Hasil Evaluasi Histopatologi Ginjal

3. Hasil Evaluasi Histopatologi Ginjal

Berdasarkan hasil evaluasi histopatologi organ ginjal perubahan patologi terjadi pada seluruh kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Kongesti, degenerasi maupun nekrosa terjadi pada kelompok kontrol. Hal ini diduga bahwa organ ginjal merupakan salah satu tempat virus H5N1 untuk melakukan replikasi, hal tersebut sesuai dengan Swayne dan Slemons 1992, bahwa ginjal yang terisolasi virus H5N1 mempunyai perubahan seperti nefrosis dan akut nefritis serta nukleoprotein dari virus influenza terlihat di nukleus dan sitoplasma dari epitel tubuli ginjal yang nekrosis, serta ditemukan fokus nekrosis dan sel inflamatoris pada multipel organ seperti jantung, otak, pankreas dan hati. Pada hati terlihat peningkatan aktivitas seluler pada sinusoidal dengan timbulnya hiperplasia dari sel Kuppfer, dan peningkatan jumlah sel mononuklear pada sistim portal hati. Sementara itu Kwon et al. 2005 bahwa, pada kajian histologi organ ginjal yang terkena HPAI mempunyai ciri ditemukannya fokus nekrosis dari epitel tubuli ginjal. Selain itu perubahan patologi seperti kematian sel dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah hipoksia akibat terganggunya sistem sirkulasi oleh zat toksik yang masuk. Bagian korteks ginjal merupakan bagian yang sangat sensitif terhadap terjadinya hipoksia. Khususnya pada tubulus proksimal. Cedera hipoksia bergantung pada kecepatan transport ion di dalam tubulus proksimal dan jerat Henle. Hipoksia dipengaruhi oleh permintaan energi dan penggunaan oksigen. Jerat Henle asenden menaik secara selektif sangat mudah mengalami defisiensi oksigen karena aktifitas transportnya yang tinggi dan kurang mendapat suplai oksigen Cheville 1999. Selain hipoksia, kematian sel juga dapat disebabkan karena iskemia. Menurut Price dan Lorraine 2006, kerusakan tubulus yang disebabkan oleh iskemia sangat bervariasi bergantung pada luas dan durasi penurunan aliran darah ginjal. Berdasarkan hasil evaluasi histopatologi perubahan terjadi pada seluruh kelompok baik kelompok kontrol positif maupun kelompok perlakuan. Berikut rataan hasil skoring histopatologi organ ginjal dirangkum dalam Tabel 4. Tabel 4 Persentase lesio histopatologi organ ginjal pada setiap perlakuan setelah pemberian ekstrak ethanol sirih merah dan di uji tantang dengan virus H5N1 Kode SKOR Perlakuan Perlakuan Lesio Histopatologi 1 2 3 4 5 6 K 1 b Virus AI H5N1 0 22 41 37 K2 a Kontrol Negatif 73 27 P1 ab Sirih Merah + Virus AI H5N1 0 33 34 1 32 P2 a Sirih Merah 0 44 49 2 5 Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata p0.05. Keterangan : Skor 0= normal Skor 2= degenerasi Skor 3= degenerasi difuse Skor 6= nekrosa Skor 1= kongesti Skor 4= pendarahan Skor 5 = infiltrasi sel radang Berdasarkan hasil persentase lesio histopatologi pada masing-masing perlakuan, lesio didominasi oleh kongesti, degenerasi dan nekrosa. Pada kelompok K1 perubahan didominasi oleh degenerasi difuse sebesar 41, kelompok K2 perubahan didominasi oleh degenerasi sebesar 73, selanjutnya pada kelompok P1 perubahan didominasi oleh degenerasi difuse sebesar 34, sedangkan pada klompok P2 perubahan didominasi oleh degenerasi difuse sebesar 49. Selanjutnya, didapat hasil analisa statistik antara kelompok kontrol positif K1 dengan kelompok perlakuan P1, kelompok perlakuan P1 dengan kelompok perlakuan P2 adalah tidak berbeda nyata. Sedangkan pada kelompok kontrol positif K1 dengan kelompok kontrol negatif K2, dan antara kelompok kontrol positif K1 dengan kelompok perlakuan P2 adalah berbeda nyata Dari hasil pengamatan histopatologi organ ginjal pada kelompok perlakuan P2 yakni kelompok perlakuan yang hanya diberi ekstrak sirih merah terdapat beberapa perubahan patologis diantaranya adalah kongesti, degenerasi, nekrosis. Dengan adanya perubahan patologis terutama nekrosis pada sel tubular ginjal, maka diduga bahwa pemberian ekstrak sirih merah sebanyak 1 ml hari selama 3-4 minggu berturut-turut sebagai faktor timbulnya perubahan tersebut. Gambar 9 Ginjal : Degenerasi hidropis pada sel tubuli ginjal a dan kongesti pada interstisial tubuli b, pewarnaan HE, pembesaran objektif 40 kali. Perubahan yang terjadi pada kelompok perlakuan P2 diduga dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengaruh zat yang terkandung di dalam ekstrak sirih merah terhadap organ ginjal sebagai organ eksretori. Seperti yang kita ketahui ginjal merupakan salah satu jalur eksretori dari berbagai obat, sehingga apabila terdapat zat toksik maka ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik tersebut, karena nefrotoksikan dapat menyebabkan efek buruk terhadap berbagai bagian ginjal. Selain itu karena dalam sirih merah mengandung senyawa flavonoid, hal ini pun diduga sebagai salah satu faktor pemicu perubahan patologis pada organ ginjal tersebut, karena menurut Jiang et al. 2008 bahwa mengkonsumsi tanaman herbal yang mengandung flavonoid dengan kadar tinggi setelah dilakukan pemeriksaan biopsi pada organ ginjal, ditemukan kerusakan – kerusakan seperti tubular nekrosis, nefritis interstitial, dan kerusakan hemoglobin. Oleh karena itu untuk mendapatkan dosis optimal agar ekstrak sirih merah ini dapat dijadikan sebagai imunomodulator terhadap pencegahan infeksi virus H5N1 serta tidak menimbulkan kerusakan pada organ ginjal, maka harus dilakukan penelitian lebih lanjut. a b b a Gambar 10 Ginjal : Nekrosa a dan degenerasi hidropis pada sel tubuli ginjal b pada kelompok K1, pewarnaan HE, pembesaran objektif 40 kali. Namun, terdapat perbedaan yang tidak nyata antara kelompok kontrol K1 dengan kelompok perlakuan P1, hal tersebut dapat disebabkan bahwa ekstrak sirih merah yang diberikan pada kelompok perlakuan P1 belum mampu memberikan efek yang signifikan terhadap mengurangi perubahan sel akibat infeksi virus H5N1, terutama efek terhadap organ ginjal. a a b

V. KESIMPULAN DAN SARAN