Bahasa dan Sastra Logat Vol 5 No 1 April
PRAKATA
Jurnal Logat volume V nomor 1 tahun 2009 ini hadir di hadapan pembaca dengan edisi bahasa. Ada tujuh artikel yang dimuat dalam edisi ini. Topik yang ditulis sangat beragam, meliputi kajian linguistik kebudayaan, linguistik fungsional sistemis, psikolinguistik, dan sosiolinguistik.
I Made Netra menulis tentang bahasa seni pertunjukan ragam humor dalam kajian bahasa dan jender. Netra mengulas perilaku seksis melalui bahasa yang digunakan para pelaku dalam seni pertunjukan di kota Denpasar baik bahasa humur melalui monolog maupun dialog. Fajri Usman menampilkan analisis linguistik kebudayaan tentang bentuk lingual tawa pengobatan tradisional Minangkabau. Bentuk lingual yang dianalisis terfokus pada kohesi leksikal yang meliputi sinonimi, antonimi, hiponimi, hamonimi, polisemi, dan kolokasi.
Rumnasari K. Siregar menampilkan kajian linguistik fungsional sistemis tentang genre fiksi. Teks yang dikaji adalah teks “Lau Kawar” dan “Putri Tikus”. Kedua teks itu diperbandingkan dengan fokus analisis pada segi kutukan. Ni Wayan Sartini menulis tentang kearifan lokal budaya Jawa melalui ungkapan. Sartini menganlisis nilai-nilai yang terkandung dalam pribahasa, bebasan, dan saloka budaya Jawa. Ungkapan-ungkapan itu dapat menggambarkan sikap dan pandangan hidup orang Jawa, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya.
I Made Netra kembali tampil bersama Ni Ketut Alit Ida Setianingsih dan I Gst. Ngurah Parthama, mereka menulis tentang kajian psikolonguistik bahasa skizofrenik, yang merupakan studi kasus para pasien di Rumah Sakit Jiwa Bangli, Bali. Mereka membagi tiga golongan pasien yakni pasien gundah gelisah, semi tenang, dan tenang. Ketiga golongan pasien ini dikaji dari segi bahasa dan perilaku skizofreniknya. Abdurahman Adisaputra membicarakan potensi kepunahan bahasa pada komunitas Melayu Langkat di Stabat, Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena komunitas yang dwibahasawan atau multibahasawan. Berdasarkan 230 responden remaja Melayu Langkat ditemukan adanya pergeseran bahasa dari bahasa Melayu Langkat ke bahasa Indonesia. Simpulan yang dibuat oleh Abdurahman menunjukkan bahwa bahasa Melayu Langkat mengarah pada kondisi yang berpotensi terancam punah.
Edisi ini ditutup dengan tulisan Mulyadi yang berjudul, “Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa Indonesia”. Mulyadi mengkaji tipe dan peran semantik verba bahasa Indonesia dengan menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dan teori Peran Semantis Rampatan (PSR). Simpulan yang dibuat Mulyadi adalah tipe semantik bahasa Indonesia terdiri atas keadaan, proses, dan tindakan, sedangkan peran semantisnya digolongkan pada aktor, agen, dan pasien.
Medan, April 2009
Penyunting
DAFTAR ISI
logat
Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra
Volume V, No. 1, April 2009 ISSN: 1858 – 0831
Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender) ---------------------------------------------------------------------------------
1-8
I Made Netra
Universitas Udayana
Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)--------------------------------------------------------------------------------------------------
9-18
Fajri Usman
Universitas Andalas
Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis: Perbandingan Teks “Lau Kawar” dan “Putri Tikus” ---------------------------------------------------------------------------------------------
19-27
Rumnasari K. Siregar
Politeknik Negeri Medan
Menggali Nilai Kearifan lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, dan Peribahasa) ---------------------------------------------------------------------------------------------------- 28-37
Ni Wayan Sartini
Universitas Eirlangga
Kajian Psikolinguistik Bahasa Skizofrenik: Studi Kasus pada Rumah Sakit Jiwa Bangli ---------- 38-44
Ni Ketut Alit Ida Setianingsih, I Made Netra, dan I Gst. Ngurah Parthama
Universitas Udayana
Potensi Kepunahan Bahasa pada Komunitas Melayu Langkat di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ------------------------------------------------------------------------------------
45-55
Abdurahman Adisaputera
Universitas Negeri Medan
Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa Indonesia ------------------------------------------ 56-65
Mulyadi
Universitas Sumatera Utara
❏ I Made Netra
Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
Halaman 1
PERILAKU SEKSIS DALAM BAHASA SENI PERTUNJUKAN RAGAM HUMOR DI KOTA DENPASAR KAJIAN BAHASA DAN JENDER
I Made Netra
Universitas Udayana
Abstract
This paper is aimed at (1) identifying and analyzing the forms of language of humor which has been constructed and used by both male and female players on the art performances in Denpasar; (2) describing and analyzing the functions of language of humor for the sake of marginalizing the women; and (3) describing to what extent the sexism is role-played by both players of human art performances in Denpasar.The result of the analysis showed that (1) the language of humor, in accordance with the types of communication, was constructed by monologues and dialogues taking the forms of free, incoherence, and conflict composition; (2) the sexist language used by the players of humor in art performances was directly and/or indirectly intended to ignore and marginalize the position of women; (3) the sexism considered that men were superior than women that pragmatically and metaphorically contained negative values of the position of women. It was limited to practices that led to the domination and discrimination of men toward women. It also showed that there was unfair treatment of one sex to the other sex, men to women, and women to women themselves.
Key words: language, behavior, sexism, humor, marginal
1. PENDAHULUAN
Penggunaan bahasa yang terkait dengan unsur- unsur di luar bahasa dapat dilihat dalam berbagai peristiwa tutur dan dilakukan oleh guyub tutur tertentu dengan nilai, norma budaya, dan adat istiadatnya. Aitchison (1992:19) mengatakan bahwa penggunaan bahasa, dengan berbagai ragamnya, sebagai alat berkomunikasi untuk menyatakan perasaan dan emosi dalam kaitannya dengan kontak sosial dan sebagai alat transmisi budaya. Salah satu contoh penggunaan bahasa yang paling sering dilihat dalam masyarakat Bali umumnya, terutama di Kota Denpasar khususnya, adalah penggunaan bahasa dalam seni pertunjukan ragam humor. Bahasa humor diyakini oleh masyarakat sebagai media untuk menyampaikan informasi, menyatakan rasa senang, marah, jengkel, dan simpati. Humor bisa berfungsi mengendorkan ketegangan atau katup penyelamat antara dua orang yang berselisih dan bersitegang. Humor juga digunakan untuk tujuan-tujuan seksis yang memanfaatkan perempuan sebagai objek, seperti merendahkan, menyepelekan, dan memarjinalkan posisi perempuan (Soedjatmiko 1992:69—70).
Terlepas dari dualisme fungsi humor tersebut, adakalanya humor digunakan oleh pelibat tertentu dengan memanfaatkan perempuan sebagai objek. Humor dimaksudkan untuk memarjinalkan posisi perempuan. Dalam peristiwa komunikasi seperti ini sering digunakan bahasa, ungkapan- ungkapan, atau pengandaian dengan perilaku yang mengarah pada pengabaian, perendahan, dan pelecehan terhadap kaum perempuan yang dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu, secara tersurat dan tersirat terdapat satu fenomena pemakaian atau pemanfaatan kaum perempuan sebagai objek pembicaraan yang signifikan dan sering menyakitkan perasaan oleh kaum laki-laki. Hal ini disebabkan oleh sistem masyarakat patrilineal yang dianut oleh sebagian besar penutur asli bahasa Indonesia. Dalam sistem ini kedudukan kaum laki-laki dianggap lebih tinggi daripada kaum perempuan. Demikian pula halnya dengan fungsi laki-laki dalam masyarakat yang dianggap lebih dominan dan unggul dibandingkan dengan kaum perempuan. Kaum perempuan ditempatkan pada posisi subordinat.
Berdasarkan isu dan fenomena yang menyangkut bahasa secara makro tersebut, pengaplikasian konsep dan pendekatan bahasa dan jender perlu diuraikan. Adapun topik
❏ I Made Netra
Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
Halaman 2
pembahasannya dipayungi oleh konsep bahasa dan perilaku seksis dalam humor yang dikaji dari perspektif bahasa dan jender yang terkait dengan kajian wanita. Dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa bahasa humor tergolong ke dalam bahasa seksis yang berbentuk monologis dan atau dialogis psikoanalitis, sosial, dan persepsi kognitif. Dilihat dari sasarannya, bahasa humor dapat berbentuk humor etnis, humor seksual, dan humor politik. Bentuk dan jenis bahasa humor seperti itu dipakai untuk tujuan-tujuan atau fungsi untuk mengabaikan, merendahkan perempuan, dan sejenisnya. Oleh karena itu, beberapa pertanyaan untuk menunjang asumsi tersebut dapat diformulasikan, yaitu
1) Bagaimanakah bentuk bahasa humor yang dibangun dan digunakan oleh baik pelibat laki-laki maupun pelibat perempuan dalam seni pertunjukan ragam humor di Kota Denpasar?
2) Apakah pemakaian bahasa humor dalam seni pertunjukan di Kota Denpasar tersebut dimaksudkan untuk mengabaikan, merendahkan, dan menyepelekan perempuan sehingga termasuk bahasa seksis?
3) Sejauh manakah perilaku seksis yang ditunjukkan oleh para pelaku atau pelibat dalam seni pertunjukan ragam humor di Kota Denpasar?
2. KAJIAN PUSTAKA
Pembicaraan mengenai kajian pustaka difokuskan pada uraian penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti, para pengajar di perguruan tinggi atau para pemerhati bidang kajian wanita. Dalam mengkaji pustaka yang telah dilakukan sebelumnya ini, ada beberapa hal yang akan diuraikan, seperti aspek-aspek yang diteliti, teori yang diterapkan untuk menginvestigasi permasalahan yang diformulasikan, pemerolehan, dan hasil analisis data atau temuan. Berikut penjelasannya:
1) Nababan (2004) melakukan penelitian mengenai wujud paham seksis. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah aspek kata generic yang seksis, dan paham atau perilaku seksis dalam berbahasa. Teori yang diterapkan adalah teori seksisme yang dipelopori oleh Cameron (1994), Vetterling- Braggin (1982), dan Persing (1978). Untuk menunjang penelitian ini, data yang diambil adalah data tulis yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku pelajaran bahasa Inggris SMP dan SMA, dan bahasa lisan dalam komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Adapun hasil analisis atau temuannya adalah
sebagai berikut: (1) Kata generic man merujuk pada manusia pada umumnya, dan oleh karena itu, kata gantinya seharusnya he or she. Sebaliknya kata man dalam “ A man was arrested yesterday. He was accused of stealing money from the bank”, bukan kata generic. Oleh sebab itu, penggunaan kata ganti he yang merujuk pada kata man, bukanlah kata seksis. Demikian pula, “The women were talkative”, bukan kalimat seksis karena the women yang dimaksudkan adalah wanita tertentu. Sebaliknya “women are talkative” adalah kalimat yang seksis karena kata women dalam kalimat tersebut merujuk pada perempuan pada umumnya. Padahal tidak semua wanita mempunyai sifat seperti itu;
2) Suroso (2004) membuat tulisan tentang jender dalam bahasa pria dan wanita. Aspek yang diteliti adalah dominasi bahasa pria dan bahasa wanita masa kini. Teori yang diterapkan adalah teori bahasa dan jender, khususnya konsep perbedaan bahasa pria dan wanita yang dipelopori oleh Wardhaugh (1976). Data diperoleh dari percakapan dan karya sastra bermuatan lokal Jawa. Hasil temuannya adalah sebagai berikut: (1) Pria menunjukkan superioritasnya dalam karya sastra tersebut yang direfleksikan oleh pemakaian leksikon; (2) Wanita dengan gaya bahasa yang terkesan pemalu, tertutup, genit, dan kurang percaya diri sudah mulai ditinggalkan. Sebaliknya, wanita masa kini cenderung bergaya tutur cerdas, terbuka, dan mandiri yang tercermin saat mereka mengungkapkan pikiran dan gagasannya baik secara lisan maupun tertulis.
3. KONSEP DAN LANDASAN TEORI
Ada dua teori yang dikemukakan sebagai landasan teori untuk menjawab permasalahan yang telah diformulasikan, yaitu (1) teori humor dan linguistic humor, (2) teori bahasa dan jender. Selanjutnya, perlu diuraikan beberapa konsep untuk menunjang teori tersebut, seperti (1) konsep bahasa seksis dan (2) konsep perilaku seksis. Berikut adalah uraian lengkapnya.
3.1. Konsep
Dalam kaitannya dengan topik tulisan ini, yaitu perilaku seksis dalam bahasa seni pertunjukan ragam humor: kajian bahasa dan jender, pemahaman terhadap konsep-konsep yang bertautan dengan topik itu perlu dipertimbangkan, seperti perilaku seksis dan bahasa seksis. Hal ini dimaksudkan untuk melihat adanya penggunaan
Halaman 3 Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
❏ I Made Netra Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
variasi bahasa oleh jenis kelamin tertentu yang kelamin tertentu, kaum laki-laki terhadap dimaksudkan untuk merendahkan, menyepelekan
kaum perempuan dan antar kaum perempuan dan mengesampingkan jenis kelamin tertentu
itu sendiri atau sesamanya (Graddol dan (perempuan).
Swann dalam Nababan 2004:156). Artinya, pada umumnya, kaum perempuanlah yang
3.1.1 Bahasa Seksis menjadi pasien dan korban ketidakadilan itu. Suatu ujaran dapat dianggap seksis
4) Seksisme memandang bahwa ketidaksetaraan apabila penggunaannya mendorong atau
kaum laki-laki dan kaum perempuan tidak saja mengisyaratkan adanya penekanan terhadap
terjadi dalam berbagai aktivitas kehidupan, perempuan dan menunjukkan adanya eksploitasi
namun pada dasarnya juga diwujudkan terhadap jenis kelamin tertentu. (Veterling-Braggin
melalui bahasa baik secara verbal maupun dalam Nababan, 2004: 156). Dari pernyataan
nonverbal. (Persing dalam Nababan 2004:156) tersebut dapat diinterpretasikan bahwa bahasa seksis pada umumnya diujarkan atau
3.2. Landasan Teori
dikomunikasikan oleh seorang laki-laki yang Untuk menjwab semua permasalahan membicarakan perempuan sekitar yang telah diformulasikan di atas, maka diterapkan keperempuananya. Bahasa seksis juga bisa dua teori, satu teori yang menyangkut teori humor diujarkan oleh perempuan terhadap perempuan dan linguistic humor, dan yang lainnya adalah teori lain tentang keperempuannya. Keperempuan bahasa dan jender. Berikut adalah penjelasannya. seorang perempuan sebenarnya mengandung sifat
3.2.1 Teori Humor dan Linguistik Humor oleh seorang perempuan.
dan cirri-ciri dan bahkan kesan yang ditimbulkan
Wilson (1979:10) menjelaskan bahwa humor diartikan sebagai bentuk bahasa yang
3.1.2 Perilaku Seksis mengandung kebebasan yang dapat dijelaskan dari Perilaku seksis mengacu pada istilah sudut dampak emosionalnya; disamping itu humor
seksisme, yaitu suatu aliran atau paham yang juga mengandung konflik, yang dapat diartikan menempatkan laki-laki pada posisi superior dan
adanya dorongan untuk saling bertentangan perempuan pada posisi marginal, dilecehkan, diantara dua pelaku, dan ketidakselarasan yang
disudutkan (inferior). Untuk menunjang pengertian seksisme berikut dipaparkan beberapa merujuk kepada penjelasan kognitif. pengertiannya.
Wilson (1979) juga mengatakan bahwa
1) Seksisme merupakan suatu paham atau sistem humor merupakan penyimpangan dari pikiran kepercayaan yang mempercayai adanya wajar yang diekspresikan secara ekonomis dalam fenomena yang masih menganggap jenis kata-kata dan waktu. Dapat diinterpretasikan kelamin tertentu lebih unggul dari jenis bahwa betapa humor itu digunakan dengan multi kelamin yang lainnya. Dalam hal ini, jenis guna dan fungsi. Selanjutnya, bahasa humor kelamin laki-laki dianggap lebih unggul dari dibangun sacara monologis dan atau dialogis jenis kelamin perempuan. Hal semacam ini dengan tipe bebas, konflik, dan tak selaras. tentunya terlihat dari bentuk bahasa yang
dipakai oleh laki-laki didalam berkomunikasi,
3.2.2 Bahasa dan Jender
atau bisa juga terlihat dari monolog orang Dalam pembicaraan sosiolinguistik,
laki-laki tentang perempuan, mengandaikan variasi bahasa dianggap sebagai variable utama, perempuan dengan binatang yang jelek atau variasi mana sangat ditentukan oleh adanya jender dengan benda-benda yang secara pragmatis atau perbedaan kondisi sosial dari laki-laki dan dan metaforis mengandung nilai-nilai yang perempuan (Wolfram 1991:123). Dengan kata negative tentang perempuan. (Cobuild English
lain, yang menjadi ruang lingkup atau fokus Dictionary 1997:1512)
pembicaraannya adalah perbedaan bahasa laki-laki
2) Seksisme tidak hanya terbatas pada paham dan bahasa perempuan di dalam komunitas tetapi juga pada praktek-praktek yang regional dan social. Dalam hal ini, jender meneguhkan dominasi dan diskriminasi digunakan untuk menangkap dam menjelaskan terhadap jenis kelamin tertentu, yaitu kaum fenomena-fenomena kompleks sosial, budaya, dan laki-laki terhadap kaum perempuan atau bisa psikologi yang melekat pada seks atau jenis juga kaum perempuan sendiri yang kelamin. Dengan demikian, variasi bahasa yang melakukannya terhadap kaumnya sendiri atau dibangun tidak bertautan dengan dengan fonologi, sesamanya (Cameron dalam Nababan tata bahasa, dan leksikon, tetapi lebih bertautan 2004:156)
dengan semantik atau makna yang terkandung
3) Seksisme memperlihatkan adanya pada bahasa yang sudah mengarah kepada ketidakadilan atas perlakuan terhadap jenis konvensi penggunaan variasi bahasa tersebut. Dari
Halaman 4 Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
❏ I Made Netra Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
batasan ini terlihat bahwa pengkajian terhadap yang diambil untuk memperoleh data yang sahih, variasi bahasa berdasarkan jender ini merupakan yaitu kesepakatan atau konvensi penggunaan variasi
1) Melakukan inventarisasi terhadap seni bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-
pertunjukan yang dipertontonkan secara rutin hari, baik secara verbal maupun nonverbal atau
di wilayah Kota Denpasar,
tulisan.
2) Melakukan perekaman secara langsung Penggunaan variasi bahasa berdasarkan
terhadap seni pertunjukan tersebut, jender lebih mengarah kepada konsep hubungan
3) Hasil rekaman data tersebut didengarkan dan sosial yang menggambarkan perbedaan jenis
ditonton,
4) Mencatat bahasa humornya yang sarat dengan perilaku seksis jenis kelamin tertentu terhadap
tingkah laku atau perilaku. Salah satunya adalah
kandungan bahasa seksis dan perilaku jenis kelamin yang lainnya secara sosial, kultural
seksisnya,
dan psikologis. Oleh karena itu, variasi bahasa
5) Melakukan klasifikasi data berdasarkan tersebut merupakan hasil bentukan masyarakat
bentuk bahasa dan jenis humornya. penutur melalui proses sosial dan budaya di suatu tempat, dan waktu-waktu tertentu.
4.2. Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh dan
diklasifikasikan, langkah selanjutnya adalah Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melakukan kodifikasi yang disesuaikan dengan
4. METODE PENELITIAN
kualitatif dengan memakai pendekatan semantik ranah humor monologis atau dialogis. Kemudian dan semiotik sosial. Metode dan teknik penelitian baru dianalisis secara sistematis berdasarkan mencakup tiga tahapan, yaitu (1) metode dan urutan permasalahan yang diformulasikan. Dalam teknik pemerolehan data, (2) metode dan teknik hal ini, bentuk bahasa yang bisa membangun analisis data, dan (3) metode dan teknik penyajian bahasa seni pertunjukan dalam ranah humorlah hasil analisis data.
yang pertama-tama dianalisis, kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian dan
4.1. Metode dan Teknik Pemerolehan Data
penganalisian bahasa seksis dan tujuan pemakaian Dalam penelitian ini data yang diteliti bahasa seksis tersebut. Terakhir akan dianalisis
adalah data lisan yang diambil dari beberapa sejauh mana perilaku seksis yang ditunjukkan oleh pertunjukan seni di Kota Denpasar terutama di para pelaku dalam seni pertunjukan ranah humor tempat-tempat atau pusat-pusat pertunjukan (Art
tersebut.
Centre, tempat pementasan barong dance, dan Metode yang digunakan untuk lapangan puputan), seperti Calon Arang, Arja,
menganalisis data adalah metode padan dengan Drama Gong, Paguyuban Lawak dan Wayang alat bantu berupa tulisan atau teori-teori yang
Kulit. Pemilihan seni pertunjukan di Kota relevan di samping metode agih, yaitu metode Denpasar sebagai sumber data didasarkan atas yang alat bantunya justru bagian dari bahasa itu pertimbangan bahwa bahasa yang digunakan sendiri dengan menerapakan teknik dasar, yaitu dalam seni pertunjukan terutama dalam ranah teknik pilah unsur-unsur penentu (Sudaryanto humor sangat menyentuh masyarakat penonton 1986). Langkah-langkah analisis data dapat yang kebanyakan berasal dari kalangan menengah diuraikan sebagai berikut: ke bawah. Dengan demikian, substansi humor
a. Menganalisis bentuk bahasa humor yang yang disampaikan oleh pelaku cenderung mengacu
dibangun dan digunakan dalam seni pada hal-hal yang bersifat seksis. Di samping itu,
pertunjukan ranah humor dengan menerapkan bahasa seni pertunjukan dalam ranah humor
teori humor dan linguistic humor. cenderung dibuat yang berkaitan dengan hal-hal
b. Menganalisis bahasa seksis dalam seni yang bersifat tabu dan ditabukan, namun dalam
pertunjukan ranah humor, dengan menerapkan setiap kesempatan hal yang tabu ini cenderung
teori bahasa seksis.
untuk dilanggar dengan berlindung di balik
c. Menganalisis perilaku seksis pelibat dalam kreativitas manusia.
seni pertunjukan ranah humor, dengan Untuk pengambilan data lisan ini
menerapkan teori seksisme atau perilaku digunakan instrumen, seperti tape recorder, pulpen
seksis.
dan buku tulis atau buku catatan. Data diperoleh
dengan metode simak (Sudaryanto 1993) dengan
4.3. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis
teknik catat dengan daya pilah sebagai pembeda Ada dua metode dan teknik penyajian reaksi dan kadar keterdengarannya (Sudaryanto hasil analisis data, yaitu metode formal dan 1993:25). Selanjutnya, diuraikan beberapa langkah
informal. Metode formal yaitu metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan statistic
❏ I Made Netra
Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
Halaman 5
berupa tabel dan angka, sedangkan metode informal, yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan uraian kata-kata yang lengkap yang rinci dan terurai. Untuk memperoleh laporan atau hasil analisis data yang lengkap dalam penelitian ini, metode dan teknik yang dipakai untuk menyajikan hasil analisis data adalah metode formal dan informal dengan teknik penambahan, substansi, dan parafrase (Sudaryanto 1993:36).
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Bahasa Humor Monologis
Konstruksi bahasa humor yang pertama disebut dengan bahasa humor monologis. Dikatakan monologis karena hanya ada satu pelibat dalam teks, yaitu pembicara saja. Terdapat berbagai variasi konstruksi bahasa humor yang monologis, yaitu bebas tidak selaras dan bebas berkonflik. Perhatikan contohnya:
CB-M/1 Malen: …negakang sepeda, merebonding, jitne
nyurarit kedet padet, bahenol. Mara tolih muane, cara jelmane bencong
‘…bersepeda, rambutnya direbonding, pantatnya bahenol dan padat berisi. Baru dilihat mukanya, ternyata bencong.’
CB-M/2 Merdah: Ada anak nganten. Ane muani cara rejuna.
Ane luh kulitne putih, pupurne ngempul, cara krisdayanti. Makane anak luh ento lebih indah dari asline
‘Ada orang menikah. Yang laki seperti Arjuna. Yang perempuan kulitnya putih, memakai bedak yang tebal, seperti Krisdayanti. Maka dari itu, orang perempuan itu lebih indah dari aslinya.’
Data CB-M/1 dan CB-M/2 di atas menunjukan bahwa jenis atau bentuk bahasa yang digunakan untuk membangun teks humor adalah bentuk bahasa yang monologis dengan tipe bebas tidak selaras. Bebas tidak selaras maksudnya adalah bahwa pada CB-M/1 digambarkan bahwa perempuan yang menaiki sepeda yang terkesan tidak kaya pergi merebonding rambutnya. Kegiatan ini termasuk kegiatan yang memerlukan biaya besar atau mahal; pada CB-M/2 terdapat kesan yang tidak selaras antara pengantin laki-laki dan perempuan. Pemakaian bentuk linguistik dalam teks tersebut menunjukkan bahwa betapa laki-laki dalam cerita monologisnya memandang perempuan itu sangat hina, tertekan, terpojok dan dipakai sebagai objek penderita dalam tuturannya. Laki-laki tersebut menunjukkan dan menonjolkan perilaku seksisnya melalui unsur-unsur linguistik
secara morfologis, sintaksis, dan secara tekstual semantik. Dalam hal ini, dia menggunakan unsur- unsur bahasa itu untuk tujuan-tujuan atau maksud- maksud tertentu. Dalam CB-M/1 terdapat ketidakselarasan bentuk dan makna yang ditonjolkan oleh unsur leksikal, seperti kata rebonding dan menaiki sepeda.
Secara sosial semestinya perempuan yang hanya pergi dengan bersepeda hanya memikirkan bagaimana dia bisa bertahan hidup. Mereka tidak semestinya merebonding rambutnya karena dianggap miskin. Sebagai bukti bahwa mereka digolongkan miskin adalah bahwa mereka selalu bepergian hanya menggunakan sepeda gayung. Secara psikologis, mereka yang melakukan kebiasaan seperti yang digambarkan tersebut adalah kaum perempuan, tetapi si pembicara menyebutkannya dengan bencong.
Dalam CB-M/2 pertentangan juga terjadi antara keadaan fisik pengantin laki-laki dan perempuan. Perempuan yang diperumpamakan seperti Krisdayanti merupakan perempuan pemalas, tidak mau bekerja untuk hidupnya, tetapi didapatkan bahwa pekerjaannya hanya berhias setiap hari. Walaupun tidak begitu adanya, karena bentuk perempuan itu jauh lebih baik dari aslinya. Dengan demikian, dari adanya perilaku seksis seorang laki-laki terhadap perempuan, bahasa yang digunakan untuk mencerminkan perilakunya yang seksis disebut dengan bahasa seksis. Dengan kata lain, bahasa seksis menunjukkan bahwa secara tersurat dan tersirat perempuan telah sangat direndahkan dan disepelekan serta ditempatkan pada posisi yang sangat marginal. Lebih jauh lagi, perempuan selalu dijadikan bahan pembicaraan, objek sosial dan psikologis dan sejenisnya.
CB-M/3 I Luh Koncreng: Santukan tiang cewek orderan, kereng ajak
beli Tomblos, sering di Semabaung pindah ke Belanjong lan sane tiosan. Sekat ulung Bome di Kuta, siu limang atus kanggoang tiang.
‘Karena saya cewek order, sering dengan kak
Tomblos, sering di Semawang terus pindah ke Belanjong, dan temapt lainnya. Semenjak terjadi Bom di Kuta, seribu lima ratus saya mau.’
CB-M/3 di atas menunjukkan bahwa bahasa humor dibangun secara monologis dengan jenis bebas dan berkonflik. Artinya, I Luh Koncreng adalah perempuan yang secara bebas menyebutkan dan menjelaskan dirinya sebagai cewek order yang siap memuaskan para hidung belang. Konflik yang dimaksud adalah ada pertentangan antara hakikat kewanitaan yang hahiki, yakni sebagai wanita yang tidak hanya
Halaman 6 Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
❏ I Made Netra Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
sebagai pemuas suami, tetapi juga menjadi ibu sebagai objek pembicaraannya, memandang rumah tangga. Akan tetapi, di sini I Luh Koncreng
perempuan tersebut sangat hina, tertekan, justru menyebut dirinya sendiri sebagai cewek terpojok, dan dipakai sebagai objek penderita
orderan. Pemakaian jenis bahasa seperti ini dalam tuturannya. Dengan demikian, mereka dimaksudkan untuk merendahkan, melecehkan, (lelaki yang berbicara) menunjukkan suatu dan mengabaikan perannya sendiri. Apalagi pada perilaku yang seksis. saat dia sepi orderan dia mau menerima bayaran
Perilaku seksis ini merupakan suatu seribu lima ratus sekalipun. Secara pragmatis, paham atau sistem kepercayaan yang mempercayai
ujaran ini menegaskan betapa harga diri adanya fenomena yang masih menganggap jenis perempuan itu sangat hina, terpojok, terjepit, dan kelamin tertentu lebih unggul dari jenis kelamin
lain. Dalam hal ini, laki-laki dianggap lebih marjinal. Jadi, perilaku seksis seperti ini secara unggul dari perempuan. Hal semacam ini terlihat
sosial terbatas pada praktik-praktik yang dari ujaran si Malen yang mengabaikan, meneguhkan dominasi dan diskriminasi kaum laki- melecehkan perempuan yang dijadikan pacarnya. laki terhadap kaum perempuan atau bisa juga Ujaran yang pragmatis yaitu magigi satu yang kaum perempuan terhadap kaumnya sendiri. melambangkan kekuatan seksnya walaupun sudah Perilaku seksis juga memperlihatkan adanya berumur, dan ngelah pangkal pangijeng ‘punya ketidakadilan atas perlakuan terhadap jenis gigi pangkal’ yang dimaksudkan bahwa dia masih kelamin tertentu, kaum laki-laki terhadap kaum mempunyai kekuatan yang bisa diandalkan dan perempuan, dan antar kaum perempuan itu sendiri memuaskan pacarnya secara biologis. atau sesamanya.
Secara konotasi hal ini dimaksudkan dengan perempuan atau wanita itu dianggap hina
5.2. Bahasa Humor Dialogis
seperti sepeda dan hanya dijadikan alat atau objek Konstruksi bahasa humor yang kedua semata dan bisa ditiduri atau disetubuhi. Dengan
ialah bahasa humor dialogis. Dikatakan monologis kata lain, wanita itu dipakai sebagai alat untuk karena hanya ada satu pelibat dalam teks di atas, memuaskan kebutuhan biologis lelaki. Dengan yaitu pembicara saja. Terdapat berbagai variasi demikian, data di atas menunjukkan adanya konstruksi bahasa humor yang monologis, yaitu perilaku seksi lelaki terhadap perempuan dimana bebas takselaras dan bebas berkonflik. Perhatikan lelaki tersebut bermaksud mengabaikan perannya
yang asali, melecehkan dan menyepelekan contohnya: perempuan. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan oleh lelaki tersebut tergolong bahasa
CB-D/1 Malen: seksis. Kenyataannya bahwa laki-laki masih Ngelah tunangan di suargan
dominan sekali dalam kehidupannya sehingga ‘Punya kekasih di surga’
memandang perempuan sangat hina melalui ungkapan yang dinyatakan dengan bahasa.
Merdah:
Awak tua adi ngitungan cewek/tunangan?
CA-D/2 Punta:
Orang sudah tua, kok masih memikirkan cewek/ Apa hubungan kurenan cange ajak Batara? kekasih?’
Apa hubungan antara istri saya dengan Tuhan?’
Malen:
Wijil: Walau nanang tua, nu megigi satu/kenyang/. Kurenan beline maturan state teken Ida Batara
Nanang nu ngelah pangal pangijeng. (dialog) Istrimu selalu berdoa dan menyembah Tuhan’ ‘Walaupun ayah sudah tua, ayah masih punya gigi
1/kuat. Ayah masih punya gigi graham.
Punta : Ya sing maturan
Data CB-D/1 di atas menunjukan bahwa ‘Bagaiman kalau tidak saat sembahyang?’ jenis atau bentuk bahasa yang digunakan untuk
membangun teks humor berbentuk dialogis dengan
Wijil: Adi sing
tipe bebas pragmatis dan penuh dengan metafora.
‘Kenapa tidak?’
Dikatakan dialogis karena ada dua pelibat dalam
teks di atas, yaitu pelibat satu yang memberikan stimulus atau pertanyaan dan pelibat dua yang Punta: memberikan respon terhadap stimulus tersebut. pas sing dadi dugas ento Pemakaian atau penggunaan bentuk linguistik Pas tidak boleh saat itu’ dalam teks tersebut menunjukkan bahwa betapa
laki-laki, yang berbicara dengan laki-laki lain yang
Wijil:
membicarakan atau menjadikan perempuan kan bisa buin tiban ngaturan bakti ‘Kan bisa satu tahun lagi melakukan sembahyang’
Halaman 7 Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
❏ I Made Netra Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
Punta:
DAFTAR PUSTAKA
pas kayang ento iya sing dadi. Kenken? Pas nanti dia juga akan tidak boleh. Gimana?’
Anggara, Dwi A. 2001. “Bahasa Perempuan”. Makalah yang Disajikan dalam Kongres
Wijil: Linguistik Nasional X. Kerja sama antara men buin tibane?
Masyarakat Linguistik Indonesia, Pusat ‘Terus setahunnya lagi, kan bisa?’
Bahasa dan Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Punta : pas masi ya sing dadi?...
Ayim, M. N. 1997. The Moral Parameters of Pas juga dia tidak boleh…
Good Talk: A Feminist Analysis. Waterloo, Ontorio, Canada: Wilfrid Laurier
Data di atas menunjukkan bahwa bahasa
University Press
seksis digunakan oleh laki-laki kepada laki-laki yang membicarakan perempuan. Makna sosial Chamber, J. K. dan P. Trudgill. 1980. dan kultural pada data tersebut adalah adanya
Dialectology. Cambridge: Cambridge pelecehan dan pengabaian perempuan. Walaupun
University Press
demikian, bentuk linguistik, seperti pas masi ya sing dadi?... ‘pas juga dia tidak boleh’ Collins, H. 1997. Cobuild English Dictionary. menunjukan perilaku seksis, yaitu bahwa istrinya
Birmingham: Harper Collins. tidak diberikan kesempatan untuk berdoa dan bersembahyang ke pura karena diyakininya bahwa Dhanawaty, Ni Made. 2002. “Teori Akomodasi
setiap ada upacara di pura itu istrinya pasti tidak dalam Penelitian Dialektologi”. Makalah bisa secara sosial dan fisik karena secara kodrati
yang Disajikan dalam Kongres Linguistik perempuan mengalami menstruasi. Mereka yang
Nasional X. Kerja sama antara Masyarakat mengalami menstruasi secara kultural dan Linguistik Indonesia, Pusat bahasa, dan pragmatis tidak diperbolehkan melakukan
persembahyangan. Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Graddol, D. dan Swam, J. 1989. Gender Voice.
6. SIMPULAN
Oxford: Basil Blackwell. Dari analisis data di atas dapat disimpulkan dua
hal yang sesuai dengan permasalahan penelitian,
yaitu: Jendra, I Wayan. 1991. Dasar-Dasar
1. Berdasarkan jenis komunikasinya, bahasa Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana seksis yang ditemukan dan digunakan dalam
buku humor (komedi) adalah komunikasi Lakoff, Robin. 1975. Language and Woman’s monologis dan dialogis.
Palace. New York: Harper & Row.
2. Bahasa seksis yang digunakan dalam humor
antara jenis kelamin dengan jenis kelamin Nababan, M. 2004. “Paham dan Perilaku Seksis tertentu dimaksudkan untuk menjadikan
dalam Berbahasa”. Makalah yang Disajikan perempuan sebagai objek atau merendahkan,
dalam Kongres Linguistik Tahunan Atma menyepelekan, dan mengesampingkan
perempuan yang dapat dilakukan dengan dua jaya: Tingkat Internasional. cara, yaitu secara tidak langsung dengan
Diselenggarakan oleh Pusat kajian Bahasa pengandaian, dan secara langsung antara jenis
dan Budaya Unika Atma Jaya. kelamin tertentu, seperti antara perempuan
dengan perempuan, antara laki-laki dengan Purwo, Kaswanti B. (Penyunting) 1992. Budaya laki-laki adalah dan antara laki-laki dengan
dan Bahasa. Jakarta: Kanisius. perempuan. Sebaliknya, secara implisit perempuan pun bisa berperilaku seksis di Sibarani, Robert. 2002. “Fenomena Plesetan depan kaumnya sendiri dan terhadap laki-laki
Bahasa dalam Bahasa Indonesia”. Makalah sehingga laki-laki tersebut diabaikan,
dilecehkan, dan disepelekannya. yang Disajikan dalam Kongres Linguistik Nasional X. Kerja sama antara Masyarakat
Linguistik Indonesia, Pusat Bahasa, dan Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Halaman 8 Perilaku Seksis dalam Bahasa Seni Pertunjukan Ragam
❏ I Made Netra Humor di Kota Denpasar (Kajian Bahasa dan Jender)
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Suroso. 2004. “Jender dalam bahasa Pria dan Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wanita”. Makalah yang Disajikan dalam Wahana Kebudayaan Secara Linguistis.
Kongres Linguistik Tahunan Atma Jaya: Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Tingkat Internasional, Diselenggarakan oleh Pusat Kajian Bahasa dan Budaya
Soedjatmiko, Wuri. 1992. “Aspek Linguistik dan
Unika Atma Jaya.
Sosiokultural di dalam Humor”. Makalah yang Disajikan dalam Pertemuan Linguistik Wilson, Christopher P. 1979. Jokes: Form, Lembaga Bahasa Atma Jaya ke-5.
Content, Use and Functions. New York: Diselenggarakan oleh Lembaga Bahasa
Academic Press.
Unika Atma Jaya.
Wolfram, Wolf. 1991. Dialects and American English. The United States: University of the District of Columbia and Center for Applied Linguistics.
Halaman 9 Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional
❏ Fajri Usman Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)
BENTUK LINGUAL TAWA PENGOBATAN TRADISIONAL MINANGKABAU (ANALISIS LINGUISTIK KEBUDAYAAN)
Fajri Usman
Universitas Andalas
Abstract
”Tawa in Minangkabaunese traditional medicines is a cultural heritage. It is in the form of free poems, rithmic prose, and potentially has tribal magic or pray which uses Minangkabaunese language or the combination of Minangkabaunese language and Arabic which is based on believe and mistical behavior. The analysis is focused on its lingual forms in the semantic level. The spoken data are gathered by non-face to face interview and are analysis by equal and distributional method. The results of the analysis show that the lingual forms of Minangkabauneses “tawa” included semantic features, i.e. synonymy, antonymy, homonymy, polysemy, and collocations.
Key words: “tawa”, traditional medicine, Minangkabauneses and cultural linguistics
atau apabila sang guru sudah meninggal. Tawa Tawa merupakan wacana budaya Minangkabau yang dibaca secara terang-terangan di tengah
1. LATAR BELAKANG
yang berbentuk puisi bebas dan prosa liris yang khalayak akan hilang kemanjuran dan berpotensi memiliki kekuatan gaib, atau doa kemagisannya. Bentuk atau struktur lingual TPTM kesukuan, yang memanfaatkan bahasa lokal secara semantis berbeda dengan bentuk atau dengan didasari oleh keyakinan yang telah struktur lingual bahasa Minangkabau formal diwariskan oleh para leluhur. Agar kekuatan ataupun bahasa Minangkabau sehari-hari. TPPM gaibnya bermanfaat, tawa tidak cukup dihafal, memadukan bahasa Arab dan bahasa Minangkabau tetapi harus disertai dengan laku mistik. Tawa
dalam membentuk kesatuan makna. dapat mengandung tantangan atau kutukan
Penelitian tawa sebagai kekuatan tradisi terhadap suatu kekuatan gaib dan dapat pula berisi masa lampau di Minangkabau terdahulu lebih
bujukan agar kekuatan gaib tersebut tidak berbuat terfokus pada teksnya tanpa banyak melibatkan yang merugikan.
konteksnya. Penelitian itu dilakukan oleh Medan Kekhasan dan keunikan tawa pengobatan (1964), Bakar (1981), Junus (1983). Penelitian
tradisional Minangkabau (TPTM) untuk diteliti tawa dalam kajian linguistik kebudayaan adalah karena produk tradisi ini memiliki unsur sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. tabu untuk dibicarakan sehingga cenderung Kenyataan ini menjadikan objek penelitian terlupakan. TPTM juga merupakan doa sakral tersebut sebagai hal yang baru dan perlu dikaji. yang mengandung magis dan berkekuatan gaib. Kajian ini memang cukup rumit, terutama dalam Sebagai wacana tabu pada TPTM, tawa terbukti pemerolehan datanya. Namun, jika hal itu tidak dalam pemerolehan data tidak hanya dilakukan, TPTM sebagai kekayaan budaya lokal membutuhkan waktu yang cukup, tetapi juga akan tenggelam dimakan zaman. Oleh karena itu, membutuhkan kesiapan psikologis. Tabu dalam kajian ini perlu dilakukan dan diharapkan dapat penelitian ini mengikuti konsep Winick (1958:522 mengungkapkan aspek-aspek bahasa dalam teks dalam Laksana 2003), yaitu “larangan” (yang jika TPTM, terutama yang berkaitan dengan bentuk dilanggar mendatangkan hukuman akibat pengaruh
lingual pada tataran semantis. magis atau hal-hal yang berhubungan dengan
religi).
2. PEMBAHASAN
Bentuk yang ditabukan pada TPTM
2.1. Ciri Semantis TPTM
adalah TPTM dilarang untuk diturunkan pada Leksikon adalah komponen bahasa yang anak-anak dan remaja yang berumur di bawah 17 memuat semua informasi tentang makna dan tahun. TPTM juga didapatkan (berguru) dari pemakaian kata dalam bahasa (Kridalaksana seorang dukun pada malam hari (pukul 24.00). 1993:127). Elemen leksikal dalam TPTM ini Praktik perdukunan oleh seorang murid boleh memberi gambaran bagaimana melakukan dilakukan apabila mendapat izin dari sang guru pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata
Halaman 10 Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional
❏ Fajri Usman Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)
yang tersedia dalam data. Kata ‘meninggal’, misalnya, mempunyai kata lain: mati, tewas,
(2) Insan takbir
gugur, terbunuh,
wafat,
mangkat,
insan takbir
berpulang/kembali ke rahmatullah,
‘Insan takbir’
almarhum/almarhumah. Di antara beberapa kata (3) Insan alam sari’at
insan alam syari’at
yang tersedia dapat dipilih penggunaannya sesuai
‘Insan alam syari’at’
dengan pemaknaan seseorang terhadap faktor (4) Masuaklah engkau ko dalam insan Olloh sosial budaya suatu daerah (sesuai dengan
‘Masuklah engkau ke dalam insan Allah’ (Data realitas). Keraf (1981:19) mengatakan bahwa
PSM)
pemilihan kata merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna
2.1.2. Antonimi
sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, Ada beberapa macam pertentangan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang makna antonimi yang dapat diidentifikasi antara sesuai dengan situasi dan nilai rasa.
kata-kata yang berantonimi (Parera 2002:74-75), Bentuk lingual TPTM difokuskan pada seperti uraian berikut. kohesi leksikal, yakni (1) sinonimi, (2) antonimi, (3) hiponimi, (4) homonimi, (5) polisemi, dan (6)
2.1.2.1. Pertentangan kenasabahan kolokasi.
Antonim tipe kenasabahan adalah pertentangan yang menunjukkan hubungan
kekeluargaan, ketugasan, atau keorganisasian: Analisis makna sinonimi dalam TPTM suami-istri; orang tua-anak; kakak-adik; pria- dilakukan selain untuk melihat kesamaan dan wanita; majikan-buruh; pimpinan-pengikut; ketua- perbedaan suatu kata juga untuk melihat kata asli anggota; guru-murid; dan komandan-prajurit. dan kata serapan, dan potensi sinonimi dalam Berikut ini contoh antonimi kenasabahan yang pembentukan bentukan baru. Sinonim yang terdapat pada TPTM. muncul antara kata asli dan serapan, antara kata berdasarkan kolokasi, dan antara dialek dan bahasa
2.1.1. Sinonimi
Data (1): Tawa Penurut ( Sijundai) umum tidak perlu dibedakan atau dibatasi karena
malu angkau kemunculannya sebagian terjadi secara alami dan
(1—11) Malu aku
‘malu PRO1TG malu PRO2TG sebagian disengaja. Akan tetapi, sinonimi antara
‘Malu aku malu engkau’ kata-kata intrabahasa dan sinonimi antara kata-kata (1—12) Malu angkau malu aku ‘malu PRO2TG malu PRO1TG
bentukan baru (neologisme) perlu dibedakan ‘Malu engkau malu aku’ berdasarkan pemakaiannya dan sikap serta
pendirian pemakainya. Ada beberapa perbedaan PRO1TG (aku) dan PRO2TG (engkau) makna yang dapat diidentifikasi antara kata-kata pada data (1:11—12) merupakan antonimi yang
yang bersinonimi (Parera 2002:68-69). Berikut ini bersifat hubungan ketugasan yang terjadi antara contoh analisis sinonimi yang terdapat pada dukun dan makhluk gaib. Antara dukun dan TPTM.
makhluk gaib dalam konteks ini berlaku aturan seperti majikan dan buruh, pimpinan dan bawahan,
2.1.1.1 Sinonimi kata asli dan kata serapan ketua dan anggota, guru dan murid, dan komandan Kontak bahasa dapat terjadi antarbahasa dan prajurit. Pertentangan makna antonimi
serumpun dan antarbahasa tidak serumpun. Kontak kenasabahan berfungsi untuk terjalinnya suatu itu menimbulkan serapan kata yang bermakna. kerja sama antara yang memerintah dan yang
Salah satu ciri serapan ialah serapan kata yang diperintah dalam proses penyampaian suatu bermakna sama dengan kata bahasa penyerap. maksud. Antonimi yang terjadi pada data (1:11— Bahasa Indonesia mengalami proses serapan
12) merupakan antonimi yang sifatnya berbeda dengan ciri sinonimi, seperti kata serapan dalam rentang yang menunjukkan bahwa satu
temperatur bersinonimi dengan suhu. Dalam unsur leksikal memiliki sejumlah kata sebagai TPTM kata insan diserap dari bahasa Arab yang lawannya. Sebagai contoh, pada TPTM, lawan dari bersinonim dengan manusia, roh seperti contoh aku tidak selamanya engkau, beberapa berikut.
kemungkinan dapat menjadi lawan kata itu seperti kamu, anda (si anu), diaku, kau, -mu (Saragih
Data (5): Moambiak Insen (Mengambil Insan) 2002:150). Sebagai contoh bahwa aku tidak Bismillahirrahmanirrohim
(1) Insan sa’ir selamanya mempunyai lawan engkau, perhatikan insan sya’ir
data berikut ini.
‘Insan sya’ir’
Data (14): Tawa Ciko ( sejenis obat sakit perut)
Halaman 11 Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional
❏ Fajri Usman Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)
Bismillahirrahmanirrahim pengobatan dari seorang dukun terhadap penyakit (14—4) Aku monorawi Si anu
yang diderita oleh pasien.
PRO1TG AKTtawarSuf ART orang itu
‘Aku mengobati orang itu’
2.1.2.3. Pertentangan tempat
(Data, 15): Tawa Patah Tulang/Tokiliar (tawa patah/ salah urat)
Antonimi tipe pertentangan tempat ini menunjukkan arah yang bertentangan atau Bismillahirrahmanirrahim
letaknya berhadapan: utara-selatan; atas-bawah; (15—1) Kususun siriah kususun
muka-belakang; luar-dalam; kiri-kanan. Tipe kususun sirih kususun
antonim tempat ini dapat dimasukkan ke dalam ‘Saya susun sirih disusun’
partikel tempat: ke- dari; ke mana-dari mana. (15—2) Kususun ko bondar lamo
Berikut ini contoh analisis antonimi berdasarkan kususun ke parit lama
pertentangan tempat yang terdapat pada TPTM. ‘Kususun ke parit lama’
(15—3) Urek Si anu bosusun-susun
Data (9): Didiang Baden ( Pertahanan Diri) urat Si anu bersusun-susun
Bismillahirrahmanirrohim
‘Urat Si anu bersusun-susun (9—1) Kiromen di kiri ku Kiraman Prep kiri PRO1TG
Data (14 dan 15) menunjukkan bahwa ‘Kiraman di kiriku’ dalam tawa Minangkabau antonimi yang bersifat
(9—2) Kotibin di kanen ku rentang, yakni kata aku (ku) juga berantonim
Katibin Prep kanan PRO1TG dengan kata si anu (kamu). Bentuk lain antonim
‘Katibin di kananku’ yang bersifat rentang itu juga terdapat pada kata
Data (29): Tawa Hantu Jaek
tawar yang berantonim dengan kata bisa, racun,
Bismillahirrahmanirrohim
atau penyakit. (29—13) Ka ateh indak ba pucuak Prep atas NEG Pref pucuk
2.1.2.2. Pertentangan berbalasan ‘Ke atas tidak berpucuk’ Antonim tipe berbalasan juga disebut
(29—14) Ka bawah indak ba urek antonimi tipe komplementer. Pertentangan makna
Prep bawah NEG Pref urat ini menurut balasan atau balikan sebagai ‘Ke bawah tidak berurat’
pelengkap makna jika dikehendaki sesuai dengan
Data (9:1—2 dan 29:13—14) merupakan konteks: tanya-jawab; stimulus-respons; bentuk antonimi yang menunjukkan arah yang
menyerang-menahan; memberi-menerima; bertentangan atau letaknya berhadapan. membeli-menjual; tambah-kurang, lebih-kurang; Pertentangan dalam tawa Minangkabu ini dan positif-negatif. Antonimi ini sangat dominan berfungsi untuk membuat sesuatu seimbang baik terjadi dalam tawa Minangkabau karena penyakit yang menunjukkan hal positif maupun hal negatif. sesuatu yang berlawanan dengan pengobatan.
Pada data (9) pertentangan antara kiri dan kanan menunjukkan penjagaan dari makhluk gaib
Data (10): Tawa Sakit Perut (Malaikat) yang berfungsi sebagai pembenteng (10—14) Lah masuak sakalian tawa manusia dari hal yang baik dan yang tidak baik. ART masuk sekalian tawar
‘Sudah masuk sekalian tawa’ Pertentangan pada data (29) merupakan (10—15) Lah kalua sakalian biso
pertentangan tempat antara atas dan bawah berupa ART keluar sekalian bisa
sumpah (ancaman) terhadap makhluk gaib (jin) ‘Sudah keluar sekalian bisa’
yang menjadikan manusia sakit. Jadi, pertentangan pada data (9 dan 29) memiliki dua fungsi, yakni
Data (37): Tawa Sakik Paruik untuk keseimbangan dan untuk keamanan pada (37—13) Masuak sakalian tawa
manusia.
‘Masuk semua obat’ (37—14) Kalua sakalian panyakik
2.1.2.4. Pertentangan jenjang
keluar semua Pref sakit Antonim tipe pertentangan jenjang ‘keluar semua penyakit’ (Data SLK)
mencakup pertentangan dalam jenjang kepangkatan, tahun, bulan, dan hari. Pertentangan
Bentuk antonimi yang bersifat berbalasan jenjang ini menunjukkan satu hierarki: kapten- terdapat pada kata tawar yang berantonimi dengan
mayor-letnan kolonel; asisten (asisten ahli, asisten kata bisa/racun, atau penyakit. Kata tawa ‘tawar’
madya)-lektor (lektor muda, lektor madya, lektor, pada TPTM selalu didahului oleh verba masuk dan
lektor kepala); profesor (profesor madya, PRO2 NT. Sebaliknya, bisa (racun) didahului oleh
profesor); tahun 2001-2002-2003; Januari- verba keluar dan juga diikuti PRO2NT. Pebruari-Maret-April-Mei, dan sebagainya. Nama
Pertentangan kata itu menggambarkan proses hari bermula dari Minggu-Senin-Selasa-Rabu-
Halaman 12 Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional
❏ Fajri Usman Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)
Kamis-Jumat, dan Sabtu. Berikut ini analisis Antonim dalam contoh di atas disebut antonimi berjenjang yang terdapat pada TPTM.
khas kerena antonim itu muncul secara morfologis walaupun bentuk dasarnya sama. Kata menyewa
Data (29): Tawa Hantu Jaek berarti mendapat sewa, sedangkan menyewakan (29—12) Sa banyak titiak, sa banyak barih nyo
berarti memberi sewa. Dalam hal ini, kata Pref banyak titik Pref banyak baris
POSS3TG mendapat dan memberi berantonim. Demikian
‘Sebanyak titik sebanyak barisnya’ juga, kata menyusui, mewarisi berarti mendapat, sedangkan bentuk menyusukan, mewariskan
(Data, 63): Tawa Penangkal Supaya Anak Tidak
berarti memberi.
Terkejut Antonim bentuk menguliti, membului Bismillahirrahmanirrohim
muncul berdasarkan konteks dan kata yang { 18 } َنﻮُﻌِﺟْﺮَﻳ َﻻ ْﻢُﻬَﻓ ُُﻰْﻤُﻋ ٌﻢْﻜُﺑ ﱡﻢُﺻ menjadi objeknya. Frasa menguliti kambing berarti
Shummum bukmum ‘umyumfahum membuang kulit kambing, sedangkan frasa laayarji’uun
menguliti buku berarti memberi kulit pada buku. Frasa membului ayam, menyisikan ikan berarti
Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan
membuang berantonim dengan frasa membului yang benar), (QS. 2:18)
anak panah, menyisiki layang-layang dengan makna memberi.
Antonimi berjenjang pada TPTM
berbentuk klimaks (urutan yang bawah ke yang Data (17): Tawa Monggiloke Lukah tinggi). Pada data (29) kata titak ‘titik’ dan barih (Menggilakan Lukah) ‘baris’ bertentangan secara berjenjang. (17—32) Yo kok murah dipomurah
ya KONJ mudah dipermudah Pertentangan jenjang tersebut berhubungan dengan
‘Kalau bisa mudah dipermudah’ sistem penulisan/bacaan yang berlaku dalam
bahasa Arab (Al-qur’an). Dasar untuk membaca Kata murah ‘mudah’ pada data (17—32) huruf atau menentukan huruf dalam bahasa Arab berarti mendapat kemudahan (tidak sulit),