dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan lebarnya 0,5 cm di
bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus kira-kira 14 ml. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
Sinus etmoid berongga – rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di
antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius, dan sinus
etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan
sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007 Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sphenoid. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
2.2.5 Sinus sfenoid
Sinus sfenoid terbentuk pada janin berumur 3 bulan sebagai pasangan evaginasi mukosa di bagian posterior superior kavum nasi. Perkembangannya
berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak berhubungan dengan kartilago nasalis posterior maupun os sfenoid. Sebelum anak
Universitas Sumatera Utara
berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun telah berkembang sempurna pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran serta
bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus
akan lebih besar daripada sisi lainnya. Ballenger JJ,1994 Letak os sfenoid adalah di dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya
berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya adalah atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna sering tampak sebagai indentasi dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
2.2.6 Fisiologi sinus paranasal
Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam.
Bartholini adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa ronga-rongga ini adalah organ yang penting sebagai resonansi, dan Howell mencatat bahwa suku
Maori dari Selandia Baru memiliki suara yang sangat khas oleh karena mereka tidak memiliki rongga sinus paranasal yang luas dan lebar. Teori ini dpatahkan oleh
Proetz , bahwa binatang yang memiliki suara yang kuat, contohnya singa, tidak memiliki rongga sinus yang besar. Beradasarkan teori dari Proetz, bahwa kerja dari
Universitas Sumatera Utara
sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan bunyi yang masuk. Jadi sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal . Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan
tulang muka. Passali ; Lund VJ.1997 ; Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007 Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain
adalah :
1 Sebagai pengatur kondisi udara air conditioning
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah ternyata tidak
didapati pertukaran udara yangdefinitif antara sinus dan rongga hidung. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 11000 volume
sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung. Mangunkusumo
E., Soetjipto D. 2007
2 Sebagai penahan suhu thermal insulators
Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer penahan panas , melindungi orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataannya, sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007\
Universitas Sumatera Utara
3 Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1 dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
4 Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat , posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus
pada hewan-hewan tingkat rendah. Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
5 Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus. Mangunkusumo E.,
Soetjipto D. 2007
6 Membantu produksi mukus.
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Mangunkusumo E., Soetjipto D. 2007
Universitas Sumatera Utara
2.3 Sistem Mukosiliar Hidung