Koreksi Bow-tie Citra MODIS

sebelumnya yang lebih besar. Karena pengamatan citra pada cakupan yang besar membutuhkan super-computer yang memiliki spesifikasi kebutuhan komputer yang besar dengan ukuran harddisk besar, resolusi layar besar, dan memori RAM yang besar pula.

2.1.2.2 Koreksi Bow-tie Citra MODIS

Data mentah pada citra MODIS pada baris-baris tertentu terdapat kerusakan citra berupa duplikasi baris di bagian tertentu. Hal ini terjadi karena pada perangkat satelit terdapat peningkatan Instantaneous Field Of View IFOV dari 1x1 km pada titik terendah nadir menjadi hampir mendekati 2x5 km pada sudut scan maksimum yaitu 55 o . Pengaruh bow-tie terjadi ketika sensor pemandaian mencapai sudut 15 o , besar sudut semakin meningkat akan menyebabkan semakin jelas efeknya Wen 2008. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut perlu dilakukan koreksi radiometrik untuk menghilangkan efek tersebut. Selanjutnya seluruh data pada citra asli akan ditransformasikan secara matematik ke citra akhir atau resampling. Dalam hal ini dibentuk piksel baru sebagai perbaikan pada piksel lama yang mengalami kerusakan yaitu dengan teknik “tetangga terdekat” nearest neighbour. Teknik ini dilakukan dengan cara mengalihkan titik keabuan piksel yang telah terkoreksi dengan harga keabuan piksel tetangganya pada citra semula. Gambar 4 Morfologi efek bow-tie Maier et al. 2004 Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4, bahwa data dipengaruhi oleh efek bow-tie menempati sebagian dari gambar. Oleh karena itu, efek bow-tie harus dihapus sebelum aplikasi data MODIS dikeluarkan. Scan pertama dan ketiga diwakili oleh kisi yang cerah, sedangkan scan kedua diwakili oleh kisi yang hitam Wen 2008. 2.2 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan benda tergantung dari sifat fisik permukaan objek, diantaranya yaitu emisivitas, kapasitas panas jenis, dan konduktivitas termal. Misalkan permukaan pada daratan di siang hari yaitu memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang rendah, sedangkan konduktivitas termalnya tinggi, maka suhu permukaan objek tersebut akan meningkat. Suhu permukaan diperoleh dari suhu kecerahan yang diturunkan dari persamaan Planck seperti berikut: ⁄ dimana, : radiasi yang dipancarkan benda hitam, dalam hal ini yaitu L λ T : suhu mutlak K Suhu permukaan dengan mudah dapat diidentifikasi dengan memakai asumsi emisivitas sama dengan satu dimana sifat tersebut dimiliki oleh benda hitam Wang et al. 2005. Benda hitam adalah objek yang menyerap seluruh radiasi elektromagnetik, kemudian menurut teori fisika klasik, objek tersebut juga haruslah memancarkan energi yang diserapnya. Oleh karena itu energi suatu benda dapat diukur. Dalam remote sensing, suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda. Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang yang ditangkap oleh sensor. Suhu permukaan dapat dideteksi dengan baik menggunakan kanal inframerah termal. Namun, kondisi keawanan juga tidak luput dari tangkapan sensor. Kondisi keawanan merupakan salah satu gangguan untuk menganalisis permukaan bumi. Suhu permukaan awan biasanya memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu permukaan. Sehingga dalam keadaan ini dapat digunakan metode filter pada suhu yang rendah. Suhu permukaan merupakan salah satu kunci keseimbangan energi pada permukaan dan merupakan variabel klimatologis yang utama dalam mengendalikan fluks energi gelombang panjang yang melalui atmosfer. Suhu di dekat permukaan atau lapisan perbatas sangat dipengaruhi oleh fluks energi dan karakteristik fisis permukaan. Kesetimbangan energi alam antara input radiasi matahari, emisivitas, panjang gelombang, dan transfer panas terasa menghasilkan siklus diurnal pemanasan dan pendinginan dari permukaan bumi dan lapisan batas atmosfer. Seperti dalam halnya untuk menganalisis urban heat island, suhu permukaan merupakan kontribusi terbesar dalam memberikan panas kota setelah aktivitas manusia. 2.3 Urban Heat Island Urban heat island UHI adalah karakteristik panasnya daerah urban dibandingkan dengan daerah non-urban yang mengelilinginya. Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara, tetapi UHI dapat juga mengacu pada panas relatif sebuah permukaan atau material diatasnya. UHI secara tidak sengaja meningkatkan perubahan iklim lokal karena modifikasi atmosfer dan permukaan pada daerah urban. Namun, UHI tidak berpengaruh langsung terhadap pemanasan global karena pendudukan suatu kota hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh permukaan bumi. UHI mempunyai implikasi penting bagi kesehatan dan kenyamanan manusia, polusi udara, neraca energi, dan perencanaan kota. UHI di kota beriklim panas sangat tidak menguntungkan karena menyebabkan kapasitas udara semakin banyak menyimpan udara panas dibandingkan udara dinginnya, selain itu juga meningkatkan ketidak- nyamanan manusia, dan meningkatkan konsentrasi polusi udara. Meningkatnya jumlah populasi di dunia, terutama pada negara berkembang, berarti akan meningkatkan intensitas UHI di negara tersebut yang akan mempengaruhi kehidupan manusia Voogt 2002. 2.3.1 Jenis Urban Heat Island Observasi mengenai UHI banyak didapatkan dari pengukuran suhu udara berasal dari stasiun cuacameteorologi maupun alat observasi manual yang ditempatkan di bawah atap bangunan- bangunan dan pohon-pohon, dikenal sebagai urban canopy layer UCL. Observasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan stasiun-stasiun yang tetap atau dari stasiun buatan yang bergerak, contohnya pada kendaraan yang ditempelkan termometer. Sekarang, teknologi pengindraan jauh dengan sensor inframerah termal dapat digunakan untuk mengamati UHI permukaan, dengan resolusi spasial yang tinggi. Sensor ini mendeteksi radiasi yang dipancarkan dan dipantulkan oleh permukaan. Keluaran yang dihasilkan berupa suhu permukaan dan bisa dilanjutkan menjadi suhu udara dengan komponen-komponen meteorologis tertentu yang diperlukan. Suhu permukaan yang dihasilkan ini mungkin cukup berbeda dengan suhu permukaan yang sebenarnya karena adanya perbedaan informasi yang diperoleh oleh citra pada sebuah piksel. Ukuran spasial juga mempengaruhi ketepatan nilai digital pada sebuah citra. Gambar 5 Profil suhu udara dalam urban canopy layer UCL dan suhu permukaan dalam kondisi heat island optimum pada a siang hari dan b malam hari Voogt 2002 Suhu permukaan sangat sensitif pada perubahan kondisi permukaan dibandingkan suhu udara. Hal tersebut diperlihatkan pada Gambar 5 yang memperlihatkan banyaknya perbedaan variabilitas spasial dan variasi temporal pada siang dan malam. Meskipun UHI yang didapatkan dari suhu udara dan suhu permukaan saling terkait, namun keduanya tidaklah sama, dan perbedaan keduanya harus diperhatikan diantaranya Voogt 2002. 2.3.2 Karakteristik Spasial dan Temporal Urban Heat Island Istilah UHI timbul karena pola isoterm yang membentuk seperti pulau. Besarnya pola yang timbul tergantung dari daerah yang terurbanisasi. Pola ini akan membentuk gradien suhu yang yang membentuk mulai dari daerah pinggiran sampai memuncak di pusat kota. Perbedaan suhu antara urban dan desa di sekelilingnya dapat mencapai 12 °C pada kota-kota metropolitan. Di dalam wilayah terbangun, pola ini dipengaruhi secara lokal oleh adanya ruang terbuka hijau seperti taman kota, badan air, dan banyak sedikitnya ruang terbangun Voogt 2002. a b Pola spasial isoterm biasanya mengikuti daerah terurbanisasi. Pola topografi pesisir atau lokasi lembah juga dapat menambah kompleksitas kepada karakteristik spasial UHI. Besarnya heat island atau intensitas heat island diukur dari perbedaan antara suhu udara rural dan suhu tertinggi di daerah urban Voogt 2002. Gambar 6 Model pola spasial suhu udara kota pada malam hari Voogt 2002 UHI pada malam hari akan meningkat sebagai akibat perbedaan rata-rata pendinginan antara wilayah urban dan rural. Perbedaan ini akan semakin tinggi saat keadaan cerah dan tidak beranginlemah. Intensitas heat island secara umum meningkat mulai saat matahari tenggelam, walaupun puncaknya bergantung pada keadaan cuaca dan musim. Dalam beberapa kasus, nilai intensitas yang bernilai negatif yang disebut cool island, terjadi karena karakteristik dalam perkotaan yang lambat dalam meningkatkan suhu akibat adanya halangan radiasi yang masuk dibandingkan di daerah pinggiran yang memiliki lahan terbuka. Gambar 7 Perkembangan umum suhu udara harian perkotaan dan pedesaan garis tebal dan intensitas heat island garis tipis Voogt 2002 Intensitas atau besarnya heat island maksimum biasanya terjadi pada saat malam hari dimana perbedaan suhu udara wilayah urban dan suburban mencapai maksimum. Wilayah urban akan cenderung memper- tahankan suhu dalam kota dibandingkan wilayah suburban. Lebih lanjut lagi, setelah matahari terbit suhu udara di daerah rural akan menyamai suhu udara di wilayah urban. Hal ini disebabkan wilayah urban memiliki tutupan bayangan oleh bangunan tinggi urban canopy dan melemahnya sinar matahari karena lapisan polusi yang terangkat yang mengakibatkan suhu udara meningkat lebih lambat pada pagi hari. Pada lintang rendah, efek ini dapat saja memproduksi urban cool island di mana daerah rural lebih panas daripada daerah urban Voogt 2002. Selain itu kondisi lokal seperti topografi, daerah iklim, dan musim mempengaruhi karakteristik urban heat island wilayah lokal tersebut Oke 1997. Penelitian tentang UHI di beberapa kota besar di Indonesia dengan data satelit menunjukkan adanya perubahan temperatur yang merupakan salah satu indikasi adanya perubahan iklim, hal ini ada hubungannya dengan perubahan lahan yang terjadi akibat urbanisasi. Di Bandung teramati perluasan UHI daerah dengan suhu tinggi 30-35 C yang terletak pada kawasan terbangun di pusat kota per tahun kira-kira 12606 ha atau 4.47, di Semarang 12174 ha atau 8.4, di Surabaya 1512 ha atau 4.8. Pertumbuhan kawasan terbangun di Bandung per tahun kurang lebih 1029 ha 0.36, Semarang 1200 ha 0.83, dan Surabaya 531.28 ha 1.69 Tursilowati 2007. 2.3.3 Sebab dan Dampak Urban Heat Island Voogt 2002 mengatakan bahwa formasi urban heat island dipengaruhi oleh karakteristik permukaan dan kondisi atmosferik. Tambahan panas langsung menuju atmosfer melalui aktivitas manusia, yang dikenal sebagai panas antropogenik dapat memainkan peran penting dalam pembentukan UHI. Penyebab-penyebab itu secara lebih rinci sebagai berikut. 1 Geometri Permukaan Surface Geometry Geometri permukaan merupakan struktur pada permukaan yang terdiri dari struktur datarhalus dengan tambahan berbagai bentuk struktur kasar lainnya. Pada wilayah urban memiliki ruang terbangun yang merupakan struktur geometri permukaan kasar. Penambahan geometri permukaan yang kasar dengan terperangkapnya radiasi matahari oleh pemantulan berganda memicu pemanasan sebagai akibat dari absorpsi sinar matahari yang lebih besar. Selain itu, bangunan yang letaknya berdekatan mengurangi sky view factor yang mengurangi kehilangan panas radiatif, terutama pada malam hari. Geometri permukaan juga dapat menimbulkan sheltering effect yang mengurangi kehilangan panas konvektif dari permukaan dan udara di dekat permukaan. 2 Properti termal permukaan Material bangunan pada wilayah urban merupakan penyimpan panas yang baik. Material ini memiliki kapasitas panas yang lebih tinggi dan pemasukan termal permukaan yang lebih besar. 3 Kondisi permukaan Bangunan urban yang tahan air seperti pengaspalan mengurangi evaporasi, sehingga energi lebih banyak diarahkan pada panas sensibel yang dapat memanaskan udara daripada panas laten panas yang diambil untuk evaporasi air. 4 Panas Antropogenik Panas antropogenik dilepaskan oleh penggunaan energi urban pada bangunan, kendaraan, dan dari manusia. 5 Efek Rumah Kaca Urban Atmosfer urban yang tercemar dan lebih panas mengemisikan radiasi termal berlebih ke arah bawah menuju permukaan kota. Kelembaban kota yang meningkat juga dapat berkontribusi pada efek ini. 6 Kondisi atmosfer UHI yang paling kuat dapat diamati ketika langit cerah dan angin tenang. Awan dan kelembaban atmosferik dapat mempengaruhi panas radiatif permukaan menuju atmosfer. Kelembaban atmosferik bertindak seperti awan yang melakukan pendinginan radiatif. Kelembaban atmosferik yang tinggi akan mengurangi intensitas heat island; kelembaban yang lebih rendah memudahkan pendinginan radiatif. Ketika kecepatan angin meningkat, percampuran turbulen juga meningkat sehingga dapat menekan besar UHI. Angin yang disebabkan oleh adveksi skala lokal memindahkan panas secara horizontal juga dapat mempengaruhi UHI. Adveksi panas dapat memacu peningkatan UHI dan adveksi dingin dapat menekan peningkatan UHI. UHI dapat menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kota. Untuk kota beriklim hangat, atau kota iklim temperate pada musim panas, UHI meningkatkan penggunaan energi untuk pendingin udara AC. Peningkatan permintaaan akan energi dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca dapat mendegradasikan kualitas udara. Suhu urban yang makin tinggi dapat memicu terbentuknya kabut urban karena emisi polutan dan reaksi fotokimia atmosferik. Panasnya suhu kota juga dapat menyebabkan penyebaran penyakit vector-borne. Pada iklim yang lebih dingin, UHI dapat memberikan efek positif seperti berkurangnya tutupan salju sehingga penggunaan energi juga berkurang. UHI tidak secara langsung berpengaruh terhadap pemanasan global. UHI adalah modifikasi iklim lokal. Dampak UHI pada skala global terbatas pada catatan suhu jangka panjang yang dilakukan pada stasiun- stasiun cuaca. Namun urbanisasi yang terjadi kota dengan adanya stasiun cuaca menjadikan kemampuan untuk mendeteksi iklim global lebih sulit karena superposisi dengan efek iklim lokal. III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Wilayah kajian melingkupi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor wilayah Bogor yang berada pada koordinat 6°12’30” - 6°53’10” LS dan 106°18’38” - 107°19’26” BT. Gambar 8 Wilayah kajian Kabupaten Bogor dan Kota Bogor Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Oktober tahun 2012, bertempat di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

3.2 Data dan Peralatan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak pengolah data satelit ENVI dan ER Mapper, pengolah sistem informasi geografis Arc GIS, pengolah data statistik Minitab dan Ms Excel, serta dokumentasi Ms Word. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data citra MODIS yang mencakup seluruh wilayah Bogor kota dan kabupaten, data Digital Elevation Model DEM untuk mengetahui ketinggian wilayah Bogor, data observasi meteorologi berupa data suhu udara, dan peta tata ruang wilayah Bogor yang mencakup data spasial penggunaan lahan. Pada penelitian ini, data citra MODIS yang digunakan sebanyak 24 akuisisi yaitu pada tahun 2000 hingga tahun 2011 pada waktu siang dan malam hari di setiap tahunnya. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pemilihan Data Citra Satelit Pemilihan data sangat penting untuk memberi batasan sebelum mengolah data citra satelit untuk lebih lanjut. Batasan yang dipakai dalam pemilihan data antara lain temporal selection dan spatial selection. Temporal selection atau pemilihan data secara temporal yang digunakan yaitu dua data citra satelit 1 siang dan 1 malam di bulan Juli pada tahun 2000 hingga tahun 2011. Spatial selection atau pemilihan data secara spasial yang digunakan yaitu data citra satelit yang mencakup wilayah Bogor dengan syarat memiliki tingkat keawanan yang menunjukkan langit cerah tanpa awan atau hampir tidak ada awan. Data citra satelit dapat dipilih dan diunduh melalui alamat situs: http:ladsweb.nascom.nasa.gov. Data yang dipilih adalah data satelit Terra MODIS Level 1B. Kanal yang digunakan yaitu kanal 31 dan kanal 32.

3.3.2 Proses Pengolahan Data Citra

Satelit Proses awal pengolahan data citra satelit dilakukan untuk mendapatkan data dengan informasi yang sesuai. Proses awal ini mencakup kesesuaian posisi koordinat hingga pembenaran informasi pada setiap piksel. Tahap-tahap yang dilakukan antara lain: 1 Georeferensi MODIS dengan Koreksi Bow-tie Georeferensi adalah proses memasukan citra ke dalam sistem koordinat tertentu. Proses georeferensi disebut juga proses registrasi citra. Cara yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan mengekspor ground check point GCP atau titik ikat yang menggunakan perangkat lunak ENVI. Penentuan sistem koordinat dilakukan dengan memilih sistem proyeksi dan datum yang akan digunakan. Pada penelitian ini digunakan sistem proyeksi UTM dan datum WGS-84. Koreksi bow-tie dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ENVI yang berfungsi untuk menghilangkan efek duplikasi data pada citra di baris-baris tertentu. 2 Pemotongan Cropping Wilayah Bogor Data citra satelit dalam satu subset memiliki ukuran spasial yang luas, sehingga memiliki ukuran file yang sangat besar. Pemotongan cropping data citra diperlukan agar data citra yang dianalisis lebih lanjut memiliki batasan spasial dengan ukuran file yang lebih kecil. Batasan spasial yang dipakai pada penelitian ini yaitu wilayah Bogor dan sekitar. Data citra satelit dipotong dengan data vektor wilayah bogor. Data vektor dapat dibuat dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper dengan menggunakan peta tata ruang wilayah bogor sebagai peta acuan.

3.3.3 Suhu Permukaan

Suhu permukaan diturunkan dari nilai radiansi atau energi yang diterima bumi per satuan luas berdasarkan persamaan Planck Lim 2001. Planck dalam persamaannya menggunakan brigthness temperature yang dapat dianggap sebagai suhu permukaan dari suatu objek. Hukum Planck digunakan untuk menurunkan suhu permukaan karena hukum tersebut dapat menghitung intensitas radiasi yang dipancarkan oleh suatu objek permukaan. Intensitas radiasi berkaitan dengan panas objek di bumi dan besarnya panas dapat ditunjukkan dengan suhu permukaan. Suhu permukaan dapat diekstraksi melalui kanal pada sensor satelit. Kanal yang digunakan pada citra MODIS yaitu kanal 31 dan kanal 32 dengan masing-masing nilai tengah