Teori Interpretasi Jorge J.E Gracia

Teori Interpretasi Jorge J.E Gracia

Menurut Jorge J.E. Gracia (1995 dan Syamsuddin, 2009: 52-53), 1 sebuah penafsiran “interpretation” berkaitan erat dengan tiga faktor

utama yaitu: (1) “interpretandum” atau teks yang akan ditafsirkan dalam arti teks historis; (2) penafsir dan; (3) “interpretans” atau keterangan tambahan yang dibuat oleh penafsir sehingga interpretandum lebih mudah untuk dipahami. Dalam hubungannya dengan teks, interpretasi memiliki tiga macam makna yang berbeda, yaitu: pertama, pemahaman seseorang terhadap makna teks; kedua, interpretasi bermakna sebuah proses atau aktivitas seseorang untuk mengembangkan pemahaman terhadap sebuah teks; dan ketiga, interpretasi yang berarti perpaduan antara teks yang ditafsirkan “interpretandum” dan mekanisme metode seseorang “interpretans” bekerja menghasilkan makna.

Keterangan tambahan merupakan salah satu faktor yang penting untuk memahami teks, karena tanpa hal itu teks justru tidak akan terbaca dalam konteks kontemporer karena secara kultural dan temporal teks memiliki jarak dari audiens. Persoalan selanjutnya adalah proporsionalitas keterangan tambahan tersebut yang terkadang justru mendistorsi makna teks itu sendiri “interpreter’s dilemma”. Dalam hal ini Gracia kemudian menawarkan “the principle of proportional understanding” yang menyatakan bahwa kuantitas pemahaman yang dimiliki audiens kontemporer harus atau secara intensional sama dengan kuantitas pemahaman yang dimiliki oleh penyusun teks dan audiens historis, meskipun hal itu kemudian dikatakan sendiri oleh Gracia

1 Jorge J. E. Gracia (lahir di Kuba tahun 1942) adalah seorang professor Department of Philosophy, University at Buffalo, New York dalam bidang

filsafat serta tokoh yang mumpuni dalam berbagai bidang filsafat seperti ontologi, historiografi filosofis, filsafat bahasa, hermeneutika, filsafat skolastik, dan filsafat Amerika Latin. Selain itu ia juga memiliki perhatian yang cukup besar terhadap masalah-rnaslah etnisitas, identitas dan nasionalisme. Tahun 1965 memperoleh gelar B.A dalam bidang filsafat di Wheaton College. Gelar M.A. dalam bidang yang sama diperoleh di University of Chicago. Sementara gelar Doktor filsafat diperolehnya dari University of Toronto.

Upaya Preventif dan Etika Interaksi 81

sebagai opsi yang tidak realistis karena manusia tidak akan mencapai satu gambaran kebenaran yang pasti dan final dalam arti selalu plural dan subjektif (Gracia, 1995: 169).

Selanjutnya fungsi umum penafsiran tersebut dipetakan dalam tiga fungsi spesifik, sebagaimana berikut: (1) Historical Function, interpretasi yang berfungsi untuk menciptakan kembali pemahaman yang dimaksud oleh author teks dan audiens historis dalam benak audiens kontemporer untuk menghidupkan dan memanggil sejarah masa lampau untuk dihadirkan pada masa kini; (2) Meaning Function, pada fungsi yang kedua ini, interpretasi ditujukan agar audiens kontemporer dapat menangkap dan mengembangkan makna dan teks, baik makna yang mirip dengan pemahaman author teks dan audiens historis atau tidak, dengan catatan bahwa makna yang dikembangkan tidak berbeda secara substansial dengan makna yang dipahami oleh audiens historis. Audiens kontemporer dimungkinkan menemukan makna-makna lain, dengan syarat makna-makna tersebut merupakan bagian dari makna keseluruhan (part of the overall) teks sehingga dalam hal ini seseorang boleh melebihkan pemahamannya terhadap teks, dalam arti teks dipahami bukan lagi sama seperti pada waktu dulu, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan konteks pada masa kini. Namun harus melalui dua syarat yaitu tidak bertentangan dengan substansi teks (several meaning) serta tetap mempertahankan identitas teks; (3) Implicative Function, fungsi ini bertujuan untuk memunculkan pemahaman di benak audiens sehingga mereka memahami implikasi dari makna teks yang ditafsirkan. Implikasi makna berbeda dari makna walaupun implikasi berasal atau merupakan derivasi dari makna. Oleh karena itu memahami makna historis merupakan syarat untuk menemukan fungsi dalam poin ini (Gracia, 1995: 148).

Pemikiran Gracia diatas dapat diaplikasikan dalam logika pemahaman konvensional Islam. Analogi sederhananya adalah bahwa teks al-Qur’an maupun hadis sebagai interpretandum, sementara

82 Etika Islam

informasi-informasi disekitar al-Qur’an dan hadis (ma haula an-nash seperti asbab an-nuzul, asbab al-wurud atau realitas kontemporer yang menjadi sumber penafsiran merupakan interpretants atau alat bantu seorang mufassir untuk memahami al-Qur’an dan Hadis itu sendiri.

Persoalan mendasar dalam pemikiran Gracia adalah proporsionalitas interpretants yang harus sama dengan author dan adiens historis. Dalam hal ini sang penyusun atau author al-Qur’an adalah Allah swt, sementara audiens historis adalah Nabi saw, serta masyarakat Arab pada waktu itu. Secara teologis hal itu tentu tidak diaplikasikan secara kaku sehingga dalam hal ini informasi audiens historis hanya diperoleh dari asbab an- nuzul atau asbab al-wurud yang memiliki mekanisme pengujian

tersendiri (kritik sanad dan matan) untuk mengetahui validitasnya. 2

Dalam hal ini teori Gracia digunakan untuk membaca al-Quran dan hadis atas fenomena pacaran yang terjadi dalam masyarakat (min an-nas ila al-waqi’). Dalam prakteknya langkah-langkah yang digunakan adalah: • pertama, mencari historical function untuk memotret bagaimana teks

itu memberikan informasi terkait dengan interaksi laki-laki dan perempuan pada masa Nabi saw.

• kedua, mencari meaning function dalam arti bagaimana pemahaman substansial al-Quran terkait dengan interaksi laki-laki dan perempuan termasuk batasan-batasan didalamnya. Kedua proses tersebut tidak berdiri sendiri melainkan ditopang oleh

beberapa interpretans seperti informasi psikologis, ekonomi dan sosial melalui model aktifitas pacaran usia pubertas. Rangkaian upaya tersebut diharapkan memberikan implicative function dalam arti mampu memberikan informasi yang berimbang pada seseorang serta implikasinya memaknai ayat-ayat al-Qur’an dan hadis secara bijak

Penulis tidak melakukan pengujian terhadap kualitas hadis-hadis yang dikutip, melainkan menggunakan penilaian pen-tahqiq (kritikus) kitab yang dikutip.

Upaya Preventif dan Etika Interaksi 83

dalam hubungannya dengan berbagai realitas yang terjadi dalam masyarakat termasuk pacaran.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24