BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang ditandai dengan terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma endometrium diluar kavum uteri.
11,12
Dikatakan bahwa endometriosis adalah jaringan ektopik tidak pada permukaan dalam uterus yang memiliki susunan kelenjar atau stroma endometrium atau
kedua-duanya dengan atau tanpa makrofag yang berisi hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium karena berhubungan dengan haid dan
bersifat jinak, dan dapat menyebar ke organ lainnya seperti pada organ genitalia interna, vesica urinaria, ureter, usus, peritoneum, umbilicus, paru, bahkan dapat
dijumpai di pericardium, mata dan otak.
13,14
2.2 Insidensi dan Prevalensi
Insidensi keseluruhan endometriosis berkisar 5-10 pada wanita usia reproduktif dan prevalensinya dapat mencapai 20-50 pada wanita infertil dan
wanita dengan nyeri pelvik kronis. Rata-rata penderita endometriosis terdiagnosa pada usia antara 25 dan
30 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada wanita usia pramenarche namun dapat diidentifikasikan pada lebih dari 50 wanita yang berumur kurang dari 20 tahun
dengan keluhan nyeri pelvik kronis atau dispareunia.
13,15
Belakangan ini insidensi endometriosis diperkirakan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, terutama setelah semakin meluasnya
penggunaan laparoskopi di bidang ginekologi. Di Indonesia sendiri ditemukan 15- 25 wanita infertil yang disebabkan oleh endometriosis.
16,17
18
Universitas Sumatera Utara
2.3 Diagnosis Endometriosis
Diagnosis endometriosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan laparoskopi yang merupakan gold
standard. Dan endometriosis secara pasti ditegakkan berdasarkan hasil histopatologi dengan ditemukannya kelenjar dan stroma endometrium yang
berasal dari jaringan diluar kavum uteri. Anamnesis yang dapat membantu diagnosa endometriosis antara lain
adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, dispareunia, dischezia, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur.
19
22,23
Salah satu keluhan yang paling sering dialami wanita dengan endometriosis adalah
nyeri pelvik kronik mencakup dismenorea yang paling sering dilaporkan. Meskipun demikian dismenorea tidak dapat secara pasti memprediksi
endometriosis. Dismenorea yang berhubungan dengan endometriosis biasanya dimulai sebelum menstruasi dan bertahan selama menstruasi berlangsung dan
dapat terjadi lebih lama dari itu. Sedangkan dispareunia terkait endometriosis biasanya terjadi sebelum menstruasi dan semakin nyeri tepat di awal menstruasi.
Nyeri ini lebih sering terjadi pada wanita dengan penyakit yang melibatkan septum rektovagina dan cul-de-sac.
19,20
Mekanisme terjadinya nyeri pada endometriosis ini mungkin disebabkan oleh peradangan lokal, infiltrasi yang
dalam dengan kerusakan jaringan, terlepasnya prostaglandin dan perlengketan. Perdarahan tidak teratur yang berhubungan dengan endometriosis
diperkirakan terjadi pada 11-34 penderita endometriosis. Hal ini dikatakan diakibatkan oleh adanya kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi
ovarium terganggu. Perdarahan ini juga dihubungkan dengan terjadinya peningkatan kadar estrogen dan berkurangnya progesteron yang mengakibatkan
terganggunya keseimbangan eutopik endometrium penderita endometriosis.
14
19,20
Universitas Sumatera Utara
Meskipun belum ada penjelasan yang pasti, endometriosis dihubungkan dengan infertilitas. Endometriosis dijumpai pada 20-40 wanita infertil, dan
diduga ada beberapa mekanisme yang berhubungan dengan penurunan fertilitas pada wanita dengan endometriosis. Transport ovum dapat terganggu akibat
adanya gangguan anatomi pada adneksa. Peradangan kronis yang mengakibatkan kadar makrofag yang cukup tinggi pada penderita endometriosis
dapat mempengaruhi reseptifitas endometrium, folikulogenesis ovarium dan kerja dari saluran tuba.
21
Kedua pengobatan baik medisinalis dan operatif telah digunakan untuk penanganan endometriosis terkait infertilitas. Penanganan
lainnya seperti intrauterine insemination IUI dan IVF, juga telah digunakan pada wanita infertil dengan endometriosis.
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan diagnosa dan penanganan yang tepat dan juga diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya penyakit lainnya yang mungkin memerlukan perhatian. Pemeriksaan harus mencakup penilaian dari posisi, ukuran dan mobilitas uterus, dimana
uterus retrofleksi yang terfiksir dapat menjadi sangkaan adanya perlengketan hebat. Pemeriksaan rektovaginal mungkin diperlukan dan tepat untuk menilai
ligamen uterosakral dan septum rektovaginal yang dapat menunjukkan adanya nodul pada deep infiltrating endometriosis. Massa di adneksa yang dijumpai
pada pemeriksaan fisik dapat disangkakan sebagai kista endometriosis. Pemeriksaan pada saat menstruasi dapat meningkatkan keberhasilan
mendeteksi infiltrasi nodul endometriosis dan penilaian terhadap nyeri pelvik. Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai duga yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan pembedahan yang merupakan gold standard endometriosis.
22
Ultrasonografi merupakan pencitraan yang paling umum untuk mendeteksi endometriosis. Dapat mendeteksi adanya suatu kelainan organ
1,16,23
Universitas Sumatera Utara
panggul seperti mioma uteri dan kista ovarium.
1
Pencitraan ini tidak mamadai untuk menetukan adanya lesi-lesi endometriosis superfisial yang biasanya
tumbuh di sepanjang selaput peritoneum.
24
Ultrasonografi transvaginal dapat sangat membantu mendiagnosis endometriosis stadium lanjut, tetapi tidak dapat
digunakan untuk pencitraan adhesi pelvik atau foci superficial peritoneal. Endometrioma dapat ditunjukkan dalam berbagai gambaran ultrasonografi, tetapi
biasanya tampak sebagai struktur kistik dengan internal berdifusi rendah yang dikelilingi oleh kapsul ekogenik kering crisp echogenic capsule. Beberapa dapat
menunjukkan septa interna atau penebalan dinding nodular. Ketika karakteristik gejala dijumpai, ultrasonografi transvaginal memiliki sensitivitas 90 atau lebih
dan spesifisitas hampir 100 untuk mendeteksi endometrioma. Pencitraan dengan doopler juga dapat membantu diagnosis sonografi
dimana endometrioma menerima suplai darah yang sedikit sedangkan karsinoma ovarium menerima suplai darah yang banyak. Apabila endometriosis diduga
memiliki invasif yang lebih dalam terhadap organ-organ tertentu seperti usus atau kandung kemih, pemeriksaan tambahan seperti kolonoskopi, sistoskopi,
ultrasonografi rektal dan MRI mungkin diperlukan.
23,24
1
MRI memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan ultrasonografi transvaginal dalam mendeteksi implan
peritoneum dan memiliki sensitivitas 70 dan spesifisitas 75 untuk deteksi penyakit yang didapati dari pemeriksaan histopatologi, namun tidak dapat
digunakan sebagai pencitraan utama karena harganya mahal dan memiliki sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi lesi peritoneum maupun stadium
endometriosis.
23,25
MRI juga terkadang dapat menunjukkan perlengketan padat pada distorsi usus yang berada di dekatnya dan susunan anatomik di
sekelilingnya. Belum ada uji laboratorium darah yang dapat digunakan untuk diagnosa
pasti endometriosis. Meskipun serum CA-125 mungkin dapat meningkat pada
24
Universitas Sumatera Utara
endometriosis derajat sedang dan berat, ketentuan ini tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin. Pada suatu meta analisis dari 23 penelitian yang meneliti
serum CA-125 pada wanita yang dinyatakan menderita endometriosis secara operatif, perkiraan sensitivitas dan spesifisitasnya hanya berkisar masing-masing
28 dan 90. Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis
suatu endometriosis dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Keparahan penyakit paling baik digambarkan dengan tampilan langsung dan
lokasi dari lesi endometriosis dan keterlibatan organ lainnya. Laparaskopi diagnostik tidak dibutuhkan sebelum pasien mengeluhkan gejala nyeri pelvik.
Meskipun laparoskopi dianggap sebagai prosedur yang minimal invasif, namun tetap dapat memberikan resiko pembedahan termasuk perforasi usus dan
kandung kemih dan juga cedera pembuluh darah.
25
24
2.4 Klasifikasi Endometriosis