Sirih Merah TINJAUAN PUSTAKA

sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring, dan di dalam sel gastrointestinal Maksum 2006. Masa inkubasi virus avian influenza A H5N1 sekitar 2- 4 hari setelah terinfeksi Yue et al. 1998, namun berdasarkan hasil laporan terbaru masa inkubasinya bisa mencapai antara 4-8 hari Chotpitayasunondh et al. 2005. Sebagian besar pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi biasanya lebih dari 38 o C dan gejala flu serta kelainan pada saluran pernafasan.. Gejala lain yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi, dan juga dapat terjadi perdarahan dari hidung dan gusi. Gejala sesak nafas mulai terjadi setelah 1 minggu berikutnya. Dewasa ini terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun pencegahan terhadap influenza, yaitu amantadine, rimantadine, zanamivir, dan oseltamivir tamiflu. Mekanisme kerja amantadine dan rimantadine adalah menghambat replikasi virus. Namun demikian kedua obat ini sudah tidak mampu untuk membunuh virus H5N1 yang saat ini beredar luas Beigel et al.2005.

2. Sirih Merah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat memberikan manfaat pada berbagai bidang antara lain bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, bahan dasar obat-obatan dan sebagainya. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat dikenal dengan nama obat tradisional. Sampai saat ini obat tradisional dan tumbuhan masih banyak digunakan oleh masyarakat. Oleh karenanya hal itu perlu dilestarikan, karena obat tradisional harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan obat sintesis, serta bahan-bahannya pun mudah didapat Wijayakusuma 2000. Salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional adalah sirih merah Piper betle L.var Rubrum. Tanaman sirih merah berasal dari Amerika Tengah, tetapi saat ini dianggap sebagai tanaman asli, karena multikhasiat mengatasi beragam penyakit Duryatmo 2006. Tanaman sirih merah Piper crocatum termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya, serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kadar kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan untuk memperhalus kulit. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat moderen. Adapun kedudukan tanaman sirih merah menurut Dasuki 1994 dalam sistematik taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar.1 Sirih Merah Piper crocatum Sumber: Manoi 2007. Divisi : Magnoliphyta Kelas : Liliopsida Anak kelas : Aracidae Bangsa : Arecales Suku : Arecaeceae palmae Marga : Piper Jenis : Piper betle L.Var Rubrum Tanaman ini memproduksi berbagai macam senyawa kimia untuk tujuan tertentu, yang disebut dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder tanaman tersebut merupakan bahan yang tidak esensial untuk kepentingan hidup tanaman tersebut, tetapi mempunyai fungsi untuk berkompetisi dengan makhluk hidup lainnya. Metabolit sekunder yang diproduksi tanaman bermacam-macam seperti alkaloid, terpenoid, isoprenoid, flavonoid, cyanogenik, glukosida, glukosinolat ,dan protein non asam amino. Menurut Sholikhah 2006, senyawa fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah yakni alkoloid, saponin, tannin dan flavonoid, sedangkan menurut Sudewo 2005, dari hasil kromotografi dapat dilihat bahwa daun sirih merah mengandung flavonoid, polifenolad, tannin dan minyak atsiri. Alkaloid adalah kelompok besar senyawa organik alami dalam hampir semua jenis organisme, berbagai efek farmakologi yang ditimbulkan seperti antikanker, antiinflamasi dan antimikroba. Alkaloid bersifat basa, di alam berada sebagai garam dengan asam-asam organik. Adanya sifat basa ini mempermudah memisahkan ekstrak total alkaloid dari komponen lainnya Herborne 1987. Selanjutnya, zat kimia yang terkandung yakni saponin. Saponin merupakan glikosida yang membentuk basa dalam air. Apabila dihidrolisis dengan asam akan menghasilkan gula dan spogenin yang sesuai, saponin merupakan senyawa kimia aktif permukaan yang dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah Harborne 1987. Berdasarkan Sholikhah 2006, saponin dapat dipakai sebagai antimikroba bakteri virus. Zat lainnya yang terkandung pada tanaman sirih merah yakni tannin. Tannin adalah senyawa fenol yang terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk kapolismer kuat yang tidak larut dalam air. Kemudian zat kimia lainnya yakni flavonoid. Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagian kuning yang ditemukan dalam tumbuhan Harbrone 1987. Flavonoid dapat dikasifikasikan menjadi 3 yaitu flavoniod, isoflavonoid, dan neoflavonoid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki gugus –OH. Senyawa polifenol ini adalah antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E. Zat terakhir yang terkandung di dalam tanaman sirih merah adalah minyak atsiri. Minyak atsiri pada sirih merah ini berfungsi sebagai antiradang dan antiseptik. Menurut Achmad dan Fitriani 1999, sejak dahulu orang mengetahui bahwa bunga, daun dan akar dari berbagai tumbuhan mengandung bahan yang mudah menguap dan berbau wangi yang disebut minyak atsiri. 3. Hati 3.1 Anatomi dan Histologi Hati Hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar. Hati terletak di bagian kanan atas dari rongga abdominal tepat di bawah difragma dan terbagi dalam empat lobus, dikelilingi oleh suatu kapsul jaringan penyambung yang mengandung sejumlah serat elastis. Ayam memiliki hati yang terletak diantara saluran pencernaan dan organ jantung. Ginjal mempunyai lembaran permukaan dari jaringan penyambung kapsul Glisson, tertutup oleh suatu tunika serosa yang tidak lengkap, yang berasal dari peritoneum. Pada tempat dimana pembuluh-pembuluh utama aferens dan eferens dan saluran empedu eferens memasuki dan meninggalkan hati porta hepatis, kapsulnya mengelilingi pembuluh-pembuluhnya dan mengikuti mereka sampai ke dalam organnya, untuk membentuk suatu kerangka jaringan penyambung yang membagi kumpulan hepatosit ke dalam bentuk lobulus Junqueira et al. 1998 Hati berkembang sebagai pertumbuhan dari dinding usus yang terletak dalam jalan vitellina dan vena umbelikula. Ruang antara pembuluh-pembuluh darahnya terbongkar menjadi sejumlah besar sinusoida-sinusoida kecil yang mempunyai dinding yang sangat permeabel. Suplai darah sangat kompeks, dan pemahaman susunan dan distribusinya adalah penting untuk dapat menilai secara tepat bagaimana hati berfungsi. Terdapat dua sel yang berkaitan dengan fungsi dari hati, yakni sel parenkim hepatosit yang membentuk plat-plat tipis atau lembaran-lembaran yang terpisah oleh sinuisoida-sinuisoida, dan sel retikuloendotel yang fagositis, yang membentuk selaput-selaput sinuisoida tersebut. Sedangkan menurut Darmawan 1979, dalam hati terdapat tiga jenis jaringan yang penting yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah dan susunan saluran empedu. Hepatosit merupakan sel yang terlibat dalam berbagai fungsi, diantaranya dalam sintesa berbagai komponen sekresi empedu, penyerapan dan penimbunan zat-zat makanan, pembuangan obat-obatan, zat-zat racun, serta senyawa-senyawa yang terbentuk secara alami seperti hormon, dan dalam sintesa serta pelepasan beberapa protein darah seperti albumin, pengangkutan globulin, dan protein- protein yang membekukan darah. Sedangkan sel-sel fagosit terlibat dalam penyaringan darah sewaktu melaui sinusoida. Sel- sel ini mempunyai peranan penting dalam memelihara respons pertahanan tubuh yang normal terhadap infeksi. Meskipun peranan hati dalam menjebak bakteri yang lolos ke dalam aliran darah dari saluran usus, tetap merupakan perselisihan pendapat, namun penurunan kapasitas fagositis karena penyakit hati, dapat mengakibatkan pengurangan daya- tahan tubuh terhadap infeksi. Dengan demikian hati merupakan organ yang kompleks, baik struktural maupun fungsional Hartono 1992. Peredaran darah pada hati berasal dari dua sumber yaitu 75 berasal dari vena portal, dan 25 berasal dari arteri-arteri hati. Vena portal membawa darah dari usus dan limpa bersama dengan cabang-cabang arteri hapatikus, masuk ke dalam hati pada porta hepatis Gerrit et al.1988. Gambar 2 Struktur histologi hati normal Sumber: www.octc.kctcs.edugcaplananat2notes35 Ductus empedu merupakan saluran keluar untuk sekresi empedu, suatu cairan yang mengandung garam empedu mempunyai kepentingan dalam membuat lemak menjadi emulsi dan mempermudah penyerapan lemak dari usus, serta sejumlah senyawa yang merupakan bentuk eksresi dari produk akhir metabolisme hemoglobin bilirubin dan inaktivasi obat-obatan dan hormon- hormon berbagai glukuronida dan sulfat. Semua hepatosit senantiasa membentuk sejumlah kecil empedu, yang dieksresikan ke dalam kanalikuli empedu yang terletak antara hepatosit-hepatosit dalam lobulus hati Gerrit et al.1988. 3.2 Fisiologi Hati Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh. Menurut Junquiera et al. 1998, hati adalah organ tempat nutrien diserap dari saluran cerna, diolah dan disimpan untuk dipakai oleh bagian tubuh yang lain, oleh karena itu hati menjadi perantara antara sistem pencernaan dan darah. Hati memiliki berbagai fungsi dibandingkan organ lain dalam tubuh. Fungsi utama hati yaitu metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, metabolisme protein, penyimpanan glikogen, vitamin A, D dan B 12, zat besi dan darah, peyaringan darah, detosifikasi dan sekresi empedu. Fungsi metabolisme karbohidrat dilakukan dengan mengubah glukosa darah menjadi glikogen dan lemak, produksi glukosa dari glikogen hati dan molekul lain asam amino, asam laktat melalui proses glukoneogenesis, juga mnesekresikan glikosa ke dalam darah. Metabolisme lipid pada hati terjadi melalui sintesis trigliserida dan kolesterol, eksresi kolesterol ke dalam empedu serta produksi badan keton dari asam lemak yang akan dieksresikan ke dalam darah dalam jumlah besar selama kelaparan atau dalam keadaan puasa. Menurut Guyton dan Hall 1997, fungsi hati yang paling penting dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dalam cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi diantara asam amino yang berbeda, demikian juga dengan ikatan penting lainnya untuk proses metabolisme tubuh. Albumin plasma dan globulin plasma dihasilkan oleh hati. Albumin menyusun sekitarn70 total protein plasma. Globulin memiliki berbagai fungsi, termasuk diantaranya adalah transport koleterol dan trigliserida, transport hormon steroid dan tiroid, inhibisi aktivitas tripsin dan pembekuan darah. Hati juga memproduksi faktor pembekuan darah yaitu faktor I fibrinogen, II protombin, III, V, VII, IX dan XI, serta dikenal dengan angiotensinogen. Daya regenerasi hati besar sekali. Pada hati normal diketahui bahwa lobektomi sebanyak 70 pada hati mengakibatkan proliferasi sel-sel hati yang sangat giat, sehingga dalam waktu 2-3 minggu bagian hati yang hilang dapat diganti kembali. Pengaturan regenerasi hati yang cepat ini masih belum diketahui secara jelas, namun faktor pertumbuhan hepatosit hepatocyte growt factor, HGF sepertinya merupakan faktor yang paling penting untuk menyebabkan pembelahan dan pertumbuhan sel hati Guyton dan Hall 2006. 3.3 Intosikasi Hati Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Jenis zat yang belakangan ini biasanya dapat mengalami detosifikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik. Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, mengakibatkan berbagai kerusakan hati Lu 1995. Sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, dan setelah diserap, toksikan dibawa oleh vena porta ke hati Lu 1995. Beberapa kerusakan hati diantaranya adalah : a Degenerasi Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang non fatal dan perubahan-perubahan tersebut masih dapat pulih reversible, tetapi apabila berjalan lama dan derajatnya berlebih, akhirnya mengakibatkan kematian sel nekrosis. Degenerasi terjadi akibat jejas sel, setelah itu timbul perubahan metabolisme. Pada pemeriksaan, luas degenerasi lebih penting dari jenis degenerasi. Macam atau jenis degenerasi antara lain degenerasi lemak, degenerasi hidrofilik, degenerasi “feathery”, degenerasi hialin dan penimbunan glikogen. b Nekrosis Nekrosis adalah kematian sel. Nekrosis dapat bersifat fokal sentral, petengahan, perifer atau masif. Biasanya nekrosis bersifat akut Lu 1995. Ciri nekrosis ialah tampaknya fragmen atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti atau tidak tampaknya sel disertai reaksi radang. Kerusakan pembuluh darah gingga menimbulkan pembendungan eritrosit pada hati merupakan kelainan tingkat lanjut dari degenerasi dan sifatnya tidak reversibel sebab nekrosis hati merupakan kerusakan susunan enzim dari sel. Tampak atau tidaknya sisa sel hati tergantung pada lama dan jenis nekrosis Hodgson and Levi 2002.

4. Ginjal