DUKUNGAN ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA YANG DILANCARKAN MILITER MESIR KEPADA PRESIDEN MUHAMMAD MURSI 2013

(1)

SKRIPSI

DUKUNGAN ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA YANG

DILANCARKAN MILITER MESIR KEPADA PRESIDEN

MUHAMMAD MURSI 2013

Saudi Arabia Support For The Coup Launched By The Military Of

Egypt To The President Mohammed Mursi 2013

Disusun Oleh:

Intan Perceka

20120510293

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

(3)

DUKUNGAN ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA YANG

DILANCARKAN MILITER MESIR KEPADA PRESIDEN MUHAMMAD MURSI 2013

Saudi Arabia Support For The Coup Launched By The Military Of Egypt To The President Mohammed Mursi 2013

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: Intan Perceka 20120510293

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 25 Desember 2016


(5)

MOTTO

بِسِِْ اهِبِلرَِ اهِبِلِبِسَمِِ

واَرَسيورَسعَلاوَعَّو َدإَف

O

وو

واَرَسيورَسعَلاوَعَّو َدإ

O

و

و

Artinya:

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al-Insyirah ayat 5-6)

وَ جَدو ًَ

و جَدو َدَّ

Man Jadda Wajada


(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk Ayahanda/Papap, Drs. Karsum Ariefin, dan Ibunda/Ummi tercinta, Suarningsih, S.Pd. yang telah mendedikasikan segenap upaya dan doa untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan amanat pendidikan S1 ini. Terimakasih pula kepada Kakak/Teteh tercinta, Rian Nasihah Anggit Utami, S.Pd.,M.Pd., yang dengan ‘cerewetnya’ turut mendukung penulis untuk terus konsisten dalam berpendidikan. Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan untuk Adik/Aa tersayang, Ramlan Sembada, yang dengan kelembutan hatinya memberikan pelajaran berharga. Terimakasih penulis persembahkan pula kepada Suami/Sayang tercinta, Yaumul Syawaludin Bashry, yang dengan cinta dan kasih sayangnya mampu memacu penulis untuk terus bahagia dan berkarya. Last but not least, Penulis/Ummi sampaikan terimakasih pada De Bayi yang masih di alam arham yang telah menemani dan ikut berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.

Segenap doa penulis haturkan keharibaan-Nya untuk kebaikan dan kesehatan lahir batin Ummi, Papap, Teteh, Aa, Sayang dan De Bayi. Semoga Allah melipat gandakan setiap kebaikan yang diberikannya pada penulis, amin.

Yogyakarta, 25 Desember 2016


(7)

DAFTAR ISI

DUKUNGAN ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA YANG DILANCARKAN MILITER MESIR KEPADA PRESIDEN MUHAMMAD MURSI 2013 ...i

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... 2 KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... 3 HALAMAN PERSEMBAHAN ... 4 ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 5 BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. B. Pokok Permasalahan ... Error! Bookmark not defined. C. Kerangka Pemikiran ... Error! Bookmark not defined. D. Hipotesa ... Error! Bookmark not defined. E. Jangkauan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. F. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. G. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. H. Sistematika Penulisan ... Error! Bookmark not defined.


(8)

BAB II HUBUNGAN BAIK ANTARA ARAB SAUDI DAN IKHWANUL MUSLIMIN Error! Bookmark not defined.

A. Dasar-Dasar Politik Luar Negeri Arab Saudi . Error! Bookmark not defined. B. Hubungan Arab Saudi dengan Ikhwanul MusliminError! Bookmark not defined.

1.Gambaran Umum Ikhwanul Muslimin ... Error! Bookmark not defined.

2.Hubungan baik Arab Saudi dan Ikhwanul MusliminError! Bookmark not defined. BAB III SIKAP ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA DI TIMUR TENGAHError! Bookmark not defined.

DAN KUDETA MESIR 2013 ... Error! Bookmark not defined.

A. Gambaran Umum Kudeta di Timur Tengah dan Sikap Arab SaudiError! Bookmark not defined.

B. Gambaran Umum Kudeta Mesir 2013 dan Sikap Arab SaudiError! Bookmark not defined. BAB IV ALASAN ARAB SAUDI MENDUKUNG KUDETA MESIR PADAHAL NEGARA LAIN MENGECAM ... Error! Bookmark not defined.

A. Konteks Internasional ... Error! Bookmark not defined. B. Situasi Ekonomi dan Militer Arab Saudi ... Error! Bookmark not defined. C. Kondisi Politik dalam Negeri Arab Saudi ... Error! Bookmark not defined. BAB V ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Teori Pembuatan Kebijakan Luar Negeri ...8 Skema 1.2 Aplikasi Teori Pembuatan Kebijakan Luar Negeri ...15


(10)

DAFTAR TABEL


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Simbol Ikhwanul Muslimin ...31 Gambar 2.2 Bendera Partai Politik Ikhwanul Muslimin ...34


(12)

(13)

ABSTRAK

Saudi Arabia and The Moslem Brotherhood have good relationship that has existed since 1928 untill now, where Saudi Arabia headed by King Salman. The Moslem Brotherhood is an Islamic Organization that become a background of President Mohammad Mursi. As a country that has power in the Middle East, Saudi Arabia has always shown his attitude in the coups in the countries of the region. Not least his attitude towards the coup in Egypt in 2013. If in the coup of other countries, Saudi Arabia has given a reasonable respon, it is not to the coup in Egypt. Saudi Arabia has given an unreasonable respon by being an agressive. Saudi Arabia directly involved and provide support both morally and materially. Although many people condemned the coup, but the support of Saudi Arabia continues to support the regime that thwart democracy in Egypt. This journal will explain why Saudi Arabia has supported the coup on Mohammad Mursi.

Keywords : The foreign policy of Saudi Arabia, The Coup in Egypt in 2013, The Moslem Brotherhood


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan baik antara Arab Saudi dan IM (selanjutnya dipakai sebagai kepanjangan dari Ikhwanul Muslimin) sudah dimulai sejak tahun 1928. Dibuktikan dengan adanya hubungan kemitraan yang terbangun antara Hasan Al Banna sebagai pendiri Ikhwanul Muslimin dengan beberapa tokoh penting Arab Saudi, salah satunya adalah dengan Raja Abdul Aziz. Hubungan tersebut berlanjut pada hubungan yang lebih erat hingga Hasan Al Banna bisa mempelajari salafisme dari Raja Arab tersebut.

Hubungan baik berlanjut pada kedekatan ideologis dan pendanaan antara IM dengan Arab Saudi. Pada tahun 1945, isu Palestina digunakan Ikhwanul Muslimin untuk membangun aliansi dengan Saudi. Bahkan, Arab Saudi pun begitu simpati terkait kasus hukuman mati Sayyed Al Qutb, hingga tahun 1966 Arab Saudi mengirimkan surat himbauan atas keberatan penjatuhan hukuman mati tersebut. Tak hanya itu, Arab Saudi pun meminta organisasi IM (Ikhwanul Muslimin) untuk membuka cabang di negaranya dan beberapa negara Teluk yang lain, serta mengontrol beberapa lembaga swadaya masyarakat di Arab Saudi. Tidak hanya terkait hal yang bersifat


(15)

politis ideologis, namun hubungan baik keduanya pun terlihat dalam bidang pendanaan. Selama beberapa dekade, Kerajaan Arab Saudi telah menggelontorkan dolarnya dari kekayaan minyak untuk membantu Ikhwanul Muslimin (Wadjdi, 2013).

Sikap baik itu berubah setelah kejadian diturunkannya Husni Mubarak sebagai presiden Mesir tahun 2011. Saudi melihat IM lebih sebagai ancaman dibanding teman. Hal tersebut menjadi keprihatinan tersendiri bagi pihak Mursi. Padahal, sesaat setelah peresmian tampuk kepresidenan Mursi, Arab Saudi merupakan negara pertama yang dikunjungi pihak Mursi. Tujuan kunjungannnya adalah untuk memperkuat hubungan antara kedua negara di segala bidang (Furqon, 2012).

Tindakan Arab Saudi pada kudeta atas Mursi memberikan kesan lain dibanding dengan bentuk keterlibatannya pada konflik senjata di negara lain. Maksdunya, keterlibatan Arab Saudi dalam konflik senjata di Timur Tengah memang sangat jelas. Seperti dukungan Arab Saudi dalam konflik di Yaman, Suriah, Libya, dan lain-lain. Pada kasus di Tunisia, Arab Saudi bersifat tidak mengkhawatirkan kebangkitan rakyat di Tunisia, hingga pemerintah Arab Saudi memberikan suaka politik kepada mantan diktator Tunisia Zine El Abidine Ben Ali. Selain itu, dalam kasus Yaman, Arab Saudi memberikan perlindungan terhadap Abd Mansur Hadi yakni Presiden Yaman yang telah mengundurkan diri. Lain halnya pada kasus kudeta Mesir, Arab Saudi mengambil peranan penting dan bersikap agresif. Raja Abdullah menjadi pemimpin negara pertama yang menyatakan


(16)

dukungannya pada kudeta atas Presiden Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi.

Hal yang tak kalah menarik lagi adalah disaat banyaknya pihak yang mengecam Kudeta Mesir, Arab Saudi justru mendukung rezim tersebut. Inggris, Indonesia, Turki, dan lain-lain begitu mengecam Kudeta yang mengorbankan rakyat, masa depan dan demokrasi Mesir. Meninjau laporan dari AntiCoup Alliance terkait korban kudeta menyebutkan adanya 2.200 korban jiwa dan puluhan ribu luka-luka (Lupiyanto, 2013). Kudeta Mesir oleh militer merupakan pelanggaran kemanusiaan dan demokrasi terbesar sepanjang sejarah dunia. Oleh sebab itu, menjadi mengherankan jika Arab Saudi dan negara-negara yang mengagungkan demokrasi mendukung kudeta ini. Kecaman-kecaman termasuk dari ulama besar seperti Dr. Yusuf Al Qardhawi pun seolah tidak digubris oleh Arab Saudi. Bahkan, Saudi justru mengultimatum sekutunya di GCC (Gulf Cooperation Council), Qatar untuk mengusir Ketua Persatuan Ulama dunia Dr. Yusuf Qardhawi tersebut yang selama ini bermukim di sana.

Terkait dukungan terhadap Kudeta, Arab Saudi memberikan dukungan baik moril maupun materil. Ia dan sekutunya berjanji akan menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS, angka itu delapan kali lebih besar dari bantuan rutin AS ke Mesir setiap tahun, yakni mencapai 1,5 miliar dolar AS (Firmansyah, 2013). Tidak hanya itu, pasca kudeta sekalipun Arab Saudi masih menggelontorkan dana pada penguasa baru militer Mesir. Pada


(17)

tahun 2014, Arab Saudi memberikan kepada Al-Sisi sebesar $ 20 milliar dollar, sedangkan negara-negara Arab Teluk (GCC) mengumpulkan dana $ 39 milliar dollar kepada Sisi (Mashadi, Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan Ikhwan , 2015). Sikap mendukung tersebut dengan kata lain bentuk konfrontasi terhadap Ikhwanul Muslimin semakin jelas ketika Raja Arab Saudi menjuluki IM sebagai kelompok teroris, disandingkan dengan kelompok Jabhah An-Nusrah dan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di Suriah. Arab Saudi seolah tidak takut pada gerakan muslim tersebut, padahal IM merupakan organisasi Islam terbesar dan terorganisir di dunia (Nandang burhanudin, 2015). Ditambah, Mursi adalah sesama sunni yang menjadi harapan baru gerakan Islam di Timur Tengah utamanya atas pembelaan Mursi pada bangsa Pablestina (Zulifan, King Salman, Saudi Baru dan Harapan Perubahan, 2015).

Selanjutnya, jika melihat sejarah, sikap Arab Saudi terhadap Ikhwanul Muslimin sangat tidak mengindahkan posisinya. Sebagai negara tempat dimana dua kota suci Makkah-Madinah berada, Saudi memiliki beban historis dan moral untuk merepresentasikan semangat kepemimpinan Islam. Kebijakan politik negara seharusnya berpihak pada jalan Islam. Namun faktanya, Saudi mengambil langkah yang justru meruntuhkan Islam. Banyak keputusan politik yang diambil Saudi justru berafiliasi dengan AS dan Barat. Saudi dan negara-negara teluk yang tergabung dalam GCC mempunyai hubungan mesra dengan AS dan Barat. Saat terjadi Arab Spring, Arab Saudi dengan lampu hijau dari Amerika Serikat dan Israel


(18)

mendukung rezim militer untuk melakukan kudeta dan melengserkan presiden pertama Mesir Muhammad Mursi pada 30 Juni 2013.

Dari paparan di atas, perjalanan sejarah hubungan baik antara IM dan Arab Saudi nyatanya tidak selaras dengan peristiwa Kudeta Mesir 2013, sebab faktanya Arab Saudi justru mendukung Kudeta Mesir yang menumpahkan darah banyak jiwa, sekaligus menghianati demokrasi. Padahal, Muhammad Mursi merupakan Presiden yang berasal dari organisasi Ikhwanul Muslimin yang dipilih secara demokratis. Sikap Arab Saudi terhadap Kudeta di Mesir pun berbeda dengan sikapnya pada kudeta negara di Timur Tengah yang lain. Arab Saudi mengambil peranan yang keras untuk mendukung rezim lengsernya Mursi. Saudi mendukung pembantaian dan hukuman penjara bagi Mursi dan anggota-anggota Ikhwanul Muslimin, serta mendukung Presiden militer Marsekal Abdel Fattah Al-Sisi yang jelas menjadi panglima kudeta di bawah Raja Abdullah. Saudi memberikan dukungan yang aktif, dan ini merupakan intervensi urusan dalam negeri Mesir. Selain itu, Raja Arab Saudi, Abdullah memberikan penghormatan kepada Marsekal Al-Sisi dengan penghargaan tertinggi di bidang sipil, yaitu "National Order". Sebagai balasannya, Universitas Al-Azhar Mesir, memutuskan untuk memberikan gelar doktor kehormatan kepada Raja Arab Saudi, Abdullah (Mashadi, Arab Saudi, UEA dan Mesir Pelopor Penghancur Kaum Islamis, 2014).


(19)

B. Pokok Permasalahan

“Mengapa Arab Saudi mendukung Kudeta yang Dilancarkan Militer Mesir

kepada Presiden Muhammad Mursi 2013?

C. Kerangka Pemikiran

1. Teori Pembuatan Keputusan Luar Negeri (William D.Coplin) Keputusan luar negeri adalah tindakan dan komitmen suatu negara pada lingkungan eksternalnya. Keputusan luar negeri juga dianggap sebagai strategi dasar untuk mencapai kepentingan nasional. Pembuat keputusan akan mempertimbangkan faktor-faktor yang berpengaruh kepada proses pengambilan keputusan luar negeri tersebut. Individu atau kelompok individu pembuat keputusan tidak dapat mengambil keputusan tanpa pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhinya.

William D. Coplin membagi pertimbangan-pertimbangan di atas menjadi tiga kelompok, berikut pernyataan teoritisnya;

“The foreign policies, instead, are seen as a result of the three considerations that affect foreign policy makers; first, the domestic political conditions of the state, including cultural factors that underlie the human political behavior. The second is economic and military conditions of the state, including the geographic factor that has always been a major consideration in the defense/security. Third is international context, the circumtances of a state that has been goal of the foreign policy and the influence of other states relevant to the faced problems.” (Coplin, 1992).

Aspek kondisi politik domestik (domestc politic) adalah suatu kondisi yang tercipta di suatu negara, mencakup berbagai unsur yang


(20)

mendukung dan mempengaruhinya. Unsur-unsur tersebut mencakup stabilitas keamanan, kapabilitas kelompok kepentingan (interest group) dan beberapa aspek lainnya (Yusuf, 1992). Lebih jauh Coplin menambahkan bahwa dalam sistem pengaruh kebijakan terjadi hubungan timbal-balik antara pengambil keputusan dengan policy influencer. Policy influencer merupakan sumber dukungan bagi penguatan rezim tertentu dalam suatu negara. Hal tersebut berlaku bagi semua sistem pemerintahan, baik yang demokrasi maupun yang autokrasi. Para pemimpin negara sangat bergantung pada keinginan rakyatnya untuk memberi dukungan. Dukungan itu dapat berupa kesetiaan angkatan bersenjata, keuangan dari para pengusaha, dukungan rakyat dalam pemilihan umum, dan lain-lain. Rezim yang memerintah sangat membutuhkan dukungan tersebut untuk membuat kedudukannya lebih pasti dan kebijakan-kebijakan yang dibuat tepat sasaran sehingga menguatkan legitimasinya.

Kondisi politik suatu negara sangat menentukan produk kebijakan luar negeri yang dibuat oleh pembuat kebijakan (decision maker) suatu negara. Kondisi politik dalam negeri mampu mendorong kebijakan luar negeri yang ditujukan untuk memenuhi beberapa kepentingan di dalam negeri. Kepentingan tersebut pada umumnya mencakup pemeliharaan (preservations), perolehan (acquisitions), dan bentuk antisipatif (Yusuf, 1992). Dengan kata lain, keputusan luar negeri merupakan hasil dari proses politik dalam negeri yang melibatkan


(21)

berbagai aktor dalam kondisi-kondisi tertentu. Artinya, terjadi interaksi antara pengambil kebijakan luar negeri dengan aktor-aktor politik dalam negeri yang berupaya untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri tersebut, atau Coplin menyebutnya dengan policy influencer.

Gambaran tentang alur pembuatan kebijakan luar negeri oleh pemerintah di suatu negara yang dipengaruhi oleh dinamika politik dalam dan luar negeri dapat dilihat pada skema 1.1 sebagai berikut :

Skema Pembuatan Kebijakan Luar Negeri

Skema 1.1

Sumber : Teori Pembuatan Kebijakan Luar negeri yang diungkapkan William D. Coplin, Introduction to International Politics : A Theoritical Overviews, terjemahan

Marbun, CV. Sinar Baru, Bandung, 1992, hal.30.

Teori pembuatan kebijakan luar negeri di atas menjelaskan bahwa implementasi kebijakan tidak hanya berkaitan dengan pilihan rasional dari aktor-aktor formal pembuat kebijakan, namun juga Politik dalam

Negeri

Konteks Internasional

Keadaan Ekonomi dan Militer

Tindakan Politik Luar Negeri Pembuat Kebijakan


(22)

dipengaruhi oleh konstelasi politik dalam dan luar negeri yang keberadaannya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian kebijakan luar negeri itu sendiri akan mendorong terjadinya pengaruh atau dampak yang kemudian akan mempengaruhi kebijakan itu sendiri atau yang dalam hal ini dikenal dengan chain of political influencer.

Sebagaimana William D. Coplin telah memberikan banyak informasi mengenai faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan luar negeri, ia mengelompokkannya dalam tiga hal yang berkenaan dengan faktor psikologis yakni ; penetapan situasi, pemilihan tujuan, dan pemilihan alternatif. Faktor psikologis terkait dengan unsur pemilihan alternatif (choosing alternatives) dengan berdasarkan suatu anggapan bahwa pembuatan keputusan adalah merupakan suatu proses intelektual rasional. Maka tujuannya secara eksplisit dan hierarki dapat dirumuskan sebagai peluang yang diberikan oleh lingkungan.

Variabel-variabel pengaruh dalam pengambilan keputusan politik luar negeri tersebut adalah ; (a) variabel idiosyncratic (variabel individu), variabel ini berkenaan dengan persepsi, citra, dan karakteristik pribadi pembuat keputusan politik luar negeri, (b) variabel peranan (role), variabel ini didefinisikan sebagai gambaran pekerjaan atau sebagai aturan-aturan yang diharapkan bagi seseorang yang berkompetensi terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan


(23)

politik luar negeri, (c) variabel birokratik (governmental), variabel ini menyangkut pada struktur dan proses pemerintahan serta implikasinya terhadap pelaksanaan politik luar negeri, (d) variabel sosial (societal), yakni variabel yang menyangkut identifikasi efek struktur kelas, distribusi pendapatan, status, dan persamaan ras serta agama terhadap politik luar negeri negara-negara tertentu, (e) variabel sistemik (systemic influences) dalam variabel ini kita dapat memasukkan struktur dan proses sistem internasional.

Pada negara modern, pembuatan kebijakan luar negeri harus dapat dipertanggungjawabkan pada entitas-entitas politik. Dengan kata lain, pola otoritaranis dalam pembuatan keputusan akan lebih sulit dijalankan. Hal yang sama juga berkaitan dengan aspek ekonomi-militer, dimana kedua faktor ini sangat menentukan posisi tawar (bargainning position) dari negara yang bersangkutan dalam konstelasi politik-keamanan regional ataupun internasional. Analisa Coplin tentang faktor ekonomi dan militer dalam mempengaruhi pengambilan keputusan berangkat dari perilaku raja-raja Eropa abad pertengahan. Ekonomi dan militer merupakan dua variabel yang saling berkaitan satu sama lain. Ketika kemampuan militer meningkat, maka akan meningkatkan kemakmuran secara ekonomi para raja (Coplin, 1992). Dan sebaliknya, ketika kemampuan ekonomi semakin kuat maka akan berimbas pada peningkatan kekuatan militernya. Kedua variabel ini juga yang menurut Coplin


(24)

menjadi modal utama negara-negara Eropa menjajah Asia dan Eropa. Perusahaan-perusahaan dagang Eropa datang tidak hanya membawa misi ekonomi, namun lebih kepada penaklukan wilayah dengan dukungan kekuatan militer yang lebih kuat.

Tindakan politik luar negeri (foreign policy act) menjelaskan mengapa suatu negara berprilaku tertentu terhadap negara lain. Tindakan politik luar negeri ini berkaitan dengan geopolitik suatu negara dan ilmuwan realis telah memberikan penjelasannya. Menurut Coplin ada 3 elemen dasar dalam menjelaskan dampak konteks internasional terhadap kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu geografis, ekonomis, dan politis (Coplin, 1992). Lingkungan internasional setiap negara merupakan wilayah yang ditempatinya berkenaan dengan lokasi dan kaitannya dengan negara-negara lain dalam sebuah sistem politik internasional. Keterkaitan tersebut termasuk dalam bidang ekonomi dan politik.

Setelah membahas kajian di atas, jika dikaitkan dengan keputusan luar negeri Arab Saudi dalam mendukung kudeta Mesir atas Mursi, ketiga konsiderasi Coplin di atas sangatlah sejalan. Kondisi politik dalam negeri Arab Saudi yang dipimpin oleh Raja yang berkuasa absolut memungkinkan kekuasaan penuhnya untuk menentukan keputusan politik luar negeri. Bentuk negaranya sendiri adalah monarki absolut dimana raja merupakan kepala negara, kepala pemerintahan dan panglima angkatan bersenjata (Ahira, 2011). Jika


(25)

raja Arab Saudi memandang bahwa tampuk kepemimpinan adalah berasal dari Allah dan bisa lepas pun karena Allah, maka lain halnya dengan prinsip yang dipegang Mursi sebagai pemimpin demokratis. Kepemimpinan Mursi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka kemudian ini menjadi sumber pertentangan antara Arab Saudi dan Mesir.

Melihat dari kapabilitas ekonomi dan militer, reformasi dalam bidang ekonomi begitu pesat. Periode 1982-2005, belanja negara membengkak, sedangkan pemasukan jauh berkurang. Harga minyak yang jatuh dari 40 dolar AS per-barel menjadi 20 dolar membuat kas negara kering (Pilihan, 2015). Namun pada tahun 1998, Raja Abdullah menghimbau anggota kerajaan untuk mengubah gaya hidup. Raja Abdullah sangat tegas dalam membatasi akses keuangan anggota kerajaan. Visinya dalam hal pembangunan ekonomi terlihat begitu agresif. Ia tak hanya mengikut-sertakan Arab Saudi pada kancah perdagangan dunia, tetapi juga Abdullah menyerukan pembentukan Arab Common Market (pasar publik wilayah Arab) pada Januari 2011. Menurut data Global Built Asset Wealth Index dilansir perusahaan konsultan Arcadis menyebutkan kekayaan aset Arab Saudi bernilai US$ 3,15 triliun atau kini setara dengan Rp. 43.914 triliun. Dan ini merupakan kekayaan aset negara terbanyak di kawasan Timur Tengah. Serta secara global, Arab Saudi memiliki tingkat pertumbuhan kekayaan aset dibangun tertinggi ketiga di dunia


(26)

(Assegaf, 2015). Sehingga, bantuan luar negeri Saudi terhadap Mesir untuk kudeta yang sebesar US$ 20 miliar merupakan dana yang sedikit dan memungkinkan bagi Saudi.

Dari segi militer, tentu juga mumpuni, sejak tahun 1963 yakni tahun pengangkatan Abdullah sebagai komandan Garda Nasional Saudi (SANG). Di bawah kepemimpinannya, SANG menjelma menjadi kekuatan militer modern di negeri padang pasir itu. Dan dari segi tindakan politik luar negeri, Saudi merasa terancam oleh kebangkitan Islam melalui Ikhwanul Muslimin, menyebabkan hegemoni Arab Saudi di kawasan Timur Tengah terancam, sehingga Raja Abdullah memutuskan untuk mendukung aktif menjatuhkan Presiden Mursi yang merupakan bagian dari Ikhwanul Muslimin.

Kemudian, sejumlah negara di Timur Tengah meningkatkan anggaran militernya pada tahun 2013 dengan menghabiskan dana triliunan rupiah. Menurut Stockholm International Peace Reaserch Institute (SIPRI), Arab Saudi memiliki anggaran tertinggi yakni US$ 766 triliun, bahkan memiliki posisi keempat di dunia (Choirul, Anggaran Militer Arab Saudi Rp 766 Triliun, 2014). Situasi ini pun memungkinkan Arab Saudi untuk mendukung gerakan mengkudeta Mursi dibawah Jenderal Al Sisi.

Aspek berikutnya adalah keterkaitan tindakan politik luar negeri Saudi berdasarkan konteks internasional. Pada penghujung tahun 2010 hingga 2011, kawasan Timur Tengah mengalami


(27)

pergolakan politik yang dikenal dengan Jasmine Revolution. Suatu revolusi yang bertujuan untuk menumbangkan rezim otoriter dan menggantikan dengan sistem demokrasi (Ardiyansyah, 2010). Revolusi ini merupakan ancaman bagi Saudi dan Mesir yang memiliki sistem pemerintahan otoriter. Namun pula keuntungan bagi Mesir yang sesaat setelah revolusi memiliki Presiden baru Mursi yang dipilih secara demokratis pada tahun 2012. Ditambah dengan peristiwa Arab Spring 2011 yang ditandai dengan demonstrasi massa secara masif dan diakhiri dengan tumbangnya beberapa rezim yang sudah berkuasa selama puluhan tahun. Di Mesir, peristiwa diakhiri dengan tumbangnya rezim yang berkuasa, Husni Mubarok.

Arab Spring di Mesir berlanjut pada proses demokratisasi yang ditandai oleh terlaksananya pemilu secara demokratis. Ikhwanul Muslimin yang pada awalnya mengalami penindasan politik, akhirnya dapat memenangkan pemilu. Nilai-nilai yang dibawa IM juga berpengaruh pada proses demokratisasi di Libya dan Tunisia misalnya. Negara-negara tersebut menyadari bahwa IM membawa udara baru politik yang lebih baik di kawasan Arab. Ini merupakan ancaman bagi hegemoni Arab Saudi. Sehingga, ia begitu geram pada eksistensi IM saat itu.

Ketiga aplikasi konsiderasi di atas dapat digambarakan dalam skema di bawah ini :


(28)

Ilustrasi dari Pengaplikasian Teori

Skema 1.2

D. Hipotesa

Mengacu pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan Arab saudi mendukung kudeta Mesir 2013 adalah :

1. Konteks internasional berupa kebangkitan Mesir di bawah Presiden dari kalangan Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi sistem pemerintahan monarki Arab Saudi.

2. Ekonomi dan militer Arab Saudi yang kuat melancarkan dukungannya terhadap Kudeta atas Presiden Muhammad Mursi. 3. Raja Abdul Aziz menciptakan kondisi politik domestik Arab Saudi Sistem

Pemerintahan Arab Saudi yang Monarki Absolut

Eksistensi IM mengancam sistem monarki Arab Saudi

Ekonomi dan Militer Arab Saudi

yang kuat Raja Abdullah

Mendukung Kudeta Mesir atas


(29)

yang monarki absolut mempengaruhi Raja Abdullah dalam tindakannya mendukung kudeta atas Mursi.

E. Jangkauan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup kajian dari awal terpilihnya Muhammad Mursi sebagai presiden Mesir sampai pelengserannya oleh militer Mesir sendiri dengan dukungan Arab Saudi. Pembatasan ruang lingkup bertujuan untuk memberikan penjelasan yang spesifik sehingga dapat mudah dipahami.

F. Metode Penelitian

Menurut Casel dan Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi secara akurat mengenai makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. Metode kualitatif juga berusaha memberikan gambaran menyeluruh tentang situasi yang sedang dipelajari oleh peneliti (Symon, 1994). Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dalam studi kepustakaan


(30)

(libraryan research) yaitu dengan mengumpulkan dokumen yang bersumber dari teks tertulis berupa artikel, buku, berita surat kabar, serta publikasi data internet (website).

G. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh terkait alasan Arab Saudi mendukung kudeta Mesir 2013, serta memberikan pemahaman kepada pembaca terkait masalah di atas. Sehingga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi penulis dan pembaca terkait fenomena yang terjadi di negara Timur Tengah, yang dalam karya tulis ini memfokuskan pada Arab Saudi dan Mesir.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian dan penulisan tentang skripsi ini terbagi atas lima masing-masing adalah sebagai berikut :

BAB I yang merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, kerangka pemikiran, hipotesa, lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.


(31)

dengan Ikhwanul Muslimin. Hubungan baik antara Arab Saudi dan IM sudah dimulai sejak tahun 1928 hingga terpilihnya Muhammad Mursi. BAB III merupakan bab yang membahas tentang dukungan Arab Saudi terhadap kudeta di Timur Tengah dan bagaimana sikap Arab Saudi terhadap kudeta Mesir. Arab Saudi memberikan dukungan baik moril maupun materil terhadap Kudeta, lain halnya dengan peristiwa kudeta di negara Timur Tengah lainnya.

BAB IV merupakan bab yang membahas tentang alasan Arab Saudi mendukung kudeta Mesir padahal negara lain mengecam. Inggris, Indonesia, Turki, dan lain-lain begitu mengecam Kudeta yang mengorbankan rakyat, masa depan dan demokrasi Mesir.

BAB V merupakan kesimpulan, berisi gambaran umum tentang aplikasi tiga konsideran dalam pengambilan keputusan luar negeri.


(32)

BAB II

HUBUNGAN BAIK ANTARA ARAB SAUDI DAN IKHWANUL MUSLIMIN

Hubungan baik antara Saudi Arabia dan Ikhwanul Muslimin berlangsung sangat lama, bisa dikatakan terjalin sejak masing-masing keduanya berdiri sebagai kekuatan baru Islam. Raja Abdul Aziz sebagai pendiri Saudia Arabia modern, dan Hasan Al Banna pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin menjadi pembuka pintu aliansi antara dua kekuatan Islam tersebut. Dan hubungan baik itu terjaga hingga SA dipimpin oleh Raja Salman sekarang ini. Meskipun tidak dipungkiri ada masa dimana keduanya berselisih, misalnya disaat SA merasa dikhianati oleh IM dalam keberpihakannya IM terhadap Iran sebagai musuh bebuyutan SA. Namun tindakan tersebut bukan bersumber dari tubuh IM, hanya saja ada pihak-pihak tertentu yang berafiliasi dengan IM.


(33)

SA dengan stabilitas dan pengaruhnya dapat memainkan peranan penting di tingkat regional dan internasional. SA bekerja keras untuk mengatasi berbagai permasalahan baik internasional maupun domestik negaranya. SA merupakan kerajaan yang percaya diri dalam mengamati dan menangani permasalahan global dengan tetap memperhatikan masalah dalam negerinya. Semua itu tidak terlepas dari sikap atau kebijakan luar

negeri yang diambil. Kebijakan luar negeri SA diambil atas pertimbangan geografis, sejarah, agama, ekonomi, keamanan, prinsip politik dan keadaan aktual.

Dan semua itu berlandaskan pada prinsip-prinsip, diantaranya: kebijakan membangun good-neighbor, tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain, memperkuat hubungan dengan negara Teluk dan Semenanjung Arab, memperkuat hubungan dengan negara Arab dan Islam untuk kepentingan bersama, mengadospi kebijakan non alignment, membangun hubungan kerjasama dengan negara sahabat, dan memainkan peranan aktif dalam organisasi internasional dan regional (Affairs, 2016). Adapun realisasinya, kebijakan luar negeri SA mengikuti keadaan di beberapa lingkaran keadaan berikut:


(34)

SA berada di wilayah Teluk, dan itu menjadi pertimbangan utama pengambilan kebijakan politik luar negerinya. Hubungan darah, kesamaan historis, lingkungan geografis yang menimbulkan kebersamaan, dan adanya kesamaan dalam sistem ekonomi dan politik dengan negara-negara Teluk lainnya menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan. Melalui organisasi atau Dewan Kerjasama untuk Negara Arab di Teluk (GCC), negara-negara Teluk bertujuan untuk menyatukan dan mengoordinasikan kebijakan bersama

dalam mencegah dan mengatasi timbulnya konflik. Adapun anggota GCC terdiri dari enam negara, yakni Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain dan Oman (Indonesia, 2015).

SA dan negara Teluk lainnya percaya pada kesamaan mereka bisa menyatukan mereka dalam mempertahankan keamanan selama krisis besar dan konflik yang mengelilingi dan mempengaruhi kawasan dengan cara yang berbeda. Para pemimpin negara-negara Teluk setuju bahwa GCC bisa dijadikan media untuk menjalin kerjasama komprehensif dalam bidang politik, kemananan, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan lain-lain.

Kerjasama di atas haruslah berpegang pada landasan-landasan berikut:


(35)

a. Keamananan dan stabilitas kawasan adalah tanggung jawab negara-negara Teluk.

b. Serikat negara Teluk memiliki hak untuk mempertahankan kemananan dan kemerdekaan negaranya sesuai dengan kebijakan negara dan hukum internasional untuk menghadapi tantangan baik internal maupun internasional.

c. Menolak intervensi terhadap urusan dalam negeri negara-negara Teluk, dan bekerjasama untuk melawan setiap agresi pada salah satu anggota negara.

d. Memperkuat kerjasama negara-negara Teluk dengan Inggris dalam bidang poltik, ekonomi, kemananan, sosial, budaya, dan lain-lain, melalui pendalaman dan konsolidasi hubungan antara negara-negara anggota.

e. Koordinasi kebijakan GCC bila memungkinkan, terutama terhadap isu-isu penting regional dan internasional. Hal ini telah ditempuh, misalnya dalam perang Irak-Iran dan invasi Irak ke Kuwait.


(36)

f. Mengambil tindakan serius untuk menyelesaikan semua sengketa (terutama sengketa perbatasan) antara negara-negara kawasan melalui pemahaman yang didasarkan pada prinsip persaudaraan dan tetangga yang baik.

2. Lingkaran Arab

Sejak berdirinya SA, kerajaan menyadari pentingnya penyatuan sikap dengan negara-negara Arab. Terdapat 22 negara yang termasuk pada Liga Negara Arab, yakni Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Kuwait, Aljazair, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, Somalia, Palestina, Djibouti, dan Komoro (Dickson, 2011). Persatuan ini didirikan oleh enam negara (Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi dan Suriah) pada tanggal 22 maret 1945. Didirikan dengan tujuan untuk menemukan mekanisme dalam mengoordinasikan hubungan serta sikap terhadap kepentingan dan isu-isu negara tersebut.

Lingkaran Arab ini berjalan dengan prinsip-prinsip dasar, seperti: pertama, hubungan yang tak terelakkan antara nasionalisme arab dan Islam. Maksudnya, SA memiliki perbedaan dengan negara lainnya di kawasan Arab, yakni SA menjadi tempat lahirnya Islam dan nasionalisme Arab. Kedua, kebutuhan akan persatuan negara-negara Arab. Tujuannya adalah untuk menyatukan sikap Arab dan


(37)

memanfaatkan seluruh potensi dan sumber daya masing-masing negara-negara untuk kepentingan bersama. Ketiga, realisme, untuk menghindari pencitraan negatif yang mempengaruhi stabilitas dan keamanan negara Arab serta mencegah campur tangan negara lain dalam urusan internal arab. Keempat, komitmen pada prinsip persaudaraan arab melalui penawaran semua jenis bantuan dan dukungan.

3. Lingkaran Islam

Islam selalu menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kebijakan luar negeri SA. Islam sebagai dasar SA, kerajaan bekerja untuk mengabdikan dan mendedikasikan potensi dan sumber dayanya untuk melayani masalah dunia Islam dan mencapai motif solidaritas dan persatuan berdasarkan fakta dari rasa memiliki satu keyakinan (Affairs, 2016). Dengan solidaritas Islam di atas, diharapkan pihak-pihak yang tergabung dapat bekerja dalam mendamaikan perselisihan di antara negara-negara Islam, saling memberikan bantuan ekonomi, memberikan bantuan darurat untuk negara Islam yang terkena bencana, dan memberikan bantuan bagi kelompok-kelompok Islam dimanapun mereka berada.


(38)

Demi mencapai solidaritas Islam, SA mengajak negara-negara Islam untuk membangun sistem pemerintahan Islam dan organisasi non pemerintah, yang sudah terbentuk diantaranya: The Muslims World League yang didirikan pada tahun 1962 dan The Organization of Islamic Conference yang berdiri pada tahun 1969, dan SA menjadi tuan rumah kedua organisasi tersebut. Dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri SA di lingkaran Islam adalah untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:

a. Mencapai solidaritas Islam yang komprehensif

b. Membuka cakrawala baru bagi kerjasama ekonomi di antara negara-negara Islam yang bertujuan mendukung pengelolaan potensi dan sumber daya masing-masing negara.


(39)

c. Melawan berbagai jenis dan teknik overflow budaya dan invasi intelektual yang mengancam dunia Islam.

d. Bekerja untuk mengembangkan Organisasi Konferensi Islam dan mendukung kegiatan agar lebih efektif dalam menghadapi isu-isu yang dihadapi oleh dunia Islam.

e. Mengaktifkan peran-peran negara dunia Islam dalam kerangka tatanan dunia baru. Memberikan bantuan dan dukungan untuk minoritas muslim di seluruh dunia, dan menjaga hak-hak mereka sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

f. Memperkenalkan citra Islam yang sesungguhnya dan hukum syariat yang penuh dengan toleransi. Dan melindungi Islam dari semua tuduhan dan fitnah yang ditujukan kepada Islam, seperti terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia.

4. Lingkaran Internasional

Dalam lingkaran internasional, SA sangat tertarik untuk membangun hubungan yang setara dengan kekuatan besar yang terhubung dengan kerajaan melalui serangkaian kepentingan.


(40)

Kepentingan ini muncul sebagai tanda eksistensi SA di negara arab dan Islam. Dan SA keluar dari dua dunia tersebut untuk bergerak lebih luas di tingkat masyarakat internasional. Selanjutnya, SA mendekati pusat-pusat kebijakan internasional dengan mempertimbangkan konsekuensi dan tanggung jawab dari kebijakan tersebut.

Saudi Arabia bangga menjadi salah satu anggota pendiri PBB 1945. Kerajaan percaya bahwa perdamaian internasional merupakan bagian dari kebijakan luar negerinya. Kerajaan selalu mengajak pihak terkait untuk lebih transparan dan berkeadilan dalam segala bidang. Keadilan adalah satu-satunya metode untuk menuju pada kesejahteraan dan stabilitas dunia. Dengan demikian, kerajaan tidak percaya dalam menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk melancarkan kebijakan luar negerinya. Pada saat yang sama, kerajaan percaya bahwa pertahanan diri adalah dasar yang sah dalam hukum internasional.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar dan prinsip penentuan kebijakan luar negeri SA adalah :

1. Harmonisasi dengan hukum-hukum Islam (syariat) sebagai konstitusi SA.


(41)

2. Menghargai prinsip kedaulatan dan non intervensi ke urusan dalam negeri manapun. Serta menolak intervensi dari negara lain terhadap urusan dalam negeri SA.

3. Bekerja untuk perdamaian dan keadilan internasional, dan menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan atau tindakan yang mengancam perdamaian internasional.

4. Mengutuk dan menolak segala metode dan terorisme internasional, dan mengkonfirmasi bahwa isu tentang Islam adalah teroris hanyalah dugaan yang tidak beralasan.

5. Kepatuhan terhadap hukum, perjanjian, charter, dan perjanjian bilateral.

6. Mempertahankan isu-isu arab dan Islam di dunia internasional melalui dukungan terus menerus dengan segala cara baik politik maupun ekonomi.

7. Non alignment dan penolakan terhadap sengketa yang mengancam keamanan dan perdamaian internasional. Serta menghormati hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri dan hak-hak mereka untuk pertahanan diri.


(42)

8. Menerapkan kebijakan yang seimbang dalam bidang produksi minyak, sebagaiman SA merupakan produsen minyak dan pemegang cadangan minyak terbesar di dunia.

Selanjutnya, arah politik SA kepada negara lain adalah SA menerapkan politik luar negeri yang agresif untuk memperkuat dominasi dan pengaruhnya serta mencapai hegemoni di Timur Tengah. Kebijakan yang diambil bisa berubah-ubah, contohnya pada krisis di Suriah, awalnya pro Suriah dan seketika berubah menjadi anti Suriah. Begitupun pada kasus kudeta Mursi, awalnya berhubungan baik dengan Mursi dan pemerintahannya, namun seketika mendukung kudeta atas Mursi. Sikap demikian tentu memiliki tujuan dan kepentingan, yakni untuk menekan rezim pemerintahan Mursi. Dengan demikian, tindakan SA dikatakan sebagai “opportunity” atau kesempatan dalam melancarkan kepentingannya.

B. Hubungan Arab Saudi dengan Ikhwanul Muslimin

1. Gambaran Umum Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin merupakan satu gerakan Islam yang mengajak umat menuju kepada penerapan syariat Islam dalam kehidupan nyata sebagaimana yang termaktub dalam Al Quran dan Al Hadits. IM mengajak umat untuk berkeyakinan bersih yang berakar teguh dalam


(43)

hati untuk bekerja dengan Allah dan untuk Allah. Keteguhan tersebut menjadi penggerak penerapan syariah yang mengatur al jawarih (anggota tubuh) dan prilaku. Pendiri IM adalah Hasan Al Banna, yang kemudian menetapkan nilai-nilai umum IM yakni syamil (universal), kamil (sempurna) dan mutakamil (integral). IM berdiri di kota Ismailiyyah, Mesir pada tahun 1928 yaitu empat tahun selepas kejatuhan sistem khalifah Islam terakhir, yakni Khalifah Turki Utsmaniyah. Anggaran dasar IM dibuat dan disahkan pada Rapat Umum IM pada 24 September 1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi IM disusun dan pada tahun itu pula, IM membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan Al Mahmoudiya.

Tujuan IM adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga islami, bangsa yang islami, pemerintahan yang islami, negara yang dipimpin oleh pemimpin-pemimpin islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan dakwah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran islam. Tujuan tersebut memiliki landasan berupa: Allahu ghayatuna (Allah tujuan kami), Ar Rasul Qudwatuna (Rasulullah teladan kami), Al Quran Dusturuna (Al Quran landasan hukum kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad jalan kami) dan Syahid fiisabilillah asma amanina (Mati syahid di jalan Allah cita-cita kami yang tertinggi).


(44)

Gambar 2.1

Sumber:http://www.muslimedianews.com/2013/10/allah-rasulullah-dan ikhwanul-muslimin.html

Artikel yang ditulis oleh Yaqien (Mahasiswa Al Azhar Kairo)

Adapun terkait nasionalisme yang didegungkan oleh Hasan Al Banna, beliau mengatakan hal berikut (Akbar, 2016) :

“Jika nasionalisme yang mereka maksud adalah keharusan bekerja keras untuk membebaskan tanah air dari penjajah, mengupayakan kemerdekaannya, serta menanamkan kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putra-putranya, maka kami bersama mereka dalam hal itu. Jika nasionalisme yang mereka maksud adalah memperkuat ikatan antar anggota masyarakat di satu wilayah dan membimbing mereka menemukan cara pemanfaatan kokohnya ikatan untuk kepentingan bersama, maka kami juga sepakat dengan mereka. Karena Islam menganggap itu sebagai kewajiban yang tidak dapat ditawar. Sesungguhnya Islam tegas-tegas mewajibkan, hingga tidak ada jalan untuk menghindar, bahwa setiap orang harus bekerja untuk kebaikan negaranya, memberikan pelayanan maksimal untuknya, mempersembahkan kebaikan yang mampu dilakukan untuk umatnya dan melalukan semua itu dengan cara mendahulukan yang terdekat, kemudian yang dekat, baik famili maupun tetangga. Sampai-sampai Islam tidak membolehkan memindah pembagian zakat kepada orang yang jaraknya melebihi jarak dibolehkannya mengqasar shalat kecuali dalam keadaan darurat. Hal ini lebih mengutamakan kerabat dekat dalam berbuat kebaikan.”


(45)

Ikhwan berkeyakinan bahwa khilafah adalah lambang kesatuan Islam dan bukti adanya keterikatan bangsa muslim. Khilafah merupakan identitas Islam yang wajib dipikirkan dan diperhatikan oleh kaum muslimin. Khilafah adalah tempat rujukan bagi pemberlakuan sebagian besar hukum dalam agama Allah. Oleh karena itu, para sahabat lebih mendahulukan penanganan kekhalifahan daripada mengurus dan memakamkan jenazah Rasulullah SAW sampai mereka benar-benar menyelesaikan tugas tersebut (memilih khalifah) (Akbar, 2016).

Pada awalnya, organisasi IM memfokuskan pada kegiatan pendidikan dan sosial, tetapi dengan cepat tumbuh menjadi kekuatan politik yang besar. Selama bertahun-tahun, IM menyebar ke negara-negara muslim lainnya, termasuk Suriah, Yordania, Tunisia, dan lain-lain, serta negara-negara dimana umat Islam berada dalam minoritas. IM digambarkan sebagaigerakan yang sangat mudah berafiliasi antara satu cabang dengan cabang lainnya (Chamieh, 1994).

Pada November 1948, terjadi pengeboman dan upaya pembunuhan terhadap IM. Pemerintah Mesir menahan 32 pemimpin IM dan resmi menutup IM. Pada saat ini, IM diperkirakan memiliki 2.000 cabang dan 500.000 anggota atau simpatisan (Wright, 1985). Bulan-bulan berikutnya, Perdana Menteri Mesir dibunuh oleh anggota IM dan sebagai balasannya Hasan Al Banna dibunuh oleh anggota pemerintahan.


(46)

Setelah revolusi 2011 yang menggulingkan Husni Mubarak, IM disahkan dan muncul sebagai gerakan politik yang paling kuat dan kohesif di Mesir. Partai politiknya memenangkan dua referendum, kursi yang jauh lebih banyak dari pihak lain dalam pemilihan parlemen 2011-2012, IM dengan partainya yang bernama Partai Kebebasan dan Keadilan, memenangkan hampir setengah dari 498 kursi. Dan kandidatnya Muhammad Mursi memenangkan pemilihan Presiden 2012.

IM menegaskan komitmennya untuk bergabung dalam proses politik. Harapannya adalah untuk membangun pemerintahan yang demokratis, negara sipil yang menuju pada kebebasan dan keadilan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam yang melayani seluruh masyarakat tanpa memandang warna kulit, keyakinan, tren politik atau agama (Godmann, 2011). Namun dalam waktu satu tahun masa jabatan, terjadi protes massa terhadap pemerintahannya dan Mursi digulingkan oleh militer.

Sampai tahun 2016, IM konsisten muncul sebagai kekuatan politik. Pada pemilihan kursi pemerintahan di Yordania, anggota politik IM memenangkan kursi di Parlemen Yordania, perwakilan wanita meningkat jumlahnya di posisi legislatif (Sweiss, 2016 ). Adapun prinsip politik yang dipegang IM sesuai dengan tiga strategi mencapai kekuatan dari Hasan Al Banna, yakni: tahap propaganda awal (persiapan), tahap organisasi (dimana orang-orang akan dididik oleh


(47)

kader IM) dan ‘aksi panggung’ (dimana kekuasaan akan diambil atau disita).

Berikut kami lampirkan bendera partai politik Ikhwanul Muslimin:

Gambar 2.2 Sumber :

http://www.verfassungsschutz.niedersachsen.de/extremismus/Islamismusundsonstig erExtremismus/islamistische_organisationen_und_bestrebungen/muslimbruderschaft

_mb/die-muslimbruderschaft-54221.html

2. Hubungan baik Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin

Hubungan baik antara Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin tidak terjadi begitu saja, melainkan ada alasan yang melatarbelakanginya.Terdapat beberapa alasan mengapa suatu negara menjalin hubungan baik dengan negara lain, diantaranya adalah: menjaga perdamaian dengan bangsa lain, menjaga hubungan politik


(48)

yang lebih dinamis, rasa solidaritas, mengambil pembelajaran positif dari bangsa lain, dan lain-lain (Monica, 2016).

Secara historis, Ikhwanul Muslimin dan Kerajaan Arab Saudi berusia hampir sama. Hasan Al Banna mendirikan IM pada tahun 1928 dan Raja Abdul Aziz mendeklarasikan kelahiran Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932. Al Banna tertarik pada wahabisme yang dianut SA, sehingga Al Banna selalu diterima di SA. Raja Abdul Aziz adalah inspirasi dari salafisme Al Banna. Sejak 1928, Al Banna membangun kemitraan dengan beberapa tokoh penting Arab Saudi, hingga akhirnya tahun 1936 ia melaksanakan ibadah haji. Di sanalah Raja Abdul Aziz dan Al Banna bertemu, sekaligus menolak permintaan Al Banna untuk membuka cabang IM di SA. Namun, upaya IM untuk bermitra dengan SA menjumpai titik keberhasilan. Pada tahun 1945, kunjungan Raja Abdul Aziz ke Mesir disambut meriah oleh aktivis IM. Pemicu hubungan baik ini adalah dengan menggunakan isu Palestina sebagai pintu membuka aliansi.

Hubungan baik tetap terjaga pada era kepemimpinan Hasan Hudhaibi, SA menjadi mediator konflik antara IM dan Gamal Abdul Nasser. Ketegangan itu terjadi tahun 1956, dimana pemerintahan Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir kedua periode 1956-1971) melarang dan membubarkan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Waktu itu terjadi penangkapan besar-besaran dan hukuman mati terhadap anggota dan pimpinan IM. Para anggota dan tokoh Ikhwan dimasukkan ke penjara


(49)

militer di Liman Thuroh. Mereka mengalami penyiksaan, sebelum akhirnya dihukum mati. Sebagian dari mereka ada yang melarikan diri. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Arab Saudi menampung pelarian jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir tersebut seperti Abdullah Azzam dan Muhammad Qutb. Selanjutnya, mereka tidak hanya dipekerjakan sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz Arab Saudi, tetapi juga pemerintah Arab Saudi memberikan mereka kewarganegaraan dan kewenangan untuk mengurusi beberapa lembaga swadaya masyarakat Arab Saudi. Inilah titik penting hubungan harmonis antara Arab Saudi dan IM.

Hubungan baik di atas dilatarbelakangi oleh alasan solidaritas, kedekatan ideologis politis dan menjaga perdamaian antara bangsa. Dimana Arab Saudi peduli terhadap korban aksi pembubaran IM di Mesir. Tindakan seperti memberikan bantuan dianggap sudah semestinya dilakukan atas dasar rasa solidaritas sesama muslim. Dan juga untuk menghindari konflik yang tidak perlu. Sehingga, tidak ada kekhawatiran apapun dari SA atas tindakannya. Untuk alasan kedekatan ideologis politis, saat IM berkonflik dengan Nasser, baik IM maupun SA menentang ideologi dan kebijakan politik Nasser. Maka tidak heran jika banyak aktivis IM yang eksodus ke SA saat rezim Nasser berlangsung. Alasan menjaga perdamaian antar bangsa dapat juga dilihat dari sambutan baik Raja Abdullah terhadap kunjungan Muhammad Mursi ke SA sesaat setelah terpilih menjadi Presiden Mesir.


(50)

Hubungan baik antara keduanya berlanjut pada dukungan materil SA kepada IM. Sejak awal tahun 1936, Wakil Menteri Keuangan Muhammad Srour Al Farhan di bawah perintah Raja Abdul Aziz konsisten memberikan bantuan rutin kepada IM. Hubungan baik itu berlanjut meskipun hubungan SA dan Mesir mengalami perubahan saat periode Raja Farouk, namun hubungan SA dan IM tetap terjaga. Hasan Al Banna diizinkan untuk memberikan ceramah selama musim haji di Makkah dan Madinah, berkhutbah kepada Kepala Delegasi negara-negara muslim, dan juga bertemu dengan ulama-ulama. Pada tahun 1946, Raja Saudi mengadakan pesta untuk menghormati pemimpin IM (Sadeq, 2015). Dan sekitar tahun 1966, IM berhasil membuka cabangnya di SA serta negara Teluk lainnya.

Berlanjut pada hubungan SA dan IM era Muhammad Mursi, sesaat setelah terpilihnya Mursi sebagai Presiden Mesir, SA adalah negara pertama yang dikunjungi Mursi. Alasannya adalah untuk menjaga hubungan baik antara keduanya. Seperti yang diketahui bahwa Mursi merupakan presiden dari kalangan IM. Sehingga, tindakannya untuk mengunjungi Mesir pada Juli 2012 silam adalah untuk mempererat hubungannya dengan SA. Tanggapan SA atas kunjungan tersebut pun baik.


(51)

BAB III

SIKAP ARAB SAUDI TERHADAP KUDETA DI TIMUR TENGAH

DAN KUDETA MESIR 2013

Arab Saudi selalu menunjukkan sikap terhadap setiap kudeta yang terjadi di Timur Tengah. Hal yang membedakan sikapnya terhadap kudeta satu dengan yang lainnya adalah tingkat keterlibatannya. Ada sikap SA yang terlibat langsung, namun ada juga yang sekedar menunjukkan keprihatinan dan pemberian bantuan bagi korban. Semua itu bergantung pada kepentingan nasional SA di Timur Tengah.

A. Gambaran Umum Kudeta di Timur Tengah dan Sikap Arab Saudi

Deretan peristiwa kudeta di Timur Tengah, seperti: 14 Januari 2012 di Tunisia yang menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali, 3 Juli 2013 di Mesir yang menggulingkan Muhammad Mursi, 14 Oktober 2016 di Libya yang menggulingkan Fayez Al Sarraj, dan lain-lain, menjadi bukti bahwa kelompok kecil dapat merebut kekuasaan. Rezim mampu menciptakan militer yang handal untuk menyerang pihak terkudeta dan menciptakan ketakutan bagi sipil yang tidak terlibat. Dampaknya, militer resmi negara tidak cukup menjadi andalan, sebab militer dari sipil pun sanggup melatih dan memfasilitasi diri mereka untuk sebuah misi yang besar yakni kudeta.


(52)

Di sinilah keamanan negara mulai dipertanyakan, sebab ancaman melalui tindak politik dan/ kejahatan muncul dan membahayakan tatanan negara dan bangsa. Sejalan dengan itu penjelasan atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara pasal 4 menyebutkan bahwa ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam maupun luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa (Anwar, 2013). Meskipun pasukan keamanan negara telah menduduki posisinya masing-masing, namun kemungkinan ancaman tetap ada.

Di atas adalah ancaman dalam aspek militer, adapula ancaman non militer yang dianggap sebagai dampak negatif dari globalisasi, yang mana globalisasi menghilangkan batas pergaulan antar negara. Ancaman yang dimaksud adalah ancaman ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Khususnya di Timur Tengah, paham demokrasi dan kebangkitan Islam begitu cepat terserbar sehingga revolusi banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah, dan mengancam eksistensi sistem pemerintahan monarki otoriter.

Adapun ancaman dalam bidang politik dapat berupa penggunaan kekuatan melalui pengerahan massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah. Dalam bidang ekonomi, penghapusan terhadap arus modal, barang dan jasa dapat mengancam kedaulatan ekonomi suatu negara. Dan ancaman dalam bidang ekonomi dibagi menjadi dua,


(53)

yakni ancaman dari dalam dan luar. Ancaman dari dalam seperti: kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan yang menimbulkan permasalahan terorisme, kekerasan, separatisme, dan lain-lain. Ancaman dari luar timbul sebagai dampak negatif globalisasi.

Kembali pada pembahasan kudeta di Timur Tengah, pemicu kudeta sejalan dengan bentuk-bentuk ancaman di atas. Misalnya kudeta di Mesir, pemicunya adalah ancaman politik dimana terdapat kekuatan militer yang dipimpin Jenderal Al Sissi yang berusaha menggulingkan kekuasaan pemerintahan Muhammad Mursi. Selanjutnya, kami lampirkan daftar kudeta di Timur Tengah :

Tabel 3.1 Daftar kudeta di Timur Tengah

No. Negara Waktu Pihak Terkudeta Ket. 1 Mesir 3 Juli 2013 Muhammad Mursi Berhasil 2 Turki 15 Juli 2016 Recep Tayyip Erdogan Gagal 3 Yaman 21 September

2014 Mansour Hadi Berhasil

4 Libya 14 Oktober 2016 Fayez Al Sarraj Gagal 5 Tunisia 14 Januari 2014 Zine El Abidine Ben Ali Berhasil

6 Suriah 2016 Ahmad Al Audah Gagal

1. Kudeta di Mesir

Demonstrasi anti Mursi tersebut mulai berlangsung pada tanggal 28 Juni di beberapa titik vital Mesir seperti Kairo, Alexandria, Dakahlia, Gharbiya dan Aswan. Dan pada tanggal


(54)

30 Juni, sekitar 14 miliar demonstran memenuhi area demonstrasi untuk memprotes Mursi dan IM yang dituduh membajak revolusi Mesir dan memonopoli kekuasaan untuk misi pemberlakuan hukum Islam di Mesir. Menyusul tanggal 1 Juli, lebih dari 1 juta demonstran terhadap Mursi berkumpul di Tahrir Square dan di luar istana Presiden, sementara demonstrasi lainnya diadakan di kota-kota Alexandria, Port Said dan Suez. Berlanjut pada tanggal 2 Juli, pihak pro dan anti Mursi berkumpul di Kairo sebagai batas waktu yang ditetapkan militer bagi pemerintahan Mursi untuk meninggalkan kekuasaan.

Pada tanggal 3 Juli 2013, Panglima Militer Mesir Jenderal Abdel Fattah Al Sissi memimpin koalisi untuk menghapus kekuasaan Presiden Muhammad Mursi. Tindakan tersebut muncul dipicu oleh demonstrasi pro dan anti Mursi di atas yang meluas secara nasional dengan membawa dua bendera ideologi yang berbeda. Puncaknya adalah militer menangkap Mursi dan pemimpin IM satu hari sebelum kudeta sampai tanggal 5 Juli 2013, serta menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Agung Mesir Adly Mansour sebagai Presiden sementara Mesir.


(55)

Pada tanggal 15 Juli 2016, sebuah kudeta yang ditujukan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Upaya tersebut dilancarkan oleh faksi dalam angkatan bersenjata Turki yang mengorganisir diri sebagai Dewan Perdamaian. Mereka berusaha untuk menguasai beberapa tempat penting di Ankara, Istanbul, dan di tempat lain, tetapi gagal untuk melakukannya setelah pasukan bela negara mengalahkan mereka.

Kudeta diduga dipimpin oleh pemimpin gerakan teroris Turki, Fethullah Gulen. Alasan kudeta karena pemerintahan Erdogan diduga sekuler, menghapuskan pemerintahan demokratis, mengabaikan nilai-nilai hak asasi manusia dan menghilangkan kredibilitas Turki di dunia internasional. Kudeta ini menewaskan lebih dari 300 orang dan lebih dari 2.100 orang luka-luka. Banyak gedung-gedung pemerintah, termasuk DPR Turki dan istana Presiden rusak.

3. Kudeta di Yaman

Pejuang Houthi memberikan pernyataan pada pemerintah dan warga Yaman tentang misi kudetanya, yakni kudeta untuk membubarkan parlemen dan membentuk pemerintahan sendiri. Pernyataan tersebut mengundang ribuan orang untuk berkumpul di Yaman mengecam pernyataan


(56)

tersebut. Houthi pun mengumumkan akan membentuk Komisi Keamanan untuk memerintah Yaman selama dua tahun ke depan. Demonstrasi kemudian meletus di ibukota Sanaa, serta kota-kota; Aden, Hodeida, Taiz, Dhamar, Ibb dan Al Bayda.

Setelah empat hari bentrok senjata dan proses negosiasi antara pihak pemberontak dan pasukan keamanan Yaman, Presiden Mansour Hadi menyerah pada tuntutan pemberontak untuk melakukan gencatan senjata. Presiden Mansour Hadi mengundurkan dirinya sebagai Presiden Yaman, disusul dengan penandatanganan perjanjian damai dan Perjanjian Kemitraan Nasional (PNPA) tanggal 21 September 2015 oleh pemerintah, partai politik, dan gerakan pemberontak Houthi.

4. Kudeta di Libya

Kudeta di Libya terjadi pada tanggal 14 Oktober 2016 yang dilakukan oleh mantan Kepala Pemerintah Nasional Keselamatan Khalifa Haftar Al Ghawil terhadap Perdana Menteri Fayez Al Sarraj. Kudeta tersebut berlangsung di ibukota Tripoli. Pihak terkudeta mendapat dukungan dari PBB, Amerika, Inggris dan Uni Eropa. Dukungan tersebut berupa pengakuan bahwa pemerintah terkudeta merupakan pemerintah sah Libya.


(57)

Kudeta dipicu oleh rasa tidak menerima Haftar terhadap tindakan pemerintah yang menggulingkannya. Haftar merupakan Perdana Menteri yang sebelumnya dijatuhkan oleh kubu pemerintah terkudeta. Namun, kudeta berakhir dengan kegagalan. Kekalahan Haftar dan pasukannya menyebabkan sejumlah kabilah dan suku yang semula setia pada Haftar, seperti suku Al ‘Awaqir, berbalik menyerang Haftar dan pasukannya. Serta menuduh Haftar dan pasukannya telah menyebabkan tewasnya pemuda pemuda sukunya. Tidak hanya itu, Al ‘Awaqir juga mengusir Haftar dan pasukannya dari wilayah mereka. Akibatnya, kekalahan yang terus menerus menimpa Haftar mengakibatkan perpecahan di tubuh Haftar sendiri.

5. Kudeta di Tunisia

Kudeta atas Presiden Zine El Abidine Ben Ali ini terjadi pada tanggal 14 Januari 2014. Berbeda dengan kudeta Mesir, kudeta di Tunisia terjadi bukan karena tentara/militer negara yang campur tangan pada urusan politik pemerintah. Melainkan karena terdapat perbedaan ideologis antara “dua Tunisia,” yakni kalangan Islam yang memimpin pemerintah koalisi negara dan kalangan sekuler. Dengan kata lain, Tunisia tidak mengalami konflik seperti di Mesir. Kudeta Tunisia yang oleh kalangan


(58)

tertentu disebut revolusi Tunisia dilancarkan oleh pemuda yang frustasi terhadap pemerintahan.

6. Kudeta di Suriah

Kudeta di Suriah yang terjadi tahun 2016 ini dilancarkan oleh anggota kelompok teroris yang menyebut dirinya sebagai pemuda di kota Basri Al Sham di provinsi Dara’a, Selatan Suriah, tetapi mereka gagal mencapai tujuan yang diinginkan dan terbelah menjadi dua kelompok, yakni pendukung Ahmad Al Audah komandan yang merupakan subjek dari kudeta, dan Muhammad Tomah, pimpinan komplotan kudeta (News, Kecewa Kalah Terus, Teroris Suriah Lancarkan Kudeta Internal, 2016). Komplotan kudeta menuduh Al Audah melakukan korupsi dan berhubungan dengan ISIS serta menyeru agar ia diturunkan dari kekuasaan. Pasukan pro-kudeta juga menuntut operasi intensif untuk mengalihkan perhatian tentara Suriah dari Utara ke Selatan Suriah, tetapi gagal melaksanakan kudeta tersebut.

Terkait kudeta di negara-negara Timur Tengah, SA menunjukkan sikap dan respon yang berbeda-beda kepada satu negara dengan negara lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh kepentingan


(59)

nasional yang dibawanya. Dalam kudeta Turki, SA menyambut kesuksesan Presiden Erdogan dalam menggagalkan kudeta militer (Muhaimin, 2016). Namun menurut sumber lain yang dilansir dari situs Iqna, terkait para pelaku di balik layar kudeta ini ia mengungkapkan, Binali Yildrim, Perdana Menteri baru-baru ini mengambil sikap positif dalam mendukung Suriah, sementara tidak menyenangkan untuk Amerika dan sistem monarki Arab Saudi dan kemungkinan sikap ini berpengaruh dalam terjadinya kudeta (Iqha, 2016)

Bukti lain yang menunjukkan bahwa SA terlibat dalam kudeta Turki adalah Muhammad bin Salman pejabat senior pemerintahan di Riyadh telah diberitahu akan adanya kudeta di Turki jauh sebelum berlangsungnya kudeta. Alasannya, Muhammad bin Salman memiliki kedekatan dengan pihak yang mengkudeta di Turki. Di saat pelaksanaan sidang tertutup parlemen, pemimpin sidang Mr.Zarif mengatakan bahwa pada prinsipnya, kami mengutuk setiap aksi kudeta di bagian manapun di dunia dan percaya bahwa rakyat harus memainkan peran dalam demokrasi (News, Mujtahid: Arab Saudi, UEA Terlibat Kudeta di Turki, 2016). Dan beberapa negara yang salah satunya SA enggan untuk berkomentar pada pernyataan pemimpin sidang tersebut. Enggan pula memberikan pendapat terkait penyelesaian masalah kudeta.


(60)

Pada bulan Maret 2015, bentuk intervensi SA dalam kudeta Yaman adalah memimpin serangan udara dan blokade laut. Tindakan tersebut disebut dengan operasi militer “badai penghancur” (aashifatul hazm) terhadap pemberontak Al Houthi Yaman. Hal ini dilakukan sesuai permintaan Presiden terkudeta Yaman, Abdrabuh Mansur Hadi yang meminta bantuan negara-negara Arab pasca kudeta. Awalnya, intervensi hanya berupa kampanyeu pemboman. Namun kemudian berlanjut pada tindakan blokade laut dan penyebaran pasukan darat ke Yaman. Koalisi SA menyerang posisi milisi Al Houthi dan pengikut setia mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh.

SA juga memimpin aksi militer negara-negara Timur Tengah yang lain; Mesir, Maroko, Yordania, Sudan, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar dan Bahrain mengirimkan jet tempur dan pasukan daratnya. Djibouti, Eritrea dan Somalia membuat wilayah udara mereka, serta menyediakan perairan teritorial dan pangkalan militer untuk koalisi SA. SA juga memanggil Pakistan untuk bergabung dalam koalisi, namun mereka lebih memilih untuk menjaga netralitas. Dan pada 21 April 2015, koalisi SA mengumumkan untuk mengakhiri operasi militer badai penghancur, dan memilih untuk beralih pada intervensi politik. Kerajaan dan mitra koalisi melancarkan upaya politik dan perdamaian yang mereka sebut dengan “operasi memulihkan harapan Arab” (‘amaliyyat i’adat al


(61)

amal). Namun jika sesekali kekuatan militer diperlukan, koalisi pun tetap akan tanggap terhadap ancaman tersebut.

Respon SA terhadap kudeta di Tunisia tidak se-agresif responnya terhadap kudeta di Mesir. Raja Abdullah memilih untuk melihat Tunisa bukan sebagai aktor Islam yang berpengaruh meskipun SA memberikan suaka politik pasca Ben Ali jatuh dari tampuk kepemimpinannya akibat kudeta. Namun informasi lain yang bertentangan muncul ketika terdapat pernyataan bahwa alasan SA tidak memberikan perhatian lebih terhadap kudeta Tunisia adalah karena perubahan rezim Ben Ali menjadi sekutu dalam memberantas terorisme, dalam mengamankan stabilitas keamanan di Afrika Utara dan dalam melawan pengaruh Iran di kawasan itu. Hal tersebut menjadi ketakutan tersendiri bagi SA, menduga Tunisia dapat mengganggu hegemoninya di Afrika Utara.

Terhadap kudeta di Suriah, SA menunjukkan keprihatinan dan kesedihan mendalam atas kedzaliman yang terjadi di Suriah. Dan menjadi perhatian penting kerajaan dalam KTT Liga Arab. Serangan bombardir dari udara dan gas beracun begitu menyiksa rakyat Suriah. Solusi yang diajukan SA adalah keteguhan untuk berpegang pada keputusan pertama Konferensi Jenewa serta mengajak saudara seiman dari negara lain untuk sama-sama membantu kebangkitan Suriah


(62)

B. Gambaran Umum Kudeta Mesir 2013 dan Sikap Arab Saudi Berbeda dengan kudeta di negara-negara Timur Tengah sebelumnya, sikap SA terhadap kudeta di Mesir lebih terkesan agresif. Alasannya, jika misalnya di Tunisia, SA hanya sebagai pemberi suaka, di Yaman sebagai pemimpin operasi militer atas permintaan Presiden terkudeta, dan lain-lain, namun di Mesir SA sebagai pendukung utama pemimpin kudeta, Jenderal Al Sisi.

Fakta di atas sebagai efek Arab Spring terhadap SA, dimana banyak munculnya negara Islam yang beralih ideologi menjadi penganut demokrasi. Era saat ini sistem pemerintahan monarki absolut sudah tidak relevan, rakyat membutuhkan ruang untuk menikmati kebebasannya dalam berpolitik. Sehingga, sikap pemimpin yang otoriter dan paham bahwa titah Raja adalah titah Tuhan yang tak bisa dibantah menjadi momok bagi pendamba demokrasi.

Begitupula dengan Mesir, setelah tumbangnya rezim otoriter Husni Mubarak, kini Mesir berpindah tangan pada pemimpin demokratis Muhammad Mursi yang berasal dari organisasi Ikhwanul Muslimin. Perpindahan ideologi itu dibawa olah organisasi tersebut dan pahamnya berhasil menyebar pula di negara-negara lain sebagai bentuk kebangkitan Islam. Prestasi seperti ini tidak bisa lepas dari perhatian SA yang menjadi ‘center’


(63)

negara Arab. Monarkinya mulai terancam dan kiblat negara-negara Timur Tengah berpindah dari dirinya.

Berangkat dari motif di atas, SA tidak bisa membiarkan eksistensi organisasi IM yang di Mesir diwakili oleh Presiden terpilih Mursi. SA bersama Al Sisi dan pasukannya melancarkan kudeta atas Mursi hingga mencapai keberhasilan. Mursi jatuh dari tampuk kepemimpinannya dan digantikan oleh Presiden sementara Adly Mansur yang ternyata memiliki kecondongan terhadap yahudi. Ia adalah pengikut sekte sabatiyyah, yaitu sekte yahudi. Dia berusaha untuk mendekati nasrani, namun Paus Kopti menolak untuk membaptisnya (Mansur, 2013).

Adapun bentuk dukungan SA dalam kudeta semakin menunjukkan bahwa SA bersekutu dengan militer Mesir. Enam hari setelah penggulingan Mursi, SA kembali menunjukkan dukungan aktifnya terhadap kudeta. SA mengumumkan bahwa ia menyumbangkan dana US$ 5 miliar untuk Mesir. Arab Saudi juga tidak peduli terhadap pembunuhan pendukung Ikhwanul Muslimin oleh militer Mesir. Bantuan tersebut, yang diputuskan oleh Raja Abdullah pada 9 Juli 2013, akan terdiri atas US$ 2 miliar deposito bebas bunga di bank sentral Mesir, US$ 1 miliar donasi, dan setara dengan US$ 2 miliar berupa produk-produk minyak dan gas. Bantuan US$ 5 miliar yang disalurkan SA mencerminkan dukungan


(64)

kerajaan terhadap situasi dan perubahan terbaru di Kairo (M.Saeri, 2014).

Bukan itu saja, SA menjanjikan akan memberikan bantuan keuangan non stop jika negara-negara Barat menghentikan bantuannya kepada Mesir. Dukungan ekonomi SA sangat dibutuhkan bagi keberhasilan pemerintahan transisi Adly Mansur, sebagaimana Mesir telah berjuang untuk memulihkan ekonomi dari resesi yang melanda setelah revolusi 2011. Sehingga bantuan tersebut memiliki dampak besar dalam menentukan keputusan Mesir untuk terhindar dari situasi perekonomian terburuk. Dan bagi SA, mendukung pemerintah sementara Mesir adalah sebuah investasi dalam hubungan dengan rezim baru di Mesir.

Selanjutnya, keputusan luar negeri SA yang mendukung kudeta menjadi poin yang problematis. Di saat banyak pihak yang mengecam, SA justru mendukung. Aktor hubungan internasional baik individu maupun kelompok perlu untuk merespon suatu permasalahan global. Tindakan seperti itu dilakukan untuk menunjukkan arah politik yang dibawanya. Sehingga respon terhadap permasalahan menentukan identitas politik aktor. Begitu halnya dengan bentuk-bentuk respon negara atau organisasi tertentu terhadap kudeta Mesir. Ada negara atau organisasi yang mendukung, adapula yang mengecam. Tindakan baik mendukung atau mengecam menentukan arah politiknya.


(65)

Uni Eropa melalui Kepala Kebijakan Luar Negeri, Catherine Ashton mengecam kudeta Mesir. Dan meminta pihak yang terkait untuk kembali melakukan proses demokrasi yang mana dapat diselenggarakannya pemilihan Presiden dan parlemen yang bebas dan adil dengan persetujuan konstitusi, dilaksanakan dengan cara yang terbuka, sehingga mengizinkan negara untuk melanjutkan dan menyelesaikan transisi demokrasi. Sikap yang sama dilakukan oleh Turki, Presiden Recep Tayyip Erdogan yang diwakili oleh Menteri Luar Negerinya tidak dapat menerima tindakan yang melecehkan demokrasi, dan Turki menyerukan pembebasan tahanan terhadap Mursi dan aktivis IM.

Ennahda Rachid Ghannouchi, pemimpin partai mewakili para islamis di Tunisia menyatakan keheranannya terhadap kudeta. Ia begitu tidak sepakat terhadap penggulingan pimpinan yang dipilih secara demokratis, hal itu akan menghasilkan akan menumbuh-suburkan radikalisme. Adapun Inggris, Inggris tidak mendukung intervensi militer sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa dalam sistem demokrasi. Inggris menyerukan semua pihak untuk terus berpikir ke depan demi terselenggaranya transisi politik Mesir yang baik, dengan cara menanggapi suara rakyat Mesir.

Begitupun dengan Amerika Serikat yang digadang-gadang ada di balik kudeta, ternyata menyatakan keprihatinannya. Dan menyerukan agar Mesir dapat mengembalikan pemerintahan sipil,


(66)

meskipun harus melalui proses yang sulit. Namun dengan mendengarkan suara rakyat dan komitmen untuk membangun pemerintahan yang jujur, maka mimpi demokrasi dapat tercapai. Bagi Jerman, intervensi militer adalah kemunduran besar bagi demokrasi Mesir. Agar efek kudeta tidak lebih meluas, Jerman menyarankan Mesir untuk melakukan dialog dan kompromi politik. Selanjutnya Prancis, Prancis berharap demokrasi di Mesir menghormati perdamaian sipil, pluralisme, kebebasan individu dan transisi demokrasi, sehingga rakyat Mesir bebas memilih pemimpin mereka dan masa depannya. Indonesia pun negitu mengecam kudeta yang meruntuhkan demokrasi Mesir. Dan Indonesia mengajak negara-negara penganut demokrasi untuk mengembalikan nilai-nilai demokrasi Mesir, yakni dengan upaya melantik kembali Mursi secara simbolik namun tidak diberi wewenang atas jalannya pemerintahan.


(67)

BAB IV

ALASAN ARAB SAUDI MENDUKUNG KUDETA MESIR PADAHAL NEGARA LAIN MENGECAM

Arab Saudi merupakan negara yang memiliki pengaruh baik di tingkat regional maupun internasional. Sebagai negara dimana tempat dua kota suci Makkah dan Madinah berada, pemerintah SA memiliki tanggung jawab untuk merepresentasikan wajah Islam ke mata dunia. Itulah sebabnya konstitusi SA berlandaskan Al Quran dan Hadits. Dalam realisasinya, sikap SA dalam hubungannya dengan negara lain tidak selalu selaras dengan konstitusi dan bahkan menimbulkan kontroversi, sebab dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam. Begitulah yang terjadi pada kasus kudeta atas Mursi. Dikatakan tidak sesuai syariat Islam itu karena, misalnya, haram menumpahkan darah orang muslim, sedangkan kudeta di Mesir memakan banyak korban muslim yang tidak bersalah. Manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, bukan sebagai penghancur, namun faktanya kudeta di Mesir mengakibatkan banyak kehancuran baik bangunan maupun potensi alam, dan lain-lain.

Tindakan SA di atas dilakukan bukan tanpa alasan. Terdapat tiga hal yang mendorong SA menentukan kebijakan luar negeri dalam mendukung kudeta Mesir. Alasan tersebut adalah sebagai berikut :


(68)

A. Konteks Internasional

Dalam konteks internasional, kondisi internasional dianggap sebagai satu kesatuan faktor yang mempengaruhi kegiatan kebijakan luar negeri negara-negara. Konteks internasional juga menjadi pertimbangan bagi negara dalam penanggulangan masalah. Selanjutnya, konteks internasional berbicara tentang posisi hubungan antar negara dalam sistem internasional, serta segala isu-isu yang berkaitan dengan hubungan internasional.

Konteks internasional yang menjadi alasan dukungan SA terhadap kudeta adalah, pertama, keamanan. Kemanan memiliki pengertian yang universal, namun kemanan dapat digambarkan sebagai suatu kebebasan dari suatu ancaman, bahaya, resiko kecemasan dan keraguan. Dalam hubungan internasional, keamanan adalah kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan independent identity dan fungsional integrity (M.Saeri, 2014). Menurut Muttiah Alagappa, ada empat elemen yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan konsep-konsep keamanan berkaitan dengan pemikiran tradisionalis dan kontemporer, yaitu (Kurniawan, 2004) :


(69)

Pemikiran tradisional mengacu pada pandangan realis, dengan menempatkan negara sebagai objek keamanan. Sedangkan pemikiran kontemporer mengacu kepada pandangan idealis yang menekankan keamanan manusia dalam makna yang luas.

b. Nilai-nilai utama dalam masalah keamanan.

Pemikitan tradisionalis menekankan pada isu-isu kedaulatan negara menyangkut perbatasan wilayah (teritorial) dan perlombaan senjata. Pemikiran kontemporer lebih menekankan isu-isu yang multidimensional seperti dimensi sosial, ekonomi ataupun lingkungan hidup baik langsung ataupun tidak yang dapat mempengaruhi keamanan nasional suatu negara.

c. Bentuk dan sifat ancaman

Pemikiran tradisional melihat ancaman pada konflik antar negara yang berbentuk perang terbuka, yang sifat ancamannya berdimensi militer. Sedangkan pemikiran kontemporer melihat ancaman bisa berbentuk kekerasan seperti perdagangan narkotika, terorisme, dan


(1)

13 Melihat peristiwa tahun 2011, Mubarak terjungkal dari posisi kekuasaannya melalui revolusi Mesir. Dengan satu tujuan utama untuk menggulingkan rezim otoriter tersebut, semua faksi termasuk IM bersatu melengserkan pengganti Anwar Sadat ini dari kekuasaannya. Revolusi Mesir lantas negara-negara Timur Tengah lainnya untuk membuka pintu revolusi. Mubarak dijebloskan ke penjara dengan banyak alasan. Selain dituding bertanggungjawab atas tewasnya ratusan demonstran pada 2011, dia dianggap menyalahgunakan kekuasaan. Rezim Mubarak dituduh sarat akan skandal korupsi dan kesewang-wenangan. Namun, saat Mursi menjabat, pengadilan kerap kali gagal menyidangkan Mubarak, sehingga selama dua tahun dia dipenjara dan tidka pernah dimeja-hijaukan (Nuroyono, 2013). Alih-alih dibebaskan pada tanggal 21 Agustus 2013, ternyata di pengadilan Mesir banyak sekutu Mubarak. Pembebasannya didasarkan atas dalih hukum di Mesir mengatur bahwa terdakwa yang tidak divonis pengadilan lebih dari dua tahun, tidak bisa ditahan. Masa penahanan Mubarak sudah mencapai dua tahun, maka menurut Abdellaty, Mubarak boleh tinggal di rumah (Ichsan, 2013). Sehingga, pengadilan menyatakan tidak ada dasar hukum untuk melanjutkan penahanan Mubarak.

Alasan berikutnya adalah karena kolega SA memiki kepentingan masing-masing terhadap IM dan Mesir. Seperti, UEA, lawan politik Presiden Muhammad Mursi yaitu Marsekal Ahmed Shafik, ia adalah mantan perdana menteri pada era Mubarak yang sekarang menjabat sebagai konsultan untuk Presiden UEA. Ia tidak dapat mengenyampingkan sikap UEA yang sangat anti IM. Sehingga jelas, UEA memiliki kepentingan guna melanggengkan kekuatan status quo yang lama di Mesir. Fakta lainnya, bahwa tokoh-tokoh sisa rezim Mubarak memegang peranan penting dalam gerakan oposisi yang menggulingkan Mursi. Hal ini menjelaskan mengapa jutaan dolar mengalir dari UEA ke oposisi Mesir. Hal ini juga membuktikan bahwa UEA memiliki hubungan sangat erat dengan orde lama Mesir dan tetap dalam bayangan SA, yang menjadi agen kerjasama internasional yang berfokus pada Mesir.

Selain itu, SA berkolega dengan Zionis-Israel. Menurut Zionis-Israel, Mesir adalah tempat yang strategis untuk melancarkan penjajahannya. Zionis Israel tidak hanya ingin menumbangkan Mursi, tetapi juga kendaraan politik yang mengantarkan Mursi menjadi Presiden, yakni organisasi IM. Bagi Israel, IM harus dicabut hingga akar-akarnya, sebab ideologi IM berkembang di Palestina, khususnya di jalur Gaza. Gerakan


(2)

14 perlawanan Islam Hamas di Gaza diyakini sebagai perpanjangan tangan dari IM. Sehingga, menamatkan IM di Mesir setidaknya dapat melemahkan kekuatan Hamas di Gaza.

KESIMPULAN

Hubungan baik antara Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin terjalin atas beberapa alasan. Diantaranya, menjaga perdamaian dengan bangsa lain, menjaga hubungan politik yang lebih dinamis, rasa solidaritas, mengambil pembelajaran positif dari bangsa lain, dan lain-lain. Secara historis, Raja Abdul Aziz adalah inspirasi dari salafisme Al Banna. Sejak 1928, Al Banna membangun kemitraan dengan beberapa tokoh penting Arab Saudi, hingga akhirnya tahun 1936 ia melaksanakan ibadah haji. Hubungan baik tetap terjaga pada era kepemimpinan Hasan Hudhaibi, SA menjadi mediator konflik antara IM dan Gamal Abdul Nasser.

Hubungan baik antara keduanya berlanjut pada dukungan materil SA kepada IM. Sejak awal tahun 1936, Wakil Menteri Keuangan Muhammad Srour Al Farhan di bawah perintah Raja Abdul Aziz konsisten memberikan bantuan rutin kepada IM. Berlanjut pada hubungan SA dan IM era Muhammad Mursi, sesaat setelah terpilihnya Mursi sebagai Presiden

Mesir, SA adalah negara pertama yang dikunjungi Mursi. Tanggapan SA atas kunjungan tersebut pun baik.

Terkait kudeta di negara-negara Timur Tengah, SA menunjukkan sikap dan respon yang berbeda-beda kepada satu negara dengan negara lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh kepentingan nasional yang dibawanya. Dalam kudeta Turki, SA menyambut kesuksesan Presiden Erdogan dalam menggagalkan kudeta militer. Pada bulan Maret 2015, bentuk intervensi SA dalam kudeta Yaman adalah memimpin serangan udara dan blokade laut. Respon SA terhadap kudeta di Tunisia tidak se-agresif responnya terhadap kudeta di Mesir. Terhadap kudeta di Suriah, SA menunjukkan keprihatinan dan kesedihan mendalam atas kedzaliman yang terjadi di Suriah. Berbeda dengan kudeta di negara-negara Timur Tengah sebelumnya, sikap SA terhadap kudeta di Mesir lebih terkesan agresif.

Enam hari setelah penggulingan Mursi, SA kembali menunjukkan dukungan aktifnya terhadap kudeta. SA mengumumkan bahwa ia menyumbangkan dana US$ 5 miliar untuk Mesir. Bukan itu saja, SA menjanjikan akan memberikan bantuan keuangan non stop jika negara-negara Barat menghentikan bantuannya kepada Mesir. Alasan SA mendukung kudeta didorong oleh tiga hal, yakni


(3)

15 keadaan politik dalam negeri SA, kondisi ekonomi dan militer SA dan konteks internasional. Sistem pemerintahan SA yang monarki absolut mendapat ancaman dari pengaruh IM yang membawa rezim demokrasi. Sehingga, tindakan SA dalam mendukung kudeta atas Mursi adalah untuk menghapuskan pengarauh IM yang dianggap menjadi ancaman bagi kelangsungan sistem monarkinya. Tindakannya didukung pula oleh kapabilitas ekonomi dan militer SA. Dengan keadaan ekonomi dan militer yang kuat, SA dapat dengan mudah untuk melancarkan dukungannya. Alasan lainnya adalah faktor konteks internasional, SA ingin mengembalikan kembali rezim Husni Mubarak yang mana menjadi sekutu SA. Alasan berikutnya adalah karena kolega SA memiki kepentingan masing-masing terhadap IM dan Mesir. Dan SA ingin membantu koleganya untuk melancarkan kepentingannya di Mesir.

Di samping ada pihak yang mendukung kudeta Mesir, adapula pihak yang begitu mengecam. Misalnya, Uni Eropa melalui Kepala Kebijakan Luar Negeri, Catherine Ashton mengecam kudeta Mesir. Ennahda Rachid Ghannouchi, pemimpin partai mewakili para islamis di Tunisia menyatakan keheranannya terhadap kudeta. Ia begitu tidak sepakat terhadap penggulingan pimpinan yang dipilih secara demokratis, sebab hasilnya akan menumbuh-suburkan radikalisme. Adapun Inggris, Inggris tidak mendukung intervensi militer sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa dalam sistem demokrasi. Begitupun dengan Amerika Serikat yang digadang-gadang ada di balik kudeta, ternyata menyatakan keprihatinannya. Bagi Jerman, intervensi militer adalah kemunduran besar bagi demokrasi Mesir. Indonesia pun negitu mengecam kudeta yang meruntuhkan demokrasi Mesir.


(4)

16 DAFTAR PUSTAKA

Ahira, A. (2011). Sistem Pemerintahan Arab Saudi. AnneAhira.com.

Ardiyansyah, K. (2010). Dukungan Arab saudi terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013. Kaza, 1.

Asrol, M. (2013). 10 Negara Muslim Terkuat di Dunia. Beureunun:

http://thezspark.blogspot.co.id/2013/01/10-negara-muslim-terkuat-di-dunia.html.

Assegaf, F. (2015). Kekayaan Aset Arab Saudi Terbesar di Timur Tengah. Doha: Arabian Business.

Choirul. (2014). Anggaran Militer Arab Saudi Rp 766 Triliun. Al Jazeera: Tempo.CO.

Choirul. (2014). Anggaran Militer Arab Saudi Rp 766 Triliun. Al Jazeera:

https://m.tempo.co/read/news/2014/04/15/115570724/anggaran-militer-arab-saudi-rp-766-triliun.

Coplin, W. D. (1992). Introductions to International Politic, A Theoretical Overview. Bandung: CV. Sinar Baru.

Council, M. E. (2013). Saudi Arabian's Foreign Policy. Journal Essay, 1.

Economis, T. (2013). Arab Saudi - PDB Per Kapita. Lisbon: http://id.tradingeconomics.com/saudi-arabia/gdp-per-capita.

Firmansyah, T. (2013). Karut-Marut Politik Arab. Republika Online.

Furqon. (2012). Mursi akan Kunjungi Arab Saudi dalam Perjalanan Luar Negeri Pertamanya sebagai Presiden Mesir. Jakarta: Era Muslim.

Ichsan, A. S. (2013). Pemerintah Mesir : Mubarak Bisa Tinggal di Rumah. Jakarta: http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/22/mrwnay-pemerintah-mesir-mubarak-bisa-tinggal-di-rumah.

Jatmika, S. (2000). AS Penghambat Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat. Jurnal Hubungan Internasional, 161.


(5)

17

Jatmiko, B. P. (2015). Kiprah Raja Abdullah Memodernisasi Ekonomi Arab Saudi. Jakarta: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/23/143437826/Kiprah.Raja.Abdullah .Memodernisasi.Ekonomi.Arab.Saudi.

Kurniawan, R. (2004). Strategi Keamanan Amerika Serikat dalamMerespon Ancaman Senjata Biologi dari Rogue State dan Terrorist Group. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional antar Bangsa , 284-285.

Lupiyanto, R. (2013). Peta Geopolitik Krisis Mesir. Kolom Opini The Globe Journal, 1-2.

M.Saeri, K. &. (2014). Dukungan Arab Saudi terhadap Kudeta Mesir Tahun 2013. Transnasional Vol.5 No.2, 4.

Mashadi. (2014). Arab Saudi, UEA dan Mesir Pelopor Penghancur Kaum Islamis. VOA Islam.

Mashadi. (2015). Menlu Arab Saudi Saud Al-Faisal : Arab Saudi Tidak Ada Masalah Dengan Ikhwan . Bekasi: VOA Islam.

Nandang burhanudin, L. (2015). Raja Salman dan Masa Depan Ikhwanul Muslimin. dakwatuna.com.

Nuroyono, B. (2013). Penguasa Mesir Bebaskan Husni Mubarak. Jakarta:

http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/19/mrrzz7-penguasa-mesir-bebaskan-husni-mubarak.

Pilihan, A. K. (2015). Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Reformis Arab Saudi. Muslim.

Wadjdi, F. (2013). Akar Konflik Arab Saudi V.S. Ikhwanul Muslimin. Jakarta: Kompasiana.

Yusuf, S. (1992). Hubungan Internasional : Telaah dan Teoritis (Teoritical Overview buku Wiliam D. Coplin). Bandung: Pustaka Sinar Baru.

Zulifan, M. (2015). King Salman, Saudi Baru dan Harapan Perubahan. Selasar Politik.


(6)