REPRESENTASI FEMINISME DALAM SERIAL “THE GREAT QUEEN SEONDEOK”

(1)

ABSTRAK

REPRESENTASI FEMINISME DALAM SERIAL “THE GREAT QUEEN SEONDEOK”

Oleh

DIAH MANIKAM T.

Feminisme merupakan gerakan pembebasan dari ketertindasan dan ketidak-berpihakan kultur masyarakat terhadap perempuan. Sementara itu gender mempunyai konotasi psikologis, sosial, kultural yang membedakan antara pria dan wanita dalam menjalankan peran-peran maskulinitas dan feminitas tertentu dimasyarakat.

Film yang menjadi objek penelitian penulis kali ini adalah serial drama “The Great Queen Seondeok”. dengan rumusan masalah, bagaimanakah gambaran perilaku peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial “The Great Queen Seondeok”, bila ditinjau dari konteks pemerintahan dan keluarga? dan bagaimanakah bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial “The Great queen Seondeok”?. Maka, tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan gambaran perilaku peran dan posisi perempuan dalam konteks keluarga dan konteks pemerintahan pada serial “The Great Queen Seondeok” dan mengetahui bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial “The Great Queen Seondeok”.

Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika, yang dikonsentrasikan pada kode-kode televisi John Fiske sebagai pisau analisis dengan pendekatan kualitatif eksploratif. Serial drama “The Great Queen Seondeok” ini dikonstruksikan melalui kode-kode televisi John Fiske yang meliputi 3 level, yakni : Level realitas, level representasi dan level ideologi yang mencakup : Penampilan, perilaku, gerakan dialog dan nilai feminisme.

Adapun temuan dalam penelitian ini adalah bentuk subordinasi yang terjadi pada perempuan (istri yang tidak dapat melawan keputusan suami), dicampakan setelah harus melahirkan dan tidak mendapatkan pengakuan sebagai istri yang syah. Terdapat juga peran domestik yang terkonstruksi melalui, sosok Mishill sebagai selir yang melakukan pekerjaan rumah tangga dan melayani kebutuhan biologis para Raja. Sementara dalam konteks pemerintahan ketika perempuan sudah memiliki status dan kedudukan yang tinggi di masyarakat, secara otomatis perempuan akan terangkat derajatnya. Hal tersebut tergambar pada sosok Ratu


(2)

Deokman yang memiliki kekuasaan penuh untuk menetapkan serangkaian peraturan negara yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyatnya, baik laki-laki ataupun perempuan. Wujud representasi niali-nilai feminisme dalam serial “The Great Queen Seondeok” ini meliputi Hubungan sosial timbal balik yang diperjuangkan Mishill, kemandirian ekonomi yang dimiliki Deokman, perubahan sosial yang dilakukan Mishill dan Deokman demi mencapai kesetaraan dan mewujudkan keadilan bagi kaum perempuan dan kekuatan politik yang dimiliki Mishill dan Deokman dalam mengkampanyekan hak-haknya untuk memiliki kedudukan dalam ranah politik dan pemerintahan.


(3)

ABSTRACT

FEMINISM REPRESENTATION IN SERIAL “THE GREAT QUEEN SEONDEOK”

by

DIAH MANIKAM T.

Feminism is a movement of liberation from oppression and impartiality cultured society towards women. While it has a connotation of psychological gender, social, cultural difference between men and women in carrying out the roles of masculinity and femininity in a particular community. The film is the object of the author of this study is a serial drama "The Great Queen Seondeok". the formulation of the problem, how is the picture of behavior and the role of women's position as reflected in the series "The Great Queen Seondeok", when viewed from the context of government and family? forms of representation and how feminist values contained in the series "The Great Queen Seondeok"?. Thus, the authors aim to do this study was to clarify the picture of the behavior of the role and position of women within the family context and the context of governance on the series "The Great Queen Seondeok" and know the form of representation of the values of feminism are contained in the series "The Great Queen Seondeok".

This study uses semiotic analysis, which concentrates on codes of television John Fiske as a knife analysis with exploratory qualitative approach. Serial drama "The Great Queen Seondeok" is constructed through codes of television John Fiske which includes three levels, namely: the level of reality, the level of representation and ideological level that includes appearance, behavior, movement and the feminist dialogue.

The findings in this study is a form of subordination that occurs in women (a wife who can not fight the decision of the husband), dicampakan after birth and should not get recognition as a legitimate wife. There is also constructed through a domestic role, as a concubine Mishill figure who did the housework and serve the biological needs of the Kings. While in the context of the government when women have high status and position in society, women will be raised automatically rank. This is illustrated in the figure of the Queen Deokman who has full authority to establish a set of state regulations that must be obeyed by all citizens, whether male or female. Niali-form representation of feminism in the


(4)

series "The Great Queen Seondeok" encompasses the social relationships of reciprocity which fought Mishill,

owned Deokman economic independence, social change and Deokman Mishill done to achieve equality and justice for women and political power Mishill owned and Deokman in the campaign of his rights to have a position in the realm of politics and government.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut UU Perfilman No.8 tahun 1992 film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video atau hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau yang lainnya. (www.kpi.go.id, akses 30 April 2010)

Film merupakan media yang efektif dalam membentuk persepsi melalui representasi yang disajikan kepada sebuah kelompok atau individu. Hal ini disebabkan oleh karakteristik film yang dianggap memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat. Film sebagai salah satu bentuk media massa mempunyai peran penting di dalam sosial kultural, artistik, politik dan dunia ilmiah. Pemanfaatan film dalam dunia usaha pembelajaran masyarakat ini sebagian didasari oleh pertimbangan bahwa film mempunyai kemampuan untuk menarik perhatian orang dan sebagian lagi didasari oleh alasan bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. (McQuail, 1997:13)


(6)

2

Film sebagai media komunikasi massa dapat menjadi reflektor dari bentuk ketidakadilan gender dalam masyarakat karena menampilkan kehidupan manusia secara faktual maupun fiksional. Film menampilkan wacana yang dapat dijadikan pintu untuk memahami kondisi suatau masyarakat. Krishna Sen (1987) yang melakukan kajian kritis atas film-film tahun 1965 sampai 1982, menemukan benang merah antara struktur kekuasaan orde baru dengan film sebagai produk kultural. Film dipandang sebagai proses ideologi, sehingga konstruksi sosial yang membentuk masyarakat dapat dilihat melalui film. Dalam konteks gender, konstruksi sosial muncul dalam penampilan perempuan dan laki-laki dalam peran-peran sosial, masalah seksual dan reproduksi, pekerja perempuan, gambaran tentang feminitas dan stereotip perempuan. (Siregar dalam Potret Perempuan dalam film dan televisi : Pandangan dengan Perpektif Gender, 2001:7-8)

Meski demikian, realitas yang ditampilkan dalam film bukanlah realitas yang sesungguhnya. Sutradara telah membingkai realitas sesuai dengan subjektivitasnya yang di pengaruhi oleh kultur dan masyarakatnya. Sutradara yang dibesarkan dalam kultur patriarki cenderung menampilkan film yang akan memperkokoh nilai-nilai patriarki. Namun, film juga bersifat personal, sehingga bisa pula mendobrak realitas. Demikian ungkap Hanung Bramantyo, sutradara muda dalam acara diskusi “Gender Identity and Relationship in British and Indonesian Films”pada 5 Januari di Lakfip Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. (Jurnal perempuan, 2004)


(7)

3

Belakangan ini banyak sekali film yang mengkonstruksikan perempuan sebagai sosok yang kuat dan mandiri. Diantaranya adalah film Pasir Berbisik garapan sutradara Nan T.Achnas yang menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan dan anaknya yang ditinggal suaminya pergi tanpa memberi kabar berita. Pada film Pasir Berbisik ini terlihat perjuangan seorang ibu sebagai single parent yang berusaha menghidupi anaknya seorang diri dengan berbagai peraturan dan kungkungan yang berlebihan pada anak gadisnya. Hal ini dilakukan sang ibu sebagai wujud traumatik akan kegagalan berumah tangga dan kekecewaannya terhadap sosok laki-laki. (http://filmindonesia.or.id, akses 1 mei 2010)

Selain film Pasir Berbisik, masih banyak sekali film yang merepresentasikan gerakan feminisme atau mengandung nilai-nilai kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat, seperti film Devil wears Prada, shopaholic, R.A Kartini, dan masih banyak lagi. Meskipun sudah mulai bermunculan film yang mengedepankan kemampuan dan posisi perempuan di ranah publik, tidak dapat dipungkiri masih banyak sekali film yang menggambarkan ketimpangan gender dan mengkonstruksikan perempuan sebagai makhluk ‘kelas dua’ yang akrab

dengan peran-perannya disektor domestik, bahkan memarjinalkan kaum perempuan sehingga diposisikan sebagai kelas subordinat. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perempuan hendaknya tidak lagi ditekankan untuk selalu menempati posisinya disektor domestik, simbolik maupun objek seks. Sebab apabila masih ada film yang menciptakan stigma negatif pada kaum perempuan, hal tersebut akan menciptakan generasi yang bias gender, dimana masyarakat


(8)

4

akan terus memosisikan perempuan sebagai kaum terdiskriminasi dan selalu dilabelkan pada stereotif negatif baik dalam media ataupun realita.

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan riset tentang serial drama Korea yang sangat kental dengan gerakan feminisme dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Penulis memilih serial drama Korea The Great Queen Seondeok ini dikarenakan film yang bercerita tentang latar belakang sejarah dan kebudayaan Korea ini sangat berkarakter dan berbeda dengan serial drama Korea lainnya yang lebih sering menceritakan kehidupan modern dan drama percintaan yang monoton. Pada serial drama The Great Queen Seondeok ini dapat kita lihat perjuangan Deokman (tokoh utama) yang terus memperjuangkan takdirnya sebagai seorang raja perempuan yang mendapat banyak tekanan dari pihak istana, khususnya lady Mishill yang juga menginginkan posisi dan kedudukan tertinggi di kerajaan Shilla. Kisah yang sarat intrik, politik, strategi perang, ilmu pengetahuan dan adu kecerdasan ini merupakan tayangan berkualitas yang dikemas secara apik, dengan bumbu romantisme yang santun.

Sebagaimana karya sebelumnya dalam serial Jewel in The Palace yang terkenal dengan tokoh Suh Jang Geum, Kim Young Hyun yang juga menulis cerita The Great queen Seondeok ini, berusaha untuk mengingatkan masyarakat Korea khususnya, akan sejarah lampau negara Korea yang memiliki perempuan-perempuan hebat yang mampu menyejajarkan diri dengan laki-laki dan berperan dalam sektor publik, dimana pada saat itu, di korea memang berlaku garis keturunan matrilineal disampin patrilineal dalam sistem sosial kemasyarakatan Korea. Pada saat itu perempuan Korea memiliki hak yang setara terhadap


(9)

laki-5

laki, baik dalam bidang sosial, ekonomi ataupun pemerintahan. Pada serial The Great queen Seondeok ini terdapat 62 episode yang menceritakan awal perjalanan hidup Deokman menghadapi berbagai macam kendala untuk mendapatkan takdirnya kembali menjadi seorang Raja. Dalam serial ini, bukan hanya Deokman yang menjadi tokoh sentral yang berkarakter, pada beberapa adegan muncul tokoh sentral selain Deokman yang memiliki kepribadian unik dan karakter sangat kuat. Dia adalah Lady Mishill, yang nantinya akan menjadi lawan tangguh bagi Deokman untuk memperebutkan posisi tertinggi pada kerajaan shilla. Penggambaran tokoh Mishill yang juga merupakan tokoh sentral pada serial ini sangat menarik perhatian pemirsa serial dramaThe Great queen seondeok.Mishill digambarkan sebagai seorang perempuan yang anggun, cerdas, berkelas, kharismatik, licik dan misterius (sulit ditebak). Lady Mishill adalah wanita yang sangat luar biasa. Ia selalu punya keinginan untuk menjadi seorang permaisuri. Apapun ia lakukan demi mewujudkan ambisinya itu, mulai dari menukar surat wasiat Raja Jin Heung, menggalang pasukan dan kekuatan di dalam istana, dengan menjalin hubungan istimewa dengan beberapa Raja dan panglima hwarang. Sebelum menjadi orang kepercayaan Raja, Mishill hanyalah penjaga stempel istana, kemudian menjadi prajurit, karena ketekunannya itu, dia menjadi orang kepercayaan Raja. Inilah yang membuat karakter Mishill lebih kuat dari karakter Deokman sehingga meninggalkan kesan tersendiri di hati para pemirsa. (Dok. Serial“The Great Queen Seondeokepisode 1-3 ).


(10)

6

Pada penelitian kali ini, penulis hanya mengangkat beberapa episode saja untuk diteliti, yakni episode 1, 2, 3, 51 dan 52. Kalau pada episode 1-3 banyak adegan yang menceritakan sosok “si penguasa cantik” Lady Mishill, pada episode 51-52 banyak menceritakan sosok Putri Deokman sebagai Raja perempuan pertama kali di kerajaan Shilla. Sosok Putri Deokman diceritakan sebagai perempuan yang dapat menjadi seorang pemimpin dengan dukungan berbagai pihak. Kepemimpinan Ratu Deokman ini memperkuat keberhasilannya dalam merubah pola pikir masyarakat awam, bahwa perempuan juga memiliki kemampuan memimpin dan mengambil keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, memiliki kemampuan intelektual yang sebanding dengan laki-laki, serta memiliki pendirian dan juga prinsip yang kuat dalam menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan.

Dengan mengangkat serial The Great Queen Seondeok ini kedalam sebuah penelitian ini diharapkan, kaum perempuan dapat tergugah untuk meningkatkan kedudukannya sesuai dengan kodrat, harkat dan martabat perempuan.


(11)

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah gambaran perilaku peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial “The Great Queen Seondeok”, bila ditinjau dari konteks pemerintahan dan keluarga ?.

2. Bagaimanakah bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial“The Great queen Seondeok”?.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran perilaku,peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial “The Great Queen Seondeok” bila ditinjau dari konteks pemerintahan dan keluarga.

2. Untuk mengetahui bentuk representasi nilai-nilai feminisme yang tertuang dalam serial“The Great queen Seondeok”

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai feminisme dan media massa. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Komunikasi Massa khususnya pada kajian film dan gender.


(12)

8

2. Kegunaan Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan dan sebagai acuan (referensi) bagi jurusan Ilmu komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

b. Untuk memberikan pandangan baru mengenai perspektif feminisme khususnya bagi seluruh perempuan.

c. Sebagai salah satu syarat kelulusan di Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan perspektif feminisme, khususnya penelitian yang menggunakan metode analisis isi, baik kuantitatif maupun kualitatif. Hanya saja media dan objek penelitian yang dipilih berbeda-beda. Salah satu diantaranya penelitian yang dilakukan Hasaumi Mayaranti dengan judul “ Analisis Isi Film Serial Jewel in The Palace dalam perspektif Gender”. Objek penelitian Hasaumi adalah serial drama yang berasal dari Korea Selatan. Film ini memiliki tokoh sentral perempuan Suh jang Geum, yang menjadi tabib perempuan kepercayaan Raja. Namun, negara, tradisi dan masyarakat pada saat itu menolak seorang perempuan diberi gelar sebagai seorang tabib agung. Berdasarkan adanya persoalan gender tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi dalam perspektif gender. (Mayaranti, 2008:70)

Penelitian sejenis lainnya juga terdapat pada penelitian berjudul “ Representasi Perempuan Jawa dalam Film R.A Kartini” yang ditulis oleh Edwina Ayu Dianingtyas tahun 2010, dari Universitas Diponegoro Semarang.. Film tersebut menunjukan ketidakadilan gender dalam budaya Jawa yang identik dengan ideologi patriarki. Dalam film R.A Kartini ditampilkan diskriminasi dan


(14)

9

subordinasi yang dialami oleh perempuan Jawa. Film ini juga menunjukan perjuangan perempuan Jawa untuk melawan ketidakadilan gender yang sangat menindas kaumnya. Pada akhirnya perempuan Jawa dalam film R.A Kartini dapat mendobrak mitos yang selama ini dilabelkan negatif pada diri perempuan Jawa.

Selain dua penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan Shinta Kristanty tahun 2007 dengan judul “Representasi Perempuan sebagai wujud Feminisme dalam Film Erin Brokovich” Universitas Budi Luhur, Jakarta. juga mengungkapkan perspektif gender yang terkandung dalam film tersebut. Film Erin Brokovich ini seakan menjadi pendobrak perjuangan wanita di lingkungan masyarakat. Dalam penelitian lainnya yang masih menggunakan perspektif feminisme, di tahun 2010 Arga Fajar Rianto melakukan penelitian tentang “Representasi Feminisme dalam film Kutunggu Jandamu”. Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena mengenai feminisme yang sedang menuai pro dan kontra di masyarakat. Film

Kutunggu Jandamuini merupakan film yang berani merekam gerakan emansipasi wanita yang diproyeksikan melalui tokoh utama perempuannya yaitu Persik.

Referensi terakhir adalah penelitian yang ditulis oleh Esterlina Sethiowaty yang berjudul “Representasi Seksualitas Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan

(Analisis Hermeneutika dan Pendekatan Feminisme pada buku ‘Jangan Main

-Main dengan Kelaminmu’ karya Djenar Maesa Ayu)” Dalam penelitian ini, Esterlina merepresentasikan seksualitas perempuan yang akan dianalisis melalui karya sastra yang ditulis oleh seorang perempuan, yaitu Djenar Maesa Ayu


(15)

10

Tabel Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Analisis Kesimpulan 1. 2. 3. 4. Hasaumi Mayaranti (2008) Universitas Lampung Edwina ayu Dianingtyas (2010) Universitas Diponegoro Semarang Shinta Kristanty (2007) Universitas Budi Luhur Jakarta Argo Fajar Rianto (2010) UPN Veteran, Surabaya

Analisis Isi Film Serial Jewel in The Palace dalam Perspektif Gender

Representasi Perempuan Jawa dalam Film R.A. Kartini

Representasi Perempuan sebagai Wujud Feminisme Liberal dalam Film Erin Brokovich Representasi Feminisme dalam Film “Kutunggu Jandamu” (Studi analisis semiotika representasi melalui tokoh Persik) Hasaumi mengguna-kan metode analisis isi dalam perspekteif gender pada peneliti-annya

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika yang mengacu pada teori Rollan Barthes Dengan metode analisis semiotika Rollan Barthes, Shinta memaparkan bahwa, dari berba-gai film yang tokoh sentralnya menampilakan seorang wanita, film ini memperoleh popularitas paling besar. penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotik yang dikemuka-kan Charles Sanders Pierce denganTriangle Meaning

Pada penelitian ini tersirat bahwa sosok perempuan kerap termarjinalkan karena adanya sistem patriarki. Budaya patriarki tersebut

direpresentasikan melalui media. Pada penelitian Hasaumi media yang digunakan dalam mere-konstruksi patriarkisme itu

adalah film serial “Jewel In The Palace”

Sekilas film ini nampak sangat memperlihatkan perjuangan feminis (dalam hal ini R.A kartini) dalam memperjuang-kan nasib kaumnya. Namun sebagian besar orang penting yang berada dibalik layar adalah kaum laki-laki. Hal ini tentu turut mempengaruhi proses pembuatan film yang dibuat dari sudut pandang mereka sebagai laki-laki

Representasi perempuan

dalam “Erin Brokovich” sesuai

dengan gerakan feminisme liberal. Dimana feminisme sebuah gerakan wanita yang menuntut kesamaan hak dengan pria yang bertujuan menemukan cara liberal bagi wanita dan pria untuk eksis didunia. Mereka juga berkeinginan untuk

memperbaiki dan mengubah keadaan dimana posisi wanita lebih rendah daripada pria di masyarakat

Terdapat 6 representasi feminisme dalam penelitian ini antara lain ; Feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikalkultural, feminisme sosialis, feminisme post modern dan feminisme eksistensialis tercermin melalui sosok Persik.


(16)

11 5. Esterlina Sethiowaty (2010) Universitas Lampung Representasi Seksualitas Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan (Analisis Hermeneutika dan Pendekatan Feminisme pada

buku ‘Jangan Main-Main dengan Kelaminmu’ karya Djenar Maesa Ayu)

Metode yang diguna kan penulis adalah metode analisis hermeneutika sebagai alat analisanya dan perspektif feminisme dalam melihat fokus pengamatan yang berbicara khusus mengenai masalah seksualitas perempuan. Dalam menggunakan analisis hermeneutika, Esterlina menuangkannya kedalam dua tahap analisa, yakni pemahaman keseluruhan dan pemahaman bagian

Pada penelitian ini penulis menyimpulkan : Seksualitas perempuan yang

direpresentasikan dalam penelitian ini adalah penggambaran dari suatu kehidupan dan problematika perempuan yang

tersubordinasi oleh budaya patriarki, yang didominasi wacana maskulin lewat penokohan tokoh perempuan dalam tiap-tiap cerpen.Tema yang diangkat dalam ke-lima cerpen tersebut merupakan realitas yang terjadi dalam masyarakat. Kelima cerpen tersebut mengkomunikasi-kan tentang adanya stereotipe seksualitas perempuan dan segala problematikanya.

Tabel 1. Penelitian terdahulu

Dari pengamatan beberapa penelitian terdahulu diatas, penelitian yang dilakukan penulis memiliki perbedaan pada metode analisis. Penulis menggunakan metode analisis semiotika yang mengacu pada kode-kode televisi John Fiske , dan memilih serial drama“The Great Queen Seondeok”sebagai objek penelitiannya.


(17)

12

1.2 Teoritik

2.2.1 Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Secara teori, pada satu sisi konsep komunikasi massa mengandung pengertian sebagai suatu proses dimana institusi media massa memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas, namun pada sisi lain, komunikasi massa merupakan proses dimana pesan tersebut dicari, digunakan dan dikonsumsi olehaudience. Fokus kajian dalam komunikasi massa adalah media massa. Media massa merupakan institusi yang menyebarkan informasi berupa pesan berita, peristiwa atau produk budaya yang mempengaruhi dan merefleksikan suatu keadaan masyarakat. Sehubungan dengan itu, maka institusi media massa juga adalah bagian dari sistem kemasyarakatan dari suatu masyarakat dalam konteks yang lebih luas. (Bungin, 2006 :256)

Film merupakan salah satu dari bagian media massa yang merupakan media elektronik dan merupakan alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern. Film merupakan medium komunikasi massa yang sangat ampuh, bukan saja untuk hiburan, tapi juga untuk penerangan dan pendidikan. (Effendy,2000:209). Dengan kata lain, film merupakan media komunikasi massa yang mampu menimbulkan dampak bagi masyarakat, karena film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan dibaliknya. (Sobur,2004:127). Sebagai alat komunikasi massa saat ini film tidak sekedar menjadi objek/sasaran hiburan semata, namun lebih kompleks daripada itu, film juga dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan, penyalur informasi, persuasi, karya seni, industri bahkan sebagai media berpolitik dan propaganda baik dalam arti positif ataupun negatif.


(18)

13

2.2.2 Representasi dalam Film

Representasi merupakan konsep yang berhubungan dengan pernyataan bagaimana seseorang, kelompok,kegiatan,tindakan. keadaan sesuatu yang ditampilkan dalam teks (Eriyanto,2001:289). Sementara itu representasi menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, berarti perbuatan mewakili, keadaan diwakili, perwakilan atau gambaran. (Tim Prima Pena,2004:310). Representasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul dalam interaksi antara pembaca atau penonton dan sebuah teks. Prepresentasi memproduksi tanda-tanda yang mencerminkan seperangkat ide dan sikap yang mendasari tanda-tanda tersebut (Nelmes,1996:258).

Belakangan ini film yang merepresentasikan gerakan feminisme dan kesetaraan gender sudah mulai berkembang luas, baik film produksi Indonesia maupun film-film asing yang direpresentasikan dalam perspektif femnisme. Beragam film-film direpresentasikan sesuai dengan tujuan sutradara dan produser film mengemas suatu film. Ada yang tujuannya untuk memperbaiki keadaan atau sistem masyarakat yang keliru mengenai pemahaman gender, namun ada juga yang hanya ingin meraup keuntungan sehingga mengemas film yang semakin melekatkan label wanita sebagai makhluk kelas dua yang tersubordinasi dari dominasi pria. Lebih parahnya lagi jika seorang produser dan sutradara mengemas film yang memperburuk citra dan posisi perempuan dalam media yang tidak menutup kemungkinan akan berkembang menjadi realita. Salah satunya adalah film yang berbau pornografi dan melecehkan kaum perempuan. Seperti yang kita ketahui, pornografi menjadi musuh utama perempuan yang dirasa lebih kejam dibanding domestifikasi dan kekerasan terhadap perempuan. Dworkin dan


(19)

14

Mac.Kinnon (dalam Duggan dan Hunter,2006:32) berpendapat bahwa pornografi adalah akar dari eksploitasi dan diskriminasi yang pernah ada terhadap perempuan. Betapa perempuan, pornografi dan media menjadi lahan basah pengeruk keuntungan yang juga mentransfer gagasan-gagasan seputar keperempuanan dengan rekonstruksi dan representasi nilai-nilai patriarki didalamnya. Sungguh tidak adil bagi perempuan, disaat beberapa pihak menikmati keuntungan tersebut, perempuan lagi-lagi harus merana dengan tekanan sosial, domestivikasi dan ekspektasi-ekspektasi seksual dimasyarakat. Oleh karena itu, pemilihan serial drama “The Great queen Seondeok”merupakan pilihan yang tepat untuk mengembalikan citra baik perempuan dan meluruskan pandangan masyarakat terhadap perempuan baik dari image negatif maupun bias gender yang selama ini terjadi dalam masyarakat kita.

2.2.3 Feminisme

Feminisme menunjuk pada sebuah gerakan sosial yang muncul pertama kali di Inggris pada abad ke-18, yang berupaya meraih kesetaraan gender antara jenis kelamin dengan memperluas hak-hak perempuan. Ditahun 1080-an istilah tersebut secara khusus ditujukan pada perempuan maupun laki-laki yang mengampanyekan hak atau suara untuk perempuan serta akses perempuan pada pendidikan, pekerjaan atau profesi. (feminisme gelombang pertama).

Sesudah kampanye tersebut berhasil memenangkan hak pilih perempuan (1920 di Amerika Serikat dan 1928 di Inggris), tekanan yang terus berlangsung dalam feminisme semakin kuat, antara tujuan feminis bagi persamaan hak dengan laki-laki diarena publik dan pengakuan perbedaan perempuan dan laki-laki-laki-laki untuk tujuan peningkatan posisi perempuan diarena privat atau keluarga. Sejak itu,


(20)

15

feminisme gelombang kedua dari tahun 1969 kedepan melahirkan banyak aliran pemikiran dan telah menjadi gerakan atas nama perempuan hampir disetiap negara. (Marshal dalam Munti,2005:41).

Secara umum bisa dikatakan bahwa feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan karena melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan yang disebabkan oleh jenis kelamin (Humm,2002:158).

Hal ini berkaitan dengan teori sosialis feminis yang mendasarkan pada persoalan-persolanan luas menyangkut bagaimana dan mengapa perempuan tersubordinasi dan menawarkan analisis-analisis tentang proses-proses sosial dan kultural, dimana melalui proses tersebut subordinasi dilanggengkan.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba menganalisis beberapa adegan pada serial drama “The Great queen Seondeok” berdasarkan pendekatan feminisme, dimana pendekatan ini didasarkan pada suatu kerangka teori feminis yang mengusulkan bahwa dalam kegiatan penelitian,perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama manusia yang mempunyai potensi untuk berkembang. karakteristik perempuan yang tidak kompeten, lemah, tidak mandiri (selalu mendapat label menggantungkan hidupnya pada laki-laki) lebih merupakan produk budaya yang meremehkan dan oleh karenanya perlu diimbangi dengan gambaran perempuan yang pintar, mandiri, cerdas, berani. mampu mengambil keputusan penting, sukses dan sebagainya. Kaum perempuan juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kondisi lingkungan hidupnya dan sangat bisa hidup memberi arah kepada pengembangan masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, dan


(21)

16

pribadi. Kaum perempuan juga bisa memiliki kualitas manusia yang bisa meningkatkan mutu hidupnya, seperti yang dimiliki kaum laki-laki. (Jurnal perempuan, vol 48 2006:52).

2.2.4 Feminisme Dalam Film

Pada zaman yang sudah modern seperti sekarang ini, mulai bermunculan film atau serial drama yang menonjolkan ideologi feminisme untuk menyetarakan posisi perempuan terhadap laki-laki dan memperbaiki citra kaum perempuan, dimana pada zaman dahulu peran dan tokoh perempuan dikenal sebagai sosok yang sering terdiskriminasikan, mengalami kekerasan dalam bentuk fisik maupun psikis, dikenal dengan sifat yang lemah lembut, penurut dan sebagainya.Walaupun sampai saat ini masih banyak film yang mengeksploitasi perempuan dari bentuk tubuh, karakter ataupun sifat. Anggapan perempuan cantik dengan tubuh proporsional, memakai pakaian minim pada beberapa adegan di film/sinetron televisi misalnya, memberi sebuah pandangan bahwa perempuan hanya sebagai korban eksploitas terhadap sebuah materi untuk melahirkanproject para produser film demi keuntungan industri bisnis.

Film bukan hanya sekedar koleksi atas gambaran atau stereotipe. Menurut Johnston, untuk menakar sejauh mana tingkat kebenaran atau kepalsuan citra sinematik, point tersebut harus dilewatkan. Film-film membentuk makna melalui susunan tanda-tanda visual dan verbal. Struktur tekstual inilah yang harus diperiksa, karena disinilah makna akan dihasilkan. Film menghasilkan ideologi. Ideologi bisa didefinisikan sebagai sistem representasi atau penggambaran, sebuah cara pandang terhadap dunia yang terlihat universal namun sebenarnya


(22)

17

merupakan struktur kekuatan tertentu yang membentuk masyarakat (Sue,2010:120).

2.2.5 Gender

Istilah gender mempunyai konotasi psikologis, sosial dan kultural yang membedakan antara pria dan wanita dalam menjalankan peran-peran maskulinitas dan feminitas tertentu dimasyarakat (Sunarto dalam Haralambos dan Holborn, 2009:33). Gender lebih berkaitan dengan anggapan dan kebiasaan yang berlaku di suatu tempat tentang bagaimana laki-laki dan perempuan dianggap sesuai atau tidak sesuai (tidak lumrah) dengan tata nilai sosial dan budaya setempat. Dengan demikian, gender dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berubah dari waktu ke waktu (Brief, 2006: 1). Gender berbeda dengan jenis kelamin yang sudah dimiliki manusia secara kodrati, jika jenis kelamin menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan, khususnya pada bagian alat-alat reproduksi. Gender, dalam wacana feminisme dan isu perempuan di Indonesia dibedakan dengan seks. Gender dipahami sebagai socially constructed, temporal, bisa dipertukarkan, berubah dan bergeser. Kalau diterapkan pada perbedaan seks, gender berarti sifat, peran, pembagian tugas, perilaku, dam kecenderungan dari laki-laki dan perempuan yang terikat oleh konteks yang bisa dipertukarkan. Sementara itu seks dinyatakan sebagai sesuatu yang naturallly given, tetap, biologis, alamiah, universal dan tidak bisa dipertukarkan antar-seks. (Fakih dalam Hidayat, 2004:257). Gender lebih mengacu pada perbedaan peran, fungsi dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari masyarakat. Peran, fungsi dan tanggungjawab ini dapat berubah ataupun dipertukarkan sesuai dengan kesepakatan dan kosekuensi dari


(23)

18

masing-masin pihak misalnya, peran istri sebagai ibu rumah tangga dapat berubah menjadi pekerja atau pencari nafkah, disamping masih menjadi istri juga. Dalam hal ini, peran sosial dapat dipertukarkan untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan sehingga tinggal dirumah mengurus rumah tangga, sementara istri bertukar peran untuk bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar negerimenjadi TKW. Peran sosial bergantung pada masa, keadaan dan budaya masing-masing. Salah satu teori gender yang penulis kaitkan dengan penelitian kali ini adalah tori Nurture, dimana teori ini memiliki konsep yang sangat berbeda dengan teori Nature. Menurut teori Nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakekatnya adalah bentukan masyarakat

melalui konstruksi sosial budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga,bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Perjuangan untuk persamaan hak ini dipelopori oleh kaum feminist internasional yang cenderung mengejar kesamaan (sameness) dengan konsep 50:50. Konsep yang kemudian dikenal dengan istilah perfect equality

(kesamaan sempurna secara kuantitas). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun budaya. Berangkat dari kenyataan tersebut, para feminis berjuang dengan menggunakan pendekatan sosial konflik, yaitu konsep yang diilhami oleh ajaran Karl Marx (1818-1883) dan Machiavvelli (1469-1527) dilanjutkan oleh David Lockwood (!957) dengan tetap menerapkan konsep dialektika.


(24)

19

Konsep Teori Nurture

Randall Collins (1987) dalam teori nurture beranggapan keluarga adalah wadah tempat pemaksaan, suami sebagai pemilik dan istri sebagai abdi. Teorinurtureini melahirkan paham sosial konflik yang menempatkan kaum laki-laki sebagai kaum penindas (borjuis) dan perempuan sebagai kaum (proletar). Bagi kaum proletar tidak ada pilihan lain kecuali berjuang menyingkirkan penindas untuk mencapai kebebasan dan persamaan. Karena itu, paham ini banyak dianut oleh masyarakat sosialis komunis yang menghilangkan strata penduduk. Paham ini memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktifitas masyarakat seperti di DPR,menteri,gubernur ataupun pimpinan partai politik.

2.2.6 Semiotika Televisi

Semiotika merupakan studi mengenai pertandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam ‘teks’ media;atau studi

tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna (Fiske,2004:282)

Semiotik memfokuskan kajiannya pada ‘teks’ tersebut dengan melibatkan pengalaman, sikap dan emosi mereka. ‘Teks’ dapat dikatakan sebagai sesuatu

Perbedaan adalah hasil konstruksi sosial

•Tertindas

•Menindas

Sosial konflik

Teori Nurture

Setiap manusia mempunyai hak yang sama

Mengejar kesamaan 50:50


(25)

yang menjadi objek yang dapat dibaca, dapat berbentuk verbal, non verbal ataupun keduanya. ‘Teks’ adalah kumpulan dari tanda-tanda seperti (kata, imaji,suara,gerakan atau isyarat) yang dibangun dan diinterpretasikan dengan referensi pada konvensi-konvensi yang berhubungan dengan genre dan berada dalam medium komunikasi tertentu. Medium dapat mencakup kategori tulisan atau cetak dan penyiaran atau semua yang berhubungan dengan bentuk teknikal dalam media massa (seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, foto dan film).

Dalam teori semiotika pokok studinya adalah tanda atau bagaimana cara tanda-tanda itu bekerja juga disebut semiologi. Tanda-tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain, jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata dan kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan

(signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda dapat dianggap teks, contohnya dalam film., televisi, majalah, koran, novel dan sebagainya. Seperti yang dikutip oleh Sobur (31-32) Saussure mengatakan bahwa tanda (sign) disusun dari dua elemen, yaitu persepsi (image) dari kata/visual yang disebut sebagai penanda (signifian/signifier) dan konteks yang disebut sebagai petanda (signified), serta hubungan antara penanda dan petanda bersifat arbiter (bebas). Sedangkan signifikasi menurut John Fiske adalah upaya dalam memberi makna pada dunia (Sobur, 2004:125). Dengan demikian , pernyataan John Fiske tersebut merujuk pada Saussure yang memaknai tanda sebagai simbol. Saussure juga mengatakan bahwa tanda terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified), hubungan


(26)

✂✄

antara penanda dan petanda ini yang disebut pertandaan (signification). Dalam kategori tanda, Saussure hanya menaruh perhatian pada simbol, karena simbol merupakan kata-kata (Fiske dalam Kristalia,2004 :17).

Saussure menjelaskan maknanya sebagai berikut : Tanda

Pertandaan

Tersusun atas Realitas aksternal atau makna

Penanda Plus Petanda (eksistensi fisik (konsep mental)

dari tanda)

Unsur Makna Saussure

Semiotika sendiri menurut John Fiske (Wawan,1996:40) mencakup tiga bidang studi yaitu :

1. Semiotik menjadi petanda atas dirinya sendiri, perbedaan tanda-tanda menjadikan variasi yang berbeda dalam pemaknaan tanda-tanda tersebut. 2. Sistem pengorganisasian kode. Disini variasi kode berguna untuk memenuhi

kebutuhan suatu kultur masyarakat.

3. Penggunaan tanda dan kode selalu terkandung dalam sistem budaya, yang mana tanda dan kode yang sangat bergantung pada formatnya. Jika dikaitkan dengan semiotika, pesan akan dimaknai sebagai susunan tanda-tanda yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan para penerima pesan tersebut, serta dapat menghasilkan arti atau pengertian. Pengalaman sosial serta latar belakang budaya sangat menentukan bagaimana suatu pesan diartikan atau


(27)

☎☎

dimaknai oleh penerima pesan, artinya suatu pesan yang sama dapat diartikan atau dimaknai berbeda oleh orang yang mempunyai pengalaman sosial dan latar belakang budaya yang berbeda. Televisi (termasuk didalamnya film) berfungsi sebagai “a bearer provoker of meaning and pleasure”, Televisi sebagai budaya merupakan bagian yang krusial dari dinamika sosial yang memelihara struktur sosial dalam suatu proses produksi dan reproduksi yang konstan : melalui makna, berupa popular pleasures, dan oleh karena itu sirkulasinya adalah bagian dan merupakan parcel struktur sosial, film memaknai realitas sosial dengan simbol.

2.2.7 Kode-kode Televisi

Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske, atau biasa yang disebut dengan kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan diacara televisi saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda juga. Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John Fiske (Fiske, 1987:1), peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah dienkode, sesuai dengan kode-kode sosial yang terbagi ke dalam tiga level, antara lain : 1. Level Realitas(Reality)

Kode yang termasuk di dalamnya adalah penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, dialog gerakan, ekspresi,dan suara.


(28)

✆✝

2. Level Representasi(Representation)

Kode sosial yang termasuk didalamnya adalah kamera, pencayahaan, musik. 3. Level Ideologi(Ideology)

Kode sosial yang termasuk didalamnya adalah individualisme, kapitalisme, patriarki, feminisme dan sebagainya.

Dalam analisis ini, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh John Fiske, peneliti hanya akan menggunakan kode-kode sosial seperti : kostum, perilaku, teknik kamera, dialog, latar, gerakan dan konflik.

Kode-kode sosial dalam film serial drama“The Great Queen seondeok” Unit analisis yang digunakan oleh peneliti meliputi : Level realitas, level representasi dan level ideologi. Kode-kode tersebut adalah :

1. Level realitas dengan kode :

a. Penampilan

Ada pepatah yang mengatakan, kesan pertama yang akan dilabelkan kepada seseorang adalah melalui pandangan pertama secara keseluruhan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai penampilan fisik. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti : bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan sebagainya. Ketika kita melihat penampilan seseorang, maka secara spontan kita akan mempersepsi kehidupan orang tersebut. Misalnya, seorang pemuda tampan, berpakaian rapi, berdasi dan mengendarai mobil mewah, maka kita akan mempersepsi bahwa laki-laki itu adalah seorang pekerja yang sukses. Maka dari itu, penampilan menjadi kode sosial yang peneliti pilih untuk


(29)

✞✟

menggali makna pesan yang ingin disampaikan dari representasi feminisme dalam serial“The Great queen Seondeok”.

b. Perilaku

Perilaku merupakan sebuah tindakan atau sikap seseorang. Dalam kode sosial ini, penulis ingin melihat perilaku tokoh utama yang merepresentasikan gerakan feminisme.

2. Level Representasi dengan kode :

a. Kerja Kamera

Elemen penting yang terdapat pada film adalah audio visual, sehingga tidak dapat dipungkiri jika dalam pengambilan gambar, kamera merupakan alat yang paling menentukan hasil akhir pada sebuah film. Begitu juga dengan teknik pengambilan gambar yang memiliki tujuan serta mengandung makna pesan yang ingin disampaikan. Komposisi dan kualitas gambar yang baik, mampu membuat gambar menyampaikan pesan dengan sendirinya.

Beberapa teknik pengambilan gambar berdasarkan besar kecilnya subjek antara lain (Naratama,2004:73-78) :

1. Extreme Long Shot(ELS)

Shot ini dilakukan apabila ingin mengambil gambar yang sangat jauh, panjang dan luas serta berdimensi lebar. ELS biasanya digunakan untuk pembukaan cerita yang bertujuan membawa penonton mengenal lokasi cerita.

2. Very Long Shot(VLS)

Teknik ini digunakan untuk pengambilan gambar seperti pada adegan kolosal yang memiliki banyak objek, contohnya : adegan perang di pegunungan, suasana di kota metropolitan dan sebagainya.


(30)

✠✡

3. Long Shot(LS)

Ukuran shot ini dari ujung kepala hingga ujung kaki. Long shot juga bisa disebut dengan landscape format yang berfungsi mengantarkan mata penonton pada keluasan atau suasana dan objek.

4. Medium Long Shot(MLS)

Ukuran shot ini adalah dari ujung kepala hingga setengah kaki. Tujuan shot ini untuk memperkaya keindahan gambar yang disajikan ke mata penonton.

5. Medium Shot(MS)

Ukuran shot ini dari tangan hingga atas kepala. Tujuan shot ini adalah agar penonton dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi dari pemain.

6. Middle Close Up(MCU)

Ukuran shot ini adalah dari ujung kepala hingga perut. Dengan angle ini penonton masih tetap dapat melihat latar belakang yang ada. Melalui shot ini pula, penonton diajak untuk melihat lebih dalam profil, bahasa tubuh dan emosi pemeran tokoh tersebut.

7. Close Up(CU)

Komposisi gambar ini merupakan komposisi gambar yang paling popular dibandingkan komposisi gambar lainnya. Close mempunyai banyak fungsi, close up merekam gambar penuh dari leher hingga ujung kepala. Melalui angle ini, sebuah gambar dapat berbicara sendiri kepada penonton, karena emosi dan reaksi dari mimik wajah akan tergambar dengan jelas pada teknik pengambilan gambar ini.


(31)

☛☞

8. Big Close Up(BCU)

Komposisi gambar ini lebih dalam dibandingkan Close Up. Kedalaman pandangan mata, kebencian raut wajah, air mata dan mimik wajah sedih yang tak bertepi adalah ungkapan-ungkapan yang terwujud dari komposisi ini.

9. Extreme Close Up (ECU)

Komposisi ini terfokus pada satu objek saja. Misal :hidung, mata atau alis saja.

2. Level Ideologi dengan kode :

1. Dialog

Dialog merupakan percakapan antar pemain (aktor) dalam sebuah film. Dalam dialog, penulis bisa melihat makna yang ingin disampaikan oleh film tersebut.

2. Nilai Feminisme

Nilai feminisme adalah nilai-nilai yang sesuai dengan tuntutan perempuan atau nilai-nilai perempuan dalam Serial The Great Queen Seondeok. Nilai-nilai feminisme merupakan pengetahuan dan pengalaman personal, rumusan tentang diri perempuan sendiri, kekuasaan personal, otentitas, kreativitas, sintesis, kesetaraan, hubungan sosial timbal balik, kemandirian ekonomi, kebebasan reproduksi pada perempuan, perubahan sosial, dan berkekuatan politik dalam masyarakat.


(32)

✌✍

Dalam penelitian ini, penulis memilih kode-kode diatas karena terkait dengan permasalahan dan ruang lingkupnya serta sangat cocok dengan jenis penelitiannya yakni penelitian kualitatif yang fleksibel dan sementara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui representasi feminisme dalam serial “The Great Queen seondeok” Objek penelitian akan dianalisis secara tekstual yakni dengan mengamati tanda-tanda yang terdapat pada serial tersebut.

2.2.8 Kerangka Pemikiran

Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi (penyampaian pesan) yang menggunakan media massa modern, dimana pesan-pesan didalam media tersebut disampaikan kepada khalayak yang heterogen secara serentak. Kali ini penelitian hanya difokuskan pada salah satu media elektronik saja yaitu film. Dengan kemampuannya, film dapat mengangkat realitas sosial dalam layar, tidak hanya itu, sebagai alat komunikasi massa, film juga menjadi alat penyampaian pesan pada khalayak karena film merupakan sebuah representasi sosial yang tidak sekedar memindahkan realitas dan menyajikannya, tetapi juga membentuk realitas itu berdasarkan ideologi yang ada pada masyarakat dalam film itu. Realitas yang diangkat bermacam-macam salah satunya adalah tentang perempuan. Banyak sekali film ataupun serial drama yang merepresentasikan tentang realita kehidupan perempuan baik secara negatif (ketimpangan gender yang selama ini sering dialami oleh perempuan) ataupun secara positif (gerakan feminisme dan perjuangan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan gender). Representasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah representasi feminisme yang bertujuan untuk menghilangkan bias gender yang telah terpatri dalam pola pikir masyarakat. Isu tentang perempuan saat ini memang sedang hangat dibicarakan, terutama


(33)

✎✏

tentang peran perempuan di masyarakat, dimana perempuan lebih cenderung melakoni peran domestik dibanding peran publik. Terutama dalam sebuah keluarga, perempuan seringkali menjadi objek baik menjalani peran domestik, menjadi kaum proletar yang tidak berhak mengambil keputusan penting yang menyangkut masalah keluarga, bahkan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, dalam budaya patriarkal perempuan juga tidak berhak ikut serta dalam melakoni peran-peran publik yang berhubungan dengan pemerintahan dan kenegaraan. Peran perempuan dalam parlemen juga masih kurang diperhitungkan. Penelitian Republika pada buku Gender and Politics menunjukan kurang terwakilinya wanita dalam posisi politik disebabkan faktor kultural maupun struktural. Faktor kultural misalnya, mitos bahwa politik adalah dunia pria, serta kurangnya kepercayaan diri perempuan untuk berkompetisi dengan pria didunia politik. Sedangkan faktor struktural adalah adanya aturan main yang mendiskriminasikan perempuan. Seharusnya, kaum perempuan juga berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang ia lakukan, sebagaimana laki-laki dalam ruang aktivitasnya. Istilah ini yang disebut dengan kesetaraan gender. Gender sendiri memiliki istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. (Sunarto,2004:127). Salah satu film yang mengangkat tentang kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan adalah serial drama“The Geat Queen Seondeok”. Penulis memlikih serial drama ini karena serial ini dinilai sangat menginspirasi kaum perempuan untuk lebih memaksimalkan peran dan kemampuannya di sektor publik dan mewujudkan masyarakat yang sadar gender. Dalam serial ini terdapat dua tokoh sentral perempuan yang memiliki cita-cita yang sama, yakni menjadi


(34)

✑✒

pemimpin pada sebuah kerajaan (Ratu). Meskipun memiliki ambisi dan cita-cita yang sama terdapat perbedaan karakter dari keduanya. Baik pada tokoh Lady Mishill ataupun Putri Deokman, keduanya memiliki keunikan tersendiri pada masing-masing karakternya. Pada serial “The Great Queen Seondeok” ini keseluruhan episode mencapai 62 episode, namun hanya 5 episode saja yang akan diteliti oleh penulis terkait dengan adegan yang berhubungan dengan gerakan feminisme dan keterwakilannya dari keseluruhan episode.

Berdasarkan penjabaran diatas, penulis memilih analisis semiotika yang mengacu pada kode-kode televisi John Fiske yang dirasa sangat cocok sebagai metode analisis yang digunakan. Selain karena objek penelitiannya berbentuk film, terdapat kode-kode sosial yang dapat direpresentasikan melalui metode analisis ini. Penelitian ini akan dianalisis sesuai dengan kode-kode televisi John Fiske yang mencakup : Level realitas, level representasi, level ideologi yang tertuang pada kode-kode sosial : Penampilan, gerakan, perilaku, dialog, dan kerja kamera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran perilaku, peran dan posisi perempuan yang tercermin dalam serial “The Great queen seondeok” pada konteks keluarga dan pemerintahan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai feminisme yang tercermin pada tokoh-tokoh sentral perempuan dalam serial“The Great Queen Seondeok”.


(35)

✓✔

Adapun langkah-langkah untuk memahami bagaimana representasi feminisme dalam serial “The Great Queen Seondeok” dibuatlah bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Bagan 1. Kerangka Pemikiran Film

Serial Drama

“The Great Queen Seondeok” (Eps 1-3 dan 51-52)

Semiotika John Fiske, meliputi kode-kode televisi :

1. Level Realitas 2. Level Representasi 3. Level Ideologi

Perilaku, Peran dan Posisi Perempuan

Representasi Nilai-Nilai Feminisme dalam Serial“The Great Queen Seondeok” Konteks

Keluarga

Konteks Pemerintahan


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama “The Great queen Seondeok” dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut dengan representasi feminisme yang terkonstruksi didalamnya. Dalam penggalian makna yang terkandung dalam kode-kode film, pendekatan kualitatif eksploratif menjadi sangat tepat karena jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi diciptakannya interpretasi-interpretasi. (Sobur,2004:147)

3.2. Metode Penelitian

Dengan pertimbangan bahwa objek penelitian serial drama ‘The Great Queen Seondeok” adalah sebuah teks yang tersusun atas tanda dan lambang, maka metode yang digunakan adalah semiotika, yang memiliki keandalan dalam menganalisis tanda dan lambang. Semiotika menyediakan bingkai kerja konseptual yang komprehensif dan serangkaian metode yang mencakup seluruh praktek perlambangan meliputi, segala bentuk visualisasi kode televisi. Selain itu simbol dan makna sebagai metode semiotika, merupakan dua elemen penting dalam melihat relasi perempuan dan media massa. Pemilihan metode penelitian ini juga didukung oleh pandangan Lubis, bahwa metode semiotika menekankan


(37)

32

peran dan pengaruh konteks sosial budaya terhadap ilmu pengetahuan, sehingga memungkinkan dekonstruksi teori yang berperspektif feminis. Maka dari itu, metode semiotika paling tepat digunakan dalam studi feminis. (Lubis,2006:111)

Dalam operasional penelitian, metode semiotika yang digunakan adalah metode analisis tekstual. Semiotika teks ini menganalisis tanda (jenis, struktur, makna) dan juga pemilihan tanda yang dikombinasikan kedalam pola yang lebih besar (teks), yang didalamnya terkonstruksi sikap, ideologi atau mitos tertentu yang melatar belakangi kombinasi tanda-tanda tersebut. (Piliang,2003:271)

3.3 Definisi Konseptual

Dalam penelitian yang berjudul “Representasi Feminisme dalam film The Great Queen Seondeok” definisi konseptual yang dipaparkan penulis adalah sebagai berikut :

1. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sistem tanda yang ada. Tanda-tanda tersebut tersaji dalam dialog,tulisan,video, film, tayangan televisi dan sebagainya.(Juliastuti dalam Maria,2009:38). Selain itu representasi juga merupakan proses sosial yang timbul dalam interaksi antar pembaca atau penonton dalam sebuah teks. Representasi memproduksi tanda yang mencerminkan seperangkat ide dan sikap yang mendasari tanda-tanda tersebut. (Nelmes dalam Mariska,2007:46). Proses pemaknaan ini melibatkan konsep feminisme yang akan diteliti melalui film serial “The Great Queen Seondeok


(38)

33

2. Feminisme

Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke amerika dan berkembang pesat sejak publikasi John Stuart Mill “Perempuan sebagai subjek” (The subjection of women) pada tahun 1869. Perjuangan mereka menandai kelahiran Feminisme Gelombang pertama. Tujuan dari feminisme ini adalah sebagai transformasi sosial untuk meningkatkan kesadaran gender dalam lingkungan masyarakat. (Nuruzaman,2005:181) Feminisme yang dimaksud dalam serial ini bukanlah pembebasan kaum perempuan secara moral dan radikal, namun feminisme yang mengacu pada kesetaraan gender yang memperjuangkan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan,sosial, budaya serta politik dan pemerintahan. Dalam hal ini, serial “The Great Queen Seondeok” menjadi medium representasi feminisme dimana tokoh sentral dalam serial ini adalah perempuan-perempuan berkualitas yang memiliki cita-cita dan ambisi yang tinggi untuk menyetarakan kedudukannya terhadap pria, dalam bidang pemerintahan dan kenegaraan.

3.4 Unit Analisis

Dalam penelitian ini, unit-unit analisis yang dipergunakan adalah kode-kode televisi John Fiske dengan pemilihan sebagai berikut :

1. Penampilan

Argyle membagi penampilan menjadi dua aspek :


(39)

34

b. Aspek yang kurang bisa dikontrol seperti: Tinggi badan, berat badan dan sebagainya. Penampilan ini digunakan untuk mengirimkan pesan tentang kepribadian dan status sosial. (Fiske,2004:96)

2. Perilaku

“Cara kita duduk, berdiri ataupun berselonjor bisa mengkomunikasikan bagaimana cara pandang orang lain tentang pemaknaan sikap kita. Postur seringkali terkait dengan sikap interpersonal : Bersahabat, tidak ramah atau bermusuhan, superioritas, inferioritas yang semuanya bisa ditunjukan lewat postur. Postur pun bisa menunjukan kondisi emosi seseorang, misalnya tingkat ketegangan atau kesantaian”. (Fiske,2004:97)

Perilaku mengacu pada aksi dan reaksi dari aktor dalam film. Pada umumnya dalam hubungannya dengan aktor lain maupun lingkungan sekitarnya. Terdapat berbagai jenis prilaku baik yang disadari maupun yang tidak disadari, yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang dilakukan sukarela ataupun sebaliknya.

3. Gerakan

Gerakan merupakan sebuah bentuk komunikasi non verbal, dengan menggunakan bagian tubuh aktor/pemeran dalam film, sebagai pengganti atau kombinasi komunikasi verbal. Gerakan meliputi gerak tubuh, gerak tangan dan kaki serta ekspresi wajah. “Lengan adalah transmiter utama gerak, meski gerak kaki dan kepala juga penting. Semuanya terkoordinasi erat dengan pembicaraan dan pelengkap komunikasi verbal. Ini menunjukan baik munculnya emosi umum atau kondisi emosi tertentu. (Fiske,2004:96-97)


(40)

35

4. Dialog

Dialog merupakan bentuk penyajian kata-kata yang diucapkan oleh dua atau lebih aktor dalam film secara timbal balik. Percakapan tersebut dilaksanakan berdasarkan skenario yang telah dibuat dan dialog telah disusun untuk mendukung plot atau alur cerita. Menurut Sidharta dan sony, dialog merupakan gambaran dari logika berfikir, latar belakang serta interaksi antara satu tokoh dengan tokoh yang lain sehingga mengandung makna eksplisit maupun implisit. (Sidharta &Sony,2004:78)

3.5 Fokus Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian kualitatif, sangat penting menyertakan fokus penelitian, karena fokus penelitian akan membatasi ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan dan memegang peranan penting dalam memandu serta menjalankan suatu penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah serial drama sejarah Korea yang berjudul “The Great Queen Seondeok”

yang memiliki 62 episode secara keseluruhan. Fokus utama penelitian ini hanya dititik beratkan pada episode 1,2,3,51 dan 52 saja, dimana kelima episode ini dinilai cukup mewakili representasi feminisme yang terdapat dalam serial ini.

3.6 Jenis Sumber data

Adapun yang menjadi sumber data primer adalah dokumentasi serial drama “The Great Queen Seondeok” dan data sekunder berupa referensi serta literatur yang berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh melalui majalah, koran online. internet, jurnal, dan sebagainya.


(41)

36

3.7 Teknik pengumpulan Data

Penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, meliputi : 1. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi melalui kaset DVD serial

“The Great Queen Seondeok”

2. Studi Pustaka

Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen maupun buku-buku literatur, majalah, artikel,jurnal yang berkaitan dengan masalah perempuan, feminisme, gender,perfilman dan semiotik.

3.8 Teknik Pengolahan Data

1. Tahap Reduksi

Penulis menyelesaikan film berdasarkan rumusan masalah penelitian, konsep feminisme dalam film serial drama “The Great Queen Seondeok “. Kemudian menentukan adegan-adegan yang akan dianalisis dan yang tidak. Pada tahap ini film yang menjadi objek penelitian dibagi-bagi menurut adegan yang ada untuk mempermudah pengamatan. Pembagian ini dilakukan untuk mengamati dan menganalisis adegan demi adegan yang sesuai dengan perspektif feminisme.

2. Tahap Kategorisasi

Setelah data-data direduksi, penulis mengklasifikasi dan mengkategorisasi simbol-simbol visual pada film “The Great Queen Seondeok” berdasarkan subtema analisis


(42)

37

3. Tahap Analisis

Penulis data berupa gambar-gambar visual secara kualitatif dalam frame semiotika yang mengacu pada kode-kode televisi John Fiske, sesuai dengan level realita, level representasi dan level ideologi.

4. Tahap Interpretasi Data

Setelah dilakukan analisa yang mengacu pada fokus penelitian. Dimulai dari mencari bagian dalam adegan yang sarat akan gerakan feminisme dalam serial

“The Great Queen Seondeok”untuk kemudian diinterpretasikan dan ditafsirkan.

5. Simpulan

Tahap terakhir, peneliti menarik kesimpulan dari seluruh argumen yang telah dibuat.


(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Film merupakan salah satu media massa yang dapat merekam kehidupan sosial dalam bingkai yang menarik. Bagaimana pengemasan film menjadi sebuah sarana komunikasi massa yang efektif tergantung dari kerjasama tim yang terlibat dalam pembuatan film tersebut. Khususnya, ketika film itu bertujuan merepresentasikan gerakan feminisme dan persoalan gender dalam budaya masyarakat di berbagai negara. Penelitian ini dilakukan dengan mendokumentasikan rekaman serial drama korea “The Great Queen Seondeok” sebagai objek penelitian, yang diproduksi oleh Munhwa Broadcasting Company ( MBC ) pada tahun 2009. Serial drama ini adalah salah satu referensi yang dianggap penulis cukup merepresentasikan gerakan feminisme dan tepat untuk dijadikan acuan bagi kaum perempuan untuk dapat memberdayakan dirinya sebagai individu yang mandiri dan menghasilkan.

Pada penelitian ini, penulis mencoba menganalisis adegan per adegan yang merepresentasikan gerakan feminisme, berikut dengan perilaku yang mencakup peran dan posisi pada beberapa tokoh utama perempuan dalam serial drama ini berdasarkan pada Kode-kode televisi John Fiske yang meliputi : Penampilan, perilaku, gerakan dan dialog.


(44)

✕✕

Setelah dilakukan pengamatan, penulis menemukan 49 adegan yang diantaranya adalah sebagai berikut :

Adegan 1

Durasi : 0:02:07–0:02:13

Raja Jin Heung menunggang kuda Gambar. 4.1

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Disebuah perbukitan Shilla, Raja Jin heung menunggang kuda dengan gagah berani, gesture-nya menggambarkan sosok pemimpin yang tegas dan berkuasa . Hamparan perbukitan Shilla yang luas nan elok di sempurnakan dengan teknik pengambilan gambar yang tepat yakni Extreme Long Shot (ELS). Teknik pengambilan gambar ini ditujukan untuk gambar yang sangat jauh, panjang dan luas serta berdimensi lebar. Teknik (ELS) ini bertujuan membawa penonton untuk lebih mengenal lokasi cerita. Raja Jin Heung dengan kostum raja yang mewah menunggang kuda dengan gagah, menampilkan kesan maskulin, tegas dan berwibawa sebagai seorang Raja yang berkuasa di Kerajaan Shilla. Posisi seorang raja tergambar pada Raja Jin Heung ini terepresentasikan melalui kostum dan beberapa aksesoris kerajaan yang digunakan.


(45)

✖✗

Dialog : Tidak ada dialog ataupun monolog dalam adegan ini, adegan ini lebih terfokus pada penampilan,gesturedan latar

Adegan : 2

Durasi : 0:02:32 - 0:02:34

Panglima Moon Noh sedang memimpin ritual sembahyang di gunung Ba Gong Kore

Gambar. 4.2

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Panglima Moon Noh dengan kostum serba putih sedang memimpin doa di gunung Ba Gong kore untuk kejayaan dan keselamatan Shilla. Putih berarti suci dan hubungan dengan Sang Khalik. Pada masyarakat Korea, kostum berwarna putih sering digunakan ketika melaksanakan upacara keagamaan. Seperti upacara kematian ataupun sembahyang atau pemujaan. Teknik pengambilan gambar pada adegan ini memperlihatkan teknik pengambilan gambar secara Close Up (CU). Melalui angle ini, penonton dapat lebih merasakan emosi si aktor berdasarkan reaksi mimik wajah yg tergambarkan. Posisi Moon Noh sebagai pemimpin tertinggi di medan laga membuatnya memiliki kedudukan yang sangat penting dalam meraih kejayaan dinasti Shilla.


(46)

✘✙

Adegan : 3

Durasi : 0 : 02:49–0:03:05

Raja Jin Heung dikepung perampok Baekje

Gambar. 4.3

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Masih di area perbukitan Shila, Raja Jin Heung terkepung oleh perampok Baekje. Raja Jin heung mengenakan kostum rajanya merepresentasikan bahwa Raja Jin-Heung memiliki status sosial yang sangat tinggi. Sementara perampok Baekje dengan kostum dan penutup muka berwarna hitam-hitam serta memegang samurai memberi kesan sadis dan misterius. Dengan demikian, kostum juga dapat menjadi pembeda kelas, status sosial bahkan karakter seseorang dengan yang lainnya. Nada bicara yang tinggi dan menantang, serta perawakan yang misterius membuat pasukan Baekje terkesan mencerminkan perilaku yang tidak ramah dan kejam. Gerakan perampok mengepung Raja dan mengacungkan samurai menggambarkan perampok yang tidak terima atas kekalahan kerajaan Baekje dan berniat menghabisi nyawa Raja Jin Heung

Dialog : Raja Jin Heung :“Perampok Baekje..!.”

Perampok Baekje :“Iya,,,kenapa?!, kami datang untuk membalaskan dendam paduka kami,...serang..!!!.”


(47)

✚✛

Adegan 4

Durasi : 0:03:22–0:04 10

Mishill menunggang Mishill melawan perampok Mishill berhasil

mengalah-kuda menyelamatkan dilengkapi dengan kan perampok Baekje

Raja Jin Heung atribut perang

Gambar. 4.4

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Masih mengambil setting di Perbukitan Shilla, Mishill dengan kostum perang berwarna merah, dilengkapi samurai, topi dan masker baja, memberi kesan bahwa Mishill seorang wanita yang tangguh. Perilaku Mishill yang berani berperang melawan musuh untuk melindungi nyawa orang yang dihormati dan dicintainya mengkomunikasikan bahwa Mishill memiliki nilai tambah sebagai seorang perempuan yang tidak hanya bisa melakukan peran-peran domestik, tetapi juga mampu melakukan perannya disektor publik, yang sarat intrik,politik dan kekerasan yang mempertaruhkan nyawanya. Gerakan Mishill memacu kuda sambil membawa samurai menampakan sikap seorang ksatria. Teknik pengambilan gambar yang dilakukan memakai teknik Medium Shot (MS) yang membuat penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi dari pemain.


(48)

✜✢

Adegan 5

Durasi : 0 :04:38- 0:04:47

Mishill mengkhawatirkan keselamatan Raja Jin Heung

Gambar. 4.5

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Masih menggunakan kostum panglima perang, Mishill membuka topeng dan atribut perangnya, dengan mimik wajah cemas dan sedikit menyesal ia segera berlutut di hadapan Raja. Nada bicara Mishill yang lembut dan penuh rasa peduli berlutut meminta maaf atas kelalaiannya. Mishill menghawatirkan keselamatan Raja Jin heung. Teknik pengambilan gambar Close Up (CU) yang mempertegas mimik wajah penyesalan dan rasa bersalah Mishill terhadap Paduka.

Dialog : Mishill :“Paduka, maaf saya yang lalai melindungi anda sebaiknya jangan sendirian periksa daerah, tolongpaduka kembali ke istana..”


(49)

60

Adegan 6

Durasi : 0:05:56–0:06:20

Raja memuji kepiawaian Mishill Mishill tersipu menerima pujian Gambar. 4.6

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Penampilan Mishill mengenakan kostum perang berwarna merah mengungkapkan kepribadiannya yang berani dan percaya diri gerakan tubuh Mishill menundukan kepala, menandakan perasaan haru karena Raja memuji kepiawaiannya

Dialog : Raja Jin Heung :“Mishill...kau sebagai pemimpin hwarang,,sudah membina banyak orang berbakat untuk melindungi istana..”

Mishill :“Terima kasih paduka”.

Adegan 7

Durasi : 0:07:25–0:07:33

Mishill menuangkan teh untuk suami Mishill melayani suaminya Gambar. 4.7


(50)

61

Dalam perjalanan menuju istana, di dalam tandu kerajaan, Mishill berbincang-bincang dengan Raja Jin heung. Mishill sebagai selir , berpenampilan cantik dan anggun, dengan mengenakan pakaian berwarna merah muda yang menggambarkan sifat wanita yang penuh dengan kelembutan. Didepan Raja Jin heung, perilaku Mishill memang mencerminkan perempuan lembut yang tidak memiliki ambisi, namun diluar dugaan Mishill menggalang pasukan diam-diam, mengerahkan klan / orang-orangnya untuk melancarkan strategi dan mewujudkan ambisinya. Perilaku Raja Jin Heung sebagai suami dalam adegan ini, menunjukan superioritas pada laki-laki, terhadap perempuan yg berada pada posisi kedua (inferior). Terlihat gerak tubuh Mishill yang sedang menuangkan teh untuk Raja Jin Heung. Gesture tubuh Mishill saat melayani raja terkesan anggun dan penuh hormat.

Dialog : Mishill :“Kalau bukankarena paduka, saya

tidak pernah membayangkan mimpi ini terwujud”.

Raja Jin Heung : “Menurutmu bagaimana saya bisa melakukan semuaini ?.”

Mishill : “ Saya tidak berani menilai jasa paduka.”


(51)

62

Adegan 8

Durasi : 0:07:53–0:08:20

Raja Jin Heung curiga Mishill mengisyaratkan salah seorang petugas sesuatu pada pengawal pengangkat tandu

di-penggal sesuai intruksi Mishill

Gambar. 4.8

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Rambut terawat panjang, kulit halus putih bersih, wajah cantik, sikap yang santun menutupi kejahatan-kejahatan yang sudah dilakukan oleh Mishill. Perilaku buruk Mishill yang mulai berbohong di belakang Raja Jin Heung, berperilaku lemah lembut di depan Raja untuk menutupi semua kelicikannya. Terdengar sedikit kegaduhan diluar tandu. Raja Jin heung curiga dan menyuruh Mishill melihat ke luar. Tanpa diduga, Mishill memberi isyarat pada pengawal tandu untuk menghabisi nyawa salah seorang prajurit yang dianggapnya mengancam kelancaran strateginya.

Dialog : ..tiba-tiba ada kegaduhan di luar..

Raja Jin Heung : “Adaapa diluar, coba kau lihat?.”

Mishil : “ Hanya masalah kecil paduka..”


(52)

63

Adegan 9

Durasi : 0:12:29–0:14:13

Raja terbaring sakit Mishill khawatir Raja memutuskan Raut sedih dan Dengan kesehatan Putra Baekjong kecewa atas Raja Jin Heung menjadi penerusnya keputusan Raja

Gambar. 4.9

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Di tempat peristirahatan nya Raja Jin Heung yang lemah terbaring di tempat tidur menandakan tidak bisa bertahan lama dengan sakitnya. Raut wajah Mishill terlihat cemas ketika Raja mulai menyuruhnya menulis surat wasiat. Perilaku Raja Jin Heung memperlihatkan gerak-gerik kurang yakin dengan ucapan Mishill yang menyatakan setuju dengan surat wasiat Raja. Bahasa tubuh Mishill terlihat gelisah dan pandangan mata Mishill berkaca-kaca menahan kesedihan akan rencananya yang terancam gagal

Dialog : Raja Jin Heung : “ Nyawa saya sudah hampir buntu, beri saya alat tulis,,,penerus saya adalah Baekjong,Mishill dan Jin Lun tidak boleh ikut campur masalah kerajaan dan mengikuti jejak saya . menjadi biksu..mengapa..? merasa tak adil?


(53)

64

Raja Jin Heung : “ Jadi kamu akan turuti keinginan saya?.”

Mishill : “ Kalau benar Raja meninggal, saya akan menyerahkan diri menjadi biksu dan selalu mendoakan arwah paduka.”

Adegan 10

Durasi : 0:19:00–0:20:16

Tetap tersenyum dan berusaha Tatapan penuh makna dan tetap tenang dalam menghadapi mengangkat alis merupakan

masalah ciri khas Mishill

Gambar. 4.10

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Mishill yang selalu mempesona dengan senyum yang menawan dan paras yang cantik. Ciri khas Mishill yakni senyumnya dan pembawaannya yang selalu tenang menghadapi masalah apapun. Sering mengenakan kostum berwarna ungu menggambarkan karakter Mishill yang mewakilkan kaum feminis. Ungu dikenal sebagai warna feminis karena memiliki arti kemewahan, bangsawan, kekayaan dan keanggunan. Selain itu warna ini juga mewakili kekuasaan. Umumnya, kaum perempuan yang telah mapan dan mandiri cenderung memilih ungu atau nuansa


(54)

65

ungu dalam koleksi pakaiannya. Terbukti dari latar belakang Mishill yang memiliki jabatan penting di istana, memiliki kekuasaan, mandiri , dan berpenampilan anggun dengan padu padan kostum, hiasan rambut dan asesoris yang benar-benar serasi. Di kediaman Mishill, Seolwon yang memiliki hubungan khusus dengan Mishil mengungkapkan kebimbangannya menerima titah Raja Jin Heung yang menugaskannya untuk segera menghabisi nyawa Mishill, meskipun begitu Mishill berusaha tetap tenang. Dengan gerakan mata Mishill dan mengangkat alisnya, ia mengisyaratkan sesuatu kepada Seolwon untuk melaksanakan strategi liciknya demi mewujudkan ambisinya.

Dialog : Seolwon : “ Paduka sudah tahu semuanya.”

Mishill : “ Apa yang kau khawatirkan?, mengapa tidak bunuh saja aku? .

Seolwon : “ Mishill..!!,Mengapa kau bercanda disaat seperti ini?”

Mishill : “ Kalau tidak begitu, kau ingin bagaimana?.”

Seolwon : “ Saya sudah berkorban demi kamu selama empat tahun,sudah berikan nasib saya dan juga nasib Shilla.”

Mishill : “ Yi zi masih belum masuk istana, Munno pergi menangani ritual doa, ada kesempatan bagus buat saya merubah keadaan ini, siapkan saja..!!.”


(55)

66

Adegan 11

Durasi : 0:26:40–0:28:00

Mishill mengingatkan Raja Mishill menyiapkan obat-obatan

untuk minum obat yang harus diminum raja

Gambar. 4.11

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Mengambil setting di ruang utama kerajaan, dengan kostum berwarna cerah kombinasi warna pastel (lembut), Mishill membawa nampan berisi air dan obat-obatan yang harus segera diminum oleh Raja Jin heung menampakan sisi feminin seorang wanita.Perilaku Mishill menyiapkan obat yang harus diminum Raja menampakan sikap kepeduliannya terhadap seseorang yang dihormati. Seperti halnya perempuan yang memiliki kasih sayang dan rasa peduli yang tinggi. Gesture Mishill terhadap Raja Jin Heung, ketika menasehatinya untuk segera minum obat dan mempersiapkan obat-obatan menampakan peran domestik seperti yang dilabelkan pada perempuan. Teknik pengambilan gambar yang dilakukan pada shoot ini adalah close up dan medium long shot. Pengambilan gambar close up dimaksudkan agar penonton dapat membaca karakter tokoh perempuan dan medium long shot dilakukan untuk memperkaya keindahan gambar yang disajikan ke penonton sekaligus menyorot aktor laki-laki yang menjadi sosok penting dan menimbulkan konflik dalam adegan ini.


(56)

67

Dialog : Mishill : “ Paduka, anda sudah saatnya minum

obat.” ...

Mishill : “ Kasih sayangmu padaku tak akan ku lupakan selamanya.”

Adegan 12

Durasi : 0:29:00–0:30:18

Mishill mulai menunjukan Putra baekjong bersembunyi

kekuasaannya dengan rasa takut dan mencuri

dengar pembicaraan Mishill

Gambar. 4.12

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Zaman pemberontakan Mishill dimulai setelah mangkatnya Raja Jin Heung. Kecantikan wajah ditunjang dengan kecerdasan,ambisi yang kuat serta hubungan khususnya dengan beberapa orang penting di istana mendekatkannya pada kekuasaan. Sikap interpersonal yang menunjukan kesuperioritasan Mishill di lingkungan istana. Cara berbicara Mishill yang penuh penekanan dan ekspresi wajah yang dingin membuat semua penghuni istana takluk padanya, termasuk putra Baekjong,cucu Raja Jin Heung yang sebenarnya ditetapkan menjadi penerus kedudukan raja oleh Raja Jin Heung kelak, terlihat takut dengan pembawaan


(57)

68

Mishill yang kejam dan penuh ambisi. Teknik pengambilan gambar close up

ketika Mishill mengungkapkan ambisinya untuk menguasai kerajaan.

Dialog : Mishill : “ Sekarang adalah zaman Mishill, kelak tak ada lagi yang mampu mengalahkan Mishill.. Lihat paduka..! mereka adalah

orang-orangku (pengikut Mishill)

Adegan 13

Durasi : 0:31:03–0:32:36

Mishill merayu pangeran Geumnyum Mishill melayani kebutuhan biologis pangeran Geumnyum Gambar. 4.13

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Di ruang peristirahatan pangeran, Mishill mengajak pangeran Geumnyum untuk bekerjasama menukar surat wasiat raja, untuk mewujudkan ambisinya masing-masing Mishill yang memiliki kharisma dan pesona dengan mudahnya merayu dan memikat para lelaki. Sikap Mishill yang lemah lembut, cerdas, dan mampu membaca situasi mampu membuat para lelaki bertekuk lutut padanya, dan selalu mengikuti keinginannya. Gerakan tangan Mishill menyentuh wajah pangeran Geumnyum. Terlihat dari siluet yang nampak, mereka berdua yang berada dalam satu ruangan tertutup mengesankan bahwa Mishill akan melakukan apapun,


(58)

69

termasuk merayu pangeran Geumnyum dan melayaninya demi mewujudkan ambisinya

Dialog : Mishill : “ Paduka sudah meninggal, tapi belum ada

yang tahu.”

Geumnyum : “ Maksudnya..?.”

Mishill : “ Raja sudah tetapkan surat wasiat, tetapi penerusnya bukan kamu, melainkan putra Baekjong. Namun surat wasiat masih bisa ditukar, asalkan kamu jadikan saya permaisuri, kamu bersedia..?.”

Adegan 14

Durasi : 0:36:17–0:41:44

Hari penobatan pangeran Pangeran Geumnyum Ekspresi wajah kemenang Geumnyum sebagai Raja mengangkat telur He Ju wajah Mishill atas

Jinji Shi sebagai tanda telah keberhasilan rencananya menjadi Raja Baru Shilla

Gambar. 4.14

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Di pelataran istana, Raja Jinji mengangkat telur He Ju Shi, dengan kostum kerajaan dan mahkota kebesaran Shilla, hal ini sudah dapat mengkomunikasikan bahwa ia adalah pemimpin baru di kerajaan Shilla. Cara Raja jinji berdiri dan


(59)

✣✤

mengangkat telur He Ju Shi, dengan senyum puas dan rasa bangga atas terwujudnya ambisinya, walaupun dengan cara licik sekalipun menggambarkan sikap pemimpin yang haus akan harta dan kekuasaan, sementara Ekspresi wajah Mishill menampakan kepuasan, rencana menukar surat wasiat Raja Jin Heung berjalan mulus

Dialog : Seo ri (kepala kuil) : “ Sekarang silahkan kamu (Jin Lun) mengangkat telur He Ju Shi...” ...Ini adalah Paduka kita....

Rakyat : “Paduka panjang umur...panjang

umur”

Adegan 15

Durasi : 0:42:48–0:44:46

Mishill menggendong Mishill memohon pada Raja Jinji mengabaikan bayinya Raja Jinji untuk menepati permohonan Mishill

janjinya

Gambar. 4.15

Sumber : Serial The Great Queen Seondeok

Dengan menggunakan kostum berwarna lembut, Mishill menghadap Raja Jinji sambil menggendong bayi hasil hubungannya dengan raja Jinji. Dengan ekspresi wajah setengah memelas dan memohon Raja Jinji menepati janjinya untuk


(60)

✥✦

menjadikan Mishill permaisuri, namun Raja Jinji tidak mau menepati janjinya untuk menjadikan Mishill sebagai permaisuri. Perilaku Raja Jinji yang acuh tak acuh dan mengabaikan ucapan-ucapan Mishill, membuat Mishill kecewa dan meninggalkan bayinya begitu saja. Ini merupakan pemberontakan yang dilakukan seorang perempuan yang kecewa, karena telah dicampakan oleh pria yang telah memberi harapan dan janji-janji palsu.

Dialog : Mishill : “ Apa kau akan tinggalkan saya..?. Apa kau menginginkan saya dan anak ini menjadi istri dananak orang lain?.”

Raja Jinji : “ Mishill, kamu kenapa lagi? Ini adalah hari penyembahan Tuhan.”

Mishill : “ Hari itu kamu janji untuk jadikan saya istri.”

Raja Jinji : “Tapi para mentri tidak menyetujuinya.” Mishill : “Ingat, saya sudah sembunyikan surat

wasiat Raja Jin Heung, buat paduka dapat kedudukan raja.”

Raja Jinji : “ Mishill, mulai hari ini jangan pernah ungkit suratwasiat lagi.”


(1)

MOTTO

Never stop learning, searching and knowing anything (my self)

Kita akan merindukan sesuatu yang pernah kita benci/tidak suka ketika

kita menyadari betapa sesungguhnya ia membawa kebaikan

dalam kehidupan kita (My self)

Sesulit apapun prosesnya, sepahit apapun kenyataannya, Apapun yang telah

kita perbuat hendaknya dipertangungjawabkan sampai selesai. ( Monique T.)

Seandainya pun seorang manusia ditakdirkan untuk menjadi seorang tukang

sapu jalan, hendaknya dia menyapu jalan sesempurna Michelangelo ketika

melukis, seindah Bethoven ketika menciptakan musiknya, dan seagung

Shakespeare ketika menuliskan puisi-puisinya.

Dia harus menyapu jalanan dengan begitu baiknya sehingga semua yang di

langit dan di bumi ini ibaratnya terhenti untuk mengagumi dedikasi dan

karyanya. "Di sana ada seorang tukang sapu yang mengerjakan semua

pekerjaannya dengan luar biasa."


(2)

PERSEMBAHAN

Sebuah persembahan manis dan jawaban atas perjuangan dan air

mata selama ini kupersembahkan, kepada:

Alm ayahanda tercinta di surga

semangat ayah yang selalu memberiku kekuatan

untuk memperjuangkan dan mempertanggungjawabkan tugasku

sebagai mahasiswa sehingga dapat mencapai gelar yang

diharapkan

Ibunda tersayang yang selalu sabar dan memaklumiku

ketika dalam masa-masa sulit. Sebesar apapun perjuanganku tak

akan bisa berakhir manis tanpa doa dan semangatmu

Kakakku Mas Hendi dan Angga,

tanpa bantuan kalian, semua tak akan berjalan dengan lancar

Thank you brother.

My Beloved Ageng Metha Karuna ,

Yang termanis ini adalah wujud dari air mata dan keluh kesah

yang selama ini aku tumpahkan padamu, thanks for big spirit


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada 18 April 1987, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak M. Alwie S.(alm) dan Ibu Usniyanti

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Xaverius Pahoman Bandar Lampung diselesaikan pada 1993, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa-Laut Bandar Lampung tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Kartika II-2 Bandar Lampung pada 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada 2005.

Sebelum terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, penulis sudah lebih dulu memulai karir di dunia penyiaran dengan melakukan aktivitas sebagai penyiar radio di Radio Batara 98,4 FM Female Radio sebagai announcer sejak tahun 2005 sampai dengan sekarang. Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unila melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Komunikasi sebagai anggota bidang jurnalistik periode 2008-2009


(4)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Representasi Feminisme dalam Serial “The Great Queen Seondeok” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT—“Sang Bijak” Yang Maha Baik yang telah memberi banyak limpahan karunia-Nya dalam hidup penulis;

2. Keluarga kecilku tersayang, ayahanda yang sudah bahagia di sisi-Nya, Ibunda tercinta, dan Kakak-kakakku mas Hendi, mas Angga, Mbak Lisa ,terima kasih atas nasehat dan doa kalian. Buat keponakanku yang lucu

,cantik, aktif, bandel dan menggemaskan “Kanaya”...kamu itu obat

mujarab yang bisa bikin tante tertawa dan bersemangat.. (Peluk cium buat Naya sayang..^o^)

3. “My Beloved Ageng Metha Karuna”. Tuhan telah mengatur semuanya

sehingga berakhir indah dan kau.. perantara yang diturunkan Tuhan untuk menjawab segala kegundahanku.

4. Keluarga besarku di Lampung, Jakarta. Terima kasih atas doa dan support kalian selama ini.

5. Bapak Drs. Sarwoko, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unila dan Pembimbing Akademik, atas kesediaannya memberikan bimbingan selama terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung


(5)

6. Bapak Dr. Abdul Firman Ashaf, S.IP, M.Si., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. Banyak sekali ilmu bermanfaat yang saya dapatkan dari bapak.. ;

7. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si., dan Bapak Toni Wijaya, S.Sos, MA selaku penguji utama Terima kasih untuk masukan dan saran bapak selama seminar proposal, seminar hasil, dan ujian komprehensif;

8. Keluarga besar Radio Rajawali corp. : Mbak Ocha, makasih banget atas supportnya, gak pernah saya nemuin pimpinan sebijak dan sebaik anda, terima kasih sudah memberikan kesempatan untuk berbagi waktu antara bekerja dan menuntut ilmu. Mbak Yuli yang selalu ramah, Ibu Endang W, terima kasih atas pengertiannya, Ibu wati, Mas agung, Mas Yudha yang sering ngizinin untuk tuker-tuker jam siaran, Nadia yang selalu ngerti susahnya nemuin dosen (makasih yaa udah mau diajak tuker jam,,hehe), Indra yang selalu ngasih job MC, Thanks mas bro,,, moga tambah lancar aja job MC-mu..amin...Vina temen berkeluh kesah dan semuanya yang gak bisa disebutin satu per satu;

9. Rekan-rekan Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unila semuanya yang sudah duluan jadi Sarjana Ilmu Komunikasi : Gloria thanks udah jadi moderator,

Cinchan ’06 thanks atas pinjeman buku2 referensinya yang belum sempet

dibalikin sampe sekarang ^_^, mbak Reni and mbak Okta’05 teman seperjuangan, RezaLoveDuren’06 ayoo semangat boi. Septi’07, Isti,Elok,Jem’08 thanks sudah turut serta melancarkan seminar hasil saya..

hehehe. Seluruh adik-adik angkatan’08 yang baik-baik makasih banget yah ..udah mau ikut seminar saya.. semangat buat kalian semua...

10. Serta, semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, Terima kasih!

Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis


(6)