Kemakmuran Merata

B. Kemakmuran Merata

Ketika menyaksikan kerusakan dunia sebelum kemunculan Imam Mahdi af., kita dapat melihat betapa makmurnya bumi yang dipegang olehnya. Ya, bumi telah hancur akibat banyak- nya peperangan, pertumpahan darah, dan berbagai kerusakan lainnya. Kondisi tersebut membutuhkan pembenahan dan pemulihan di berbagai bidang. Pemerintahan Imam Mahdilah yang dapat menjalankan tugas besar tersebut, ia akan memak- murkan bumi yang kita tinggali.

Imam Ali as. bersabda, “Mahdi (af.) mengirim para pengikut- nya ke segala penjuru negeri. Para pengikut yang telah membaiatnya sejak awal kemunculannya itu, mendatangi berbagai kota menyampaikan pesan keadilan dan kebaikan kepada seluruh umat manusia. Setiap orang dari mereka

1 Aqdud Durar, hal. 167. 2 Ibnu Thawus, Malahim, hal. 68; Aqdud Durar, hal. 227.

B AGIAN K ETIGA : B AB 4 285

menjadi pemimpin bagi suatu daerah yang kemudian menjadi makmur karena keadilan dan kebajikan.” 1

Imam Bagir as. Juga bersabda, “Di zaman pemerintahan Imam Mahdi (af.) tidak ada tempat yang tidak makmur.” 2

Beliau juga bersabda, “Setelah Imam Mahdi (af.) memasuki Kufah ... ia memerintahkan sekelompok orang untuk membuat sungai dari belakang makam Imam Husain as (di luar kota Karbala) ke arah Gharyain supaya air dapat mengalir ke kota Najaf dan mereka membangun banyak jembatan di

atas sungai itu.” 3 Imam Shadiq as. bersabda, “Ketika Al-Qaim (af.) bangkit ...,

rumah-rumah kota Kufah bersambung dengan sungai Karbala dan Hairah 4 .”

Riwayat ini menerangkan pelebaran kota Kufah. Kelak, kota tersebut akan menyatu dengan suatu tempat yang bernama Hairah , yang kini berjarak enam puluh kilometer dari Kufah Dengan jarak yang sama, tempat itu menyatu dengan Karbala.

1 Asyi’ah wa Arraj’ah, jil. 1, hal.168.

2 Kamaluddin, jil. 1, hal. 331; Al Fushulul Muhimmah, hal. 284; As’afur Raghibin, hal. 152; Al Wafi, jil. 2, hal. 112; Nuruts Tsaqalain, jil. 2, hal.

212; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 342. 3 Mufid, Irsyad, hal. 362; Thusi, Ghaibah, hal. 280; Raudhatul Waidzin,

jil. 2, hal. 263; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 262; A’lamul Wara, hal. 430; Al Mustajad, hal. 580; Kasyful Ghummah, jil. 3, hal. 253; Bihar al- Anwar, jil. 52, hal. 331, dan jil. 97, hal. 385.

4 Thusi, Ghaibah, hal. 295; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 330, 337, dan jil. 97, hal. 385; dalam kitab Irsyad karya Syaikh Mufid disebutkan seperti

ini: “Tempat itu bersambung dengan dua sungai Karbala.” Lihat pula: Raudhatul Waidzin, jil. 2, hal. 264; A’lamul Wara’, hal. 434; Kharaij, jil.

3, hal. 1176; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 251; Al-Mahajjah, hal. 184.

286 P EMERINTAHAN A KHIR Z AMAN Habah ‘Arani berkata, “Ketika Imam Ali as. pergi ke Hairah,

sambil menunjuk kota Kufah beliau bersabda : ‘Sesungguhnya nanti rumah-rumah kota Kufah akan bersambung dengan kota ini. Kota ini akan berkembang pesat sehingga nanti

setiap 2 dzira’ tanahnya dihargai dengan harga yang tinggi.’” Mungkin mahalnya harga tanah tersebut karena tempat itu

menjadi ibu kota pemerintahan Islam. Menurut berbagai riwayat, banyak sekali orang-orang yang beriman berdatangan ke tempat itu.

Di zaman itu, jalanan juga diperlebar dan diberi beberapa aturan-aturan khusus. Mengenai hal ini, Imam Baqir as. bersabda, “Ketika Imam Mahdi muncul, ia akan datang ke Kufah 3 ... pada waktu jalanan diperlebar.”

Imam Musa Kadzim as. bersabda, “Ketika Al-Qaim muncul, ia akan memerintahkan orang-orang yang memiliki kendaraan untuk mengendarainya di tengah jalan dan memerintahkan orang-orang yang berjalan kaki untuk berjalan di samping jalan raya. Ketika ada seorang pengendara kendaraan yang berjalan di trotoar, lalu menabrak orang lain dan melukainya, maka ia diwajibkan untuk membayar denda dan Diyah atas tertumpahnya darah. Begitu juga, ketika pejalan kaki berjalan di tengah jalan lalu tertabrak kendaraan, maka ia tidak memi- liki hak untuk meminta Diyah 4 .”

1 Setiap Dzira’ kira-kira lima puluh atau tujuh puluh sentimeter; Al- Munjid.

2 Ahlil Bait as.-Tahdzib, jil. 3, hal. 253; Maladzul Akhbar, jil. 5, hal. 478; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 374.

3 Mufid, Irsyad, hal. 365; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 339. 4 Al-Tahdzib, jil. 10, hal. 214; Wasailus Syi’ah, jil. 19, hal. 181;

Maladzul Akhbar, jil. 16, hal. 685; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 455.

B AGIAN K ETIGA : B AB 4 287

Dari riwayat ini kita dapat memahami bahwa di masa itu kota- kota mengalami perkembangan pesat dan tak hanya bagi para pengendara aturan dibuat, bahkan bagi para pejalan kaki ada pula aturan-aturan yang harus dijalankan.