E. Kedudukan Penilaian dalam Lingkup Standar Nasional Pendidikan
Kerangka berpikir yang dijelaskan di atas tidak dapat dilepaskan dari peran standar-standar yang lain dari lingkup Standar Nasional Pendidikan.
Kedudukan Penilaian dalam ini standar penilaian ditentukan juga oleh keberadaan standar-standar yang lain. Standar Penilaian yang baik dan
berkualitas ditentukan juga oleh keberhasilan satuan pendidikan dalam melaksanakan standar-standar yang lain secara ajeg. Pemahaman ini
menganut cara berpikir yang logis, bahwa tidak mungkin penilaian yang berkualitas dapat berhasil jika tidak ditunjang dengan unsur-unsur penunjang
lainnya yang merupakan bagian dari penilaian itu sendiri. Sebagai contoh jika memberikan Materi tentang ”suhu” harus tercermin
proses pembelajarannya , penyampaian konsepnya, penggunaan alatnya, pengelolaan alatnya, biaya pembelian alat termometernya, kemampuan guru
menyampaikannya, kemampuan siswa yang hendak dicapai dalam penggunaan termometer, proses penggunaan yang terstandar merupakan
suatu rangkaian yang saling mendukung satu dengan lainnya. Kegagalan dari satu aspek saja dapat menggagalkan komponen-komponen standar secara
menyeluruh.
F. Prinsip Penilaian Berbasis Kompetensi
Agar penilaian berbasis kompetensi dapat berlangsung dengan semestinya maka guru dan sekolah serta semua guru kelompok mata pelajaran menyusun sejumlah
kriteria penilaian yang sesuai dengan setiap jenis Kekhususan yang ada disekolah yang bersangkutan
13
Standar Isi 1
Standar Pembiayaa
n 7
Standar Pengelolaa
n 6 Standar
Sarana Prasarana
5 Standar
Pendidik dan Tenaga
Kependidik an 4
Standar kompetensi
lulusan 3 Standar
proses 2
STANDA R
PENILAI AN
PENDIDI KAN 8
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. PPRI no 19 tahun 2005,
psl 1 ayat 17. Dalam kriteria penilaian hendaknya memenuhi kriteria
1. Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan isinya
mencakup semua kompetensi yang terwakili secara proporsional. Dalam pelajaran IPA untuk tunanetra misalnya, guru menilai kompetensi
bereksperimen . Penilaian valid jika menggunakan peralatan yang terstandar dan sesuai dengan kemampuan tunanetra tersebut. Jika tidak
menggunakan peralatan yang terstandar untuk tunanetra maka penilaian tersebut tidak valid. Untuk menjaga validitas pengukuran maka prosedur
kalibrasi sebelum penggunaan alat harus dilakukan terlebih dahulu. Prosedur kalibrasi ini ialah proses menstandarkan alat ukur agar sesuai
dengan ukuran standar dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswanya. Proses memperbaiki alat dengan mencocokan dengan
peralatan standar dan standar kemampuan siswa yang telah ditetapkan sebelumnya bersama guru lainnya berdasarkan kesepakatan. Validitas isi
dalam materi pelajaran hendaknya disesuaikan jenis Kekhususan siswa, misalnya siswa tunanetra diminta untuk menceritakan keindahan alam
pegunungan yang tidak pernah dilihatnya, memberi warna pada gambar, maka materi pelajaran ini tidak valid dilihat dari segi isi untuk tunanetra
2. Reliabilitas Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi keajegan hasil penilaian.
Penilaian yang reliable ajeg dapat dipercaya memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, guru menilai
dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif
sama. Dalam contoh pembelajaran IPA bagi siswa tunanetra perlu menggunakan alat bantu pembelajaran yang membantu pemahaman
konsep-konsep IPA , contoh meteran Braille yang sudah distandarkan. Lebih lanjut ketika siswa tunanetra hendak dinilai kompetensi
mengukurnya, maka setiap guru harus menggunakan acuan yang sama juga, misalnya yang dinilai ialah mengukur panjang dengan meteran,
membaca skala pada meteran. Untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan pengukuran dan penskorannya harus jelas dan
terukur.
3. Terfokus pada kompetensi Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian harus
terfokus pada pencapaian kompetensi rangkaian kemampuan, bukan pada penguasaan materi pengetahuan. Kompetensi –kompetensi itu
diukur dengan membandingkan kemampuan siswa sebelum dan sesudah pembelajaran pelatihan. Kemampuan mengembangkan kepekaan rasa
untuk mendeteksi , mensikapi suatu kondisi tertentu dengan kemampuan merespon yang berkembang semakin baik dari waktu ke waktu. Dalam
hal-hal tertentu seperti kompetensi menggunakan alat peraga atau alat praktek pada Kekhususan tertentu pada suatu eksperimen harus dapat
mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam ketaatan mengikuti
14
prosedur penggunaan alat, larangan dan suruhan yang harus ditaati saat mengoprasikan peralatan untuk bereksperimen serta aturan-aturan lain
yang menyertainya.
4. KeseluruhanKomprehensif Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat
untuk menilai beragam kompetensi atau kemampuan peserta didik dalam mengembangkan sikap yang tergambar dalam standar kompetensi
lulusan , sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik. Aspek kreatifitas siswa seperti mengembangkan alternatif pengukuran dengan
alat-alat lainnya termasuk dalam kriteria penilaian.
5. Objektivitas Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif dan adil. Pemahaman penilaian
harus adil. Yang dimaksud dengan adil disini adalah adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa, dan
gender kelamin. Untuk itu, disamping harus adil, juga menyesuaikan dengan karakteristik Kekhususan , jenjang dan usia siswanya. Pada penilaian yang
menggunakan pola pengamatan hendaknya dilakukan dengan tegas , jujur , terukur , menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau
pemberian angka skor. Kriteria disusun berdasarkan kesepakatan para guru mata pelajaran
6. Mendidik Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan
meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik khususnya dalam mendidik siswa berpikir, berbuat dan berprilaku ilmiah. Disamping itu penilaian harus
memberikan sumbangan yang positif terhadap pencapaian belajar siswa, artinya, hasil penilaian harus dapat dirasakan sebgai penghargaan bagi siswa yang
berhasil atau sebagai pemberian motivasi bagi siswa yang kurangbelum berhasil
G. Catatan Penilaian Berbasis Kompetensi Pada Pendidikan Khusus Kurikulum berbasis kompetensi tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan
siswa, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran dan
Kekhususan siswa pada setiap jenjang. Dengan kata lain kurikulum tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah dan berorientasi pada penguasaan
kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan.
Standar kompetensi untuk setiap mata pelajaran pada setiap jenis Kekhususan tentunya berbeda sesuai dengan kharakteristik Kekhususan yang dimiliki oleh
setiap siswa. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar. Satu kompetensi dasar meliputi beberapa indikator, dan satu indikator memuat
bisa lebih dari satu pengalaman belajar. Penilaian dirancang mengacu pada indikator dan pengalaman belajar yang hendak dilakukan.
Beberapa hal yang penting dan perlu diperhatikan yang membedakan antara kurikulum pendidikan umum dan pendidikan khusus ialah sehubungan dengan
ciri pembelajaran dan penilaian pada pendidikan khusus dimana kharakter siswa , kemampuan siswa , keterbatasan siswa baik secara emosional,
15
intelektual, fisikal dan etika yang begitu beragam dan berbeda-beda baik derajat kualitas penguasaan maupun pengendaliannya. Kondisi yang demikian ini
membuat prinsip belajar pada pendidikan khusus menganut prinsip belajar yang fleksibelluwes baik dilihat dari segi waktu, materi dan penilaiannya. Gambaran
keluwesan itu dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
DIAGRAM PENGATURAN WAKTU, MATERI DAN PENILAIAN YANG LUWES
PADA PENDIDIKAN KHUSUS
Penjelasan Pengaturan waktu yang luwes yang dimaksud ialah penyediaan waktu belajar
yang menyesuaikan dengan kecepatan belajar dan kemampuan individu siswa siswa yang beragam.
Penyampaian materi yang luwes yang dimaksud ialah penyampaian materi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan keterbatasan peserta didik
dan diatur secara proporsional. Cara penilaian yang luwes yang dimaksud ialah melakukan pengukuran
perkembangan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan karakteristik siswa
H. Karakteristik Pendidikan Khusus Pada pendidikan khusus ada beberapa kharakteristik yang dapat dijadikan
pertimbangan dalam penilaian: 1. Anak tunagrahita dikelompokkan sehomogen mungkin untuk kemudahan
dalam pembelajaran sehingga memudahkan dalam penilaian. Strategi Pembelajaran dan Penilaian
2. Kenaikan kelas pada pendidikan khusus dimungkinkan berdasarkan:
16 Lama Sedang Cepat
PENGATURAN WAKTU YANG LUWES
Sederhana Sedang Kompleks
CARA PENILAIAN YANG LUWES
Rendah Sedang Tinggi
PENYAMPAIANPENYAJIAN MATERI YANG LUWES
- Berdasarkan evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengan tuntutan
kurikulum anak dengan kecerdasan normal, Tuna A, B, dan D yang tidak disertai dengan kelainan lainnya,
- Berdasarkan usia yang disebut dengan maju berkelanjutan kenaikan
kelas secara otomatis untuk anak yang mempunyai keterbatasan kemampuan.
Pada sekolah-sekolah pendidikan khusus SMPLB dan SMALB kenaikan kelas merupakan salah satu bentuk penghargaan untuk memotivasi peserta didik
untuk belajar di pendidikan khusus. Tidak ada persyaratan khusus bagi naik atau tidaknya peserta didik.
3. Menerimaan peserta didik baru dapat dilakukan sepanjang tahun ajaran, meskipun secara formal ditentukan batasan waktunya, tetapi di lapangan hal
ini tidak dapat dilakukan, karena pelayanan pendidikan khusus tidak dapat dibatasi waktu jika ada anak berkebutuhan khusus yang memerlukan
pelayanannya. Selain itu penerimaan peserta didik baru tidak mensyaratkan batasan usia tertentu pada peserta didik tersebut ketika memasuki
pendidikan khusus, asalkan masih dalam usia sekolah atau berdasarkan ketentuan sekolah masing-masing.
4. Kurikulum untuk pendidikan khusus fleksibel dalam waktu, materi, dan penilaiannya. Hal ini dikarenakan peserta didik memiliki kemampuan yang
berbeda-beda, dan kurikulum seyogyanya disesuaikan dengan kemampuan dan kekhususan mereka.
5. Pelaporan hasil penilaian kemampuan belajar peserta didik dilaporkan dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif agar orang tua mengetahui dan memahami
kemampuan yang telah dicapai anaknya. Hal ini dilakukan karena bentuk kuantitatif saja tidak cukup, misalnya nilai 7 buat si A akan berbeda dengan
nilai 7 buat si B karena kemampuan mereka berbeda, sehingga harus dijelaskan dalam bentuk kualitatif. Pelaporan hasil belajar bagi SLB A belum
dicetak dalam dua versi yaitu huruf latin dan braile, sehingga peserta didik tidak dapat mengetahui langsung kemampuan yang telah dicapainya. Hal ini
telah menyalahi salah satu prinsip penilaian, yaitu peserta didik mengetahui penilaian yang diberikan kepadanya dan alasan kenapa nilai tersebut
diberikan.
6. Untuk anak yang kemampuan akademiknya kurang tidak diharuskan mengikuti Ujian Akhir Nasional UAN, cukup mengikuti Ujian Akhir Sekolah
UAS dan akan memperoleh Surat Keterangan Tamat Belajar SKTB. Bagi yang mampu mengikuti UAN dan lulus akan memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar STTB.
7. Pada jalur formal katagori mandiri untuk institusi SMPLB dan SMALB secara umum program penilaian harus menggunakan program SKS .
I. Alur Penilaian Alur penilaian dibuat guna memudahkan guru khususnya didalam melakukan
pentahapan kerja yang lebih mudah. Setiap tahapan dapat tergambar dengan jelas. Pentahapan alur kerja dan penjelasannya dapat dilihat pada halaman
berikutnya.
17
18
19
2 Standar
Nasional Pendidikan
PP19 thn 2005 1
Membuat Perencanaan
Penilaian Proses
Pembelajara
n ,Sarana
PP 19,2005 ,Psl
19
6
Penjabaran dalam
standar kompetensi
lulusan Permen 23
Standar Kompetens
i mata pelajaran
Standar Kompetens
i mata pelajaran
Standar Kompetens
i mata pelajaran
PP,Psl 25
3
Penjabara n KD
kedalam kurikulum
sekolah dalam
bentuk indikator
indikator mata
pelajaran 5
Memutu skan
pilihan teknik
penilaia n 7
Implementasi PPRI No 19 thn 2005 Psl 22 ayt 1- 3 9
Melakukan Penilaian pada Proses pembelajaran dan Hasil pembelajaran dengan teknik penilaian
yang sesuai dengan ke”Tuna” an , jenjang dan mata pelajaran yang ditempuh siswa
Implementasi PPRI No 19 thn 2005 Psl 19 ayt 1- 3 9
Penilaia n unjuk
kerja
Penilai an
sikap Penilai
an tertulis
Penilai an
proyek
Penilai an
produk Penilai
an portofo
lio Penilai
an diri
Penilai an
lainnya
Rapo t
seba gai
penil ai-an
akhir dari
Guru 10
Kompetens i Dasar
mata pelajaran
Kompetens i Dasar
mata pelajaran
Kompetens i Dasar
mata pelajaran
4
Membuat alternatif
format, model –
model teknik
penilaian dan raport
8
Penjelasan: Dilakukan
Pusat Dilakukan
Sekolah
ALUR PROSEDUR PENILAIAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI PADA PENDIDIKAN KHUSUS OLEH GURU
Aliran prosedur
Standar Isi Peraturan
Menteri no 22
PENJELASAN ALUR PROSEDUR PENILAIAN KBK UNTUK PENDIDIKAN KHUSUS LIHAT DIAGRAM DI ATAS
Sebelum memulai melakukan perencanaan dalam penyusunan dokumen penilaian, sekolah hendaknya menyiapkan terlebih dahulu dokumen-dokumen
yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP sebagai berikut:
a. Standar isi b. Standar proses
c. Standar kompetensi lulusan d. Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
e. Standar sarana dan prasarana f. Stndar pengelolaan
g. Standar pembiayaan dan h. Standar penilaian pendidikan
Selanjutnya penyusunan dokumen implementasi penilaian untuk sekolah seperti penyusunan model-model penilaian, teknik-teknik penilaian dan format
pencatatan perkembangan kemampuan siswa dan rapot dapat mengikuti prosedur pentahapan dibawah ini sesuai dengan diagram yang tergambar di
atas sebagai berikut:
1. Segala sesuatu sumber penilaian mengacu pada apa yang tersurat dalam Standar Nasional Pendidikan PPRI NO 19 tahun 2005.
2. Dalam konteks penilaian maka harus dilihat PPRI NO 19 thn 2005 pasal 25 , 26 dan 27 BAB V tentang Standar Kompetensi Lulusan SKL, apa , tujuan
dan cakupan apa saja yang perlu dinilai untuk dapat mencapai SKL yang diharapkan perlu ada suatu .
3. Standar Kompetensi Lulusan pada setiap mata pelajaran diatur oleh pusat yaitu oleh BSNPBadan Standarisasi Nasional Pendidikan dan sudah ada
dalam bentuk dokumen yang baku secara nasional. Dokumen ini sebagai acuan untuk menjabarkan lebih lanjut lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang , dan jenis pendidikan tertentu. lihat Standar isi pasal 5 ayat 1 PPRI no 19 thn 2005
4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran merupakan gambaran kemampuan siswa yang hendak dicapai pada mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar ini
merupakan penurunan dari Standar Kompetensi Mata pelajaran yang telah ditetapkan secara nasional atau sudah baku secara nasional. Kompetensi
dicapai dengan melalui pembelajaran dari suatu mata pelajaran tertentu.
5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijabarkan lebih lanjut kedalam kurikulum. Perlu diketahui bahwa kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
atau sekolah TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dst. Penjabaran lebih lanjut itu dapat berupa indikator-indikator yang berfungsi sebagai ”tanda” atau ”ciri”
keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetnsi yang diharapkan dalam Standar Kompetensi lulusan. Penjabaran dalam indikator tentunya harus
melalui analisis dan kajian yang luas dan mendalam agar sesuai dengan
20
tingkat kemampuan siswa yang beragam pada Pendidikan Khusus. Indikator- indikator ini dalam penilaian berfungsi sebagai alat ukur atau bahan uji atau
bahan test yang dapat dikembangkan variasi dan jenisnya. Sekali lagi keterlibatan guru yang berpengalaman dan mampu secara substansial dan
psikologis dalam menangani setiap Kekhususan harus menjadi prasyarat bagi siapa yang hendak terlibat dalam penyusunan kurikulum maupun pokok
uji tersebut. Penyusunan kurikulum dan pokok uji hendaknya mempunyai keterkaitan yang kuat agar tidak melakukan test yang tidak terdapat dalam
kurikulum yang telah disusun. Keserentakan penyusunan kurikulum dan pokok-pokok uji penilaian diharapkan dapat menjamin relevansi yang kuat
antara apa yang diajarkan dan apa yang diujikan.
6. Membuat perencanaan penilaian baik pada proses maupun hasil dari suatu pembelajaran hendaknya melihat benar batas-batas kemampuan pada siswa
pendidikan khusus. Pada siswa pendidikan khusus, jenis Kekhususan, materi ajar, kompetensi yang hendak dicapai, jenis metoda atau pendekatan
pembelajaran serta keberadaan dan pemakaian jenis sarana dan prasarana sangat mempengaruhi bentuk teknik penilaian yang tentunya menentukan
hasil penilaiannya pula. Pen”standaran penilaian” pada tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa hendaknya pada hal-hal tertentu benar-benar
berimbang dan mungkin tidak dapat disamakan, sehingga terhindar dari penilaian yang ”tidak adil” diantara para siswa yang beragam kekhususannya
itu . Standar-standar lokal sekolah mungkin perlu dikembangkan untuk pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu khususnya pada siswa-siswa
yang ”memiliki kekhususan ganda”.
7. Langkah ke tujuh ini sangat penting khususnya dalam membuat suatu keputusan model ataupun teknik penilaian yang hendak dilakukan. Hal ini
sehubungan dengan keragaman kemampuan siswa dilihat dari sisi variasi Kekhususan , tingkat kecerdasannya , kemampuan fisiknya, kemampuan
berkomunikasinya yang beragam pula. Oleh karena itu perlu ada pertimbangan pola-pola penilaian dengan penanganan secara khusus bagi
siswa-siswa tersebut.Teknik penilaian tertentu mungkin tidak dapat dipaksakan untuk digunakan bagi siswa siswa tertentu juga.
”... tidak ada ketersediaan informasi ”apa yang diketahui” dan apa yang ”tidak diketahui” pada siswa Pendidikan Khusus. ...Harus ada semacam
uji coba test bagi siswa apakah test tersebut sesuai untuk siswa Pendidikan Khusus tersebut?
Martha L Thurlow, Ph.D., 1997
Pernyataan ini benar dan penting diketahui adanya, sehingga dalam menyelenggarakan penilaian dapat dilakukan secara adil dan terbuka. Proses
pembelajaran dan penilaian hendaknya mengabaikan proses terjadinya penderaan dan pelecehan baik secara fisik maupun mental bagi siswa
berkelainan sehingga hal-hal yang negatif tersebut dapat dihindari semaksimal mungkin. Untuk mencegah terjadinya penderaan itu setiap teknik
penilaian hendaknya diujicobakan terlebih dahulu kelayakannya. Penilaian yang tidak adil dapat mengakibatkan penderaan terhadap peserta didik.
Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengidentifikasi ketidaktahuan, ketidakmampuan siswa sehubungan dengan penilaian yang hendak
dilakukan.
21
8. Membuat alternatif model, teknik penilaian, pembobotan dan raport hendaknya juga mempertimbangkan apa yang telah menjadi keputusan pada
langkah ke tujuh di atas. Penyeragaman teknik penilaian pada semua siswa berkelainan dan apalagi dengan pembobotan yang sama pada Kekhususan
yang beragam mungkin perlu dihindari jika tanpa ada alasan yang kuat yang mendasarinya. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa model teknik
penilaian yang adil dan sesuai dengan kondisi siswa berkelainan tersebut. Telah diketahui betapa keragaman dan rentang kemampuan intelektual serta
fisik siswa di pendidikan khusus, oleh karena itu apa yang dicontohkan pada pedoman Penilaian ini hanya merupakan salah satu contoh yang dapat saja
diubah, diganti, dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi sekolah dan jenis Kekhususan siswanya. Dan satu hal yang penting ialah bahwa alat
penilaian dalam bentuk apapun hendaknya diuji cobakan terlebih dahulu. Hal ini penting untuk mengetahui seefektif apa teknik penilaian ini dapat
mengukur perkembangan kemampuan siswa yang berlangsung ataupun yang sudah berlangsung, dan yang lebih penting lagi ialah apakah teknik
penilaian ini tidak menyiksa atau menyakiti men”dera”, men dzolimi siswa secara mental maupun fisik siswa berkelainnan. Suatu instrumen penilaian
yang sekiranya diketahui tidak memadai hendaknya tidak diteruskan lagi. Demikian juga jika suatu instrumen yang tidak cocok bisa saja cocok untuk
kasus siswa pendidikan khusus lainnya. Sudah diketahui bahwa siswa Pendidikan Khusus lebih menekankan pelayanan khusus individual ketika
menjalani pendidikan dan pelatihan meskipun tidak tertutup kemungkinan terhadap terjadinya pelayanan kelompok atau secara klasikal ini yang paling
sering terjadi karena keterbatasan jumlah guru. Untuk itu perlu ada semacam paket penilaian untuk anak yang dilayani harus secara individual
ataupun secara berkelompok atau klasikal. Teknik penilaian yang terdapat pada diagram tidak harus semuanya diterapkan dalam penilaian, tetapi dicari,
dipilih yang sesuai dengan jenis kemampuan yang hendak dilatihkan serta keterbatasan siswa. Sebagai contoh, misalnya mungkin pada satu siswa
tunanetra cocoknya dengan menggunakan penilaian unjuk kerja dan penilaian produk, tetapi pada siswa tunanetra lainnya lebih cocok dengan
penilaian tertulis, karena kemampuannya memang pada kemampuan menulisnya. Paket-paket penilaian ini dapat saja didesain untuk kelompok
atau individual tertentu.
9. Pada langkah ke sembilan ini pada gambar kotak besar dengan garis terputus-putus merupakan “action” sesungguhnya dari instrumen-instrumen
penilaian itu. Instrumen-istrumen test tersebut sudah tentu digunakan baik dalam menilai proses maupun hasil belajar siswa. Proses disini yang dinilai
ialah seperti, keuletan, kejujuran, ketaatan pada prosedur, tertip selama belejaratau berlatih, toleran, menghargai pendapat orang lain. Sedangkan
produk dapat dilihat dari hasil yang dibuatnya seperti jika menggambar menghasilkan gambar yang komunikatif, bersih dan indah atau jika dalam
percobaan IPA dalam melakukan pengukuran sesuai dengan apa yang dituliskan .Keutuhan penilaian yang mencakup segala segi perkembangan
kemampuan yang diajarkan hendaknya dapat diakomodasi dalam penilaian ini. Kehati-hatian guru didalam menerapkan dan menggunakan teknik
penilaian yang tepat sangat diperlukan guna terjadi penilaian yang alami. Tentu derajat kesulitan pada setiap siswa ber”Kekhususan“ berbeda-beda
22
sesuai dengan jenis Kekhususannya. lihat contoh “Peta Penilaian” pada lampiran
10.Raport sebagai penilaian akhir dari guru merupakan kumpulan penilaian yang mencakup banyak aspek. Semua yang ditulis di raport hendaknya
berdasarkan catatan dari semua perkembangan siswa. Raport dalam beberapa hal pada pendidikan khusus dapat diungkapkan secara deskriptif
kualitatif sehingga dapat menggambarkan kemajuan kemampuan yang telah dicapainya.
23
BAB III TEKNIK PENILAIAN, PENGOLAHAN, DAN PEMANFAATANNYA
A. PP 19 thn 2005,Psl 22 ayt 1,2,3 tentang Teknik Penilaian
1 Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 3 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai
teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. 2 Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa tes
tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.
3 Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik
penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
Teknik penilaian yang menjadi pembicaraan di pasal di atas menyiratkan perlu adanya berbagai cara yang dimungkinkan untuk dapat digunakan oleh guru guna
mengetahui sejauh apa program yang diberikan kepada siswa memberi efek kemajuan pada siswa Pendidikan Khusus.
Peraturan Pemerintah itu dijabarkan melalui beberapa teknik penilaian yang dapat secara oprasional dapat dibuat antara lain melalui cara dan prosedur
sebagai berikut :
B. Pembobotan Sebelum proses penilaian terlebih dahulu dirancang suatu proses penilaian yang
adil dan terbuka. Kesepakatan pembobotan pada suatu mata pelajaran yang berkenaan dengan kemampuan yang hendak dikembangkan dilakukan secara
bersama diantara guru-guru mata pelajaran sama dalam kebutuhan khusus yang sejenis juga.
Beberapa syarat dan kriteria pengembangan dalam teknik penilaian mencakup:
Pertama, untuk melakukan penilaian terhadap subyek pendidikan hendaknya guru dalam hal pemahaman terhadap setiap karakteristik Kekhususan sudah
tidak diragukan lagi. Jadi guru harus sudah memahami karakteristik khusus yang dimiliki setiap siswa pada setiap jenis kebutuhan khusus.
Ke dua , pada teknik penilaian ini dikemukakan pola pembobotan. Pola ini bertujuan agar guru dapat secara proporsional melakukan penilaian pada
siswanya secara adil dan benar sesuai dengan derajat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki oleh siswanya di sekolahnya masing-masing.
Ke tiga, karena keragaman keterbatasan intelektual, mental, fisik dan emosional peserta didik maka pembobotan dilakukan berdasarkan kriteria kemampuan
individual yang berlaku khusus di sekolah pendidikan khusus itu.
C. Kriteria Ketuntasan Belajar Minimum Kriteria ketuntasan belajar minimum adalah merupakan penjabaran dari
kompetensi dasar menjadi beberapa indikator pencapaian belajar. Indikator- indikator itu digunakan sebagai acuan tercapainya ketuntasan belajar. Namun
demikian ketuntasan belajar minimum ditentukan oleh sekolah melalui
24