DEHIDRASI OSMOTIK TINJAUAN PUSTAKA

5 Di Indonesia beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya antara lain golek, arumanis, manalagi, endog, madu, lalijiwo, keweni, pekel, kemang dan cengkir Indramayu. Mangga cengkir banyak ditanam di Indramayu Jawa Barat dapat dikenal juga dengan sebutan mangga indramayu Gambar 1. Bentuk buahnya bulat telur, berbobot 400-500 g per buah. Daging buahnya tebal, berwarna kuning, bertekstur lembut, memiliki rasa sedikit manis, tidak berserat kecuali pada daging buah yang dekat kulit biji, memiliki kandungan air sedikit dan beraroma sedikit harum Pracaya 2011. Sifat fisik dan kimia daging buah mangga terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisika dan kimia daging buah beberapa varietas mangga Sifat Fisika dan Kimia Varietas Mangga Arumanis Cengkir Gadung Gedong Padatan terlarut total o Bx 14.8-16.6 13.0-15.0 20.8-21.2 16.0-17.8 Asam total 0.22-0.56 0.26-0.88 0.18-0.47 0.12-17.8 Vitamin C mg100g 22.0-46.9 37.8-58.2 20.0-21.5 36.2-96.2 Kadar air ± 81.1 ± 84.3 ± 80.34 ± 82.9 Bobot utuh g ± 376.2 ± 320.1 ± 411.1 ± 232.4 Bagian yang dapat dimakan ± 66.0 ± 65.8 ± 66.0 ± 59.0 Warna daging buah Kuning Kekuningan Kuning Jingga Sumber : Broto 2003 Buah mangga dipanen dengan tingkat ketuaan 85 yaitu berumur 110-120 hari semenjak bunga mekar dengan warna hijau dengan pangkal kemerahan. Buah mangga dipanen dengan menyisakan tangkai sepanjang 10-15 mm. Hal ini dikarenakan dengan menyisakan tangkai tidak akan terjadi penyebaran getah. Getah ini diperkirakan akan mempercepat kerusakan buah dan mendorong terjadinya stem end rot dan akan mengotori permukaan. Dalam tahap pemanenan buah tidak boleh dilempar untuk mengurangi kerusakan akibat memar. Waktu petik disarankan adalah pada pagi hari yaitu pada pukul 07.00-08.00 WIB, tetapi pada beberapa daerah tertentu, waktu petik lebih disesuaikan pada budaya serta kebiasaan daerah setempat. Setelah pemetikan sebaiknya buah jangan langsung terkena sinar matahari, karena akan mempercepat kerusakan buah.

B. DEHIDRASI OSMOTIK

Dehidrasi atau pengeringan sering digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Dengan proses dehidrasi mengakibatkan kandungan air bahan rendah, sehingga kerusakan akibat mikroorganisme dapat dihindari, mengurangi biaya pengemasan, biaya penyimpanan dan biaya transportasi. Proses dehidrasi bahan pangan dengan cara perendaman padatan dalam larutan hipertonik dikenal sebagai dehidrasi osmotik. Osmosis merupakan pergerakan molekul suatu senyawa melalui membran semipermeabel menuju larutan yang lebih rendah konsentrasinya. Pada dehidrasi osmotik buah- buahan, dinding sel buah berperan sebagai membran semipermeabel. Jika dinding sel buah benar- benar bersifat semipermeabel, maka solut tidak dapat berdifusi melalui dinding sel buah. Namun struktur buah sangat kompleks dan dinding sel tidak dapat berfungsi sebagai membran semipermeabel yang sempurna, sehingga terjadi difusi solut dari larutan osmotik menuju buah dan difusi solut dari buah keluar ke larutan osmotik. Jadi transfer massa pada proses dehidrasi osmotik adalah kombinasi antara proses transfer air dan solut yang berlangsung secara simultan. 6 Menurut Lenart 1996, dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan menggunakan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagaian kandungan air pada bahan. Dehidrasi osmosik dapat digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses pengeringan yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50 dari kadar air awal Khan et al. 2008. Pada dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan, sehingga air dari dalam bahan akan keluar ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Sebagai akibat pengeluaran air dari dalam bahan tanpa perubahan fase cairan, maka proses dehidrasi osmotik dianggap sebagai metode pengawetan bahan pangan dan hasil pertanian yang menghasilkan mutu tinggi. Pemilihan jenis dan konsentrasi solut dalam larutan osmotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pengaruhnya terhadap kualitas organoleptik, rasa, kemampuan untuk mengurangi aktifitas air, kelarutan solut, permeabilitas solut terhadap membran sel dan kemampuan mengawetkan. Dua jenis solut yang paling umum digunakan adalah gula sukrosa dan NaCl. Gula sering digunakan dalam pengawetan buah-buahan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi 40 padatan terlarut, air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme akan berkurang. Menurut Buckle et al. 1985 diacu dalam Lutfi 2010 apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi minimun 40 padatan terlarut, menyebabkan sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air a w bahan pangan akan berkurang. Konsentrasi gula yang tinggi sampai 70 sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kinetika dehidrasi osmotik ditentukan berdasarkan kecepatan water loss WL dan solid gain SG. Water loss WL didefinisikan sebagai pengurangan berat air netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Solid gain SG adalah penambahan berat solid netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Dehidrasi buah mangga dapat dilakukan dengan metode osmotik pada tahap awal, yakni merendan daging buah mangga ke dalam larutan gula pada konsentrasi dan jangka waktu tertentu. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 45-55°C dan kelembaban nisbi yang rendah. Metode dehidrasi tersebut terbukti mampu memberikan hasil buah kering yang awet dengan kadar air sekitar 14, sehingga kerusakan kimiawi, biologis, dan enzimatis dapat dihindari. Perendaman irisan daging buah mangga kweni kedalam larutan gula 60°Brix selama 10 jam, kemudian dikeringkan pada suhu 55°C dan kelembaban RH 60 selama 9 jam menghasilkan manisan mangga kweni kering, berpenampilan menarik, warna kuning merata, manis, dan memiliki kadar air optimum 14.4 Broto 2003. Potongan mangga kering yang memiliki kualitas paling baik adalah potongan mangga dengan perlakuan osmotik tanpa kitosan karena penyusutan potongan mangga dengan perlakuan osmotik lebih kecil dibandingkan potongan mangga segar selama dehidrasi. Selain itu dengan adanya perlakuan osmotik sebelum dehidrasi menyebabkan potongan mangga dapat mempertahankan warna alaminya selama dehidrasi, walaupun warna dehidrasi mangga selama perlakuan menjadi lebih tua matang Sophia 2011. Semakin tinggi nilai water loss maka menunjukkan tingkat tingginya kehilangan air pada sampel. Sedangkan nilai solid gain merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Kecepatan keluarnya air dari padatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentasi larutan osmotik, waktu perendaman, rasio larutan osmotiksolid, suhu, intensitas pengadukan dan ukuran Soetjipto Reynaldy et al, 2005. Water loss dan solid gain pada proses dehidrasi osmotik dengan larutan gula 60 o Bx lebih besar daripada larutan gula 30 o Bx, karena dengan larutan gula 60 o Bx, diperoleh beda konsentrasi larutan dan tekanan osmotik yang lebih besar. Menurut Sharma 2000, kenaikan konsentrasi solut dalam 7 larutan osmotik dapat meningkatkan water loss dan solid gain sampai batas tertentu. Sebagai contoh, konsentrasi larutan gula sekitar 60 o Bx paling sesuai digunakan untuk dehidrasi osmotik. Ertekin 2000 melaporkan bahwa penggunaan larutan osmotik 66 o Bx menghasilkan kenaikan water loss dan solid gain yang hampir sama dengan penggunaan larutan osmotik 60 o Bx.

C. PENGADUKAN DAN PENCAMPURAN