35 proposisi dalam wacana diistilahkan sebagai benang pengikat dalam wacana.
Benang pengikat dalam wacana tersebut antar lain; 1 penyebutan sebelumnya, 2 sifat verba, 3 peranan verba bantu, 4 proposisi positif, 5 praanggapan
Soenjono Dardjowidjojo, 1990:95-100. Penulis menyederhanakan proses penelitian ini dengan memilih dua
macam teori benang pengikat tersebut, yaitu 1 penyebutan sebelumnya dan 2 praanggapan. Hal itu dilakukan agar penelitian ini lebih terarah pada pencarian
motivasi penggunaan pola urutan fungsi keterangan bahasa Indonesia dalamTajuk Surat Kabar Harian Solopos. Berikut penjelasan tentang kedua macam teori
tersebut.
1. Penyebutan Sebelumnya Prior Mention
Lingkungan linguistik yang paling jelas dan sering disebutkan di dalam wacana adalah apa yang dinamakan “penyebutan sebelumnya” prior mention
Soenjono Dardjowidjojo, 1990:96. Misal dalam wacana yang dimulai dengan kalimat.
64 Adik memiliki seekor kucing di rumah. Nomina kucing sebagai definit, kalau masih berbicara tentang kucing yang
sama. Kalimat selanjutnya hanya dapat berupa 65, dan tidak mungkin 66 maupun 67.
65 Kucing itu menyukai ikan asin. 66 Sekor kucing menyukai ikan asin.
67 Kucing menyukai ikan asin. Wacana terbentuk disebabkan oleh penggabungan kalimat 64 dan 65 adalah
adanya hubungan proposisi yang serasi kohesif antara seekor kucing pada
36 64 dan kucing itu pada 65. Di dalam kalimat 64 konsep mengenai kucing
baru pertama kali dinyatakan dan mengandung informasi baru. Bila merujuk pada binatang yang sama, harus menandai kata kucing dengan pemarkah
definit itu seperti pada 65. Penyebutan sebelumnya ini tidak hanya digunakan pada analisis wacana
antar kalimat dalam paragraf. Akan tetapi, teori ini dapat digunakan juga untuk menganalisis hubungan penanda kohesif maupun koherensif yang terkandung
antara paragraf yang satu dengan paragraf yang lain dalamTajuk Surat Kabar Harian Solopos tersebut.
2. Praanggapan Entailment
Praanggapan adalah faktor pengetahuan bersama antara pesapa pembaca danpenulis Tajuk penulis. Pengetahuan bersama tersebut lazimnya
tidak ditulis olehpenulis Tajuk karenapenulis Tajuk menganggap pesapa telah mengetahuinya. Praanggapan dalam sebuah wacana merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan terciptanya koherensi. Praanggapan ini membekali pengetahuan-pengetahuan yang secara kodrati diserap sedikit demi
sedikit dari fenomena alam sekitar Soenjono Dardjowidjojo, 1990:100. Contoh.
66 Di Indonesia Flu burung tidak hanya menyerang ayam dan
burung saja tetapi menyerang manusia juga. Hal ini dibuktikan dengan tewasnya beberapa manusia di sekitar wabah yang
ditularkan oleh ayam maupun burung tersebut.
Ketika membaca paragraf 66 di atas maka hal-hal di luar teks secara tidak sengaja dihubung-hubungkan dengan hal yang sedang dibaca. Baik
pengetahuan tentang flu burung tersebut diperoleh dari TV, media cetak
37 maupun radio. Hal-hal yang berhubungan dengan konteks, yaitu endemik flu
burung tersebut telah diketemukan di daerah mana saja; berapa jumlah ternak yang mati atau terjangkit; berapa kerugian peternak, dan pengetahuan lainnya.
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan kumpulan metode sebagai cara atau jalan yang akan ditempuh guna mengetahui, memahami dan mendalami objek
studi Koentjaraningrat, 1981:16. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
A. Metode Penelitian
Metode berfungsi menuntun seorang peneliti mencapai tujuan penelitian sesuai dengan perumusan masalah yang akan diteliti Edi Subroto, 1992:13.
Sehubungan dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di awal, metode penelitian ini mengarahkan kepada penulis untuk menggunakan ancangan yang
berkaitan dengan hal tersebut. Istilah “metode” di dalam penelitian linguistik dapat ditafsirkan “sebagai
strategi kerja berdasarkan ancangan tertentu” Edi Subroto, 1992:32. Analisis formal pada penelitian ini mempergunakan ancangan strukturalisme. Ancangan
strukturalisme digunakan untuk meneliti dan memerikan serta menerangkan segi- segi tertentu mengenai struktur bahasa berdasarkan fakta-fakta kebahasaan yang
dijumpai dalam pertuturan. Selanjutnya, fakta-fakta kebahasaan itu dicatat dengan teliti berdasarkan teknik-teknik tertentu menurut kepentingan” Edi Subroto,
1992, h. 32. Disamping itu, penelitian ini juga mempergunakan ancangan analisis wacana sebagai perluasan dari ancangan strukturalisme. Ancangan analisis
wacana digunakan untuk mencari kaidah-kaidah bahasa yang akan menjelaskan