29 -
Ijma’ sahabat dan dibuktikan pula oleh hadits Muadz bin Jabal yang menerangkan urutan-urutan sumber hukum.
Maksud dari sunnah itu sendiri sebenarnya sudah terkandung dalam Al Quran. Jadi kedudukan sunnah adalah sebagai pelaksana dari
Al Quran dan bukan pengganti atau pengoreksi terhadap Al Quran.
15
Menurut Prof. H.A. Djazuli As Sunnah menjadi sumber hukum yang kedua, karena :
- Wurudl Al Quran Qath’i seluruhnya, sedangkan As Sunnah banyak
yang wurudlnya dhani. -
As Sunnah merupakan penjelasan terhadap Al Quran, yang dijelaskan yang sudah pesti menempati tempat yang pertama, dan penjelasannya
menempati tempat yang kedua. -
Urutan dasar hukum yang digunakan oleh para sahabat yang menempatkan As Sunnah pada tempat yang kedua.
16
Adapun fungsi As Sunnah terhadap Al Quran dalam hukum menurut beliau adalah sebagai berikut :
- As Sunnah berfungsi sebagai penjelas, memerinci yang mujmal
mengkhususkan yang umum. -
Hukumnya sudah disebut dalam Al Quran kemudian As Sunnah menguatkannya dan menambahnya.
- As Sunnah memberi hukum tersendiri yang tidak terdapat dalam
Al Quran.
17
Jadi jelas, hukum-hukum yang terdapat dalam sunnah bisa berupa hukum-hukum yang menguatkan dalam Al Quran atau hukum yang
menjelaskan terhadap hukum yang ada di dalam Al Quran atau hukum- hukum yang tidak disebut dalam Al Quran.
Seperti halnya Al Quran, Sunnah pun dalam penerapannya menganut prinsip-prinsip tidak menyulitkan, menyedikitkan tuntutan atau
15
R. Abdul Djamali, Hukum Islam, Bandung: Mandar Maju, 1992, hlm. 67
16
A. Djazuli, Op-Cit, hlm. 69
17
Ibid.
30 pembebanan, bertahap dalam penerapan dan sejalan dengan kemaslahatan
manusia. c.
Ijma’ Ijma’ menurut bahasa, mengandung dua pengertian, yaitu : Ittifak
adalah kesepakatan, dan ‘azam yaitu cita-cita atau hasrat.
18
Ijma’ menurut ulama adalah kesepakatan seluruh mujtahid kaum muslimin disesuaikan masa setelah Nabi SAW wafad tentang suatu
hukum syara’ yang amali, dan tentang suatu kasus tertentu. Menurut R. Abdul Djamali, Ijma’ adalah kebulatan pendapat
konsensus para ulama besar pada suatu waktu dalam merumuskan suatu yang baru sebagai hukum Islam. Tolak pangkal perumusan di dasarkan
kepada dalil-dalil yang terdapat dalam Al Quran dan hadits, dan merupakan perkembangan hukum yang sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat.
19
Dari pengertian definisi tersebut di atas dapat diambil beberapa makna yaitu antara lain :
- Terdapat beberapa orang mujtahid, karena kesepakatan baru bisa
terjadi apabila ada beberapa mujtahid. -
Harus ada kesepakatan di antara mereka. -
Kebulatan pendapat harus tampak nyata, baik dengan perbuatannya, dengan keputusannya atau dengan perkataannya.
- Kebulatan pendapat orang-orang yang bukan mujtahid tidaklah
disebut mujtahid.
18
Sulaeman Abdullah, Op-Cit, hlm. 42
19
R. Abdul Djamali, Op-Cit, hlm. 68
31 Dalam merumuskan hukum baru dan kemudian memperoleh
konsesus, menurut R. Abdul Djamali yaitu sebagai : Pertama
: Ijma’ Qauli yaitu apabila konsesus seorang ulama besar dilakukan secara aktif dan lisan ucapan terhadap
pendapat seorang ulama atau sejumlah ulama tentang perumusan hukum baru yang telah diketahui umum.
Kedua : Ijma’ Sukuti yaitu apabila konsesus terhadap pendapat
hukum baru dilakukan secara diam tidak memberi tanggapan.
20
Ijma’ bentuk pertama yang disebut juga Ijma’ hakiki atau Ijma’ Al Sharih yaitu Ijma’ dengan tegas persetujuan dsinyatakan baik dengan
ucapan maupun perbuatan dan merupakan hujah menurut pendapat ulama, sedangkan bentuk kedua disebut Ijma’ ali’tiban yaiu pendapat ulama
bukan hujah.
21
Ijma’ dihasilkan oleh para mujtahid ulama, karena itu merupakan salah satu bentuk-bentuk berijtihad, dilihat dari sisi hukum yang
dihasilkan dengan konsesus para ulama harus ditaati seluruh kaum muslim, maka Ijma’ ini ditempatkan sebagai sumber hukum yang ketiga
sesudah Al Quran dan As Sunnah. d.
Qiyas Qiyas merupakan metode pertama yang dipegang para mujtahid
untuk mengistimbathkan hukum yang tidak diterapkan nash, sebagai metode yang terkuat dan paling jelas.
20
Ibid.
21
A. Djazuli, Op-Cit, hlm. 76-77