Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan Melalui Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dengan Pendekatan JAS dan Penilaian Autentik di SMP Negeri 6 Semarang

(1)

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN

MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN MELALUI

PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW DENGAN

PENDEKATAN JAS DAN PENILAIAN AUTENTIK

DI SMP NEGERI 6 SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Nama : Fajar

NIM : 4401402004

Program Studi : Pendidikan Biologi S1 Jurusan : Biologi

Fakultas : MIPA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2006


(2)

ii

Skripsi dengan judul: Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan

Lingkungan Melalui Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

dengan Pendekatan JAS dan Penilaian Autentik di SMP Negeri 6 Semarang.

Telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 23 Agustus 2006

Panitia Ujian Ketua

Drs. Kasmadi Iman S., M. S.

NIP.130781011

Pembimbing I

Drs. Y. Ulung Anggraito, M. Si.

NIP. 131900802

Pembimbing II

Ir. Tuti Widianti, M. Biomed.

NIP. 130781009

Sekretaris

Ir. Tuti Widianti, M. Biomed.

NIP. 130781009

Anggota Penguji

1. Drs. F. Putut Martin H.B., M.Si.

NIP. 132231403

2. Drs. Y. Ulung Anggraito, M. Si.

NIP. 131900802

3. Ir. Tuti Widianti, M. Biomed.


(3)

iii

MOTTO:

1. “Bacalah dengan menyebut nama TuhanMu, Yang menciptakan. Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan TuhanMu Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al ’Alaq: 1-5) 2. “….. Katakanlah: “Apakah sama orang yang mengetahui dengan

orang-orang yang tidak mengetahui?”, Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar (39): 9)

3. “….. Dan apabila dikatakan ”Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat. ...” ( Q.S. Al Mujaadalah (58): 11)

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini saya persembahkan buat:

1. Bapak dan Ibu yang selalu menyayangiku dan mendoakanku. 2. Saudara/saudariku atas semangat dan dukungannya.

3. Keponakanku Isrofah, Indri dan Silfia yang manis dan lucu.

4. Orang-orang yang telah mengajariku baik ilmu agama maupun pengetahuan. 5. The beloved Ani yang selalu mendukung dan membantu.

6. Sahabatku Fitri, Zulfah, Poncowati, Ana, Ully, Winarni, Wulan, Anita, dll yang mendukung dan membantuku.

7. Teman-teman seperjuangan Bio-Excharge’02. 8. Kepada semua friends yang ada di kos Ozon.


(4)

iv

Puji syukur ke hadirat Allah SWT., yang telah memberi rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan melalui Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dengan Pendekatan JAS dan Penilaian Autentik di SMP Negeri 6 Semarang”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor UNNES yang telah memberi kesempatan kuliah. 2. Dekan FMIPA UNNES yang telah memberi ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Biologi FMIPA UNNES yang telah memberi kemudahan dan

kelancaran dalam penysusnan skripsi ini.

4. Drs Y. Ulung Anggraito, M.Si dan Ir Tuti Widianti, M. Biomed sebagai dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan memberi petunjuk serta pengarahan selama penulisan skripsi.

5. Kepala SMP 6 Semarang telah memberi ijin dan kemudahan selama penelitian. 6. Mardiyanti Pujiastuti, A.Md, SH. selaku guru Biologi SMP 6 Semarang yang

telah memberi waktu dan tenaganya selama penelitian.

7. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas bantuannya selama dilaksanakannya penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran demi sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 27 September 2006 Penulis.


(5)

v

Berdasarkan pengamatan proses pembelajaran dan wawancara guru diperoleh data, bahwa dalam proses pembelajaran masih kurang kerjasama antar siswa, masih ramai, dan interaksi dalam kelas belum optimal. Keadaan tersebut membuat siswa tidak kosentrasi, terjadi persaingan tidak baik dan kurang tertarik pada pembelajaran. Hasil nilai ulangan harian pada materi Ekosistem dengan nilai rata-rata kelas sebesar 63,5. Dalam sistem penilaian masih menitikberatkan pada ranah kognitif dan siswa masih kurang dilibatkan dalam penilaian. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara guru dan angket siswa. Dengan alasan di atas, bahwa kualitas pembelajaran materi Ekosistem di kelas VIIB SMP Negeri 6 Semarang semester II tahun ajaran 2005/2006 masih rendah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diterapkan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Strategi ini diyakini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, sebab lebih mengaktifkan siswa, materi yang dibahas lebih nyata dan mudah untuk dipahami, dapat meningkatkan kerjasama dan sikap tanggung jawab serta saling menghargai. Penilaian autentik melibatkan siswa dalam penilaian sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran materi Pengelolaan Lingkungan melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik.

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 6 Semarang semester II tahun ajaran 2005/2006 dengan jumlah siswa 48 orang yang terdiri dari 19 lelaki dan 29 perempuan. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, tiap siklus dalam penelitian meliputi empat langkah yaitu (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) observasi (observing), (4) refleksi (reflecting). Indikator keberhasilan penelitian ini adalah selama proses pembelajaran ≥85% siswa aktif dalam pembelajaran dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 85% siswa memperoleh nilai ≥ 65.

Dari tiga siklus PTK diperoleh data bahwa keaktifan siswa selama pelaksanaan pembelajaran berturut-turut pada siklus I, siklus II dan siklus III sebesar 85,42%, 87,5% dan 93,75%. Ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal berturut-turut sebesar 85,42%, 83,33%, dan 93,75% untuk siklus I, siklus II dan siklus III.

Berdasarkan data penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran materi Pengelolaan Lingkungan pada kelas VII B SMP Negeri 6 Semarang.


(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

PRAKATA... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Penegasan Istilah ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Belajar dan Pembelajaran... 8

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 9

3. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw... 11

4. Pendekatan JAS (Jelajah Alam Sekitar) ... 19


(7)

vii

A. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian ... 27

B. Faktor yang Diteliti ... 27

C. Rencana Tindakan ... 27

D. Instrumen Penelitian ... 32

E. Data dan Cara Pengambilan Data ... 35

F. Metode Analisis Data ... 36

G. Indikator Kinerja ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Keaktifan Siswa dan Pembahasan ... 39

2. Hasil Belajar Siswa dan Pembahasan ... 44

3. Tanggapan Siswa dan Pembahasan ... 49

4. Data Kinerja Guru dan Pembahasan ... 51

5. Data Wawancara guru dan Pembahasan ... 55

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(8)

viii

Tabel Halaman

1. Tingkat Kesukaran Soal Tes Hasil Uji Coba ... 32

2. Daya Pembeda Soal Tes Hasil Uji Coba ... 33

3. Validitas Soal Tes Hasil Uji Coba ... 33

4. Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 39

5. Hasil Tes Siswa Tiap Siklus ... 44

6. Hasil Angket Siswa Setiap Akhir Siklus ... 50


(9)

ix

Gambar Halaman 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw ... 19 2. Hubungan Antar Komponen dalam KBK ... 22 3. Alur Penelitian ... 31


(10)

x

Halaman

1. Lampiran Silabus dan Sistem Penilaian ... 62

2. Lampiran Rencana Pembelajaran Siklus I ... 63

3. Lampiran Rencana Pembelajaran Siklus II ... 74

4. Lampiran Rencana Pembelajaran Siklus III ... 84

5. Lampiran Rekap Hasil Uji Coba Tes ... 88

6. Lampiran Contoh Perhitungan Analisis Uji Coba Tes ... 91

7. Lampiran Kisi-kisi Soal Tes Akhir Siklus ... 95

8. Lampiran Soal Tes Akhir ... 97

9. Lampiran Hasil Tes Akhir Siklus ... 106

10. Lampiran Rekap Nilai Tes Akhir Siklus ... 114

11. Lampiran Angket Awal Siswa ... 115

12. Lampiran Angket Akhir Siklus ... 117

13. Lampiran Hasil Angket Siswa Setiap Siklus ... 118

14. Lampiran Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 121

15. Lampiran Hasil Observasi aktivitas Siswa pada Siklus I ... 122

16. Lampiran Rekap Hasil Observasi aktivitas Siswa Siklus II ... 125

17. Lampiran Rekap Hasil Observasi aktivitas Siswa Siklus III ... 127

18. Lampiran Hasil Skor Kinerja Siswa ... 129

19. Lampiran Rekap Skor Per Kelompok ... 130

20. Lampiran Pedoman Wawancara Guru ... 132


(11)

xi

24. Lampiran Format Lembar Observasi Guru ... 136 25. Lampiran Data Skor Kinerja Guru... 137 26. Lampiran Foto-foto Penelitian ... 138


(12)

1 A. Latar Belakang

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menitikberatkan pada penguasaan kompetensi oleh siswa dan dalam proses pembelajaran siswa yang aktif membentuk pengetahuannya. KBK diterapkan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Pembelajaran yang berkualitas dapat di lihat dari dua aspek yaitu proses pembelajaran dan hasil belajar. Proses pembelajaran yang berkualitas ditunjukkan adanya aktivitas di dalam kelas yang optimal sehingga proses pembelajaran yang aktif, efektif, menyenangkan, efektif dan kreatif. Pembelajaran yang berkualitas akan mendukung perolehan hasil belajar yang baik.

Hasil belajar juga dipengharui oleh sistem penilaian yang digunakan oleh guru. Sistem penilaian yang baik yaitu dapat mengumpulkan informasi yang sebenarnya (autentik) dan lengkap tentang siswa sehingga menunjukan kemajuan belajar siswa yang sebenarnya serta dapat memotivasi siswa untuk belajar.

Namun dalam kenyataan di lapangan, pelaksanaan KBK masih menemui banyak kendala sehingga masih banyak proses pembelajaran yang berjalan satu arah dan masih menitikberatkan pada penilaian ranah kognitif. Hal ini karena guru yang belum menemukan metode pembelajaran dan sistem penilaian yang tepat.

Hasil observasi awal terhadap proses pembelajaran yang berlangsung di kelas VII-B SMP Negeri 6 Semarang menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan lebih banyak kegiatan di dalam kelas, kurang bervariasi dan kurang memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran sehingga pembelajaran kurang menarik


(13)

minat siswa. Proses pembelajaran tersebut menimbulkan kecenderungan siswa bersikap pasif dan kurang memotivasi siswa, sehingga penguasaan kompetensi masih rendah. Dalam proses pembelajaran, interaksi dalam kelas juga belum optimal, kurang kerjasama antara siswa, kurang saling membantu dan lebih nampak sikap indivudialisme siswa, berdasarkan hasil wawancara dengan guru Biologi. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan hasil angket awal siswa menunjukkan sebagian besar siswa (75%) senang dan tertarik dengan Biologi.

Berdasarkan data awal ulangan harian kelas VII SMP Negeri 6 Semarang tahun 2004/2005, diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 6,35 dan ketuntasan belajar sebesar 68,75%. Standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) SMP Negeri 6 Semarang sebesar 6,5. Hal tersebut menunjukan hasil belajar siswa masih rendah. Rendahnya hasil belajar juga dipengaruhi sistem penilaian yang digunakan guru yaitu tes tertulis masih dominan, kurang pemberian tugas portofolio, penilaian kinerja kurang dan kurang melibatkan siswa dalam penilaian. Kenyataan ini berdasarkan hasil angket siswa yang sebagian besar (60,41%) siswa menyatakan belum pernah terlibat dalam menilai hasil karya sendiri. Kelas VII-B berada dekat dengan jalan raya dan selokan kotor sehingga proses pembelajaran menjadi kurang kondusif karena terganggu suara kendaraan bermotor dan bau selokan. Dengan kondisi kelas VIIB ini dapat mempengaruhi kinerja siswa dalam pembelajaran dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Materi Pengelolaan Lingkungan merupakan materi tentang keadaan lingkungan sekitar dan penerapan konsep sains untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Pembelajaran materi Pengelolaan Lingkungan lebih tepat dengan kegiatan eksplorasi lingkungan karena akan lebih faktual dan nyata, lebih menarik


(14)

minat siswa, meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan konsep Biologi lebih mudah dipahami dan lebih lama diingat. Proses pembelajaran biologi tersebut sejalan dengan pembelajaran berpendekatan jelajah alam sekitar (JAS). Pembelajaran berpendekatan JAS merupakan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar siswa baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya sebagai obyek belajar biologi seperti selokan, jalan raya dan lingkungan sekolah.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mengajarkan kerjasama antar siswa, saling membantu, saling menghargai, mengaktifkan siswa dan tidak menggolongkan siswa sehingga tidak terjadi persaingan tidak sehat dalam pembelajaran dan antar kelompok. Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yaitu Jigsaw yang membagi siswa dalam kelompok kecil yang heterogen. Pada Jigsaw ada pembagian tugas, setiap siswa mendapatkan tugasnya masing-masing untuk dikerjakan di kelompok ahli, sebelum mengajarkan pada teman-temannya sehingga setiap siswa mendapatkan tugas, aktif dalam pembelajaran dan saling bekerjasama serta saling membantu teman dalam mencapai kompetensi.

Sistem penilaian autentik tidak hanya menilai ranah kognitif tetapi juga ranah afektif, ranah psikomotorik, penilaian produk, portofolio, asesmen kinerja dan asesmen diri. Adanya keterlibatan siswa di dalam penilaian akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan mendukung perolehan hasil belajar yang baik. Dengan demikian, penilaian autentik akan lebih lengkap dalam mengumpulkan informasi yang sebenarnya tentang keberhasilan siswa dan kemajuan belajar siswa serta penilaian siswa sesuai dengan kemampuannya.


(15)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas maka pokok permasalahan yang akan dikaji adalah “Apakah penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran materi Pengelolaan Lingkungan?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini mempunyai tujuan yaitu: “Untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran materi Pengelolan Lingkungan melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik di SMP Negeri 6 Semarang”.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi siswa, guru, sekolah dan peneliti.

1. Bagi Siswa

a. Meningkatkan tanggung jawab perseorangan, karena dalam strategi Jigsaw

masing-masing siswa mendapat tugas satu materi tertentu dan harus menjelaskan pada kelompoknya. Siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan dituntut oleh rekan satu kelompok agar tidak menghambat yang lainya. b. Memperdalam pemahaman, karena masing-masing anggota kelompok harus

menjelaskan bahan pelajaran bagiannya kepada anggota kelompok lainnya. c. Meningkatkan rasa harga diri, motivasi belajar, mengurangi sifat apatis,


(16)

saling menbantu karena mereka bekerja dalam kelompok yang mempunyai tujuan sama.

2. Bagi Guru

a. Mendapatkan suatu strategi pembelajaran biologi yaitu strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw sebagai suatu alternatif dalam upaya mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

b. Membantu guru untuk melaksanakan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar secara efisien dan efektif.

c. Mendapatkan pendekatan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembelajaran Biologi yaitu pembelajaran Biologi dengan pendekatan JAS.

3. Sekolah

Memberikan sumbangan dalam perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan potensi belajar siswa yang akhirnya berpengaruh pada mutu sekolah.

4. Peneliti

Mendapatkan pengalaman dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

E. Penegasan Istilah

Dalam peneliltian ini perlu dijelaskan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian agar tidak terjadi salah penafsiran. Adapun istilah yang perlu dijelaskan adalah:


(17)

1. Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Dalam penelitian ini peningkatan kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah bertambah baiknya proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran di kelas. Perbaikan yang diharapkan dalam proses pembelajaran yaitu meningkatnya partisipasi siswa dan meningkatnya hasil belajar.

2. Pembelajaran dengan Pendekatan Jelajah Alam sekitar (JAS)

Pembelajaran JAS merupakan pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar siswa baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya sebagai obyek belajar biologi yang fenomenanya dipelajari melalui kerja ilmiah. Pendekatan ini menekankan pada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan situasi dunia nyata sehingga selain dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik. Pendekatan JAS memungkinkan peserta didik mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga hasil belajar lebih berdaya guna bagi kehidupannya (Ridlo, 2005).

3. Kooperatif Jigsaw

Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa ke dalam kelompok kecil dengan karakteristik heterogen. Setiap individu siswa dalam kelompok asal diberikan tugas mempelajari satu topik tertentu. Masing-masing siswa bertanggungjawab mempelajari topik yang ditugaskan dan mengajarkan kepada seluruh anggota kelompok lainnya. Siswa dari kelompok yang berbeda berkumpul dalam satu kelompok untuk mempelajari suatu materi atau topik yang sama dengan mendiskusikan bagian materi atau topik yang telah ditugaskan, sebelum mengajarkannya kepada teman-temannya (Ibrahim dkk, 2001).


(18)

4. Penilaian Autentik

Dalam penelitian ini yang dimaksud penilaian autentik atau asesmen autentik yaitu proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi yang lengkap tentang siswa (Ibrahim, 2003). Penilaian autentik yang digunakan berupa asesmen kinerja, asesmen diri, dan portofolio (Nur, 2005).

5. Materi Pengelolaan Lingkungan

Materi Pengelolaan Lingkungan mempelajari tentang konsekuansi penebangan hutan, pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan materi pengayaan pencemaran suara. Penyajian materi Pengelolaan Lingkungan sesuai dengan kurikulum 2004 SMP. Penyampian materi Pengelolaan Lingkungan dilaksanakan dalam 10 jam pelajaran dengan lima kali pertemuan.


(19)

8

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan (Ali, 1987). Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksi, dan daya penerimaan dan lain-lain. Sedangkan menurut Sardiman (2001), belajar merupakan serangkian kegiatan jiwaraga, psiko-fisik, untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Belajar bukan proses menghafal dan bukan mengingat, tetapi belajar adalah sebuah proses yang ditandai dengan adanya perubahan akibat adanya pengalaman. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip belajar yaitu mengalami sendiri artinya siswa yang belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. Belajar tidak hanya semata-mata sebagai suatu upaya dalam merespon suatu stimulus tetapi belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengalami, mengamati, mengerjakan, dan memahami melalui proses.

Menurut teori kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari (Darsono dkk, 2000), jadi siswa yang melakukan kegiatan


(20)

belajar secara aktif. Menurut Lie (2002) para guru hendaknya menyusun dan melaksanakan pembelajaran berdasarkan beberapa pokok pikiran sebagai berikut. a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.

b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif, berarti belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. c. Pengajaran perlu mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa, berarti

kegiatan pembelajaran harus lebih menekankan proses daripada hasil.

d. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara siswa dan guru.

Berdasarkan uraian di atas yang perlu diperhatikan para guru adalah bahwa sasaran proses pembelajaran adalah siswa, oleh karena itu proses pembelajaran harus melibatkan siswa sehingga meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, guru harus memilih strategi dan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa, memanfaatkan media pembelajaran baik teksbook atau kontekstual. Paradigma pendidikan modern menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran guru bukanlah satu-satunya sumber belajar di sekolah tetapi sebagai motivator dan fasilitator.

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Sudjana (2000) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa (faktor lingkungan).

a. Faktor dari dalam diri siswa

Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama adalah kemampuan yang dimiliki siswa. Kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil


(21)

belajar yang dicapai siswa. Menurut Carlk bahwa hasil belajar siswa di sekolah, 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan (Tim MKDK,1990).

Faktor lain yaitu motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Motivasi adalah dorongan dari dalam diri siswa atau seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar karena makin kuat motivasi seseorang dalam belajar maka makin optimal seseorang dalam melakukan aktivitas belajar (Tim MKDK, 1990). Perhatian seseorang akan meningkatkan konsentrasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar dan tidak lekas lupa. Faktor fisik dan psikis merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Kondisi fisik yang tidak kondusif, misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar. Demikian pula kondisi psikis yang kurang baik, misalkan gelisah, tertekan, dan lainnya merupakan kondisi awal yang tidak menguntungkan seseorang untuk belajar sehingga belajar menjadi tidak optimal.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor dari luar diri siswa yang menentukan atau mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu lingkungan belajar yang dominan mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah adalah kualitas pembelajaran yaitu tinggi-rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Setidaknya ada tiga unsur dalam pembelajaran yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu:


(22)

1. Kompetensi guru

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah guru, sebab guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran di samping buku pelajaran, dan media pembelajaran atau alat bantu. Dari variabel guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi profesional yang dimilikinya, artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru baik di bidang kognitif (intelektual), seperti penguasaan bahan ajar, bidang sikap seperti mencintai profesinya, dan bidang perilaku seperti ketrampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa, dan lainnya.

2. Karakteristik kelas

Variabel karakteristik kelas yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain: a) besarnya kelas (class size), b) suasana belajar, c) fasilitas dan sumber belajar yang tersedia.

3. Karakteristik sekolah

Karakteristik sekolah berkaitan dengan disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dalam arti memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapih dan teratur (Sudjana, 2000).

3. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

Manusia sebagai makhluk sosial, mutlak membutuhkan kerjasama dalam kelangsungan hidupnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur (1996) bahwa penggunaan secara efektif keterampilan-keterampilan kooperatif menjadi semakin penting agar berhasil dalam menghadapi tantangan lapangan kerja yang banyak


(23)

berorientasi pada kerja tim. Dari uraian di atas sangat jelas bahwa kerja kooperatif (bergotong-royong) menjadi sangat penting dalam kehidupan.

Pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajar bermakna yang mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Di dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda ini siswa akan menggunakan sejumlah kegiatan belajar untuk mengembangkan pemahaman terhadap suatu konsep, sub konsep atau materi. Asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif menurut Joyce & Weil dalam Hindarto (1996) adalah:

a. Sinergi yang dibangkitkan melalui kerangka kerjasama menghasilkan motivasi yang lebih baik daripada suasana persaingan individual.

b. Anggota kelompok kerjasama dapat saling belajar sesamanya.

c. Interaksi antara anggota kelompok membuahkan pengetahuan dan rasa sosial serta menumbuhkan aktivitas intelektual.

d. Kerjasama meningkatkan rasa solidaritas, membangun hubungan yang positif terhadap orang lain.

e. Kerjasama meningkatkan rasa percaya diri dalam peningkatan pembelajaran dan meningkatkan perasaan dihargai dan diperhatikan oleh orang lain dalam lingkungannya.

f. Para siswa, termasuk siswa sekolah dasar pun dapat belajar untuk meningkatkan kemampuan kerjasamanya.

Asumsi yang dikemukakan oleh Joyce & Weil tersebut didukung oleh pendapat Scott Gordon dalam Sulistyorini (1998) yang menyatakan bahwa pada


(24)

dasarnya manusia lebih senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Berkumpul dengan yang sepadan akan meningkatkan rasa aman, nyaman dalam menjalankan sebuah aktivitas sehingga akan terjalin kerjasama dan hubungan yang positif. Berbeda dengan jika berkumpul dengan yang berbeda akan membuat rasa tidak nyaman dan aman sehingga sulit untuk bekerjasama dan membuat hubungan yang kurang positif.

Slavin (1995) menyatakan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling bekerjasama dan saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Hal ini karena sesama siswa sudah terjalin hubungan yang dekat dan kebersamaan sehingga akan lebih menyenangkan dalam belajar.

Beberapa teori yang mendasari mengapa siswa yang saling bekerja dalam kelompok kooperatif akan belajar lebih banyak daripada kelas yang diorganisasikan secara tradisional menurut Slavin (1995) adalah:

a. Teori Motivasi

Menurut teori motivasi, motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak pada bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian saat siswa melakukan kegiatan. Terdapat tiga struktur pencapaian tujuan yaitu:

1) Kooperatif; dimana usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dengan individu menyumbang untuk pencapian tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lain mencapai tujuan tersebut.

2) Kompetitif; dimana usaha-usaha yang dilakukan berorientasi pada pencapaian tujuan individual dan membuat frustasi pencapaian tujuan individu lain. Siswa


(25)

yakin bahwa untuk mencapai tujuan tersebut jika dan hanya jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut.

3) Individualistik; dimana usaha-usaha yang berorientasi tujuan tiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan teori motivasi, struktur pencapain tujuan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang diinginkan, anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan kelompoknya dan yang lebih penting adalah memberi dorongan atau dukungan pada anggota lain untuk berusaha secara optimal mencapai tujuan.

Kritik teori motivasi terhadap pengorganisasian kelas secara tradisional adalah bahwa pemberian rangking prestasi belajar yang kompetitif dan sistem penghargaan yang tidak formal terhadap kelas, menciptakan norma kelas yang memperlemah upaya-upaya akademik, karena keberhasilan seorang siswa mengurangi keberhasilan siswa lainnya (Ibrahim dkk, 2001).

b. Teori Kognitif

Teori kognitif terdiri dari teori perkembangan dan teori elaborasi kognitif, penjelasannya sebagai berikut.

1) Teori Perkembangan mengasumsikan bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai, meningkatkan penguasan mereka terhadp konsep yang sulit. Menurut Vygotsky interaksi antar siswa terjadi pada “ zone of development ” yaitu jarak antar tingkat perkembangan yang didedifinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat


(26)

perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

2) Teori Elaborasi Kognitif, penelitian dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada dalam memori, maka siswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur atau elaborasi kognitif atas suatu materi. Salah satu cara elaborasi kognitif yang efektif adalah menjelaskan materi itu pada orang lain.

Banyak penelitian yang menyatakan betapa pentingnya menerapkan pembelajaran kooperatif di dalam proses pembelajaran, namun masih banyak guru yang khawatir untuk menerapkannya. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada beberapa alasan yaitu: 1) kemungkinan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok; 2) banyak siswa yang tidak senang jika disuruh bekerja sama dengan yang lain; 3) siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu kelompok dengan yang lebih pandai; 4) siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang hanya numpang saja hasil jerih payah mereka.

Kekhawatiran-kekhawatiran tersebut terjadi karena guru menerapkan pembelajaran kelompok tradisional yaitu guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil kemudian memberi tugas untuk diselesaikan tanpa melalui pembagian tugas yang adil, dan siswa merasa ditinggal begitu saja sehingga mereka bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan


(27)

tugas tersebut. Kejadian tersebut tidak akan terjadi jika guru benar-benar menerapkan pembelajaran kooperatif dengan baik.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan pembelajaran kelompok tradisional. Perbedaan struktur kelompok antara kelompok pembelajaran kooperatif dengan kelompok tradisional (Sulistyorini, 1998) yaitu:

Kelompok Pembelajaran Kooperatif Kelompok Tradisional - Kepemimpinan bersama

- Saling ketergantungan positif - Keanggotaan heterogen

- Mempelajari adanya keterampilan-keterampilan kooperatif

- Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok - Menekankan pada tugas dan

hubungan kooperatif - Ditunjang oleh guru

- Satu pemimpin

- Tidak ada saling ketergantungan - Keanggotan yang homogen - Asumsi adanya

keterampilan-keterampilan sosial yang efektif - Tanggung jawab terhadap hasil

belajar sendiri

- Hanya menekankan pada tugas

- Diarahkan oleh guru

Menurut Ibrahim, dkk (2001) agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan secara efektif harus ditanamkan unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif:

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.


(28)

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya memiliki tujuan sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberi hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Kebanyakan pembelajaran yang mengunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri (Ibrahim dkk, 2001) sebagai berikut: a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, c) bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, dan d) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Menurut Joyce & Weil dalam Hindarto (1996), bahwa keberhasilan pembelajaran kooperatif sangat dipengaruhi oleh usaha guru dalam membantu siswa mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja kooperatif. Guru di dalam proses belajar bertindak sebagai fasilitator terhadap proses di dalam kelompok, pengarah dalam kelompok supaya kegiatan benar-benar tertuju


(29)

pada kegiatan edukatif serta sebagai pengawas kegiatan edukatif yang terjadi, agar siswa mendapatkan pengalaman belajar.

Model pembelajaran kooperatif banyak macamnya, misalnya STAD, TGT dan Jigsaw. Strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson di Unversitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin di Universitas John Hopkins. Jigsaw merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang memungkinkan masing-masing siswa suatu kelompok mengkhususkan diri pada salah satu materi pembelajaran. Dalam strategi ini guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu mengaktifkan skemata ini agar bahan pembelajaran lebih bermakna.

Dalam penerapan Jigsaw (Ibrahim dkk, 2001), siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Kelompok ini disebut kelompok asal (original group). Materi pembelajaran diberikan dalam bentuk teks atau tugas tertentu. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian tertentu bahan atau mengerjakan tugas tertentu yang diberikan. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi atau mengerjakan tugas tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli (expert group). Selanjutnya anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajari di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Hubungan antara kelompok asal dengan kelompok ahli ditunjukan oleh gambar berikut.


(30)

Kelompok Asal:

Kelompok Ahli:

Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw. Keterangan gambar:

Kelompok asal (A, B, C, D, E) merupakan satu kelompok yang terdiri dari 5 anggota siswa yang memiliki tugas berbeda. Kelompok ahli (A, A, A, A, A) merupakan kumpulan siswa dari kelompok asal yang memiliki tugas yang sama.

Manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain (Linda Lundgren dalam Ibrahim dkk, 2001): 1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas; 2) rasa harga diri menjadi lebih tinggi; 3) memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah; 4) memperbaiki kehadiran; 5) angka putus sekolah menjadi rendah; 6) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar; 7) konflik antar pribadi berkurang; 8) sikap apatis berkurang; 9) pemahaman yang lebih mendalam; 10) motivasi lebih besar; 11) retensi lebih lama; 12) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

4. Pendekatan JAS (Jelajah Alam Sekitar)

JAS adalah Jelajah Alam Sekitar merupakan sebuah pendekatan baru dalam pendidikan yang dikembangkan melalui program hibah kompetitif A2. Menurut Ridlo (2005), JAS merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran Biologi dengan mengajak subjek didik mengekplorasi lingkungan untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga memiliki

A B C D E

A A A A A A B C

D E

A B C D E

A B C D E

A B C D E


(31)

penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan mensikapi dan penguasaan bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hai ini bukan saja sebagai sumber belajar tetapi menjadi objek yang harus diuntungkan sebagai akibat adanya kegiatan pembelajaran. Pembelajaran JAS berbasis pada akar budaya, dikembangkan sesuai dengan metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagi cara.

Kartijono dan Mariyanti (2005) berpendapat, JAS adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan alam sekitar kehidupan peserta didik baik lingkungan fisik, sosial, budaya sebagai objek belajar biologi dengan mempelajari fenomenanya melalui kerja ilmiah. Pendekatan ini menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga dapat membuat wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik. Pendekatan ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna bagi kehidupannya.

Adapun Santoso (2005) menjelaskan pembelajaran JAS sebagai berikut: 1) selalu dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung, maupun menggunakan media; 2) selalu ada kegiatan berupa peramalan, pengamatan, dan penjelasan; 3) ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual. Sedangkan, Andreas (Santoso, 2005) menyatakan JAS merupakan contextual teaching and learning (CTL)-nya biologi.

Dalam implementasi JAS, penjelajahan merupakan penciri kegiatan dan alam sekitar merupakan objek yang bisa di ekplorasi fungi dan strukturnya. Untuk lebih jelasnya diuraikan di bawah ini yaitu:


(32)

1) Kegiatan penjelajahan merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran (biologi) dengan mengajak subjek didik aktif mengekplorasi lingkungan untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan mensikapi dan penguasaan bermasyarakat. Lingkungan sekitar dalam hal ini bukan saja sebagai sumber belajar tetapi menjadi objek yang harus diuntungkan sebagai akibat adanya kegiatan pembelajaran. Pembelajaran JAS berbasis pada akar budaya, dikembangkan sesuai dengan metode ilmiah dan dievaluasi dengan berbagi cara.

2) Penciri dalam kegiatan pembelajaran JAS adalah:

a. Selalu dikaitkan dengan alam sekitar secara langsung, tidak langsung, maupun menggunakan media.

b. Selalu ada kegiatan berupa peramalan, pengamatan, dan penjelasan.

c. Ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual.

3) Model-model pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah model yang lebih bersifat student centered, lebih memaknakan sosial, lebih memanfaatkan multiresources dan assesment yang berbasis mastery learning.

Menurut Kartijono dan Mariyanti (2005) ciri-ciri pembelajaran dengan pendekatan JAS adalah sebagai berikut: a) constructivisme, b) proses sains, c) inquiri, d) ekplorasi lingkungan alam sekitar, e) alternative assessment. Sedangkan hakekat pendekatan pembelajaran JAS adalah 1) siswa belajar dengan melakukan secara nyata dan alamiah; 2) bentuk kegiatan lebih utama daripada hasil; 3) terbentuknya masyarakat belajar; 4) berpikir tingkat tinggi; 5)


(33)

memecahkan masalah; 6) menanamkan sikap ilmiah; 7) hasil belajar diukur dengan berbagai cara ( tidak hanya dengan tes).

5. Penilaian Autentik dalam Proses Pembelajaran.

Terdapat empat komponen dalam KBK yaitu (1) kurikulum dan hasil belajar, (2) penilaian berbasis kelas, (3) kegiatan belajar mengajar, dan (4) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Hubungan dari ke empat komponen KBK digambarkan di bawah ini yaitu:

Gambar 2. Hubungan antar komponen dalam KBK.

Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi dan membuat keputusan berdasarkan informasi itu (Blaustein dalam Ibrahim, 2003). Puckett dan Black dalam Rosidin (2004) menjelaskan bahwa teknik dan strategi asesmen dapat dilakukan dengan formal dan informal. Dalam asesmen formal biasanya menggunakan tes-tes standar, sedangkan asesmen informal menekankan pada asesmen autentik 4P, yaitu performance, proses, produk, dan portofolio.

Arends (1997) mengartikan asesmen autentik sebagai proses asesmen performance siswa dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam situasi nyata. Mc. Tighe dalam Rosidin (2004) juga menegaskan bahwa asesmen autentik mencari dan mengumpulkan serta mensintesis informasi kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan proses dalam situasi

Kurikulum 2004 (KBK) Kurikulum dan Hasil

Belajar

Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah

Kegiatan Belajar Mengajar Penilaian Berbasis

Kelas 1

4

2


(34)

nyata. Asesmen autentik merupakan metode asesmen alternatif yang memungkinkan siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaikan masalah, atau mengekplorasikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata.

Asesmen autentik juga sering dikenal dengan istilah asesmen alternatif atau asesmen lembar kerja yang kesemuanya ini merupakan upaya mendeskripsikan bentuk-bentuk asesmen yang lebih bermakna. Melalui cara ini fokus asesmen bergeser dari peserta didik “beraktivitas untuk mendapatkan nilai dengan menjawab atau memilih jawaban” menjadi “beraktivitas untuk menunjukan apa yang diketahui dan apa yang dapat dilakukan”. Wiggins dalam Rosidin (2004) menyatakan bahwa asesmen yang tidak kontekstual kurang validitasnya. Dalam pengembangan asesmen yang kontekstual diperlukan asesmen autentik, yakni suatu asesmen yang valid dan autentik terhadap hal yang telah dipahami siswa. Stiggins dalam Rosidin (2004) menyatakan dalam salah satu prinsip penilaian “assessment as instruction” bahwa “assessment and teaching can be one and the same”. Dengan demikian asesmen autentik harus dipahami dan dilakukan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Dalam konteks tersebut, asesmen dilakukan untuk mendukung upaya peningkatan mutu proses pembelajaran.

Menurut Ibrahim (2003), asesmen autentik dilakukan untuk mengevaluasi tugas-tugas autentik yang telah dilakukan oleh siswa, sehingga guru dapat memiliki informasi yang lengkap tentang siswa. Sedangkan, Rosidin (2004) menyatakan bahwa asesmen autentik bertujuan untuk menyediakan informasi


(35)

yang absah/valid dan akurat mengenai hal yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa. Aktivitas siswa terdiri dari aktivitas yang dapat meliputi baik nyata maupun tersembunyi, yang pada dasarnya meliputi tiga aspek: kognitif, yaitu proses mengetahui dan berpikir; afektif atau perasaan dan emosi; dan psikomotorik, yaitu keterampilan.

Menurut Nur dalam Ibrahim (2003), asesmen autentik memiliki ciri sebagai berikut: 1) mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. 2) mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan. 3) penilaian terhadap produk atau kinerja. 4) tugas-tugas konstekstual dan relevan. 5) proses dan produk, dua-duanya dapat diukur.

Karakteristik asesmen autentik menurut Mulyani (2003) adalah asesmen autentik dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan performansi, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feed back.

Asesmen autentik menurut Nur (2005) meliputi asesmen kinerja, portofolio, dan asesmen-diri siswa, penjelasan lebih lanjut sebagai berikut.

a. Asesmen kinerja

Asesmen kinerja terdiri dari setiap bentuk asesmen dimana siswa menunjukan atau mendemonstrasikan suatu respons secara lisan, tertulis, atau menciptakan suatu karya. Dalam asesmen kinerja siswa diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan pengetahuan awal, pembelajaran yang baru diperoleh, dan keterampilan-keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah realistik atau autentik. Siswa mungkin diminta untuk menggunakan bahan-bahan atau


(36)

melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah. Beberapa karakteristik asesmen kinerja adalah: 1) menyusun respons, 2) pemikiran tingkat tinggi, 3) keautentikan, 4) keterpaduan, 5) proses dan produk, 6) kedalaman vs luas namun dangkal.

b. Asesmen portofolio

Asesmen portofolio merupakan suatu kumpulan sistematik karya siswa yang dianalisis untuk menunjukkan kemajuan siswa dari waktu ke waktu ditinjau dari pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Salah satu figur penting dari asesmen portofolio adalah keterlibatan siswa dalam pemilihan contoh-contoh karya mereka sendiri untuk menunjukan perkembangan atau pembelajaran dari waktu ke waktu. Dalam penerapan asesmen portofolio sangat berpusat pada siswa dan siswa memiliki peran dalam pengasesan kemajuan mereka sendiri di dalam kelas. Keuntungan portofolio (Nur, 2005) yaitu menghubungkan asesmen dengan pembelajaran, portofolio memiliki validitas, portofolio meningkatkan jumlah di samping mutu tulisan dan menyumbang terhadap perkembangan kognitif, penggunaan portofolio mendorong siswa untuk melakukan refleksi atas karyanya, menganalisis kemajuan dan menetapkan tujuan perbaikan, dan hasil-hasil portofolio dapat digunakan untuk merencanakan pengajaran.

c. Asesmen diri (self assessment)

Asesmen-diri siswa merupakan elemen kunci dalam asesmen autentik. Asesmen diri menggalakkan keterlibatan langsung siswa dalam pembelajaran. Siswa memiliki kebebasan untuk memilih kegiatan-kegiatan menantang, berani mengambil resiko, dan menyelesaikan tujuan-tujuan yang diinginkan. Siswa yang mengatur diri sendiri pembelajaran mereka tersebut (self-regulated learners)


(37)

bekerja sama dengan siswa lain dalam bertukar ide, mencari bantuan bila diperlukan, dan memberikan dukungan kepada teman sebaya mereka. Akhirnya, self-regulated learners atau pembelajar mandiri memonitor kinerja mereka sendiri dan mengevaluasi kemajuan dan hasil belajar mereka sendiri.

Dalam penerapan asesmen autentik dalam pembalajaran diawali dengan perencanaan dan pengembangan asesmen autentik terdiri dari delapan langkah: 1) membentuk tim, 2) menentukan tujuan-tujuan asesmen autentik, 3) menetapkan tujuan-tujuan pembelajaran khusus atau indikator, 4) melakukan pengembangan asesmen autentik secara profesional, 5) mengkumpulkan contoh-contoh asesmen autentik, 6) mengadaptasi asesmen yang ada atau mengembangkan yang baru, 7) menguji coba asesmen autentik, 8) menelaah tugas autentik.

B. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritik di atas maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah: “Dengan menerapkan pembelajaran koooperatif Jigsaw melalui pendekatan jelajah alam sekitar (JAS) dan penilaian autentik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada materi Pengelolaan Lingkungan”.


(38)

27

A. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Semarang siswa kelas VII-B pada semester genap. Kelas VII-B memiliki 48 siswa yang terdiri dari 19 lelaki dan 29 perempuan dengan kualitas pembelajaran yang masih rendah. Penelitian ini menerapkan pembelajaran koooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan beranggotakan 5-6 siswa sebanyak sembilan kelompok asal.

B. Faktor yang diteliti

Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor guru dan siswa yaitu:

1. Faktor guru, yang diamati adalah kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dan tanggapan guru.

2. Faktor siswa, yang diamati adalah aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, karya siswa, tanggapan siswa, dan hasil belajar siswa.

C. Rencana Tindakan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus. Tiap siklus mencakup empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi, refleksi (reflecting). Sebelum dilakukan penelitian diadakan kegiatan pra-penelitian yaitu: Observasi awal dilakukan bertujuan untuk identifikasi masalah, menganalisis


(39)

penyebab masalah dan menetapkan tindakan pemecahannya. Beberapa kegiatan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah yaitu melalui pemberian angket siswa, wawancara siswa, wawancara guru biologi dan melihat langsung proses pembelajaran. Berdasarkan analisis terhadap masalah yang ditemukan, kemudian ditentukan tindakan yang digunakan yaitu menerapkan melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik pada materi pengelolaan lingkungan. Menjelaskan kepada siswa tentang strategi Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik agar siswa siap mengikuti pembelajaran.

Langkah-langkah penelitian yang ditempuh pada setiap siklus secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Perencanaan

Pada tahap perencanaan meliputi kegiatan membuat rencana pembelajaran (RP) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik; membuat angket siswa, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi kinerja guru, lembar pelaksanaan pembelajaran oleh guru, lembar wawancara guru; menyusun alat evaluasi (kuis/test) berupa tes tertulis; penentuan kelompok secara heterogen berdasarkan hasil ulangan harian; membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dengan 5-6 siswa; membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi lima bagian. Materi pokok pengelolaan lingkungan terdiri dari empat sub materi yaitu konsekuensi penebangan hutan, pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah dan satu materi pengayaan yaitu pencemaran suara. Menyiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran.


(40)

2. Pelaksanaan tindakan (acting)

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, dilaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan bersama guru. Pada dasarnya dalam penelitian ini bentuk tindakannya sama pada tiap-tiap siklus yaitu menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Pada siklus dua dan tiga, pelaksaaan tindakan (acting) lebih dikembangkan dan disempurnakan. Pelaksanaan tindakan secara rinci dapat dijelaskan yaitu:

a. Guru (pengajar) memberikan pengenalan materi Pengelolaan Lingkungan dengan cara bertanya kepada siswa apa yang ketahui mengenai lingkungan sekitar dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memotivasi dan mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran.

b. Guru memberikan tugas pada siswa. Dalam satu kelompok asal siswa

mendapatkan tugas yang berbeda-beda. Tugas tersebut dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS) atau lembar diskusi siswa (LDS).

c. Siswa yang mendapat bagian tugas yang sama bertemu dalam satu kelompok ahli untuk mengerjakan tugas dan/atau mendiskusikannya. Kemudian kembali ke “kelompok asal”nya untuk menjelaskan bahan bagiannya kepada anggota kelompok yang lainnya.

d. Siswa mengikuti diskusi kelas dan pengambilan kesimpulan dengan bimbingan guru. Diadakan tes individu untuk mengukur pemahaman siswa.

3. Pengamatan (observing)

Pada kegiatan pengamatan ini peneliti dibantu oleh rekan mahasiswa berjumlah empat orang sebagai kolaborator sehingga seluruhnya pengamat


(41)

berjumlah lima orang. Pembagian tugas dalam observasi yaitu semua rekan mahasiswa ikut mengamati guru dan siswa sesuai dengan kemampuannya. Observasi pelaksanaan tindakan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efek tindakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan JAS melalui pembelajaran kooperatif jigsaw dan penilaian autentik. Observasi dilaksanakan bersamaan pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Aspek–aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung serta hasil tes pada akhir siklus.

4. Refleksi (reflecting)

Hasil dari tahap observasi yang meliputi aktivitas siswa selama proses pembelajaran, tanggapan siswa, cara guru mengajar, tanggapan guru dan hasil tes pada akhir siklus serta kendala–kendala yang dihadapi selama kegiatan pembelajaran. Data hasil observasi di analisis dan dikaji sehingga diperoleh hasil refleksi untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama menerapkan pendekatan JAS melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dan penilaian autentik. Hasil refleksi yang dilaksanakan pada tahap ini digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus berikutnya. Kegiatan refleksi dilaksanakan setelah dilakukan observasi dan dilakukan oleh peneliti serta guru biologi ikut memberikan masukan untuk perbaikan pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya.

Alur penelitian ini dapat dijelaskan melalui skema pada gambar 3 pada halaman 31.


(42)

Studi awal pembelajaran biologi di SMP 6 Semarang

Permasalahan:

Rendahnya kualitas pembelajaran biologi di kelas VIIB SMP 6 Semarang ditandai keaktifan siswa yang rendah, hasil belajar yang cukup rendah pada materi Pengelolaan Lingkungan.

Alternatif pemecahan (rencana tindakan) I: Penerapan pendekatan JAS melalui

pembelajaran kooperatif Jigsaw dan penelitiaan autentik.

Pelaksanaan tindakan I: guru melakukan prose pembelajaran pada materi pengelolaan lingkungan pada konsekuensi penebangan hutan dan pencemaran udara

Observasi I:

Mengamati aktivitas selama pembelajaran dan dalam kelompok, memberi angket siswa, memberikan tes siklus I, kinerja guru selama proses pembelajaran serta wawancara guru. Analisis Data I:

menganalisis data hasil tes, data aktivitas siswa, tanggapan siswa, kinerja guru dan tanggapan guru.

SIKLUS I

Refleksi I:

• Indikator untuk nilai tes sudah tercapai, keatifan siswa dan kinerja guru meningkat dari sebelum penelitian tindakan kelas namun belum mencapai indikator.

• Kekurangan: Guru terlalu cepat dalam menerangkan, saat membimbing siswa dalam kelompok masih kurang optimal dan masih mendikte. Keaktifan siswa belum menyeluruh.

Rencana tindakan II:

Pembelajaran materi pencemaran air dan pencemaran tanah dengan menerapkan pendekatan JAS melalui strategi jigsaw

dan penilaian autentik dengan praktikum, diskusi kelompok, diskusi kelas, perbaikan pengelolaan kelas dalam pembelajaran oleh guru, membimbing siswa untuk menemukan jawaban dan mengurangi kecepatan dalam menerangkan.

Observasi II: Memberi tes siklus II, mengamati aktivitas siswa, tanggapan siswa, kinerja guru dan tanggapan guru.

Analisis Data II: Menganalisis data hasil tes, aktivitas siswa, tanggapan siswa, kinerja guru dan tanggapan guru. Refleksi II:

• Indikator untuk tes belum tercapai, keaktifan siswa dan kinerja guru meningkat dari kegiatan siklus I.

• Kekurangan: kekurangtegasan guru dalam mengorganisasikan waktu pada saat melakukan praktikum dan diskusi kelompok, kurang optimal dalam diksusi kelas.

SIKLUS II

Rencana Tindakan III:

Pembelajaran pada materi pencemaran suara dengan pendekatan JAS strategi

Jigsaw dan penilaian autentik disertai praktikum dan diskusi kelompok dan diskusi kelas, pembelajaran lebih dikembangkan guru mengoptimalkan dalam membimbing dan menerangkan lebih jelas dan lambat.

SIKLUS III

Pelaksanaan Tindakan III: Guru melakukan proses pembelajaran yang telah dikembangkan sesuai dengan rencana tindakan III pada materi pencemaran suara.

Observasi III: Memberikan tes siklus III, mengamati aktivitas siswa, tanggapan siswa, kinerja guru dan tanggapan guru.

Analisis Data III:

Menganalisis data hasil tes siklus III, aktivitas siswa, tanggapan siswa, kinerja guru dan tanggapan guru.

Refleksi III:

* Indikator untuk nilai tes tercapai, keaktifan siswa dan kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran meningkat dari siklus II.

Gambar 3. Alur penelitian

Pelaksanaan Tindakan II: Guru melakukan proses pembelajaran dengan

pendekatan JAS melalui strategi

Jigsaw dan penilaian autentik pada materi pencemaran air dan tanah yang telah dikembangkan seperti pada rencana tindakan II.


(43)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes tertulis, lembar observasi aktivitas siswa, lembar angket siswa, lembar observasi kinerja guru dan pedoman wawancara guru. Instrumen yang telah dibuat oleh peneliti dikonsultasikan kepada dosen pembimbing agar diperoleh instrumen yang baik.

1. Tes Tertulis

Tes tertulis digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa. Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa pilihan ganda. Pengambilan data melalui tes ini dilakukan sesudah proses pembelajaran pada tiap akhir siklus. Alat evaluasi berupa tes tertulis ini terlebih dahulu diuji cobakan di luar sampel penelitian sebelum digunakan dalam penelitian untuk mengetahui taraf kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitas soal.

a. Taraf kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Hasil uji coba soal tes didapat lihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Tingkat kesukaran soal tes hasil uji coba. Aspek

Soal

Siklus Hasil Uji Coba

Nomor Soal Keterangan

Siklus I

Sedang : 20 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 1 9, 20.

Dipakai Sedang : 17 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13,

14, 15, 16, 17, 18.

Dipakai Siklus

II

Sukar: 1 10 Dipakai

Tingkat Kesukaran

Siklus III

Sedang : 20 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.

Dipakai Keterangan: Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7, halaman 103. b. Daya pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemmpuan tinggi) dengan siswa yang bodoh


(44)

(berkemampaun rendah). Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja. Daya pembeda soal tes hasil uji coba disajikan pada tabel 2 yaitu:

Tabel 2. Daya pembeda soal tes hasil uji coba.

Aspek Soal Siklus Hasil Uji Coba Nomor Soal Keterangan

Baik: 8 2, 3, 4, 6, 9, 11, 14, 17. Dipakai

Siklus I

Cukup: 12 1, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20.

Dipakai Baik: 8 3, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16. Dipakai Cukup: 9 1, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 17, 18. Dipakai Siklus

II

Jelek: 1 2 Diperbaiki

Baik: 8 5, 6, 9, 12, 13, 14, 15, 16. Dipakai Cukup: 11 1, 2, 3, 4, 7, 8, 10, 11, 17,

18, 19 Dipakai Daya pembeda Siklus III

Jelek: 1 20 Diperbaiki

Keterangan: Data selengkapnya disajikan pada lampiran 7 halaman 103.

c. Validitas

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes tersebut dengan kriteria. Berdasarkan hasil uji coba didapat data validitas soal yang disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Validitas soal tes hasil uji coba. Aspek

Soal

Siklus Hasil Uji Coba Nomor Soal Keterangan

Valid: 16 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 20.

Dipakai Siklus I

Tidak valid: 4 7, 8, 15, 18. Diperbaiki

Valid: 13 3, 4, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18.

Dipakai Siklus

II

Tidak valid: 5 1, 2, 5, 6, 11. Diperbaiki

Valid: 14 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, 20.

Dipakai Validitas

Siklus III

Tidak valid: 6 1,8,10,17,18,20. Diperbaiki


(45)

d. Reliabilitas

Reliabilitas dihitung dengan teknik korelasi KR-21, berdasarkan hasil uji coba reabilitas soal tes pada siklus I, siklus II dan siklus III bertururt-turut sebesar (0,812), (0,761) dan (0,819).

Berdasarkan hasil uji coba soal maka ditetapkan 20 soal yang digunakan untuk tes akhir siklus I, 18 soal untuk tes akhir siklus II dan untuk tes akhir siklus III digunakan sebanyak 20 soal.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk memperoleh data tentang keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan dalam kelompok, kinerja guru selama melakukan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik pada materi pengelolaan lingkungan.

3. Lembar Angket Siswa

Lembar angket siswa digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa. Adapun isi dari angket siswa yaitu

a. Pembelajaran biologi lebih menyenangkan setelah penerapan pembelajaran model Jigsaw dengan pendekatan JAS.

b. Pemahaman terhadap materi dengan menerapkan pembelajaran model Jigsaw dengan pendekatan JAS.

c. Kesan terhadap cara mengajar guru biologi dengan menerapkan pembelajaran model Jigsaw dengan pendekatan JAS.


(46)

e. Kesan anda terhadap suasana kelas saat pembelajaran model Jigsaw dengan pendekatan JAS.

4. Pedoman Wawancara

Instrumen ini digunakan oleh peneliti sebagai arahan dalam melakukan wawancara guru untuk mengambil data tentang:

a. Bagaimana kesan bapak/ibu terhadap pembelajaran materi Pengelolaan

Lingkungan melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS? b. Menurut bapak/ibu bagaimana aktivitas belajar siswa selama pembelajaran materi

Pengelolaan Lingkungan melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS?

c. Jika dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya apakah ada peningkatan kualitas pembelajaran setelah menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS?

d. Kesulitan apa saja yang ditemukan dalam pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS?

E. Data dan Cara Pengambilan Data

a. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru pada saat proses pembelajaran dan setelah proses pembelajaran.

b. Data dan Cara Pengambilan Data

Data dan cara pengambilan data dalam penelitian ini yaitu:


(47)

2. Data aktivitas siswa selama pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.

3. Data tanggapan siswa siswa selama pembelajaran diambil dengan

menggunakan lembar angket siswa.

4. Data kinerja guru selama pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi kinerja guru.

5. Data tanggapan guru selama pembelajaran diambil dengan wawancara.

F. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian yang berupa hasil belajar siswa, aktivitas siswa dalam kelompok, akvititas siswa dalam proses pembelajaran dan kinerja guru. Untuk data hasil belajar siswa dianalisis yaitu analisis rata-rata kelas, ketuntasan belajar secara individual, ketuntasan secara klasikal.

1. Rata-rata Kelas

Untuk menghitung nilai rata-rata kelas pada masing-masing siklus menurut Sudjana (2000) yaitu:

Keterangan:

X = Nilai rata-rata kelas ∑X = Jumlah nilai kelas N = Banyaknya siswa

2. Ketuntasan belajar secara individual

Siswa dikatakan tuntas belajar secara individual apabila telah mencapai nilai 6,5 ke atas. Dengan demikian siswa yang memperoleh nilai 6,5 ke bawah secara

N X


(48)

individual belum tuntas belajarnya. Rumus yang digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar secara individual menurut Ali (1987) sebagai berikut.

Keterangan:

NS = Nilai ketuntasan secara individual ∑b = Jumlah skor jawaban benar setiap siswa ∑n = Jumlah seluruh item soal

3. Ketuntasan belajar secara klasikal

Nilai kuis diperoleh setelah diadakan tindakan kelas, kemudian dianalisis untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Rumus yang digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar secara klasikal menurut Ali (1987) adalah:

Keterangan:

P = Nilai ketuntasan belajar

n1 = Jumlah siswa tuntas belajar secara individual (nilai 6,5 ke atas)

n = Jumlah total siswa

Untuk data aktivitas siswa dan kinerja guru dianalisis dengan patokan skor sebagai berikut:

1. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan format lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari 16 items dan empat pilihan jawaban maka rentangan skor dari 16 – 64. Memodifikasi dari Arikunto (2001), penentuan kriteria aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan patokan skor sebagai berikut.

Baik sekali : 52 – 64

Baik : 40 – 51

∑ ∑ =

n b NS

% 100

1× =

n n P


(49)

Kurang : 28 – 39 Kurang sekali : 16 – 27 2. Aktivitas siswa secara klasikal.

Penentuan kriteria aktivitas siswa secara klasikal dalam proses pembelajaran sebagai berikut (Ali, 1987):

Keterangan:

K : keaktifan siswa secara klasikal 1

a

Σ : jumlah siswa dengan kriteria baik dan baik sekali ∑a : jumlah total siswa

3. Kinerja guru.

Berdasarkan format lembar observasi kinerja guru dalam proses pembelajaran terdiri dari 21 item dan empat pilihan jawaban maka rentangan skor dari 21 – 84. Penentuan kriteria kinerja guru dengan patokan skor dari lembar observasi kinerja guru sebagai berikut.

Baik sekali : 69 – 84

Baik : 53 – 68

Kurang : 37 – 52

Kurang sekali : 21 – 36

F. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah selama proses pembelajaran ≥85% siswa aktif dalam pembelajaran dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal adalah 85% siswa memperoleh nilai ≥ 6,5.

% 100 a a

K 1×

Σ Σ =


(50)

39 1. Keaktifan Siswa

Pada setiap kegiatan pembelajaran diadakan observasi terhadap keaktifan siswa sebagai alat untuk mengetahui tingkat keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh lima mahasiswa untuk melaksanakan observasi aktivitas siswa. Data keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran pada setiap siklus disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa Selama Proses Pembelajaran. Kategori Tingkat Keaktifan siswa

Keterangan Baik Sekali

(BS)

Baik (B) Kurang (K)

Sangat Kurang (SK)

Keaktifan klasikal (BS + B)

Frekuensi 9 32 4 3 41

Siklus I

Persentase 18.75% 66,67% 8,33% 6,25% 85,42%

Frekuensi 7 35 6 0 42

Siklus II

Persentase 14,58% 72,92% 12,5% 0% 87,5%

Frekuensi 11 34 3 0 45

Siklus III

Persentase 22,92% 70,83% 6,25% 0% 93,75% Keterangan: Data selengkapnya pada Lampiran 16-18, halaman 121-127.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh keaktifan siswa selama penelitian untuk siklus I sebesar 85,42%, pada siklus II menjadi 87,5% dan siklus III meningkat menjadi 93,75%, yang telah memenuhi indikator kinerja. Peningkatan keaktifan


(51)

siswa yang cukup besar karena siswa ikut terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Pada pelaksanaan proses pembelajaran siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan anggota 5-6 siswa sehingga terbentuk sembilan kelompok yaitu I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII dan IX. Selanjutnya kelompok ini disebut kelompok asal. Dalam kelompok asal siswa mendapat tugas yang berbeda Siswa yang mendapat tugas yang sama akan bergabung membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas, yang selanjutnya kelompok ini disebut kelompok ahli. Setelah siswa selesai bekerja dalam kelompok ahli, siswa akan kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan hasil kerja pada anggota kelompoknya. Selanjunya diadakan diskusi kelas untuk menyatukan kerangka berpikir dan mengambil kesimpulan yang dibimbing guru. Ibrahim (2001) berpendapat bahwa siswa aktif bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. Menurut Darsono dkk (2000) bahwa pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari, jadi siswa yang melakukan kegiatan belajar secara aktif. Hasil penelitian Chalimah (2006) bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw akan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

Keaktifan siswa yang baik juga dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu pendekatan JAS. Pembelajaran JAS memiliki karakteristik penjelajahan terhadap lingkungan sekitar. Menurut Ridlo (2005) bahwa kegiatan penjelajahan merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran (biologi) dengan mengajak subjek didik aktif mengekplorasi lingkungan untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan mensikapi dan penguasaan


(52)

bermasyarakat. Dalam pembelajaran JAS siswa dituntut untuk aktif untuk melakukan penjelajahan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Hasil penelitian Asih (2006) bahwa dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan JAS dapat mengembangkan ranah psikomotorik (kinerja) siswa selama proses pembelajaran.

Tingkat keaktifan siswa yang baik dipengaruhi oleh penilain autentik karena adanya asesmen kinerja yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran untuk menyelesaikan tugas atau permasalahan yang nyata dan konpleks. Dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang nyata dan kompleks tersebut siswa dituntut untuk mengerahkan dan menggunakan kemampuannya, ketrampilan, dan pengetahuan yang baru diperoleh maupun yang sudah ada.

Tingkat keaktifan siswa yang baik karena siswa ikut terlibat langsung dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran karena siswa merasa senang dan siswa sangat tertarik dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Siswa merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran karena cara guru mengajar lebih menyenangkan dan rileks. Hasil angket pada siklus I, siklus II dan siklus III secara berturut sebesar 91,67%; 93,75%; 95,83% siswa menyatakan cara guru mengajar lebih menyenangkan dan rileks.

Pembelajaran kooperatif Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya dan pembelajaran orang lain. Dengan pembelajaran kooperatif juga menumbuhkan saling menghargai, saling membantu, penerimaan individu menjadi lebih besar, mengurangi sikap individualisme, dan mengurangi sikap apatis (Linda Lundgren dalam Ibrahim dkk, 2001).

Pada siklus I, keaktifan siswa dalam kelompok masih kurang dan masih belum optimal. Siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok berjumlah 7 siswa


(53)

antara lain Ismojo Aji T, Anggi H, Ariska Fannya A, Maulana Rian dll. Faktor yang menyebabkan kekurangaktifan siswa dalam kelompok, karena siswa baru beradaptasi dengan kelompoknya, baik pada saat diskusi kelompok asal maupun diskusi kelompok ahli dan siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran ini. Siswa merasa takut, kurang percaya diri dan malu, sehingga siswa terkesan seperti orang membaca catatan dan berakibat kurang jelasnya pengertian yang diterima anggota kelompok yang lainnya. Sudjarwo (1998) berpendapat bahwa pelaksanaan belajar secara kelompok pada tahap awal akan menemui kesulitan apalagi ada sikap anggota kelompok yang negatif akan berpengaruh kepada anggota lainnya sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sedangkan Hasibuan dan Moedjiono (1995), berpendapat bahwa bagi mereka yang belum terbiasa dengan penggunaan metode kerja kelompok dan masih terbiasa dengan penggunaan metode ekspositorik misalnya ceramah memerlukan waktu untuk berlatih.

Pada proses pembelajaran siklus II interaksi siswa dalam satu kelompok sudah lebih baik dari siklus I yaitu lebih banyak siswa yang saling bekerjasama, sikap menghargai dan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Siswa terlihat sangat antusias dalam melakukan praktikum/diskusi dan memiliki motivasi yang besar untuk memahami materi pelajaran. Pendapat Ali (1987), menyatakan bahwa belajar tidak hanya semata-mata sebagai suatu upaya dalam merespon suatu stimulus tetapi belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan mengalami, mengerjakan dan memahami belajar melalui proses. Hasil penelitian Kustanti (2005), menyatakan bahwa penerapan strategi Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.


(54)

Pada siklus II jumlah siswa yang kurang aktif mengalami penurunan menjadi 6 siswa antara lain Eswardus sandi PW, Ismojo AT, Ika Mutiara DS, dan lain-lain. Siswa-siswi yang masih kurang aktif mungkin karena mungkin kurang cocok dengan kelompoknya atau memang termasuk siswa yang kurang terbiasa dengan belajar kelompok. Siswa yang kurang aktif mungkin juga karena siswa tersebut sedang tidak baik secara fisik maupun psikis atau kesalahan pengamatan oleh observer.

Pada siklus III, keaktifan siswa mengalami peningkatan dari pembelajaran siklus sebelumnya. Peningkatan keaktifan siswa karena siswa telah mengerti dengan baik dan sudah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw sehingga siswa tidak lagi canggung dalam mengerjakan tugasnya dan takut dalam menjelaskan materi bagiannya pada teman sekelompoknya. Siswa yang tidak aktif mengalami penurunan menjadi 3 siswa.

Tingkat keaktifan siswa yang tinggi pada siklus III karena pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana pembelajaran (RP). Kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan RP, menurut Joyce dan Weil dalam Hindarto (1996) berpendapat bahwa yaitu 1) melatih siswa untuk saling kerjasama, 2) anggota kelompok kerjasama dapat saling belajar sesamanya, 3) kerjasama meningkatkan rasa solidaritas, membangun hubungan yang positif terhadap orang lain, 4) kerjasama meningkatkan rasa percaya diri dalam peningkatan pembelajaran dan meningkatkan perasaan dihargai dan perhatian oleh orang lain dalam lingkungannya, dan 5) kerjasama meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Peningkatan keaktifan siswa sejalan dengan hasil penelitian Murdiatun (2005) bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran.


(55)

Penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran materi Pengalolaan Lingkungan.

2. Hasil Belajar Siswa

Pelaksanaan PTK di setiap akhir siklus diadakan tes sebagai alat untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan pada kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan tes individual ini dilakukan setiap akhir pembelajaran pada pertemuan terakhir di setiap siklus. Tes tertulis yang digunakan berupa pilihan ganda. Ketuntasan belajar individual ditetapkan jika siswa mendapat nilai ≥ 65 dan ketuntasan belajar klasikal ditetapkan ≥ 85% siswa mendapatkan nilai ≥ 65. Berdasarkan analisis data hasil tes setiap akhir siklus dan sebelum pelaksanaan tindakan disajikan dalam tabel di bawah ini yaitu:

Tabel 5. Hasil Tes Siswa Setiap Siklus.

Keterangan Sebelum Tindakan Siklus I Siklus II Siklus III

Nilai tertinggi 85 95 100 90

Nilai Terendah 45 50 58 55

Rata-rata Nilai Siswa 63,5 71,29 76,19 73,85

Ketuntasan Klasikal

Belajar Siswa 68,75% 85,42% 83,33% 93,75%

Keterangan: Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 114. Pembahasan

Hasil tes setiap akhir siklus diperoleh data nilai rerata kelas untuk siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut yaitu 71,29; 76,19 dan 73,85, sedangkan ketuntasan belajar klasikal sebesar 85,42%; 83,33% dan 93,75% untuk siklus I, siklus II dan siklus III. Hasil tes penelitian tersebut jika dibandingkan dengan sebelum penelitian mengalami peningkatan yang cukup besar. Dengan uji t antara


(56)

nilai rerata kelas sebelum tindakan dengan siklus I diperoleh nilai thitung : 4,252

sedang ttabel(94;0,05): 1,665 dan ttabel(94;0,01): 2,375, dengan demikian terdapat perbedaan

nilai rerata kelas yang signifikan pada taraf kepercayaan 99%. Untuk nilai rerata kelas siklus I dan siklus II terdapat perbedaan yang singnifikan pada taraf kepercayaan 95% berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai thitung: 1,739 sedang

ttabel(94;0,05): 1,665 dan ttabel(94;0,01): 2,375. Meningkatnya nilai rata-rata siswa dan

ketuntasan belajar secara klasikal tersebut berarti menunjukan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari meningkat. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryanto (2005) yang menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif

Jigsaw akan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari.

Peningkatan nilai rata-rata kelas karena siswa terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa tersebut terlihat secara aktivitas siswa dalam diskusi kelompok, diskusi kelas dan adanya aktivitas siswa yang saling menjelaskan materi kepada sesama anggota kelompoknya. Pendapat Sudjana (2000), menyatakan bahwa ada kalanya siswa tidak memahami suatu materi pelajaran atau mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas mandiri, sehingga memerlukan bantuan dan pendapat orang lain. Oleh karena itu belajar kelompok sangat diperlukan agar diperoleh hasil belajar yang lebih baik. Uraian tersebut sebagaimana pendapat Slavin (1995) bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling bekerjasama dan saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Peningkatan hasil belajar siswa sejalan dengan hasil penelitian Fauzi (2005) bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kegiatan pembelajaran.


(57)

Pembelajaran dengan pendekatan JAS yang diterapkan juga memudahkan siswa untuk memahami materi, mungkin karena materi yang dibahas menjadi lebih nyata, lebih menarik, dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa dan siswa mengalami. Pendapat Kartijono dan Marianti (2005) bahwa pembelajaran dengan pendekatan JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga dapat membuat wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik. Darsono (200) berpendapat bahwa salah satu prinsip belajar adalah mengalami sendiri artinya siswa belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dalam pemahaman yang lebih mendalam.

Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh sisetm penilaian yang dipakai oleh guru. Pada penelitian ini sistem penilaian yang dipakai yaitu asesmen autentik. Pada asesmen autentik, penilaian tidak hanya pada ranah kognitif melalui tes tertulis tetapi ranah afektif, ranah psikomotorik, portofolio, kinerja dan asesmen diri sehingga penilaian terhadap siswa lebih lengkap dan sebenarnya (autentik). Dalam asesmen kinerja siswa diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan pengetahuan awal, pembelajaran yang baru diperoleh, dan keterampilan-keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah realistik atau autentik. Siswa mungkin diminta untuk menggunakan bahan-bahan atau melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah. Dengan demikian siswa dengan sesungguhnya dan termotivasi untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran yang disampaikan.

Dalam penerapan asesmen portofolio sangat berpusat pada siswa dan siswa memiliki peran dalam pengasesan kemajuan mereka sendiri di dalam kelas. Keuntungan portofolio (Nur, 2005) antara lain portofolio meningkatkan jumlah di


(58)

samping mutu tulisan dan menyumbang terhadap perkembangan kognitif, penggunaan portofolio mendorong siswa untuk melakukan refleksi atas karyanya, menganalisis kemajuan dan menetapkan tujuan perbaikan. Asesmen diri menggalakkan keterlibatan langsung siswa dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan penilaian akan memotivasi siswa belajar, meningkatkan kompetensinya, berkesempatan mengemukakan pendapatnya dan tahu kekeliruan pemahaman materi sehingga siswa akan berusaha untuk belajar lebih giat.

Peningkatan nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar klasikal karena siswa merasa senang dalam pembelajaran dan materi lebih mudah dipahami. Hasil angket siswa menunjukan secara berturut-turut untuk siklus I, siklus II dan siklus III sebesar 85,42%; 88% dan 93,75%, siswa menyatakan pembelajaran lebih menyenangkan sehingga lebih memotivasi siswa untuk belajar. Berdasarkan hasil angket untuk siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut sebesar 93,75% ; 95,83%; 97,92%, siswa menyatakan materi lebih mudah dipahami, sehingga meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan meningkatkan hasil belajar. Peningaktan hasil belajar pada penelitian juga karena kinerja guru yang semakin baik dari siklus ke siklus beriktnya (lihat tabel 7. data kinerja guru).

Pada siklus II, nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan dari 71,29 pada siklus I menjadi 76,19. Peningakatan nilai rata-rata kelas juga karena sebelum pembelajaran siswa diperintahkan mempelajari materi terlebih dahulu di rumah. Kesiapan siswa dalam pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan kebersamaan, siswa lebih terlatih untuk dapat bertukar pikiran, saling membantu dan saling menghargai antar sesama teman.


(59)

Ketuntasan belajar klasikal mengalami penurun pada siklus II dari pembelajaran siklus I yaitu 85,42% menjadi 83,33%. Penurunan ketuntasan belajar pada siklus II karena ada kelompok yang kurang kondusif untuk belajar sehingga ada materi yang belum dijelaskan oleh siswa kepada sesama anggota kelompoknya. Siswa yang banyak diam dan menggangu antara lain Ismojo AT dan Ika Mutiara DS, sehingga kurang menguasai dan memahami materi pelajaran. Dengan demikian akan menghambat dan membuat kesulitan siswa lain dalam kelompoknya dalam memahami materi pelajaran secara keseluruhan. Terdapat siswa yang aktif namun mendapatkan hasil tes yang buruk antara lain M. Faisal Maulana, M. Iqbal, Nurul Qomariah, Anggi H dll. Siswa tersebut mungkin kurang dapat menangkap, menguasai materi jika dengan cara belajar kelompok dan pratikum dan lebih dapat menguasai materi jika penjelasan dari guru atau kelihatnya aktif namum tidak belajar. Pendapat Ibrahim (2001), menyatakan bahwa belajar kooperatif akan efektif jika anggota kelompoknya saling bekerjasama, saling menghargai dan bertanggung jawab terhadap materi bagiannya jika tidak dilakukan akan menghambat anggota kelompoknya yang lain.

Berdasarkan hasil tes pada siklus III mengalami penurunan Nilai rata-rata kelas jika dibandingkan dengan siklus II yaitu dari 76,19 menjadi 73,85. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai thitung:1,10 sedang ttabel(94;0,05): 1,665 dan ttabel(94;0,01):

2,375 dengan demikian nilai rerata kelas pada siklus II dan siklus III tidak terdapat perbedaan yang signitifikan. Penurunan nilai rerata kelas karena soal tes siklus III meliputi semua materi dari siklus I, siklus II dan siklus III sehingga kemungkinan besar ada materi pelajaran yang sudah dilupakan oleh siswa. Materi Pengelolan


(60)

Lingkungan cukup banyak dan ada materi yang abstrak sehingga siswa cukup kesulitan untuk mengingat semuanya dan banyak yang terlupakan.

Meningkatannya ketuntasan belajar dari siklus sebelumnya tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran dan membentuk pengetahuan sendiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III diperoleh hasil yang sudah sesuai harap, dikarenakan: 1) siswa sudah dapat menyesuaikan diri dengan model Jigsaw, 2) siswa mendapat pengalaman baru yang berkaitan dengan penggunaan model Jigsaw, 3) motivasi siswa untuk mempelajari materi pelajaran biologi bertambah, 4) keberanian siswa bertambah, karena dalam diskusi siswa dituntut aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan 5) rasa tanggung jawab siswa secara individu maupun kelompok meningkat, karena adanya tuntutan dari anggota kelompoknya yang lain.

Berdasarkan hasil belajar dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatkan hasil belajar pada materi Pengelolaan Lingkungan.

3. Tanggapan Siswa

Data tanggapan siswa diambil dengan menggunakan angket siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus. Angket siswa diberikan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Hasil angket siswa disajikan pada tabel berikut.


(61)

Tabel 6. Hasil Angket Siswa Setiap Akhir Siklus.

Persentase (%) No. Uraian

Siklus I Siklus II Siklus III Kesan pembelajaran biologi.

a. Menyenangkan 85,42% 88% 93,75%

1.

c. Tidak Menyenangkan 14,58% 10,42% 6,25%

Pemahaman terhadap materi Biologi.

a. Lebih mudah dipahami 93,75% 95,83% 97,92%

2.

b. Sulit dipahami 6,25% 4,17% 2,08%

Kesan terhadap cara mengajar guru biologi.

a. Menyenangkan dan rileks 91,67% 93,75% 95,83% 3.

b. Tidak menyenangkan dan rileks 8,33% 6,25% 4,17% Penerapan pembelajaran Jigsaw dengan

pendekatan JAS.

a. Terdapat kesulitan 27,08% 25% 20,83%

4.

b. Tidak ada kesulitan 72,92% 75% 79,17%

Kesan anda terhadap suasana kelas saat pembelajaran.

a. Menyenangkan dan tenang 75% 85,42% 83,34%

5.

b. Tidak menyenangkan dan ramai 25% 14,58% 16,67% Keterangan: Data selangkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 118.

Pembahasan

Hasil angket siswa dari siklus I ke siklus berikutnya mengalami peningakatan, mengenai kesan siswa terhadap pembelajaran kooperatif Jigsaw

dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik adalah siswa merasa senang karena suasana kelas tidak monoton dan siswa dapat bertukar pikiran antar sesama anggota kelompok. Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan mungkin karena pembelajaran dirancang supaya siswa dapat terlibat langsung, eksplorasi lingkungan dan memanfaatkan media nyata sehingga siswa lebih tertarik dengan pembelajaran. Menurut siswa bahwa pembelajaran dengan pendekatan JAS dapat membantu siswa dalam memahami materi, mungkin karena materi yang dipelajari menjadi lebih


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Berbasis Problem Posing Pada Siswa Kelas IV SDN Miroto 02 Semarang

0 5 398

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS V SD NEGERI GEBUGAN 03 BERGAS KAB. SEMARANG

0 7 267

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di SMP Negeri 1 Batangan Pati melalui Implementasi Lesson Study

0 17 186

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan dengan Pendekatan JAS Melalui Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dan Penilaian Autentik di SMPN 37 Semarang

0 4 167

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI KEPADATAN POPULASI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DENGAN PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Materi Kepadatan Populasi Dan Pengelolaan Lingkungan Dengan Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) Pad

0 2 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI KEPADATAN POPULASI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Materi Kepadatan Populasi Dan Pengelolaan Lingkungan Dengan Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Divisio

0 2 12

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN Pengelolaan Pembelajaran IPA melalui Pendekatan Information and Communication Technology di SMP Negeri 2 Selogiri.

0 1 19

(ABSTRAK) PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) MELALUI LESSON STUDY DI SMA NEGERI 1 PEKALONGAN.

0 0 2

(ABSTRAK) PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI EKOSISTEM MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN JAS DI SMP 24 SEMARANG.

0 0 1

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI EKOSISTEM MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN JAS DI SMP 24 SEMARANG.

0 1 117