9 buih yang stabil. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi
tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan terpercaya akan adanya saponin Harborne, 1973.
6. Steroidatriterpenoida Steroida adalah triterpenoida yang kerangka dasarnya cincin siklopentana
perhidrofenantren. Uji yang biasa di gunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan steroida dan triterpenoida memberikan warna hijau-biru
Harborne, 1973. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis di turunkan dari hidrokarbon C30 asiklik. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid
atau asam karboksilat, berupa senyawa tahan warna, berbentuk kristal. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpenoida
sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpenoida dan steroida yang terutama terdapat sebagai
glikosida Harborne, 1973.
2.2 Simplisia dan Ekstrak
2.2.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang di gunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali di katakan lain, berupa bahan yang
telah di keringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral pelikan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
Universitas Sumatera Utara
10 tertentu di pisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang di hasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia
yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum di olah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni Ditjen POM, 2000.
2.2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan cair yang di peroleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah di
tetapkan Ditjen POM, 1995. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang akan di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur yang berbeda-beda. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat di bagi dua cara
yaitu: a. Cara dingin
1. Maserasi
Proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti di lakukan pengadukan yang kontinu
Universitas Sumatera Utara
11 terus menerus. Remaserasi berarti di lakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah di lakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna yang umumnya di lakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai di peroleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5
kali bertahan. b. Cara Panas
1. Refluks Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya di lakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya di lakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti
Proses maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar yaitu secara umum di lakukan
pada temperatur 40-50ºC. 4. Infus
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus
Universitas Sumatera Utara
12 tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC selama waktu
tertentu 15-20 menit.
5. Dekok Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperatur
sampai titik didih air Ditjen POM, 2000.
2.3 Uraian Diare
Diare adalah keadaan buang air besar dengan frekuensi tidak normal meningkat dengan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan merupakan gejala
dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya Tan dan Rahardja, 2002. Kandungan cairan merupakan penentuan utama volume dan konsistensi feses dan
air umumnya 70 sampai 80 dari berat feses total. Pada orang yang sehat, makanan dicerna hingga menjadi bubur chymus,
kemudian di teruskan ke usus halus untuk di uraikan lebih lanjut oleh enzim- enzim. Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90 air dan
sisa-sisa makanan yang sulit di cerna di dorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan bakteri pengurai yang terdapat di usus besar sebagian besar sisa makanan
masih dapat di serap dan air di resorpsi kembali, sehingga isi usus menjadi lebih padat Endang dan Puspadewi, 2012.
2.3.1 Patofisiologi diare
Terdapat empat mekanisme patofisiologi diare yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit mengakibatkan terjadinya diare yaitu:
1. perubahan transport ion aktif yang di sebabkan oleh penurunan absorpsi
natrium atau peningkatan sekresi klorida. 2.
perubahan motilitas usus.
Universitas Sumatera Utara
13 3.
peningkatan osmolaritas luminal. 4.
peningkatan tekanan hidrostatik jaringan. Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik
yaitu: 1.
Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari substansi seperti vasoactive intestinal peptide VIP, pencahar atau toksin bakteri, hal tersebut
dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.
2. Osmotic diarrhea, di sebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan
cairan intestinal. 3.
Exudative diarrhea, di sebabkan oleh infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan darah ke dalam saluran pencernaan.
4. Motilitas usus, suatu kondisi peristaltik usus yang mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.
2.3.2 Klasifikasi diare