Materi pelatihan IN Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia Model Penilaian PLB

(1)

KARYA SAINS DAN TEKNOLOGI

HASIL PENGEMBANGAN MODEL

PENILAIAN

MODEL

SISTEM PENILAIAN EFEKTIF

BERBASIS KELAS


(2)

SEKOLAH LUAR BIASA

“WIYATA GUNA”


(3)

KATA PENGANTAR

Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan untuk menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan pasal 35, mengenai standar nasional pendidikan.

Desentralisasi pengelolaan pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bentuk nyata dari desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada satuan pendidikan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun pelaksanaannya di satuan pendidikan.

Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.


(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 3

C. Ruang Lingkup 3

D. Sasaran Pengguna Pedoman 4

Bab II Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi

A. Pengertian Penilaian berbasis Kompetensi 5

B. Kerangka Berpikir 6

Diagram kerangka berpikir penilaian KBK untuk Pendidikan Khusus 6 C. Manfaat Penilaian KBK untuk Pendidikan Khusus 7

D. Fungsi Penilaian KBK Diksus 7

E. Kedudukan Penilaian dalam lingkup Standar Nasional Pendidikan 7 F. Prinsip Penilaian Berbasis Kompetensi pada Pendidikan Khusus 8 G. Catatan Penilaian Berbasis Kompetensi pada Pendidikan Khusus

(hal-hal yang harus diperhatikan) 10 H. Kharakteristik Pendidikan Khusus 11

I. Alur /prosedur penilaian 13

Bab III. Teknik Penilaian, Peolahan dan Pemanfaatannya

A. PP 19 thn 2005, psl 22 ayat 1,2, dan 3 tentang teknik penilaian 18 B. Pembobotan pada penilaian Pendidikan Khusus 18 C. Kriteria Ketuntasan Belajar Minimum 18 D. Teknik Penilaian yang digunakan, pengolahan dan Pemanfaatannya

1. Penilaian Unjuk Kerja 19

2.Penilaian Sikap 27

3.Penilaian Tertulis 35

4.Penilaian Proyek 38

5. Penilaian Produk 41

6. Penilaian Portofolio 48


(5)

E. Proses Penentuan Nilai Akhir 53

Bab IV. Penutup 55

Lampiran

1) Format Daftar Identitas Siswa 61

2) Penilaian Kemajuan Belajar 62

3) Model Rapot 63 – 65


(6)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia mempunyai jumlah dan variasi penduduk yang beragam baik dilihat dari segi sosial , ekonomi dan budaya, sedangkan dari variasi penduduknya tidak dapat dipungkiri bahwa banyak diantaranya mempunyai kemampuan baik secara fisik, emosional, intelektual dan mental yang beragam pula. Undang-undang Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003, pasal 1 ayat 1. menyatakan bahwa

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri nya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri , kepribadian kecerdasan , akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Pernyataan Undang-Undang diatas tentu memberikan konsekwensi logis bagi terlaksananya sistem pendidikan yang adil, merata, dan memberikan kesempatan belajar bagi semua anak bangsa tanpa kecuali. Pendidikan Khusus yang merupakan bagian integral dari Sistem Pendidikan Nasional yang secara spesifik tercantum dalam pasal 32 ayat 1:

“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik , emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

Pendidikan Khusus mempunyai peserta didik yang beragam baik dari segi fisik, emosional, mental, dan sosial. Ke unikan siswa Pendidikan Khusus ini tentu membawa konsekwensi baik pada kurikulum, silabus, pembelajaran, penilaian dan implementasinya. Pada hal-hal tertentu keberagaman peserta didik pada pendidikan khusus tidak memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan penilaian yang bernuansa kelompok atau klasikal dalam jumlah besar. Pada sekolah khusus walaupun jumlah siswa sedikit, siswanya memiliki kemampuan mental, intelektual, sosial dan fisiknya beragam. Contohnya pada beberapa sekolah, banyak siswa tunanetra atau tunarungu yang memiliki hambatan intelektual dan atau emosi yang mungkin sebagai dampak ikutan dari Kekhususannya. Keberagaman dan keunikan itu sering membuat pola pelayanan yang kurang optimal dan berkeadilan ketika kelompok belajar itu diperlakukan secara sama pada pembelajaran dan penilaiannya antara siswa yang satu dengan lainnya baik secara lokal , regional maupun nasional. Padahal diantara siswa pada kelompok memiliki keanekaragaman potensi dalam pencapaian target belajarnya. Menyamakan pendekatan pembelajaran dan penilaian bagi sekelompok siswa yang memiliki keanekaragaman potensi membuka peluang terjadinya pemaksaan yang berakhir pada “penderaan” fisik ataupun mental pada peserta didik pada umumnya.


(7)

Pernyataan inipun dikuatkan dalam undang-undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, Bab V tentang peserta Didik pada pasal 12 ayat (1) butir f yang berbunyi:

”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.

Keadaan keanekaragaman siswa seperti ini tentunya menghendaki pelayanan yang berbeda-beda dan target pencapaian yang berbeda pula.

Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan (KTSP) dimana kurikulum dirancang, dilaksanakan dan dinilai oleh sekolah sendiri, maka keberadaan pedoman penilaian pendidikan khusus ini merpakan bagian dari KTSP yang berada pada tingkat satuan sekolah.

Kondisi ini membuat Pendidikan Khusus cenderung mengarah pada pelayanan yang lebih bersifat individual daripada kelompok. Pelayanan individual ini sejalan dengan pendekatan kurikulum yang berbasis pada kemampuan individual.

Jadi penilaian bagi siswa Pendidikan Khusus harus tidak dapat dibandingkan dengan kelompok belajarnya, tetapi harus dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh siswa itu sendiri. Kriteria dibangun berdasarkan acuan kompetensi yang hendak dicapai setiap siswa dan bukan seluruh siswa. Namun demikian berkenaan dengan keberagaman jumlah peserta didik pada setiap sekolah maka program pendidikan pada Pendidikan Khusus juga sudah seyogyanya mengakomodasi bagaimana proses penilaian harus dilakukan pada sekelompok kecil maupun dalam jumlah (kelompok besar) peserta didik yang lebih banyak. Dan penilaian berkelompok inipun tidak lepas dari pengembangan kompetensi individu. Kelompok digunakan sebagai bagian dari penilaian individual. Hal ini dapt terjadi khususnya dalam mengembangkan kemampuan bersosial dari setiap individu peserta didik pendidikan khusus. Kompetensi kerjasama, toleransi, diskusi dan sebagainya.

Sebagaimana diketahui pula bahwa sejak awalnyapun Pendidikan Khusus sudah mengacu pada kompetensi, hal itu ditunjukkan dengan di sekolah-sekolah dalam kegiatan pembelajaran lebih ditujukan pada peningkatan kemampuan siswa secara individu. Disamping itu pembelajaran yang dilaksanakan bermuara pada peningkatan kemampuan mereka dalam berinteraksi sosial, pengembangan pengetahuan dan kemampuan atau keterampilan yang berkenaan dengan kehidupan.

Peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran seyogyanya diketahui oleh guru sebagai umpan balik maupun guna mengetahui sejauh mana ketercapaian target yang telah dicapai oleh siswa, apakah telah mencapai sesuai dengan apa yang ditargetkan atau tidak. Untuk itu pemerintah telah menetapkan bahwa :

(1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. penilaian hasil belajar oleh pendidik; 7


(8)

b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

.

(Bab X Standar Penilaian Pendidikan, Bagian Kesatu Umum, Pasal 63)

Kemudian pada bagian ke dua berkenaan dengan Penilaian hasil belajar oleh Pendidik pasal 64 ayat (1) sampai dengan ayat (7) dan pasal 65 , Bagian Ketiga tentang Penilaian hasil belajar oleh Satuan Pendidikan. Salah satu dari ayat pada pasal tersebut menyebutkan:

“(1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.” Pasal 64, ayat 1

Pada ayat-ayat dan ayat lain yang menyertainya yang disebutkan diatas mengungkapkan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik. Sehubungan dengan pasal ini Pendidikan Khusus yang memiliki prinsip fleksibilitas materi, metoda dan penilaian meletakkannya faktor kenaikan kelas dalam konteks pendidkan reguler, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dan tanpa meninggalkan karakteristik pendidikan khusus. Namun demikian dalam pendidikan inklusif pun setiap satuan pendidikan yang menyelenggarakannya diharuskan untuk memenuhi persyaratan-persayaratan tertentu sebagaimana disebutkan pada pasal 41 Peraturam pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yaitu:

“Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.”

Jadi tidak setiap satuan pendidikan atau sekolah secara serta merta dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif tanpa diikuti prasyarat-prasayarat yang memadai bagi siswa berkebutuhan khusus.

B. Tujuan

Model Penilaian Efektif Berbasis Kelas ini bertujuan:

1.Memberikan pemahaman pada guru tentang bagaimana penilaian pada pendidikan khusus sebaiknya dilakukan

2.Memberikan beberapa rambu-rambu, pola kerja dan prosedur penilaian yang perlu dilakukan oleh guru

3.Memberikan beberapa contoh mengenai seluk beluk teknik-treknik penilaian yang dapat diterapkan pada pendidikan khusus.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang dinilai

Pedoman ini mempunyai lingkup penilaian pada siswa Pendidikan khusus pada sekolah TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB yang mengacu pada kurikulum sekolah yang dijabarkan dari Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan Jenis pendidikan khusus yang merupakan cakupan penilaian


(9)

pedoman ini ialah tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa pada jenjang TK, SD, SMP dan SMA.

Ruang lingkup model

Pedoman ini ditujukan untuk sekolah khusus dengan kategori formal mandiri, yang masih menggunakan sistem semester dan kenaikan kelas secara reguler berdasarkan kemampuan siswa atau berdasarkan usia siswa. Sistem SKS jika ditinjau berdasarkan karakteristik pendidikan khusus sulit dilakukan, karena sistem SKS menuntut adanya ketuntasan kurikulum yang dapat dinyatakan dalam persentase sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan materi berikutnya atau kenaikan kelas. Pada pendidikan khusus ketuntasan kurikulum untuk masing-masing peserta didik tidak sama tergantung pada kemampuan masing-masing anak, sehingga tidak dapat ditentukan berapa minimal yang harus dikuasai seorang anak untuk suatu materi tertentu. Sistem SKS ini pada pendidikan khusus dimungkinkan hanya pada program keterampilan yang memang harus dikuasai peserta didik agar dapat mandiri.

C. Sasaran Pengguna Model

1. Guru TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai pelaksana /sebagai penilai dari serangkaian pembelajaran yang sedang ataupun setelah proses pendidikan berlangsung

2. Pengawas pada TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai acuan daam memahami apa yang sedang dan telah dilakukan oleh guru-guru pada proses pembelajaran.

3. Orang tua siswa sebagai bahan pemahaman perkembangan kemampuan anaknya


(10)

BAB II

SISTEM PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI

A. Pengertian Penilaian Berbasis Kompetensi

Sebelum memahami dengan apa yang dimaksud dengan penilaian berbasis kompetensi maka beberapa acuan dalam pemaknaannya dapat dilihat dari beberapa sumber. Dalam kamus encarta dinyatakan bahwa assessment ialah

evaluation, Mengevaluasi, menilai atau memberi penilaian, perkiraan, mengukur, mengadili, mengkaji ulang untuk mengetahui berhasil/baik –tidaknya, membuat pertimbangan, hasil pemikiran.

Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.

Dan dalam kamus lainnya menyatakan bahwa

Assess, Mengassess yaitu membuat perkiraan terhadap nilai, menentukan jumlah.

Collins, Dictionaryand Thesaurus, HarperCollinsPublishers, 1992,England

lebih lanjut dalam kamus ini menyebutkan bahwa

evaluation:.Membuat perkiraan tentang sesuatu berdasarkan pemahaman pada suatu situasi. Penilaian dari suatu kegiatan hendaknya dilakukan secara yang adil

educational evaluation: a method of evaluating student performance and attainment. Suatu cara guna mengetahui kemampuan siswa dan pencapaiannya.

Pemahaman dalam kamus ini disebutkan competence com·pe·tence [kómp t’ns]ə

com·pe·ten·cy[kómp t nsee]ə ə

noun Ability: Suatu ke”bisa”an melakukan sesuatu dengan baik atau memenuhi standar.

Microsoft® Encarta® Reference Library 2005. © 1993-2004 Microsoft Corporation. All rights reserved.

Kemudian Nurgiyanto

Penilaian pada dasarnya suatu proses pembuatan pertimbangan terhadap sesuatu hal. Penilaian terdiri atas 3 komponen yaitu pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan dan pembuatan keputusan

(Sriven dalam Nurgiyanto)

Kompetensi merupakan kecakapan, kemampuan, kompetensi dan ketangkasan yang ditampikan oleh siswa dalam bentuk perbuatan dan kinerja.

(Echols dan Shadly, 1996)

Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa penilaian pada suatu kompetensi berkenaan dengan membuat perkiraan dalam mengukur, membuat suatu pertimbangan dengan menggunakan intervensi pikiran/opini, pertimbangan-pertimbangan berdasarkan kondisi-kondisi tertentu dari suatu kemampuan yang telah dan akan dicapai oleh peserta didik, kemudian dibuat suatu keputusan apakah kompetensi itu sudah tercapai atau tidak


(11)

dengan standar kompetensi yang telah ditentukan atau terstandarkan secara nasional.

B. Kerangka berfikir

Sistem penilaian berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai penilaian dan pembelajaran berbasis kompetensi yang saling tergantung antara yang satu dengan yang lain. Ketergantungan tersebut melibatkan siswa sebagai subyek dan obyek yang berubah setiap saat. Oleh karena itu, hubungan antar unsur siswa, pembelajaran dan teknik penilaian merupakan satu sistem penilaian yang terpadu dan utuh.

Pada siswa pendidikan khusus, jenis Kekhususan, materi ajar, kompetensi yang hendak dicapai, jenis metoda atau pendekatan pembelajaran serta keberadaan dan pemakaian jenis sarana dan prasarana sangat mempengaruhi bentuk teknik penilaian yang tentunya akan menentukan hasil penilaian yang adil dan berkualitas juga . Penilaian berkualitas yang dimaksud ialah terjaminnya hasil penilaian yang adil, terbuka dan berkualitas.

DIAGRAM KERANGKA BERFIKIR PENILAIAN KBK

UNTUK PENDIDIKAN KHUSUS

11

JENIS KEKHUSUSAN

(1)

JENIS KEKHUSUSAN

(1)

MATA PELAJARAN &

MATERI AJAR (2) MATA PELAJARAN &

MATERI AJAR (2)

KOMPETENSI (3)

KOMPETENSI (3)

METODA/ PENDEKATAN PEMBELAJARAN

(4)

METODA/ PENDEKATAN PEMBELAJARAN

(4)

SARANA PRASARANA

(5)

SARANA PRASARANA

(5)

BENTUK TEKNIK PENILAIAN (6)

BENTUK TEKNIK PENILAIAN (6)

HASIL PENILAIAN YANG ADIL & BERKUALITAS

HASIL PENILAIAN YANG ADIL & BERKUALITAS


(12)

Sistem penilaian berbasis kompetensi untuk pendidikan khusus diharapkan akan dapat:

1. Mengetahui bagaimana siswa menerapkan kompetensi dan materi hasil belajarnya pada suatu pekerjaan yang dapat memberi manfaat dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Mendeskripsikan sesuai standar kompetensi yang tepat sesuai dengan hasil belajar / pengalaman belajar yang diharapkan

3. Menghasilkan pola Penilaian performan yang langsung dengan pendekatan pada keterampilan dan pengetahuan yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik Pendidikan Khusus.

4. Mengukur perbandingan hasil kompetensi dengan standar konpetensi yang ditetapkan sehingga diketahui kesenjangan pencapaiannya untuk dilakukan perbaikan.

5. Mengembangkan pola penilaian yang beragam sesuai dengan keberagamana potensi dan keterbatasan siswa

C. Manfaat Penilaian Berbasis Kompetensi pada pendidikan khusus

Sebagaimana diketahui bahwa penilaian berbasis kompetensi pada pendidikan khusus mencakup tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa.

1. Untuk memberikan umpan balik bagi ”sementara” peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensinya. Akan tetapi untuk jenis Kekhususan tertentu lainnya dapat saja tidak memerlukannya, tetapi ni dapat ditunjukkan dengan perubahan prilaku dalam ekspresi keseharian siswa..

2. Untuk memantau kemajuan dan perkembangan yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.

3. Umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.

4. Masukan bagi kepala sekolah dan guru guna merancang kegiatan belajar sedemikian rupa sehingga para pesrta didik dapat mencapai kompetensi dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda dalam suasana yng kondusif menyenangkan.

5. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan sehingga partisipasi oang tua dan komite sekolah dapat ditingkatkan.

D. Fungsi Penilaian Berbasis Kompetensi

Penilaian berbasis kompetensi memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Menggambarkan sejauhmana seorang siswa telah menguasai suatu kompetensi.

2) Mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka membantu siswa memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya baik untuk pemilihan program maupun pengembangan kepribadian.

3) Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan siswa sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah siswa perlu mengikuti remedial atau pengayaan atau tidak .


(13)

E. Kedudukan Penilaian dalam Lingkup Standar Nasional Pendidikan

Kerangka berpikir yang dijelaskan di atas tidak dapat dilepaskan dari peran standar-standar yang lain dari lingkup Standar Nasional Pendidikan. Kedudukan Penilaian dalam ini standar penilaian ditentukan juga oleh keberadaan standar-standar yang lain. Standar Penilaian yang baik dan berkualitas ditentukan juga oleh keberhasilan satuan pendidikan dalam melaksanakan standar-standar yang lain secara ajeg. Pemahaman ini menganut cara berpikir yang logis, bahwa tidak mungkin penilaian yang berkualitas dapat berhasil jika tidak ditunjang dengan unsur-unsur penunjang lainnya yang merupakan bagian dari penilaian itu sendiri.

Sebagai contoh jika memberikan Materi tentang ”suhu” harus tercermin proses pembelajarannya , penyampaian konsepnya, penggunaan alatnya, pengelolaan alatnya, biaya pembelian alat termometernya, kemampuan guru menyampaikannya, kemampuan siswa yang hendak dicapai dalam penggunaan termometer, proses penggunaan yang terstandar merupakan suatu rangkaian yang saling mendukung satu dengan lainnya. Kegagalan dari satu aspek saja dapat menggagalkan komponen-komponen standar secara menyeluruh.

F. Prinsip Penilaian Berbasis Kompetensi

Agar penilaian berbasis kompetensi dapat berlangsung dengan semestinya maka guru dan sekolah serta semua guru kelompok mata pelajaran menyusun sejumlah kriteria penilaian yang sesuai dengan setiap jenis Kekhususan yang ada disekolah yang bersangkutan

13 Standar Isi

(1)

Standar Pembiayaa

n (7)

Standar Pengelolaa

n (6)

Standar Sarana & Prasarana

(5)

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidik

an (4) Standar kompetensi

lulusan (3) Standar

proses (2)

STANDA R PENILAI

AN PENDIDI


(14)

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. (PPRI no 19 tahun 2005, psl 1 ayat 17). Dalam kriteria penilaian hendaknya memenuhi kriteria

1. Validitas

Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan isinya mencakup semua kompetensi yang terwakili secara proporsional.

Dalam pelajaran IPA untuk tunanetra misalnya, guru menilai kompetensi bereksperimen . Penilaian valid jika menggunakan peralatan yang terstandar dan sesuai dengan kemampuan tunanetra tersebut. Jika tidak menggunakan peralatan yang terstandar untuk tunanetra maka penilaian tersebut tidak valid. Untuk menjaga validitas pengukuran maka prosedur kalibrasi sebelum penggunaan alat harus dilakukan terlebih dahulu. Prosedur kalibrasi ini ialah proses menstandarkan alat ukur agar sesuai dengan ukuran standar dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswanya. Proses memperbaiki alat dengan mencocokan dengan peralatan standar dan standar kemampuan siswa yang telah ditetapkan sebelumnya bersama guru lainnya berdasarkan kesepakatan. Validitas isi dalam materi pelajaran hendaknya disesuaikan jenis Kekhususan siswa, misalnya siswa tunanetra diminta untuk menceritakan keindahan alam pegunungan yang tidak pernah dilihatnya, memberi warna pada gambar, maka materi pelajaran ini tidak valid dilihat dari segi isi untuk tunanetra 2. Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg/ dapat dipercaya) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, guru menilai dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Dalam contoh pembelajaran IPA bagi siswa tunanetra perlu menggunakan alat bantu pembelajaran yang membantu pemahaman konsep-konsep IPA , contoh meteran Braille yang sudah distandarkan. Lebih lanjut ketika siswa tunanetra hendak dinilai kompetensi mengukurnya, maka setiap guru harus menggunakan acuan yang sama juga, misalnya yang dinilai ialah mengukur panjang dengan meteran, membaca skala pada meteran. Untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan pengukuran dan penskorannya harus jelas dan terukur.

3. Terfokus pada kompetensi

Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan). Kompetensi –kompetensi itu diukur dengan membandingkan kemampuan siswa sebelum dan sesudah pembelajaran/ pelatihan. Kemampuan mengembangkan kepekaan rasa untuk mendeteksi , mensikapi suatu kondisi tertentu dengan kemampuan merespon yang berkembang semakin baik dari waktu ke waktu. Dalam hal-hal tertentu seperti kompetensi menggunakan alat peraga atau alat praktek pada Kekhususan tertentu pada suatu eksperimen harus dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam ketaatan mengikuti


(15)

prosedur penggunaan alat, larangan dan suruhan yang harus ditaati saat mengoprasikan peralatan untuk bereksperimen serta aturan-aturan lain yang menyertainya.

4. Keseluruhan/Komprehensif

Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi atau kemampuan peserta didik dalam mengembangkan sikap yang tergambar dalam standar kompetensi lulusan , sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik. Aspek kreatifitas siswa seperti mengembangkan alternatif pengukuran dengan alat-alat lainnya termasuk dalam kriteria penilaian.

5. Objektivitas

Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif dan adil. Pemahaman penilaian harus adil. Yang dimaksud dengan adil disini adalah adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa, dan gender (kelamin). Untuk itu, disamping harus adil, juga menyesuaikan dengan karakteristik Kekhususan , jenjang dan usia siswanya. Pada penilaian yang menggunakan pola pengamatan hendaknya dilakukan dengan tegas , jujur , terukur , menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka (skor). Kriteria disusun berdasarkan kesepakatan para guru mata pelajaran

6. Mendidik

Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik khususnya dalam mendidik siswa berpikir, berbuat dan berprilaku ilmiah. Disamping itu penilaian harus memberikan sumbangan yang positif terhadap pencapaian belajar siswa, artinya, hasil penilaian harus dapat dirasakan sebgai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemberian motivasi bagi siswa yang kurang/belum berhasil

G. Catatan Penilaian Berbasis Kompetensi Pada Pendidikan Khusus

Kurikulum berbasis kompetensi tidak semata-mata meningkatkan pengetahuan siswa, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran dan Kekhususan siswa pada setiap jenjang. Dengan kata lain kurikulum tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah dan berorientasi pada penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan.

Standar kompetensi untuk setiap mata pelajaran pada setiap jenis Kekhususan tentunya berbeda sesuai dengan kharakteristik Kekhususan yang dimiliki oleh setiap siswa. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar. Satu kompetensi dasar meliputi beberapa indikator, dan satu indikator memuat bisa lebih dari satu pengalaman belajar. Penilaian dirancang mengacu pada indikator dan pengalaman belajar yang hendak dilakukan.

Beberapa hal yang penting dan perlu diperhatikan yang membedakan antara kurikulum pendidikan umum dan pendidikan khusus ialah sehubungan dengan ciri pembelajaran dan penilaian pada pendidikan khusus dimana kharakter siswa , kemampuan siswa , keterbatasan siswa baik secara emosional,


(16)

intelektual, fisikal dan etika yang begitu beragam dan berbeda-beda baik derajat kualitas penguasaan maupun pengendaliannya. Kondisi yang demikian ini membuat prinsip belajar pada pendidikan khusus menganut prinsip belajar yang fleksibel/luwes baik dilihat dari segi waktu, materi dan penilaiannya. Gambaran keluwesan itu dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

DIAGRAM PENGATURAN WAKTU, MATERI DAN

PENILAIAN YANG LUWES

PADA PENDIDIKAN KHUSUS

Penjelasan

Pengaturan waktu yang luwes yang dimaksud ialah penyediaan waktu belajar yang menyesuaikan dengan kecepatan belajar dan kemampuan individu siswa siswa yang beragam.

Penyampaian materi yang luwes yang dimaksud ialah penyampaian materi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan keterbatasan peserta didik dan diatur secara proporsional.

Cara penilaian yang luwes yang dimaksud ialah melakukan pengukuran perkembangan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan karakteristik siswa

H. Karakteristik Pendidikan Khusus

Pada pendidikan khusus ada beberapa kharakteristik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penilaian:

1. Anak tunagrahita dikelompokkan sehomogen mungkin untuk kemudahan dalam pembelajaran sehingga memudahkan dalam penilaian. (Strategi Pembelajaran dan Penilaian)

2. Kenaikan kelas pada pendidikan khusus dimungkinkan berdasarkan: Lama Sedang Cepat

PENGATURAN WAKTU YANG LUWES

Sederhana Sedang Kompleks CARA PENILAIAN YANG LUWES

Rendah Sedang Tinggi PENYAMPAIAN/PENYAJIAN MATERI YANG LUWES


(17)

- Berdasarkan evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengan tuntutan kurikulum (anak dengan kecerdasan normal, Tuna A, B, dan D yang tidak disertai dengan kelainan lainnya),

- Berdasarkan usia yang disebut dengan maju berkelanjutan (kenaikan kelas secara otomatis) untuk anak yang mempunyai keterbatasan kemampuan.

Pada sekolah-sekolah pendidikan khusus (SMPLB dan SMALB) kenaikan kelas merupakan salah satu bentuk penghargaan untuk memotivasi peserta didik untuk belajar di pendidikan khusus. Tidak ada persyaratan khusus bagi naik atau tidaknya peserta didik.

3. Menerimaan peserta didik baru dapat dilakukan sepanjang tahun ajaran, meskipun secara formal ditentukan batasan waktunya, tetapi di lapangan hal ini tidak dapat dilakukan, karena pelayanan pendidikan khusus tidak dapat dibatasi waktu jika ada anak berkebutuhan khusus yang memerlukan pelayanannya. Selain itu penerimaan peserta didik baru tidak mensyaratkan batasan usia tertentu pada peserta didik tersebut ketika memasuki pendidikan khusus, asalkan masih dalam usia sekolah atau berdasarkan ketentuan sekolah masing-masing.

4. Kurikulum untuk pendidikan khusus fleksibel dalam waktu, materi, dan penilaiannya. Hal ini dikarenakan peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda, dan kurikulum seyogyanya disesuaikan dengan kemampuan dan kekhususan mereka.

5. Pelaporan hasil penilaian kemampuan belajar peserta didik dilaporkan dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif agar orang tua mengetahui dan memahami kemampuan yang telah dicapai anaknya. Hal ini dilakukan karena bentuk kuantitatif saja tidak cukup, misalnya nilai 7 buat si A akan berbeda dengan nilai 7 buat si B karena kemampuan mereka berbeda, sehingga harus dijelaskan dalam bentuk kualitatif. Pelaporan hasil belajar bagi SLB A belum dicetak dalam dua versi yaitu huruf latin dan braile, sehingga peserta didik tidak dapat mengetahui langsung kemampuan yang telah dicapainya. Hal ini telah menyalahi salah satu prinsip penilaian, yaitu peserta didik mengetahui penilaian yang diberikan kepadanya dan alasan kenapa nilai tersebut diberikan.

6. Untuk anak yang kemampuan akademiknya kurang tidak diharuskan mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN), cukup mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan akan memperoleh Surat Keterangan Tamat Belajar (SKTB). Bagi yang mampu mengikuti UAN dan lulus akan memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

7. Pada jalur formal katagori mandiri untuk institusi SMPLB dan SMALB secara umum program penilaian harus menggunakan program SKS .

I. Alur Penilaian

Alur penilaian dibuat guna memudahkan guru khususnya didalam melakukan pentahapan kerja yang lebih mudah. Setiap tahapan dapat tergambar dengan jelas. Pentahapan alur kerja dan penjelasannya dapat dilihat pada halaman berikutnya.


(18)

(19)

19 (2) Standar Nasional Pendidikan (PP19 thn 2005) (1) Membuat Perencanaan & Penilaian Proses Pembelajara

n ,Sarana

(PP 19,2005 ,Psl

19) (6)

Penjabaran dalam standar kompetensi lulusan (Permen 23) Standar Kompetens i mata pelajaran Standar Kompetens i mata pelajaran Standar Kompetens i mata pelajaran (PP,Psl 25) (3) Penjabara n KD kedalam kurikulum sekolah dalam bentuk indikator indikator mata pelajaran (5) Memutu skan pilihan teknik penilaia n (7)

Implementasi PPRI No 19 thn 2005 Psl 22 ayt 1-3 (9)

Melakukan Penilaian pada Proses pembelajaran dan Hasil pembelajaran dengan teknik penilaian

yang sesuai dengan ke”Tuna” an , jenjang dan mata pelajaran yang ditempuh siswa (Implementasi PPRI No 19 thn 2005 Psl 19 ayt

1-3) (9)

Penilaia n unjuk kerja Penilai an sikap Penilai an tertulis Penilai an proyek Penilai an produk Penilai an portofo lio Penilai an diri Penilai an lainnya

Rapo

t

seba

gai

penil

ai-an

akhir

dari

Guru

(10)

Kompetens

i Dasar mata pelajaran

Kompetens i Dasar

mata pelajaran

Kompetens i Dasar

mata pelajaran (4) Membuat alternatif format, model – model teknik penilaian dan raport (8) Penjelasan: Dilakukan

Pusat Dilakukan Sekolah

ALUR PROSEDUR PENILAIAN KURIKULUM BERBASIS

KOMPETENSI PADA PENDIDIKAN KHUSUS OLEH GURU

Aliran prosedur Standar Isi

(Peraturan Menteri no


(20)

PENJELASAN ALUR /PROSEDUR PENILAIAN KBK UNTUK PENDIDIKAN KHUSUS (LIHAT DIAGRAM DI ATAS)

Sebelum memulai melakukan perencanaan dalam penyusunan dokumen penilaian, sekolah hendaknya menyiapkan terlebih dahulu dokumen-dokumen yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai berikut:

a. Standar isi b. Standar proses

c. Standar kompetensi lulusan

d. Standar Pendidik dan tenaga kependidikan e. Standar sarana dan prasarana

f. Stndar pengelolaan g. Standar pembiayaan dan h. Standar penilaian pendidikan

Selanjutnya penyusunan dokumen implementasi penilaian untuk sekolah (seperti penyusunan model-model penilaian, teknik-teknik penilaian dan format pencatatan perkembangan kemampuan siswa dan rapot) dapat mengikuti prosedur / pentahapan dibawah ini sesuai dengan diagram yang tergambar di atas sebagai berikut:

1. Segala sesuatu sumber penilaian mengacu pada apa yang tersurat dalam Standar Nasional Pendidikan (PPRI NO 19 tahun 2005).

2. Dalam konteks penilaian maka harus dilihat PPRI NO 19 thn 2005 pasal 25 , 26 dan 27 BAB V tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), apa , tujuan dan cakupan apa saja yang perlu dinilai untuk dapat mencapai SKL yang diharapkan perlu ada suatu .

3. Standar Kompetensi Lulusan pada setiap mata pelajaran diatur oleh pusat yaitu oleh BSNP(Badan Standarisasi Nasional Pendidikan) dan sudah ada dalam bentuk dokumen yang baku secara nasional. Dokumen ini sebagai acuan untuk menjabarkan lebih lanjut lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang , dan jenis pendidikan tertentu. (lihat Standar isi pasal 5 ayat 1 PPRI no 19 thn 2005)

4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran merupakan gambaran kemampuan siswa yang hendak dicapai pada mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar ini merupakan penurunan dari Standar Kompetensi Mata pelajaran yang telah ditetapkan secara nasional atau sudah baku secara nasional. Kompetensi dicapai dengan melalui pembelajaran dari suatu mata pelajaran tertentu. 5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijabarkan lebih lanjut kedalam

kurikulum. Perlu diketahui bahwa kurikulum disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah (TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB dst). Penjabaran lebih lanjut itu dapat berupa indikator-indikator yang berfungsi sebagai ”tanda” atau ”ciri” keberhasilan siswa dalam pencapaian kompetnsi yang diharapkan dalam Standar Kompetensi lulusan. Penjabaran dalam indikator tentunya harus melalui analisis dan kajian yang luas dan mendalam agar sesuai dengan


(21)

tingkat kemampuan siswa yang beragam pada Pendidikan Khusus. Indikator-indikator ini dalam penilaian berfungsi sebagai alat ukur atau bahan uji atau bahan test yang dapat dikembangkan variasi dan jenisnya. Sekali lagi keterlibatan guru yang berpengalaman dan mampu secara substansial dan psikologis dalam menangani setiap Kekhususan harus menjadi prasyarat bagi siapa yang hendak terlibat dalam penyusunan kurikulum maupun pokok uji tersebut. Penyusunan kurikulum dan pokok uji hendaknya mempunyai keterkaitan yang kuat agar tidak melakukan test yang tidak terdapat dalam kurikulum yang telah disusun. Keserentakan penyusunan kurikulum dan pokok-pokok uji penilaian diharapkan dapat menjamin relevansi yang kuat antara apa yang diajarkan dan apa yang diujikan.

6. Membuat perencanaan penilaian baik pada proses maupun hasil dari suatu pembelajaran hendaknya melihat benar batas-batas kemampuan pada siswa pendidikan khusus. Pada siswa pendidikan khusus, jenis Kekhususan, materi ajar, kompetensi yang hendak dicapai, jenis metoda atau pendekatan pembelajaran serta keberadaan dan pemakaian jenis sarana dan prasarana sangat mempengaruhi bentuk teknik penilaian yang tentunya menentukan hasil penilaiannya pula. Pen”standaran penilaian” pada tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa hendaknya pada hal-hal tertentu benar-benar berimbang dan mungkin tidak dapat disamakan, sehingga terhindar dari penilaian yang ”tidak adil” diantara para siswa yang beragam kekhususannya itu . Standar-standar lokal sekolah mungkin perlu dikembangkan untuk pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu khususnya pada siswa-siswa yang ”memiliki kekhususan ganda”.

7. Langkah ke tujuh ini sangat penting khususnya dalam membuat suatu keputusan model ataupun teknik penilaian yang hendak dilakukan. Hal ini sehubungan dengan keragaman kemampuan siswa dilihat dari sisi variasi Kekhususan , tingkat kecerdasannya , kemampuan fisiknya, kemampuan berkomunikasinya yang beragam pula. Oleh karena itu perlu ada pertimbangan pola-pola penilaian dengan penanganan secara khusus bagi siswa-siswa tersebut.Teknik penilaian tertentu mungkin tidak dapat dipaksakan untuk digunakan bagi siswa siswa tertentu juga.

”... tidak ada ketersediaan informasi ”apa yang diketahui” dan apa yang ”tidak diketahui” pada siswa Pendidikan Khusus. ...Harus ada semacam uji coba test bagi siswa apakah test tersebut sesuai untuk siswa Pendidikan Khusus tersebut?

( Martha L Thurlow, Ph.D., 1997)

Pernyataan ini benar dan penting diketahui adanya, sehingga dalam menyelenggarakan penilaian dapat dilakukan secara adil dan terbuka. Proses pembelajaran dan penilaian hendaknya mengabaikan proses terjadinya penderaan dan pelecehan baik secara fisik maupun mental bagi siswa berkelainan sehingga hal-hal yang negatif tersebut dapat dihindari semaksimal mungkin. Untuk mencegah terjadinya penderaan itu setiap teknik penilaian hendaknya diujicobakan terlebih dahulu kelayakannya. Penilaian yang tidak adil dapat mengakibatkan penderaan terhadap peserta didik. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengidentifikasi ketidaktahuan, ketidakmampuan siswa sehubungan dengan penilaian yang hendak dilakukan.


(22)

8. Membuat alternatif model, teknik penilaian, pembobotan dan raport hendaknya juga mempertimbangkan apa yang telah menjadi keputusan pada langkah ke tujuh di atas. Penyeragaman teknik penilaian pada semua siswa berkelainan dan apalagi dengan pembobotan yang sama pada Kekhususan yang beragam mungkin perlu dihindari jika tanpa ada alasan yang kuat yang mendasarinya. Untuk itu perlu dikembangkan beberapa model teknik penilaian yang adil dan sesuai dengan kondisi siswa berkelainan tersebut. Telah diketahui betapa keragaman dan rentang kemampuan intelektual serta fisik siswa di pendidikan khusus, oleh karena itu apa yang dicontohkan pada pedoman Penilaian ini hanya merupakan salah satu contoh yang dapat saja diubah, diganti, dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi sekolah dan jenis Kekhususan siswanya. Dan satu hal yang penting ialah bahwa alat penilaian dalam bentuk apapun hendaknya diuji cobakan terlebih dahulu. Hal ini penting untuk mengetahui seefektif apa teknik penilaian ini dapat mengukur perkembangan kemampuan siswa yang berlangsung ataupun yang sudah berlangsung, dan yang lebih penting lagi ialah apakah teknik penilaian ini tidak menyiksa atau menyakiti / men”dera”, men dzolimi siswa secara mental maupun fisik siswa berkelainnan. Suatu instrumen penilaian yang sekiranya diketahui tidak memadai hendaknya tidak diteruskan lagi. Demikian juga jika suatu instrumen yang tidak cocok bisa saja cocok untuk kasus siswa pendidikan khusus lainnya. Sudah diketahui bahwa siswa Pendidikan Khusus lebih menekankan pelayanan khusus individual ketika menjalani pendidikan dan pelatihan meskipun tidak tertutup kemungkinan terhadap terjadinya pelayanan kelompok atau secara klasikal (ini yang paling sering terjadi karena keterbatasan jumlah guru). Untuk itu perlu ada semacam paket penilaian untuk anak yang dilayani harus secara individual ataupun secara berkelompok atau klasikal. Teknik penilaian yang terdapat pada diagram tidak harus semuanya diterapkan dalam penilaian, tetapi dicari, dipilih yang sesuai dengan jenis kemampuan yang hendak dilatihkan serta keterbatasan siswa. Sebagai contoh, misalnya mungkin pada satu siswa tunanetra cocoknya dengan menggunakan penilaian unjuk kerja dan penilaian produk, tetapi pada siswa tunanetra lainnya lebih cocok dengan penilaian tertulis, karena kemampuannya memang pada kemampuan menulisnya. Paket-paket penilaian ini dapat saja didesain untuk kelompok atau individual tertentu.

9. Pada langkah ke sembilan ini (pada gambar kotak besar dengan garis terputus-putus merupakan “action” sesungguhnya dari instrumen-instrumen penilaian itu. Instrumen-istrumen test tersebut sudah tentu digunakan baik dalam menilai proses maupun hasil belajar siswa. Proses disini yang dinilai ialah seperti, keuletan, kejujuran, ketaatan pada prosedur, tertip selama belejaratau berlatih, toleran, menghargai pendapat orang lain. Sedangkan produk dapat dilihat dari hasil yang dibuatnya seperti jika menggambar menghasilkan gambar yang komunikatif, bersih dan indah atau jika dalam percobaan IPA dalam melakukan pengukuran sesuai dengan apa yang dituliskan .Keutuhan penilaian yang mencakup segala segi perkembangan kemampuan yang diajarkan hendaknya dapat diakomodasi dalam penilaian ini. Kehati-hatian guru didalam menerapkan dan menggunakan teknik penilaian yang tepat sangat diperlukan guna terjadi penilaian yang alami. Tentu derajat kesulitan pada setiap siswa ber”Kekhususan“ berbeda-beda


(23)

sesuai dengan jenis Kekhususannya. (lihat contoh “Peta Penilaian” pada lampiran)

10.Raport sebagai penilaian akhir dari guru merupakan kumpulan penilaian yang mencakup banyak aspek. Semua yang ditulis di raport hendaknya berdasarkan catatan dari semua perkembangan siswa. Raport dalam beberapa hal pada pendidikan khusus dapat diungkapkan secara deskriptif kualitatif sehingga dapat menggambarkan kemajuan kemampuan yang telah dicapainya.


(24)

BAB III

TEKNIK PENILAIAN, PENGOLAHAN, DAN PEMANFAATANNYA A. PP 19 thn 2005,Psl 22 ayt 1,2,3 tentang Teknik Penilaian

(1) Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. (2) Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes

tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.

(3) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.

Teknik penilaian yang menjadi pembicaraan di pasal di atas menyiratkan perlu adanya berbagai cara yang dimungkinkan untuk dapat digunakan oleh guru guna mengetahui sejauh apa program yang diberikan kepada siswa memberi efek kemajuan pada siswa Pendidikan Khusus.

Peraturan Pemerintah itu dijabarkan melalui beberapa teknik penilaian yang dapat secara oprasional dapat dibuat antara lain melalui cara dan prosedur sebagai berikut :

B. Pembobotan

Sebelum proses penilaian terlebih dahulu dirancang suatu proses penilaian yang adil dan terbuka. Kesepakatan pembobotan pada suatu mata pelajaran yang berkenaan dengan kemampuan yang hendak dikembangkan dilakukan secara bersama diantara guru-guru mata pelajaran sama dalam kebutuhan khusus yang sejenis juga.

Beberapa syarat dan kriteria pengembangan dalam teknik penilaian mencakup:

Pertama, untuk melakukan penilaian terhadap subyek pendidikan hendaknya guru dalam hal pemahaman terhadap setiap karakteristik Kekhususan sudah tidak diragukan lagi. Jadi guru harus sudah memahami karakteristik khusus yang dimiliki setiap siswa pada setiap jenis kebutuhan khusus.

Ke dua , pada teknik penilaian ini dikemukakan pola pembobotan. Pola ini bertujuan agar guru dapat secara proporsional melakukan penilaian pada siswanya secara adil dan benar sesuai dengan derajat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki oleh siswanya di sekolahnya masing-masing.

Ke tiga, karena keragaman keterbatasan intelektual, mental, fisik dan emosional peserta didik maka pembobotan dilakukan berdasarkan kriteria kemampuan individual yang berlaku khusus di sekolah pendidikan khusus itu.

C. Kriteria Ketuntasan Belajar Minimum

Kriteria ketuntasan belajar minimum adalah merupakan penjabaran dari kompetensi dasar menjadi beberapa indikator pencapaian belajar. Indikator-indikator itu digunakan sebagai acuan tercapainya ketuntasan belajar. Namun demikian ketuntasan belajar minimum ditentukan oleh sekolah melalui


(25)

kesepakatan guru-guru matapelajaran-matapelajaran yang sama dan sejenis dalam kebutuhan khususnya. Kriteria itu dibangun berdasarkan kondisi individu setiap siswa dan disesuaikan dengan kemampuan minimal yang harus dicapai berdasarkan skala maksimal yang memungkinkan untuk dikembangkan berdasarkan kemampuan individu siswa tersebut . Untuk itu setiap siswa harus diidentifikasi rentang kemampuan yang memungkinkan dikembangkan. Kriteria ketuntasan belajar minimum bersifat spesifik sekolah, mata pelajaran dikaitkan dengan jenis kebutuhan khusus siswanya. Ketuntasan belajar ditentukan oleh pencapaian kompetensi dasar yang dicerminkan dengan pencapaian ketuntasan pada setiap indikator. Jika ada salah satu atau lebih indikator yang belum tercapai , maka ketuntasan belajar minimum itu belum tercapai, untuk itu perlu ada remedial bagi indikator yang belum tercapai ketuntasannya. Tingkat ketuntasan merupakan keputusan dan kesepakatan bersama yang ditentukan para guru berdasarkan ketentuan diatas. Kriteria ketuntasan belajar mimimum harus ditinjau kembali secara berkala berdasarkan evaluasi program .

D. Teknik Penilaian yang Digunakan, Pengolahan, dan Pemanfaatannya

1. Penilaian Unjuk Kerja

Sebelum membuat perangkat instrumen hendaknya guru melihat terlebih dahulu isi kurikulum. Apa yang hendak dibelajarkan, kompetensi apa yang hendak dilatihkan, pengetahuan apa yang hendak diterima didapat siswa.

Berikut adalah contoh bagaimana menurunkan suatu standar kompetensi kedalam perencanaan dan pelaksanaan penilaian.

Pertama ialah menjabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar yang sudah ada dalam SNP (Standar Nasional Pendidikan) Mata Pelajaran kedalam indikator dan materi pokok dengan cara seperti di bawah ini.

Kelas XI Semester 1

Standar Kompetensi (SK)

2. Mendeskripsikan karakteristik unsur-unsur dan senyawa penting, keberadaan, kegunaan dan bahayanya.

Kompetensi Dasar (KD) Indikator Materi Pokok

2.1 Mengidentifikasi keberadaan unsur dan senyawa dan produk yang mengandung unsur tersebut

 Menunjukkan keberadaan unsur-unsur dan senyawa dalam kehidupan sehari-hari.  Mengidentifikasi produk-produk yang

mengandung unsur atau senyawa tersebut.

Keberadaan unsur dan senyawa.

Kedua ialah menganalisis SK, KD dan Materi Pokok , kemudian memperkirakan kemampuan serta materi pokok apa yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran sehubungan dengan keterbatasan mental, intelektual maupun fisik siswa. Analisis SK, KD dan Materi Pokok lebih mendalam pada indikator diperlukan guna menentukan unit-unit penilaian yang lebih terukur dan mudah diamati. Contohnya seperti Kompetensi Dasar mengidentifikasi , kompetensi ini harus


(26)

dijelaskan sejauh apa kegiatan mengidentifikasi untuk siswa tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa harus dilakukan secara memadai

Contoh untuk mata pelajaran IPA yaitu kompetensi mengidentifikasi Kompetensi

mengidentifi kasi yang dikembangk

an

Aspek yang dinilai yang berhubungan dengan Keterlibatan indra, potensi tubuh ketika memahami ”Kompetensi mengidentifikasi” dalam aksi

pembelajaran sesuai dengan Jenis Kekhususannya

A. (tunanetra) B. (tunarungu) C. (tunagrahita) D. (tunadaksa) 1. Menyebutka n persamaan dari dua benda yang diamati Setelah melakukan perabaan, mencium dua benda yang diamati siswa tunanetra dapat menyebutkan persamaan dua benda yang telah diamati Setelah melakukan perabaan, melihat warna, dan mencium ciri kedua benda siswa tunarungu dapat menyebutkan persamaan dua benda yang diamati dengan bahasa yang komunikatif Dengan bantuan guru setelah melakukan perabaan , mencium bau benda, melihat warna dua benda siswa tunagrahita dapat menyebutkan apa yang diamatinya Dengan bantuan guru Setelah melakukan perabaan, melihat warna, mendengarkan bunyi dan

mencium ciri bau kedua benda siswa tunadaksa dapat menyebutkan persamaan dua benda yang diamati 2. Membanding kan logam dengan bukan logam

Perabaan untuk membandingka n logam dan bukan logam dilihat dari unsur berat/ringanny a kedua benda . Mencium untuk , membandingka n antara bau logam dan bukan logam. Melalui pendengaran siswa tunanetra membandingka n bunyi logam dan bukan logam ketika diketuk-ketuk Pencecapan* tidak boleh dilakukan krn dikhawatirkan bendanya beracun.

Setelah melakukan perabaan untuk membandingkan logam dan bukan logam dilihat dari unsur

berat/ringannya kedua benda .

Mencium untuk , membandingkan antara bau logam dan bukan logam.

Melalui pengamatannya siswa tunarungu dapat

membandingkan ciri warna benda logam dan bukan logam Pencecapan* tidak boleh dilakukan karena

dikhawatirkan bendanya beracun.

Dengan bantuan guru setelah melakukan perabaan, penciuman untuk membanding kan logam dan bukan logam siswa dapat

menunjukkan logam dan bukan logam.

Dengan bantuan guru setelah melakukan

perabaan,

penciuman untuk membandingkan logam dan bukan logam siswa dapat

menunjukkan logam dan bukan logam.

Melalui pendengaran siswa tunadaksa membandingkan bunyi logam dan bukan logam ketika diketuk-ketuk. Melalui pengamatannya siswa tunadaksa dapat

membandingkan ciri warna benda logam dan bukan logam

Pencecapan* tidak boleh dilakukan krn dikhawatirkan bendanya beracun


(27)

Kompetensi mengidentifi

kasi yang dikembangk

an

Aspek yang dinilai yang berhubungan dengan Keterlibatan indra, potensi tubuh ketika memahami ”Kompetensi mengidentifikasi” dalam aksi

pembelajaran sesuai dengan Jenis Kekhususannya

A. (tunanetra) B. (tunarungu) C. (tunagrahita) D. (tunadaksa) 3.

Menyebutka n contoh unsur .

... ... ... ...

4.

Menyebutka n contoh senyawa

... ... ... ...

5.

Menguraikan kedalam kelompok unsur dan senyawa dalam satu produk (kursi)

... ... ... ...

6.

Menyebutka n contoh benda yang dibuat dari plastik

... ... ... ...

7.

Menunjukka n

bendanya langsung mana yang terbuat dari plastik dengan tepat

... ... ... ...

8.

Membuat pelaporan hasil identifikasi

... ... ... ...

Analisis:

Menganalisis Standar Kompetensi 3 (SK3) menjadi Kompetensi Dasar (KD3.1)

Karakteristik yang dimaksudkan disini adalah sifat-sifat yang dapat diamati oleh siswa tunanetra misalnya melalui perabaan . Deskripsi yang dilakukan siswa yakni menguraikan secara tertulis sesuai dengan hasil pengamatannya. Unsur atau senyawa yang dapat diamati siswa bisa bermacam-macam yang semuanya


(28)

terdapat di lingkungan siswa misalnya emas, besi, aluminium, perak, gula, garam, plastic, kaca, cat dan sebagainya. Siswa tidak perlu membedakan unsur dengan senyawa.

Menganalisis Kompetensi Dasar 3.1. (KD3.1) menjadi Indikator Butir 1 (IB.1) Unsur dan senyawa bisa terdapat di lingkungan siswa. Siswa tidak harus membedakan unsur dengan senyawa karena yang perlu diketahui siswa adalah bahwa benda-benda di sekitar siswa merupakan bahan kimia. Identifikasi yang dilakukan siswa adalah berupa menyebutkan nama unsur atau senyawa dan menjelaskan cirri-ciri yang dapat diamatinya.

Menganalisis Indikator Butir 1 (IB1) menjadi materi pokok

Keberadaan unsur misalnya emas ada di cincin atau di kalung, besi ada di tiang bendera, aluminium ada di panci aluminium, cat ada di berbagai benda di sekitar siswa, plastic pada gelas atau sikat gigi dan sebagainya. Siswa diminta untuk menyebutkan sambil menunjukkan unsure atau senyawa tersebut.

Ketiga, ialah mensintesakan

Mensintesakan SK 3, KD 3.1 dan indikator butir 1

Sintesa ini menghasilkan Pengalaman belajar sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi; Melihat persamaan dan perbedaan dengan

menyebutkannya.

2. Membedakan logam dan bukan logam dari baunya, suara dentingannya dan perbedaan berat dengan benda lainnya.

3. Menunjukkan gelas, plastik

4. Mencontohkan aplikasi material dalam kehidupan sehari-hari 5. Menunjukkan unsur dan senyawa

Analisis Indikator Butir 2. (IB2)

Siswa diminta untuk menunjukkan suatu benda atau produk dan menyebutkan nama unsure atau senyawa apa saja yang terdapat di dalam produk tersebut, misalnya pada sebuah kursi terdapat besi pada pakunya, plastic pada joknya, dan cat.

Mensintesakan SK 3, KD 3.1 dan indikator butir 2 Sintesa ini menghasilkan pengalaman belajar :

1. Mengidentifikasi dengan mengurai nama benda atau material dalam suatu produk 2. Membendakan dengan menunjuk mana logam , mana plastik, mana yang gelas. 3. Menunjukkan benda yang unsur dan yang bukan.

Keempat, ialah meramu ke dua hasil sintesa itu menjadi pokok-pokok proses pembelajaran yang berujung pada pokok-pokok penilaian.

Contoh checklists yaitu dengan cara menggunakan siswa yang sama (untuk kemudahan pemahaman bagi pembaca dalam hal ini guru)

Format Penilaian Pembelajaran IPA

(Menggunakan Daftar Tanda Cek untuk Penilaian Unjuk Kerja)

Nama peserta didik: Akhmad Kelas: XII SMALB Tunanetra


(29)

Mata pelajaran IPA (Fisika)

Standar Kompetensi

4. Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan untuk memahami keterkaitannya dengan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi Dasar

4.2 Mengidentifikasi listrik dinamis dalam rangkaian

N o . Indikator B ob ot pe r in di ka to r Skala r e a l s k o r s i s w a S k o r M a k s Ketuntasan 60%

1. 2. 3. 4. 5.

T u n t a s Tidak tuntas/re medial 1

. Menyebutkan persamaan listrik dinamis dan listrik statis

2 v 6 1

0 Tu

n t a s 2

. Membandingkan cara kerja listrik dinamis dan listrik statis

1 v 5 5 T

u n t a s 3

. Menguraikan komponen komponen listrik dinamis

2 v 1

0 10 Tu

n t a s 4 . Menyebutkan contoh yang menyebabkan listrik dinamis

1 v 1 5 Tidak

Tuntas

5

. Menunjukkan beberapa contoh langsung

peralatan listrik dinamis dalam keseharian

2 v 6 1

0 Tu

n t a s

Skor yang dicapai siswa 2

8 40


(30)

Skala yang terdapat pada tabel diatas digunakan oleh guru sebagai alat pertimbangan dalam menentukan tingkat ketuntasan berdasarkan pertimbangan subyektif guru berdasarkan kriteria . Misalnya nilai

 skala 1 artinya atau kriterianya siswa tidak tahu atau tidak melaksanakan/ mengerjakan sesuatu apapun,

 skala 2 guru dapat mengembangkan kriteria pemahaman bahwa siswanya tahu tapi tidak dapat melaksanakannya/menjelaskannya,

 skala 3 dapat dikembangkan pemahaman kriterianya bahwa siswa tahu dan dapat melaksanakan tetapi tidak dapat mengembangkan,

 skala 4 guru dapat mengembangkan bahwa siswanya tahu, dapat melaksanakan serta dapat mengembangkan contohnya lebih dari satu aplikasi,

 skala 5 guru dapat mengembangkan kriterianya bahwa siswa tahu banyak dan dapat mengembangkannya dengan memberikan banyak contoh lebih dari 2 atau 3 aplikasi dengan penjelasan yang lebih komprihensif.

Catatan:

a. Bobot dibakukan atas kesepakatan guru berdasarkan pertimbangan kemampuan dan keterbatasan siswa tunanetra dan dapat dipertanggung jawabkan secara edukatif. Tidak menyakiti dan mendera siswa

b. Penentuan skala diputuskan oleh guru dengan pertimbangan teknis yang kuat

c. Setiap indikator tidak boleh mempunyai skor dibawah 60% (misalnya) dari skor maksimalnya, skor ini ditentukan secara bersama antar para guru sesuai dengan karakteristik Kekhususan siswanya.

d. Cara menghitung jumlah real skor siswa yaitu

Bobot indikator untuk tunanetra dikalikan dengan skala

nilai = Jumlah real skor siswa

e. Jika siswa dapat mencapai skor 36 maka tingkat ketuntasan siswa ialah lebih dari 60% atau 65% lebih , tetapi indikator no 3 dan nomor 6 kurang dari 60%, maka siswa ini tidak tuntas, ia harus mendapat remedial sampai skor minimalnya tercapai dengan memperbaiki kinerja indikator nomor 3 dan nomor 6. (cara mengukur ketuntasan ini dapat digunakan untuk model-penilaian lainnya)

f. Format penilaian ini dapat dikembangkan utnuk jenis Kekhususan yang lain.

Contoh: Format Penilaian Pendidikan Jasmani Nama : ...

Jenjang : TKLB

Kelas : Persiapan 1


(31)

No. Indikator Skala1-10

Bobot untuk tunanetra

Skor

nyata maksimalSkor

a b c d e f

1 Bertepuk

tangan ………. 1 ………. 10

2 Berjalan di tempat

……… .

1 ………. 10

3 Melangkah ……… .

2 ………. 20

4 Mundur ………

.

3 ………. 30

5 Berjalan ke depan

……… .

2 ………. 20

6 Berjalan mundur

……… .

4 ………. 40

7 Berjalan jinjit ………

. 4 ………. 40

Total Skor siswa (yang nyata) ………. 170 Catatan;

Proses penilaian sama sebagaimana yang dicontohkan di atas Kompetensi Dasar: Melakukan senam lantai dengan benar Nama : ...

Jenjang :SMALB

Kelas : X

Jenis Kebutuhan Khusus Tunanetra

No. Indikator Skala1-10

Bobot untuk siswa tunanetra

Skor nyata

Skor maksima

l

a b c d e f

1 Berguling ………. 1 ………. 10

2 Kayang ………. 4 ………. 40

3 Sikap lilin ………. 2 ………. 20

4 Guling lenting (neckspring) ………. 4 ………. 40 5 Berdiri dengan kepala ………. 3 ………. 30 6 Berdiri dengan kedua

telapak tangan

………. 4 ………. 40

7 Melakukan rangkaian gerakan senam

………. 4 ………. 40

Total Skor siswa (yang nyata) ………. 190

Catatan

a. Pilihan Skala 1-10 diputuskan guru olah raga (apakah diberi angka 1, 2, 3, ....dst) yang bersangkutan berdasarkan pertimbangannya ketika melakukan pengamatan pada saat siswa berguling, kayang sikap lilin dan sebagainya.


(32)

b. Skor nyata diperoleh dari hasil perkalian antara angka skala yang telah ditetapkan oleh guru berdasarkan pengamatannya, misalnya siswa tunanetra ”berguling” menurut pengamatan guru patut diberi angka 4 dari skala 10, maka 4 X 1( bobot berguling untuk siswa tunanetra ialah 1 satu) = 4, jika siswa yang bersangkutan melakukan sikap ”kayang” dan dinilai 4 pada skala 10 menurut pengamatan guru maka 4 X 4 = 16.

c. Ketetapan Ketuntasan dapat ditetapkan oleh kelompok guru mata pelajaran, dalam hal ini guru olah raga, misalnya tingkat ketuntasan indikator kompetensi dasar ”berguling” ialah 50% , maka siswa minimal mendapat skor nyata ialah 5, kurang dari 5 maka siswa tersebut tidak tuntas atau lulus, untuk itu perlu ada perbaikan.

d. Ketuntasan belajar atau kelulusan hanya terjadi jika setiap indikatornya memiliki skor tidak kurang dari 50% dan skor totalnya tidak kurang dari 50% juga.

e. Total skor nyata pun tidak boleh kurang dari 50 % dari 190 atau kurang dari 85 .Jadi meskipun total skor nyatanya lebih dari 50% atau lebih dari 85 tetapi masih ada salah satu indikator mempunyai skor nyata dibawah 50% maka siswa tersebut tidak tuntas atau lulus.

f. Format penilaian ini dapat dikembangkan utnuk jenis Kekhususan yang lain.

Nama : ...

Jenjang : SMALB

Kelas : X

Jenis Kebutuhan Khusus : Tunarungu

No. Indikator Skala

1-10 Bobot

Skor nyata

Skor maksimal 1 Menerapkan konsep dasar

senam lantai

………. 4 ………. 40

2 Melakukan guling ………. 1 ………. 10

3 Hand-spring ………. 3 ………. 30

4 Neck-spring ………. 4 ………. 40

5 Head-spring ………. 3 ………. 30

6 Meroda ………. 4 ………. 40

7 Melakukan gerakan rangkaian senam

………. 3 ………. 30

Total Skor siswa (yang nyata) ………. 220 Catatan;

Proses penilaian sama sebagaimana yang dicontohkan di atas Nama : ...

Jenjang : SMALB

Kelas : X


(33)

No. Deskripsi Skala1-3 Bobot nyataSkor maksimalSkor

1 Berguling ………. 2 ………. ……….

2 Kayang ………. 4 ………. ……….

3 Sikap lilin ………. 4 ………. 40

4 Guling lenting (neckspring) ………. 4 ………. 40 5 Berdiri dengan kepala ………. 4 ………. 40 6 Berdiri dengan kedua

telapak tangan

………. 4 ………. 40

7 Melakukan rangkaian gerakan senam

………. 4 ………. 40

Total Skor siswa (yang nyata) ………. 200

Catatan;

Proses penilaian sama sebagaimana yang dicontohkan di atas Untuk Tunadaksa SMALB kelas X:

- Penentuan kompetensi, deskripsi olah raga harus ditentukan oleh guru yang bersangkutan sesuai dengan kondisi siswa.

- Proses penilaian sama sebagaimana yang dicontohkan untuk jenis Kekhususan lainnya.

- Skala dan pembobotan diisikan sesuai dengan pertimbangan antar guru oleh raga yang ketika hendak melakukan penilaian, namun demikian perlu juga penetapan kriteria yang disepakati bersama juga dan juga kapan memberi penilaian skala 1, skala 2 dan skala 3, untuk itu dapat ditetapkan suatu kriteria misalnya: pemberian tanda cek (V) pada

- skala 1 artinya siswa dapat melakukan dengan sedikit kesalahan namun lambat ,

- skala 2 artinya siswa dapat melakukan dengan benar meskipun lambat, - skala 3 siswa dapat denganbenar dan cepat melakukannya.

2. Penilaian Sikap

Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik, antara lain: a. Observasi perilaku

Perilaku positif dan negatif dari setiap siswa dicatat dalam buku catatan harian tentang siswa.

Contoh halaman sampul Buku Catatan Harian:

33

BUKU CATATAN HARIAN TENTANG PESERTA DIDIK ( nama sekolah )

Kelas : ___________________ Tahun Pelajaran :

___________________

Jenis Kekhususan : ___________________


(34)

(35)

Contoh cara mengisi Buku Catatan Harian :

No

. Hari/ tanggal

Nama peserta

didik

Kejadian (positif f) Kejadian (negatif) 1 Sabtu, 25 Mei 2006.

Mata Pelajaran: ………..

1. Jiman 1. Mengakui perbuatannya yang salah. 2. Membantu

temannya memindahkan meja

3. Membuang sampah pada tempatnya.

1. Berkelahi dengan temannya 2. Mencontek

2. Hasril 1. Beker ja sama dengan temannya

2. Memi

mpin dengan baik

1. Agak otoriter 2. Kurang sabar

3. Anita ... ... ... ... ...

... ... ... ... ... 4. Tobias ...

... ... ... ...

... ... ... ... ...

Catatan :

Kejadian yang dicatat oleh guru pada Buku Catatan Harian adalah kejadian yang positif ekstrim dan negatif ekstrim.

Catatan dalam lembaran buku tersebut, selain bermanfaat untuk merekam dan menilai perilaku peserta didik sangat bermanfaat pula untuk menilai sikap peserta didik serta dapat menjadi bahan dalam penilaian perkembangan peserta didik secara keseluruhan. Pekerjaan ini agak merepotkan guru khususnya jika siswanya dalam jumlah banyak, untuk itu kejadian yang dicatat hanya yang ekstrim positif atau negatif saja. Kelemahan dan kekuatan siswa dalam pembentukkan sikap dapat dipantau dan dapat menjadi umpan balik bagi guru yang bersangkutan.


(36)

Contoh: Format Penilaian Sikap dalam Pengetahuan Sosial dalam kegiatan Observasi

Kompetensi Dasar: Menerapkan berbagai cara dalam menjaga kesehatan lingkungan.

Nama : ...

Jenjang : SDLB

Kelas : III

Jenis Kebutuhan Khusus : (A)Tunanetra, (B)Tunarungu, (C)Tunagrahita Ringan, (D)Tunadaksa Ringan

No

. Perilaku Indikator

Skala

Bobot

Kekhususan sesungguhnySkor

a Skor Maksimal.

1 2 3 4 5

A B C D A B C D A B C D

1 Membersihkan kelas

Membuang

sampah .. .. .. .. .. 4 1 2 4 .. .. .. .. 20 5 10 20

Menyapu

kelas .. .. .. .. .. 4 1 2 4 .

. .. .. .. 20 5 10 20

Melap perabot sekolah

.

. .. .. .. .. 3 1 3 3 .. .. .. .. 15 5 10 15

2 Kerjasama

Membantu teman yang mengalami kesulitan ketika membersihk an kelas .

. .. .. .. .. 4 1 2 4 .. .. .. .. 20 5 10 20

Berdiskusi untuk memecahkan masalah tentang kebersihan kelas .

. .. .. .. .. 1 4 4 1 .. .. .. .. 5 20 20 5

3 Inisiatif Membuang sampah pada tempatnya tanpa disuruh .

. .. .. .. .. 2 2 2 2 .. .. .. .. 10 10 10 10

Menyampaik an gagasan tentang kebersihan

.

. .. .. .. .. 1 2 4 1 .. .. .. .. 5 10 20 5

4 Punya perhati an Berempati dalam kata-kata atau perbuatan pada orang lain yang berkaitan dengan kebersihan kelas . . .. .. .. ..

3 2 4 1 .

. .. .. ..


(37)

No

. Perilaku Indikator

Skala

Bobot Kekhususan

Skor sesungguhny

a Skor Maksimal.

1 2 3 4 5 A B C D

A B C D A B C D

Memberi kritik positif terhadap kebersihan lingkungan

.

. .. .. .. .. 1 1 2 1 .. .. .. .. 5 5 10 5

5 Bekerjasistem atis

Mengikuti

aturan .. .. .. .. .. 3 3 3 3 .. .. .. .. 15 15 15 15

Mengikuti

prosedur .. .. .. .. .. 1 1 2 1 .

. .. .. .. 5 5 10 5

Membangun cara kerja yang logis

.

. .. .. .. .. 2 2 3 2 .. .. .. .. 10 10 15 10

Skor total .

. .. .. .. 145 125 160 135

Catatan*)

Tabel diatas sengaja ditampilkan bersama antara penilaian tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa hanya sebagai cara agar memudahkan pembaca mengetahui perbandingan “bobot” penilaian pada masing-masing Kekhususan, tetapi dalam pelaksanaan sesungguhnya tabel diatas harus terpisah dan hanya berlaku untuk penilaian satu anak untuk setiap Kekhususan serta satu mata pelajaran pada satu topik pembelajaran .

Penjelasan penggunaan tabel di atas:

 Kolom perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan pertimbangan guru matapelajaran dan guru pada setiap jenis Kekhususan.

 Rentang skala 1 = sangat kurang 2 = kurang

3 = sedang 4 = baik 5 = amat baik

 Skala dibuat /diputuskan menurut pertimbangan guru yang mengamati aktifitas siswa secara langsung.

 Bobot Kekhususan ditentukan oleh kelompok guru mata pelajaran pada setiap jenis Kekhususan.

 Perhitungan penilaian lainnya sebagaimana telah dicontohkan sebelumnya.

 Skor sesungguhnya diperoleh dari perkalian antara skala yang diputuskan guru ketika melakukan pengamatan dikalikan dengan bobot Kekhususan

 Skor maksimal pada tabel diatas bermanfaat sebagai acuanpenentuan posisi nilai siswa.

 Konversi penilaian pada setiap Kekhususan dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tunanetra mempunyai skor maksimal 145 untuk kemampuan

mengidentifikasi, jika ingin dibuat menjadi rentang penilaian dari sangat kurang sampai dengan amat baik, maka harus dibuat lima katagori rentang


(38)

penilaian yaitu pada setiap rentang berjarak nilai 145 : 5 = 29, sehingga menjadi:

1 = amat baik = a =117 – 145 2 = baik = b = 88 – 116 3 = sedang = c = 59 – 87 4 =kurang = d = 30 – 58 5 = sangat kurang = e = 0 – 29

Jika penilaian hendak dikembangkan dengan menggunakan skala nilai 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) dapat menggunakan cara membuat jarak rentang 145 : 10 yaitu 14.5, kemudian direntang menjadi:

0 – 14.5 nilainya sama dengan 1 15 – 29 nilainya sama dengan 2 29.5 – 43.5 nilainya sama dengan 3 44 – 58 nilainya sama dengan 4 58.5 – 72.5 nilainya sama dengan 5 73 – 87 nilainya sama dengan 6 87.5 – 101.5 nilainya sama dengan 7 102 – 116 nilainya sama dengan 8 116.5 – 130.5 nilainya sama dengan 9 131 – 145 nilainya sama dengan 10

Tunarungu mempunyai skor maksimal 125 untuk kemampuan

mengidentifikasi, jika ingin dibuat menjadi rentang penilaian dari sangat kurang sampai dengan amat baik atau penilaian dengan skor a, b,c,d dan e, maka harus dibuat lima katagori rentang penilaian yaitu pada setiap rentang berjarak nilai 125 : 5 = 25 sehingga menjadi:

1 = amat baik = a = 101 – 125 2 = baik = b = 76 – 100 3 = sedang = c = 51 – 75 4 =kurang = d = 26 – 50 5 =sangat kurang = e = 0 – 25

Jika penilaian hendak dikembangkan dengan menggunakan kala nilai 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) dapat menggunakan cara membuat jarak rentang 125 : 10 yaitu 12.5, kemudian direntang menjadi:

0 – 12.5 nilainya sama dengan 1 13 – 25 nilainya sama dengan 2 25.5 – 37.5 nilainya sama dengan 3 38 – 50 nilainya sama dengan 4 50.5 – 62.5 nilainya sama dengan 5 63 – 75 nilainya sama dengan 6 75.5 – 87.5 nilainya sama dengan 7 88 – 100 nilainya sama dengan 8 100.5 – 112.5 nilainya sama dengan 9 113 – 125 nilainya sama dengan 10


(39)

Tunagrahita mempunyai skor maksimal 160 untuk kemampuan mengidentifikasi, jika ingin dibuat menjadi rentang penilaian dari sangat kurang sampai dengan amat baik atau penilaian dengan skor a, b,c,d dan e, maka harus dibuat lima katagori rentang penilaian yaitu pada setiap rentang berjarak nilai 160 : 5 = 32, sehingga menjadi:

1 = amat baik = a = 129 – 160 2 = baik = b = 97 – 128 3 =sedang = c = 65 – 96 4 =kurang = d = 33 – 64 5 =sangat kurang = e = 0 – 32

Jika penilaian hendak dikembangkan dengan menggunakan kala nilai 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) dapat menggunakan cara membuat jarak rentang 160 : 10 yaitu 16, kemudian direntang menjadi:

0 – 16 nilainya sama dengan 1 17 – 32 nilainya sama dengan 2 33 – 48 nilainya sama dengan 3 49 – 64 nilainya sama dengan 4 65 – 80 nilainya sama dengan 5 81 – 96 nilainya sama dengan 6 97 – 112 nilainya sama dengan 7 113 – 128 nilainya sama dengan 8 129 – 144 nilainya sama dengan 9 145 – 160 nilainya sama dengan 10

Tunagrahita mempunyai skor maksimal 135 untuk kemampuan

mengidentifikasi, jika ingin dibuat menjadi rentang penilaian dari sangat kurang sampai dengan amat baik atau penilaian dengan skor a, b,c,d dan e, maka harus dibuat lima katagori rentang penilaian yaitu pada setiap rentang berjarak nilai 135 : 5 = 27, sehingga menjadi:

1 = sangat kurang = a = 0 – 27 2 = kurang = b = 28 – 54 3 = sedang = c = 55 – 81 4 = baik = d = 82 – 108 5 = amat baik = e = 109 – 135

Jika penilaian hendak dikembangkan dengan menggunakan kala nilai 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) dapat menggunakan cara membuat jarak rentang 135 : 10 yaitu 13.5, kemudian direntang menjadi:

0 – 13.5 nilainya sama dengan 1 14 – 27 nilainya sama dengan 2 27.5 – 40.5 nilainya sama dengan 3 41 – 54 nilainya sama dengan 4 54.5 – 67.5 nilainya sama dengan 5 68 – 81 nilainya sama dengan 6 81.5 – 94.5 nilainya sama dengan 7 95 – 108 nilainya sama dengan 8


(40)

108.5 – 121.5 nilainya sama dengan 9 123 – 135 nilainya sama dengan 10

b. Pertanyaan langsung

Kita juga dapat menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang peraturan di sekolah mengenai "Peningkatan Ketertiban". Pertanyaan langsung dilakukan jika guru merasa tidak cukup mendapatkan informasi dengan menggunakan teknik penilaian observasi perilaku. Dengan melakukan pertanyaan langsung kepada siswa dapat diperoleh data yang lebih lengkap mengenai kondisi dan kemampuan siswa.

c. Laporan pribadi

Peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Misalnya, diminta menulis pandangannya tentang "bencana alam". Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik tersebut dapat disimpulkan kecenderungan sikap peserta didik.

Contoh Format Penilaian Observasi Perilaku pada Pembelajaran IPA (Menggunakan Daftar Tanda Cek untuk Penilaian Sikap)

Nama peserta didik: Akhmad Kelas: XII SMALB Tunanetra Mata pelajaran IPA (Fisika)

Waktu : Disesuaikan dengan kebutuhan proses pembelajaran

N o . Indikator Aspek sikap yang diharapkan muncul Bobot utk setiap aspek indikator dari tunanetra

Frekuensi berapa kali munculnya dalam proses

pembelajaran realJml sko r sis wa S k o r M a k s 1

x 2x 3x 4x 5x

( 1 )

(2) (3) (4) (

5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 ) ( 9 ) (10) ( 1 1 ) 1

. Menyebutkan persamaan dari dua

Teliti dalam

mengindra 2 ... ... ... ... ... ... 10

Peka dalam

pengindraan 1

... ... ... ... ... ...


(41)

N o . Indikator Aspek sikap yang diharapkan muncul Bobot utk setiap aspek indikator dari tunanetra

Frekuensi berapa kali munculnya dalam proses

pembelajaran Jml real sko r sis wa S k o r M a k 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x ( 1 )

(2) (3) (4) (

5 ) ( 6 ) ( 7 ) ( 8 ) ( 9 ) (10) ( 1 1 ) benda yang diamati

Hati-hati 2 ... ... ... ... ... ... 1

0 2 . Membanding kan logam dengan bukan logam Mengikuti Prosedur Pedoman

1 ... ... ... ... ... ... 5

Membandingk an dengan perabaan dan penciuman

1 ... ... ... ... ... ... 5

Kepekaan indra

penciuman 1 ... ... ... ... ... ... 5

3

. Menyebutkan contoh benda yang dibuat dari plastik Menyebutkan lebih dari contoh

2 ... ... ... ... ... ... 10

Menyebutkan

contoh 1 ... ... ... ... ... ... 5

4

. Menunjukkan bendanya langsung mana yang terbuat dari plastik dengan tepat

Kecermatan 2 ... ... ... ... ... ... 1

0 Kebenaran

1 ... ... ... ... ... ... 5

5 .

Mengkomuni kasikan

Jujur 3 ... ... ... ... ... ... 1

5 Jelas dgn

bahasa yang mudah dipahami

2 ... ... ... ... ... ... 10

Santun 2 ... ... ... ... ... ... 1

0

Skor yang dicapai siswa ... 1

5 5


(1)

PENUTUP

Telah ditampilkan berbagai contoh ataupun model teknik-teknik penilaian pada panduan ini. Namun demikian perlu dicatat bahwa mungkin tidak ada satu pun alat penilaian yang dapat mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar dan berkembang peserta didik pendidikan khusus, baik dari segi perkembangan emosional , intelektual, mental maupun fisik secara utuh dan lengkap. Penilaian yang bersifat menyeluruh pun belum menjamin hasil penilaian yang teliti, cermat dan terukur. Apalagi pendekatan teknik penilaian tunggal sudah tentu tidak cukup untuk memberikan gambaran / informasi tentang kemajuan belajar yang utuh dan lengkap.

Guru hendaknya mengembangkan lebih dari satu teknik penilaian agar memungkinkan melihat permasalahan peserta didik dengan cakrawala yang lebih luas, mendalam, utuh dan menyeluruh. Gabungan dari berbagai teknik penilaian diharapkan akan memberikan gambaran kondisi sesungguhnya peserta didik pendidikan khusus.

Suatu hasil penilaian tidak bisa secara mutlak diterima sebagai keadaan sesungguhnya dari peserta didik pendidikan khusus, hal ini dapat terjadi karena pada sisi lain peserta didikpun berkembang kemampuan maupun permasalahannya sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh secara alamiah maupun formal. Teknik-teknik penilaian lainnya yang biasa berlangsung sekian lama sudah tentu tetap mejadi pertimbangan dalam melakukan pendekatan teknik-teknik penilaian yang disajikan dalam panduan ini. Diyakini masih banyak sisi-sisi lain khususnya aspek-aspek pendidikan khusus yang begitu unik yang belum terjangkau dalam penulisan panduan penilaian ini. Masih diperlukan studi-studi lanjutan yang sifatnya mengembangkan aspek-aspek pengembangan diri maupun menjaring segala permasalahan peserta didik.

Gagasan-gagasan baru masih diperlukan dalam mengembangkan teknik penilaian yang lebih adil, transparan, komprehensif , progresif dan lebih terukur, sehingga pola pengembangan belajar siswa pendidikan khusus pada gilirannya akan berkembang dengan lebih baik dan memberikan nilai tambah yang lebih bermakna bagi siswa.


(2)

1. FORMAT PENILAIAN KEMAJUAN BELAJAR (BERLAKU UNTUK SEMUA JENIS KEKHUSUSAN)

2. 3. 4. 5. 6.

66

1. Nama :………

2. Nomor Induk :……… 3. Jenis Kelamin :……… 4. Jenis Kelainan :……… 5. Penyebab Kelainan : ……… 6. Awal kelainan tgl/thn : ………

7. IQ : ………

8. Tempat/Tanggal lahir : ………

9. Agama : ………

10. Anak ke : ………

11. Status dalam keluarga : ……… 12. Alamat Siswa : ………

Telepon : ………

13. Diterima di kelas ini : ……… a. Di Kelas : ……… b. Pada tanggal : ……… 14. Sekolah asal : ……… a. Nama Sekolah : ……… b. Alamat : ……… 15. Nama Orang Tua :

a. Ayah : ………

b. Ibu : ………

16. Alamat Orang tua : ………

Telepon : ………

17. Pekerjaan Orang Tua : ……… a. Ayah : ………

b. Ibu : ………

18. Nama Wali : ………

19. Alamat Wali : ………

Telepon : ………

20. Pekerjaan Wali : ………

……… Kepala Sekolah……….. ………...

(……….) NIP.

Pas Foto 4 cm x 6 cm


(3)

No Kompetensi

FORMAT PENILAIAN KEMAJUAN BELAJAR (SKALA SKOR 1 - 10) PER SEMESTER... Ming 2 Ming 4 Ming 6 Ming 8 Ming

10 Ming12 Ming14 Ming16 Ming18 Ming20 Ming22 Ming24 1. Konsep Matematika ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …

Membilang ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …………

Mengkalikan ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …………

Membagi ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …

Mengurang ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …

Mengakarkan ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… 2. Penerapan

Matematika ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …………

Membilang ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …

Mengkalikan ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …………

Membagi ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… …………

Mengurang ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …

Mengakarkan ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… 3. Konsep Berbahasa ………… ………

… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… Penguasaan Kosa Kata ………… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … Berkomunikasi ………… ………

… ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… … ……… …


(4)

7. Model Rapot

68

Nama Sekolah:……… Nomor Induk : ………

Alamat :... Kelas :...

... Semester ke :... Nama Siswa :... Tahun Pelajar :...

No Mata Pelajaran Nilai

Sanga t Mamp u

Cukup Mampu

Kurang mamp u

Tidak Mamp u

Catatan A Program Umum

1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan

Pancasila & Kewarganegara an

3. Bahasa Indonesia 4. Matematika 5. Ilu Pengetahuan

Alam 6. Ilmu

Pengetahuan Sosial

7. Keterampilan 8. Penjas

B Program Khusus 9. ... 10. ... 11. ...

Profil perkembangan kemampuan pengembangan diri siswa per ,cawu/semester (contoh)

Catatan untuk menjadi perhatian Guru dan Orang Tua Prilaku ekstrim negatif yang sering muncul dan

memerlukan pengawasan dan pembinaan.

Akademis

……… ………

……… ………

Keterampilan

Hidup……… ……… ……… ………

Prilaku keseharian

……… ………

……… ………

Prilaku ekstrim positif yang sering muncul dan memerlukan pengawasan dan pembinaan.

Akademis

……… ………

……… ………

Keterampilan

Hidup……… ………


(5)

Profil perkembangan kemampuan akademik siswa :


(6)

Profil perkembangan kemampuan kecakapan hidup

8. Model Petunjuk Pengisian Raport

Pengisian raport sepenuhnya mengacu pada cara-cara yang telah dicontohkan pada panduan penilaian untuk pendidikan khusus seperti yang telah dijelaskan pada lembar-lembar halaman sebelum ini.