ARUS BALIK ARAB SPRING: KEGAGALAN DEMOKRATISASI MESIR (STUDI PADA PENGGULINGAN PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI OLEH KUDETA MILITER)

(1)

SKRIPSI

ARUS BALIK ARAB SPRING: KEGAGALAN DEMOKRATISASI MESIR

(STUDI PADA PENGGULINGAN PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI OLEH KUDETA MILITER)

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata -1

Jurusan Hubungan Internasional

Oleh:

Muhammad Hasan Ode. M NIM 09260048

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2014


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmah serta karunianya sehingga penuliS bisa menyelesaikan penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kewajiban penulis sebagai mahasiswa di bangku kuliah.

Penelitian yang berjudul Arus Balik Arab Spring: Kegagalan Demokratisasi Mesir (Studi Pada Penggulingan Pemerintahan Muhammad Mursi Oleh Kudeta Militer) ini membahas tentang dinamika yang terjadi di Mesir dalam demokratisasi terfokus pada kudeta militer pada masa pemerintahan Mohammad Mursi. Mesir yang sebelumnya identik dengan pemimpin yang otoriter, mulai mengadakan pemilu setelah rakyat Mesir bersama-sama menumbangkan rezim Mubarok dan digantikan oleh Mursi. Pemerintahan Mursi tidak beumur panjang, karena belum samapi 2 tahun menjabat, sudah dikudeta oleh militer.

Penulis sadari, bahwa penelitian kali ini masih jauh dari sempurna. Atas segala kekurangan dan ketidak sempurnaan skripsi ini, penulis sangat


(5)

mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dalam proses penyempurnaan penelitian ini. Dengan segala keterbatasan dan kesulitan yang penulis temui Alhamdulillah skripsi ini bisa selesai dengan baik. Semoga penelitian kali ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik akademis maupun umum.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak, Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya bimbingan, bantuan. Penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang secara langsung, maupun tidak langsung yang telah penulis terima, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Yang pertama saya mengucap puji syukur kepada Allah SWT yang memberikan kenikmatan, rahmat dan hidayah serta kesehatan, sehingga saya bisa menyelesaikan tulisan ini hingga selesai. Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita semua ke jalan yang terang.

2. Beribu-ribu terima kasih ananda ucapkan buat Papa & Mama, yang telah membimbing serta memberikan semangat kepada ananda selama ini. Papa yang terhormat, terima kasih telah mendidik dan mengajarkan arti tanggung jawab. Kepada Mama tercinta, terima kasih atas segala pengorbanan, kasih sayang yang telah mama berikan. Dengan apapun, walaupun dengan nyawa ananda tidak akan bisa membalas segala kebaikan dan kasih sayang yang telah Papa & Mama berikan. Hanya do’a


(6)

yang bisa ananda berikan buat papa & mama pada sekarang ini. Semoga Allah SWT membalas semua jasa yang papa & mama berikan selama ini. Semoga Allah selalu menyayangi, menjaga papa dan mama seperti papa dan mama menyayangi dan menjaga ananda ketika masih bayi.

3. Kepada keluarga besarku, kakak-kakakku serta adik tercinta. Terima kasih atas segala dukungan yang diberikan.

4. Kepada orang yang selalu memberikan motivasi dan do’anya, My Lovely, jantung hidupku, Fike Nilam Sari. Terima kasih sudah bersedia mendampingi dalam suka maupun duka.

5. Kepada bapak Gonda Yumitro, selaku pembimbing utama yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan ini.

6. Bapak Ruli Inayah, yang telah memeberikan energy positif, dan menyempatkan setiap waktunya dalam membimbing saya yang masih terlalu banyak kekurangan. Terima kasih yang terdalam bapak, jasa-jasamu tidak akan terlupakan

7. Kepada bapak Havidz, Ibu Mia yang telah bersedia menjadi penguji. Bapak Tony, Ibu Ayushia, bapak Syaprin dan seluruh jajaran dosen Hubungan Internasional. Terima kasih atas ilmu yang yang diberikan. 8. Kepada sahabat saya, Haryo Prasodjo dan Shanah terima kasih atas segala

nasehat saran dan kritiknya yang memeberikan saya motivasi dalam menyelesaikan tulisan ini.

9. Teman – teman kontrakan, sicantik Buron, ust lukem, Amar, Bebek, Tokek tak lupa saya ucapakan terima kasih kepada kalian yang telah


(7)

memberikan tempat persinggahan. Semangat kawan , kalian pasti bisa 10.Untuk teman-teman H.I angkatan 2009, yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu, terima kasih telah menjadi bagian dari kehidupan ini. Sukses untuk kita semua

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 31 Oktober 2014


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR COVER ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v

ABSTRAKSI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat penelitian ... 10

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 10

1.5. Penelitian Terdahulu ... 11

1.6. kerangka Pemikiran Landasan Teori Dan Konsep ... 20

1.6.1. Teori Hubungan Sipil Militer ... 20

1.6.2. Konsep Kudeta ... 22

1.4.3. Konsep Pretorianisme ... 24

1.4.4. Transisi Demokrasi ... 25

1.7. Metode Penelitian ... 29

1.7.1 Tipe Penelitian ... 29

1.7.2 Tingkat Analisa ... 29

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30

1.7.4 Teknik Analisa Data ... 30


(9)

1.8.1 Batasan Materi ... 1.8.2 Batasan Waktu

1.9. Hipotesa ... 31

1.10 Sistematika Penulisan ... 32

BAB II REVOLUSI MESIR: DEMOKRASI DAN KUDETA DIBUMI PIRAMIDA 2.1 Arab Spring dan Revolusi Mesir ... 35

2.2.1 Lengsernya Kediktatoran Husni Mubarok ... 36

2.1.2 Pemerintahan Sementara ... 38

2.2 PRESIDEN HARAPAN ... 32

2.2.1 Mesir di Bawah Pemerintahan Mursi ... 41

2.2.2 Hubungan Mursi dan Ikhwanul Muslimin ... 45

2.3 KUDETA MILITER ATAS MURSI... 47

2.3.1 Gambaran Kudeta Militer terhadap Mursi ... 47

2.3.2 Alasan Militer Melakukan Kudeta Atas Mursi ... 49

BAB III GAMBARAN MENGENAI KEMUNDURAN DEMOKRASI YANG DITANDAI DENGAN KUDETA 3.1 Kudeta dan Kegagalan Demokrasi Mesir ... 60

3.2 Dinamika Hubungan Pemerintahan Sipil dengan Militer ... 64

3.3 Mesir Pasca Kudeta Mursi ... 68

3.3.1 Masa Pemerintahan Presiden Sementara Mesir Adly Mansour dan Naiknya Al sisi ... 68

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 74

4.2 Saran ... 75


(10)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Agastya. M. 2013, Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah, IRCiSoD. Jogjakarta.

Budiarjo Miriam, 2002, Pengantar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka. Jakarta. Eric A. Nordlinger, Militer dalam Politik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1994, Huntington, Sammuael P. The Soldier and The State, The Theory and Politics Of

Civil;-Military Relations, 1959. Cambrige, Massachussets, the Belknap Press, of Harved University Press

Haramain, Malik, 2004, Gusdur, Militer dan Politik, LkiS, yogyakarta., Hal 16 Hornblower, S. Spawforth,1998, A. The oxfrod companion to Classical

Civilization, Hal 219

Huntington, Sammuel P.(1968). Political Order in changing societies. Yale University Press

Perlmutter, Amos. 1981. Political Roles and Military Rules. London: Frank Cass and Company Limited.

Perlmutter, Amos, The Military and Politic in Modern Times, 1977, yale Universty Press

Skripsi dan Journal

Skripsi, Najamudin Khairurijal, Perbandingan Keterlibatan Militer Dalam Transisi Demokrasi Mesir dan Tunisia, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, angkatan 2009

Skripsi, Reza W, Demokrasi Thailand (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand), mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2008

Skripsi, Adhi Cahya Fahadyna, Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadao Politik Luar Negri Mesir Dalam Konflik Israel-Palestina, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga.

Tesis, Hafid Adim Pradana, Konsistensi Politik Luar Negri Mesir Terhadap Amerika Serikat di Era Mohammad Mursi. Universitas Gajah Mada, 2014 Brown, Nathan J., October, 2013, Tracking the Arab Spring, Egypt’s Failed


(11)

Bassiouni, Cherif, M. Egypt in Transition The Third Repuclic.

Website

Abdel Fatah al-Sisi Resmi Dilantik Jadi Presiden

Mesir.http://news.detik.com/read/2014/06/08/222024/2602443/1148/abdel -fatah-al-sisi-resmi-dilantik-jadi-presiden-mesir. Diakses pada 20 September 2014.

Belajar dari Jatuhnya Mursi, http://politik.kompasiana.com/2013/07/04/belajar-dari-jatuhnya-presiden-mursi-574299.Html. Diakses pada 20 September 2014

Belajar dari Mursi, Presiden Baru Mesir, k

http://sosok.kompasiana.com/2012/06/30/belajar-dari-mursi-presiden-baru-mesir-473666.html, diakss tanggal 12 Juni 2014

Demokrasi Mesir dan Bayang-Bayang Sejarah”. Diakses melalui http.islamedia.web.id/2012/06/demokrasi-mesir-dan-bayang-bayang-sejarah.html. Diakses pada 29 Januari 2014.

Dewan militer desak pembentukan Dwan Konstituante, https://id.berita.yahoo.com/penguasa-militer-mesir-desak-pembentukan-majelis-konstituante-052607392.html. Diakses pada 8 Juni 2014.

Egypt Mubarok,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/02/110211_egyptmubarak.sht ml. Diakses 8 Juni 2014.

Faktor-Faktor Penyebab Revolusi Mesir di Era Hosni Mubarak,

http://djangka.com/2012/04/30/faktor-faktor-penyebab-revolusi-mesir-di-era-hosni-mubarak/. Diakses pada 1 September 2014

Hamza handawi; Maggie Michael Egyptian Army Moves to Restore oder After Deadly Protests Over Constitutional Crisis, the Vancouver sun

http:/bigstory.ap.org/article/egypt-turmoil-grows-army-deadline-eXpire. Dan

http://article.wn.com/view/2012/12/27/Morsi_Admits_Mistakes_in_Drafti ng_Egypt_s_Constitution/?section=RegionAfrica&template=worldnews% 2Findex.txt. Diakses pada 1 September 2014

Hubungan militer dengan sipil,

Http:/www.hendropriyono.com/2013/12/hubungan-militer-dengan-sipil/ diakses 20 Mei 2014


(12)

Inilah kronologi kerusuhan Mesir, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/internasional/11/01/28/161340-inilah-kronologi-kerusuhan-mesir. Diakses 9 Juni 2014.

Ikhwanul muslimin akan kembali berkuasa di mesir, http://www.voa-

islam.com/read/intelligent/2013/10/28/27340/chomsky-ikhwanul-muslimin-akan-berkuasa-kembali-di-mesir/#sthash.gVszF3gm. Dpbs. Diakses pada 9 Juni 2014

Jalan terjal Demokrasi Mesir” senin 24 desember 2012. Diakses melalui http.okezone.com/read/2012/12/24/58/73b289/jalan-terjal-demokrasi-mesir.html. Pada tanggal 29 Januari 2014

Kudeta Mesir Gerbang Menuju Tirani,

http://luar- negeri.kompasiana.com/2013/07/04/kudeta-mesir-gerbang-menuju-tirani-baru-574250.html, diakses 23 juni 2014.

Krisis Mesir di Mata Masyarakat Indonesia”. Diakses melalui http.bbc.co.uk/indonesia/beritaindonesia/2013/08/130822_lapsus_mesir_in donesia. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014

Kiram Mashuri, Ikhwanul. Dalam “Demokrasi Mesir Dirampok Militer” 19 Agustus 2013. Diakses melalui http.republika.co.id/berita/demokrasi-mesir-dirampok-militer.html. Pada tanggal 3 Februari 2014

Kirkpatrik, David “Morsi Urged t Retract Edict to Bypass Judges” The New York

Times, http://www.nytimes.com/2012/11/25/world/middleeast/morsi-

urged-to-retract-edict-to-bypass-judges-in-egypt.html?pagewanted=all&_r=0, diakses 23 Mei 2014

Logika di Balik Dekrit Mursi, http://www.antaranews.com/berita/347248/logika-di-balik-dekrit-presiden-mesir, diakses tanggal 12 Mei 2014

Menimbang Kembali Demokrasi Dalam Kasus Mesir”. Diakses melalui http:hidayatullah.com/read/2013/08/6086/menimbang-kembali-demokrasi-dalam-kasus-mesir.html. Pada tanggal 29 Januari 2014

Mesir dan Paradoks Demokrasi”. Diakses melalui

http.www.klikpositif.com/m/news/read/935/mesir-dan-paradoks.html. Pada tanggal 29 Januari 2014

Mursi dan shafiq Pemilu Mesir, Islamis VS Sekuler Putaran kedua, http://www.tempo.co/read/news/2012/05/26/115406235/Pemilu-Mesir-Islamis-vs-Sekuler-ke-Putaran-Kedua. Diakses 9 Juni 2014

Mursi Menangi Pilpres Mesir,

http://internasional.kompas.com/read/2012/06/24/2202526/Mursi.Menangi .Pilpres.Mesir dan Mesir Pilpres, diakses pada 10 Juni 2014


(13)

Mursi angkat abdel Fattah al-sisi untuk mengganti jabatan Hussein Tantawi dalam http://www.arrahmah.com/read/2012/08/13/22369-mursi-angkat-abdel-fattah-al-sisi-untuk-mengganti-jabatan-hussein-tantawi.html.

Diaksese pada Agustus 2014

Mesir Presdien Pemilihan,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/06/140603_mesir_presiden_p emilihan.shtml. Diakses pada 28 Agustus 2014

Mursi, Ikhwanul muslimin dan Harapan Rakyat

Mesir,http://internasional.kompas.com/read/2013/07/04/1556514/Mursi.Ik hwanul.Muslimin.dan.Harapan.Rakyat.Mesir.

Morsy Refuse to Quit as Egypt army deadline

Looms, http://www.globalpost.com/dispatch/news/afp/130703/morsi-refuses-quit-egypt-army-deadline-looms diakses 08 Juni 2014

Morsy Out in Egypt Coup, CNN, 28 June 2013,

http://www.newrepublic.com/article/113762/egypt-coup-mohamed-morsi-out-muslim-brotherhood-disarray diakses tanggal 2 Juli 2014

Mursi memecat Kepala Intelejen dan Gubernur,

http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/08/09/m8gilg-mursi-pecat-kepala-intelijen-dan-gubernur. Diakses 2 juli 2014

Mursi: Serang Katedral sama dengan menyerang saya. http://www.tempo.co/read/news/2013/04/08/115471929/Mursi-Serang-Katedral-Sama-dengan-Menyerang-Saya. Diakses pada 4 September 2014.

Mesir demonstrasi rusuh,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/07/130705_mesir_demonstras i_rusuh.shtml. Diakses pada 11 Juni 2014

Militer Mesir Pecat Mursi Demi Masa Depan Mesir, http:/www.islam-institute.com/militer-mesir-pecat-muesi-demi-masa-depan-mesir.html diakses 12 juni 2014

Mimpi Buruk Ikhwanul Muslimin,

http://sorot.news.viva.co.id/print_detail/printing/430531-mimpi-buruk-ikhwanul-muslimin. Diakses pada tanggal 12 Juni 2014

Oposisi Mesir Menentang Dekrit Mursi,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/11/121114_mursidecree.shtml Diakses 9 Juni 2014


(14)

Pilpres Mesir Resmi di mnangkan otak kudeta, http://international.okezone.com/read/2014/06/04/412/993624/pilpres-mesir-resmi-dimenangkan-otak-kudeta. Diakses pada 28 Agustus 2014

Profil para calon Presiden Mesir,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/05/120516_egypt_c andidates.shtml Diakses 9 Juni 2014

Pilpres Mesir,

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/06/120624_mesir_pilpres.sht ml. Diakses 4 Mei 204

President Mohamed Morsi and Egypt : A future Full of Uncertainties and Opportunities, http://www.afripol.org/afripol/item/660-president-mohamed-morsi-and-egypt-a-future-full-of-uncertainties.html, diakses tanggal 28 mei 2014

Putra, Hannan, Rekam jejak Hubunagn Mursi dan Militer Mesir,

http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/07/mpjkkj-rekam-jejak-hubungan-mursi-dan-militer-mesir. Diakses pada 2 Juli 2014

Perombakan kabinet Mesir tunjuk sembialn Menteri Baru. http://www.antaranews.com/berita/373539/perombakan-kabinet-mesir-tunjuk-sembilan-menteri-baru diakses tanggal 3 Juli 2014

Presiden Mesir, Sisi Janji Berangus Ikhwanul Muslimin.

http://www.tempo.co/read/news/2014/05/07/119575978/Jadi-Presiden-Mesir-Sisi-Janji-Berangus-Ikhwanul. Diakses pada 20 September 2014

Sejarah Kelam Demokrasi Mesir. Diakses melalui

http:indonesian.ibri.ir/head/publisher/eKa6/content/id/5458971/.html. Pada tanggal 29 Januari 2014

Tujuh Tewas Dalam Bentrokan, http://www.islampos.com/tujuh-tewas-dalam-bentrokan-antara-pendukung-dan-penentang-mursi-di-kairo-65626/. Pada tanggal 4 Februari 2014

10 dosa Mursi digukingkan, http://news.liputan6.com/read/631367/10-dosa-penyebab-morsi-digulingkan-militer-mesir. Di akses pada tanggal 7 juli 2014


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banyak negara Timur Tengah yang mulai bangkit untuk mengakhiri kediktatoran para penguasa dalam kekuasaan monarki dan bentuk pemerintahan yang otoriter yang terjadi selama beberapa dekade. Demokrasi di wilayah ini mulai merebak, Satu persatu negara Timur Tengah terbebas dari pemimipin tiraninya dan kemudian memunculkan rezim baru yang dianggap lebih demokratis.

Gelombang revolusi, unjuk rasa, protes tanpa henti melanda Tunisia, Mesir, perang saudara yang terjadi di Libya, pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah, Yaman, aljazair,Irak, Kwait, Yordania, Oman, Kwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Termasuk beberapa konflik dalam skala ringan di Turki beberapa waktu lalu.1

Di Tunisia, peristiwa akibat pembakaran diri yang dilakukan oleh Mohammad Bouzizi sebagai bentuk protes kepada kekuasan presiden Tunisia Zaine El-Abidine Ben Ali menjadi pemicu aksi bentuk protes dan demonstrasi besar-besaran yang berujung pada kepergian Ben Ali ke Arab Saudi untuk mencari suaka politik. Dan akhirnya negara Tunisia mengadakan Pemilu demokrasi untuk pertama kalinya. Fenomena ini menjadi inspirasi bagi masyarakat dibeberapa

1

Agastya. M. 2013. Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah, IRCiSoD. Jogjakarta. Hal 11.


(16)

negara Timur Tengah untuk ikut serta dalam penggulingan ke diktatoran para penguasanya.2

Kemudian peristiwa itu menjalar ke Libya pada tanggal 15 Februari 2011 aksi protes anti pemerintah menuntut pemunduran paksa diktator Libya Moammar Khaddafi yang menjabat melalui kudeta militer, dan memimpin Libya selama 42 tahun. Konflik pun tidak terhindarkan antara pasukan oposisi dan juga pasukan pemerintah, yang mengakibatkan perang saudara. Konflik berlanjut yang berujung pada pembunuhan Khadaffi.3

Suriah juga kian tak menentu yang dimulai dari gelombang peningkatan aspirasi masyarakat untuk membuka demokrasi, hingga akhirnya Suriah tenggelam dalam perang saudara kekuatan militer presiden Bashar Assad melawan barisan oposisi, keadaan semakin tidak menentu. Rezim Bashar Asad yang beraliran syiah di dukung pasukan Hizbullah yang berpusat di Lebanon di bantu oleh Iran, yang kemudian di hadapkan pada laskar suni dengan dukungan Arab Saudi dan Qatar.

Tidak berhenti sampai situ saja, konflik merambat ke Turki, perkembangan politik Turki juga cukup mencemaskan antara kelompok PM Tayyip Recep Erdogan dengan kaum oposisi AKP (partai keadilan dan pembangunan). Gelombang protes terjadi dimana-mana.4

2

Ibid. Hal 30-35

3

Ibid. Hal 87-118

4

Gerakan anti pemerintahan juga terjadi di Turki, ribuan massa mulai berkumpul memenuhi ruang publik memprotes rezim Erdogan, awalnya hanya memprotes penggusuran sebuah taman di Istanbul yang akan di jadikan kompleks perbelanjaan. Aksi protes semakin tak terbendung setelah aparat menekan pendemo dengan kekerasan, sehingga aksi protes menyebar ke kota-kota di penjuru turki, Erdogan tidak terima dan menuduh kubu oposisi berada di balik gerakan penggulingan pemerintahan


(17)

Setelah Tunisia dengan gerakan people power dapat menggulingkan pemerintahan berkuasa Presiden Ben Ali. Hal tersebut memicu gerakan serupa di kawasannya. Mesir dengan demografi politik yang serupapun memanas. Setelah dua puluh lima hari rakyat turun ke jalanan, menyuarakan aspirasi mereka untuk menuntut dibukanya kran demokrasi yang selama ini ditutup rapat rezim otoritarian Hosni Mubarok yang dengan militernya memberlakukan kekerasan kepada demonstran pada penanganannya, akhirnya mereka dapat menurunkannya. Ketakutan Lord Acton5 akan absolutisme kekuasaan sangat kentara di Mesir, bagaimana Hosni Mubarok yang menjadi presiden ke-empat dapat berkuasa dengan mapan selama lebih kurang tiga puluh tahun. Suatu masa kepemimpinan yang hampir tidak akan tercapai jika sebuah demokrasi diterapkan didalamnya.

Lebih dari 30 tahun lamanya bangsa Mesir dipimpin oleh rezim otoriter, dan selama kurun waktu tersebut rakyat Mesir hidup dalam ketidakadilan.6Hingga akhirnya Mesir melakukan pemilu secara demokrasi untuk pertama kalinya, dan di menangkan oleh Mursi.

Para pemilih Mursi adalah mereka yang berada dalam barisan revolusi, yang mana mereka tidak rela untuk kembali dipimpin oleh rezim otoriter untuk kesekian kalinya. 48 jam sebelum pemilihan presiden putaran kedua dilaksanakan, secara mengejutkan Dewan Militer Mesir membubarkan 1/3 parlemen revolusi

5

Budiarjo Miriam. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka.Jakarta. 167

6

Negara ini ingin mengubah kediktatoran menjadi negara yang demokratis, Husni Mubarokyang saat itu menjabat sebagai presiden di anggap tidak memberikan perubahan politik ke arah yang lebih baik. Mubarok diangkat menjadi presiden untuk menggantikam pemimpin sebelumnya yaitu Anwar Sadat pada tahun 1981, namun pada tanggal 11 Februari Mubarok mundur dari jabatan setelah terjadi demo besar-besaran. Mubarok yang dikenal sebagai pemimpin yang otoriter di gulingkan dari kekuasaan. Demonstrasi silih berganti.


(18)

Mesir dan membekukan 2/3 dari sisanya. Hal tersebut terkait anulir keikutsertaan Ahmad Syafiq dalam pemilihan presiden pada putaran kedua tersebut. Tindakan sepihak yang dilakukan oleh militer Mesir ini tidak hanya mencoreng cita-cita revolusi Mesir namun juga menciderai proses demokrasi yang sedang dibangun di Mesir. Dengan adanya peristiwa tersebut, berbagai kekuatan politikpun turut bereaksi untuk melakukan boikot pada pemilihan presiden tersebut. Meskipun demikian Mohammad Mursi tetap yakin untuk maju dalam pemilihan presiden tersebut.

Mohammad Mursi adalah calon presiden yang diajukan oleh Partai Hurriyah Wal’Adalah, partai ini berafiliasi dengan jama’ah dari Ikhwanul Muslimin sebuah kekuatan revolusi terbesar di Mesir pada tahun 2011 silam.7 Dengan demikian, Mohammad Mursi merupakan presiden yang mewakili kekuatan revolusi Mesir dan kemenangannya sebagai presiden Mesir merupakan sebuah bentuk kemenangan revolusi.

Tumbangnya rezim otoritarianisme Husni Mubarak pada tahun 2011 sebelum terpilihnya Mohammaad Mursi sebagai Presiden Mesir menandakan era baru negeri Mesir. Era baru demokrasi yang mulai bersemi karena sejak rezim Gamal Abdul Naser, Anwar Sadat, hingga Husni Mubarak demokrasi terus digerus dalam kehendak privat penguasa. Namun sayangnya, musim semi demokrasi Mesir ini tidak berlangsung lama. Mesir tengah memasuki episode paling kelam dalam sejarah demokrasi yang ada di negara tersebut. Sebuah bentuk

7

Dalam “Demokrasi Mesir dan Bayang-Bayang Sejarah”. Diakses melalui http.islamedia.web.id/2012/06/demokrasi-mesir-dan-bayang-bayang-sejarah.html. Pada tanggal 29 Januari 2014.


(19)

pemerintahan yang sah dan terpilih melalui jalur demokratis digulingkan dan dikudeta oleh militer negeri tersebut. Krisis yang terjadi di Mesir tahun 2013 lalu menjadi perhatian masyarakat dunia. Belum genap dua tahun setelah turunnya Husni Mubarak dari kursi kepresidenan tahun 2011 lalu Mesir kembali bergejolak.8 Apa yang terjadi di Mesir, merupakan sebuah transisi dari demokrasi yang kurang berjalan dengan baik. Dimana dalam setiap masa transisi selalu muncul gejala-gejala instabilitas baik dalam hal politik maupun ekonomi. Bahkan lebih jauh dari itu, peralihan masa-masa transisi juga berujung pada konflik kekerasan yang turut digunakan sebagai strategi untuk mencapai tujuan politik seperti yang terjadi di Mesir. Konflik segitiga terjadi antara para pendukung Ikhwanul Muslimin, militer, maupun dari kalangan oposisi Mesir.9 Konflik ini terjadi akibat massa demonstran yang memprotes ingin kembali menggulingkan Presiden Islamis terpilih Mohammad Mursi.10 Penggunaan kekuatan senjata dan militer dalam menghadapi para pengunjuk rasa sendiri merupakan sebuah tindakan yang bertentangan dengan nilai demokrasi dan juga nilai kemanusiaan.

8

Dalam “Jalan terjal Demokrasi Mesir” senin 24 desember 2012. Diakses melalui http.okezone.com/read/2012/12/24/58/73b289/jalan-terjal-demokrasi-mesir.html. Pada tanggal 29 Januari 2014.

9Dalam “Krisis Mesir di Mata Masyarakat Indonesia”.

Diakses melalui http.bbc.co.uk/indonesia/berita indonesia/2013/08/130822_lapsus_mesir_indonesia. Diakses pada tanggal 3 Februari 2014.

10

Pergelutan politik dalam mulai terasa saat beberapa anggota partai liberal dan perwakilan gereja mundur dari tim perumus konstitusi. Tidak beberapa setelah itu Mursi secara sepihak mengeluarkan dekrit presiden yang menambah kekuasaan, yang mana setiap keputusan yang dibuat kebal dari hukum, serta melarang pengadilan membubarkan majelis tinggi parlemen. Hal itu membuka gelombang protes selama berhari-hari. Demonstrasi terjadi dimana-mana. Jutaan orang berdemo menentang mursi, begitu juga sebaliknya para pendukung mursi juga ikut menduduki ruang-ruang publik sehingga banyak menelan korban.


(20)

Di Mesir sendiri kerap terjadi pembantaian yang menelan korban lebih dari 3000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya luka-luka.11 Aksi-aksi kekerasan tersebut merupakan imbas dari penurunan Mursi dari kursi pemerintahan akibat kudeta yang dilakukan oleh militernya sendiri. Kekerasan pada masa-masa transisi tersebut menunjukkan bahwa Mesir belum dapat sepenuhnya menerima sistem demokrasi untuk diterapkan pada sistem pemerintahannya.

Setelah Presiden Mursi diturunkan dari kursi kepresidenan terbentuklah sebuah organisasi nasioanl yang mengatasnamakan dirinya sebagai “Soladiratas Nasioal Untuk Membela Legalitas”12 atau yang biasa disebut juga dengan At Tahaluf al Wathani Lida’mi al Ayari’ah. Yang mana organisasi nasional ini terbentuk untuk membela demokrasi. Solidaritas nasional ini terdiri dari ormas-ormas dan lembaga Islam serta kelompok-kelompok masyarakat yang peduli pada penegakkan kehidupan demokrasi yang ada di Mesir. Presiden Mursi sendiri dipilih melalui jalan yang demokratis yaitu melalui sebuah sistem pemilu. Sedangkan pemakzulan atas diri Mursi dilakukan ketika terjadi unjuk rasa besar-besaran pada bulan Juni 201313 lalu. Di mana dalam unjuk rasa tersebut terdapat dua kubu yang saling bertentangan, yaitu dari pihak yang pro maupun kontra dengan pemerintahan.

11Dalam “Menimbang Kembali Demokrasi Dalam Kasus Mesir”. Diakses melalui

http:hidayatullah.com/read/2013/08/6086/menimbang-kembali-demokrasi-dalam-kasus-mesir.html. Pada tanggal 29 Januari 2014.

12Kiram Mashuri, Ikhwanul. Dalam “Demokrasi Mesir Dirampok Militer” 19 Agustus 2013.

Diakses melalui http.republika.co.id/berita/demokrasi-mesir-dirampok-militer.html. Pada tanggal 3 Februari 2014

13

Diakses melalui http://www.islampos.com/tujuh-tewas-dalam-bentrokan-antara-pendukung-dan-penentang-mursi-di-kairo-65626/. Pada tanggal 4 Februari 2014.


(21)

Aparat keamanan yang mengamankan aksi demo tersebut justru berpihak pada oposisi yang terdiri dari kelompok-kelompok liberal, sekuler, komunis, dan nasionalis. Mursi sendiri merupakan sosok yang mendapat dukungan dari Ikhwanul Muslimin sebuah kubu yang dianggap garis kerasdan tidak disukai oleh kubu moderat dan sekuler. Pemakzulan Presiden Muhammad Mursi dilakukan dengan cara mengkudeta kekuasaan Presiden Mursi, membekukan konstitusi negara yang sah, dan membubarkan Majelis Syuro (MPR) hasil pemilu.

Tidak hanya menggulingkan Mursi dari kursi kepresidenan saja, militer Mesir juga menghabisi kubu serta kelompok-kelompok yang membela Mursi. Dengan dalih membela rakyat dan menyodorkan peta jalan untuk menanggulangi krisis yang terjadi di Mesir. Langkah militer Mesir yang demikian disambut sukacita oleh jutaan demonstran yang turun kejalan menuntut agar Mursi turun dari kepresidenan. Militerpun turun tangan setelah diketahui bahwa Presiden Mursi menolak ultimatum yang diberikan agar dirinya mengundurkan diri dari kepresidenan.

Selain itu militer juga menunjuk ketua Mahkamah Konstitusi Adly Mansur untuk menjabat sebagai presiden sementara serta menawarkan Peta Masa Depan (Kharitah at-Thariq/ Kharitah al Mustaqbal) yang harus diikuti. Disisi lain Jendral Abdul Fattah Al Sisi tetap memangku jabatannya sebagai menteri pertahanan sekaligus panglima angkatan bersenjata Mesir. Sedangkan, gubernur-gubernur yang baru ditunjuk merupakan hampir keseluruhannya adalah jendral. Pemakzulan presiden yang dilakukan tidak melalui jalur politik melainkan melalui kudeta militer tentu telah menambah catatan sejarah kelam bagi sejarah demokrasi


(22)

di negara tersebut. Kudeta militer tersebut juga turut menghianati revolusi yang dirintis oleh rakyat Mesir menuju peta jalan demokrasi.14

Presiden Mursi dianggap gagal mengakomodasi suara-suara kritis yang menginginkan adanya perubahan yang lebih melibatkan seluruh kalangan yang ada di Mesir bukan hanya dari kalangan Ikhwanul Muslimin. Mohammad Mursi dianggap lebih mementingkan Ikhwanul Muslimin tanpa mengikutsertakan golongan lain dalam pemerintahan. Kelompok-kelompok lain seperti kaum sekuler, liberal, dan katolik koptik tidak dianggap. Lebih dari itu setelah setahun Mursi berkuasa, tanda-tanda ekonomi Mesir membaikpun tidak tampak.

Lebih dari itu, setelah lebih dari 50 orang terbunuh dan ribuan lainnya luka-luka, Muhammad Mursi yang diultimatum militer selama 48 jam untuk rekonsoliasi dan mengamankan kekacauan tersebut dianggap gagal. Maka sejak 3 Juli 2013 lalu, presiden ke-5 Mesir yang menang dari hasil pemilu sebanyak 51,7 persen dan dilantik pada tanggal 30 Juni 2012 tersebut dimakzulkan oleh Militer yang sebagian para pengamat mengutarakannya sebagai coup d’etat (perebutan kekuasaan).15

Al-Sisi menggantikan Marsekal Hussein Thantawi yang diberhentikan Mursi16. Beberapa bulan menjelang presiden Mursi dilengserkan, banyak diberitakan bahwa Alsisi akan dipecat dari jabatannya sebagai panglima dan

14

Sejarah Kelam Demokrasi Mesir. Diakses melalui http:indonesian.ibri.ir/head/publisher/eKa6/content/id/5458971/.html. Pada tanggal 29 Januari 2014.

15Opcit. Dalam “Mesir dan Paradoks Demokrasi”. Diakses melalui

http.www.klikpositif.com/m/news/read/935/mesir-dan-paradoks.html. Pada tanggal 29 Januari 2014.

16

http://www.arrahmah.com/read/2012/08/13/22369-mursi-angkat-abdel-fattah-al-sisi-untuk-mengganti-jabatan-hussein-tantawi.html. Diaksese pada Agustus 2014.


(23)

mentri pertahanan. Namun tidak lama kemudian setelah Mursi dilengserkan atas peran penting Jenderal Al-Sisi yang menyusul demo besar oposisi pada 30 Juni 2013, bertepatan dengan satu tahun kepemimpinan Mursi. Justru Al-Sisi menjadi salah satu kandidat presiden Mesir yang banyak di sorot oleh masyarakat. Al-Sisi akhirnya resmi ikut dalam arena pemilihan calon presiden.

Setelah pelengseran Mursi, Adly Mansour memimpin pemerintahan sementara sebelum diadakannya kembali pemilihan umum selanjutnya. Sampai akhirnya Komisi Pemilihan Umum Mesir secara resmi menyatakan bahwa Abdul Fattah Al-Sisi memenangkan pemilihan presiden yang digelar pada 26-28 Mei 2014 dengan kemenangan telak. Sisi mengalahkan Hamdeen Sabahi. Mantan panglima militer yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi ini memenangkan 96,91 persen suara sah, sedangkan Sabahi hanya memperoleh 3,09 persen suara.17 Namun kemenangan Alsisi ini tercoreng dengan rendahnya jumlah pemilih, dari data resmi Mesir dari 54 juta pemegang hak suara hanya sekira 47 persen yang menggunakan hak pilih.18

17

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/06/140603_mesir_presiden_pemilihan.shtml. Diakses pada 28 Agustus 2014

18

http://international.okezone.com/read/2014/06/04/412/993624/pilpres-mesir-resmi-dimenangkan-otak-kudeta. Diakses pada 28 Agustus 2014


(24)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini akan mengangkat masalah Mengapa Terjadi Kegagalan Demokratisasi di Mesir Pada Pemerintahan Muhammad Mursi?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penyebab apa saja yang menyebabkan demokratisasi di Mesir mengalami kegagalan.

2. Untuk mengetahui Faktor-fakto dikudetanya Mursi oleh Militer dari tampuk kekuasaanya.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan akan memperluas khazanah kelimuan dala kajian Ilmu Hubungan Internasional baik bagi para akademisi yang menekankan pada aktor-aktor serta peran mereka dalam proses menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain, khususnya wilayah Timur Tengah.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan akan memberi masukan bagi bahan pertimbangan penentu kebijakan dalam pemerintah Indonesia yang meliputi hubungan kerjasama bileteral antara Mesir dan Indonesia baik dalam bidang politik, keamanan, sosial, dan juga ekonomi melihat Mesir merupakan salah satu negara dengan mayoritas muslim yang ada di Timur Tengah, selain itu


(25)

kuatnya hubungan antara Indonesia dan Mesir juga turut mewarnai hubungan kedua negara.

1.5Penelitian Terdahulu

Penelitian Pertama adalah penelitian dari Najamuddin Khairrurijal19dengan judul tulisan penelitian “Perbandingan Keterlibatan

Militer Dalam Transisi Demokrasi Tunisia dan Mesir 2011”. Dalam tulisannya tersebut, peneliti menggunakan analisis mengenai kesuksesan revolusi di Tunisia dan mesir yang tidak lepas dari peran militer yang ada di kedua negara tersebut. Kehadiran peran militer juga terlihat pasca pemilu di kedua negara, dengan menggunakan metode analisis perbandingan dengan perspektif hubungan sipil militer, penulis melihat beberapa indikasi yang terbagi menjadi 3 poin yaitu sikap, posisi dan peran militer itu sendiri.

Tipe pretorian dan hubungan sipil digunakan unutk membandingkan keterlibatan militer, dan memperoleh hasil bahwa keterlibatan militer di Tunisia bertipe Moderator Pretorian sedangkan di Mesir bertipe Guardian Pretorian, dan negara ini mengalami delayed demokrasi.

Berbeda dengan tulisan Najamuddin, jika tulisan Najamuddin membandingkan keterlibatan Militer dalam transisi demokrasi Tunisia dan Mesir, maka dalam penelitian ini, penulis mencoba melihat dari sisi lain, yaitu melihat

19

Skripsi, Najamudin Khairurijal, Perbandingan Keterlibatan Militer Dalam Transisi Demokrasi Mesir dan Tunisia, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, angkatan 2009


(26)

kegagalan demokrasi di Mesir yang merupakan arus balik dari Arab Spring dalam kasus di gulingkannya pemerintahan Muhammad Mursi pada tahun 2012-2013.

Penelitian kedua dari Adhi Cahya Fahadayna20yang berjudul Pengaruh Ikhwanul Muslimin terhadap Politik Luar Negeri Mesir dalam Konflik Israel Palestina, dalam tulisan ini Adhi mencoba melihat pergerakan politik IM terhadap Politik Luar Negeri Mesir dalam konflik yang brelangsung antara Israel palestina. IM yang mempunyai pengaruh besar di Mesir menggunakan isu Israel Palestina unutk memberikan perubahan politik luar negeri mesir pada tahun 2011-2012 pasca pemilu mesir, IM menggunakan instrument agama untuk mendominasi politik Mesir dengan legitimasi dari rakyat mesir iru sendiri.

Disini penulis menggukan konsep new religius movement yang merupakan sebuah konsep dari konsekuensi globalisasi yang mengarahkan kehidupan kultural. New religious movement tidak bisa dikatakan sebuah proses melainkan sebuah respon dari konsekuensi atas globalisasi yang cenderung membenturkan agama dengan perubahan realitas kultural. Dalam kerangka yang lebih luas Ikhwanul Muslimin telah bergerak secara global dengan memiliki afiliasi dengan Ikhwanul Muslimin di luar Mesir. Hamas, sebagai bagian dari sayap Ikhwanul Muslimin di Palestina juga memengaruhi keberpihakan Mesir pasca revolusi kepada konflik Israel-Palestina. IM melihat bahwa Israel merupakan pihak yang bersalah dan dianggap sebagai proyek hegemoni, dan kemudian IM membangaun landasan perlawan dengan solidaritas agama dan

20

Skripsi, Adhi Cahya Fahadyna, Pengaruh Ikhwanul Muslimin Terhadao Politik Luar Negri Mesir Dalam Konflik Israel-Palestina, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga.


(27)

konsensus pemuka agama, selain itu IM juga meyakinkan Amerika dan Eropa unutk menarik dukungan militer mereka.

Dalam penelitiannya, adhy melihat bahwa IM dengan menggunakan New religius Movement yang memberikan pengaruh pada politik luar negeri Mesir, namun dalam tulisan ini penulis menyorot tentang gagalnya demokrasi yang ada dalam negara mesir ini sendiri sebagai politik dalam negerinya dan mencoba menjelaskan dengan melihat demokrasi yang ada didalamnya.

Penelitian ketiga yang juga membahas demokrasi yaitu tulisanNathan J. Brown21. Dengan judul Egypt’s Failed Transition.22Pada tulisannya ini Nathan mengungkapkan bahwa seharusnya pengangkatan Mursi sebagai presiden yang merupakan babak baru menuju demokrasi dengan diadakannya pemilu akan memberikan harapan politik dan ekonomi yang lebih baik pada bangsa mesir, namun pada kenyataannya ada perbedaan yang sangat signifikan ketika melihat Mesir dari apa yang ingin dicapai oleh masyaraktnya dengan praktiknya. Mereka juga mensejajarkan kemenangan dengan sebuah nilai budaya agama.

Kegagalan demokrasi yang terjadi di Mesir adalah sesuatu hal yang tidak bisa terelakkan, demontrasi dan kekacauan terjadi dimana mana. Hingga akhirnya militer ikut serta menurunkan Mursi dari tahta kepresidenan. Nathan menjelaskan bahwa kegagalan transisi negara mesir itu tidak bisa dilepaskan dari adanya

21

Nathan J. Brown adalah seorang professor Ilmu politik dan internasional di Universitas George Washington

22Brown, Nathan J., October, 2013, Tracking the Arab Spring, Egypt’s Failed Transition, Journal


(28)

semangat partisipan, tindakan yang buruk (bad behavior), serta pilihan yang tidak baik (bad choice).

Pada penelitian yang ditulis oleh Nathan ini memberikan kesimpulan bahwa telah terjadi kegagalan demokrasi di Mesir, namun Nathan tidak menjelaskan secara jelas bagaimana hubungan sipil dan militer pada saat itu, serta peran masing-masing di negara Mesir pada saat penggulingan masa pemerintahan Mursi tahun 2012-2013, dan hal ini yang nantinya akan penulis coba untuk mengulasnya dengan menggunakan teori Hubungan sipil militer, yang dirasa nantinya akan memberikan gambaran lebih jelas.

Penelitian selanjutnya yang berjudul Egypt in Transition, The Third Republic yang ditulis oleh M. Cherif Bassiouni. Dia membagi transisi Mesir menjadi 3 republik. Republik kedua yaitu disaat Mursi dilantik menjadi presdien dan akhirnya naik jabatan. Republik ketiga yaitu saat Mursi dilengserkan oleh militer dan adly mansour ditunjuk sebaagi presdien sementara.

Pada republik kedua Cherif mengungkapkan sebagai masa protes besar, dimana saat itu Mursi menyatakan keputusan hukum dengan kekuasaan yang tidak tertandingi, protes dan demonstrasi mamberikan efek yang melumpuhkan pola kehidupan di Mesir yang mengahalangi negara itu menjadi semakin maju. Hubungan antara kelompok pendukung Mursi dan oposisi semakin memanas saat militer yang mengatasnamakan negara masuk dan ikut trelibat dalam lingkaran itu.


(29)

IM meningkatkan semangat mereka menjadi garda terdepan dari pemrotes yang berhadapan langsung dengan petugas keamanan. Mereka protes atas nama demokrasi, menyerukan kembali penggulingan Mursi dan pemulihan konstitusi. IM menyatakan bahwa mereka mempunyai klaim yang sah berdasarakan legalitas hukum yang membawa Mursi sebagai presiden terpilih melalui jalur pemilihan umum. Saat itulah situasi politik dan ekonomi semakin melemah. Tidak jauh beda saat pengangkatan Mursi, masa ketiga yaitu masa pemerintahan sementara yang dimulai awal Juli 2013 menjadi tragedi yang penuh dengan konsekuensi. Kebebasan dan demokrasi kembali dipertanyakan. Cheriff mengulas bahwa pada periode ke ini militer akan mencoba membangun kembali sistem demokrasi, prinsip prinsip itu harus disusun dengan cara yang menarik sehingga semua sektor politik bisa dicakup oleh masyarakat. Mereka menyatakan bahwa militer adalah satu-satunya perlindungan bangsa.

Berbeda dengan penulisan Cherif yang hanya menjelaskan pola atau lebih bisa dikatakn membandingkan masa transisi Mursi dan pemerintahan sementara., skripsi ini mengangkat lengsernya Mursi akibat dari kudeta militer. Disini Cherif tidak menjelaskan faktor-faktor yang membuat Mursi akhirnya lengser dari pemerintahan secara tajam, ia hanya menjelasakn karena ekonomi dan politik yang semakin melemah.

Penelitian kelima, salah satu penelitian yang menggunakan pendekatan yang sama dengan objek yang berbeda yang ditulis, Reza Wirananto Gunarso23

23

Reza W, Demokrasi Thailand (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand), mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2008


(30)

yang mana judul daripenelitiannya adalah “Demokrasi Thailand (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand). Dalam tulisan penelitiannya tersebut, peneliti mengambarkan bagaimana keadaan negara Thailand selama ini dikenal sebagai negara yang sering dilanda kudeta militer, tercatat telah dua belas kali kudeta militer dan tiga kali percobaan kudeta yang gagal. Kudeta di Thailand tersebut juga terjadi karena pengaruh militer yang sangat kuat, karena pengaruhnya yang begitu besar, maka kelompok ini sering melakukan intervensi terhadap pemerintahan sipil.

Tabel Perbandingan Penelitian

Nama (Judul Penelitian)

Metode Penelitian Hasil Penelitian

Najamuddin Khairrurijal (Perbandingan keterlibatan

Militer Dalam Transisi Demokrasi Tunisia dan Mesir

2011)

Hubungan Sipil Militer, Pretorianisme

Keterlibatan militer di Tunisia bertipe moderator pretorian karena militer tidak mengambil alih kekuasaan dan tidak terlibat dalam politik. Sementara militer mesir bertipe guardian pretorian karena militer menguasai pemerintahan dan terlibat dalam kehidupan politik

Adhi Cahya Fahadayna mahasiswa (Pengaruh Ikhwanul Muslimin terhadap Politik Luar Negeri Mesir dalam Konflik

Israel- Palestina)

New religious movement

Dalam kasus ini IM melihat bahwa Israel adalah pihak yang wajib untuk di salahkan, sebagai sebuah kelompok yang mempunyai pengaruh yang kuat, IM mencoba mempengaruhi Amerika Serikat dan eropa unutk tidak menarik


(31)

dukungan militer, yang kahirnya berpengaruh pada Politik Luar Negeri Mesir

Nathan J. Brown Egypt’s Failed Transition

Pengangkatan Mursi sebagai presiden baru harusnya memberikan negara Mesir ke arah politik yang baru. Ke arah ekonomi dan politik yang lebih baik. Namun pada kenyataannya ketika Mursi menjabat banyak terjadi konflik di negara tersebut, disini Nathan mencoba melihat dari beberapa aspek diantaranya dengan melihat motiv dari partisipan, kemudian kebiasaan buruk juga pilihan yang tidak baik. Disini Nathan juga melihat bahwa nilai agama menjadi penting.

M. Cherif Bassiouni Egypt in Transition, The Third

Republic

Masa pemerinyahan Mursi adalah masa dimana IM memiliki masa kejayaan waupun hanya bersifat sementara setelah militer melakukan kudeta, IM sebagai garda terdepan dalam menghadapi militer.

Masa ketiga yaitu masa Militer berkuasa, walaupaun saat itu militer hanya memegang kekuasaan sementara namun otoritas militer sudah bisa dirasakan. Mereka mengatasnamakan


(32)

negara untuk melegitmasi tindakannya. Reza Wirananto Gunarso

Demokrasi Thailand (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand).

Demokratisasi, kudeta dan pretorianisme, hubungansipil

militer.

Kuatnya pengaruh militer dan perlakuan intervensi yang dilakukan pada pemerintahan sipil, menjadikan Thailand sering di landa Kudeta. Hal ini terjadi karena tidak adanya pemisahan konstitusional dan institusional antara Sipil dan militer, dan masih kuatnya pengaruh raja.

M. Hasan Ode. M

Arus Balik Arab Spring: Kegagalan Demokratisasi Mesir

(Studi Pada Penggulingan pemerintahan Muhammad Mursi oleh Kudeta Militer)

Hubungan Sipil Militer, Kudeta dan

Pretorianisme. Transisi Demokrasi

Kudeta yang dilakukan oleh Militer Mesir terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammed Mursi merupakan sebuah kemunduran demokrasi Mesir yang sedang dalam masa transisi demokrasi. Upaya pelembagaan politik pemerintahan Mursi yang juga ditandai dengan pencopotan dan pemecatan pejabat terhadap sisa rezim Mubarok yang dekat dengan kubu militer, dianggap merugikan militer. Hal ini menjadikan hubungan yang tidak sehat antara sipil dan militer. Kemudian keberatan militer karena komposisi pemerintahan cenderung dikendalikan oleh IM (ikhwanisasi Negara) dan dekrit yang dikeluarkan oleh Mursi untuk mengadili


(33)

Hosni Mubarok dan para kroninya menjadi faktor penyebab terjadinya kudeta.

Hubungan yang tidak baik antara pemerintahan Mursi dan militer, kudeta dan intervensi militer pasca kudeta yang ditandai dengan naiknya Alsisi yang berlatar belakang militer untuk menjadi presiden serta instabilitas politik pasca kudeta yang diwarnai dengan pelanggaran HAM seperti penyingkiran dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh IM, memungkinkan Mesir kembali menjadi negara yang otoriter. Terpilihnya Alsisi sebagai presiden dengan rendahnya tingkat partisipasi politik dalam pemilu, menggambarkan bentuk control militer yang kuat dalam ranah politik sipil.

Kondisi demokrasi Mesir yang masih berada pada masa transisi menjadi pintu kembalinya pretorianisme militer kedalam wilayah politik. Pokok-pokok ini dapat dikategorikan sebagai kegagalan proses demokratisasi Mesir bahkan kemunduran demokrasi bagi Mesir.


(34)

1.6 Kerangka Pemikiran Landasan Teori dan Konsep 1.6.1. Teori Hubungan Sipil –Militer

Sipil dan militer merupakan sebuah instrumen penting dari setiap negara, karena akan berpengaruh besar terhadap ketahanan nasional dari negara tersebut. Militer adalah angkatan bersenjata dari suatu negara, sedangkan sipil disini lebih diartikan sebagai komunitas masyarakat. Besar kecilnya peranan yang dilakukan oleh militer dari setiap negara dalam kehidupan politik berbeda-beda.

Militer yang pada era reformasi sering menjadi kontroversi, adakalanya militer semakin memperkuat basis cengkeraman politiknya sehingga seringkali menimbulkan polemik. Namun militer merupakan bagian dari suatu negara yang bersifat anatomis. Artinya, militer mutlak ada dan diperlukan dalam suatu negara, hal senada juga dikemukakan oleh Huntington yang melihat bahwa eksistensi militer sangat bergantung pada eksisnya kompetisi diantara negara-bangsa.24

Teori Huntington mengemukakan bahwa adanya konsep yang menjelaskan bagaimana kontrol sipil itu dilakukan dan sejauhmana pengakuan pihak sipil terhadap otoritas yang menjadi bidang militer, yaitu Subjective Civilian Control

(Maximizing Civilian Control), memaksimalkan kekuasaan sipil. Model ini bisa diartikan sebagai upaya meminimalisasi kekuasaan militer dan memaksimalkan kekuasaan kelompok-kelompok sipil, yang kedua Objective Civilian Control

(Maximizing Miliary Professionalism) yaitu memaksimalkan militer dan

24


(35)

menunjukan bahwa adanya pembagaian kekuasaan politik antara kelompok militer dan kelompok sipil yang kondusif menuju perilaku professional.25

Menurut Huntington Kontrol Sipil Objektif akan menghasilkan hubungan sipil militer yang sehat karena dan lebih berpeluang menciptakan prinsip supremasi sipil, sedangkan Kontrol Sipil Subyektif justru akan membuat hubungan sipil-militer menjadi tidak sehat.26 Hal ini dikarenakan kontrol objektif tidak hanya sekedar meminimalisasi intervensi militer ke politik, namun juga memerlukan keunggulan otoritas sipil yang terpilih, sedangkan otoritas sipil yang terpilih tidak hanya menjalankaan kewenganan namun juga harus memiliki pengetahuan, pengalaman dan pemahaman dari keputusan yang akan di buat.

David E. Albright27 menyimpulkan bahwa militer dan sipil merupakan dua kelompok yang berbeda, yang sarat akan konfliktual. Agaknya hal ini menjadi cukup menarik untuk dikaji jika kita melihat fenomena yang trejadi di Mesir. Perubahan hubungan sipil-militer sangat berhubungan dengan tingkat efektivitas kontrol sipil.

Persoalan negara akan mengarah pada bentuk kontrol subjektif yang merujuk pada upaya unutk mengontrol militer dengan mempolitisasi militer dan membuat mereka dekat dengan sipil, namun persoalan itu juga bisa membuat organisasi militer tidak membutuhkan dukungan luas dari pemimpin sipil, akibatnya kepatuhan militer kepada pemimpin sipil perlahan berkurang, sehingga

25

Huntington, Sammuael P. The Soldier and The State, The Theory and Politics Of Civil;-Military Relations, 1959. Cambrige, Massachussets, the Belknap Press, of Harved University Press hal.80-83

26

Haramain, Malik, 2004, Gusdur, Militer dan Politik, LkiS, yogyakarta. hal 16

27


(36)

militer, menjadi lebih independen di bandingkan dengan lembaga yang dipimpin oleh sipil.

Sedangkan Stephen Hodley membagi 3 model dasar hubungan sipil-militer, yaitu penarikan diri militer dari kekuasaan (abdication), mengembalikan kekuasaan sipil (recivilianization) dan menyerahkan kepada peran sipil yang semu (quasi-civilianization)28.

Dari pemaparan tentang hubungan sipil militer diatas bisa disimpulkan bahwa dalam melihat hubungan sipil militer dimasa penggulingan Mursi yang terjadi di Mesir tidak bisa dilepaskan dengan adanya kontol sipil terhadap militer yang akhirnya menyababkan tergulingnya Mursi dari kursi kepresidenan, begitupun sebaliknya. Masa di mana setelah pelengseran Mursi ada kontrol yang kuat dari militer terhadap reaksi yang diberikan oleh pemerintahn sipil sebelumnya kepada militer.

1.6.2. Konsep Kudeta

Kudeta adalah tindakan untuk menguasai kekuasaan secara ilegal atau menggulingkan kekuasaan29 secara tiba-tiba oleh sekelompok orang agar pemerintah menyerahkan kekuasaan. Kudeta juga dimaknai sebagai sebuah proses politik yang dilakukan militer untuk mendapatkan kekuasaan. Bahkan untuk membenarkan tindakan kudeta tersebut, kelompok perwira militer pretorian harus merekayasa secara sistematis tentang prakondisi ekonomi dan politik suatu negara

28

Haramain, Malik, 2004, Gusdur, Militer dan Politik, LkiS, yogyakarta. hal 28. dalam J. Stephen Hodley, 1975, The Miliraty in the Politics of Southeast Asia: A comperative Perspective. Cambrige: Schenkman Publisher Co. Hlm 181

29


(37)

menjadi tidak menentu. Biasanya kudeta yang dilakukan oleh kelompok pretorian ini ditandai oleh memburuknya situsi politik dan ekonomi yang terjadi pada suatu negara tersebut dari tinggiya laju inflasi, dan banyaknya konflik horizontal yang tidak bisa diselesaikan oleh aparat sipil.

Samuel P. Huntington dalam bukunya yang berjudul Political Order in Changing Societies mengindentifikasikan kudeta menjadi 3 kelompok.

Yang pertama yaitu Kudeta Sempalan (breakthough coup d’etat), yaitu sebuah kudeta yang dilakukan oleh kelompok militer yang merasa tidak puas dengan pemerintahan, kemudian menggulingkan pemerintahan dan menciptakan elite birokrasi baru.

Yang kedua yaitu Kudeta Perwalian (Guardian coup d’etat), kudeta ini dilakukan oleh perwalian-perwalian golongan untuk menciptakan stabilitas negara dan mengakhiri korupsi serta konflik yang terjadi.

Dan yang terakhir ialah kudeta Veto (Veto coup d’etat), kudeta ini berbeda dengan kudeta sebelumnya, kudeta veto dilakukan melalui partisipasi dan mobilisasi sosial kelompok untuk melakukan penekanan, dalam hal ini berbasis pada oposisi sipil30.

Dari 3 macam kudeta ini, penulis menekankan pada 1 kudeta yaitu kudeta sempalan. Kudeta sempalan akan membantu penulis dalam menganalisa kasus yang terjadi di negara Piramida, mengapa terjadi kegagalan demokrasi terutama dalam kasus digulingkannya pemerintahan Mursi oleh militer.

30

Huntington, Sammuel P.(1968). Political Order in changing societies. Yale University Press, 488.


(38)

1.6.3. Konsep Pretorianisme

Pretorian atau campur tangan militer dalam politik. Amos perlmutter31 merumuskan sebagai situasi dimana militer dalam suatu masyarakat tertentu melaksanakan kekuasaan politik yang otonom dalam masyarakat dengan menggunakan kekuatan ancaman.

Menurut Amos pretorian terbagi menjadi 2 jenis yaitu Historis dan Modern32.

Pretorian Historis merupakan tentera yang dimulai dari tentara romawi yang selalu mendesakkan calon pemimpin unutk disetujui senat. Didalam masyarakat sendiri tentara ini merupakan sebuah alat utama untuk mendukung kekuasaan raja atau bangsawan. Sedangkan pretorian modern, justru menentang penguasa dan menawarkan kekuasaan baru. Pretorian modern terbagi menjadi 3 bentuk yaitu otokrasi militer, oligarki militer dan pretorianisme otoriter.

Teori Pretorianisme Nordilinger mengacu pada situasi dimana tentara sipil sebagi aktor politik yang sangat dominan yang secara langsung mengguakan kekuasaan mereka. Pretorian bisa dibagi menjadi 3 kategori, yaitu moderator, pengawal dan penguasa.33

Pretorian Moderator, yaitu mereka yang menggunakan hak veto mereka dalam perpolitikan tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Kelompok ini juga cenderung unutk menghindarkan diri mereka dari penguasaan pemerintahan,

31

Perlmutter, Amos. 1981. Political Roles and Military Rules. London:Frank Cass and Company Limited

32

Perlmutter, Amos, The Military and Politic in Modern Times, 1977, yale University Press,

33


(39)

mereka mencoba mempertahankan status quo, melaksanakan Undang-Undang Dasar dalam politik, serta menjaga stabilitas Politik dan pemerintahan.

Kemudian kelompok yang kedua, Pengawal yaitu, mereka yang akan memegang kursi pemerintahan untuk sementara, setelah mereka menggulingkan pemerintahan sipil, hal ini dilakukan karena tidak ada lagi pilihan karena ketiadaan golongan elite yang dianggap mampu mempertahankan status quo politik dan ekonomi, sehingga mereka berupaya menjaga stabilitas politik dan ekonomi dalam negerinya.

Kelompok yang terakhir yaitu Penguasa, mereka yang tidak hanya menguasai pemerintahan tapi juga mendominasi rezim tersebut. Kelompok ini juga mengaggap sebagai kelompok modernis yang radikal dan revolusioner dengan segala kepentingan yang mereka pangku.

Kelompok pretorian pengawal dirasa cocok membantu penelitian ini karena peneliti melihat adanya campur tangan militer setelah dikudetanya Mursi, dimana saat itu militer menunjuk Adly Mansur yang saat itu menjadi ketua mahkamah untuk menjabat sebagai presiden, juga penunjukan para gubernur yang hampir keseluruhan berasal dari jendral. Hal ini menjadi cukup kuat bagi peneliti untuk melihat kasus penggulingan Mursi dengan menggunakan pretorian pengawal.

1.6.4. Transisi Demokrasi

Huntington mengemukakan tiga pola atau jalur transisi demokrasi34.

34


(40)

1. Transformasi, yaitu transisi menuju demokrasi di mana rezim otoriter mempelopori dan memainkan peran penting yang menentukan dalam mengakhiri rezim dan mengubah sistem menjadi demokratis35.

2. Transplacement.36 Dimana demokratisasi berlangsung sebagai akibat negosiasi antara pemerintah dan kelompok oposisi.

3. Replacement,37 dimana kelompok oposisi memimpin perjuangan menuju demokrasi dengan cara menggulingkan kekuasaan yang sebelumnya memerintah. Replacement terdiri dari tiga fase yang berbeda: perjuangan untuk menumbangkan rezim, tumbangnya rezim, dan perjuangan setelah tumbangnnya rezim.

Lebih lanjut Huntington mengatakan pemilihan umum merupakan cara kerja demokrasi, dalam gelombang ketiga pemilihan umum juga merupakan suatu cara untuk memperoleh dan mengahiri rezim-rezim otoriter. Pemilihan umum adalah alat serta tujuan demokratisasi, pemilihan umum bukan hanya merupakan kehidupan demokrasi tapi juga kematian rezim otoriter.38

Masa transisi demokrasi adalah masa-masa yang sangat riskan karena memungkinkan kembalinya intervensi militer dalam tampuk kekuasaan sipil, dan juga hal ini dikarenakan pada masa transisi dimana secara kelembagaan pemerintah sedang dalam proses mengkonsolidasikan aspek pembangunan institusi dan lembaga pemerintah demi penguatan demokrasi yang dicita-citakan,

35

Ibid

36

Ibid

37

Ibid

38


(41)

masa transisi juga rawan akan kekacauan politik karena upaya untuk mengsinergiskan pemerintah dengan pemangku kepentingan rakyat termaksud dengan pihak militer maupun masyarakat sipil yang sebelumnya berada dalam rezim yang non demokratis.

Pretorianisme pada masa ini menjadi dominan dimana militer mengatasnamakan rakyat sipil untuk legalitas tindakan dalam rangka kembali dalam ranah politik sipil, tindakan-tindakan militer ini berupa pemakzulan kekuasaan secara paksa melalui kudeta.

Dalam kajian demokrasi, militer dilarang ikut campur dalam ranah kekuasaan sipil, maka perlu adanya pembagian kekuasaan atau pemisahan hubungan sipil dan militer seperti yang dijelasakn dalam teori hubungan sipil militer.

Setelah masyarkat Mesir dengan people power dapat menggulingkan pemimpin tirani Husni Mubarak, transisi demokrasi di Mesir yang ditandai dengan adanya pemilu yang seharusnya membawa Mesir ke arah yang lebih baik, dalam hal ini Muhammad Mursi terpilih menjadi presiden Mesir. Pemilu memberikan sebuah harapan awal bagi negara Mesir pada khususnya, dengan diadakannya pemilu ini merupakan sebuah perubahan mendasar menjadi negara demokratis. Namun biasanya pemilu yang dilaksanakan pada awal-awal transisi akan sangat membahayakan dan rentan dengan konflik internal dan bahkan bukan akan memberikan jalan keluar, namun justru menuju permasalahn lain yaitu kudeta, dan hal itu benar terjadi di negara Mesir. Pada masa transisi banyak sekali benturan kepentingan yang datang dari berbagai kelompok, demi mengamankan


(42)

kepentingan kelompok dalam hal ini adalah Ikhwanul Muslimin, Mursi mengambil kebijakan-kebijakan yang sangat kontroversial baik itu ikhwanisasi negara maupun dekrit presiden yang menimbulkan kekacauan politik di Mesir, inilah yang menjadi alasan dasar militer masuk kembali kedalam ranah politik Mesir dan melakukan kudeta terhadap presiden Mursi dengan mengatasnamakan rakyat untuk legalitas tindakannya.

Jika demokrasi dimaknai dengan menjunjung hak dasar manusia, maka demokrai substantif seharusnya juga menjadi landasan dalam penegakan sistem demokrasi. Jadi walaupun prosedur sudah dijalankan belum tentu kehidupan demokrasi benar-benar terwujud. Pemilu yang di adakan seharusnya bersifat adil dan benar, dalam proses demokrasi tidak di warnai dengan banyaknya pelanggaran kekerasan antar masyarakat dan aparat. Persoalan–persoalan teknis pada demokrasi prosedural terkadang justru menciderai dari proses demokrasi yang ada, karena tidak mampu memenuhi rasa adil di masyarakat.

Demokrasi yang kini di anut oleh negara Mesir adalah demokrasi prosedural, yang dilakukan melalui pemilu. Namun benar adanya demokrasi prosedural terkadang justru menciderai makna demokrasi itu sendiri, karena setelah diadakannya pemilu, negara Mesir tidak semakin membaik, justru semakin memanas dengan banyaknya aksi kekerasan, dan ini menyimpang dari makna demokrasi yang sebenranya,( Substantive), yang menjamin hak masyarakat dan memberikan perlindungan kepada warga negaranya. Pemakzulan terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammad Mursi oleh kudeta militer dan


(43)

kembalinya roda pemberintahan ke tampuk kekuasaaan militer inilah yang dimaksud penulis sebagai arus balik Arab Spring.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam tulisan ini merupakan bentuk dari metode penelitian eksplanatif. Dimana peneliti mencoba untuk menjelaskan kegagalan demokratisasi yang ada di Mesir pada masa pemerintahan Mohammed Mursi, hingga terpilihnya Alsisi menjadi presiden Mesir.

1.7.2. Tingkat Analisa

Guna mempermudah tulisan penelitian serta menghindari kesalahan yang sifatnya metodologis, maka perlu adanya penyederhanaan ke dalam bentuk variabel dan level analisis, adapun hubungan antar variabel dalam tulisan ini bersifat reduksionis, dimana unit eksplanasinya lebih rendah dari pada unit analisisnya. Dalam tulisan ini adanya intervensi dari pihak militer yaitu Militer Mesir sebagai unit eksplanasinya atau veriabel independennya sedangkan sistem negara yang berupa proses demokratisasinya sebagai unit analisanya (yang akan dianalisa).

Unit analisis sendiri merupakan sebuah prilaku yang dijelaskan melalui peningkatan intervensi militer dalam proses penyelengaraan kenegaraan, sedangkan unit eksplanasinya yaitu suatu yang digunakan untuk menjelaslan objek analisis yaitu dengan mengunakan kegagalan proses demokratisasi tersebut sebagai analisis pada level negara.


(44)

1.7.3 Tekhnik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan sebuah studi pustaka (library researc) yang mana baik data maupun informasi lainnya dicari dan dikumpulkan dari berbagai sumber informasi sekunder, baik bahan yang berupa buku, majalah, artikel, jurnal, catatan, laporan penelitian berupa hasil dari skripsi, tesis, serta desertasi dan lain sebagainya. Data yang telah di dapat tersebut kemudian akan dikumpulkan, diolah, dan diidentifikasi yang kemudian akan digunakan sebagai sarana pendukung dalam penulisan serta uraian penelitian dalam menjawab rumusan masalah.

1.7.4 Tekhnik Analisa Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif yaitu berbagai informasi tentang fenomena atau permasalahn yang disimbolkan dalam bentuk tulisan, angka, dan data statistik. Akan tetapi, data yang dimaksud berorientasi pada makna dan hubungan antar variabel yang membentuk permasalah yang dibahas. Data-data yang diperoleh dari berbagai sumber melalui studi pustaka dan memiliki korelasi positif dengan permasalahan penelitian serta kerangka berfikir akan ditempatkan serta dicari tingkat koherensinya yang seterusnya akan diolah dan kemudian diubah dalam bentuk kalimat yang kemudian digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab dan menjelaskan rumusan masalah.


(45)

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

Salah satu dari bagian point terpenting dalam penulisan ilmiah adalah menentukan ruang lingkup pembahasan. Dengan ruang lingkup pembahasan, kita dapat membatasi permasalahan yang diajukan, sehingga pembahasan menjadi terarah dan fokus dimana tidak menimbulkan kerancuan dan tentu saja tepat sasaran. Untuk itu, penulis menggunakan dua batasan yaitu batasan waktu dan batasan materi.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

Materi yang dibahas pada penelitian ini memfokuskan pada demokratisasi dan kejatuhan Mursi dan kudeta Militer terhadap Mursi dan naiknya Al sisi menjadi Presiden Mesir menggantikan Presiden Muhammad Mursi.

1.8.2. Batasan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi penelitian pada awal masa pemerintahan Mohammed Mursi yaitu semenjak ia dilantik mejadi Presiden Mesir dengan melalui pemilihan umum yang sah dan demokratis hingga ia diturunkan dari kursi kepresidenan oleh kekuatan militer pada bulan Juli 2013 dan terpilihnya Al-Sisi sebagai presiden baru Mesir pada 8 Juni 2014.

1.9.Hipotesa

Kudeta yang dilakukan oleh Militer Mesir terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammed Mursi merupakan sebuah kemunduran demokrasi Mesir yang sedang dalam masa transisi demokrasi. Upaya pelembagaan politik


(46)

pemerintahan Mursi yang juga ditandai dengan pencopotan dan pemecatan pejabat terhadap sisa rezim Mubarok yang dekat dengan kubu militer, dianggap merugikan militer. Hal ini menjadikan hubungan yang tidak sehat antara sipil dan militer. Kemudian keberatan militer karena komposisi pemerintahan cenderung dikendalikan oleh IM (ikhwanisasi Negara) dan dekrit yang dikeluarkan oleh Mursi untuk mengadili Hosni Mubarok dan para kroninya menjadi faktor penyebab terjadinya kudeta.

Hubungan yang tidak baik antara pemerintahan Mursi dan militer, kudeta dan intervensi militer pasca kudeta yang ditandai dengan naiknya Alsisi yang berlatar belakang militer untuk menjadi presiden serta instabilitas politik pasca kudeta yang diwarnai dengan pelanggaran HAM seperti penyingkiran dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh IM, memungkinkan Mesir kembali menjadi negara yang otoriter. Terpilihnya Alsisi sebagai presiden dengan rendahnya tingkat partisipasi politik dalam pemilu, menggambarkan bentuk control militer yang kuat dalam ranah politik sipil.

Kondisi demokrasi Mesir yang masih berada pada masa transisi menjadi pintu kembalinya pretorianisme militer kedalam wilayah politik. Pokok-pokok ini dapat dikategorikan sebagai kegagalan proses demokratisasi Mesir bahkan kemunduran demokrasi bagi Mesir.

1.10. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam lima bab di mana masing-masing bab akan menyajikan penjelasan yang berbeda, hal ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian dan memenuhi tujuan dari penelitian ini.


(47)

Bab I merupakan bagian pendahuluan yang menggambarkan latar belakang masalah yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Disajikan pula dalam bab ini penelitian terdahulu (literature review) untuk menjelaskan posisi penelitian ini dibanding dengan penelitian lain. Bab ini juga menyajikan landasan konsep dan teori yang digunakan sebagai kerangka dalam menganalisis permasalahan dan menjawab rumusan masalah penelitian.

Selanjutnya, bab ini juga mengemukakan ruang lingkup penelitian agar penelitian dapat fokus pada masalah yang dibahas, hipotesa sebagai jawaban sementara hasil penelitian yang selanjutnya akan dibuktikan melalui penelitian ini serta terdapat sistematika penulisan sebagai gambaran alur penulisan.

Bab II penelitian ini menyajikan gambaran Arab Spring, demokratisasi dan kudeta militer atas Mursi.

2.1 Arab Spring dan Revolusi Mesir

2.1.1. Lengsernya Kediktatoran Husni Mubarok 2.1.2. Pemerintahan Sementara

2.2. Presiden Harapan

2.2.1. Mesir di Bawah Pemerintahan Mursi 2.2.2. Hubungan Mursi dan Ikhwanul Muslimin 2.3. Kudeta Militer Atas Mursi

2.3.1. Gambaran Kudeta Militer terhadap Mursi 2.3.2. Alasan Militer Melakukan Kudeta Atas Mursi

Bab III Memuat gambaran mengenai kemunduran demokratisasi yang ditandai dengan adanya kudeta


(48)

3.1. Kudeta Merupakan Tanda Kegagalan Demokrasi 3.2. Dinamika Hubungan Pemerintahan Sipil dengan Militer

3.3 Mesir Pasca Kudeta Mursi ( Pemerintahan Adly Mansour dan Al Sisi) 3.3.1. Masa Pemerintahan Presiden Sementara Mesir Adly Mansour dan Naiknya Al sisi


(1)

kembalinya roda pemberintahan ke tampuk kekuasaaan militer inilah yang dimaksud penulis sebagai arus balik Arab Spring.

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam tulisan ini merupakan bentuk dari metode penelitian eksplanatif. Dimana peneliti mencoba untuk menjelaskan kegagalan demokratisasi yang ada di Mesir pada masa pemerintahan Mohammed Mursi, hingga terpilihnya Alsisi menjadi presiden Mesir.

1.7.2. Tingkat Analisa

Guna mempermudah tulisan penelitian serta menghindari kesalahan yang sifatnya metodologis, maka perlu adanya penyederhanaan ke dalam bentuk variabel dan level analisis, adapun hubungan antar variabel dalam tulisan ini bersifat reduksionis, dimana unit eksplanasinya lebih rendah dari pada unit analisisnya. Dalam tulisan ini adanya intervensi dari pihak militer yaitu Militer Mesir sebagai unit eksplanasinya atau veriabel independennya sedangkan sistem negara yang berupa proses demokratisasinya sebagai unit analisanya (yang akan dianalisa).

Unit analisis sendiri merupakan sebuah prilaku yang dijelaskan melalui peningkatan intervensi militer dalam proses penyelengaraan kenegaraan, sedangkan unit eksplanasinya yaitu suatu yang digunakan untuk menjelaslan objek analisis yaitu dengan mengunakan kegagalan proses demokratisasi tersebut sebagai analisis pada level negara.


(2)

1.7.3 Tekhnik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan sebuah studi pustaka (library researc) yang mana baik data maupun informasi lainnya dicari dan dikumpulkan dari berbagai sumber informasi sekunder, baik bahan yang berupa buku, majalah, artikel, jurnal, catatan, laporan penelitian berupa hasil dari skripsi, tesis, serta desertasi dan lain sebagainya. Data yang telah di dapat tersebut kemudian akan dikumpulkan, diolah, dan diidentifikasi yang kemudian akan digunakan sebagai sarana pendukung dalam penulisan serta uraian penelitian dalam menjawab rumusan masalah.

1.7.4 Tekhnik Analisa Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif yaitu berbagai informasi tentang fenomena atau permasalahn yang disimbolkan dalam bentuk tulisan, angka, dan data statistik. Akan tetapi, data yang dimaksud berorientasi pada makna dan hubungan antar variabel yang membentuk permasalah yang dibahas. Data-data yang diperoleh dari berbagai sumber melalui studi pustaka dan memiliki korelasi positif dengan permasalahan penelitian serta kerangka berfikir akan ditempatkan serta dicari tingkat koherensinya yang seterusnya akan diolah dan kemudian diubah dalam bentuk kalimat yang kemudian digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab dan menjelaskan rumusan masalah.


(3)

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

Salah satu dari bagian point terpenting dalam penulisan ilmiah adalah menentukan ruang lingkup pembahasan. Dengan ruang lingkup pembahasan, kita dapat membatasi permasalahan yang diajukan, sehingga pembahasan menjadi terarah dan fokus dimana tidak menimbulkan kerancuan dan tentu saja tepat sasaran. Untuk itu, penulis menggunakan dua batasan yaitu batasan waktu dan batasan materi.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

Materi yang dibahas pada penelitian ini memfokuskan pada demokratisasi dan kejatuhan Mursi dan kudeta Militer terhadap Mursi dan naiknya Al sisi menjadi Presiden Mesir menggantikan Presiden Muhammad Mursi.

1.8.2. Batasan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi penelitian pada awal masa pemerintahan Mohammed Mursi yaitu semenjak ia dilantik mejadi Presiden Mesir dengan melalui pemilihan umum yang sah dan demokratis hingga ia diturunkan dari kursi kepresidenan oleh kekuatan militer pada bulan Juli 2013 dan terpilihnya Al-Sisi sebagai presiden baru Mesir pada 8 Juni 2014.

1.9.Hipotesa

Kudeta yang dilakukan oleh Militer Mesir terhadap presiden terpilih secara demokratis Muhammed Mursi merupakan sebuah kemunduran demokrasi Mesir yang sedang dalam masa transisi demokrasi. Upaya pelembagaan politik


(4)

pemerintahan Mursi yang juga ditandai dengan pencopotan dan pemecatan pejabat terhadap sisa rezim Mubarok yang dekat dengan kubu militer, dianggap merugikan militer. Hal ini menjadikan hubungan yang tidak sehat antara sipil dan militer. Kemudian keberatan militer karena komposisi pemerintahan cenderung dikendalikan oleh IM (ikhwanisasi Negara) dan dekrit yang dikeluarkan oleh Mursi untuk mengadili Hosni Mubarok dan para kroninya menjadi faktor penyebab terjadinya kudeta.

Hubungan yang tidak baik antara pemerintahan Mursi dan militer, kudeta dan intervensi militer pasca kudeta yang ditandai dengan naiknya Alsisi yang berlatar belakang militer untuk menjadi presiden serta instabilitas politik pasca kudeta yang diwarnai dengan pelanggaran HAM seperti penyingkiran dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh IM, memungkinkan Mesir kembali menjadi negara yang otoriter. Terpilihnya Alsisi sebagai presiden dengan rendahnya tingkat partisipasi politik dalam pemilu, menggambarkan bentuk control militer yang kuat dalam ranah politik sipil.

Kondisi demokrasi Mesir yang masih berada pada masa transisi menjadi pintu kembalinya pretorianisme militer kedalam wilayah politik. Pokok-pokok ini dapat dikategorikan sebagai kegagalan proses demokratisasi Mesir bahkan kemunduran demokrasi bagi Mesir.

1.10. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam lima bab di mana masing-masing bab akan menyajikan penjelasan yang berbeda, hal ini dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian dan memenuhi tujuan dari penelitian ini.


(5)

Bab I merupakan bagian pendahuluan yang menggambarkan latar belakang masalah yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Disajikan pula dalam bab ini penelitian terdahulu (literature review) untuk menjelaskan posisi penelitian ini dibanding dengan penelitian lain. Bab ini juga menyajikan landasan konsep dan teori yang digunakan sebagai kerangka dalam menganalisis permasalahan dan menjawab rumusan masalah penelitian.

Selanjutnya, bab ini juga mengemukakan ruang lingkup penelitian agar penelitian dapat fokus pada masalah yang dibahas, hipotesa sebagai jawaban sementara hasil penelitian yang selanjutnya akan dibuktikan melalui penelitian ini serta terdapat sistematika penulisan sebagai gambaran alur penulisan.

Bab II penelitian ini menyajikan gambaran Arab Spring, demokratisasi dan kudeta militer atas Mursi.

2.1 Arab Spring dan Revolusi Mesir

2.1.1. Lengsernya Kediktatoran Husni Mubarok 2.1.2. Pemerintahan Sementara

2.2. Presiden Harapan

2.2.1. Mesir di Bawah Pemerintahan Mursi 2.2.2. Hubungan Mursi dan Ikhwanul Muslimin 2.3. Kudeta Militer Atas Mursi

2.3.1. Gambaran Kudeta Militer terhadap Mursi 2.3.2. Alasan Militer Melakukan Kudeta Atas Mursi

Bab III Memuat gambaran mengenai kemunduran demokratisasi yang ditandai dengan adanya kudeta


(6)

3.1. Kudeta Merupakan Tanda Kegagalan Demokrasi 3.2. Dinamika Hubungan Pemerintahan Sipil dengan Militer

3.3 Mesir Pasca Kudeta Mursi ( Pemerintahan Adly Mansour dan Al Sisi) 3.3.1. Masa Pemerintahan Presiden Sementara Mesir Adly Mansour dan Naiknya Al sisi