2.6.2. Steroid yang terdapat di alam
Di alam senyawa steroid terdapat pada hewan, tanaman tingkat tinggi, bahkan terdapat pula pada beberapa tanaman tingkat rendah seperti jamur fungi.
Pada hewan dapat dijumpai antara lain sebagai hormon korteks adrenal contohnya kortikosteron, asam empedu contohnya asam kolat, dan hormon
kelamin contohnya androgen dan estrogen Harborne 1973. Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi
ke dalam dua kelas yaitu hormon adrenal dan hormon seks testosteron, estrogen dan progesteron. Antara ketiga hormon seks ini saling berhubungan, testosteron
berperan dalam pengaturan perilaku seksual jantan, sedangkan estrogen dan progesteron berperan dalam pengaturan perilaku seksual betina Devlin 1993.
Kolesterol adalah steroid yang mengandung 27 atom karbon dan memiliki titik lebur 150-151
C Poedjiadi 1994. Waktu paruh hormon-hormon steroid alamiah di dalam tubuh hewan sangat singkat. Oleh karena itu beberapa steroid
termasuk testosteron, dengan berbagai modifikasi struktur biokimianya telah
disintesis untuk dipakai dalam berbagai keperluan. Aldrich 1993.
2.6.3. Aktivitas steroid Senyawa-senyawa steroid telah banyak dimanfaatkan sebagai obat.
Berdasarkan efek farmakologisnya senyawa steroid antara lain terdiri dari : a. Anti radang dan anti reumatoid, yaitu: Cortison, corticosteron,
hidrocortison, preduison, dan triamicinolon. b. Diuretika, anti diuretika dan anestika lokal, yaitu: aldosteron, Natrium
hidroksidion dan spironolakton.
c. Kontraseptik, yaitu turunan progesteron dan turunan estron.
2.6.4. Uji steroid Identifikasi steroid dapat dilakukan dengan cara reaksi warna, yang
terpenting adalah reaksi Liebermann Burchard. Pada reaksi ini steroid akan membentuk senyawa berwarna merah dalam lapisan asam sulfat dan berwarna
hijau dalam lapisan kloroform Cook 1958 yang diacu Riris 1994. Kelebihan dari uji Liebermann Burchard, reaksi yang terbentuk terjadi dengan cepat, tidak
memerlukan waktu yang lama dan digunakan untuk mengestimasi steroid semi
kuantitatif . Kelemahan dari uji ini adalah uji ini tidak hanya digunakan untuk menentukan kolesterol tetapi juga digunakan untuk menentukan sterol lain seperti
stigmasterol dan ergosterol, serta tidak dapat menentukan struktur kimia dari steroid, serta tidak dapat digunakan untuk menentukan steroid secara kuantitatif
Dence 1980. 2.6.5. Uji infra merah
Untuk mengidentifikasi steroid, Uji infrared IR dan uji ultra violet UV spektrometri merupakan uji yang paling berguna. Perbedaan antara IR dan UV
spektrometri ditunjukkan dari range panjang gelombang radiasi yang diberikan. Pada spektrometer IR konvensional, panjang gelombang berjarak 2500-16.000
nm, sedangkan UV spektrometer jarak panjang gelombang biasanya berkisar 200- 400 nm. UV spektrum menunjukkan struktur elektronik dari molekul, dan IR
spektrum menunjukkan karakteristik vibrasi dari ikatan kimia dalam molekul. Infrared
spektrum menyediakan informasi mengenai tipe dari gugus fungsi yang terdapat dalam steroid. Pelarut yang biasa digunakan dalam IR spektrometri
untuk penentuan steroid adalah kloroform, karbon tetraklorid, dan karbon disulfid. Spektrum ditunjukkan sebagai plot dari persen transmitan terhadap panjang
gelombang kemudian diartikan dalam unit dari cm
-1
. Arti dari cm
-1
adalah
panjang gelombang dalam cm persatuan unit Dence 1980. 2.7 Antimikroba
Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba. Zat antimikroba khusus untuk
menghambat bakteri disebut antibakteri, dapat bersifat bakterisidal membunuh bakteri dan bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Zat yang
menghambat kapang disebut antikapang Fardiaz 1992. Senyawa antimikroba adalah jenis obat yang digunakan dengan tujuan untuk membasmi mikroba
Branen, Davidson 1993. Senyawa yang mempunyai aktivitas antimikroba terbagi menjadi dua yaitu
antimikroba sintetis, seperti sodium bemzoat, senyawa fenol, asam-asam organik, asam lemak rantai medium dan esternya, sorbat, sulfur dioksida dan sulfit, nitrit,
senyawa kolagen dan surfaktan, dimetil dikarbonat dan dietil bikarbonat, serta
antimikroba alami yang berasal dari hewani, tanaman maupun mikroorganisme, misalnya bakteriosin Branen, Davidson 1993.
Efektivitas antimikroba dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme maupun secara langsung memusnahkan seluruh atau sebagian
mikroorganisme Branen, Davidson 1993. Mekanisme zat antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain: 1 merusak
dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, 2 mengubah permeabilitas membran
sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, misalnya yang disebabkan oleh senyawa fenolik, 3 menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh
alkohol dan 4 menghambat kerja enzim didalam sel Pelczar Reid 1977. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas antimikroba adalah: 1
jenis, jumlah, umur dan latar balakang kehidupan mikroba, 2 konsentrasi zat antimikroba, 3 suhu dan waktu kontak dan 4 sifat fisikokimia substrat pH,
kadar air, tegangan permukaan, jenis dan zat terlarut Frazier, Westhoff 1978. 2.7.1. Ekstraksi senyawa antimikroba
Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Teknik ekstraksi didasarkan pada
kenyataan bahwa jika suatu zat dapat larut dalam dua fase yang tak tercampur, maka zat itu dapat dialihkan dari satu fase ke fase yang lain dengan mengocoknya
bersama-sama. Zat terlarut yang diekstraksi dapat berada dalam medium padat atau cair. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat bersifat polar seperti
alkohol atau yang non polar seperti heksana dan kloroform. Pemilihan pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang dilarutkan, karena setiap zat
memiliki daya kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan Achmadi 1992.
Beberapa pertimbangan dalam memilih pelarut Achmadi 1992, yaitu: 1. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan
melarutkan senyawa non polar. 2. Pelarut organik cenderung melarutkan zat terlarut organik
3. Air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam maupun basa organik.
4. Asam-asam organik yang larut dalam pelarut organik dapat diekstraksi ke dalam air dengan menggunakan basa NaOH, Na
2
CO
3
dan NaHCO
3
. Beberapa zat terutama bahan alam dapat dipisahkan dari padatannya
dengan ekstraksi sederhana. Teknik paling sederhana untuk mengekstraksi bahan padatan ialah dengan mencampurkannya dalam larutan pengekstraksi, dibantu
dengan pengadukan menggunakan alat pengaduk, lalu dipisahkan melalui penyaringan biasa atau vakum Achmadi 1992.
2.7.2. Bakteri uji Pada penelitian ini digunakan 2 spesies bakteri uji yang telah diketahui
bersifat patogen terhadap manusia. Bakteri uji yang digunakan adalah dari kelompok bakteri gram negatif yaitu Eschericia coli serta bakteri kelompok gram
positif yaitu Staphylococcus aureus.
1 Eschericia coli
Escherichia coli pada umumnya merupakan mikroba yang secara normal
terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Habitat pada umumnya adalah tanah, lingkungan akuatik, makanan, air seni, dan tinja. Karena sifatnya
yang patogen, bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada manusia, antara lain : menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak,
infeksi pada saluran kemih, pneumonia, abses, dan meningitis pada bayi yang baru lahir. Bakteri ini berbentuk batang atau koma, bersifat anaerob fakultatif dan
tergolong sebagai bakteri gram negatif. Escherichia coli termasuk famili Enterobacteriaceae, berukuran panjang 2,0-6,0 µm dan lebar 1,1-1,5 µm serta
tunggal atau berpasangan. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0- 7,5 serta kisaran suhu pertumbuhannya 10-40
o
C, dengan suhu optimum 37
o
C dan a
w
optimum 0,96 Fardiaz 1992. Bakteri ini sensitif terhadap antibiotik jenis sulfonamid, kloramfenikol, kanamisin dan penisilin Tortora et al. 1989.
2
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk ke dalam bakteri gram positif anaerob
fakultatif. Bentuknya tunggal, berpasangan atau bergerombol. Diameternya 0,5-1,5 µm, tidak berkapsul dan berspora. Dinding selnya mengandung dua
komponen utama, peptidoglikan dan asam teikoat. Metabolisme secara
fermentatif dan respiratif Pelczar, Chan 1988. Bakteri ini sering ditemukan di tanah, air tawar, kulit dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia. Patogenis dari bakteri ini antara lain dapat menyebabkan infeksi kulit,
infeksi paru-paru, meningitis dan diare.
2.8 Uji Toksisitas Toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menyebabkan keracunan
Koesman 1983. Toksikan adalah materi atau agen yang mampu menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang menyebabkan kematian Canadian
Executing Agency 1992 yang diacu oleh Ferdiansyah 2000. Toksisitas suatu bahan dapat ditentukan dengan menganalisa besarnya persen kematian
organisme uji Boyd 1990. Beberapa parameter yang mempengaruhi toksisitas diantaranya adalah
temperatur, oksigen terlarut, pH, kesadahan, salinitas dan bahan organik Sprague 1990. Toksisitas suatu bahan pencemar akan meningkat dengan meningkatnya
temperatur Herman 1972 dan mempercepat terwujudnya gejala keracunan Metelev et al. 1983.
Uji toksisitas diperlukan untuk mengevaluasi, memonitor dan memprediksi bahaya dari zat racun bagi organisme lingkungan Trevors 2000
yang diacu oleh Marni 2001. Banyak metode yang digunakan untuk menguji tingkat toksisitas dari suatu bahan. Metode yang digunakan pada penelitian ini
yaitu uji toksisitas menggunakan Artemia salina. Uji toksisitas dengan Artemia salina digunakan sebagai langkah awal
untuk identifikasi racun jamur, toksisitas dari ekstrak tumbuhan, identifikasi adanya logam berat, racun sianobakter, pestisida dan untuk uji sitotoksisitas yang
berhubungan dengan gigi dan mulut Carballo et al. 2002. Artemia
yang digunakan dalam bentuk telur istirahat yang disebut dengan kista. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam. Umumnya
Artemia tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30
o
C, kadar garam antara 30- 50 ppt dan pH air laut untuk budidayanya berkisar antara 7,5-8,8 Isnansetyo,
Kurniastuty 1995 yang diacu oleh Marni 2001. Uji toksisitas dengan menggunakan kultur Artemia Michael et al. 1956
yang diacu oleh Carballo et al. 2002. Teknik ini didasarkan pada kemampuan
bahan untuk membunuh kultur Artemia yang telah dibiakkan dalam air laut dengan kadar salinitas tertentu Carballo et al. 2002.
Tingkat toksisitas ditentukan dengan nilai LC
50
menunjukkan konsentrasi dari bahan kimia di lingkungan air atau udara yang mampu membunuh 50
dari binatang uji pada suatu waktu tertentu CCOHS 1999. Nilai LC
50
yang diperoleh menunjukkan kategori toksisitas dari suatu bahan.
Kamrin 1997 membagi bahan toksik yang menyebabkan 50 kematian organisme uji dalam beberapa grup yaitu: 1 Toksisitas sangat tinggi, jika bahan
tersebut mematikan organisme uji pada konsentrasi 100 µl; 2 toksisitas tinggi,
jika konsentrasi yang mematikan adalah 100 µl hingga 1.000 µl; 3 toksisitas
sedang jika 1.000 µl hingga 10.000 µl; 4 toksisitas rendah jika 10.000 µl
hingga 100.000 µl; 5 tidak toksik jika 100.000 µl.
3. METODOLOGI 3.1. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah beberapa ikan laut dalam yaitu: Dietmoides pauciradiatus
dengan berat 190 gram dan panjang 24 cm, Ophidiidae dengan berat 60 gram dan panjang 24 cm, Benthodesmus tenuis dengan berat 60
gram dan panjang 40 cm, Ostracoberyx dorygenis dengan berat 50 gram dan panjang 13 cm, Beryx splendens dengan berat 110 gram dan panjang 14 cm,
Gadomus colleti dengan berat 70 gram dan panjang 29,5 cm, Hoplosthethus
crassipinus dengan berat 210 gram dan panjang 23,5 cm, Myctophidae dengan
berat 25 gram dan panjang 14,8 cm, Hoplothethus sp dengan berat 1090 gram dan panjang 34,5 cm, Hyteroglypne japonica dengan berat 20 gram dan panjang
15 cm yang diperoleh dari perairan di Barat Sumatera, Samudera Hindia. Bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus digunakan sebagai bakteri uji untuk bahan antimikroba dan Artemia salina sebagai organisme uji untuk bahan
toksisitas. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan pada penelitian ini adalah
bahan kimia untuk pelarut uji yaitu aseton, metanol, etil asetat, kloroform dan medium pertumbuhan bakteri lauria broth dan lauria agar, tablet kjelteb,
larutan H
2
SO
4
, CH
3
COOH, NaOH, H
3
BO
4
, HCL, Buffer Kalium Karbonat, indikator metil merah, pelarut lemak heksana, es, dan kapas bebas lemak.
Alat-alat yang digunakan adalah erlenmeyer 250 ml, labu destruksi, inkubator shaker, destruktor, destilator, titrameter, gelas piala, labu lemak, oven,
desikator, selongsong soxhlet, tanur listrik, timbangan analitik, spektrofotometer, blender, kain kasa, kertas saring, erlenmeyer, sudip, corong pemisah, paper disc,
petri dish, freezer, waterbath, sentrifuse , clean banch, autoclave, rotary vacum,
tabung reaksi, labu evaporator, sintered glass, Infrared spektrofotometer, membran filter 0,045
µm dan HPLC. 3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Penelitian tahap pertama
Untuk menentukan kandungan gizi dari beberapa ikan laut dalam,