TEORI LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK
3. TEORI LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK
Dalam LFS model analisis teks merupakan titik acuan atau kerangka teoretis yang berguna untuk analisis teks naratif. Teori LFS dipilih karena memuat pandangan yang holistik tentang bahasa, yakni bahasa sebagai sumber semiotik sosial yang digunakan oleh orang-orang untuk menyelesaikan tujuannya dengan mengungkapkan makna dalam konteks (lihat Teich 1999:2; Eggins 2004:20—21). Bertumpu pada dasar kontekstual ini, teori LFS mempertimbangkan bahasa sebagai suatu sumber atau makna potensial yang tersedia bagi penutur dalam memenuhi tujuan komunikasi. Alasan lain ialah bahwa teori LFS utamanya dibentuk untuk kajian teks, dengan berfokus pada realisasi makna teks. Teori LFS, dengan demikian, dapat digunakan untuk menyingkap makna teks naratif, seperti cerita rakyat, dan menghubungkannya dengan konteks wacana, dan juga dengan latar belakang umum teks tersebut.
Rancangan tata bahasa sistemik adalah hasil usaha yang lama dalam menciptakan kerangka gramatikal yang merefleksikan penataan tata bahasa fungsional. Michael Halliday menggagas lahirnya teori LFS, dan para ahli lain— seperti Teich (1999), Eggins (2004), Matthiessen (2005)—meneruskan pengembangannya. Hal ini bisa ditelusuri dari makalah Halliday (1961), “Categories of the Theory of Grammar”, yang membahas deskripsi tata bahasa Cina (periksa Neale 2002: 42; Matthiessen 2005; dan Ming
2007:74). Makalah ini memuat pernyataan awal teorinya yang disebut “Tata Bahasa Skala dan Kategori”, dan “tata bahasa” ini selanjutnya dikenal sebagai LFS. Dasar teori Halliday bersumber dari karya Firth dan rekan-rekannya pada Aliran Linguistik London. Halliday adalah murid Firth, dan mengadopsi dan mengembangkan karyanya.
Ancangan Halliday pada bahasa bertolak dari pandangan bahwa hubungan antara pengataan yang digunakan orang-orang dan maknanya bersifat tidak arbitrer (Gerot dan Wignel 1994:v- vi). Penggunaan bahasa, meskipun unik, dapat dieksplorasi, dan elemen bahasa dan peristiwa bahasa khusus secara sistematis dapat diuji dari sudut pandang fungsional. Berangkat dari ide Firth tentang makna sebagai butir bahasa terpenting dalam konteks sosial, Halliday mengembangkan bahasa sebagai sistem pembentuk makna, dengan memberi tekanan pada ‘pilihan’. Artinya, penutur bahasa dapat membentuk makna melalui pilihan dan penggunaan kata-kata, dan telaah bahasa yang sistematis dalam penggunaan ialah bagaimana penutur memahami makna tersebut.
Konsep fungsional bersifat inheren dalam LFS. Konsep ini mengandung tiga pengertian, yaitu (1) bahasa terstruktur berdasarkan fungsi bahasa dalam kehidupan manusia; (2) fungsi bahasa dalam kehidupan manusia adalah untuk memaparkan atau menggambarkan, memper- tukarkan, dan merangkai pengalaman manusia, dan (3) setiap unit bahasa bersifat fungsional terhadap unit yang lebih besar, yang di dalamnya unit itu menjadi unsur (lihat Saragih 2005:3).
Lebih lanjut, istilah metafungsi diadopsi untuk menunjukkan bahwa fungsi merupakan sebuah komponen yang integral dalam LFS. Metafungsi adalah dimensi tambahan dalam penataan bahasa, yang meliputi fungsi ideasional, interpersonal dan tekstual (Cicekli dan Korkmaz 1998:173; Halliday 2002: 90-92; Saragih 2005:6; dan Ming 2007:76). Fungsi ideasional, yang tergolong subtipe eksperiensial dan logis, mengungkapkan pengalaman; fungsi interpersonal membentuk dan mendukung interaksi orang-orang yang berbahasa; dan fungsi tekstual menciptakan wacana yang koheren. Sejalan dengan itu, bahasa menyandang tiga makna, yakni makna pengalaman (makna ideasional), makna pertukaran (makna interpersonal), dan makna perangkaian atau penataan (makna tekstual). Lebih khusus, “makna pengalaman”, menurut Eggins (2004:206), “diekspresikan melalui sistem ketransitifan atau tipe proses, dengan pilihan proses yang mensyaratkan peran dan konfigurasi partisipan”.
Halaman 21 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
3.1 Sistem Ketransitifan
pada batas antara proses material dan proses
Makna ketransitifan mengacu pada ciri mental. Partisipan pada proses tingkah laku ialah klausa yang mengungkapkan pengalaman petingkah laku. Tabel 1 memperlihatkan pembicara/ penulis tentang dunia. Istilah ini selaras
konfigurasi kategori leksikogramatikal ini. dengan “modus” dan “tema” yang mengungkapkan
fungsi tekstual dan interpersonal. Sistem Tabel 1. Tipe Proses dan Peran Partisipan
ketransitifan sebuah bahasa menggambarkan fakta
dalam LFS
bahwa pengalaman ditafsirkan sebagai perangkat Tipe Proses
Partisipan I
Partisipan II
ranah terbatas tentang makna yang berbeda sesuai Material Aktor Gol dengan tipe proses dan sifat partisipan yang Mental Pengindera Fenomenon terlibat di dalamnya, serta dihubungkan dengan Relasional (1) Identifikasi: Nilai tipe sirkumstan yang berbeda. Ketiga komponen
Tanda
ketransitifan ini—proses, partisipan, dan (2) Atribut: Atribut Penyandang sirkumstan—pada klausa umumnya direalisasikan
(3) Kepemilikan: Milik sebagai frase verba, frase nomina, dan frase
Pemilik
adverbial atau frase preposisional, berturut-turut.
- Istilah proses yang dinyatakan melalui Verbal Pembicara Perkataan
Tingkah Laku
Petingkah Laku
bahasa merupakan hasil konsepsi manusia tentang Wujud Maujud - dunia. Entitas yang terlibat dalam setiap proses
diacu sebagai partisipan. Tipe dan peran partisipan
3.2 Teks dan Konteks
ditentukan oleh tipe prosesnya. Komponen Teks, dalam model LFS, adalah unit sirkumstan mengacu pada lingkungan, sifat, atau bahasa yang fungsional dalam konteks sosial
lokasi berlangsungnya proses. Sirkumstan yang (Halliday 2002:26; Ansary dan Babaii 2004). berlaku untuk semua jenis proses terdiri atas Sebuah teks—yang dibentuk oleh sejumlah sembilan kategori: rentang (waktu dan tempat), klausa—tergolong fungsional manakala teks itu lokasi (waktu dan tempat), cara (kualitas, alat, dan memiliki kepaduan bentuk (kohesi) dan kepaduan perbandingan), sebab (alasan, tujuan, keadaan, makna (koherensi). Dua jenis kepaduan ini dalam konsesi, dan kepentingan), penyerta, masalah, teks tercapai apabila piranti leksikal dan piranti lingkungan, sudut pandangan, dan peran.
gramatikal yang digunakan berfungsi efektif.
Tipe proses terdiri atas (1) material, (2) Relasi teks dengan konteks sosial adalah relasi mental, (3) relasional, (4) verbal, dan (5) wujud, konstrual; artinya konteks sosial menentukan teks dan (6) tingkah laku. Proses material melibatkan dan teks juga menentukan konteks sosial (Saragih tindakan fisik. Proses material memiliki aktor 2005:204—205). (pelaku), gol (partisipan yang terpengaruh),
Teks dapat direalisasikan oleh sejumlah pembermanfaat (resipien dan klien), dan jangkauan
klausa. Dalam teks, klausa merupakan unit (lingkup atau perluasan proses). Proses mental pemrosesan utama pada struktur
mengungkapkan aktivitas perasaan, pikiran, dan leksikogramatikal. Fungsi klausa dianalisis persepsi manusia. Proses ini melibatkan partisipan berdasarkan (a) subjek, predikator, komplemen, yang disebut pengindera dan fenomenon. Proses dan keterangan (SPKK); (b) tema dan rema; (c) relasional terkait dengan hubungan yang terbentuk lama dan baru; dan (d) proses, partisipan, dan di antara dua hal atau konsep. Partisipan pada sirkumstan. SPKK mencakup tempat sintaktis proses relasional meliputi penyandang dan atribut, dalam teks. Penanda tema-rema dan lama-baru tanda dan nilai, serta pemilik dan milik.
memperlakukan cara teks dikemas dan cara
Halliday dan Matthiessen (2004:171) informasi dalam sebuah teks dibangun pada sebuah berpendapat bahwa proses material, mental, dan klausa. Analisis proses, partisipan, dan sirkumstan relasional merupakan proses utama dalam sistem pada teks mengungkapkan cara pemakai bahasa ketransitifan. Tipe-tipe proses yang lain terdapat di
merekayasa bahasa dalam mengungkapkan antara ketiga proses ini. Proses verbal, misalnya, persepsinya tentang realitas.
berada pada batas antara proses mental dan proses Sebagai bagian dari konteks bahasa, relasional. Partisipan pada proses verbal disebut konteks sosial mengacu pada segala sesuatu di luar
pembicara, perkataan (sesuatu yang dikatakan), yang tertulis atau terucap, yang mendampingi dan penerima (partisipan yang menerima pesan). bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian Proses wujud terletak antara proses relasional dan bahasa atau interaksi sosial. Konteks sosial terbagi proses material, dan proses ini hanya memiliki satu
atas tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks partisipan: maujud (benda yang hadir pada proses).
budaya, dan konteks ideologi. Konteks situasi Proses tingkah laku yang mengacu pada proses adalah konteks langsung penggunaan bahasa.
psikologis manusia atau perilaku psikologis berada
Halaman 22 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
Konteks situasi dapat ditetapkan dengan tiga dengan tulus bersedia menerimanya sebagai variabel utama yang mempengaruhi penggunaan tunangan. bahasa, yaitu bidang, pelibat, dan sarana (Gerot
Sistem ketransitifan dapat dan Wignell 1994:11; Saragih 2005:5; Christie dan
mengungkapkan ciri utama bahasa yang terdapat Unsworth 2000:3). Bidang dihubungkan dengan pada LK dan PT. Sebagai suatu alat analitis, model aktivitas sosial, isi atau topik; pelibat adalah sifat ketransitifan membentuk sudut pandang naratif hubungan di antara orang-orang yang terlibat; dan yang eksplisit dan menunjukkan pilihan bahasa sarana adalah medium dan peran bahasa dalam penulis pada sistem bahasa naratif. Sistem situasi—lisan atau tulisan, disertai atau diikuti ketransitifan yang terdapat dalam kedua teks aktivitas. Variabel situasional ini dikaitkan dengan tersebut dikemas oleh penulisnya dalam berbagai tiga area makna yang sudah diacu sebagai tipe proses, partisipan, dan sirkumstan pada klausa. ideasional, interpersonal, dan tekstual.
Berikut diterangkan perbandingan sistem ketransitifan pada LK dan PT.
Tabel 2. Relasi variabel kontekstual dengan
metafungsi
4.1.1 Tipe Proses
Variabel konteks Komponen sistem bahasa
Kedua teks berbeda dalam merealisasikan
situasi (metafungsi)
tipe proses pada klausa simpleks. Dalam LK, Bidang: aktivitas
Ideasional: mengungkapkan proses material lebih dominan daripada tipe proses sosial, topik
pengalaman lain, sementara dalam PT proses relasional justru Pelibat: peran dan
Interpersonal: membolehkan sangat dominan. Implikasi dari perbedaan pada relasi sosial
interaksi tipe proses ini ialah bahwa LK lebih menekankan Sarana: medium dan
Tekstual: mencapai koherensi peran bahasa
dan keterhubungan suatu peristiwa yang melibatkan tindakan pelaku
daripada suatu keadaan. Hal ini tampak pada
penggunaan berbagai verba seperti memasak,
Konteks budaya ialah kegiatan sosial menenggelamkan, mengenakan, dan meninggalkan yang bertahap untuk mencapai suatu tujuan. Dalam
yang umumnya mendeskripsikan kegiatan fisik pengertian ini, konteks budaya mencakup tiga hal, manusia sehari-hari. PT, sebaliknya,
yaitu (1) batasan kemungkinan ketiga unsur mengutamakan deskripsi keadaan pelaku daripada konteks situasi, (2) tahap yang harus dilalui dalam tindakan pelaku. Proses relasional pada PT
satu interaksi sosial, dan (3) tujuan yang akan berfungsi untuk menghubungkan satu entitas dicapai dalam interaksi sosial. Selanjutnya, dengan maujud atau lingkungan yang umumnya
konteks idiologi mengacu pada konstruksi atau disajikan secara atributif. Proses relasional ini konsep sosial yang menetapkan apa seharusnya secara implisit menggambarkan keadaan tiga orang
dan tidak seharusnya dilakukan seseorang dalam pangeran yang diminta oleh raja untuk mencari satu interaksi sosial. Ideologi merupakan konsep seorang istri sebagai pendamping hidupnya selain
atau citra ideal yang diinginkan atau diidamkan menggambarkan keadaan seekor tikus yang sedang oleh anggota masyarakat dalam satu komunitas. mencari cinta sejati seorang pria agar dapat mengubah dirinya menjadi manusia.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Contoh berikut, secara berurutan,
4.1. Sistem Ketransitifan pada Teks ”Lau menampilkan kategori semantis untuk proses
material pada LK dan proses relasional pada PT. Teks “Lau Kawar” (LK) dan “Putri Tikus” (1)
Kawar” dan “Putri Tikus”
(PT) pada hakikatnya mengandung isi cerita yang
Sejak pagi
anak
dan sudah
dia.
berbeda walaupun keduanya memuat makna
menantu
meninggalkan
‘kutukan’. LK adalah sebuah legenda tentang serta
cucunya
terbentuknya Danau Lau Kawar di Kabupaten Keterangan Subjek
Predikator Komplemen
Tanah Karo, Sumatera Utara. Bagi penduduk Sirkumstan: Aktor Proses: material Gol Tanah Karo, keberadaan danau ini dipahami bukan
lokasi: waktu
sebagai hasil fenomena alam, tetapi sebagai hasil
kutukan seorang ibu kepada anaknya. Sementara (2)
Kini mereka (adalah) hidup (dengan) di istananya
itu, PT tergolong ke dalam fabel, yaitu hewan atau
bahagia yang megah
binatang yang dapat berbicara seperti manusia. Keterangan Subjek (Predi- Komple Keterang Keterangan kator) men an Teks ini menceritakan kehidupan seorang putri Sirkumstan: Penyan (Proses: Atribut Sirkumst Sirkumstan: yang dikutuk menjadi seekor tikus. Berbeda lokasi:
dengan LK, dalam PT tidak dijelaskan siapa tempat
pengutuk putri tersebut. Perubahan wujud tikus menjadi manusia terjadi karena seorang pangeran
Halaman 23 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
Kesamaan LK dan PT ialah bahwa proses Yang mengemuka pada kedua teks itu tingkah laku tidak direalisasikan pada klausa adalah bahwa penggunaan partisipan manusia- simpleks. Kendatipun proses tingkah laku penting khusus yang diungkapkan dalam bentuk dari enam tipe proses Halliday (1994), batas pada pronomina dan realisasi partisipan yang berupa proses ini sukar ditentukan. Petingkah laku bukan manusia-konkret relatif tinggi. Ini tidak biasanya adalah orang yang sadar, tetapi prosesnya
mengejutkan sebab cerita rakyat adalah bagian dari menyerupai proses tindakan, seperti pada proses genre kesusastraan anak-anak dan penggunaan tipe material. Itu sebabnya, Tench (2001:10), dalam partisipan itu dimaksudkan oleh penulis untuk kajiannya, tidak menyajikan proses tingkah laku memudahkan anak-anak dalam memahami isi sebagai kategori yang terpisah, tetapi ‘berintegrasi’
ceritanya. Dalam konteks demikian kedua teks dengan proses material. Nisbah tipe proses pada naratif ini tentunya memenuhi sasaran. LK dan PT diringkas pada Tabel 3.
Selanjutnya, pada PT tingkat kekerapan yang tinggi terdapat pada manusia-khusus Tabel 3. Tipe Proses pada “Lau Kawar” dan (51,4%). Hal ini dapat ditafsirkan bahwa penulis
Putri Tikus”
teks ingin mendeskripsikan peristiwa dengan pelaku nyata, dan bukan secara idiomatis.
No. Tipe Proses “Lau Kawar” “Putri Tikus”
Perbandingan di antara kedua teks tersebut tampak
1. Material 41%
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Tipe Partisipan pada Teks “Lau
5. Tingkah Laku -
Kawar” dan “Putri Tikus”
6. Wujud 22,7%
No. Tipe
Subtipe
“Lau “Putri
Partisipan Kawar” Tikus”
1. Manusia
Umum 7,4% 5,40%
4.1.2 Tipe Partisipan
Khusus 33,3% 51,4% 2. Bukan Manusia Tempat 14,8%
Teks LK dan PT memuat partisipan manusia dan -
Waktu 7,4% -
bukan manusia. Pada LK partisipan manusia
Metaforis 14,8% 13,5%
dinyatakan oleh grup nominal, seperti orang-
Konkret 22,3% 29,7%
orang, kaum ibu, dan perempuan tua itu, dan
Jumlah
umumnya diwujudkan pada proses material dan
proses mental. Partisipan bukan manusia Dalam pada itu, terdapat persamaan peran kebanyakan direalisasikan pada proses relasional partisipan pada kedua teks ini, khususnya pada dan proses wujud, dan tipe entitas ini dapat berupa
peran Penyandang dan Atribut. Penyandang dan tempat (mis., danau, desa), waktu (mis., saat dan Atribut pada proses relasional lebih dominan suasana), metaforis (mis., kisah dan kemakmuran),
daripada peran Aktor dan Gol pada proses dan benda konkret (mis., makanan, pakaian dan material. Ini berarti tindakan fisik yang dilakukan
perhiasan, dan padi). Ekspresi dari tipe partisipan aktor tidak selalu ditujukan kepada partisipan lain manusia tampak pada kategori semantis berikut.
(Gol). Begitu juga, tindakan mental tidak selalu menghadirkan peran Fenomenon pada klausa
(3) Kaum
sibuk
berbagai macam dalam upacara mental. Namun, realisasi peran ini pada LK lebih
ibu memasak makanan
tersebut.
tinggi daripada pada PT. Kemudian, akibat tidak
Subjek Predikator Komplemen
Keterangan
terealisasinya proses tingkah laku pada klausa
Aktor Proses:
Gol Sirkumstan: simpleks, peran partisipannya juga tidak
material
lingkungan
terealisasi. Nisbah di antara peran partisipan
Dalam pada itu, partisipan manusia pada tersebut disajikan pada tabel berikut. PT mengacu pada entitas pangeran dan raja,
sedangkan partisipan bukan manusia mengacu Tabel 5. Peran Partisipan pada Teks “Lau
pada entitas seperti tikus, cincin, roti, dan
Kawar” dan “Putri Tikus”
sebagainya. Salah satu contoh realisasi dari “Putri Tikus”
No. Peran Partisipan
“Lau
Kawar”
partisipan bukan manusia pada PT diilustrasikan
1. Aktor-Gol
pada contoh (4).
- - tunangan
ia
serahkan
kepada si Tikus
5. Petingkah Laku
20,8% 4,76% Subjek Komplemen Predikator Keterangan
Gol Aktor Proses: Resipien material
Halaman 24 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
4.1.3 Tipe Sirkumstan dan konteks budaya untuk mengungkapkan makna Sirkumstan yang berfungsi melengkapi teks LK dan PT. makna pengalaman ditandai oleh penggunaan adverbia, frase preposisi, dan klausa subordinatif.
4.2.1 Konteks Situasi
Pada LK ada lima tipe sirkumstan yang muncul, Konteks situasi mengungkapkan tiga tipe yakni rentang, lokasi, cara, sebab, dan lingkungan.
makna, yaitu ideasional, interpersonal, dan Empat tipe sirkumstan lain, seperti penyerta, tekstual. Makna ideasional berkaitan dengan peran, masalah, dan sudut pandang tidak terungkap
fenomena—benda (hidup atau mati, abstrak dan sebab teks ini bukan bagian dari genre ilmiah. konkret), peristiwa (hal apa atau melakukan apa), Kekerapan dari sirkumtan lokasi pada LK sangat dan lingkungan tempat terjadinya atau tinggi, terdiri atas tempat dan waktu. Hal ini perbuatannya. Sebagian besar makna jenis ini terjadi karena teks ini menceritakan asal mula dipengaruhi oleh bidang wacana. Makna terjadinya Danau Lau Kawar yang dijalin dalam interpersonal mengungkapkan sikap dan keputusan suatu rangkaian waktu. Sebagai tambahan, penutur. Makna jenis ini dipengaruhi oleh pelibat sirkumstan lokasi dan cara sering muncul pada wacana. Makna tekstual mengungkapkan relasi proses material. Proses relasional pada klausa bahasa dengan lingkungannya, termasuk simpleks justru tidak mengungkapkan peran lingkungan verbal (koteks) dan lingkungan sirkumstan.
nonverbal atau situasional (konteks). Sebagian Pada PT sirkumstan sebagai konstituen besar makna tekstual dipengaruhi sarana wacana. opsional menyatakan makna lokasi (tempat dan
Dengan mengikuti saran Saragih waktu), cara, sebab, dan lingkungan. Makna lokasi
(2005:194—198), bidang wacana dieksplorasi pada PT juga sangat tinggi. Ini menunjukkan dalam tiga aspek: arena/kegiatan, ciri partisipan bahwa banyak realisasi pengalaman dihubungkan atau pelibat, dan ranah semantik. Arena/kegiatan dengan makna tersebut. Makna sirkumstan lain, mengacu pada lokasi interaksi yang secara khusus seperti cara, sebab, dan lingkungan diwujudkan membabitkan ciri kegiatan atau ciri institusi yang pada klausa simpleks dengan jumlah yang terbatas.
menetapkannya. Pelibat menunjukkan ciri fisik Malah, makna penyerta, peran, masalah, dan sudut
dan/atau mental dan pengetahuan para pelibat saat pandang tidak diekspresikan dalam teks tersebut. berinteraksi. Ciri pelibat ini mencakup ras, Nisbah di antara tipe-tipe makna sirkumstan kelamin, kelas sosial, kekayaan, umur, diilustrasikan pada tabel di bawah ini.
penampilan, kecerdasan, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan. Ranah semantik menyatakan isi
Tabel 6. Tipe Sirkumstan pada Teks “Lau atau pokok yang dibicarakan.
Kawar” dan “Putri Tikus”
Pelibat wacana diungkapkan melalui
No. Tipe Sirkumstan “Lau
“Putri Tikus”
unsur formalitas, status, afeksi, dan kontak.
Kawar”
Formalitas adalah tata cara keterlibatan partisipan
1. Rentang
dalam interaksi yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Status mengacu pada posisi atau
kedudukan pelibat dalam interaksi. Afeksi
menunjukkan keterlibatan emosi. Kontak mengacu
6. Penyerta
pada keseringan.
7. Peran
Sarana wacana meliputi keterencanaan,
8. Masalah
9. Sudut Pandang
jarak, dan medium atau saluran. Keterencanaan
menunjukkan persiapan yang dilakukan dalam mewujudkan teks. Interaksi dapat terjadi dengan
skenario yang telah direncanakan atau tanpa Dalam LFS konteks berperan penting rencana dalam arti berlangsung spontan. Jarak dalam mengungkapkan makna sebuah teks. Makna
4.2. Konteks Sosial Teks
merujuk pada umpan balik yang diberikan yang terealisasi dalam teks merupakan hasil antarpelibat dan keikutsertaan bahasa dengan interaksi pemakai bahasa dengan konteks. Teks realitas yang diwakilinya. Medium atau saluran diwujudkan dalam konteks tertentu dan tidak ada menunjukkan sarana yang merealisasikan bahasa. teks tanpa konteks. Konteks yang dimaksud ialah Medium terdiri atas dua unsur yang merupakan konteks sosial. Dari tiga kategori konteks sosial, kontinum, yaitu lisan dan tulisan. yakni konteks situasi, konteks budaya, dan konteks
Konteks situasi pada LK dan PT disajikan ideologi, analisis ini berfokus pada konteks situasi pada tabel berikut ini.
Halaman 25 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
Tabel 7. Konteks Situasi “Lau Kawar” dan
4.2.2 Konteks Budaya
“Putri Tikus”
Cara bahasa terbentuk selain dipengaruhi
Tipe “Lau Kawar”
“Putri Tikus”
oleh konteks situasi juga dipengaruhi oleh konteks
Konteks Situasi
budaya. Kebudayaan mengembangkan cara-cara
Bidang sebuah desa di Tanah sebuah kerajaan
yang dapat dikenali oleh anggotanya dalam
Karo Sumatera Utara
mencapai tujuan sosialnya pada ranah situasi yang sifat situasi (-) sifat situasi (-) dialaminya. Berdasarkan tujuan sosialnya, teks LK terinstitusi
terinstitusi
dan PT digolongkan ke dalam narasi. Teks narasi
ciri pelibat manusia
berisi tuturan mengenai satu peristiwa. Dengan ranah semantis (-) ranah semantis (-) tujuan untuk bercerita dan mencari penyelesaian spesialisasi
ciri pelibat manusia dan hewan
spesialisasi
masalah dalam cerita itu, narasi terstruktur sebagai
Pelibat
seorang ibu, anak, dan seorang raja, tiga Abstrak ^ Orientasi ^ Evaluasi ^ Komplikasi ^ cucunya
pangeran, dan seekor tikus
Resolusi ^ Koda.
hubungan antarpelibat hubungan antarpelibat
Dari hasil analisis terlihat bahwa struktur
tidak formal
tidak formal
LK dibangun oleh abstrak, orientasi, evaluasi,
status pelibat tidak status pelibat tidak sama
komplikasi, resolusi, dan koda. Struktur PT tidak
sama dengan tingkat dengan tingkat afeksi
memuat elemen abstrak, tetapi langsung dimulai
afeksi dan kontak dan kontak yang tinggi. yang tinggi
oleh orientasi dan berakhir dengan koda. Pada
Sarana (-) terencana
(-) terencana
koda LK berakhir dengan tragis, sedangkan PT
(-) jarak
(-) jarak
berakhir dengan bahagia. Perbandingan struktur tulisan tulisan kedua teks ini dicontohkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Konteks Budaya “Lau Kawar” dan “Putri Tikus”
Tipe Konteks
“Putri Tikus” Budaya
“Lau Kawar”
Abstrak Keindahan Danau Lau Kawar menyimpan cerita yang mengenaskan.
Orientasi Kesibukan warga Desa Kawar Tiga pangeran yang beranjak dewasa melaksanakan upacara syukuran
disarankan raja untuk mencari istri. Seorang perempuan tidak Sekor tikus mermohon kepada setiap mengikuti upacara tersebut karena pangeran untuk dijadikan sebagai tunangan. sudah tua
Evaluasi Dia menganggap orang-orang, Dua pangeran menolak permintaan Tikus, termasuk anak, menantu, dan kecuali Pangeran Bungsu. cucunya sudah melupakannya.
Komplikasi Makanan yang diantar anaknya Raja meminta ketiga putranya agar masing- dimakan cucunya sehingga yang masing membawa calon menantunya ke tersisa hanya remah nasi dan tulang istana untuk bertemu dengan raja. ikan. Dia menduga anak dan menantunya Pangeran Bungsu khawatir untuk sengaja mengirim makanan seperti memperkenalkan tikus kepada raja. itu.
Resolusi Dia mengutuk anak dan Tikus meminta Pangeran Bungsu untuk menantunya dan terjadi gempa mengikat enam ekor kumbang dan dahsyat yang menenggelamkan memasang dua ekor lalat pada kulit telur Desa Kawar.
Koda Desa yang tenggelam itu Pangeran Bungsu dan putri (tikus) hidup dinamakan Danau Lau Kawar
bahagia di istana.
Halaman 26 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
5. SIMPULAN DAN SARAN
Christie, F. dan L. Unsworth. 2000. “Developing
5.1 Simpulan
Socially Responsible Language Research”. Sistem ketransitifan pada LK dan PT
Dalam Len Unsworth (ed). 2000. berbeda tipe prosesnya pada klausa simpleks. LK
Researching Language in School and mengutamakan proses material, sedangkan PT
Communities. London: TJ International. mementingkan proses relasional. Fakta ini menunjukkan bahwa LK menekankan peristiwa Eggin, S. 2004. An Introduction to Systemic yang melibatkan tindakan pelaku dan PT
Functional Linguistics. London: menekankan deskripsi keadaan pelaku. Tipe
Continuum.
partisipan dan sirkumstan memiliki persamaan. Kedua teks ini sangat tinggi kekerapannya dalam Eggins, S, P. Wignell, dan P. Martin. 1993. ”The penggunaan partisipan manusia-khusus dan dalam
Discourse of History: Distancing the penggunaan sirkumstan lokasi.
Recoverable Past.” Dalam M. Ghadessy Konteks situasi pada LK dan PT memiliki
(ed.). Register Analysis: Theory and persamaan makna, kecuali ciri pelibatnya. LK
Practice, 75—109. London: Pinter. menggunakan partisipan manusia, sedangkan PT menggunakan manusia dan hewan. Dalam analisis Gerot, L. dan P. Wignell. 1994. Making Sense of konteks budaya, struktur keduanya berbeda dalam
Functional Grammar. Sydney: Antipodean penerapan abstrak dan koda. PT tidak
Educational Enterprises.
menggunakan abstrak, tetapi langsung dimulai pada orientasi. Selain itu, koda pada LK berakhir Halliday, M. A. K. 1994. An Introduction to dengan tragedi, sedangkan pada PT berakhir
Functional Grammar. London: Arnold. dengan bahagia.
Halliday, M. A. K. 2002. Linguistic Studies of Text
5.2 Saran
and Discourse. London: Continuum. Kajian ini sangat terbatas dalam
mengungkapkan makna teks sebab hanya berpusat Halliday, M. A. K. dan Matthiessen, C.M.I.M. pada klausa simpleks. Namun begitu, studi
2004. An Introduction to Functional komparasi ini terbukti dapat mengungkapkan
Grammar. London: Arnold.
persamaan dan perbedaan makna teks LK dan PT
yang dibangun oleh latar budaya yang berbeda. Matthiessen. C. M. I. M. 2005. The “Architecture” Kiranya perlu dilakukan kajian yang lebih
of Language according to Systemic komprehensif untuk mengungkapkan peristiwa dan Functional Theory: Developments since the situasi pada sebuah teks. Juga disarankan untuk 1970s.” [dikutip 25 Juni 2008]. Tersedia menelaah konteks ideologi yang meliputi nilai, dari: http://SMMG_Library_files/ sudut pandang, posisi atau perspektif yang dianut
oleh pembicara/penulis. CMIM_Architecture_since70s.pdf.
Ming, L. 2007. “Systemic Functional Linguistic
DAFTAR PUSTAKA
Approach to Translation Studies.” US- China Foreign Language, 8:74—81.
Ansary, H. dan E. Babaii. 2004. “The Generic
Integrity of Newspaper Editorials: A Neale, A. C. 2002. More Delicate Transitivity: Systemic Functional Perspective.” [dikutip
Extending the Process Type System
18 Juni 2008]. Tersedia dari: http://www- Networks for English to Include Full asian-efl-journal.com/site_map_2004.php. Semantic Classifications. [dikutip 25 Juni
Babaii, E. dan H. Ansary. 2005. “On the Effect of 2008]. Tersedia dari: Disciplinary Variation on Transitivity: The
http://www.itri.ac.uk/~Amy.
Case of Academic Book Reviews.” Neale/thesis_online/ final_thesis.pdf.
[dikutip18 Juni 2008]. Tersedia dari:
http://www.asian-journal.com/sep-05- Porcaro, J. W. 2007. “Functional Grammar and the ha&eb.pdf.
Rhetoric of Scientific Discourse in Teaching English for Science and
Cicekli, I. dan T. Korkmaz. 1998. “Generation of Technology.” [dikutip 18 Juni 2008]. Simple Turkish Sentence with Systemic-
Tersedia dari: http://www- Functional Grammar.” [dikutip 18 Juni
library.tuins.ac.jp/kiyou/ 2007kokusai-PDF/ 2008]. Tersedia dari: http://citeseer.ist.psu.
0703porcaro.pdf.
edu/170319.hml.
Halaman 27 Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis:
❏ Rumnasari K. Siregar Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus”
Saragih, A. 2005. Bahasa dalam Konteks sosial. Tench, P. 2001. “What We Actually Need Medan: FBS Unimed.
Grammar For: An Introduction to A Functional Perspective on Grammar”.
Teich, E. 1999. Systemic Functional Grammar in [dikutip 18 Juni 2008]. Tersedia dari: Natural Language Generation: Linguistic
http://www.bzu.edu.pk/jrlanguages/vol- Description and Computational
1%202001/Paul%20Tench-B-1.pdf. Representation. London: Cassell.
Catatan: Teks “Lau Kawar” dan “Putri Tikus” bersumber dari Album Cerita Dunia karangan Atik Sri Hartatik (2006), Penerbit Indah, Surabaya.
❏ Ni Wayan Sartini
Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka dan Paribasa)
Halaman 28