PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PERMODELAN PADA SISWA KELAS V SDN 2 BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PERMODELAN PADA SISWA KELAS V SDN 2

BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

Oleh

SRI RAHAYU

( Skripsi )

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi PGSD S1dalam jabatan Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM STUDI PGSD STRATA 1 DALAM JABATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PERMODELAN PADA SISWA KELAS V SDN 2

BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

OLEH SRI RAHAYU

Adapun tujuan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran berwawancara siswa kelas V SDN 2 Bakauheni dengan teknik permodelan.

Metode peneilitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas (clasroom action research) yang dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Berdasarkan hasi penelitian yang dilakukan perolehan hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64,5% dengan ketuntasan klasikal sebesar 69,5%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 76,9% dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 7,42%.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... ix x DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi masalah ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 6

2.2 Tujuan Pembelajaaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 6

2.3 Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 7

2.4 Ruang Lingkup ... 8

2.5 Ketrampilan Berbicara ... 9

2.5.1 Hakikat Berbicara ... 9

2.5.2 Jenis Berbicara ... 10

2.5.3 Tujuan Berbicara ... 12

2.6 Wawancara ... 13

2.6.1 Pengertian wawancara ... 14

2.6.2 Jenis-jenis wawancara ... 15

2.6.3 Langkah-langkah Berwawancara ... 17

2.6.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara ... 21

2.6.5 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara ... 23

2.6.6 Kemampuan Berwawancara ... 27

2.7 Teknik Permodelan ... 27

2.7.1 Pengertian Teknik Permodelan ... 27

2.7.2 Komponen Permodelan ... 28

2.7.3 Kelebihan Teknik Permodelan ... 29

2.7.4 Kekurangan Teknik Permodelan ... 29

2.8 Pembelajaran Berwawancara Dengan Teknik Permodelan di Sekolah Dasar ... 30


(7)

3.2 Seting Penelitian ... 33

3.2.1 Subjek Penelitian ... 33

3.2.2 Tempat Penelitian... 34

3.3.3 Waktu Penelitian... 34

3.3 Prosedur Penelitian ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 50

4.1.1 Siklus I ... 50

4.1.1.1 Tahap Perencanaan ... 51

4.1.1.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 52

4.1.1.3 Tahap Pengamatan ... 53

4.1.1.4 Tahap Refleksi ... 64

4.1.2 Siklus II ... 65

4.1.2.1 Tahap Perencanaan ... 65

4.1.2.2 Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 65

4.1.2.3 Tahap Pengamatan ... 75

4.1.2.4 Tahap Refleksi ... 76

4.2 Pembahasan ... 79

4.2.1 Kemampuan Siswa Berwawancara ... 79

4.2.2 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 79

4.2.3 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran ... 80

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 81

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN ...


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil ulangan harian kelas Va mata pelajaran bahasa Indonesia... 2

3.2 Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara ... 40

3.3 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan siswa dalam berwawancara melalui teknik permodelan ... 42 3.4 Lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran... 45

3.5 Lembar observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran... 47

3.6 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan Indikator ... 49 4.1 Hasil Kemampuan siswa dalam berwawancara pada Siklus I 54 4.2 Skor komulatif nilai berwawancara siklus I ... 55

4.3 Skor indikator ketepatan ucapan siklus I ... 56

4.4 Skor penilaian pilihan kata/diksi siklus I ... 57

4.5 Skor penilaian keefektifan kalimat siklus I... 58

4.6 Skor penilaian kelancaran berwawancara siklus I ... 59

4.7 Skor penilaian intonasi siklus I ... 60

4.8 Rata-rata skor kemampua siswa berwawancara siklus I... 60

4.9 Hasil observasi aktivitas siswa siklus I ... 61

4.10 Rekapitulasi hasil analisis data siklus I ... 62

4.11 lembar Observasi aktivitas guru ... 63

4.12 Hasil Analisis aktivitas guru siklus 63 4.13 Hasil kemampuan siswa berwawancara pada siklus II... 67

4.14 Skor Kumulatif Nilai Berwawancara Siklus II ... 67

4.15 Skor indikator ketepatan ucapan siklus II... 69

4.16 Skor penilaian pilihan kata/diksi siklus II... 70

4.17 Skor penilaian keefektifan kalimat siklus II... 71

4.18 Skor penilaian kelancaran berwawancara siklus II... 72

4.19 Skor penilaian intonasi siklus II... 73

4.20 Rata-rata skor kemampua siswa berwawancara siklus II... 74 4.21 Hasil Analisis Data Siklus II 74 4.22 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II 75 4.23 Hasil Analisis aktivitas guru siklus II 76 4.24 Rekapitulasi Kemampuan Siswa Berwawancara Siklus I dan II 77 4.25 Rekapitulasi Aktivitas siswa Siklus I dan siklus II 78 4.26 Rekapitulasi Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II 78


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

LampiranHalaman

1 Surat izin Penelitian ... 85

2 Surat keterangan kuliah ... 86

3 Surat keterangan izin penelitian ... 87

4 Data Guru ... 87

5 Data Siswa dari kelas Va SDN 2 Bakauheni ... 88

6 Denah Sekolah ... 89

7 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I……… 90

8 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II ………. 95

9 Silabus... 100

10 Hasil Kemampuan siswa dalam berwawancara pada Siklus I ……….... 101

11 Hasil kemampuan Siswa dalam Berwawancara dari Indikator ketepat -an Ucap-an pada Siklus I ……… 103 12 Hasil Kemampuan Siswa dalam berwawancara ditinjau dari Indikator Pilihan kata/Diksi pada Siklus I ……….. 104 13 Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Indikator Kefektifan Kalimat pada siklus ……….. 105 14 Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara ditinjau dari Indikator Kelancaran Berwawancara pada Siklus I ……… 106 15 Hasil kemampuan Siswa dalam berwawancara Ditinjau dari indikatorIntonasi pada Siklus I ………...……… 107 16 Analisis hasil Evaluasi siklus I ... 108

17 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Siklus I 110 18 Data Observasi Aktivitas guru dalam Proses pembelajaran Siklus I ….. 112

19 Hasil Kemampuan siswa berwawancara pada Siklus II ……… 113 20 Hasil kemampuan siswa dalam berwawancara dari Indikator Ketepatan

ucapan pada Siklus II ………... 114

21 Hasil kemampuan siswa dalam berwawancara Ditinjau dari Indikator Pilihan kata/Diksi pada Siklus II ………

116

22 Hasil kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Indikator keefektifan kalimat pada Siklus II ………..


(11)

Intonasi pada Siklus II ………

25 Analisis hasil Evaluasi Siklus II ………. 120 26 Hasil Pengamatan Siswa dalam Proses Pembelajaran Siklus II ………

27 Hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran siklus II... Instrumen kemampuan siswadalam berwawancara ………...


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar para siswa pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan perlu diwujudkan agar diperoleh kualitas sumber daya manusia Indonesia yang dapat menunjang pembangunan nasional. Upaya tersebut menjadi tanggung jawab semua tenaga kependidikan. Dalam konteks ini, peran guru sangat strategis sebab guru yang langsung dapat membina siswa di sekolah melalui proses pembelajaran.

Keterampilan berbahasa merupakan aspek pembelajaaran bahasa Indonesia yang diajarkan di semua sekolah dasar di Indonesia termasuk di SDN 2 Bakauheni.Keterampilan berbahasa mempunyai mempunyai empat aspek yaitu : keterampilan mendengar, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. (Tarigan 2008:1)

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal itu berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di dalam Kegiatan belajar mengajar di sekolah yaitu permasalahan yang dihadapi oleh guru. Dengan demikian, untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dalam proses


(13)

pembelajaran bahasa diperlukan diskusi secara kolaboratif dengan guru kelas Enam untuk mendiskusikan masalah yang terjadi.

Berdasarkan hasil post test pada kelas V SDN 2 Bakauheni tahun pelajaran 2012/2013materiPelajaran Berwawancara diketahui dari 31 siswa memperoleh nilai di bawah KKM ada 28 anak atau sebesar9,67% dan hanya 3 siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan KKMatau hanya 9,68% dari jumlah siswa yang tuntas. Hal ini berarti murid kelas V SDN 2 Bakauheni tahun pelajaran 2012/2013 belum mencapai KriteriaKetuntasan Minimal ( KKM = 70).

Seperti terlihat pada tabel di bawah ini

Tabel 1. Hasil Ulangan Harian Kelas V Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2012/2013

No Nilai Jumlah Siswa Prosentase KKM

1 <60 21 67,73 %

70

2 60-70 7 22,59 %

3 70-80 3 9,68 %

4 >80 0 0%

Jumlah 31 100%

Sumber : Buku nilai Bahasa Indonesia kelas V SDN 2 Bakauheni

Kegiatan pembelajaran di kelas tersebut menunjukkan kegiatan pembelajaran berbicara belum maksimal. Hal tersebut ditunjukkan kurang mampunya siswa dalam mengemukakan pendapat dan gagasannya secara kreatif serta kurang mampu mendapatkan dan mengumpulkan informasi yang aktual sebagai bahan berbicara. Penyebab ketidakmaksimalan hasil tes tersebut antara lain dikarenakan metode yang digunakan oleh guru kurang tepat.


(14)

Berdasarkan urain diatas, peneliti berusaha mengatasi masalah tersebut dengan memilih salah satu teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat untuk mengajarkan berwawancara pada siswa sekolah dasar, peneliti berencana menggunakan teknik permodelan.

Permodelan mempunyai peran penting dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan pembelajaran model dalam pembelajaran keterampilan berbicara bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan dengan cara mendemonstrasikan. Kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu, artinya ada model yang ditiru dan diminati oleh siswa, dalam adirkan beerapa model teks wawancara, disamping itu, penghadiran model dalam pembelajaran dapat memberikan nilai positif bagi siswa maupun guru. Komponen permodelan melibatkan guru, siswa dan model luar untuk menjadi model.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara terhadap siswa kelas V SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 penggunaan teknik permodelan dalam pembelajaran berbicara dijadikan sebagai strategi untuk meningkatkan keterampilan berwawancara siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini ialah Peningkatan kemampuan berwawancara melalui teknik permodelan pada siswa kelas V SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 “


(15)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat di identifikasi masalah pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi pokok“Wawancara dengan nara sumber (petani, pedagang, nelayan, karyawan, dan lain lain .)” adalah sebagai berikut

1. Kegiatan pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah yaitu guru aktif memberikan penjelasan secara terperinci , sementara siswa cenderung pasif dalam belajar.

2. Aktifitas belajar siswa yang masih rendah.

3. Guru menguasai aktifitas pembelajaran, sementara siswa hanya menjadi pendengar, tanpa ada interaksi antara guru dan siswa.

4. Hasil belajar siswa belum mencapai KKM seperti yang di harapkan.

5. Pembelajaran kontekstual memiliki hal penting untuk memperbaiki proses pembelajaran.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar dengan teknik permodelan di kelas V SDN 2 Bakauheni kecamatan Bakauheni Lampung Selatan? b. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar dengan teknik permodelan di


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan

berwawancara melalui teknik permodelan pada siswa kelas V SDN 2 Bakauheni,

kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran 2012/2013 Secara khusus tujuan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh informasi efektifitas teknik permodelan dalam peningkatkanaktivitas belajar siswa kelas V SDN 2 Bakauheni 2. Untuk memperoleh informasi efektivitas teknik permodelan dalam

peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN 2 Bakauheni

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Siswa yaitu

a. Meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran sehingga lebih efektif b. sebagai bahan evaluasi untuk dapat mengetahui bagaimana

kemampuan mereka berwawancara.

2. Guru yaitu dapat meningkatkan wawasan guru dalam menggunakan metode pembelajaran yang sesuai

3. Sekolah yaitu dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah terutama pada bidang pembelajaran berwawancara melalui teknik permodelan

4. Peneliti yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dalam upaya turut meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan Emosional peserta didik, serta merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Pembelajaran Bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, partisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analisis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun secara tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia indonesia (Depdiknas , 2006 : 124)

2.2 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :


(18)

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Menghargai dan membanggakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Depdiknas, 2006 : 125)

2.3 Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia

Aspek aspek pembelajaran bahasa Indonesia di SD terdiri dari empat aspek sebagai berikut :

1. Mendengarkan, seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, perintah, dan bunyi atau suara, bunyi bahasa lagu, kaset, pesan, penjelasan, laporan, ceramah, khotbah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog atau percakapan, pengumuman serta perintah yang didengar dengan memberikan respon secara tepat serta mengapresiasi sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun dan menonton drama anak.


(19)

2. Berbicara, seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan , menyampaikan sambutan , dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tata petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menuliskan hasil sastra berupa dongeng cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.

3. Membaca, seperti membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kemus, ensiklopedi, serta mengapresiasi dan berekspresi, sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.

4. Menulis, seperti menulis karangan naratif dan normatif dengan tulisan rapi dan jelas dengan memerhatikan tujuan dan ragam pembaca, pemakaian ejaan dan tanda baca , dan kosa kata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menulis hasil sastra berupa cerita dan puisi (Tw Soclhan, 2008: 4.19)

2.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:


(20)

1. Mendengarkan 2. Berbicara 3. Membaca 4. Menulis

Pada akhir pendidikan di SD, peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan non sastra ( Depdiknas, 2006 : 125)

2.5 Ketrampilan Berbicara 2.5.1 Hakikat Berbicara

Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan kounikasi lisan, menyimak adalah kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampikan pikiran, gagasan atau perasaan secaran lisan (Brown dan Yule, 1983) berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial, karena berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psychologis, neurologist, dan linguistik secara luas.

Banyaknya faktor yang terlihat didalamnya, menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan bebicara sehingga harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara (Santosa, 2011: 63.4) Ketrampilan berbicara mempunyai empat komponen, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis, setiap ketrampilan berbahasa berkaitan erat satu sama lain


(21)

nya dengan cara yang beraneka ragam, berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului oleh ketrampilan menyimak.

2.5.2. Jenis Berbicara

Klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya. Perinciannya adalah sebagai berikut

a. Berbicara berdasarkan tujuannya

1. Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan menginformasikan.

berbicara untuk tujuan, memberitahukan, melaporkan atau menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu, memberikan, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antar benda, hal atau peristiwa. 2. Berbicara menghibur

Berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar, suasananya, pembicaraannya, bersifat santai dan penuh canda, humor yang segar, baik dalam gerak gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar.

3. Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan, atau menggerakkan.

Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan, atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasehat-nasehat dalam kegiatan berbicara ini, pembicara harus pandai merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. (Santosa, 2011: 70)


(22)

b. Berbicara Berdasarkan Situasinya 1. Berbicara formal

Dalam situasi formal, pembicara dituntut, untuk berbicara secara formal, misalnya ceramah dan wawancara

2. Berbicara Informal

Dalam situasi informal, pembeicara harus berbicara secara tidak formal, misalnya bertepatan. (Santosa, 2011: 71)

c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya 1. Berbicara mendadak

Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara dimuka umum.

2. Berbicara berdasarkan catatan

Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya sebelum tampil dimuka umum.

3. Berbicara berdaarkan hafalan.

Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraanya kemudian dihafalkannya kata demi kata, kalimat demi kalimat sebelum melakukan pembicaraan. 4. Berbicara berdasarkan naskah.

Dalam berbicara seperti ini, pembicaranya telah menyusun naskah pembicaranya secara tertulis dan dibacakan nya pada saat berbicara. (Santosa, 2011: 71)


(23)

d. Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengar 1. Berbicara antar pribadi

Berbicara antar pribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu. Suasana pembicaraanya dapat bersifat serius atau santai tergantung kepada masalah yang di perbincangkan atau bergantung kepada hubungan kedua pribadi yang terlibat dalam bembicaraannya, misalnya pembicaraan antara dokter dengan pasiennya

2. Berbicara dalam kelompok kecil

Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar (3-5 orang). dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini sering dilakukan, kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih siswa yang jarang bicara.

3. Berbicara dalam kelompok besar.

Jenis bicara ini terjadi apabila pembicara menghadapi yang berjumlah

besar, perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendegar menjadi pembicara. Dalam berbicara seperti ini kemungkinannya kecil sekali bahkan tidak terjadi. Jika jenis berbicara seperti terjadi di ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar tentang isi pembicaraan yang disampaikan pembicara (Sutejo, 2011 : 6.36) 2.5.3 Tujuan Berbicara

Pada dasarnya tujuan berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara hendaknya mengkomunikasikan makna yang akan dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum.


(24)

a. Memberitahukan atau Melaporkan

Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang itu ingin (1) menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan,mentafsirkan, atau menginterpretasikan suat hal, (3) memberi atau menanamkan suatu pengetahuan, dan (4) menjelaskan kaitan berbicara untuk memberitahukan dan mellaporkan bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pendengar. Untuk itu, pembicara harus mempersiapkan pembicaraannya terlebih dahulu (Tarigan, 2008: 21).

b. Menjamu dan MenghiburBerbicara untuk menghibur berarti, pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara seperti, humor,

spontanisasi,menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan dalam rangka menimbulkan suasana gembira bagi pendengarnya.

c.Membujuk, Mendesak, dan Meyakinkan

Berbicara di sisni mempuntai tujuan mempercayai suatu hal dan terdorong untuk melakukannya, menyakinkan pendengar, disertai pendapat dan fakta atau bukti sehingga diharapkan sikap pendengar dapat diubah (Tarigan,2008:22).

2.6 Wawancara

Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di SD. Dalam pembelajaran berbicara yang diadakan di SD pada umumnya mempelajari bagaimana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara


(25)

2.6.1 Pengertian Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face)untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang (Gunadi, 1998: 131).Selain itu (Kartono ,1980: 171) juga mengungkapkan pengertian wawancara dari asal katanya, interview berasal dari kata intervue yang memiliki arti perjumpaan sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Dengan demikian, wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, dan merupakan proses tanya jawab lisan dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Dalam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 1270), wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar yang disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.

Berdasarkan pengertian-pengertian wawancara di atas, penulis mengacu pada pendapat Gunadi yang mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang. Sebab, dalam penelitian ini siswa melaksanakan kegiatan wawancara lisan yang dilaksanakan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan secara fisik. Kegiatan ini diarahkan pada masalah yang telah disiapkan oleh penulis. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menggali informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan atau motivasi narasumber.


(26)

2.6.2 Jenis-jenis Wawancara

(Kartono, 1980: 187) mengemukakan beberapa jenis wawancara menurut sifat wawancara: yaitu (1) wawancara tidak terpimpin, (2) wawancara terpimpin, (3) wawancara bebas terpimpin, (4) wawancara individual atau pribadi, (5) free talk dan diskusi. Untuk lebih rinci akan penulis uraikan sebagai berikut.

a. Wawancara Tidak Terpimpin

wawancara tidak terpimpin merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang dikuasai mood dan keinginan. Pewawancara tidak mempersiapkan pedoman kegiatan wawancara. Dengan demikian, tidak ada pokok persoalan yang menjadi fokus atau titik pusat dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pewawancara tidak sistematis, melompat-lompat dari satu peristiwa ke peristiwa lain tanpa ada keterkaitan. Seringkali wawancara tidak terpimpin lebih mendekati suatu pembicaraan bebas atau free talk.

b. Wawancara Terpimpin

Fungsi wawancara terpimpin adalh sebagai alat pengumpul data yang relevan bagi tujuan suatu penelitian. Pewawancara mempersiapkan pedoman wawancara, topik wawancara, tujuan wawancara, dan pelaksanaan wawancara. Oleh karena itu, hal yang sangat penting dalam wawancara ini ialah menyusun kerangka pokok yang dikaitkan dengan hipotesa dan asumsi. Pedoman wawancara berguna sebagai pengarahan jalannya wawancara, dan diarahkan pada satu tujuan yang nyata. Secara otomatis, diperlukan kemampuan kecakapan berbicara untuk mendukung kemampuan berwawancara.


(27)

c. Wawancara Bebas Terpimpin

Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Di dalam wawancara ini dipersiapkan secara tegas pedoman wawancara dan pengarahan pembicaraan. Pedoman wawancara berupa kerangka uraian pertanyaan yang dipersiapkan secara sistematis. Wawancara ini juga memiliki ciri fleksibelitas dan kelewesan. Sebab, melalui fleksibelitas dan keluwesan pewawancara dapat dengan mudah mengarahkan pembicaraan langsung pada pokok pembicaraan. Oleh karena itu, wawancara ini sering digunakan untuk menggali gejala kehidupan psikis, keyakinan, motivasi, harapan, pengalaman informasi, dan sebagainya (Kartono, 1980: 190).

d. Wawancara Pribadi dan Wawancara Kelompok

Pada wawancara pribadi, pewawancara dan narasumber duduk saling berhadap-hadapan. Wawancara ini sifatnya sangat intim dan ada privacy tertentu. Wawancara pribadi memberikan privacy antara kedua belah pihak, sehingga untuk memperoleh data yang intensif dapat dicapai secara maksimal. Wawancara pribadi biasanya digunakan tujuan-tujuan untuk tujuan khusus, Misalnya, terapeutis yang dilakukan oleh seorang dokter atau psikiater terhadap pasien atau clien-nya. Dalam wawancara kelompok, seorang pewawancara menghadapi dua atau lebih narasumber. Tanya jawab antara pewawancara dan narasumber terjadi bukan secara bergilir, melainkan saling menguatkan dan melengkapi penjelasan-penjelasan. Setiap narasumber tidak, ada yang menjadi juru bicara sehingga sikap narasumber memiliki kesempatan untuk berpartisipasi memberikan jawaban dan informasi.


(28)

e. Free Talk dan Diakusi

Free Talk atau berbicara bebas. Pewawancara dan narasumber memiliki kedua

fungsi sebagai “informan hunter” dan “informan supplier”. Keua elah pihak

saling memberikan keterangan yang objektif dengan hati terbuka dan bertukar pikiran mengenai perasaan. Para narasumber menyadari kedudukanya bukan hanya sebagai informan, tetapi juga sebagai partisipan. Informasi yang diberikan narasumber diharapkan berguna bagi pengembangan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, narasumber perlu dan wajib memberikan keterangan yang objektif.

Diskusi juga disebut free talk. Pembicaraan secara bebas yang diarahkan pada pemecahan suatu persoalan. Wawancara jenis ini umumnya kurang mampu untuk mengumpulkan data secara rill. Namun, berguna untuk menggali fakta-fakta adiil, yaitu pemecahan masalah yang diharap-harapkan, diinginkan, dicita-citakan, atau diangan-angankan.

Dari penjabaran jenis-jenis wawancara di atas, penulis arahkan siswa pada jenis wawancara bebas terpimpin. Sebab, wawancara secara bebas terpimpin dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan siswa dalam pembelajaran wawancara yang efektif. (Nurgiantoro 2001: 56) mengungkapkan bahwa dalam wawancara bebas terpimpin. Pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan secara sistematis, dan narasumber pun dapat memberikan informasi sesuai dengan pandangan dan pemikirannya.


(29)

2.2.3 Langkah-Langkah Berwawancara

Dalam merencanakan suatu pembicaraan situasi formal perlu adanya persiapan agar uraian yang akan disampaikan dapat teratur, sistematis, jelas, dan dapat mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan wawancara. (Hadi, 1981:192-202) mengemukakan mengenai langkah-langkah berwawancara, yaitu menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat kerangka uraian, menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat daftar pertanyaan, dan melakukan uji coba “try-out preliminier”

a. Menentukan Topik dan Tujuan

menentukan topik pembicaraan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan seorang pembicara dan juga merupakan salah satu penunjang keefektifan berwawancara. Topik yang dipilih seorang pembicara hendaknya menarik untuk dibicarakan dan sudah diketahui (Arsjad dan Mukti, 1987: 23).

Tujuan pembicaraan berhubungan dengan gambaran mengenai tanggapan yang akan diungkap narasumber. Oleh karena itu, tujuan berwawancara dalam penelitian yang dilakukan siswa adalah mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber. Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa mencapai pembicaraan yang sistematis dan efisien. Dari masalah tersebut, siswa dapat menentukan topik dan tujuan wawancara. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengajukan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan.


(30)

b. Menentukan informan atau Interviewer

Informan atau narasumber adalah seorang yang memberi informasi (menjadi sumber), narasumber ditentukan setelah siswa merumuskan topik dan tujuan berwawancara. Dalam wawancara diperlukan narasumber yang berwibawa, panutan atau tokoh suatu kelompok. Namun yang lebih penting ialah pokok pembicaraan sesuai dengan bidang keahlian narasumber.

Dalam penelitian ini, siswa bebas memilih narasumber yang akan diwawancarai. Salah satu contoh, siswa berwawancara dengan topik bencana alam, dan bertujuan untuk mengetahui penyebab dan pencegahan terjadinya bencana alam tersebut. Oleh karena itu, siswa dapat memilih narasumber yang sesuai dengan penguasaan topik dan bidang keahliannya. Misalnya, dinas kebersihan lingkungan, ketua RT, petugas lingkungan sekolah, ketua organisasi sekolah. Guru, orang tua, dan lain-lain. Berdasarkan contoh di atas, narasumber yang tepat adalah orang-orang yang bekerja pada dinas kebersihan lingkungan, karena bencana alam banyak sekali macam dan penyebabnya. Misalnya banjir, maka penyebabnya kurang penghijauan atau terjadi penumpukan sampah, atau penebangan liar yang disertai dengan penanaman kembali, maka cara mengatasinya harus menjaga kebersihan, jangan menebang pohon, karena pohon dapat menahan air, dan sebagainya.

c. Mengumpulkan Bahan

Sebelum menyususn urutan daftar pertanyaan terlebih dahulu pewawancara mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan tersebut berhubungan dengan topik dan tujuan wawancara. Siswa memperoleh bahan dari pengamatan secara tidak


(31)

langsung, yakni melalui bacaan. Siswa dapat memperoleh bahan wawancara dari majalah, buku-buku bacaan, dan sebagainya (Arsyad dan Mukti, 1987:29).

d. Membuat Daftar Pertanyaan

Tujuan membuat daftar pertanyaan adalah untuk memudahkansiswa dalam menyusun pembicaraan wawancara. Daftar pertanyaan berisi urutan topik pertanyaan yang direncanakan. Urutan tersebut dibagi dalam pertanyaan permulaan, pertanyaan pertengahan, dan pertanyaan penutup (Hadi, 1981: 194). Pertanyaan yang diajukan pewawancara mengacu pada penggunaan kata tanya. Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia adalah (1) apa, (2) siapa, (3) mengapa/kenapa, (5) berapa, (6) mana, (7) kapan, (8) bagaimana.

Kata “apa” berfungsi menanyakan barang atau hal, contoh: Apa yang sedang kamu buat?. Kata “siapa” berfungsi menanyakan manusia, contoh: Siapakah yang mengajar bahasa Indonesia? Kata “mengapa/kenapa” berfungsi untuk menanyakan sebab terjadinya sesuatu, contoh: Mengapa pementasan drama itu dilaksanakan hari sabtu?. Kata “ berapa” berfungsi menanyakan jumlah, contoh: Berapakah harga buku bahasa Indonesia ini?. Kata “mana” berfungsi menanyakan waktu, contoh: Kapan aku bisa mencari uang sendiri? Kata “bagaimana” berfungsi menanyakan keadaan atau cara melakukan perbuatan, contoh : Bagaimana keadaan ibumu, Santi?( Mardiyanto dan Rahayu, 2009:177).


(32)

a. Melakukan Uji Coba

Setelah menyususn daftar pertanyaan, siswa mengadakan uji coba yang dapat dilakukan terhadap sahabat dekat, atau teman sekelasnya. Hal ini dilakukan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan salah tafsir. Jadi tujuan utama uji coba adalah untuk mengadakan dan menyempurnakan secara menyeluruh hasil wawancara.

Dalam penelitian ini, selain langkah-langkah di atas, penulis dapat juga menyimpulkan bahwa ketika berwawancara siswa juga perlu menunjukan sikap yang baik, meliputi :

a. Memiliki sifat ambisi (untuk mencapai tujuan wawancara), ulet,disiplin, dan sabar:

b. Persiapan fisik yang perlu dipersiapkan oleh siswa dalam berwawancara ialah berpakaian rapi dan bersih. Hal ini berguna untuk menambah serta menunjukkan rasa percaya diri sendiri, rasa harga diri, dan kepribadian seseorang;

c. Menciptakan “rapport” (senyum, rasa humor yang tinggi, mengucapkan

pujian, tentang prestasi) akan membantu menciptakan suasana yang santai dan akrab, sehingga narasumber merasa aman dan berkeinginan untuk membri informasi yang akurat;

d. Bersikap netral

e. Menunjukkan perhatian, misalnya dengan menganggukkan kepala atau mengucapkan “o,ya!”;


(33)

2.6.4 Teknik Interaksi Berwawancara

Sebelum memulai wawa ncara, berwawancara harus mengetahui etika dan teknik interaksi berwawancara. Etika yang penting dalam berwawancara ialah merundingkan perjanjian (waktu dan tempat) wawancara dengan narasumber.

Teknik interaksi wawancara merupakan hal yang perlu diperhatikan. (Hadi, 1981: 192-217) mengemukakan mengenai teknik interaksi berwawancara, yakni sebagai berikut.

a. Mengucapkan Salam Pembuka pada Kegiatan Wawancara

Salam pembukaan perlu diucapkan pewawancara dalam memulai wawancara. Salam disesuaikan dengan narasumber. Salam pembuka yang bersifat umum disesuaikan dengan waktu misalnya, selamat pagi. Untuk salam yang bersifat khusus dapat diucapkan dengan Assalamualaikum Warohmatulloh Wabarokatuh. Salam pembuka juga berguna bagi pewawancara untuk menimbulkan keakraban daan keluwesan pada permulaan wawancara.

b. Pembicaraan Pendahuluan pada Kegiatan Berwawancara

Pembicaraan pendahuluan sebagai langkah untuk perkenalan sekaligus mengemukakan topik dan tujuan wawancara. Sebaiknya pewawancara tidak tergesa-gesa untuk masuk ke materi wawancara


(34)

c. Bertanya pada Kegiatan Wawancara

bertahap. Dalam bertanya, pewawancara tidak semata-mata bergantung pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan, karena apabila hal yang menarik, maka pewawancara boleh mengajukan pertanyaan baru diluar kerangka pertanyaan.

d. Pencatatan pada Kegiatan Wawancara

Dalam proses wawancara, pencatatan tanya jawab memegang peranan yang sangat penting. Pencatatan merupakan cara yang paling baik guna menghindari timbulnya kesalahan akibat kelupaan. Sebelum melakukan wawancara hendaknya menggunakan alat pencatat yang praktis dan efisien (Kartono, 1980: 180). Salah satu alat pencatatan misalnya, alat tulis, alat perekam elektronik, dan sebagainya.

e. Kesimpulan pada Kegiatan Wawancara

Kesimpulan adalah ikhtisar atau kesudahan pendapat. Kesimpulan juga merupakan keputusan yang telah didiskusikan dan dipertimbangkan oleh kedua belah pihak. Setiap wawancara harus ada kesimpulan. Dalam penelitian ini, kegiatan wawancara perlu diakhiri dengan kesimpulan, sebab kesimpulan merupakan hasil akhir dari kegiatan wawancara.

2.6.5 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara

Beberapa faktor yang menunjang keefektifan berwawancara, antara lain sebagai berikut.

A. Faktor Kebahasaan


(35)

1) Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian narasumber.

2) Penempatan Tekanan, Nada, dan Durasi yang sesuai

Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi kurang.

3) Pilihan kata (Diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah

dimengerti oleh pendengar.

4) Ketepatan Sasaran Pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian.seorang pembicara harus mampu menyususn kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, kesan atau akibat. Di dalam kegiatan komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan penerimaan


(36)

informasi belaka, tetapi mencakup semua aspek ekspresi kejiwaan manusia (Arsyad dan Mukti, 1987: 17).

B. Faktor Nonkebahasaan

Faktor-faktor non kebahasaan, antara lain sebagai berikut.

1) Sikap yang Wajar, Tenang. Dan Tidak Kaku

Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.

2) Pandangan

Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab pandangan mata

seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini sejalan dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.

3) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

Dalam menyampaikan isi pembicaraan seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, mengubah pendapatnya jika ternyata keliru.


(37)

4) Gerak-Gerik dan Mimik yang Tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik.

5) Kenyaringan Suara

Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.

6) Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau bahkan antara bagian-bagisan yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti e..., anu..., a..., dan sebagainya dapat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.

7) Relevasi atau Penalaran

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berfikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.


(38)

8) Penguasaan Topik Pembicaraan

Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran (Arsyad dan Mukti, 1987: 17).

2.6.6 Kemampuan Berwawancara

Dalam melakukan suatu wawancara, seseorang yang akan melakukan wawancara atau pewawancara, diharuskan memiliki kemampuan dalam kegiatan tanya jawab sehingga kegiatan berwawancara dapat berjalan dengan baik.

Dalam (Kamus Besar bahasa Indonesia, 2002:1029), kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Menurut (Gunadi, 1998:131) bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber.

Berdasarkan pengertian kemampuan dan berwawancara di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kemampuan berwawancara adalah kesanggupan atau kemampuan pewawancara dalam melakukan kegiatan tanya jawab lisan secara berhadap-hadapan dan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, atau motivasi narasumber.

2.7Teknik Permodelan

Salah satu strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah teknik permodelan. Untuk mendapatkan suatu definisi yang dapt dipahami dengan baik dari


(39)

pengertian permodelan, maka kita harus mengetahui secara mendalam apa arti sebenarnya kata permodelan.

2.7.1 Pengertian Teknik Pemodelan

Pemodelan dalam pembelajaran adalah cara guru mempersiapkan suatu model yang akan dijadikan sebagai model atau contoh dalam kegiatan pembelajaran (Tarigan, 2008: 42).

Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan mengasyikkan serta siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Wujud alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.

Dalam aspek berbicara khususnya kegiatan berwawancara, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau menghadirkan media atau alat peraga. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Siswa “contoh” tersebut dapat dikatakan sebagai model.

Pemodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasa kan gagasan yang kita pikirkan, mendemontrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam teknik pemodelan , guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang engan melibatkan siswa dan model dari luar. Dengan demikian, dalam pembelajaran berwawancara guru menghadirkan contoh atau model bersumber dari hasil


(40)

wawancara penulis dengan pihak lain atau hasil wawancara itu sendiri untuk disajikan dalam pembelajaran.

Dari pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa teknik pemodelan adalah suatu teknik pembelajaran dimana guru mempersiapkan suatu model yang akan memeragakan suatu gagasan yang dirancang, baik itu melibatkan siswa, guru, atau model dari luar.

2.7.2 Komponen Pemodelan

Komponen pemodelan pada pembelajaran keterampilan berbahasa ada model yang bisa ditiru. Model ini bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan sesuatu. Dengan demikian, guru memberi model tentang bagaimana belajar. Siswa dapat dikatakan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru (Depdiknas 2002:16).

Prinsip-Prinsip Komponen Pemodelan adalah :

1. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.

2. Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau ahlinya.

3. Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu contoh hasil karya atau model penampilan.


(41)

2.7.3 Kelebihan Teknik Pemodelan

Dalam setiap teknik yang digunakan guru di kelas, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan teknik pemodelan . Berikut kelebihan teknik pemodelan , antara lain sebagai berikut (Depdiknas, 2002:30).

a. Menyenangkan siswa;

b.Menggalakkan guru untuk mengembangkan kreatifitas siswa

c.Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya

d.Mengurangi hal-hal yang bersifat verbal dan abstrak

e.Tidak memerlukan pengarahan yang pelik dan mendalam, karena walau bukan guru langsung yang menjadi model (dapat mengambil orang lain), namun teknik pemodelan ini dapat berlangsung

f. Menimbulkan interaksi antara model dengan siswa, yang memberi kemungkinan timbulnya keutuhan dan kegotong royongan serta rasa keakraban

g. Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban/kurang cakap

h. Menumbuhkan cara berfikir yang kritis, karena siswa menyaksikan langsung melalui pemodelan yang didemontrasikan di depan kelas


(42)

2.7.4. Kekurangan Teknik Permodelan

Berikut kekurangan teknik pemodelan , antara lain sebagai berikut (Depdiknas, 2002: 30)

a. Membuat siswa ketergantungan dengan sang model

b. Siswa cenderung meniru gaya dan penampilan berbicara sang model

c. Siswa kurang kreatif karena kebanyakan siswa hanya mengikuti apa yang di lakukan model tanpa mau berfikir lebih luas.

2.8Pembelajaran Berwawancara dengan Teknik Pemodelan di Sekolah Dasar

Dalam pembelajaran berwawancara, langkah-langkah penggunaan Strategi Pemodelan adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan Awal

a. Guru memberi salam, menanyakan tentang keadaan siswa pada hari ini b. Setelah itu guru mengecek kehadirian siswa dengan mengadakan presensi c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya untuk

memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.

d. Guru menginformasikan kempetensi dasar (KD), indikator da tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan inti

a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk

memperkaya informasi.

b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan mengguakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.


(43)

c. Guru memberikan contoh cara berwawancara dengan menghadirkan model untuk berwawancara dengan guru, lalu bergantian siswa diminta untuk berwawengan ancara dengan model.

d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan memcatat hal-hal pokok dalam berwawancara,

e. Siswa menulis cara-cara berwawancara. 3. Kegiatan Akhir

a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan

b. Siswa melakukan evaluasi

c. Guru mengucapkan salam penutup.

Model yang baik dan tepat digunakan dalam pembelajaran adalah model Pada garis bayang menjamin dapat dipraktikan dalam proses pembelajaran secara praktis. Artinya model tersebut bernilai praktis dalam pembelajaran berbahasa (Nurhadi, (2003 : 40)

Permodelan di Sekolah Dasar adalah teknik mengajar yang dilakukan di sekolah dengan mendatangkan orang lain ke dalam Kelas Untuk memberi contoh cara memperagakan sesuatu, agar para siswa lebih tertarik dan lebih serius dalam melaksanakan pembelajaran, dalam hal ini di hadirkan model untuk memperagakan teknik berwawancara, disini model bisa berperan sebagai penanya ataupun tokoh yang akan di wawancarai (nara sumber) untuk lebih berhasilnya teknik permodelan ini ada baiknya model yang di hadirkan adalah model yang belum di kenal siswa, tetapi menarik perhatian siswa, misalnya ia adalah seorang tokoh yang memang di kagumi oleh anak-anak, misalnya bapak Camat, bapak


(44)

polisi, dokter, perawat, pekerja seni atau orang –orang sukses sehingga memacu semangat anak untuk menggali potensi yang ia miliki.

2.9Hipotesis

Hipotesis tindakan akan penelitian ini adalah :

a. Penggunaan teknik permodelan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SDN Bakauheni kec bakauheni nabupaten Lampung Selatan. b. Penggunaan teknik permodelan dapat meningkatkan hasil belajar siswa


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas, penelitian tindakan kelas merupakan salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan prektik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional.

Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian kemmis dan taggart (Arikunto, 2010 : 132), yaitu berbentuk spiral dari siklusyang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planing (rencana), action tindakan), observation (Pengamatan), dan reflektion (refleksi). Langkah langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan pengamatan, dan refleksi.

3.2 Seting Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah siswa 31 terdiri dari 12 laki laki dan 19 perempuan


(46)

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan

3.2.3Waktu penelitian

Peneitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2012/2013, Semester Pertama Dimulai bulan Oktober sampai dengan November 2012 pelakanaan penelitian tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran, dan penelitian akan berlangsung sampai indikator yang telah ditentukan.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan, tiap tiap pertemuan terdiri dari empat tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan

Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus selesai di implementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.

Desain penelitian yang akan digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart DepDikNas, (2001: 3) yang terdiri dari 4 tahap yaitu : perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Diagram alur desain penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.


(47)

Gambar 3.1 Diagram Alur Desain Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Teggart. 1988

3.1.1 Tahapan Perencanaan.

Perencanaan pada siklus meliputi dua hal, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus, yang dimaksud dengan perencanaan umum dan perencanaan khusus yaitu, perencanaan umum adalah perencanaan yang meliputi keseluruhan aspek yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas, perencanaan khusus terdiri dari perencanaan ulang atau disebut revisi perencanaan , perencanaan ini berkaitan dengan pendekatan pembelajaran , teknik pembelajaran, media dan materi pembelajaran dan sebagainya. Dalam hal ini, teknik pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik permodelan.

Identifikas i

Perencanaan

Tindakan

Observasi Refleksi

Perencanan Ulang


(48)

3.3.2 TahapPelaksanaan

Tindakan berlangsung didalam kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia, siswa

yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V selama 2 (dua) kali pertemuan dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut.

A. Pertemuan Pertama 1. Kegiatan Awal

a. Guru memberi salam, menanyakan tentang keadaan siswa pada hari ini b. Setelah itu guru mengecek kehadirian siswa dengan mengadakan presensi c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya untuk

memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.

d. Guru menginformasikan kempetensi dasar (KD), indikator da tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan inti

a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.

b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan mengguakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.

c. Guru memberikan contoh dengan memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memperagakannya sesuai yang dicontohkan

d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan memcatat hal-hal pokok dalam berwawancara,


(49)

e. Siswa menulis cara-cara berwawancara. 3. Kegiatan Akhir

a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan

b. Siswa melakukan evaluasi

c. Guru mengucapkan salam penutup.

4. Pertemuan kedua 1. Kegiatan Awal

a. Guru mengkondisikan kelas dengan membuka salam, berdo’a dan mendata kehadiran siswa.

b. Guru mengingatkan kembali materi pada pertemuan sebelumnya dan menginformasikan tujuan pembelajaran.

c. Guru melakukann apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa hal-hal yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti

a. Siswa melakukan peragaan berwawancara di depan kelas

b. Guru memperhatikan dan memperbaiki cara berwawancara jika terjadi kesalahan pada siswa.

c. Guru memberikan penilaian dan meluruskan kesalahpahaman.

3. Kegiatan Akhir

a. Melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran b. Melakukan evaluasi secara tertulis


(50)

Setelah kegitan perencanaan dan pelasanaan siklus I, peneliti bersama teman sejawat menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, jika pada siklus I masih belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan perbaikan pada siklus II.

3.3.3 Tahapan Observasi /pengamatan

Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Ade Irma Suryani Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan yaitu lember kegiatan aktivitas guru.

3.3.4 Tahap Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan menganalisis , mecermati, dan mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah di lakukan berdasarkan data yag telah dikumpulkan. Kemudian dilakukan evaluasi oleh peneliti dan kolaborator untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.

Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat di ketahui kekuatan dan kelemahan kegiatan pembelajaran berwawancara melalui teknik pemodelan yang dilakukan oleh guru, sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus selanjutnya


(51)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperolehmelalui langkah langkah sebagai berikut .

a. Tes perbuatan tes perbuatan dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran. Tes perbuatan

yang dilakukan adalah memeragakan wawancara.

b. Observasi observasi atau pengamatan ini di isi selama pembelajaran berlangsung dengan cara meberi tanda ceklis (√) pad setiap aspek yang diamati dengan kategori baiksekali, baik, cukup, kurang dan kurang sekali.

c. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan lembar kerja siswa, metode dokumentasi digunakan untuk mencari data data yang mendukung permasalahan yang akan di teliti.

3.5Instrumen penelitian Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Silabus

silabus adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolaan kelas , serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap pertemuan, masing masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.


(52)

3. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.

4. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran

Lembar observasi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran

pembelajaran pada penelitian ini adalah (a) indikator penilaian kemampuan berwawancara dan (b) lember observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.

5. Tes Perbuatan

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tes perbuatan ini adalah dengan dengan memeragakan wawancara di depan kelas ataupun dengan pedagang atau petani, sesuai dengan topik wawancara.Indikator kemampuan dalam berwawancara ini antara lain ketepatan ucapan, pilihn kata/diksi yang digunakan, keefektifan kalimat, da kelancaran berbicara dalam berwawancara.

Tabel 3.1 Indikator Penilaian Kemampuan berwawancara

No Indi

kator Deskriptor Penilaian Skor

Skor Maksi mal 1 Ketepata

n ucapan

Siswa mengucapkan bunyi-buyi bahasa secara tepat sekali 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan dalam mengucapkan

bunyi bahasa 4 Terdapat 3-4 kesalahan dalam mengucapkan

bunyi bahasa 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan dalam

mengucapkan bunyi bahasa 2 Bunyi bahasa yang diucapkan semuanya tidak

tepat 1

2 Pilihan kata / diksi

Penggunaan kalimat sangat efektif 5

5 Terdapat 1-2 kesalahan penggunaan kalimat


(53)

Terdapat 3-4 kesalahan penggunaan kalimat

dalam wawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan penggunaan

kalimat dalam wawancara 2 Pilihan kata yang di gunakan semuanya tidak

tepat 1

3 Keefektif an kalimat

Pilihan kata yang digunakan siswa dalam

berwawancara tepat sekali 5 Terdapat 1-2 kesaahan pilihan kata yang di

guakan dalam wawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan pilihan kata yang di

guakan dalam wawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan penggunaan

kalimat dalam wawancara 2 Pilihan kata yang di gunakan semuanya tidak

tepat 1

4 Kelancar an dalam berwawa ncara

Siswa berbicara dengan sangat lancar sehingga menyampaikan pemicaraan sangat baik 5 Dalam berwawancara siswa berbicara dengan

lancar tetapi masih ada 1-2 kesalahan 4 Dalam berwawancara siswa berbicara cukup

lancar tetapi masih ada 3-4 kesalahan 3 Dalam berwawancara siswa berbicara kurang

lancar 2

Dalam berwawancara siswa berbicara tidak

lancar sama sekali 1 5 Intonasi Siswa berwawancara dengan intonasi yang sangat

baik 5

Terdapat 1-2 kesalahan intonasi yang digunakan siswa dalam berwawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan intonasi yang digunakan siswa dalam berwawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan intonasi yang

digunakan siswa dalam berwawancara 2 Siswa berwawancara dengan intonasi yang tidak

tepat 1

Jumlah ( Skor Maksimal) 25 (Gunadi 1998: 139)

Dari indikator penilaian diatas, untuk mencari nilai akhir kemampuan siswa berwawancara digunakan rumus sebagai berikut .

Skor perolehan

Nilai Akhir = ---x 100% Skor maksimal


(54)

Untuk menetukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara, penulis berpedoman pada pendapat Nurgiantoro, seperti pada tabel 3.2 di bawah ini

Tabel 3.2 Tolak ukur penilaian Kemampuan Siswa Dalam Berwawancara Melalui Teknik Permodelan

No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85-100 Baik sekali

2 75-84 Baik

3 60-74 Cukup

4 40-59 Kurang

5 0-39 Kurang sekali

( Nurgiantoro, 2001 : 399)

Indikator penilaian kemampuan siswa dalam berwawancara dapat diuraikan sebagai berikut .

1. Indikator Ketepatan Ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat . pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian nara sumber. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tetap tetapi ada 1-2 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa cukup tepat tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Jika siswa mengucapkan bunyi- bunyi bahasa kurang tepat dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa tidak tepat dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.

2. Indikator Pilihan Kata/Diksi

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang akhirnya hampir sama atau bermiripan.


(55)

kata yang digunakan dalam berwawancara sangat tepat tanpa ada satupun kesalahan , maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara tepat, tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara cukup tepat tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila pilihan kata yang digunakan dalam berwawancara tidak tepat dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.

3. Indikator Keefektifan Kalimat

Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh , menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat. Jadi apabila pengunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara sangat efektif tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara efektif tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berawancara cukup efektif tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila penggunaan kalimat yang

digunakan siswa dalam berwawancara kurang efektif dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat sekor 2. Apabila penggunaan kalimat yang gunakan siswa dalam berwawancara tidak efektif dimana tidak satupun yang benar, siswa tersebut mendapat skor 1.


(56)

4. Indikator Kelancaran Dalam Berwawancara

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan. Pembicaara dengan terputus-putus dapat mengganggu penengkapan pendengar. Sebaiknya pembaicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. Jadi apabila siswa berbicara dengan sangat lancar sehingga menyampaikan pembicaraan sangat baik maka siswa tersebut mendapat nilai 5. Apabila siswa berbicara dengan lancar sehingga menyampaikan pembicara dengan baik tetapi masih ada satu kesalahan maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila siswa berbicara cukup lancar sehingga menyampaikan pembicaraan cukup baik tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat nilai 3, apabila siswa berbicara kurang lancar sehingga menyampaikan pembicaraan kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila siswa berbicara tidak lancar sehingga menyampaikan pembicaraan tidak baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.

5. Indikator Intonasi

Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu, walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan , dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejenuhan, dan keefektifan berbicara berkurang. Jadi, apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik tanpa ada


(57)

satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik

tetapi masih ada satu kesalaha, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang cukup baik tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.

Untuk mengukur aktivitas siswa selama pembelajaran, dapat disajikan lembar observasi aktivitas siswa pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses pembelajaran

No Aspek Deskriptor Penilaian Skor Skor

Maksimal 1 Keseriusan Siswa memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan sangat serius

5

5 Siswa memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan serius

4 Siswa memperhatikan peragaan

berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan cukup serius

3 Siswa kurang memperhatikan

peragaan berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas

2 Siswa tidak memperhatikan peragaan berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas

1 2 Inisiatif Siswa sangat aktif mencari bahan

pada sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas

5

5 Siswa aktif mencari bahan pada

sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas


(58)

Siswa cukup aktif mencari bahan pada sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas

3

Siswa kurang aktif mencari bahan pada sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas

2

Siswa tidak mencari bahan pada sumber lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas

1

3 Tanya

jawab

Siswa sangat aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

5

5 Siswa aktif bertanya jawab dengan

guru atau teman dalam

menyelesaikan masalah

4 Siswa cukup aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

3 Siswa kurang aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

2 Siswa tidak aktif bertanya jawab dengan guru atau teman dalam menyelesaikan masalah

1

Jumlah (skor Maksimal) 15

(Gunadi 1998: 139)

Selain aktivitas siswa yang dinilai selama kegiatan pembelajaran, aktivitas guru juga dinilai oleh pengamat dalam hal ini adalah teman sejawat sebagai kolaborator penelitia ini, untuk mengukur aktivitas guru selama pembelajaran, dapat disajikan lembar Observasi aktivitas guru pada tabel 3.4 sebagai berikut.


(59)

Tabel 3.4 Lembar Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran No

Aspek Skor

1 2 3 4 5 I Persiapan Pembelajaran

1. Persiapan rencana pelaksanaan pembelajaran 1 2 3 4 5 2. Kesiapan alat peraga/ media yang digunakan 1 2 3 4 5 II Kegiatan Awal

1. Melakukan absensi siswa 1 2 3 4 5

2. Apersepsi 1 2 3 4 5

3. Mengemukakan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5 4. Menjelaskan deskripsi singkat materi pelajaran 1 2 3 4 5 III Kegiatan Inti

1. Penguasaan materi pelajaran 1 2 3 4 5

2. Penguasaan kelas 1 2 3 4 5

3. Pemanfaatan media pembelajaran 1 2 3 4 5

4. Partisipasi/aktivitas dalam pembelajaran 1 2 3 4 5 5. Menggunakan bahasa yang baik dan benar 1 2 3 4 5 6. Melakukan pemantauan aktivitas belajar siswa 1 2 3 4 5 IV Kegiatan Akhir

1. Melakukan evaluasi 1 2 3 4 5

2. Melibatkan siswa dalam proses menyimpulkan 1 2 3 4 5

Jumlah ( Skor Maksimal) 70

BNSP 2006 KTSP SD Jakarta Depdiknas

3.6 Teknik Analisis Data Untuk mengetahui keefektifan suatu teknik pembelajaran perlu diadakan analisis data, pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh sesuai dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang di capai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran .

Untuk menganalisis tingkat keberhasian atau presentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap penemuannya dilakukan dengan tes perbuatan pada setiap kegiatan pembelajaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu :


(60)

3.6.1 Menilai Tes Perbuatan

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata rata tes perbuatan, dapat dirumuskan sebagai berikut :

Sudjana, (2005: 423)

3.6.2 Ketuntasan Belajar

Ada 2 kategori ketuntasan yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 60 atau lebih, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih dan atau sama dengan 75%. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar di gunakan rumus sebagai berikut.

( Mulyasa, 2003 : 102)

3.6.3 Langkah-langkah menganalisis data

Cara cara dalam menganalisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghadirkan teks wawancara di depan kelas dan seluruh siswa diminta

menyimak pembaca wawancara ttersebut.

2. Siswa diminta untuk membuat daftar pertanyaan wawancara sesuai topik yang telah ditentukan.

Dengan : X = Nilai Rata-rata X = Jumlah Semua nilai siswa N = Jumlah Siswa

∑ siswa yang tuntas belajar

P = --- x 100% Siswa


(61)

3. Peneliti melakukan penilaian tehadap siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa dalam berwawancara.

4. Menjumlahkan skor indikator kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan tolok ukur penilaian sebagai berikut

No Indikator Skor Maksimal

1 Ketepatan ucapan 5 2 Pilihan Kata ( Diksi) 5 3 Keefektifan Kalimat 5 4 Kelancaran dalam berwawancara 5

5 Intonasi 5

Jumlah 25

5. Menghitung skor rata-rata indikator kemampuan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara dengan tolok ukur di bawah ini

Tabel 3.5 Tolok ukur penilaian kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan

indikator

No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85-100 Baik sekali

2 75-84 Baik

3 60-74 Cukup

4 40-59 Kurang

5 0-39 Kurang sekali


(62)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara khususnya dalam berwawancara, siswa kelas V SD Negeri 2 Bakauheni setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64,5% dengan ketuntasan klasikal sebesar 69,5%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 76,9% dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 7,42%.

2. Proses pembelajaran, aktivitas siswa kelas Va SD Negeri 2 Bakauheni setelah mengikuti pembelajaran berwawancara dengan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data observasi siklus I persentase aktivitas 60 % dan Siklus II. , aktivitas siswa dalam kegiatan nerwaawancara mengalami peningkatan menjadi 85,6% dengan kategori aktif.


(63)

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Bagi siswa untuk senantiasa membudayakan belajar dan membaca, guna

memperkaya ilmu pengetahuan guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik

2. Bagi guru

Guru hendaknya lebih meningkatkan motivasi siswa untuk berpikir lebih aktif dalam memecahkan suatu masalah, saling bekerja sama antar siswa dan memeberikan bimbingan pada siswa untuk memecahkan suatu masalah 3. Bagi Kepala

Kepala sekolah agar dapat melengkapi sarana dan prasarana yang masih belum ada agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih baik sehingga hasil belajar dapat meningkat

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat lebih memahami tugas seorang guru sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul di sekolah, sehingga dapat menjadi acuan sebagai calon guru sekolah dasar dalam penulisan karya ilmiahnya


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Arsjad, Maidar G. Dan Mukti U.S. 1987. Pembinaan Kemampuan Berbicara bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2001. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas 2002. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas 2006 standar Isi Jakarta: Balai Pustaka.

Gunadi, Iwan. 1998. Teknik Berwawancara. Jakarta: Komunitas Sastra Indonesia. Gilian Brown and George yule 1983. Discourse analysis .Cambridge University

Press

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit ANDI Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Depdiknas

Kartono. 1980. Teknik Wawancara. Jakarta: Erlangga

Kemmis dan Teggart. 1988. The Action Research Planner. Deakin Univercity. Mardiyanto dan Rahayu Sri. 2009. bahasa Indonesia untuk SMK/MAK Tingkat

Semenjana Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm. 177

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.


(1)

3.6.1 Menilai Tes Perbuatan

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata rata tes perbuatan, dapat dirumuskan sebagai berikut :

Sudjana, (2005: 423)

3.6.2 Ketuntasan Belajar

Ada 2 kategori ketuntasan yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai nilai 60 atau lebih, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut mencapai daya serap lebih dan atau sama dengan 75%. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar di gunakan rumus sebagai berikut.

( Mulyasa, 2003 : 102)

3.6.3 Langkah-langkah menganalisis data

Cara cara dalam menganalisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghadirkan teks wawancara di depan kelas dan seluruh siswa diminta

menyimak pembaca wawancara ttersebut.

2. Siswa diminta untuk membuat daftar pertanyaan wawancara sesuai topik yang telah ditentukan.

Dengan : X = Nilai Rata-rata X = Jumlah Semua nilai siswa N = Jumlah Siswa

∑ siswa yang tuntas belajar

P = --- x 100% Siswa


(2)

49

3. Peneliti melakukan penilaian tehadap siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa dalam berwawancara.

4. Menjumlahkan skor indikator kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan tolok ukur penilaian sebagai berikut

No Indikator Skor Maksimal

1 Ketepatan ucapan 5

2 Pilihan Kata ( Diksi) 5

3 Keefektifan Kalimat 5

4 Kelancaran dalam berwawancara 5

5 Intonasi 5

Jumlah 25

5. Menghitung skor rata-rata indikator kemampuan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

6. Menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara dengan tolok ukur di bawah ini

Tabel 3.5 Tolok ukur penilaian kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan

indikator

No Interval Nilai Tingkat Kemampuan

1 85-100 Baik sekali

2 75-84 Baik

3 60-74 Cukup

4 40-59 Kurang

5 0-39 Kurang sekali


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Keterampilan berbicara khususnya dalam berwawancara, siswa kelas V SD Negeri 2 Bakauheni setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64,5% dengan ketuntasan klasikal sebesar 69,5%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 76,9% dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 7,42%.

2. Proses pembelajaran, aktivitas siswa kelas Va SD Negeri 2 Bakauheni setelah mengikuti pembelajaran berwawancara dengan teknik pemodelan mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data observasi siklus I persentase aktivitas 60 % dan Siklus II. , aktivitas siswa dalam kegiatan nerwaawancara mengalami peningkatan menjadi 85,6% dengan kategori aktif.


(4)

82

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Bagi siswa untuk senantiasa membudayakan belajar dan membaca, guna

memperkaya ilmu pengetahuan guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik

2. Bagi guru

Guru hendaknya lebih meningkatkan motivasi siswa untuk berpikir lebih aktif dalam memecahkan suatu masalah, saling bekerja sama antar siswa dan memeberikan bimbingan pada siswa untuk memecahkan suatu masalah 3. Bagi Kepala

Kepala sekolah agar dapat melengkapi sarana dan prasarana yang masih belum ada agar proses pembelajaran dapat berlangsung lebih baik sehingga hasil belajar dapat meningkat

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat lebih memahami tugas seorang guru sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul di sekolah, sehingga dapat menjadi acuan sebagai calon guru sekolah dasar dalam penulisan karya ilmiahnya


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arsjad, Maidar G. Dan Mukti U.S. 1987. Pembinaan Kemampuan Berbicara bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. 2001. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas 2002. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas 2006 standar Isi Jakarta: Balai Pustaka.

Gunadi, Iwan. 1998. Teknik Berwawancara. Jakarta: Komunitas Sastra Indonesia. Gilian Brown and George yule 1983. Discourse analysis .Cambridge University

Press

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit ANDI Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Depdiknas

Kartono. 1980. Teknik Wawancara. Jakarta: Erlangga

Kemmis dan Teggart. 1988. The Action Research Planner. Deakin Univercity. Mardiyanto dan Rahayu Sri. 2009. bahasa Indonesia untuk SMK/MAK Tingkat

Semenjana Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm. 177

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.


(6)

Nurgiyantoro, B. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga Yogyakarta: BPFE.

Santoso, Puji, dkk. 2011. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.Jakarta: Universitas Terbuka.

Solchan TW 2008surat menyurat resmi. Remaja Rosdakarya Bandung

Sutejo 2011 Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.

Tarigan, H. G. 2008. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa . Bandung: Angkasa.

Universitas lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI TEKNIK PENGAMATAN PADA SISWA KELAS V-B SDN 1 TANJUNG SENANG BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 59

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PELATIHAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VB SDN 2BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN

3 17 71

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI TEKNIK 4/3/2 PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI GEDONGTATAAN PESAWARAN LAMPUNG

1 21 78

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE KERJA KELOMPOK TERHADAP SISWA KELAS V B SDN 2 KEDAMAIAN BANDAR LAMPUNG

1 4 39

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM MENCERITAKAN KEGEMARAN SISWA MELALUI TEKNIK PERCAKAPAN PADA Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Dalam Menceritakan Kegemaran Siswa Melalui Teknik Percakapan Pada Siswa Kelas II SDN 02 Kaliwuluh Kecamatan Kebakkrama

0 0 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM MENCERITAKAN KEGEMARAN SISWA MELALUI TEKNIK PERCAKAPAN PADA Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Dalam Menceritakan Kegemaran Siswa Melalui Teknik Percakapan Pada Siswa Kelas II SDN 02 Kaliwuluh Kecamatan Kebakkrama

0 1 15

PENGGUNAAN TEKNIK MEMBACA SUPER GAYA ACCELERATED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT PADA SISWA KELAS V SDN MEKARWANGI 2.

3 15 43

IMPLEMENTASI TEKNIK CERITA BERANTAI DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN KRAGILAN 3 KECAMATAN KRAGILAN KABUPATEN SERANG.

0 0 41

KEEFEKTIFAN MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS VISUALISASI MUSEUM TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI DAN KEAKTIFAN PADA BELAJAR SEJARAH SISWA SMP MUHAMMADIYAH 2 KARANGANYAR

0 0 78

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DENGAN METODE DEMONSTRASI KELAS V SDN 02 SUNGAI BETUNG

0 0 7