18
4.1.2 Karakterisasi Biji dan Kulit Kopi
Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisa proksimat untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang akan digunakan, yaitu kulit kopi dan biji kopi. Kulit kopi merupakan limbah pada
pengolahan buah kopi. Limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan yang bernilai lebih tinggi. Bahan baku kopi merupakan bahan dengan karakteristik
tertentu seperti kadar air, abu, protein, lemak dan serat kasar.Hasil analisa proksimat biji dan kulit kopi disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil analisa kimia biji dan kulit kopi
Komponen Kulit Kopi bk
Biji Kopi bk
Air 18.83
31.54 Abu
6.12 2.44
Protein Kasar 9.55
10.34 Lemak Kasar
1.50 6.88
Serat kasar Karbohidratby difference
12.78 64
22.67 48,8
Kadar air merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan bahan. Kulit kopi mempunyai kadar air sebesar 18.83 sehingga diperlukan proses pengeringan untuk dapat
disimpan dalam waktu yang lama, sedangkan pada biji kopi lebih tinggi yaitu sebesar 31.54. Oleh karena itu, untuk keperluan pengawetan bahan penelitian, maka dilakukan usaha pengeringan bahan
baku. Proses pengeringan tersebut dilakukan dengan pengeringan panas matahari. Selama 24 jam kulit kopi dikeringkan dengan panas matahari untuk dapat menurunkan kadar air hingga sekitar 14.
Pengeringan dilakukan dengan membuka dengan lebar bagian kulit kopi tersebut agar semua bagian dapat kering secara merata. Kondisi bahan yang telah kering, dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama. Kulit kopi yang telah kering dihaluskan dengan blender kemudian diayak dengan ukuran 40 mesh, sehingga diperoleh ukuran kulit kopi dengan partikel yang halus. Hal ini akan
memudahkan dalam proses penyimpanan bahan baku sekaligus mencegah tumbuhnya mikroba jenis tertentu sebelum kulit kopi dimanfaatkan untuk proses penelitian selanjutnya. Namun untuk keperluan
produksi skala industri, metode pengeringan dengan panas matahari tidak cocok dikarenakan akan kebutuhan luas lahan dan kondisi cuaca yang tidak menentu. Selain itu pengaruh mikroba di sekitar
bahan yang dapat merusak kondisi bahan.
4.2 PENELITIAN UTAMA
Fermentasi adalah proses yang melibatkan aktivitas mikroba untuk memperoleh energi melalui pemecahan substrat yang berguna untuk metabolisme dan pertumbuhannya. Hasil fermentasi
tergantung pada substrat, jenis mikroba, dan kondisi sekelilingnya yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut Winarno et al. 1980.Untuk menghasilkan tiap-tiap
produk fermentasi dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat media,
serta perlakuan treatment yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan dapat optimal.Dalam reaksi
19
kimia fermentasi, glukosa C
6
H
12
O
6
menghasilkan CO
2
, H
2
O serta melepaskan sejumlah energi. Sejumlah energi tersebut dibutuhkan oleh bakteridalam pertumbuhan dan perkembangbiakkannya.
Fermentasi fasa padatadalah suatu prosesdimanasuatusubstratlarutdifermentasidengan kelembabanyang cukup, tapi tanpaair bebasLonsaneet al.1992. Menurut Pandey et al. 1999, sistem
inimemilikibanyak keuntungan dibandingkanfermentasi kultur terendam, termasukvolumetrikproduktivitas yang tinggi, konsentrasi yang relatiflebih tinggidari
produk, mengurangilimbah dan persyaratan yang sederhana untuk peralatanfermentasi
Menurut Girindra 1993, suhu memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik
bertambah. Bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu
lebih tinggi dari suhu optimum, protein berubah konformasi sehingga gugus reaktif terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi.Pada umumnya, enzim-enzim
bekerja sangat lambat pada suhu di bawah titik beku dan keaktifannya meningkat sampai 45 . Fermentasi
dilakukan dengan menggunakan kultur murni atau starter. Banyaknya mikroba starterinokulum yang ditambahkan berkisar antara 3–10 dari volume medium fermentasi. Penggunaan inokulum
yang bervariasi ini dapat menyebabkan proses fermentasi dan mutu produk selalu berubah-ubah. Inokulum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat kultur
mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial Rachman 1989.
o
C. Hampir semua enzim mempunyai aktivitas optimal pada suhu 30
o
C sampai 40
o
C dan denaturasi mulai terjadi pada suhu 45
o
C Winarno 1992.
4.2.1Produksi Enzim PadaKulit Kopi
Aktivitas enzim protease diperoleh pada dua perlakuan yaitu kombinasi dua isolat dan kombinasi tiga isolat. Kombinasi dua isolat menggunakan isolat FLp1 dan FLs1, dan pada kombinasi
tiga isolat menggunakan isolat FLp1, FLx3 dan FLs1. Nilai aktivitas enzim yang dihasilkan oleh protease menunjukkan bahwa isolat FLp1 mampu menghidrolisis substrat kulit kopi.
Tabel 4. Aktivitas enzim protease selama fermentasi pada suhu 30
o
C dan 37
o
Jenis Bakteri
C
Hari ke Aktivitas Protease
unitml 30
o
37 C
o
C
FLs1+FLp1 1
1.822 1.755
2 0.827
1.023 3
0.158 0.365
4 0.286
FLp1+FLs1+FLx3 1
1.509 1.445
2 1.013
0.655 3
4 Substrat akan terhidrolisis oleh enzim protease menjadi peptida dan asam amino. Laju
pembentukan peptida dan asam amino tersebut dapat dijadikan tolak ukur aktivitas katalisis protease.
20
Aktivitas enzim protease yang dihasilkan selama fermentasi disajikan pada Tabel 4. Aktivitas enzim protease yang diperoleh selama fermentasi berkisar antara 0 – 1.822 unitml. Berdasarkan hasil
penelitian ini, aktivitas enzim protease yang dihasilkan paling tinggi dari semua perlakuan adalah 1.822 unitml yang diperoleh dari perlakuan kombinasi isolat FLp1 dan FLs1 dengan waktu
fermentasi selama 24 jam pada suhu 30
o
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh C. Waktu optimal pada penelitian ini sama dengan penelitian
Sugiarto 2001 yang memproduksi enzim protease dengan Bacillus subtilis pada media tepung kedelai memperoleh aktivitas protease tertinggi sebesar 0.551 unitml pada jam ke-24.
El-Raheern et
al.1994, produksimaksimumproteasedenganStreptomycescorchorusiiST36diperolehdenganpH
6pada suhu 30
o
C.Pada penelitian Muthulakshmiet al. 2011, produksienzimoleh
Aspergillusflavuspada media biji gandum yang dilakukan pada suhu 20-70°Cdidapatkan bahwa adapeningkatan dalamproduksi proteaseketikasuhuinkubasidinaikkandari 20°Csampai 30°C dan
produksienzimsedikitmenurunhingga 40°C.Jadisuhu inkubasioptimumuntuk produksiproteasediperoleh pada suhu 30°C.
Menurut Secadeset al.2001,
yang mengamatibahwa
suhuoptimumuntukekstraselulerproteaseyang dihasilkan olehFlavobacteriumpsychrophilumberadapada suhu antara25°Cdan 40°C.Selainitu,suhu
optimumuntuk produksiproteaseadalahantara30°Cdan 45°C Wery et al.2003 Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisis enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu
akan meningkatkan energi molekul substrat dan pada akhirnya meningkatkan laju reaksi enzim. Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi reaktif
substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan turunnya aktivitas enzim.Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme baik secara tidak langsung dengan
mempengaruhi ketersediaan unsur hara atau langsung dengan tindakan pada sel permukaan. Faktor lain yang penting adalah lingkungan suhu inkubasi yang penting bagi produksi protease oleh
mikroorganisme. Suhu tinggi akan memiliki beberapa efek buruk pada aktivitas metabolik mikroorganisme penghasil enzim proteolitik Tunga 1995.
.
Peningkatan aktivitas enzim ekstraseluler selama masa inkubasi disebabkan oleh induksi, sedangkan penurunan aktivitas kemungkinan disebabkan oleh penghambatan umpan balik dan
autolisis. Protease merupakan enzim yang bersifat induktif yaitu enzim yang diproduksi oleh sel apabila terdapat substrat disekitarnya. Seperti enzim yang bersifat induktif pada umumnya, biasanya
produk akhir aktivitas enzim bersifat menghambat produksi enzim penghambatan umpan balik sehingga aktivitas enzim di dalam media akan berkurang. Autolisis terjadi karena terhidrolisanya
enzim oleh aktivitas proteinase yang dihasilkan dari proses autolisis sel Whitaker 1994. Aktivitas enzim selulase diperoleh pada tiga perlakuan yaitu isolat tunggal FLs1, kombinasi
dua isolat FLs1 dan FLp1 dan kombinasi tiga isolat FLs1, FLx3 dan FLp1. Nilai aktivitas enzim yang dihasilkan oleh selulase menunjukkan bahwa isolat FLs1 mampu menghidrolisis substrat kulit
kopi. Pada Tabel 5 menunjukkan perbedaan aktivitas enzim yang diperoleh pada setiap kombinasi.
Aktivitas enzim yang dihasilkan pada kedua suhu tersebut menunjukkan penurunan setelah mengalami aktivitas optimalnya. Aktivitas enzim selulase yang diperoleh selama fermentasi berkisar
antara 9 – 113 mUml. Berdasarkan hasil penelitian ini, aktivitas enzim selulase yang dihasilkan paling tinggi dari semua perlakuan sebesar 87 mUml yang diperoleh dari perlakuan kombinasi isolat
FLp1 dan FLs1 dengan waktu fermentasi selama 2 hari pada suhu 30
o
C. Suhu optimal pada penelitian ini sama dengan penelitian Chen et al. 2010 yang memproduksi enzim selulase dengan T. viride
N879 pada media batang gandum memperoleh aktivitas selulase tertinggi pada suhu 30
o
C.
21
Tabel 5. Aktivitas enzim selulase dan xilanase selama fermentasi Jenis Bakteri
Hari ke Selulase dan Xilanase mUml
30
o
37 C
o
C
FLs1 1
43 35
2 78
43 3
52 61
4 35
9 FLs1+FLp1
1 52
26 2
87 52
3 43
69 4
26 17
FLp1+FLs1+FLx3 1
44 52
2 61
61 3
113 96
4 26
9 Pada kombinasi tiga isolat FLs1, FLx3 dan FLp1, yang merupakan kombinasi antara
selulase dengan xilanase menghasilkan aktivitas enzim tertinggi pada hari ke-3 sebesar 113 mUml. Pada suhu 37
o
C, aktivitas enzim yang diperoleh cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan suhu 30
o
Pada saat puncak aktivitas enzim selulase, bakteri mengeluarkan enzim selulase secara maksimal ke lingkungan luarnya, namun terjadi feed back inhibition sehingga dapat menghambat
aktivitas pada enzim selulase. Molekul glukosa sebagai produk akhir dari enzim selulase menempel pada sissi alosterik enzim sehingga sisi aktif enzim selulase tidak dapat lagiditempati oleh substrat
selulosa. Selain itu terjadi represi sintesis enzim selulosa oleh karena kehadiran glukosa yang berlimpah. Glukosa merupakan sumber karbon sederhana yang dapat merepresi sintesis enzim
selulase Abalos et al. 1997. C dan optimal pada hari ke tiga fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi isolat FLx3 dan
FLs1 mampu menghidrolisis substrat kulit kopi yang memiliki struktur lebih kompleks.
Menurut Irawadi 1990, turunnya aktivitas pada suhu di bawah suhu optimum, diduga karena rendahnya afinitas antara enzim dengan substrat atau rendahnya kecepatan awal pemutusan
kompleks enzim dengan substrat, sedangkan turunnya aktivitas di atas suhu optimum terutama disebabkan menurunnya stabilitas enzim akibat panas. Pemberian panas dapat menyebabkan putusnya
sebagian besar ikatan-ikatan yang kurang kuat pada struktur protein enzim, misalnya ikatan hidrogen yang membentuk struktur tersier protein, yang akhirnya dapat menyebabkan denaturasi pada enzim.
Beberapa sumber karbon yang sering digunakan adalah molases, serealia, pati, glukosa, sukrosa, dan laktosa. Produksi enzim xilanase sebagai sumber karbon adalah xilan. Xilan dengan
aktivitas xilanase yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan terhidrolisis menjadi xilosa Richana 2012.
22
4.2.2 Kadar Protein dan Aktivitas Enzim Spesifik
Kandungan protein terlarut dalam filtrat diukur untuk mengetahui gambaran jumlah relatif protein enzim yang telah disintesis oleh bakteri selama proses fermentasi. Kandungan protein terlarut
yang terukur dalam penelitian ini masih merupakan protein kasar yaitu campuran dari protein enzim dan protein yang berasal dari sumber N organik yang masih tersisa dalam medium pada akhir masa
inkubasi. Tabel 6. Perubahan kadar protein selama fermentasi
Jenis Bakteri Hari ke
Kadar Protein mgml 30
o
37 C
o
C
FLs1 1
0.048 0.045
2 0.063
0.049 3
0.071 0.055
4 0.077
0.058
FLs1+FLp1 1
0.070 0.065
2 0.072
0.068 3
0.074 0.072
4 0.078
0.074
FLp1+FLs1+FLx3 1
0.098 0.093
2 0.104
0.099 3
0.110 0.106
4 0.116
0.113 Pada Tabel 6 menunjukkan kadar protein yang diperoleh selama fermentasi. Kadar protein
memiliki pola yang semakin meningkat seiring lamanya waktu inkubasi dan pada suhu 30
o
C memiliki nilai kadar protein yang lebih tinggi yaitu pada perlakuan kombinasi tiga dengan isolat FLs1, FLp1
dan FLx3 sebesar 0.116 mgml jika dibandingkan dengan suhu 37
o
Peningkatan kadar protein tersebut dikarenakan oleh kehilangan bahan kering selama fermentasi Ramos et al. 1983. Penurunan bahan kering ini disebabkan karena bakteri tersebut
memproduksi enzim kemudian menghasilkan gula sederhana yang dapat dipakai untuk pertumbuhannya. Kemudian, gula sederhana diuraikan menjadi energi dan CO
C.Kandungan protein sangat sensitif terhadap perubahan suhu terutama pada suhu tinggi.
2
yang dihasilkan dilepaskan ke udara. Dalam proses fermentasi dan respirasi, materi-materi organik dihidrolisis
menjadi molekul yang lebih kecil, CO
2
, H
2
Aktivitas enzim spesifik perlu diketahui untuk menyatakan kemampuan sesungguhnya enzim dapat bekerja. Setelah diketahui kandungan protein terlarut dalam enzim maka dapat dihitung aktivitas
spesifiknya. Aktivitasenzim spesifik disajikan pada Tabel 7 berikut. Aktivitas enzim spesifik yang diperoleh dari perbandingan antara nilai aktivitas enzim dengan kadar proteinnya. Nilai aktivitas
enzim spesifik tertinggi yang diperoleh protease pada suhu 30 O, dan energi Purwadaria 1997.
o
C dan 37
o
C pada semua perlakuan memiliki rentang yang tidak terlalu berbeda jauh yaitu yang diperoleh pada jam ke-24. Hal ini
menunjukkan bahwa protease dapat memiliki aktivitas pada kisaran suhu 30
o
C sampai 37
o
C.
23
Aktivitas enzim spesifik tertinggi pada selulase berada pada suhu 30
o
C yang terjadi pada semua perlakuan. Hal ini sesuai dengan pola yang diperoleh pada nilai aktivitas enzim, sehingga
selulase memiliki kecenderungan aktivitas pada suhu 30
o
C, sedangkan aktivitas enzim spesifik tertinggi pada perlakuan kombinasi antara selulase dan xilanase yaitu isolat FLS1 dan FLx3 dicapai
pada suhu 37
o
C yang menunjukkan bahwa pada xilanase memiliki kecenderungan aktivitas pada suhu tersebut.
Tabel 7. Aktivitas enzim spesifik selama fermentasi
Hari ke Selulase mUmg
Selulase dan Xilanase mUmg Protease unitmg
30
o
37 C
o
30 C
o
37 C
o
30 C
o
37 C
o
C
1 888.225
779.997 -
- -
- 2
1.229.261 870.052
- -
- -
3 735.944
1.104.337 -
- -
- 4
455.426 154.620
- -
- -
1 744.602
402.537 -
- 26.084
27.17 2
1.216.063 763.961
- -
11.558 15.025
3 578.555
956.856 -
- 2.123
5.06 4
335.010 229.904
- -
0.000 3.864
1 -
- 450.034
558.199 15.432
15.516 2
- -
588.172 618.712
9.769 6.641
3 -
- 1.031.723
905.238 0.000
0.000 4
- -
223.826 79.645
0.000 0.000
4.2.3 Gula Total dan Gula Pereduksi
Gula total merupakan gula terlarut yang dilepaskan dari hidrolisis selulosa dan hemiselulosa dengan menggunakan bakteri selulolitik dan xilanolitik. Gula total hasil hidrolisis dianalisis dengan
menggunakan metode Fenol dengan prinsip bahwa gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna orange yang
stabil. Hemiselulosa merupakan polisakarida terbesar kedua setelah selulosa. Hemiselulosa terdiri
dari xilan, mannan, arabinogalaktan dan arabinan. Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman. Lima gula netral yaitu heksosa glukosa, manosa, galaktosa dan
pentosa xilosa dan arabinosa merupakan konstituen utama hemiselulosa Saha, 2003. Hasil penelitian menunjukkan nilai gula total yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan,
namun memiliki pola yang sama yaitu mengalami penurunan setelah waktu optimalnya Tabel 8. Secara keseluruhan, perlakuan dalam penelitian mengakibatkan penurunan kandungan gula total
setelah melalui proses fermentasi yang menunjukkan kemampuan hidrolisis bakteri selulolitik dan xilanolitik.
Terlihat pada Tabel 8 tersebut, bahwa selama tiga hari hidrolisis jumlah gula total yang dihasilkan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam larutan relatif
semakin banyak karena proses hidrolisis selulase pada fraksi selulosa. Fraksi selulosa yang sebelumnya sukar larut Hayashida et al. 2004 dalam berbagai pelarut setelah mengalami hidrolisis
24
selulase menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah larut. Komponen yang lebih sederhana tersebut adalah selo-oligosakarida dan glukosa.
Tabel 8. Perubahan gula total selama fermentasi
Jenis Bakteri Hari ke
Gula Total mgml 30
o
37 C
o
C
Kontrol 1
1803.012 1729.679
2 1625.383
1672.642 3
1612.346 1631.901
4 1693.827
1657.975
FLs1 1
1451.734 1394.816
2 1512.717
1467.183 3
1589.963 1599.720
4 1528.979
1533.858
FLs1+FLp1 1
1445.229 1274.475
2 1459.865
1293.989 3
1484.258 1334.645
4 1460.678
1311.065
FLp1+FLs1+FLx3 1
1474.643 1512.124
2 1526.791
1543.902 3
1623.753 1583.828
4 1587.902
1574.865 Terjadinya aktivitas enzim menyebabkan polisakarida yang terdapat pada kulit kopi terurai
menjadi gula sederhana yang mengakibatkan gula total mengalami peningkatan pada cairan hidrolisis. Gula total yang terbentuk dari hidrolisis selulosa oleh selulase terjadi pada perlakuan isolat tunggal
FLs1 dan pada perlakuan kombinasi dua isolat FLs1 dan FLp1, sedangkan pada kombinasi tiga isolat FLs1, FLx3 dan FLp1 merupakan gula total yang terbentuk dari hidrolisis selulosa dan xilan.
Gula total tertinggi dihasilkan dari kombinasi tiga isolat yaitu FLs1, FLp1 dan FLx3 pada suhu 30
o
Gula pereduksi ialah gula yang dihasilkan dari pemotongan enzim secara acak oleh enzim endoglukanase yang membebaskan ujung pereduksi, baik dalam bentuk rantai panjang oligosakarida
atau rantai pendek polisakarida. Kemampuan mereduksi gula dapat diketahui dengan adanya gugus aldehida yang bebas. Pada Tabel 9 disajikan jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama
fermentasi. Terlihat bahwa selama tiga hari hidrolisis jumlah gula pereduksi yang dihasilkan mengalami peningkatan. Dapat diketahui bahwa jenis enzim yang digunakan akan berpengaruh dalam
menghasilkan gula pereduksi. C
berkisar antara 1474.643 mgml –1587.902 mgml, namun pada hari ke tiga merupakan hasil optimal yang dicapai dengan nilai gula total sebesar 1623.753mgml.Gula total yang terbentuk semakin
meningkat seiring dengan lamanya waktu optimal inkubasi, karena semakin banyak selulosa dan xilan yang diserang dan membebaskan gula penyusunnya. Penurunan pada hari terakhir fermentasi terjadi
karena bakteri akan memanfaatkan gula yang terkandung dalam media untuk pertumbuhannya sehingga kadar gula dalam cairan hidrolisis berkurang.
Gula pereduksi tertinggi dihasilkan dari kombinasi tiga isolat FLs1, FLx3 dan FLp1 pada suhu 30
o
C yang dihidrolisis oleh selulase dan xilanase yaitu berkisar antara 47.301 mgml – 55.986 mgml dan pada hari ke tiga merupakan hasil optimal yang dicapai dengan nilai gula pereduksi
25
sebesar 55.986 mgml. Menurut Himmel et al. 1999, gula pereduksi dihasilkan dari hidrolisis enzim selulase dan xilanase yang bekerja secara sinergis.
Tabel 9. Perubahan gula pereduksi selama fermentasi
Jenis Bakteri Hari ke
Gula Pereduksi mgml 30
o
37 C
o
C
Kontrol 1
51,629 49,932
2 51,686
51,233 3
52,874 52,195
4 53,949
53,157
FLs1 1
25.168 26.514
2
27.831 28.476
3
31.840 31.644
4
30.158 31.111
FLs1+FLp1 1
27.467 26.514
2
27.803 26.570
3
29.597 27.915
4
29.373 27.943
FLp1+FLs1+FLx3 1
47.301 40.880
2
49.876 43.879
3
55.986 50.781
4
54.713 48.489
Menurut Sutrisno 2006, penambahan waktu inkubasi akan meningkatkan aktivitas ekstrak kasar enzim. Sisi aktif enzim dalam mengikat substrat secara optimum membutuhkan waktu yang
cukup. Jika waktu yang dikondisikan pada enzim dan substrat kurang dari cukup, maka sisi aktif enzim belum optimal dalam mengikat substrat, sehingga produk yang terbentuk masih sedikit pada
saat reaksi dihentikan. Pada saat waktu inkubasi optimum, substrat terikat secara maksimum oleh sisi aktif enzim. Aktivitas enzim mengalami penurunan dengan penambahan waktu inkubasi lebih lanjut.
Produk gula pereduksi yang dihasilkan dari reaksi enzimatis sebanding dengan lama waktu inkubasi, tetapi jika sisi aktif enzim telah jenuh oleh substrat, lama waktu inkubasi kurang berpengaruh,
sehingga produk yang dihasilkan hanya mengalami peningkatan yang relatif kecil. Aktivitas enzim selulase dan enzim xilanase mendegradasi selulosa dan xilan yang
terkandung dalam bahan akan meningkatkan kadar gula pereduksi dan gula total. Akan tetapi, bakteri juga memanfaatkan gula pereduksi yang terbentuk sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan dan
pembentukan biomassa. Penurunan gula pereduksi dalam hal ini akan diikuti dengan semakin rendahnya gula total dalam bahan. Dengan demikian, penurunan selulosa dan xilan tidak dapat
memastikan gula yang terkandung dalam bahan akan tetap ataupun meningkat.
4.2.4 Susut Bobot
26
Analisa susut bobot dilakukan untuk melihat pengaruh penggunaan jenis bakteri yang berbeda perlakuan kombinasi terhadap substrat yang menyusut pada proses fermentasi. Perubahan
susut bobot disajikan dalam Tabel 10 berikut. Tabel 10. Perubahan susut bobot selama fermentasi
Jenis Bakteri Hari ke
Susut Bobot 30
o
37 C
o
C
FLs1 1
25.400 22.370
2 28.386
23.167 3
33.948 32.145
4 41.222
34.939
FLs1+FLp1 1
20.026 18.865
2 31.388
28.851 3
35.924 33.157
4 38.617
36.242
FLp1+FLs1+FLx3 1
31.126 23.097
2 41.759
42.612 3
43.462 47.126
4 49.118
49.027 Semakin lama fermentasi maka penyusutan terhadap bobot semakin tinggi. Data tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi menghasilkan penyusutan yang semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyatwan 2007 yang menyatakan bahwa lama inkubasi berkaitan erat
dengan waktu yang dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak kandungan zat yang digunakan bakteri untuk hidupnya
sehingga jumlah zat makanan yang tersisa semakin sedikit. Penyusutan bobot tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi tiga isolat yaitu FLs1, FLp1
dan FLx3 pada suhu 30
o
C sebesar 49.118 dengan lama waktu hari ke empat fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi berjalan, dimana nutrien yang terkandung di dalam substrat
telah digunakan oleh bakteri. Penyusutan ini disebabkan karena senyawa organik yang terkandung dalam substrat didegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana. Selain itu, dengan semakin lama
fermentasi terjadi proses transpirasi atau proses respirasi yang terus berlangsung dan perombakan senyawa organik menghasilkan air, karbondioksida dan melepaskan sejumlah energi.
4.3 Kualitas Biji Kopi Hasil Fermentasi