1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan  adalah  sebuah  persoalan  yang  khas  dalam  kehidupan manusia.  Oleh  sebab  itu,  pendidikan  dapat  diartikan  dari  sudut  pandang  yang
luas  yaitu  segala  jenis  pengalaman  kehidupan  yang  mendorong  timbulnya minat  belajar  untuk  mengetahui  suatu  hal  yang  ingin  diketahui.  Selain  itu
menurut  Suhartono  2009:  43-46  Pendidikan  juga  dapat  diartikan  dengan pendekatan  dalam  arti  sempit,  yaitu  seluruh    kegiatan    yang  direncanakan
serta    dilaksanakan   secara    teratur  dan terarah  di  dalam  lembaga  pendidikan sekolah.
Tujuan  pendidikan  nasional  Indonesia  sebagaimana  tercantum  dalam Undang-Undang  Sistem  Pendidikan  Nasional  Nomor  20  Tahun  2003
menyatakan  bahwa “tujuan  pendidikan  nasional  adalah  mencerdaskan
kehidupan  bangsa  dan  mengembangkan  manusia  Indonesia  seutuhnya  yaitu manusia-manusia  yang bertaqwa terhadap  Tuhan  Yang Maha Esa dan  berbudi
pekerti  luhur,  memiliki pengetahuan  dan  keterampilan, kesehatan  jasmani  dan rohani,  kepribadian  yang  mantap  dan  mandiri  serta  tanggung  jawab
kemasyarakatan  dan  kebangsaa n”  UU  Sisdiknas:  2003.  Pendidikan
diharapkan  mampu  menumbuhkembangkan  segala  potensi  yang  dimiliki  oleh peserta didik.
Pendidikan seharusnya  mampu mencetak peserta didik  agar memiliki kepribadian,  moral  dan  karakter  demi  menjawab  segala  tantangan  zaman.
Hal  tersebut  juga  sesuai  dengan  rencana  pembangunan    jangka    panjang nasional   tahun 2005-2025   yang  menjelaskan  bahwa  misi pertama  yang
harus  dicapai  adalah  mewujudkan  masyarakat  berakhlak  mulia,  bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah pancasila   Undang-
Undang   Nomor   17   Tahun 2007. Menurut  Trianto  2013:  3  Pendidikan  nasional  harus  mampu
menjamin  pemerataan  kesempatan  pendidikan,  peningkatan  mutu  dan relevansi  serta  efisiensi  manajemen  pendidikan.  Pada  kenyataannya
pelaksanaan  pembelajaran  yang  dilakukan  sering  dijumpai  beberapa masalah,  antara  lain  cara  mengajar  guru  yang  menganggap  siswa  hanya
sebuah  benda  yang  hanya  dapat  menerima  pelajaran  dari  gurunya  saja. Selain sangat  banyaknya bahan pelajaran  yang harus dipelajari  oleh siswa,
guru  juga  kurang  terbiasa  menggunakan  media-media  pembelajaran  yang bervariasi.  Padahal  seorang  guru  harus  kreatif  dalam  menyelenggarakan
proses pembelajaran, baik itu dari segi materi, metode maupun media yang digunakan harus menarik agar dapat menarik minat siswa untuk giat dalam
belajar di sekolah, khususnya di dalam kelas. Menurut  Syaodih  2015:  8  tugas  seorang  guru  adalah  memilih  dan
menyajikan  materi  ilmu  yang  disesuaikan  dengan  tingkat  perkembangan dan  kemampuan  siswa.  Dalam  proses  belajar-mengajar  di  kelas  guru
memegang  peranan  yang  sangat  penting.  Tugas  guru  tidak  hanya menyampaikan  materi  kepada  siswa,  tetapi  harus  menjadi  fasilitator  yang
bertugas  memberikan  kemudahan  belajar  kepada  seluruh  siswa,  agar mereka  dapat  belajar  dalam  suasana  yang  menyenangkan,  gembira,  penuh
semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Bagaimanapun  seorang  siswa  tetap  memerlukan  bimbingan  dan  arahan
untuk  dapat  belajar  dengan  baik.  Selain  itu,  media  pembelajaran  yang bervariasi  dapat  membantu  siswa  mengembalikan  semangat  belajarnya.  Di
samping  itu,  media  pembelajaran  yang  bervariasi  membuat  para  siswa tertarik dan tertantang untuk mengikuti proses pembelajaran tanpa membuat
siswa  tersebut  jenuh  dan  bosan  dalam  mengikuti  proses  belajar-mengajar tersebut.  Oleh  karena  itu,  variasi  media  pembelajaran  di  sekolah  dasar
sangat diperlukan, apalagi keadaan siswa sekolah dasar  yang pola pikirnya masih bersifat konkret dan masih senang bermain, sangat cocok diterapkan
media  pembelajaran  yang  bervariasi.  Para  guru  hendaknya  membuat pembelajaran jadi bermakna dan buatlah semua siswa aktif dalam mengikuti
proses  belajar-mengajar,  jangan  gurunya  saja  yang  aktif  dalam  proses pembelajaran.
Menurut  Koesoma  2007:  4  Pendidikan  karakter  diartikan  sebagai sebuah bantuan sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam menghayati
kebebasannya  dalam  hidup  bersama  dengan  orang  lain  dalam  dunia. Pendidikan  karakter  bukan  hanya  berurusan  dengan  penanaman  nilai  bagi
siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah lingkungan  pendidikan  tempat  setiap  individu  dapat  menghayati
kebebasannya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa. Menurut  Mulyasa  2013:  7  Pendidikan  karakter  dalam  kurikulum
2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang mengarah  pada  pembentukan  budi  pekerti  dan  akhlak  mulia  peserta  didik
secara utuh, terpadu, dan seimb ang,  sesuai  dengan  standar  kompetensi lulusan  pada  setiap  satuan  pendidikan.  Pendidikan  karakter  dapat
diintegrasikan  dalam  seluruh  pembelajaran  pada  setiap  bidang  studi  yang terdapat dalam kurikulum.
Korupsi  dapat  didefiniskan  sebagai  suatu  tindak  penyalahgunaan kekayaan  negara  dalam  konsep  modern,  yang  melayani  kepentingan
umum,  untuk  kepentingan  pribadi  atau  perorangan.  Akan  tetapi  praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat
tanpa  harus  melibatkan  hubungan  negara.  Istilah  korupsi  dapat  pula mengacu  pada  pemakaian  dana  pemerintah  untuk  tujuan  pribadi.  Definisi
ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif.
Menurut  Burhanuddin  2014:  5-6  upaya  mencegah  dan  melawan korupsi  tidak  akan  mengalami  kemajuan  signifikan  jika  hanya  dilakukan
oleh  aparat  penegak  hukum,  birokrat  maupun  KPK.  Dibutuhkan  suatu gerakan  masyarakat  yang  kuat  dan  meluas,  yang  melibatkan  semua
kelompok  untuk  melawan  dan  menghentikan  berbagai  tindakan  korupsi. Mengimplementasikan pendidikan anti korupsi  di  sekolahmadrasah secara
baik merupakan salah satunya. Pendidikan  anti  korupsi  ini  perlu  diberikan  sejak  dini  pada  anak.
Mengapa  harus  diberikan  pada  anak  sejak  usia  dini,  hal  ini  disebabkan karena  pada  usia  tersebut  pemikiran  anak  masih  bersih  belum  tercampuri
kepentingan  apapun.  Salah  satu  metode  yang  penulis  usulkan  untuk digunakan  dalam  proses  pembelajaran  adalah  melalui  buku  cerita
bergambar.  Metode  ini  sangat  cocok  diterapkan  pada  anak  usia  dini. Dengan  penanaman  pendidikan  moral  anti  korupsi  yang  diberikan  pada
anak  sejak  usia  dini,  maka  diharapkan  kelak  para  generasi  penerus  bangsa ini tidak ada yang melakukan korupsi.
Berdasarkan  hasil  observasi  yang  telah  kami  lakukan  dengan  ibu Ratna  fitri  wulandari,  S.Si  guru  kelas  3  Sekolah  Dasar  Negeri  1  Keputran
Kemalang  Klaten  pada  tanggal  15  april  2017,  menunjukan  bahwa  di  SD Negeri  1  Keputran  Kemalang  Klaten  belum  pernah  dikembangkan  sebuah
media pembelajaran dalam hal ini buku cerita bergambar untuk menunjang pendidikan  anti  korupsi.  Selain  itu  berdasarkan  hasil  wawancara  dengan
guru kelas menunjukan hasil bahwa perlu di kembangkannya sebuah media pembelajaran  dalam  hal  ini  buku  cerita  bergambar  untuk  membantu  siswa
dalam pembelajaran membaca. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas  maka  salah  satu  alternatif  dalam  upaya  peningkatan  pembelajaran
membaca dan  untuk  meminimalisir  budaya korupsi  sejak dini khusunya  di SD  Negeri  1  Keputran  Kemalang  Klaten  peneliti  menyusun  sebuah
penelitian  pengembangan  dengan  judul “Pengembamgan  buku  cerita
bergambar  berbasis  pendidikan  anti  korupsi  untuk  pembelajaran  membaca siswa kelas III SD Negeri 1 Keputran K
emalang Klaten”.
1.2 Rumusan Masalah