48
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
A. Pengangkutan, Perjanjian
Pengangkutan dan
Jenis-jenis Pengangkutan
1. Pengangkutan
Angkutan transport adalah kegiatan perpindahan orang dan barang
dari satu tempat asal ke tempat lain tujuan dengan menggunakan sarana kendaraan. Yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara kapasitas
moda angkutan armada dengan jumlah volume barang maupun orang yang memerlukan angkutan.
50
Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
51
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
52
Pasal 1 butir 1 UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan: “angkutan
adalah perpindahan orang danatau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”
53
Pengangkutan dalam kehidupan manusia memegang peranan yang sangat penting. Demikian
50
Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, 2002, hlm. 1.
51
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm. 36.
52
Ibid., hlm. 413.
53
Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Pasal 1 butir 1, Lembaran Negara No. 96
Universitas Sumatera Utara
juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana
barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk
membayar angkutan. Fungsi pengangkutan pada umumnya adalah untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud
untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang dari suatu tempat yang dirasa
barang itu kurang berguna ke tempat dimana barang-barang tadi darasakan akan lebih bermanfaat.
54
Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan
meninggikan mafaat serta efisien.
55
Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari satu tempat pemuatan
embarkasi ke tempat tujuan debarkasi sebagai tempat penurunan
54
H. Zainal Asikin, Hukum Dagang, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 153.
55
Sinta Uli, Pengangkutan suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkuta Udara, USU Press, Medan, 2006, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
penumpang atau pembongkaran barang muatan. Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan:
a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut; b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan; dan
c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan. Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan
proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Pengangkutan juga dapat dirumuskan dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit karena hanya
meliputi kegiatan
membawa penumpang
atau barang
dari stasiunterminalpelabuhanbandara
tempat pemberangkatan
ke stasiunterminalpelabuhanbandara tujuan. Untuk menentukan pengangkutan
itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh pihak-pihak, bahkan kebiasaan masyarakat.
56
Pengangkutan merujuk kepada kendaraan yang membawa seseorang atau sesuatu dari satu tempat ke satu tempat yang lain, biasanya pada jarak
yang jauh berbanding jika berjalan kaki. Pengangkutan memudahkan pemindahan barang dari tempat yang mengalami lebihan ke tempat yang
mengalami kekurangan supaya penawaran dan permintaan dapat diselaraskan. Penawaran yang berlebihan akan menyebabkan harga menurun sementara
penawaran yang tidak mencukupi akan mengakibatkan kenaikan harga. Harga akan dapat distabilkan dengan bantuan pengangkutan karena lebihan
56
Abdulkadir muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 42-43.
Universitas Sumatera Utara
penawaran dapat dialihkan ke tempat yang mengalami kekurangan. Pengangkutan membantu meluaskan pasaran karena dapat dapat dialihkan ke
tempat yang mengalami kekurangan.
57
2. Perjanjian Pengangkutan Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
maupun tidak tertulis.
58
Perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar
biaya angkutan.
59
Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirimpenumpang, dimana pengangkut mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari suatu tempat
ke tempat
tujuan tertentu
dengan selamat,
sedangkan pengirimpenumpang mengikatkan diri untuk membayar utang angkutannya.
Pengertian perjanjian pengangkutan dari defenisi di atas adalah sama dengan pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata, dimana adanya
persetujuan antara dua oranglebih secara timbal balik. Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan pengertian perjanjian secara umum sedangkan dalam
57
http:ms.wikipedia.orgwikiPengangkutan, Diakses tanggal 2 Februari 2014 Pukul 04:27.
58
Setiawan Widagdo, Op. Cit., hlm. 439.
59
Ibid., hlm. 444.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian pengangkutan mengkhususkan pada hal pengangkutan, jadi dapatlah dikatakan bahwa untuk semua macam bentuk perjanjian harus
berdasarkan pada Pasal 1313 KUH Perdata.
60
Perjanjian pengangkutan pada dasarnya merupakan suatu perjanjian biasa, yang dengan sendirinya tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku
untuk suatu perjanjian pada umumnya, yaitu tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, selama tidak ada
peraturan perundang-undangan di bidang angkutan.
61
Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpangpemilik barang.
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang danatau barang dari
satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.
Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa, dan menurunkanmembongkar,
kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.
62
Pengangkutan sebagai suatu perjanjian adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orangbarang dari
suatu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan pihak yang lain menyanggupi
60
H. hasnil Basri Siregar, Op. Cit., hlm. 64-65.
61
Siti Nurbaiti, Op.Cit. hlm. 13.
62
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hlm. 41.
Universitas Sumatera Utara
untuk membayar ongkos. Perjanjian pengangkutan adalah suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena
orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakannya, sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang berupa memberikan
sesuatu yang berupa pemberian imbalan atau upah.
63
Pengangkutan barang adalah usaha untuk membawa barang-barang dari pihak ekspeditur ke tempat yang diperjanjikan dengan menggunakan alat
angkut yang dioperasikan oleh pihak pengangkut, terhadap mana pihak pengangkut mendapat imbalan berupa pembayaran sejumlah uang.
64
Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu
kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.
65
3. Jenis-jenis Pengangkutan Pembagian jenis-jenis pengangkutan pada umumnya didasarkan pada
jenis alat angkut yang dipergunakan dan keadaan geografis yang menjadi wilayah tempat berlangsungnya kegiatan pengangkutan.
66
Jenis-jenis pengangkutan ialah:
1. Pengangkutan darat; 2. Pengangkutan laut;
3. Pengangkutan udara;
63
H. Zainal Asikin, Op.Cit. hlm. 155.
64
Munir Fuady, Op. Cit. hlm. 266.
65
R. Subekti, Op. Cit., hlm. 69.
66
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut, Persprektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
4. Pengangkutan perairan darat.
67
Jenis-jenis pengangkutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengangkutan Darat
Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang
lain di satu pulau.
68
Angkutan darat terdiri atas: a. Angkutan jalan raya
Angkutan jalan raya, meliputi angkutan yang menggunakan alat angkut berupa manusia, binatang, pedati, sepeda motor, becak,
bus, truk, dan kendaraan bermotor lainnya. Tenaga yang digunakan adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM bahan
bakar minyak, dan diesel. b. Angkutan jalan rel atau kereta api.
Angkutan jalan rel, menggunakan kereta api yang terdiri dari lokomotif, gerbong barang dan kereta penumpang. Jalan yang
dipergunakan berupa jalan rel baja, baik dua rel maupun mono rel dengan tenaga penggerak berupa tenaga uap, diesel, dan tenaga listrik.
69
Pengangkutan darat diatur di dalam: 1. Pasal 91 sampai dengan Pasal 98 tentang surat angkutan dan tentang
pengangkut dan juragan perahu melalui sungai dan perairan darat.
67
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hlm. 2-3.
68
H. Hasnil Basri Siregar, Op. Cit., hlm. 23.
69
Sinta Uli, Op. Cit., hlm. 58.
Universitas Sumatera Utara
2. Ketentuan di luar KUH DagangKUH Perdata, terdapat di dalam: a. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos.
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian. c. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
70
2. Pengangkutan Laut Pengangkutan laut diatur dalam:
a. KUH Dagang yaitu pada: 1 Buku II Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal;
2 Buku II Bab VA tentang Pengangkutan Barang-barang; 3 Buku II Bab VB tentang Pengangkutan Orang.
b. Ketentuan lainnya dapat ditemukan pada: 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan;
3 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan;
4 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Penguasaan Angkutan Laut.
71
3. Pengangkutan Udara Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan
pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, danatau pos untuk
70
H. Zainal Asikin, Op. Cit., hlm. 174.
71
Ibid., hlm. 202.
Universitas Sumatera Utara
satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
Dasar hukum pengangkutan udara diatur dalam beberapa peraturan yaitu; a. Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
b. Selain itu juga dalam Ordonansi Pengangkutan Udara OPU S. 100 tahun 1939;
c. Sebagian besar aturan-aturan tersebut mengacu pada konvensi Warsawa tahun 1929.
72
4. Pengangkutan Perairan Darat Perairan darat ialah perairan di daerah darat, seperti sungai, terusan
dan danau. Angkutan melalui air terdiri atas dua macam, yaitu: a. Angkutan air pedalaman atau perairan darat;
Angkutan air pedalaman atau perairan darat inland transport menggunakan alat angkut berupa sampan, kano, motor boat, dan kapal.
Jalan yang dilaluinya adalah sungai, kanal, dan danau. b. Angkutan laut.
Angkutan laut ocean transport menggunakan alat angkut perahu, kapal apiuap, dan kapal mesin. Jalan yang digunakan adalah
laut atau samudera dan teluk.
73
Dikatakan pengangkutan perairan karena dalam kegiatan pengangkutannya dilakukan dengan melalui perairan, hanya saja jenis
perairannya berbeda-beda. Angkutan di perairan adalah kegiatan
72
Ibid., hlm. 259.
73
Sinta uli, Op. Cit., hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
mengangkut dan atau memindahkan penumpang dan atau barang dengan menggunakan kapal. Berdasarkan Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2008 tentang
pelayaran, angkutan di perairan terdiri atas: Angkutan Laut, Angkutan Sungai dan Danau, dan Angkutan Penyeberangan.
74
B. Asas-asas Hukum Pengangkutan dan Pihak-pihak dalam Perjanjian Pengangkutan
1. Asas-asas Hukum Pengangkutan Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang
berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan
pihak pemerintah negara. Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam
pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. a. Asas Hukum Publik
Asas-asas hukum publik adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat
banyak yang dirumuskan dengan istilah atau kata-kata: manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian,
keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, keterbukaan dan antimonopoli, berwawasan lingkungan
74
H. Zainal Asikin, Op. Cit., hlm. 237.
Universitas Sumatera Utara
hidup, kedaulatan Negara, kebangsaan, dan kenusantaraan, serta keselamatan penumpang dan cargo.
1 Asas manfaat Asas ini mengandung bahwa setiap pengangkutan harus dapat
memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan perikehidupan
yang berkeseimbangan bagi warga Negara Indonesia. 2 Asas adil dan merata
Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan
merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.
3 Asas kepentingan umum Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan
pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.
4 Asas keterpaduan Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan harus
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi, baik intra maupun antarmoda pengangkutan.
5 Asas tegaknya hukum Asas ini mengandung makna bahwa pemerintah wajib
menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada
Universitas Sumatera Utara
setiap warga Negara Indonesia agar selalu sadar dan taat pada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.
6 Asas percaya diri Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan harus
berlandaskan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
7 Asas keselamatan penumpang Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan penumpang
harus disertai dengan asuransi kecelakaan danatau asuransi kerugian lainnya.
8 Asas berwawasan lingkungan hidup Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan
pengangkutan harus dilakukan berwawasan lingkungan. 9 Asas kedaulatan Negara
Asas ini
mengandung arti
bahwa penyelenggaraan
pengangkutan harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia.
10 Asas kebangsaan Asas
ini mengandung
arti bahwa
penyelenggaraan pengangkutan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik kebinekaan dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Asas Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
Asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengangkutan, yang
dirumuskan dengan
kata-kata: perjanjian
kesepakatan, koordinatif, campuran, retensi, dan pembuktian dengan dokumen.
1 Asas perjanjian Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan
diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Tiketkarcis penumpang dan
dokumen pengangkutan merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam
bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan
mengikat harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen pengangkutan.
2 Asas koordinatif Asas ini mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam
pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun
pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pemilik barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau
pemilik barang. Asas ini menunjukkan bahwa pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa agency agreement.
Universitas Sumatera Utara
3 Asas campuran Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan merupakan
campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau
pemilik barang kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam
perjanjain pengangkutan. 4 Asas retensi
Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak retensi hak menahan barang. Penggunaan hak
retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas
biaya pemiliknya. 5 Asas pembuktian dengan dokumen
Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Tidak ada dokumen
pengangkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika ada kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan
dengan pengangkut perkotaan angkot tanpa tiketkarcis penumpang.
75
75
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 12-15.
Universitas Sumatera Utara
2. Pihak-pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.
76
Menurut Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut pada umumnya adalah orang, yang mengikatkan
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak
pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.
Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai
penerima dan menjaga keselamatan barang muatan itu.
77
Subjek hukum adalah pendukung kewajiban dan hak. Subjek hukum pengangkutan adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum
pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, yaitu:
a. Pihak pengangkut; b. Pihak penumpang;
c. Pihak pengirim; dan d. Pihak penerima kiriman.
78
Berikut penjelasannya: a. Pihak Pengangkut
76
H. Zainal Asikin, Op. Cit., hlm 163.
77
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hlm. 4.
78
Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit., hlm 53.
Universitas Sumatera Utara
Istilah pengangkut dalam Pasal 466 KUHD adalah sebagai berikut: “barang siapa yang baik dengan persetujuan carter menurut waktu atau
carter menurut perjalanan, baik dengan persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, yang seluruh atau
sebagian melalui angkutan l aut”.
79
Pihak pengangkut penyedia jasa angkutan, yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa
angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.
80
Pihak pengangkut dalam penelitian ini adalah CV. Anugrah Toba Permai Lestari, yang mengangkut pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp
Lestari di Porsea sampai ke Belawan. b. Pihak Penumpang
Pihak penumpang pengguna jasa angkutan, yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan
berkewajiban untuk membayar tarif ongkos angkutan sesuai yang telah ditetapkan.
81
c. Pihak Pengirim Pengirim barang dalam praktik bukanlah pemilik barang karena
pemilik barang itu lazimnya menyerahkan pengiriman barang-barang itu kepada orang lain, dalam hal ini disebut dengan ekspeditur. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 86 KUHD, ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menyuruh mengangkut barang-barang perniagaan dan barang-barang di
79
H. Hasnil Basri Siregar, Op. Cit., hlm. 8-9.
80
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 12.
81
Ibid., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
darat atau di perairan. Melihat rumusan ini, ekspeditur itu tidak menangani sendiri pengangkutan barang-barang yang di percayakan kepadanya. Ia
hanya mengurusi dan bertanggung jawab atas pengiriman barang-barang itu saja. Atau secara sederhana dapat disebut bahwa ekspeditur ini adalah
orang yang mencari alat pengangkut saja. Pengiriman barang bisa pihak pemilik barang itu sendiri, juga bisa orang lain. Lazimnya dalam praktik
bahwa pengirim barang itu adalah bukan pemilik barang itu.
82
Pihak pengirim barang pengguna jasa angkutan, yakni pihak yang
berkewajiban untuk membayar tarif ongkos angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas
barang yang dikirimnya.
83
Pihak pengirim dalam penelitian ini adalah PT. Toba Pulp Lestari yang di pimpin oleh Tjhi Min Sin selaku Direktur PT. Toba Pulp Lestari.
d. Pihak Penerima Kiriman Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim
sendiri mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal ini penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian
pengangkutan. Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, tetapi tergolong
juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Penerima adalah pengirim yang dapat diketahui juga dari dokumen
pengangkutan, selain itu dari dokumen pengangkutan dapat diketahui
82
Sinta Uli, Op. Cit., hlm. 20-21.
83
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
bahwa penerima adalah pembeli importir, jadi sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Penerima juga adalah pihak yang memperoleh kuasa
untuk menerima barang yang dikirimkan kepadanya. Jadi, penerima berposisi atas nama pengirim. Penerima yang berposisi sebagai pembeli
importir berarti dia sebagai pengusaha yang menjalankan perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum.
84
Pihak penerima barang pengguna jasa angkutan, yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal
pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang
menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.
85
Pihak penerima dalam penelitian ini adalah PT. Berkat di Belawan yang juga merupakan bagian dari PT. Toba Pulp Lestari, yang menerima
pulp yang di angkut oleh CV. Anugrah Toba Permai Lestari. C. Tanggung
Jawab Pengangkut
dalam Undang-undang
dan Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan
1. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Undang-undang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb.
86
Tanggung jawab secara definisi merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan baik yang
disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
87
Pihak pengangkut dalam sistem angkutan darat yaitu perusahaan angkutan dengan pengirim barang masing-masing mempunyai tanggung
84
Sinta Uli, Op. Cit., hlm. 29-30.
85
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 13.
86
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2010, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 1139.
87
http:lifestyle.kompasiana.comcatatan20130612mengenal-arti-kata-tanggung- jawab-567952.html, Diakses pada tanggal 12 juni 2013 pukul 03:40
Universitas Sumatera Utara
jawab. Sesuai dengan prinsip perjanjian dalam KUH Perdata, bahwa masing- masing pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik, artinya
kedua belah pihak pengangkut maupun pengirim barang masing-masing mempunyai kewajiban sendiri. Kewajiban pihak pengangkutan adalah
menyelenggarakan pengangkutan barang dari satu tempat tujuan ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pihak pengirim ialah
membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggara pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.
88
Menurut Purwosutjipto,
kewajiban pengangkut
ialah menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai
tempat tujuan dengan selamat. Kalau tidak selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat akan terjadi
dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada musnah atau ada, tetapi rusak, sebahagian atau seluruhnya. Barang tidak ada, mungkin
disebabkan karena terbakar, dicuri orang, dibuang dan lain-lain. Barang rusak sebagian atau seluruhnya, meskipun barangnya ada, tetapi tidak dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Jika barang muatan tidak ada atau ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus
membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab sebagai berikut dibawah
ini, yaitu: a. Keadaan memaksa overmacht atau force majeure;
88
Sinta Uli, Op. Cit., hlm. 61-62.
81
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hlm. 34-35.
Universitas Sumatera Utara
b. Cacat pada barang itu sendiri; c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur pasal 91
KUHD; d. Keterlambatan datangnya barang di tempat tujuan, yang
disebabkan karena keadaan memaksa pasal 92 KUHD; dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah.
89
Pasal 91 KUHD menyatakan bahwa: “Pengangkut dan juragan perahu
harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan dan lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali
kerusakan-kerusakan yang diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang- barang itu sendiri, karena keadaan yang memaksa, atau karena kesalahan atau
kealp aan sipengirim atau ekspeditur.”
Pasal 92 KUHD menyatakan bahwa: “Pengangkut atau juragan perahu
tak bertanggung jawab atas terlambatnya pengangkutan , jika hal ini disebabkan karena keadaan yang memaksa
”. Pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan dapat dikatakan
sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang
yang dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban seorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu
perikatan sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1235 KUH Perdata, dalam perikatan mana termaktub kewajiban untuk menyimpan dan memelihara
Universitas Sumatera Utara
barang tersebut sebagai “ seorang bapak rumah yang baik”. Apabila si pengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku
peraturan-peraturan yang untuk itu telah ditetapkan dalam Buku III dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu dalam pasal 1243 KUH Perdata. Pada
umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya. Pihak
pengangkut dalam perjanjian pengangkutan dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ketempat yang
telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang dialamatkan.
90
Mengangkut sesuatu dari tempat yang satu ke tempat yang lain dapat dikatakan berhasil baik, bila apa yang diangkut itu dapat disampaikan kepada
alamat dengan utuh, lengkap dan tiba tepat pada waktunya. Itulah kewajiban utama dari pengangkut.
91
Pengangkut dengan
iktikad baik
harus menyelenggarakan
pengangkutan barang-barang yang dipercayakan kepadanya itu dengan baik- baik dan dengan sendiri juga dengan secepat-cepatnya; lagi pula pengangkut
selama pengangkutan, ialah mulai diterimanya barang-barang sampai diserahkannya kepada biasanya pihak dialamati ditempat tujuan, harus
memeliharanya dengan baik-baik juga, ialah sepertinya ia seorang tuan rumah yang baik terhadap barang-barang pengangkutan itu. Ini bagi pengangkut
berarti melakukan segala ikhtiar agar barang-barang pengangkutan itu dengan
90
R. Subekti, Op. Cit., hlm. 70.
91
H. Hasnil Siregar, Op. Cit., hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
lengkap dan jelas dapat diserahkan ditempat tujuan kepada yang berhak menerimanya.
92
Kewajiban pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan kewajiban pihak pengirimpenumpang ialah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dan penyelenggaraan pengangkutan
yang dilakukan oleh pengangkut. Penyelenggaraan pengangkutan dimaksudkan bahwa pengangkut itu dapat melakukan pengangkutan sendiri atau dapat
dilakukan orang lain atas perintah pihak pengangkut. Sedangkan yang dimaksud sampai ketempat tujuan tertentu dengan selamat mengandung arti,
bahwa bila pengangkutan itu berjalan dengan tidak selamat. Hal itu menjadi tanggungan pihak pengangkut. Dalam keadaan “tidak selamat” ini hanya
mempunyai dua arti yaitu barangnya tidak ada, lenyap atau musnah; sedangkan arti yang kedua adalah barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya.
Ketiadaan hilangnya barang itu mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, sengaja dilempar ke laut, dicuri orang atau sebab yang lain,
sedangkan kalau barang itu rusak sebagian atau seluruhnya maka sedemikian rupa sehingga barang itu tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya.
93
Hak dan kewajiban akan timbul bagi pihak pengangkut maupun pihak penumpang danatau pengirim barang dengan adanya perjanjian pengangkutan.
Sesuai dengan hukum perikatan maka masing-masing pihak yaitu pengangkut dan pengguna jasa angkutan mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi,
92
Ibid., hlm. 53.
93
Ibid., hlm. 65.
Universitas Sumatera Utara
dan para pihak mempunyai hak untuk saling melakukan penuntutan. Apabila salah satu pihak tidak melakukan prestasi sesuai dengan apa yang menjadi isi
perjanjian, maka perjanjian itu dapat diancam dengan kebatalan.
94
Tanggung jawab pada hakikatnya terdiri dari dua aspek, yaitu tanggung jawab yang
bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya responsibility dan tanggung jawab ganti rugi liability yaitu kewajiban untuk memberi ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan.
95
Periode tenggang waktu tanggung jawab pengangkut dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya kepada si penerima
disamping itu pengangkut juga mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama periode tersebut. Ketentuan tersebut tidak secara
tegas menentukan dimana dan kapan barang dianggap telah diserahkan kepada pengangkut, dan selanjutnya dimana barang dianggap telah diserahkan kepada
penerima. Pembuat undang-undang nampaknya menyerahkan hal tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk menyepakatinya atau perihal
tersebut diserahkan kepada kebiasaan praktek di lapangan.
96
Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu tanggung jawab karena kesalahan fault liability, tanggung jawab karena
praduga presumption liability, dan tanggung jawab mutlak absolute liability. Hukum pengangkutan Indonesia umumnya menganut prinsip
tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga. 1. Tanggung Jawab karena Kesalahan
94
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 101.
95
Ibid., hlm. 101-102.
96
Ibid., hlm. 103.
Universitas Sumatera Utara
Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar
segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada
pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum illegal act
sebagai aturan umum general rule.
97
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
Pasal 1366 KUH Perdata, tanggung jawab seseorang juga diakibatkan karena kalalaian atau kurang hati-hatinya.
Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang
bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-
hatinya.” 2. Tanggung Jawab karena Praduga
Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya.
Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah
artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian
97
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 43.
Universitas Sumatera Utara
itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan
adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD Indonesia juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga. Apabila barang yang
diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim, kecuali jika dia
dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagian atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat
dihindari terjadinya Pasal 468 ayat 2 KUHD.
98
Pasal 468 KUHD menyatakan bahwa: persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan
keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.
Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya,
atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu
malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang
mengirimkannya. Ia bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka
98
Ibid., hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
yang dipekerjakannya dan untuk segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.
Prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga dalam hukum pengangkutan Indonesia kedua-duanya dianut. Prinsip tanggung jawab
karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengeculian. Artinya, pengangkut bertanggung jawab atas
setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalahlalai, ia dibebaskan
sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya. 3. Tanggung Jawab Mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jaawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakan tanpa
keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan.
Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan bahwa
pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.
99
Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009 menyatakan bahwa: “Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.”
Pasal 193 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
99
Ibid., hlm. 49.
Universitas Sumatera Utara
“Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang atau rusak akibat
penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau
dihindari oleh kesalahan pengirim.” 2. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan
Berakhirnya perjanjian telah dibahas dalam bab sebelumnya. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan perikatan-perikatan hapus:
a. Karena pembayaran; b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan; c. Karena pembaharuan utang;
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi; e. Karena percampuran utang;
f. Karena pembebasan utangnya; g. Karena musnahnya barang yang terutang;
h. Karena kebatalan atau pembatalan; i. Karena berlakunya suatu syarat batal;
j. Karena liwatnya waktu.
Berakhirnya perikatan karena perjanjian antara lain karena pembayaran, novasi pembaruan utang, kompensasi, konfusio percampuran utang,
pembebasan utang, kebatalan atau pembatalan, dan berlaku syarat batal. Berakhirnya perjanjian pengangkutan dalam praktik di kenal beberapa
cara, antara lain: 1. Jangka waktunya berakhir;
Jangka waktu berakhirnya kontrakperjanjian pengangkutan tidak ada yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Ada jangka waktu
kontraknya singkat dan ada juga jangka waktu kontraknya panjang. Penentuan jangka waktunya tergantung kepada kemauan para pihak.
Universitas Sumatera Utara
Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta di bawah tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat
yang berwenang telah ditentukan secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak. Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak
dimaksudkan bahwa salah satu pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya kontrak tersebut, namun para pihak telah mengetahuinya masing-
masing. Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan dan kesepakatan para pihak. Ada kontrak yang
jangka waktu dan tanggal berakhirnya lama.
100
2. Dilaksanakan objek perjanjian; Dengan dilaksanakannya objek perjanjian pengangkutan maka
perjanjian pengangkutan antara para pihak telah berakhir. Karena pada dasarnya objek dari perjanjian adalah sama dengan prestasi. Prestasi tercantum
dalam Pasal 1313 KUH Perdata, antara lain: memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
3. Kesepakatan kedua belah pihak; Berakhirnya perjanjian pengangkutan dapat terjadi karena kesepakatan
kedua belah pihak, dimana para pihak menyetujui untuk mengakhiri perjanjian yang telah disepakati atau diperjanjikan sebelumnya.
101
4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak; Pemutusan kontrak atau perjanjian pengangkutan secara sepihak
merupakan salah satu cara untuk mengakhiri kontrak yang dibuat oleh para
100
Salim H. S., Op. Cit., hlm. 175-176.
101
Ibid., hlm. 176-177
Universitas Sumatera Utara
pihak, dimana salah satu pihak menghentikan berlakunya perjanjian pengangkutan tersebut walaupun jangka waktunya belum berakhir. Hal ini
dapat terjadi karena salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan tersebut tidak melaksanakan atau melalaikan kewajibannya sebagaimana yang telah
diperjanjikan.
102
5. Adanya putusan pengadilan. Berakhirnya perjanjian pengangkutan karena putusan pengadilan, yaitu
tidak berlakunya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yang disebabkan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal
ini dapat terjadi karena terjadinya sengketa dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan tersebut, dimana para pihak sudah menempuh dengan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan alternative dispute resolution, namun para pihak belum menemukan jalan perdamaian atau para pihak masih
menemukan jalan buntu dari permasalahan yang dihadapinya, sehingga salah satu pihak terutama pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan perjanjian
pengangkutan tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di tempat kontrak atau objek berada. Biasanya didalam perjanjian tersebut telah
ditentukan tempat penyelesaian sengketa oleh para pihak.
103
102
Ibid., hlm. 178
103
Ibid., hlm. 181.
Universitas Sumatera Utara
77
BAB IV TANGGUNG JAWAB PIHAK PENGANGKUT DALAM