknya, konflik peran, ambiguitas peran, dan kelebihan beban kerja memiliki korelasi yang negatif sedang dengan komitmen organisasi.

3. Pengalaman kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap komitmen organisasi. Penelitian lebih lanjut oleh Mathieu dan Zajac (1990) menemukan korelasi yang cukup besar antara kepemimpinan partisipatori dan komunikasi pimpinan, yang merupakan bentuk pengalaman kerja dengan komitmen organisasi.

Menumbuhkan komitmen-komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu: identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi organisasinya (Zainuddin (2002) dalam Yuliaistanah (2005)).


(50)

1. Identifikasi

Identifikasi yang diwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota ataupun dengan kata lain organisasi

memasukkan pula kebutuhan dan keinginan anggota dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan menciptakan suasana saling mendukung diantara para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa anggota dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena anggota menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

2. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan akan menyebabkan pegawai tersebut mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan sehingga dapat menumbuhkan keyakinan pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama.

3. Loyalitas

Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu mengorbankan


(51)

kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting untuk menunjang komitmen anggota terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan jika anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

2.7. Variabel Moderating

Umar (2008) mendefinisikan variabel moderating adalah variabel independen yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen, seperti pada gambar berikut:

Gambar 3. Variabel Moderating

Sharma et al (1981) dalam Ghozali (2009) mengelompokkan variabel moderator menjadi tiga kelompok seperti terlihat pada gambar dibawah ini:

Tabel 1. Jenis-jenis Variabel Moderator

Berhubungan dengan kriterion (variabel dependen) dan atau

prediktor (variabel independen)

Tidak berhubungan dengan kriterion (variabel dependen)

dan prediktor (variabel independen) Tidak berinteraksi dengan

predictor 1 Intervening, Exogen, Antesedent, Prediktor 2 Moderator (Homologizer)

Berinteraksi dengan predictor 3

Moderator (Quasi Moderator)

4

Moderator (Pure Moderator) Variabel Independen (X1)

Variabel Moderator (Independen (X2))


(52)

Tabel 1 menjelaskan bahwa, pertama, pengelompokan didasarkan pada

hubungannya dengan variabel kriterion (variabel dependen), yaitu apakah variabel moderator berhubungan atau tidak berhubungan dengan variabel kriterion

(variabel dependen). Kedua, apakah variabel moderator berinteraksi dengan variabel prediktor (variabel independen).

Jika variabel moderator (Z) berhubungan dengan kriterion (Y) dan atau prediktor (X), tetapi variabel moderator (Z) tidak berinteraksi dengan prediktor (X) seperti tampak pada kuadran 1, maka variabel Z bukan merupakan variabel moderator, melainkan variabel intervening, exogen, anteseden atau prediktor (independen). Secara konseptual variabel pada kuadran 2, 3 dan 4 diidentifikasi sebagai variabel moderator.

Jenis variabel moderator pada kuadran 2 memengaruhi kekuatan hubungan, tetapi tidak berinteraksi dengan variabel prediktor (X) dan tidak berhubungan secara signifikan baik dengan prediktor (X) maupun dengan variabel kriterion (Y). Dalam kuadran seperti ini, nilai residual atau error merupakan fungsi variabel moderator. Sehingga dengan membagi total sampel menjadi dua kelompok yang homogen dengan memperhatikan error variance akan meningkatkan nilai prediktif model. Jenis moderator seperti ini disebut dengan variabel Homologizer. Misalkan variabel kriterion (Y) dan variabel prediktor (X) seperti dibawah ini:

……….. Persamaan 1

Dimana Yi adalah variabel kriterion, Xi adalah variabel prediktor dan e adalah random error. Kuatnya hubungan antara Y dan X tergantung dari ukuran besarnya


(53)

error term. Semakin besar nilai error term semakin kecil tingkat kekuatan hubungan antara Y dan X dan berlaku sebaliknya.

Jenis kedua dari variabel moderator adalah variabel moderator akan memodifikasi bentuk hubungan antara variabel kriterion (Y) dan prediktor (X) seperti tampak pada gambar kuadran 3 dan 4. Pada kuadran 3, variabel moderator (Z)

berhubungan dengan variabel kriterion (Y) dan atau variabel prediktor (Y) serta berinteraksi dengan variabel prediktor (X) secara matematis dapat dituliskan persamaan regresinya seperti dibawah ini:

Yi = α + β1.Xi + β2.Zi + β3.Xi*Zi + e……….. persamaan 2

Berdasarkan persamaan 2 jelas bahwa variabel moderator (Z) berfungsi sebagai variabel prediktor (independen) dan sekaligus juga berinteraksi dengan variabel prediktor lainnya (X). Jenis variabel moderator pada kuadran 3 disebut Quasi Moderator (moderator semu).

Pada kuadran 4, variabel moderator (Z) tidak berhubungan dengan variabel kriterion (Y) dan prediktor (X), tetapi berinteraksi dengan variabel prediktor (X) atau secara matematis dapat dituliskan persamaan regresinya seperti dibawah ini:

Yi = α + β1.Xi + β2.Xi*Zi + e……….. persamaan 3

Berdasarkan persamaan 3 jelas bahwa variabel moderator (Z) tidak berfungsi sebagai variabel prediktor (independen) tetapi langsung berinteraksi dengan variabel prediktor lainnya (X). Jenis moderator pada kuadran 4 ini disebut pure moderator (moderator asli).


(54)

Perbedaan antara variabel moderating dan variabel intervening (mediator) adalah: variabel moderating adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Sedangkan suatu variabel disebut intervening (mediator) jika variabel tersebut berperan sebagai variabel mediasi dan ikut memengaruhi hubungan antara variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen). Pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel intervening bersifat pengaruh langsung (direct effect) variabel independen ke variabel dependen setelah mengendalikan variabel intervening (Baron dan Kenny (1986) dalam Ghozali (2009)). Untuk menguji pengaruh variabel intervening dapat digunakan metode analisis jalur (path analysis).

2.8. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran

Meskipun partisipasi dalam penyusunan anggaran memiliki berbagai keunggulan, namun ada juga peneliti yang menemukan permasalahan yang ditimbulkan dari partisipasi anggaran. Dengan kata lain disamping adanya temuan manfaat juga terdapat permasalahan dalam partisipasi anggaran. Govindarajan (1986) dalam Aprilia (2008) menyimpulkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut masih bertentangan satu sama lain. Pertentangan hasil penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut; Baiman (dalam Darlis, 2002), dalam

penelitiannya menemukan bahwa dengan ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran akan mendorong bawahan untuk membantu atasan dengan memberikan informasi yang dimilikinya sehingga anggaran yang disusun dapat lebih akurat. Penelitiannya menguji hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan


(55)

anggaran dari perspektif agency theory. Teori tersebut menjelaskan fenomena yang terjadi bilamana atasan mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan suatu tugas atau otoritas untuk membuat keputusan (Anthony dan Govindarajan, 1998). Selanjutnya dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa jika bawahan (agent) yang terlibat dalam partisipasi anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bagi mereka untuk melaporkan informasi tersebut kepada atasan (principal). Atau dengan kata lain, partisipasi anggaran akan menyebabkan bawahan akan memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu organisasi.

Namun Young (1985) dalam Latuheru (2005) beranggapan sebaliknya, bawahan tidak melaporkan informasinya kepada atasan untuk membantu proses

penyusunan anggaran. Atasan memberikan wewenang kepada bawahan dengan harapan agar bawahan melakukan usaha yang terbaik bagi organisasi. Namun, sering keinginan atasan tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik diantara mereka (Luthans (1998) dalam Darlis (2002)). Hal ini dapat terjadi jika organisasi (perusahaan atau instansi pemerintah) melakukan kebijakan pemberian rewards kepada pegawai didasarkan pada pencapaian anggaran. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran mudah dicapai (sehingga menciptakan senjangan anggaran) dan berharap mendapatkan rewards berdasarkan pencapaian anggaran. Kondisi ini menyebabkan hubungan antara partisipasi dan senjangan anggaran menjadi positif, yaitu, semakin tinggi partisipasi anggaran maka keinginan bawahan untuk melakukan senjangan anggaran akan semakin tinggi.


(56)

Young (1985) dalam Lahuteru (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terjadinya senjangan anggaran disebabkan bawahan tidak ingin menghadapi resiko. Dengan melakukan senjangan anggaran diharapkan sasaran dapat mudah dicapai dan resiko kegagalan mencapai sasaran dapat diperkecil. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian oleh Dunk (1993) (Lahuteru (2005)) yang berpendapat bahwa perilaku bawahan melakukan senjangan anggaran dipengaruhi oleh kebijakan atasan yang menilai kinerja bawahan berdasarkan pencapaian sasaran anggaran.

2.9. Pengaruh Interaksi Komitmen Organisasi pada Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran

Peningkatan atau penurunan senjangan anggaran tergantung pada sejauh mana individu lebih mementingkan diri sendiri atau bekerja demi kepentingan organisasinya yang merupakan aktualisasi dari tingkat komitmen yang dimilikinya. Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday et al., 1979) dalam Latuheru (2005)). Komitmen organisasional bisa tumbuh

disebabkan individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada serta tekad dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan kepentingannya sendiri. Dalam pandangan ini, individu yang memiliki komitmen tinggi akan lebih mengutamakan kepentingan organisasinya dibandingkan

kepentingan pribadi atau kelompoknya (Pinder (1984) dalam Darlis (2002)). Bagi individu dengan komitmen organisasional tinggi, pencapaian tujuan organisasi


(57)

merupakan hal penting. Individu tersebut akan berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan kepentingan organisasi (Angle dan Perry (1981) dan Porter et al., (1974) dalam Darlis (2002)); serta akan memiliki pandangan positif dan lebih berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi (Porter et al., 1974) dalam Darlis (2002). Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen organisasional rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi.

Berkaitan dengan penelitian mengenai komitmen organisasional, Nouri dan Parker (1996) dalam Darlis (2002) berpendapat bahwa naik atau turunnya senjangan anggaran tergantung pada apakah individu memilih untuk mengejar kepentingan diri sendiri atau justru bekerja untuk kepentingan organisasi. Berdasarkan hasil penelitian Nouri dan Parker (1996) dalam Darlis (2002), dapat disimpulkan bahwa tingkat komitmen organisasional seseorang dapat memengaruhi keinginan mereka untuk menciptakan senjangan anggaran. Komitmen organisasi yang tinggi akan mengurangi individu untuk melakukan senjangan anggaran. Sebaliknya, bila komitmen bawahan rendah, maka kepentingan pribadinya lebih diutamakan, dan dia dapat melakukan senjangan anggaran agar sasaran anggaran tersebut

diharapkan dapat mempertinggi penilaian kinerjanya karena berhasil dalam pencapaian tujuan.

Bawahan berkomitmen organisasional tinggi akan menggunakan informasi yang mereka dapatkan untuk membuat anggaran menjadi relatif tepat, sehingga, dengan adanya komitmen yang tinggi kemungkinan terjadinya senjangan anggaran dapat


(58)

dihindari. Sebaliknya, bawahan dengan komitmen organisasional rendah

cenderung untuk tidak memberikan informasi khusus yang mereka miliki kepada atasan, sehingga dapat menyebabkan keinginan bawahan untuk melakukan senjangan anggaran. Nouri dan Parker (1996) berpendapat, hal ini terjadi karena bawahan hanya menempatkan sedikit atau bahkan tidak memiliki keinginan untuk memenuhi pencapaian tujuan organisasi, mereka hanya tertarik dengan

kepentingan pribadinya, partisipasi anggaran merupakan kesempatan baginya untuk melakukan senjangan anggaran. Luthans (1998) dalam Darlis (2002) mendukung pernyataan tersebut dan menyatakan bahwa komitmen yang rendah menggambarkan ketidakloyalan individu kepada organisasi.


(59)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pejabat struktural setingkat eselon 3 dan eselon 4 pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Metro.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pejabat struktural eselon 3 dan 4 pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Metro. Sampel penelitian ini adalah 3 orang pejabat struktural eselon 3 (setingkat kepala bagian dan kepala bidang) dan 1 orang pejabat struktural eselon 4 (Kepala Sub Bagian Keuangan) pada 26 SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Metro sebanyak 104 orang.

3.3. Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer (data yang didapat dan diolah langsung dari objeknya) berupa data crossection (silang waktu) yang diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode distribusi langsung (direct distribution method) yaitu mendatangi para responden secara langsung untuk menyerahkan ataupun mengumpulkan kembali kuesioner.


(60)

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Partisipasi Anggaran, sedangkan variabel dependennya adalah Senjangan Anggaran. Adapun Komitmen Organisasi dalam penelitian ini berfungsi sebagai variabel pemoderasi.

3.4.1. Partisipasi Anggaran

Partisipasi Anggaran didefinisikan sebagai persepsi terhadap tingkat keterlibatan bawahan (staf) dan manajer tingkat bawah dalam penyusunan anggaran dan

pelaksanaannya untuk mencapai target yang ada dalam anggaran pada instansinya.

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Partisipasi Anggaran adalah: keterlibatan emosi dan mental pegawai, motivasi, dan tanggung jawab kelompok

Tingkat keterlibatan dan pengaruh seorang manajer tingkat bawah atau pegawai dalam proses penyusunan anggaran diukur menggunakan item pertanyaan yang dibuat oleh Milani (1975) dan dikembangkan oleh Aprilia (2008), terdiri dari 6 pertanyaan dengan skala 1 sampai 5. Skala tinggi menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dan skala rendah menunjukkan partisipasi yang rendah.

3.4.2. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi didefinisikan sebagai persepsi terhadap dorongan dari dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan dan meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadinya.


(61)

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Komitmen Organisasi adalah: kepercayaan anggota terhadap organisasi dan loyalitas.

Komitmen organisasi diukur menggunakan item pertanyaan yang telah digunakan oleh Mowday (1979) dan diadopsi oleh Asriningati (2006), terdiri dari 9

pertanyaan dengan skala 1 sampai 5. Skala rendah menunjukkan Komitmen Organisasi yang rendah, dan skala tinggi menunjukkan Komitmen Organisasi yang tinggi.

3.4.3. Senjangan anggaran

Senjangan Anggaran didefinisikan sebagai persepsi terhadap perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan estimasi yang sesungguhnya yang disebabkan oleh tindakan bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika diberi kesempatan untuk menentukan standar kerjanya.

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel Senjangan Anggaran adalah: produktivitas dan keyakinan atau optimisme.

Item-item yang dipakai dalam pengukuran senjangan anggaran mengacu pada daftar pertanyaan yang telah digunakan oleh Dunn (1993) yang diadopsi oleh Latuheru (2005) dan Aprilia (2008), terdiri dari 6 pertanyaan dengan skala 1 sampai 5. Skala rendah menunjukkan senjangan anggaran yang rendah, dan skala tinggi menunjukkan senjangan anggaran yang tinggi.


(62)

3.5. Metode Analisis

3.5.1. Pengujian Instrumen Penelitian

Keabsahan suatu hasil penelitian sosial ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Alat ukur yang valid bisa menggambarkan keadaan objek penelitian yang

sebenarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Guna menghindari hal-hal yang meragukan keabsahan hasil penelitian ini, maka diperlukan pengujian lebih lanjut, yaitu test of validity (uji

kesakhihan) dan test of reliability (uji keandalan).

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan ntuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Metode yang digunakan untuk menguji validitas pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian ini adalah menggunakan Analisis Faktor Konfirmatori. Analisis ini digunakan untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai unidimensionalitas atau apakah indikator-indikator (tertuang dalam pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner) yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel (Ghozali, 2009). Pada Analisis Faktor Konfirmatori, suatu konstruk atau variabel dinyatakan valid apabila setelah diuji, indikator-indikator tersebut hanya akan membentuk satu faktor variabel (Munir, 2005).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anissarahma, Dini. 2008. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri, Budget Emphasis dan Komitmen Organisasi terhadap Timbulnya Slack Anggaran (Studi kasus pada PT Telkom Yogyakarta). Tesis. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Aprilia, Rifka. 2008. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandar Lampung). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Asnawi. 1997. Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Pekerjaan Pengaruhnya terhadap Senjangan Anggaran (Slack Budgeting). Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Asriningati. 2006. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan antara Partisipasi Anggaran dengan Senjangan Anggaran (Studi Kasus pada Perguruan Tinggi Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta). Tesis. Universitas Islam Indonesia

Bawono dan Ompusunggu. 2006. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) terhadap Informasi Asimetris (Studi pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri di Kota Purwokerto Jawa Tengah). Artikel. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. Chairy, Liche Seniati. 2002. Seputar Komitmen Organisasi. Artikel. Universitas

Indonesia. Jakarta.

Darlis, Edfan. 2002. Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Hubungan antara Partisipasi Anggaran dengan Senjangan Anggaran. Artikel.

Ghozali, Imam, Prof. Dr. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 316 hal.

Ghozali, Imam, Prof. Dr. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 264 hal.


(2)

Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. UPP AMP YKPN. 310 hal.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam

Negeri Republik Indonesia nomor: 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Latuheru, BP. 2005. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Kawasan Industri Maluku). Artikel. Universitas Kristen Indonesia Maluku. Maluku.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama. Penerbit Andi Yogyakarta. 218 hal.

Munir, Abdul Razak, SE, M.Si. 2005. Aplikasi Analisis Faktor untuk Persamaan Simultan dengan SPSS versi 12. Artikel. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Sardjito, Bambang dan Muthaher, Osmad. 2007. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Artikel. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang.

Suhartono, Ehrmann dan Solichin, Mohammad. 2006. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah dengan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi. Universitas Teknologi Yogyakarta. Yogyakarta.

Umar, Husein, Dr. 2008. Desain Penelitian Akuntansi Keperilakuan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 238 hal.

Veronica, Amelia dan Krisnadewi, Komang Ayu. Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Penekanan Anggaran, Komitmen Organisasi dan Kompleksitas Tugas Terhadap Slack Anggaran pada Bank Perkreditan Raktay (BPR) di Kabupaten Badung. Artikel. Universitas Udayana. Denpasar.

Yuliaistanah. 2005. Komitmen Organisasi Politik Pada Partisipiasi Perempuan di Jawa Timur. Tesis. Universitas Airlangga.


(3)

LAMPIRAN 1:

KUESIONER

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama : _______________________________ (boleh tidak diisi).

Umur : ________tahun.

Jenis kelamin : Pria Wanita

Pendidikan terakhir : SLTA D-3 S-1 S-2 S-3 Pangkat/Golongan : III/A III/B III/C III/D

IV/A IV/B IV/C IV/D

Jabatan terakhir : _______________________________________________ Lama menjabat : _______________________________________________ Lama bekerja : _______________________________________________

B. DAFTAR PERTANYAAN

Pertanyaan berikut berkaitan dengan partisipasi penyusunan, komitmen organisasi dan senjangan anggaran (budgetary slack) pada instansi dimana Bapak/Ibu bekerja. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju terhadap masing-masing pernyataan/pernyataan yang diajukan. Mohon Bapak/Ibu menyatakan pendapat dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu nomor antara 1 sampai 5.

Keterangan:

Sangat tidak setuju (STS) = 1 Tidak Setuju (TS) = 2.

Netral (N) = 3.

Setuju (S) = 4.


(4)

2

PARTISIPASI ANGGARAN

Pertanyaan berikut akan menjelaskan pengaruh dan tingkat partisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Pilihan jawaban berupa skala 1 sampai dengan 5 yang menunjukkan ‘sangat tidak setuju’ sampai dengan ‘sangat setuju’.

NO PERNYATAAN STS TS N S SS

1 2 3 4 5

1 Saya terlibat dalam pengusulan dan penyusunan anggaran bidang yang menjadi tanggung jawab saya.

2 Atasan saya memberikan alasan yang logis jika merevisi anggaran yang saya susun atau usulkan.

3 Saya sering mengajak atasan saya mendiskusikan anggaran yang saya usulkan.

4 Saya memiliki pengaruh yang besar dalam penentuan jumlah anggaran final bidang yang menjadi tanggung jawab saya.

5 Saya memiliki kontribusi penting terhadap anggaran yang menjadi tanggungjawab saya.

6 Atasan saya sering meminta pendapat atau usulan saya selama penyusunan anggaran yang menjadi tanggungjawab saya.

KOMITMEN ORGANISASI

Pertanyaan berikut akan menggambarkan persepsi terhadap komitmen organisasi yang dimiliki. Pilihan jawaban berupa skala 1 sampai dengan 5 yang

menunjukkan ‘sangat tidak setuju’ sampai dengan ‘sangat setuju’.

NO PERNYATAAN STS TS N S SS

1 2 3 4 5

1 Saya berkeinginan memberikan segala upaya yang ada untuk membantu instansi ini menjadi sukses.

2 Saya membanggakan instansi ini kepada teman-teman saya sebagai suatu instansi yang baik untuk bekerja.

3 Saya akan menerima hampir setiap jenis penugasan pekerjaan agar tetap bekerja pada instansi ini.


(5)

3

4 Saya menemukan bahwa sistem nilai saya sama dengan sistem nilai instansi ini.

5 Saya bangga mengatakan kepada orang lain bahwa saya bekerja pada instansi ini.

6 Instansi ini memberikan peluang yang terbaik bagi saya dalam meningkatkan kinerja instansi ini.

7 Saya merasa sangat tepat bekerja pada instansi ini dibandingkan dengan instansi lain.

8 Kepedulian saya terhadap masa depan instansi tempat saya bekerja sangat besar.

9 Bagi saya instansi ini adalah yang terbaik dari semua kemungkinan instansi yang dipilih untuk bekerja.

SENJANGAN ANGGARAN

Pertanyaan berikut akan menggambarkan senjangan anggaran yang dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Pilihan jawaban berupa skala 1 sampai dengan 5 yang menunjukkan ‘sangat tidak setuju’ sampai dengan ‘sangat setuju’.

NO PERNYATAAN STS TS N S SS

1 2 3 4 5

1 Standar yang digunakan dalam anggaran, mendorong produktivitas yang tinggi dalam instansi yang menjadi tanggungjawab saya.

2 Anggaran untuk instansi saya dipastikan dapat terlaksana.

3 Karena adanya keterbatasan jumlah anggaran yang disediakan, saya harus memantau setiap pengeluaran instansi yang menjadi tanggungjawab saya. 4 Anggaran yang menjadi tanggungjawab

saya tidak terlalu tinggi tuntutannya. 5 Adanya target anggaran yang harus saya

capai, tidak terlalu membuat saya ingin memperbaiki tingkat efisiensi dalam instansi yang menjadi tanggungjawab saya.

6 Target yang dijabarkan dalam anggaran sangat sulit untuk dicapai/direalisasikan.


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KOTA METRO)

0 6 16

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 3 13

PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi empiris pada perusahaan manufaktur di kota

0 2 13

PENDAHULUAN PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi empiris pada perusahaan manufaktur di kota Yogyakarta).

0 2 7

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating(Studi pada PT.

0 1 16

PENGARUH KEJELASAN SASARAN ANGGARAN DAN PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating(Studi pada PT.

0 2 21

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Empiris

0 0 16

PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA RSU DI WILAYAH SURAKARTA.

0 0 15

PENGARUH PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP SENJANGANANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Komitmen Organisasi Dan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Ruma

0 0 17

Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating pada PT. KAI Bandung.

2 6 23