PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PELATIHAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VB SDN 2BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN
(2)
ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARAMELALUI TEKNIK PELATIHAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VB
SDN 2BAKAUHENIKECAMATAN BAKAUHENI LAMPUNG SELATAN
OLEH SRI KARSINI
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran berwawancara siswa kelas VB SD Negeri 2 Bakauheni kacamatan Bakauheni kabupaten Lampung Selatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah PTK (clasroom Action Research) Melalui siklus berdaur ulang, setiap siklus dilaksanakan berdasarkan 4 tahap yaitu (1) perencanaan, (2)pelaksanaan (3) Observasi dan (4) Refleksi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan perolehan hasil analisis data dari siklus I dan siklus II terus meningkat. Hasil siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 65,3%. Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 79,3% dengan ketuntasan klasikal sebesar 97,5%. Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 67,5%.
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...
ix x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 7
2.1.1 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 8
1.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 9
2.2 Berbicara... 10
2.2.1 Pengertian Berbicara ... 11
2.2.2 Tujuan Berbicara ... 11
2.2.3 Prinsip Umum Kegiatan Berbicara ... 13
2.2.4 Jenis Jenis Berbicara ... 14
2.2.6 Hambatan Dalam Berbicara ... 16
2.2 Wawancara ... 16
2.2.1 Pengertian wawancara ... 17
2.2.2 Jenis-jenis wawancara ... 18
2.2.3 Langkah-langkah Berwawancara ... 21
2.2.4 Teknik Interaksi dalam Berwawancara ... 25
2.2.5 Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara ... 26
2.2.6 Kemampuan Berwawancara ... 32
2.3 Teknik Pelatihan Terbimbing ... 32
2.3.1 Pengertian Teknik Pelatihan Terbimbing ... 33
2.3.2 Tujuan Teknik Latihan Terbimbing dalam Pembelajaran Berwawancara ... 34 2.3.3 Kelebihan Teknik Latihan Terbimbing... 35
2.3.4 Kekurangan Teknik Latihan Terbimbing ... 36
2.4 Pembelajaran Wawancara dengan Teknik Latihan Terbimbing di Sekolah Dasar ... 36 2.6 Hipotesis Penelitian... 39
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 40
(7)
3.5 Instrumen Penelitian ... 45
3.6 Teknik Analisis Data ... 53
3.7 Indikator Kinerja ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 56
4.1.1 Siklus I ... 56
4.1.2 Siklus II ... 67
4.2 Pembahasan ... 78
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 83
5.2 Saran ... 84
Daftar Pustaka ... 85 Lampiran
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Hasil Observasi terhadap hasil ulangan harian kelas V B... 4
3.1 Indikator Penilaian Kemampuan Berwawancara ... 46
3.2 Tolok Ukur Penilaian Kemampuan siswa dalam berwawancara melalui teknik Pelatihan terbimbing ... 48
3.3 Lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran... 51
3.4 Lembar observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran... 52
4.1 Hasil Kemampuan siswa dalam berwawancara pada Siklus I ... 61
4.2 Skor komulatif nilai berwawancara siklus I ... 63
4.3 Skor indikator kemampuan gramatikal siklus I ... 63
4.4 Skor penilaian penguasaan kosa kata siklus I ... 65
4.5 Skor penilaian keefesienan kalimat siklus I... 66
4.6 Skor penilaian kefasihan berwawancara siklus I ... 67
4.7 Skor penilaian tekanan siklus I ... 68
4.8 Rata-rata skor kemampua siswa berwawancara siklus I... 69
4.9 Hasil observasi aktivitas siswa siklus I ... 70
4.10 Rekapitulasi hasil analisis data siklus I ... 71
4.11 Hasil Analisis aktivitas guru siklus I ... 71
4.12 Hasil Kemampuan siswa berwawancara pada Siklus II 75 4.13 Skor kumulatif nilai berwawancara siklus II ... 76
4.14 Skor indikator kemampuan gramatikal siklus II... 77
4.15 Skor penilaian penguasaan kosa kata siklus II ... 78
4.16 Skor penilaian keefesienan kalimat siklus II... 79
4.17 Skor penilaian kefasihan berwawancara siklus II ... 80
4.18 Skor penilaian tekanan siklus II ... 81
4.19 Rata-rata skor kemampua siswa berwawancara siklus II... 82
4.20 Rekapitulasi hasil analisis data siklus II... 84
4.21 Hasil observasi aktivitas siswa siklus II... 78
4.22 Rekapitulasi Aktivitas siswa Siklus I dan siklus II... 85
4.23 Hasil Analisis aktivitas guru siklus II ... 85
(9)
Gambar Halaman
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
LampiranHalaman
1 Surat keterangan kuliah 95
2 Surat keterangan izin penelitian 96
3 Data guru SDN 2 Bakauheni 97
4 Data Siswa dari VB ... 98
5 Denah Sekolah ... 99
6 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I Pertemuan I ... 100
7 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I Pertemuan II ... 104
8 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II Pertemuan I ………. 108
9 Rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II Pertemuan II ………. 112
10 Silabus... 116
11 Hasil Kemampuan siswa dalam berwawancara pada Siklus I ……….... 117
12 Hasil kemampuan Siswa dalam Berwawancara dari Indikator ketepat -an Ucap-an pada Siklus I ……… 119 13 Hasil Kemampuan Siswa dalam berwawancara ditinjau dari Indikator Pilihan kata/Diksi pada Siklus I ……….. 120 14 Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Indikator Kefektifan Kalimat pada siklus ……….. 121 15 Hasil Kemampuan Siswa dalam Berwawancara ditinjau dari Indikator Kelancaran Berwawancara pada Siklus I ……… 122 16 Hasil kemampuan Siswa dalam berwawancara Ditinjau dari indikatorIntonasi pada Siklus I ………. 123 17 Analisis hasil Evaluasi siklus I ... 124
18 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Siklus I 126 19 data Observasi Aktivitas guru dalam Proses pembelajaran Siklus I ….. 128
20 Hasil Kemampuan siswa berwawancara pada Siklus II ……… 129
21 Hasil kemampuan siswa dalam berwawancara dari Indikator Ketepatan ucapan pada Siklus II ……… 131 22 Hasil kemampuan siswa dalam berwawancara Ditinjau dari Indikator Pilihan kata/Diksi pada Siklus II ……… 132 23 Hasil kemampuan Siswa dalam Berwawancara Ditinjau dari Indikator keefektifan kalimat pada Siklus II ……….. 133 24 hasil kemampuan Siswa dalam berwawancara Ditinjau dari Indikator Kelancaran Berwawancara pada siklus II ………... 134 25 Hasil kemampuan siswa dalam berwawancara ditinjau dari Indikator Intonasi pada Siklus II ……… 135 26 Analisis hasil Evaluasi Siklus II ………. 136
27 Hasil Pengamatan Siswa dalam Proses Pembelajaran Siklus II ……… 138
28 Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Proses Pembelajaran Siklus II.. 140
29 Indikator penilaian kemampuan siswa berwawancara ... 141
30 Instrumen kemampuan siswadalam berwawancara ………... 144
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umumnya tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan yang dimaksud adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendidikan bukan hanya berlaku selama bersekolah tetapi pendidikan itu berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di lingkungan keluarga, masyarakat serta di sekolah. Oleh karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan yang berlangsung di sekolah pada dasarnya untuk melatih, mendidik, membina agar peserta didik mampu berpikir. Melalui latihan berpikir inilah mereka memperoleh berbagai macam pengetahuan dalam memecahkan masalah yang timbul baik itu masalah yang terdapat di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Peningkatan mutu pendidikan anak didik bukan hanya memperoleh pengetahuan melalui pemberian masalah tetapi menemukan sendiri masalah. Hal ini merupakan suatu penghargaan bagi dirinya sehingga dapat menimbulkan kepuasan diri yang ditandai dengan terbentuknya rasa aman, mental sehat, terbuka, kreatif dan sifat-sifat lain yang mendukung terbentuknya manusia seutuhnya.
(12)
2
Untuk mencapai mutu pendidikan utamanya pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah umum dilaksanakan berupa pembaharuan penyempurnaan dan kebijakan di bidang pendidikan.
Proses belajar mengajar akan terjadi interaksi timbal balik antara guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa itu sendiri. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh keberhasilan guru dalam mengajar. Dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah dasar pelajaran bahasa Indonesia di berikan mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang meliputi empat aspek yaitu berbicara, menyimak, mendengar dan menulis. Berbicara merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri di mana dan ke mana pun, berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua
kehidupan. Albert dalam Tarigan, (1984 : 26).
Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati. Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pendidikan untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Seorang guru sudah barang tentu dituntut kemampuannya untuk menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran di SDN 2 Bakauheni Lampung Selatan . Pada pelajaran bahasa Indonesia hanya dilakukan dengan menyuruh murid berdiri di depan kelas untuk berbicara misalnya bercerita atau berwawancara. Sedangkan siswa yang lain diminta mendengarkan. Akibatnya, pengajaran berwawancara kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa tertekan sebab di samping harus menyiapkan bahan pertanyaan sering kali juga melontarkan kritik yang berlebih-lebihan sehingga siswa merasa kurang tertarik kecuali ketika mendapat gilirannya
(13)
Dengan melihat kenyataan di lapangan, diduga kurangnya kemampuan siswa dalam berwawancara disebabkan oleh penyajian guru dalam pembelajaran yang sebagian besar menggunakan metode ceramah, tanpa ada bimbingan yang khusus sehingga siswa merasa tidak mampu dan bingung.
Apabila hal di atas dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan dampak seperti menurunnya prestasi belajar siswa serta dirasakan sulit bagi siswa untuk berwawancara dan memberi pertanyaan pada nara sumber. Untuk dapat mengatasi hal di atas, dipandang perlu adanya penggunaan metode /teknik yang bervariasi
Penggunaan teknik latihan terbimbing adalah cara tepat bagi siswa untuk belajar dan berlatih berwawancara dengan teknik dan pemberian pertanyaan yang sesuai dengan nara sumber, sehingga kemampuan berwawancara siswa lambat laun semakin meningkat. Teknik yang ditempuh dalam pembelajaran berwawancara melalui teknik latihan terbimbing akan lebih baik jika guru benar-benar tepat dan baik dalam membelajarkan tekniknya.
Berdasarkan hasil tes formatif kelas VB SDN 2 Bakauheni tahun pembelajaran 2012/2013 Pelajaran Bahasa Indonesia Materi Berwawancara diketahui dari 40 siswa memperoleh nilai di bawah KKM ada 37 anak atau sebesar 92,5% dan hanya 3 siswa yang memperoleh nilai di atas atau sama dengan KKM atau hanya 7,5% dari jumlah siswa yang tuntas. Hal ini berarti murid kelas VB SDN 2 Bakauheni tahun pembelajaran 2012/2013 belum mencapai syarat ketuntasan minimal (KKM = 70) dan selain itu, berdasakan nilai ulangan didapatkan bahwa murid kelas VB SDN 2 Bakauheni tahun pembelajaran 2012/2013 mengalami kesulitan dalam pembelajaran berbicara khususnya berwawancara .
(14)
4
Tabel 1.1 Hasil Observasi Terhadap Hasil Ulangan Harian Kelas VB B Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Tahun Pelajaran 2012/2013 Khususnya
Materi Berwawancara dengan Nara sumber
No Nilai Jumlah
Siswa
Prosentase KKM
1 < 50 30 75 %
70
2 50-60 4 10 %
3 60-70 3 7,5 %
4 >70 3 7,5 %
Jumlah 40 100,0%
Sumber : Buku Nilai Bahasa Indonesia Kelas V B B SDN Bakauheni
Tabel di atas menunjukkan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia Khususnya Materi Berwawancara di SDN 2 Bakauheni belum tercapai Hal tersebut ditunjukkan kurang mampunya siswa dalam mengemukakan pendapat dan gagasannya secara kreatif serta kurang mampu mendapatkan dan mengumpulkan informasi yang aktual sebagai bahan berbicara. Penyebab ketidakoptimalan tersebut antara lain dikarenakan teknik yang digunakan oleh guru kurang tepat, guru masih mendominasi kelas dan kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreasi, mengekspresikan diri secara bebas. Ketika pembelajaran berwawancara ditentukan oleh guru. Berdasarkan hasil penelitian di ataas dapat disimpulkan bahwa, berwawancara adalah pelajaran yang sulit, tidak semua siswa mampu melakukan wawancara, banyak faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan siswa dalam wawancara antara lain faktor internal dari dalam diri siswa dan eksternal dari luar diri siswa diantaranya adalah dari teknik pembelajaran yang kurang tepat, sehingga siswa tidak bisa memahami pelajaran yang di berikan oleh guru. Dengan teknik latihan terbimbing di harapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam berwawancara.
(15)
Dari fenomena itulah, maka perlulah diadakan suatu penelitian guna membantu menyelesaikan masalah yang ada dengan mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berwawancara Melalui Teknik Latihan Terbmbing Pada Siswa Kelas V B SDN 2 Bakauheni Tahun Ajaran 2012/2013”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
1. Kurang mampunya siswa dalam mengemukakan pendapat dan gagasannya secara kreatif.
2. Kurang mampunya siswa mendapatkan dan mengumpulkan informasi 3. Teknik yang digunakan guru kurang tepat
4. Guru masih mendominasi kelas dan kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk berkreasi
5. Pembelajaran bahasa indonesia materi berwawancara belum mencapai kriteria ketuntasan minimal
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimanakahmeningkatkan aktivitas berwawancara melalui Teknik Latihan Terbimbing siswa kelas V B SDN 2 Bakauheni.
2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui Teknik Latihan Terbimbing siswakelas V B SDN 2 Bakauheni.
(16)
6
1.4 Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berwawancara pada siswa dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SDN 2 Bakauheni, secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran berwawancara siswa kelas V SDN2 Bakauheni melalui teknik pelatihan terbimbing 2. Meningkatkan hasil belajar siswadalam kegiatan pembelajaran
berwawancara siswa kelas V SDN 2 Bakauheni, melalui teknik latihan terbimbing
3. Meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran berwawancara melalui teknik pelatihan terbimbing siswa kelas VSDN 2 Bakauheni kecamatan Bakauheni Lampung Selatan
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1. Siswa :
a. Meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran sehingga lebih efektif b. Sebagai bahan evaluasi untuk dapat mengetahui bagaimana
kemampuan mereka berwawancara. 2. Guru :
yaitu dapat meningkatkan wawasan guru dalam menggunakan metode pembelajaran yang sesuai
(17)
3. Sekolah :
yaitu dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah terutama pada bidang pembelajaran berwawancara melalui teknik Terbimbing
4. Peneliti :
yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dalam upaya turut meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar
(18)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
Bahasa adalah satu alat komunikasi, melalui bahasa, manusia dapat saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Oleh karena itu belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Pembelajaran diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis, ini sesuai pendapat (Resmini dkk, 2006: 49) yang mengemukakan bahwa, Pembelajaran Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam komunikasi dengan bahasa baik lisan maupun tulis.
2.1.1 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat pen-ting bagi kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai-mana dinyatakan oleh (Akhadiah dkk. 1991: 1) adalah agar siswa ”memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar”. Dari penjelasan Akhadiah tersebut
(19)
maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dirumuskan menjadi empat bagian.
1. Lulusan SD diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
2. Lulusan SD diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia. 3. Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa. 4. Pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa SD.
Butir (1) dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD yang mencakup tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pen-dekatan komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangakan kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat ko-munikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa yag diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia juga dapat membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan dasar untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa, serta pembinaan rasa persatuan nasional.
(20)
10
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam (BSNP 2006) dijabarkan menjadi beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar mereka dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program pembelajaran. Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial.
2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendikan (Depdiknas, 2006: 18) mengemukakan bahwa, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan barbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Mendengarkan, seperti mendengarkan berita, petunjuk, pengumuman, perintah, dan bunyi atau suara, bunyi bahasa lagu, kaset, pesan, penjelasan, laporan, ceramah, khotbah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog atau percakapan, pengumuman serta perintah yang didengar dengan memberikan respon secara tepat serta mengapresiasi sastra berupa dongeng, cerita
(21)
anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak-anak, syair lagu, pantun dan menonton drama anak.
2. Berbicara, seperti mengungkapkan gagasan dan perasaan , menyampaikan sambutan , dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman, keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, gambar tunggal, gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesukaan/ketidaksukaan, kegemaran, peraturan, tata petunjuk, dan laporan, serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menuliskan hasil sastra berupa dongeng cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.
3. Membaca, seperti membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kemus, ensiklopedi, serta mengapresiasi dan berekspresi, sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak.
4. Menulis, seperti menulis karangan naratif dan normatif dengan tulisan rapi dan jelas dengan memerhatikan tujuan dan ragam pembaca, pemakaian ejaan dan tanda baca , dan kosa kata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, serta mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan menulis hasil sastra berupa cerita dan puisi. Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran Bahasa Indonesia diatas, maka pembelajaran Bahasa Indonesia mengarah kepada peningkatan kemapuan berkomunikasi, karena keempat kemampuan berbahasa tersebut saling
(22)
12
berkaitan dan memiliki peranan penting dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
2.2 Berbicara
2.2.1 Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Begitu juga dengan menulis. Berbicara secara umum adalah suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud 1984/1985).
Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. (Tarigan 1986: 15) misalnya.Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memamfaatkan faktor-faktor fisik (tubuh/penampilan), psykologi (psykis/kejiwaan), neorologis (syaraf), semantik (makna kata) dan linguistik sedemikian eksentif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat bagi manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Berbicara merupakan suatu sarana untuk memanifestasikan dan mengkomunikasikan pikiran, perasaan,gagasan-gagasan atau kehendak pemakainya dengan memamfaatkan semua unsur kebahasaan dan non kebahasaan yang ada.Bagan proses komunikasi (Rofiuddin 1997 : 7)
(23)
2.2.2 Tujuan Berbicara
Berbicara sebagai salah satu keterampilan berbahasa menurut (Tarigan, 2008: 9) mempunyai lima peranan sebagai berikut .
1) Menghibur
Berbicara untuk menghibur dilakukan dengan cara pembicaraan menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan, suasana pembicaraannya pun santai dan penuh canda.
2) Menginformasikan
Berbicara untuk menginformasikan, melaporkan, dilaksanakan apabila seseorang ingin (1) Menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu, (3) memberi, menyebarkan pengetahuan, (4)menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antar benda, hal atau peristiwa. 3) Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi yaitu pembicara berupaya untuk membangkitkan inspirasi, kemauan, atau minat pendengarnya untuk melaksanakan sesuatu.
4) Meyakinkan
Berbicara untuk meyakinkan menurut pembicara untuk bisa meyakinkan pendengar tentang suatu hal. Diharapkan sikap pendengar dapat berubah, misalnya dari sikap menolak menjadi menerima atau sebaliknya.
5) Menggerakkan
Berbicara untuk menggerakan menuntut penyimak agar bisa berbuat, bertindak, atau berinteraksi seperti yang dikehendaki pembicara yang
(24)
14
merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan.
Pada dasarnya tujuan berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara hendaknya mengkomunikasikan makna yang akan dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum.
a.Memberitahukan atau Melaporkan
Berbicara untuk melaporkan dilaksanakan bila seseorang itu ingin (1) menjelaskan suatu proses, (2) menguraikan,mentafsirkan, atau menginterpretasikan suat hal, (3) memberi atau menanamkan suatu pengetahuan, dan (4) menjelaskan kaitan. Berbicara untuk memberitahukan dan mellaporkan bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pendengar. Untuk itu, pembicara harus mempersiapkan pembicaraannya terlebih dahulu (Tarigan, 2008: 21).
b. Menjamu dan Menghibur Berbicara untuk menghibur berarti, pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara seperti, humor, spontanisasi, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan dalam rangka menimbulkan suasana gembira bagi pendengarnya.
c.Membujuk, Mendesak, dan Meyakinkan
Berbicara di sisni mempuntai tujuan mempercayai suatu hal dan terdorong untuk melakukannya, menyakinkan pendengar, disertai pendapat dan fakta atau bukti sehingga diharapkan sikap pendengar dapat diubah (Tarigan, 1985: 22).
(25)
2.2.3 Prinsip Umum Kegiatan Berbicara
Brooks sebagaimana dikutip (Tarigan, 1981 : 16-17) mengungkapkan beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain :
1. membutuhkan paling sedikit dua orang
2. mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama 3. menerima dan mengakui suatu daerah referensi umum
4. merupakan suatu pertukaran antar partisipan
5. menghubungkan setiap pembicara dengan lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera
6. berhubungan atau berkaitan dengan masa kini
7. hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi/bunyi bahasa dan pendengaran ( vocal and auditory apparatus)
8. secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil
2.2.4 Jenis-jenis Berbicara
Berbicara menurut (Tarigan, 2008 : 22-23) dapat dibagi atas :
1) Berbicara dimuka umum (Publik Speaking) yang mencakup empat jenis yaitu a) Berbicara dalam situasi–situasi yang bersifat memberitahukan atau
melaporkan; yang bersifat informatif (informatif speaking)
b) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan (fellowship speaking)
(26)
16
c) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (persuasive speaking), dan
d) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative spaking)
2) Berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi :
a) Diskusi kelompok baik dalam situasi resmi (formal) maupun tidak resmi (non formal)
b) Prosedur parlementeer (parlementary prosedure) dan c) Debat.
Tarigan (2008 : 47-57) merangkum jenis-jenis berbicara berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut.
1) Situasi
Situasi tebagi dua, menjadi
a. Situasi formal, jenis-jenis berbicara pada situasi formal adalah sebagai berikut :
a) Ceramah b) Penilaian
c) Interview atau wawancara d) Prosedur parlementer e) Bercerita
b. Situasi informasi, situasi informal terbagi sebagai berikut: a) Tukar pengalaman
b) Percakapan
(27)
d) Bertelepon
2) Tujuan berbicara pada umumnya adalah untuk menghibur, menginformasikan, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya.
3) Metode penyampaikan
Ada empat cara yang bisa digunakan seseorang dalam berbicara, keempat cara tersebut adalah :
a. Penyampaikan secara mendadak
b. Penyampaikan berdasarkan catatan kecil c. Penyampaikan berdasarkan hafalan d. Penyampaian berdasarkan naskah 4) Jumlah penyimak
Berdasarkan jumlah penyimak, berbicara dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Berbicara antar pribadi
b. Berbicara dalam kelompok kecil c. Berbicara pada kelompok besar
5) Pesan yang merupakan pokok komunikasi, terbagi menjadi dua, yaitu .
a. Pendengar memahami pesan dari pembicara tanpa memberikan reaksi, misalnya MC, pidato, dan pembacaan teks berita.
b. Pendengar memahami pesan pembicara kemudian memberikan reaksi, misalnya diskusi, debat, dan seminar.
(28)
18
Ketrampilan berbicara di depan umum yang dimiliki setiap orang tentu berbeda-beda, menurut Rusmiati seperti dikutip (Rahmawati, 2007: 21-22) hal tersebut disebabkan oleh hambatan yang bersifat eksternal.
Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara, hal yang termasuk hambatan internal yaitu : (1) ketidaksempurnaan alat ucap, (2) penguasaan koponen kebahasaan,(3) penguasaan komponen isi, dan (4) kelelahan dan kesehatan baik fisik maupun mental. (Rahmawati, 2007: 21-22)
Hambatan eksternal adalah hambatan yang datang dari luar pembicara, hambatan ini kadang-kadang muncul dan tidak disadari oleh pembicara, hambatan ini meliputi (1) suara bunyi, (2) kondisi ruangan (3) media, dan (4) pengetahuan pendengar. (Rahmawati, 2007: 21-22)
2.3 Wawancara
Keterampilan berwawancara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di SD. Dalam pembelajaran berwawancara yang diadakan di SD pada umumnya mempelajari bagaimana mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara. Wawancara atau interview adalah salah satu kegiatan dalam bentuk tanya jawab yang terarah. Melaui pembelajaran ini siswa dilatih menyusun pertanyaan yang terarah, mengajukan pertanyaan dengan ucapan yang jelas dan intonasi yang tepat. Wawancara adalah kegiatan percakapan dalam situasi formal, orang yang diwawancarai biasanya orang yang berprestasi, ahli, atau istimewa. Dalam situasi informal wawancara dapat berlangsung antar teman.
(29)
2.3.1 Pengertian Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face)untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang (Gunadi,1998: 131). Pengertian wawancara dari asal katanya, interview berasal dari kata intervue yang memiliki arti perjumpaan sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Dengan demikian, wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, dan merupakan proses tanya jawab lisan dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik ). (Kartono 1980: 171) Dalam (Kamus Besar bahasa Indonesia ,2002: 1270), wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat) yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, untuk dimuat dalam surat kabar yang disiarkan melalui radio, atau ditayangkan pada layar televisi.
Berdasarkan pengertian-pengertian wawancara di atas, penulis mengacu pada pendapat Gunadi yang mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik (face to face) untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi seseorang. Sebab, dalam penelitian ini siswa melaksanakan kegiatan wawancara lisan yang dilaksanakan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan secara fisik. Kegiatan ini diarahkan pada masalah yang telah disiapkan oleh penulis. Kegiatan ii juga bertujuan untuk menggali informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan atau motivasi narasumber.
(30)
20
2.3.2 Jenis-jenis Wawancara
(Kartono 1980: 187) mengemukakan beberapa jenis wawancara menurut sifat wawancara: yaitu (1) wawancara tidak terpimpin, (2) wawancara terpimpin, (3) wawancara bebas terpimpin, (4) wawancara individual atau pribadi, (5) free talk dan diskusi. Untuk lebih rinci akan penulis uraikan sebagai berikut.
a. Wawancara Tidak Terpimpin
wawancara tidak terpimpin merupakan suatu kegiatan tanya jawab yang dikuasai mood dan keinginan. Pewawancara tidak mempersiapkan pedoman kegiatan wawancara. Dengan demikian, tidak ada pokok persoalan yang menjadi fokus atau titik pusat dalam wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pewawancara tidak sistematis, melompat-lompat dari satu peristiwa ke peristiwa lain tanpa ada keterkaitan. Seringkali wawancara tidak terpimpin lebih mendekati suatu pembicaraan bebas atau free talk.
b. Wawancara Terpimpin
Fungsi wawancara terpimpin adalh sebagai alat pengumpul data yang relevan bagi tujuan suatu penelitian. Pewawancara mempersiapkan pedoman wawancara, topik wawancara, tujuan wawancara, dan pelaksanaan wawancara. Oleh karena itu, hal yang sangat penting dalam wawancara ini ialah menyusun kerangka pokok yang dikaitkan dengan hipotesa dan asumsi. Pedoman wawancara berguna sebagai pengarahan jalannya wawancara, dan diarahkan pada satu tujuan yang nyata. Secara otomatis, diperlukan kemampuan kecakapan berbicara untuk mendukung kemampuan berwawancara.
(31)
c. Wawancara Bebas Terpimpin
Wawancara bebas terpimpin merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin. Di dalam wawancara ini dipersiapkan secara tegas pedoman wawancara dan pengarahan pembicaraan. Pedoman wawancara berupa kerangka uraian pertanyaan yang dipersiapkan secara sistematis. Wawancara ini juga memiliki ciri fleksibelitas dan kelewesan. Sebab, melalui fleksibelitas dan keluwesan pewawancara dapat dengan mudah mengarahkan pembicaraan langsung pada pokok pembicaraan. Keluwesan akan memberi kesempatan kepada pewawancara untuk mencapai tujuan penyelidikan tentang sikap, keyakinan, dan perasaan. Oleh karena itu, wawancara ini sering digunakan untuk menggali gejala kehidupan psikis, keyakinan, motivasi, harapan, pengalaman informasi, dan sebagainya (Kartono, 1980: 190).
d. Wawancara Pribadi dan Wawancara Kelompok
Pada wawancara pribadi, pewawancara dan narasumber duduk saling berhadap-hadapan. Wawancara ini sifatnya sangat intim dan ada privacy tertentu. Wawancara pribadi memberikan privacy antara kedua belah pihak, sehingga untuk memperoleh data yang intensif dapat dicapai secara maksimal. Wawancara pribadi biasanya digunakan tujuan-tujuan untuk tujuan khusus, Misalnya, terapeutis yang dilakukan oleh seorang dokter atau psikiater terhadap pasien atau clien-nya. Dalam wawancara kelompok, seorang pewawancara menghadapi dua atau lebih narasumber. Tanya jawab antara pewawancara dan narasumber terjadi bukan secara bergilir, melainkan saling menguatkan dan melengkapi penjelasan-penjelasan. Setiap narasumber tidak ada yang menjadi juru bicara, sehingga sikap
(32)
22
narasumber memiliki kesempatan untuk berpartisipasi memberikan jawaban dan informasi.
e. Free Talk dan Diskusi
Free Talk atau berbicara bebas. Pewawancara dan narasumber memiliki kedua fungsi sebagai “informan hunter” dan “informan supplier”. Keua elah pihak saling memberikan keterangan yang objektif dengan hati terbuka dan bertukar pikiran mengenai perasaan. Para narasumber menyadari kedudukanya bukan hanya sebagai informan, tetapi juga sebagai partisipan. Informasi yang diberikan narasumber diharapkan berguna bagi pengembangan dan pembangunan masyarakat. Oleh karena itu, narasumber perlu dan wajib memberikan keterangan yang objektif.
Diskusi juga disebut free talk. Pembicaraan secara bebas yang diarahkan pada pemecahan suatu persoalan. Wawancara jenis ini umumnya kurang mampu untuk mengumpulkan data secara rill. Namun, berguna untuk menggali fakta-fakta adiil, yaitu pemecahan masalah yang diharap-harapkan, diinginkan, dicita-citakan, atau diangan-angankan.
Dari penjabaran jenis-jenis wawancara di atas, penulis arahkan siswa pada jenis wawancara bebas terpimpin. Sebab, wawancara secara bebas terpimpin dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan siswa dalam pembelajaran wawancara yang efektif. Nurgiantoro (2001: 56) mengungkapkan bahwa dalam wawancara bebas terpimpin, pewawancara dapat menyiapkan pertanyaan secara sistematis, dan narasumber pun dapat memberikan informasi sesuai dengan pandangan dan pemikirannya.
(33)
2.3.3 Langkah-Langkah Berwawancara
Dalam merencanakan suatu pembicaraan situasi formal perlu adanya persiapan agar uraian yang akan disampaikan dapat teratur, sistematis, jelas, dan dapat mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan wawancara. (Hadi, 1981: 192-202) mengemukakan mengenai langkah-langkah berwawancara, yaitu menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat kerangka uraian, menentukan topik dan tujuan, menentukan narasumber, mengumpulkan bahan, membuat daftar pertanyaan, dan melakukan uji coba “try-out preliminier”.
Tujuan pembicaraan berhubungan dengan gambaran mengenai tanggapan yang akan diungkap narasumber. Oleh karena itu, tujuan berwawancara dalam penelitian yang dilakukan siswa adalah mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber. Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa mencapai pembicaraan yang sistematis dan efisien. Dari masalah tersebut, siswa dapat menentukan topik dan tujuan wawancara. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengajukan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan.
a. Menentukan informan atau Interviewer
Informan atau narasumber adalah seorang yang memberi informasi (menjadi sumber), narasumber ditentukan setelah siswa merumuskan topik dan tujuan berwawancara. Dalam wawancara diperlukan narasumber yang berwibawa, panutan atau tokoh suatu kelompok. Namun yang lebih penting ialah pokok pembicaraan sesuai dengan bidang keahlian narasumber.
(34)
24
Dalam penelitian ini, siswa bebas memilih narasumber yang akan diwawancarai. Salah satu contoh, siswa berwawancara dengan topik bencana alam, dan bertujuan untuk mengetahui penyebab dan pencegahan terjadinya bencana alam tersebut. Oleh karena itu, siswa dapat memilih narasumber yang sesuai dengan penguasaan topik dan bidang keahliannya. Misalnya, dinas kebersihan lingkungan, ketua RT, petugas lingkungan sekolah, ketua organisasi sekolah. Guru, orang tua, dan lain-lain. Berdasarkan contoh di atas, narasumber yang tepat adalah orang-orang yang bekerja pada dinas kebersihan lingkungan, karena bencana alam banyak sekali macam dan penyebabnya. Misalnya banjir, maka penyebabnya kurang penghijauan atau terjadi penumpukan sampah, atau penebangan liar yang disertai dengan penanaman kembali, maka cara mengatasinya harus menjaga kebersihan, jangan menebang pohon, karena pohon dapat menahan air, dan sebagainya.
b. Mengumpulkan Bahan
Sebelum menyususn urutan daftar pertanyaan terlebih dahulu pewawancara mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan tersebut berhubungan dengan topik dan tujuan wawancara. Siswa memperoleh bahan dari pengamatan secara tidak langsung, yakni melalui bacaan. Siswa dapat memperoleh bahan wawancara dari majalah, buku-buku bacaan, dan sebagainya (Arsyad, 1988:29).
c. Membuat Daftar Pertanyaan
Tujuan membuat daftar pertanyaan adalah untuk memudahkan siswa dalam menyusun pembicaraan wawancara. Daftar pertanyaan berisi urutan topik pertanyaan yang direncanakan. Urutan tersebut dibagi dalam pertanyaan permulaan, pertanyaan pertengahan, dan pertanyaan penutup (Hadi, 1981: 194).
(35)
Pertanyaan yang diajukan pewawancara mengacu pada penggunaan kata tanya. Kata tanya adalah kata-kata yang digunakan sebagai pembantu di dalam kalimat yang menyatakan pertanyaan kata tanya yang ada dalam bahasa Indonesia adalah (1) apa, (2) siapa, (3) mengapa/kenapa, (5) berapa, (6) mana, (7) kapan, (8) bagaimana.
Kata “apa” berfungsi menanyakan barang atau hal, contoh: Apa yang sedang kamu buat?. Kata “siapa” berfungsi menanyakan manusia, contoh: Siapakah yang mengajar bahasa Indonesia? Kata “mengapa/kenapa” berfungsi untuk menanyakan sebab terjadinya sesuatu, contoh: Mengapa pementasan drama itu dilaksanakan hari sabtu?. Kata “ berapa” berfungsi menanyakan jumlah, contoh: Berapakah harga buku bahasa Indonesia ini?. Kata “mana” berfungsi menanyakan waktu, contoh: Kapan aku bisa mencari uang sendiri? Kata “bagaimana” berfungsi menanyakan keadaan atau cara melakukan perbuatan, contoh : Bagaimana keadaan ibumu, Santi? (Mardiyanto dan Rahayu, 2009:177).
a. Melakukan Uji Coba
Sebelum digunakan di lapangan sesungguhnya, kuesioner maupun petunjuk wawancara yang akan digunakan sebaiknya diuji coba. Uji coba dapat dilakukan dengan mengambil beberapa orang yang masih termasuk dalam wilayah penyelidikan. Alat yang diujikan kemudian didiskusikan dengan mereka, baik bahasa maupun pertanyaannya. Setelah menyusundaftar pertanyaan, siswa
mengadakan uji coba yang dapat dilakukan terhadap sahabat dekat, atau teman sekelasnya. Hal ini dilakukan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan salah tafsir. Jadi tujuan utama uji
(36)
26
coba adalah untuk mengadakan dan menyempurnakan secara menyeluruh hasil wawancara.
Dalam penelitian ini, selain langkah-langkah di atas, penulis dapat juga menyimpulkan bahwa ketika berwawancara siswa juga perlu menunjukan sikap yang baik, meliputi :
a. Memiliki Sifat Ambisi (Untuk Mencapai Tujuan Wawancara), Ulet,Disiplin, Dan Sabar:
b. Persiapan Fisik Yang Perlu Dipersiapkan Oleh Siswa Dalam Berwawancara Ialah Berpakaian Rapi Dan Bersih. Hal Ini Berguna Untuk Menambah Serta Menunjukkan Rasa Percaya Diri Sendiri, Rasa Harga Diri, Dan Kepribadian Seseorang;
c. Menciptakan “Rapport” (Senyum, Rasa Humor Yang Tinggi, Mengucapkan Pujian, Tentang Prestasi) Akan Membantu Menciptakan Suasana Yang Santai Dan Akrab, Sehingga Narasumber Merasa Aman Dan Berkeinginan Untuk Membri Informasi Yang Akurat
d. Bersikap Netral
e. Menunjukkan Perhatian, Misalnya Dengan Menganggukkan Kepala Atau mengucapkan “O,Ya!”;
f. Terus Menerus Menarik Perhatian Narasumber Selama Wawancara
2.3.4 Teknik Interaksi Berwawancara
Sebelum memulai wawancara, berwawancara harus mengetahui etika dan teknik interaksi berwawancara. Etika yang penting dalam berwawancara ialah merundingkan perjanjian (waktu dan tempat) wawancara dengan narasumber.
(37)
Teknik interaksi wawancara merupakan hal yang perlu diperhatikan. (Hadi 1981: 192-217) mengemukakan mengenai teknik interaksi berwawancara, yakni sebagai berikut.
a. Mengucapkan Salam Pembuka pada Kegiatan Wawancara
Salam pembukaan perlu diucapkan pewawancara dalam memulai wawancara. Salam disesuaikan dengan narasumber. Salam pembuka yang bersifat umum disesuaikan dengan waktu misalnya, selamat pagi. Untuk salam yang bersifat khusus dapat diucapkan dengan Assalamualaikum Warohmatulloh Wabarokatuh. Salam pembuka juga berguna bagi pewawancara untuk menimbulkan keakraban daan keluwesan pada permulaan wawancara.
b. Pembicaraan Pendahuluan pada Kegiatan Berwawancara
Pembicaraan pendahuluan sebagai langkah untuk perkenalan sekaligus mengemukakan topik dan tujuan wawancara. Sebaiknya pewawancara tidak tergesa-gesa untuk masuk ke materi wawancara
c. Bertanya pada Kegiatan Wawancara
Pertanyaan yang diajukan pewawancara harus sesuai dengan topik dan tujuan wawancara. Kegiatan wawancara dimulai dengan pertanyaan yang luas dan bertahap. Dalam bertanya, pewawancara tidak semata-mata bergantung pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan, karena apabila hal yang menarik, maka pewawancara boleh mengajukan pertanyaan baru diluar kerangka pertanyaan.
(38)
28
Dalam proses wawancara, pencatatan tanya jawab memegang peranan yang sangat penting. Pencatatan merupakan cara yang paling baik guna menghindari timbulnya kesalahan akibat kelupaan. Sebelum melakukan wawancara hendaknya menggunakan alat pencatat yang praktis dan efisien (Kartono1980: 180). Salah satu alat pencatatan misalnya, alat tulis, alat perekam elektronik, dan sebagainya.
e. Kesimpulan pada Kegiatan Wawancara
Kesimpulan adalah ikhtisar atau kesudahan pendapat. Kesimpulan juga merupakan keputusan yang telah didiskusikan dan dipertimbangkan oleh kedua belah pihak. Setiap wawancara harus ada kesimpulan. Dalam penelitian ini, kegiatan wawancara perlu diakhiri dengan kesimpulan, sebab kesimpulan merupakan hasil akhir dari kegiatan wawancara.
2.3.5 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berwawancara
1. Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan yaitu faktor-faktor yang menyangkut masalah bahasa yang seharusnya dipenuhi pada waktu seseorang berbicara. Berikut ini pembahasan satu persatu tentang faktor-faktor kebahasaan tersebut.
a. Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi yang kurang tepat atau cacat akan
menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik.pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang dianggap cacat bisa mengalihkan perhatian pendengar.
(39)
b. Penempatan Tekanan, Nada, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan factor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hamper dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi berkurang.
c. Diksi atau Pilihan Kata
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. mudah dimengerti
d. Ketepatan Sasaran Pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat. Dalam peristiwa komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan penerimaan informasi belaka, tetapi mencakup semua aspekekspresi kejiwaan manusia.
(40)
30
2. Faktor-faktor Nonkebahasaan
a. Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.
b. Pandangan
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab
pandangan mata seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini sejalan dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.
d. Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat
(41)
Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik.
e. Kenyaringan Suara
Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.
f. Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau bahkan antara bagian-bagian yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti e…, anu…, a…, dan sebagainya dapat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.
g. Relevansi atau Penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
(42)
32
h. Penguasaan Topik Pembicaraan
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran.
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian.seorang pembicara harus mampu menyususn kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, kesan atau akibat. Di dalam kegiatan komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan penerimaan informasi belaka, tetapi mencakup semua aspek ekspresi kejiwaan manusia (Arsyad, 1988: 17).
2.3.6 Kemampuan Berwawancara
Dalam melakukan suatu wawancara, seseorang yang akan melakukan wawancara atau pewawancara, diharuskan memiliki kemampuan dalam kegiatan tanya jawab sehingga kegiatan berwawancara dapat berjalan dengan baik.
Dalam (Kamus Besar bahasa Indonesia 2002:1029), kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Menurut (Gunadi 1998:131) bahwa wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, yang merupakan tanya jawab lisan, ketika dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, dan motivasi narasumber.
(43)
Berdasarkan pengertian kemampuan dan berwawancara di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa kemampuan berwawancara adalah kesanggupan atau kemampuan pewawancara dalam melakukan kegiatan tanya jawab lisan secara berhadap-hadapan dan bertujuan untuk memperoleh informasi berupa tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, atau motivasi narasumber.
2.3 Teknik Latihan Terbimbing
Teknik latihan merupakan Teknik yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memberikan suatu keterampilan yang tertentu. Terbimbing di sini artinya proses belajar mengajar yang dibimbing berdasarkan petunjuk dan penjelasan guru. Melalui Teknik ini dapat dikembangkan keterampilan melalui pembiasaan (Aqib, 2002: 97). Mengingat latihan ini kurang mengembangkan bakat atau inisiatif siswa untuk berpikir, maka latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, pada mulanya kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa menjadi sempurna (Sudjana, 2000: 87).
Latihan terbimbing adalah suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan di bawah bimbingan guru agar siswa memiliki ketangkasan atau keteramapilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajarinya. Latihan yang praktis, mudah untuk dilakukan serta teratur pelaksanaannya dapat membina siswa dalam meningkatkan penguasaaan keterampilan itu bahkan dapat menjadikan siswa memiliki keterampilan yang sempurna. Hal ini dapat menunjang siswa untuk mampu mencapai prestasi yang tinggi (Roestiyah, 2001:125)
(44)
34
2.3.1 Pengertian Teknik Latihan Terbimbing
Teknik latihan terbimbing adalah suatu cara mengajar yang baik digunakan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, kesempatan dan keterampilan dengan proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai keterampilan untuk dapat memahami dirinya, keterampilan untuk menerima dirinya, keterampilan untuk mengarahkan dirinya, dan keterampilan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan keterampilannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Bimbingan dan arahan dilakukan oleh seseorang yang ahli dan berkompetensi di bidangnya.
Teknik latihan terbimbing yang digunakan dalam proses pembelajaran akan menciptakan kondisi siswa yang aktif. Dalam menggunakan teknik tersebut guru harus berhati-hati karena hasil dari suatu latihan terbimbing akan tertanam dan kemudian menjadi kebiasaan. Selain untuk menanamkan kebiasaan teknik, latihan terbimbing ini juga dapat menambah kecepatan, ketepatan dan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu, serta dapat pula dipakai sebagai suatu cara untuk mengulangi bahan yang telah dikaji.
Untuk menunjang keberhasilan penggunaan teknik latihan terbimbing dalam pembelajaran berwawancara, diperlukan guru yang benarbenar berkompetensi di bidangnya, dalam hal ini yaitu guru yang menguasai keterampilan mengajar dan menguasai bahasa.
(45)
Teknik latihan terbimbing memiliki fungsi yang sangat penting dalam pembelajaran wawancara. Melalui proses ini siswa diberikan bantuan yang terarah dari guru guna meningkatkan kemampuan wawancara siswa. Kegiatan bimbingan bukan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu, tidak sengaja atau asal saja, melainkan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sistematis, sengaja, berencana, terus- menerus dan terarah pada tujuan. Setiap kegiatan bimbingan merupakan kegiatan yang berkelanjutan, artinya senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana individu telah berhasil mencapai tujuan dan penyesuaian diri.
2.3.2Tujuan Teknik Latihan Terbimbing dalam Pembelajaran wawancara Latihan terbimbing bertujuan agar yang dibimbing dapat melatih diri secara aktif. Keaktifan latihan dan dilakukan secara berulang-ulang sangatlah diperlukan dalam mencapai tujuan yang maksimal.
Hilgard & Bower, 1975 dalam (Syah, 2004: 213), bahwa; latihan dianggap sangat penting, karena menurut Low of exercise (hukum latihan), semakin sering sebuah perilaku dilatih atau digunakan maka akan semakin mantap eksistensi perilaku tersebut, maka dalam mengajarkan wawancara bagi siswa SD haruslah menerapkan beberapa prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan latihan, diantaranya; 1) Latihan itu harus selalu didahului atau diselingi dengan penjelasan, 2) Latihan tidak membosankan, 3) Latihan harus menarik perhatian dan minat serta menumbuhkan motivasi untuk berpikir.
Latihan Terbimbing dilakukan dengan berkelompok, tiap kelompok maksimal 20 orang, namun didalam pembinaan terhadap siswa sebaiknya satu kelompok tidak
(46)
36
lebih dari 5siswa, jika terlalu banyak, pembinaan akan kurang efektif, karena pengamatan terhadap siswa yang banyak akan memerlukan waktu pengamatan yang lebih lama.
Tiap individu dalam kelompok secara mandiri menyelesaikan tugas dengan diaktifkan dan dibimbing oleh pembimbing. Latihan terbimbing bertujuan supaya para siswa melatih diri secara aktif. Perhatian pembimbing khusus diarahkan pada proses latihan atau proses penyelesaian tugas. Kesalahan-kesalahan segera dikoreksi dan dicegah untuk selanjutnya tidak terulang lagi.
2.3.3 Kelebihan Teknik Latihan Terbimbing
Teknik latihan terbimbing memiliki kekurangan dan kelebihan, sama seperti teknik atau metode yang lainnya, kelebihan teknik latihan terbimbing antara lain
1. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan ide yang Ada pada dirinya
2. Memupuk daya nalar siswa;
3. Dapat mengembangkan sikap kritis dan berpikir efektif 4. Siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan belajar;
5. Meringankan beban guru dalam mengajar;
6. Kegiatan pembelajaran tidak membosankan siswa
7. Meningkatkan terjalinnya interaksi dua arah dalam proses pembelajaran
8. Dapat memupuk, mengembangkan, dan mengkomunikasikan pengalaman belajar, dan
(47)
9. Meringankan beban guru dalam proses belajar (Maulana 2005: 26-30).
2.3.4 Kekurangan Teknik Latihan Terbimbing
Kekurangan teknik latihan Terbimbing antara lain sebagai berikut
1. Metode ini dapat menghambat bakat dan inisiatif siswa.
2. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah membosankan.
3. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena siswa lebih banyak ditujukan untuk mendapatkan kecakapan memberikan respons secara otomatis,
4. Dapat menimbulkan verbalisme karena siswa lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan menjawabnya secara otomatis.
1.4. Pembelajaran Wawancara dengan Teknik Latihan Terbimbing di Sekolah Dasar.
Berkaitan dengan keterampilan berbicara tersebut Pembelajaran wawancara sangat tepat diberikan kepada siswa untuk belajar berkomunikasi. Siswa dapat melakukan wawancara secara individual atau kelompok, tergantung situasi dan kondisi sekolah serta karakteristik siswa. Namun dalam kenyataannya, tidak semua siswa melakukan wawancara.
Siswa merasa bahwa wawancara hanyalah merupakan salah satu tugas dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Siswa jenis ini hanya memerlukan nilai. Hal tersebut sangat keliru, pembelajaran wawancara sebenarnya sangat besar manfaatnya bagi siswa untuk berlatih berkomunikasi, berlatih mengumpulkan data, mencari informasi dan sebagainya. Dengan kata lain pembelajaran
(48)
38
wawancara yang betul akan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa siswa secara lisan.
Sebenarnya pelajaran wawancara ini lebih banyak di ajarkan di SMP maupun SMA di Sekolah Dasar wawancara barulah pelajaran dasarnya saja, maka pengajaran wawancara di Sekolah Dasar lebih tepat menggunakan jenis wawancara terpimpin Oleh karena itu, hal yang sangat penting dalam wawancara ini ialah menyusun kerangka pokok yang dikaitkan dengan hipotesa dan asumsi.
Dalam teknik terbimbing ini, guru benar-benar memberikan bimbingan kepada siswa, guru tidak bisa membiarkan siswanya berpikir sendiri bagaimana cara berwawancara, karena siswa SD belum mampu untuk menciptakan pertanyaan pertanyaan yang logis, pertama tama guru harus memberikan contoh dialog wawancara, kemudian guru mempraktekkan dan selanjutnya siswa menirukan apa yang di lakukan guru, dan yang paling penting disini adalah menyusun daftar pertanyaan, karena setiap tokoh yang akan diwawancarai tentu berbeda pertanyaan.
2.4.1 Langkah-langkah Pelajaran Berwawancara Dengan Teknik Latihan Terbimbing Di Sekolah Dasar.
Tindakan berlangsung didalam kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V B selama 2 (dua) kali pertemuan dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut.
1. Kegiatan Awal
(49)
b. Setelah itu guru mengecek kehadirian siswa dengan mengadakan presensi c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya untuk
memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Guru menginformasikan kempetensi dasar (KD), indikator da tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan inti
a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk
memperkaya informasi.
b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.
c. Guru memberikan contoh dengan memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu lalu siswa memperagakannya sesuai yang dicontohkan d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan mencatat hal-hal
pokok dalam berwawancara.
e. Siswa menulis cara-cara berwawancara.
f. Siswa mempraktekkan berwawancara di depan kelas dengan teman secara berpasangan dengan teman satu kelompok.
g. Setelah dirasa pembelajaran berwawancara ini tidak mendapatkan hasil yang maksimal, guru mengadakan pembelajaran dengan teknik latihan terbimbing,
h. Guru mendekati tempat duduk siswa yang kemampuan berwawancaranya masih kurang kemudian dengan teliti dan penuh kesabaran guru melatih siswa untuk melakuan wawancara dengan teknik yang benar.
(50)
40
i. Setelah dilakukan pelatihan terbimbing siswa memprektekkan berwawancara lagi, kalau hasilnya masih belum maksimal guru merencanakan siklus selanjutnya.
3. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
b. Siswa melakukan evaluasi
c. Guru mengucapkan salam penutup.
2.5 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan akan penelitian ini adalah :
a. Penggunaan teknik Latihan Terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V B SDN Bakauheni kec bakauheni kabupaten Lampung Selatan.
b. Penggunaan teknik Latihan Terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SDN 2 Bakauheni
(51)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan yang difokuskan pada situasi kelas, atau lazim dikenal dengan istilah classroom action research. Metode ini dipilih didasarkan atas pertimbangan bahwa: (1) Analisis masalah dan tujuan penelitian yang menuntut sejumlah informasi dan tindak lanjut berdasarkan prinsip “ daur ulang”, (2) Menuntut kajian dan tindakan secara refleksif, kolaboratif, dan partisipatif berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran Hopkins, dalam Wiriaatmadja, (2007: 66).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan Kelas maka prosedur penelitiannya berbentuk siklus (cycle) yang mengacu pada model Lewin menurut Elliot Wiraatmadja, (2007: 67). Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V B SDN 2 Bakauheni.
Dalam setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observasi), refleksi (reflect). Dapat dilihat pada gambar dibawah ini
(52)
42
SIKLUS I SIKLUS II
Gambar 3.1 Model Lewin menurut Elliot (2006:97)
3.2 Seting Penelitian
3.2.1 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V B B SDN 2
Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan dengan jumlah siswa 40 terdiri dari 21 laki laki dan 19 perempuan
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan
3.2.3. Waktu penelitian
Peneitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2012-2013, Semester Kedua Dimulai bulan Februari sampai dengan April 2013 pelaksanaan penelitian
Merencanakan
Melakukan Tindakan
Observasi
Merefleksi
Merencanakan
Melakukan Tindakan
Observasi
Merefleksi
(53)
tindakan kelas sesuai dengan jadwal pelajaran, dan penelitian akan berlangsung sampai indikator yang telah ditentukan.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam dua siklus, tiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan, tiap tiap pertemuan terdiri dari empat tahapan yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. SDN 2 Bakauheni, kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan
3.3.1 Tahapan Perencanaan.
1. Perencanaan umum
yaitu perencanaan yang meliputi keseluruhan aspek yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas.
1. Perencanaan khusus terdiri dari perencanaan ulang atau disebut revisi perencanaan, perencanaan ini berkaitan dengan pendekatan pembelajaran , teknik pembelajaran, media dan materi pembelajaran.
Dalam hal ini, teknik pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Pelatihan Terbimbing .
3.3.2 Tahap Pelaksanaan
Tindakan berlangsung didalam kelas pada jam pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V B selama 2 (dua) kali pertemuan dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut.
(54)
44
A. Pertemuan Pertama 1. Kegiatan Awal
a. Guru memberi salam, menanyakan tentang keadaan siswa pada hari ini b. Setelah itu guru mengecek kehadirian siswa dengan mengadakan presensi c. Setelah melakukan presensi, guru mengadakan apersepsi, tujuannya untuk
memotivasi siswa agar semangat mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Guru menginformasikan kempetensi dasar (KD), indikator da tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan inti
a. Guru dan siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan cara berwawancara dengan menggunakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.
b. Guru menjelaskan bagaimana cara berwawancara dengan mengguakan pilihan kata yang tepat untuk memperkaya informasi.
c. Guru memberikan contoh dengan memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memperagakan cara berwawancara di depan kelas lalu siswa memperagakannya swsuai yang dicontohkan
d. Siswa memperhatikan cara guru berwawancara dan memcatat hal-hal pokok dalam berwawancara,
e. Guru menunjuk beberapa siswa untuk memerankan tokoh, seperti dokter, pengusaha, insinyur, ataupun pedagang, kemudian menunjuk beberapa orang siswa untuk menjadi reporter atau pewawancara, setelah itu secara
(55)
bergantian, siswa memerankan tokoh yang mereka inginkan sambil menulis pokok pokok yang akan di tanyakan, dan di jawab.
f. Siswa menulis cara-cara berwawancara.
3. Kegiatan Akhir
a. Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan
b. Siswa melakukan evaluasi
c. Guru mengucapkan salam penutup.
Setelah kegitan perencanaan dan pelasanaan siklus I, peneliti bersama teman sejawat menilai hasil pekerjaan siswa, mengevaluasi kelebihan dan kekurangan yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, jika pada siklus I masih belum mencapai target yang ditetapkan, maka peneliti merencanakan perbaikan pada siklus II.
3.3.3 Tahapan Observasi /pengamatan
Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Mery hutahean Pada tahap observasi ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu mengobservasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan yaitu lember kegiatan aktivitas guru.
3.3.4 Tahap Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan menganalisis , mecermati, dan mengkaji secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah di lakukan berdasarkan data yang
(56)
46
telah dikumpulkan. Kemudian dilakukan evaluasi oleh peneliti dan kolaborator untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.
Berdasarkan hasil refleksi ini akan dapat di ketahui kekuatan dan kelemahan kegiatan pembelajaran berwawancara melalui Teknik Pelatihan Terbimbing yang dilakukan oleh guru, sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus selanjutnya
3.4Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperolehmelalui langkah langkah sebagai berikut .
a. Tes perbuatan
Terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non testes dilakukan pada setiap kegiatan pembelajaran, tes perbuatan yang dilakukan adalah memeragakan wawancara, sedangkan non tes adalah pengamatan yang di lakukan guru pada saat kegiatan Pembelajaaran berlangsung
b. Observasi Observasi atau pengamatan ini di isi selama pembelajaran berlangsung yang diamati dengan kategori baiksekali, baik, cukup, kurang dan kurang sekali.
c. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan lembar kerja siswa, Teknik dokumentasi digunakan untuk mencari data
3.5Instrumen penelitian Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
(57)
1. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen.
2. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran
Lembar observasi yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran pembelajaran pada penelitian ini adalah (a) indikator penilaian kemampuan berwawancara dan (b) lember observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
3. Tes Perbuatan
Tes perbuatan ini adalah dengan dengan memeragakan wawancara di depan kelas ataupun dengan teman yang memenangkan lomba puisi atau olimpiade sains, sesuai dengan topik wawancara.Indikator kemampuan dalam berwawancara ini antara lain Kemampuan gramatikal, Keefesienan kalimat, Penguasaan kosa kata, Kefasihan dalam berwawan cara, Tekanan.
Tabel 3.1 Indikator Penilaian Kemampuan berwawancara
No Indikator Deskriptor Penilaian Skor
Skor Maksimal 1 Kemampuan
gramatikal
Siswa mengucapkan bunyi-buyi
bahasa secara tepat sekali 5
5 Terdapat 1-2 kesalahan dalam
mengucapkan bunyi bahasa 4 Terdapat 3-4 kesalahan dalam
mengucapkan bunyi bahasa 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan dalam mengucapkan bunyi bahasa 2 Bunyi bahasa yang diucapkan
semuanya tidak tepat 1
2
Keefesienan kalimat
Penggunaan kalimat sangat efesien 5
5 Terdapat 1-2 kesalahan penggunaan
kalimat dalam wawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan penggunaan 3
(58)
48
kalimat dalam wawancara Terdapat lebih dari 4 kesalahan
penggunaan kalimat dalam wawancara 2 Pilihan kata yang di gunakan
semuanya tidak tepat 1 3 Penguasaan
kosa kata
kosa kata yang digunakan siswa dalam berwawancara tepat sekali 5
5 Terdapat 1-2 kesaahan kosa kata yang
di guakan dalam wawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan kosa kata kata yang di guakan dalam wawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan kosa kata dalam wawancara 2 kosa kata yang di gunakan semuanya tidak tepat 1 4 Kefasihan
dalam
berwawancara
Siswa berbicara dengan sangat fasih sehingga menyampaikan pemicaraan sangat baik
5
5 Dalam berwawancara siswa berbicara
dengan fasih tetapi masih ada 1-2 kesalahan
4 Dalam berwawancara siswa berbicara cukup fasih tetapi masih ada 3-4 kesalahan
3 Dalam berwawancara siswa berbicara kurang fasih 2 Dalam berwawancara siswa berbicara tidak fasih sama sekali 1
5
Tekanan Siswa berwawancara dengan Tekanan yang sangat baik 5
5 Terdapat 1-2 kesalahan Tekanan yang
digunakan siswa dalam berwawancara 4 Terdapat 3-4 kesalahan Tekanan yang digunakan siswa dalam berwawancara 3 Terdapat lebih dari 4 kesalahan
Tekanan yang digunakan siswa dalam berwawancara
2 Siswa berwawancara dengan Tekanan yang tidak tepat 1
Jumlah ( Skor Maksimal) 25 (Gunadi 1998: 139)
Dari indikator penilaian diatas, untuk mencari nilai akhir kemampuan siswa berwawancara digunakan rumus sebagai berikut .
(59)
Untuk menetukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara, penulis berpedoman pada pendapat Nurgiantoro, seperti pada tabel 3.2 di bawah ini
Tabel 3.2 Tolak ukur penilaian Kemampuan Siswa DalamBerwawancara Melalui Teknik Pelatihan Terbimbing
No Interval Nilai Tingkat Kemampuan
1 85-100 Baik sekali
2 75-84 Baik
3 60-74 Cukup
4 40-59 Kurang
5 0-39 Kurang sekali
( Nurgiantoro, 2001 : 399)
Indikator penilaian kemampuan siswa dalam berwawancara dapat diuraikan sebagai berikut .
1. Indikator Kemampuan gramatikal
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat . Kemampuan gramatikal yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian nara sumber. Jika siswa Kemampuan gramatikal secara tetap tetapi ada 1-2 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Jika Kemampuan gramatikal siswa cukup tepat tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapatkan skor 3. Jika Kemampuan gramatikal kurang tepat dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapatkan skor 2. Jika siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa tidak tepat dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.
2. Indikator Penguasaan Kosa Kata
Penguasaan kosa kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang akhirnya hampir sama atau bermiripan.
(60)
50
Maka siswa diharapkan dapat memilih kata dengan tepat. Jadi apabila penguasaan kosa kata yang digunakan dalam berwawancara sangat tepat tanpa ada satupun kesalahan , maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila penguasaan kosa kata yang digunakan dalam berwawancara tepat, tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila penguasaan kosa kata yang digunakan dalam berwawancara cukup tepat tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila penguasaan kosa kata yang digunakan dalam berwawancara tidak tepat dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.
3. Indikator Keefesienan Kalimat
Pembicara yang menggunakan kalimat yang efisien akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat beesar pengaruhnya terhadap keefisien an penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efisien , sehingga mampu menimbulkan pengaruh , menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat. Jadi apabila pengunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara sangat efisien tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara efisien tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berawancara cukup efisien tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila penggunaan kalimat yang digunakan siswa dalam berwawancara kurang efisien dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat sekor 2. Apabila penggunaan kalimat yang
(61)
digunakan siswa dalam berwawancara tidak efisien dimana tidak satupun yang benar, siswa tersebut mendapat skor 1.
4. Indikator Kefasihan Dalam Berwawancara
Seorang pembicara yang fasih berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan. Pembicaara dengan terputus-putus dapat mengganggu penengkapan pendengar. Sebaiknya pembaicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. Jadi apabila siswa berbicara dengan sangat fasih sehingga menyampaikan pembicaraan sangat baik maka siswa tersebut mendapat nilai 5. Apabila siswa berbicara dengan fasih sehingga menyampaikan pembicara dengan baik tetapi masih ada satu kesalahan maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila siswa berbicara cukup fasih sehingga menyampaikan pembicaraan cukup baik tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat nilai 3, apabila siswa berbicara kurang fasih sehingga menyampaikan pembicaraan kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila siswa berbicara tidak fasih sehingga menyampaikan pembicaraan tidak baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.
5. Indikator Tekanan
Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu, walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan
(62)
52
menimbulkan kejenuhan, dan keefisien an berbicara berkurang. Jadi, apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik tanpa ada satupun kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 5. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik tetapi masih ada satu kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 4. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang cukup baik tetapi ada 3-4 kesalahan, maka siswa tersebut mendapat skor 3. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang kurang baik dengan kesalahan lebih dari 4, maka siswa tersebut mendapat skor 2. Apabila siswa berwawancara dengan intonasi yang baik dimana tidak satupun yang benar, maka siswa tersebut mendapat skor 1.
Untuk mengukur aktivitas siswa selama pembelajaran, dapat disajikan lembar observasi aktivitas siswa pada tabel 3.3 sebagai berikut.
Tabel 3.3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses pembelajaran
No Aspek Deskriptor Penilaian Skor Skor Maksimal 1 Kesung
guhan
Siswa memperhatikan peragaan berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan sangat sungguh sunguh
5
5 Siswa memperhatikan peragaan berwawancara
yang dilakukan guru di depan kelas dengan sungguh sunguh
4 Siswa memperhatikan peragaan berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas dengan cukup kesungguhan
3 Siswa kurang memperhatikan peragaan
berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas 2 Siswa tidak memperhatikan peragaan
berwawancara yang dilakukan guru di depan kelas 1 2 Ide Siswa sangat aktif mencari bahan pada sumber
lain dan memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas
5
5 Siswa aktif mencari bahan pada sumber lain dan
memiliki ide atau gagasan untuk menyelesaiakan tugas
(1)
dengan 75%. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar di gunakan rumus sebagai berikut.
Sudjana, (2005: 423)
3.6.1 Langkah-langkah menganalisis data
Cara cara dalam menganalisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghadirkan teks wawancara di depan kelas dan seluruh siswa diminta
menyimak pembaca wawancara ttersebut.
2. Siswa diminta untuk membuat daftar pertanyaan wawancara sesuai topik yang telah ditentukan.
3. Peneliti melakukan penilaian tehadap siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa dalam berwawancara.
4. Menjumlahkan skor indikator kemampuan siswa dalam berwawancara berdasarkan tolok ukur penilaian berikut.
No Indikator Skor Maksiamal
1 Kemampuan gramatikal 5
2 Penguasaan kosa kata 5
3 Keefesienan kalimat 5
4 Kefasihan dalam wawancara 5
5 Tekanan 5
Jumlah 25
5. Menghitung skor rata-rata indikator kemampuan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(2)
57
6. Menentukan tingkat kemampuan siswa dalam berwawancara dengan tolok ukur di bawah ini.
3.7 Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini pada aspek proses dan hasil pembelajaran, indikator kerja yang dinilai dari penelitian ini adalah siswa telah mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan oleh sekolah yakni 70 dan aktivitas siswa minimal 75% sudah aktif dalam pembelajaran.
No Interval Nilai Tingkat Kemampuan
1 85-100 Baik sekali
2 75-84 Baik
3 60-74 Cukup
4 40-59 Kurang
5 0-39 Kurang sekali
(3)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Keterampilan berbicara khususnya dalam berwawancara, siswa kelas V B SD Negeri 2 Bakauheni menggunakan Teknik Pelatihan Terbimbing dapat meningkatkan kinerjaguru, hal ini terlihat dari perolehan prestasi siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 65,3% dengan ketuntasan klasikal sebesar 30%. Pada Siklus II, nilai rata-rata meningkat menjadi 79,3% dengan ketuntasan klasikal sebesar 97,5%., Hal ini berarti terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 14%.
2. Proses pembelajaran, aktivitas siswa kelas V B SD Negeri 2 Bakauheni setelah mengikuti pembelajaran berwawancara dengan Teknik Pelatihan Terbimbing mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data observasi siklus I hanya 67% pada siklus II, aktivitas siswa meningkatmenjadi 87% dengan kategori aktif .
(4)
94
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan adalah :
1. Bagi siswa untuk senantiasa membudayakan belajar dan membaca, guna memperkaya ilmu pengetahuan guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik 2. Bagi guru
Diharapkan guru dapat lebih kreatif dan inofatif dalam mengembangkan perangkat pembelajaran di sekolah
3. Bagi Kepala
Dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, seperti seminar ataupun workshop pendidikan. 4. Bagi Peneliti
Peneliti dapat lebih memahami tugas seorang guru sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul di sekolah, sehingga dapat menjadi acuan sebagai calon guru sekolah dasar dalam penulisan karya ilmiahnya
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti dkk (1991) pembinaan kemampuan menulis bahasa Indnesia Jakarta Erlangga
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Ariadinata, Joni. 2006. AkuBisa Nulis Cerpen. Jakarta: Gema Insani.
Arsjad, Maidar G. Dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
BNSP (2006) Jakarta : Depdiknas
Depdikbud. (1994/1995). KurikulumPendidikan Dasar. Garis-garis Besar Program Pengajaran Sekolah Dasar Mata Pelajaran BahasaIndonesia. Jakarta : Depdikbud.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006. Tentang Standar Isi.
Gunadi, Iwan. 1998. Teknik Berwawancara. Jakarta: Komunitas Sastra Indonesia. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Hargianti, Sri. 2008.Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Depdiknas Depdiknas 2002 Kamus Besar Bahsa Idonesia Jakarta Kartono. 1980. Teknik Wawancara. Jakarta: Erlangga
Elliot. 2006. The Action Research Planner. Deakin Univercity.
Mardiyanto dan Rahayu Sri. 2009. bahasa Indonesia untuk SMK/MAK Tingkat Semenjana Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm. 177
(6)
96
Maulana, Samsul. 2005. Peningkatan Keterampilan Menulis Iklan dengan Menggunakan Metode Latihan Terbimbing pada Siswa kelas 2B SMP Cinde Semarang Tahun Ajaran 2004/2005. SKRIPSI UNNES.
Nurgiyantoro, B. 2001. Penilaiandalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga Yogyakarta: BPFE.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Rahmawati /2007Hambatan hambatan dalam berbicara, Jakarta Resmini, Novi dkk. 2006. Membaca dan Menulis di SD: Teori dan Pengajarannya Bandung: UPI PRESS
Roestiah/2001 Strategi Belajar Mengajar Jakarta Rineka Cipta
Rochati Wiriaatmadja, 2007.Metode Penelitian Tindakan Kelas,. PT. Remaja. Rosdakarya.
Rofiudin, A. dan Zuhdi, D. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. Jakarta: Depdikbud.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Algesindo
Sudjana, 2000, Metode Statistik, Tarsito: Bandung
Suhendar, M. E & Supinah, P. 1992. Pengajaran dan Ujian Keterampilan Menyimak dan. Keterampilan Berbicara. Bandung : Pionir Jaya
Syah,Muhibin, 2004. Psikologi Pendidikan dengan pendekatanbaru. Bandung ; PT. Remaja Rosdakarya
Tarigan, H. G. 2008. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa . Bandung: Angkasa.
Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wiriatmaja, Rochciati (2007) Metode Penelitian Tindakan Kelas PT.Remaja Rosdakarya : Bandung