HASIL DAN PEMBAHASAN Ir. Tuti Widianti, M. Biomed.

39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keaktifan Siswa Pada setiap kegiatan pembelajaran diadakan observasi terhadap keaktifan siswa sebagai alat untuk mengetahui tingkat keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh lima mahasiswa untuk melaksanakan observasi aktivitas siswa. Data keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran pada setiap siklus disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Rekapitulasi Data Keaktifan Siswa Selama Proses Pembelajaran. Kategori Tingkat Keaktifan siswa Keterangan Baik Sekali BS Baik B Kurang K Sangat Kurang SK Keaktifan klasikal BS + B Frekuensi 9 32 4 3 41 Siklus I Persentase 18.75 66,67 8,33 6,25 85,42 Frekuensi 7 35 6 0 42 Siklus II Persentase 14,58 72,92 12,5 87,5 Frekuensi 11 34 3 45 Siklus III Persentase 22,92 70,83 6,25 93,75 Keterangan: Data selengkapnya pada Lampiran 16-18, halaman 121-127. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh keaktifan siswa selama penelitian untuk siklus I sebesar 85,42, pada siklus II menjadi 87,5 dan siklus III meningkat menjadi 93,75, yang telah memenuhi indikator kinerja. Peningkatan keaktifan 40 siswa yang cukup besar karena siswa ikut terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Pada pelaksanaan proses pembelajaran siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan anggota 5-6 siswa sehingga terbentuk sembilan kelompok yaitu I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII dan IX. Selanjutnya kelompok ini disebut kelompok asal. Dalam kelompok asal siswa mendapat tugas yang berbeda Siswa yang mendapat tugas yang sama akan bergabung membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas, yang selanjutnya kelompok ini disebut kelompok ahli. Setelah siswa selesai bekerja dalam kelompok ahli, siswa akan kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan hasil kerja pada anggota kelompoknya. Selanjunya diadakan diskusi kelas untuk menyatukan kerangka berpikir dan mengambil kesimpulan yang dibimbing guru. Ibrahim 2001 berpendapat bahwa siswa aktif bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. Menurut Darsono dkk 2000 bahwa pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari, jadi siswa yang melakukan kegiatan belajar secara aktif. Hasil penelitian Chalimah 2006 bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif Jigsaw akan meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa yang baik juga dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu pendekatan JAS. Pembelajaran JAS memiliki karakteristik penjelajahan terhadap lingkungan sekitar. Menurut Ridlo 2005 bahwa kegiatan penjelajahan merupakan suatu strategi alternatif dalam pembelajaran biologi dengan mengajak subjek didik aktif mengekplorasi lingkungan untuk mencapai kecakapan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan, penguasaan berkarya, penguasaan mensikapi dan penguasaan 41 bermasyarakat. Dalam pembelajaran JAS siswa dituntut untuk aktif untuk melakukan penjelajahan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Hasil penelitian Asih 2006 bahwa dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan JAS dapat mengembangkan ranah psikomotorik kinerja siswa selama proses pembelajaran. Tingkat keaktifan siswa yang baik dipengaruhi oleh penilain autentik karena adanya asesmen kinerja yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran untuk menyelesaikan tugas atau permasalahan yang nyata dan konpleks. Dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan yang nyata dan kompleks tersebut siswa dituntut untuk mengerahkan dan menggunakan kemampuannya, ketrampilan, dan pengetahuan yang baru diperoleh maupun yang sudah ada. Tingkat keaktifan siswa yang baik karena siswa ikut terlibat langsung dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran karena siswa merasa senang dan siswa sangat tertarik dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Siswa merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran karena cara guru mengajar lebih menyenangkan dan rileks. Hasil angket pada siklus I, siklus II dan siklus III secara berturut sebesar 91,67; 93,75; 95,83 siswa menyatakan cara guru mengajar lebih menyenangkan dan rileks. Pembelajaran kooperatif Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya dan pembelajaran orang lain. Dengan pembelajaran kooperatif juga menumbuhkan saling menghargai, saling membantu, penerimaan individu menjadi lebih besar, mengurangi sikap individualisme, dan mengurangi sikap apatis Linda Lundgren dalam Ibrahim dkk, 2001. Pada siklus I, keaktifan siswa dalam kelompok masih kurang dan masih belum optimal. Siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok berjumlah 7 siswa 42 antara lain Ismojo Aji T, Anggi H, Ariska Fannya A, Maulana Rian dll. Faktor yang menyebabkan kekurangaktifan siswa dalam kelompok, karena siswa baru beradaptasi dengan kelompoknya, baik pada saat diskusi kelompok asal maupun diskusi kelompok ahli dan siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran ini. Siswa merasa takut, kurang percaya diri dan malu, sehingga siswa terkesan seperti orang membaca catatan dan berakibat kurang jelasnya pengertian yang diterima anggota kelompok yang lainnya. Sudjarwo 1998 berpendapat bahwa pelaksanaan belajar secara kelompok pada tahap awal akan menemui kesulitan apalagi ada sikap anggota kelompok yang negatif akan berpengaruh kepada anggota lainnya sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sedangkan Hasibuan dan Moedjiono 1995, berpendapat bahwa bagi mereka yang belum terbiasa dengan penggunaan metode kerja kelompok dan masih terbiasa dengan penggunaan metode ekspositorik misalnya ceramah memerlukan waktu untuk berlatih. Pada proses pembelajaran siklus II interaksi siswa dalam satu kelompok sudah lebih baik dari siklus I yaitu lebih banyak siswa yang saling bekerjasama, sikap menghargai dan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Siswa terlihat sangat antusias dalam melakukan praktikumdiskusi dan memiliki motivasi yang besar untuk memahami materi pelajaran. Pendapat Ali 1987, menyatakan bahwa belajar tidak hanya semata-mata sebagai suatu upaya dalam merespon suatu stimulus tetapi belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan mengalami, mengerjakan dan memahami belajar melalui proses. Hasil penelitian Kustanti 2005, menyatakan bahwa penerapan strategi Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 43 Pada siklus II jumlah siswa yang kurang aktif mengalami penurunan menjadi 6 siswa antara lain Eswardus sandi PW, Ismojo AT, Ika Mutiara DS, dan lain-lain. Siswa-siswi yang masih kurang aktif mungkin karena mungkin kurang cocok dengan kelompoknya atau memang termasuk siswa yang kurang terbiasa dengan belajar kelompok. Siswa yang kurang aktif mungkin juga karena siswa tersebut sedang tidak baik secara fisik maupun psikis atau kesalahan pengamatan oleh observer. Pada siklus III, keaktifan siswa mengalami peningkatan dari pembelajaran siklus sebelumnya. Peningkatan keaktifan siswa karena siswa telah mengerti dengan baik dan sudah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw sehingga siswa tidak lagi canggung dalam mengerjakan tugasnya dan takut dalam menjelaskan materi bagiannya pada teman sekelompoknya. Siswa yang tidak aktif mengalami penurunan menjadi 3 siswa. Tingkat keaktifan siswa yang tinggi pada siklus III karena pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana pembelajaran RP. Kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan RP, menurut Joyce dan Weil dalam Hindarto 1996 berpendapat bahwa yaitu 1 melatih siswa untuk saling kerjasama, 2 anggota kelompok kerjasama dapat saling belajar sesamanya, 3 kerjasama meningkatkan rasa solidaritas, membangun hubungan yang positif terhadap orang lain, 4 kerjasama meningkatkan rasa percaya diri dalam peningkatan pembelajaran dan meningkatkan perasaan dihargai dan perhatian oleh orang lain dalam lingkungannya, dan 5 kerjasama meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Peningkatan keaktifan siswa sejalan dengan hasil penelitian Murdiatun 2005 bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw meningkatkan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran. 44 Penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran materi Pengalolaan Lingkungan. 2. Hasil Belajar Siswa Pelaksanaan PTK di setiap akhir siklus diadakan tes sebagai alat untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan pada kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan tes individual ini dilakukan setiap akhir pembelajaran pada pertemuan terakhir di setiap siklus. Tes tertulis yang digunakan berupa pilihan ganda. Ketuntasan belajar individual ditetapkan jika siswa mendapat nilai ≥ 65 dan ketuntasan belajar klasikal ditetapkan ≥ 85 siswa mendapatkan nilai ≥ 65. Berdasarkan analisis data hasil tes setiap akhir siklus dan sebelum pelaksanaan tindakan disajikan dalam tabel di bawah ini yaitu: Tabel 5. Hasil Tes Siswa Setiap Siklus. Keterangan Sebelum Tindakan Siklus I Siklus II Siklus III Nilai tertinggi 85 95 100 90 Nilai Terendah 45 50 58 55 Rata-rata Nilai Siswa 63,5 71,29 76,19 73,85 Ketuntasan Klasikal Belajar Siswa 68,75 85,42 83,33 93,75 Keterangan: Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 114. Pembahasan Hasil tes setiap akhir siklus diperoleh data nilai rerata kelas untuk siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut yaitu 71,29; 76,19 dan 73,85, sedangkan ketuntasan belajar klasikal sebesar 85,42; 83,33 dan 93,75 untuk siklus I, siklus II dan siklus III. Hasil tes penelitian tersebut jika dibandingkan dengan sebelum penelitian mengalami peningkatan yang cukup besar. Dengan uji t antara 45 nilai rerata kelas sebelum tindakan dengan siklus I diperoleh nilai t hitung : 4,252 sedang t tabel94;0,05 : 1,665 dan t tabel94;0,01 : 2,375, dengan demikian terdapat perbedaan nilai rerata kelas yang signifikan pada taraf kepercayaan 99. Untuk nilai rerata kelas siklus I dan siklus II terdapat perbedaan yang singnifikan pada taraf kepercayaan 95 berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung : 1,739 sedang t tabel94;0,05 : 1,665 dan t tabel94;0,01 : 2,375. Meningkatnya nilai rata-rata siswa dan ketuntasan belajar secara klasikal tersebut berarti menunjukan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari meningkat. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryanto 2005 yang menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw akan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Peningkatan nilai rata-rata kelas karena siswa terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa tersebut terlihat secara aktivitas siswa dalam diskusi kelompok, diskusi kelas dan adanya aktivitas siswa yang saling menjelaskan materi kepada sesama anggota kelompoknya. Pendapat Sudjana 2000, menyatakan bahwa ada kalanya siswa tidak memahami suatu materi pelajaran atau mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas mandiri, sehingga memerlukan bantuan dan pendapat orang lain. Oleh karena itu belajar kelompok sangat diperlukan agar diperoleh hasil belajar yang lebih baik. Uraian tersebut sebagaimana pendapat Slavin 1995 bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep- konsep atau materi yang sulit apabila mereka dapat saling bekerjasama dan saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Peningkatan hasil belajar siswa sejalan dengan hasil penelitian Fauzi 2005 bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kegiatan pembelajaran. 46 Pembelajaran dengan pendekatan JAS yang diterapkan juga memudahkan siswa untuk memahami materi, mungkin karena materi yang dibahas menjadi lebih nyata, lebih menarik, dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa dan siswa mengalami. Pendapat Kartijono dan Marianti 2005 bahwa pembelajaran dengan pendekatan JAS menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga dapat membuat wawasan berpikir yang beragam dari seluruh peserta didik. Darsono 200 berpendapat bahwa salah satu prinsip belajar adalah mengalami sendiri artinya siswa belajar dengan melakukan sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dalam pemahaman yang lebih mendalam. Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh sisetm penilaian yang dipakai oleh guru. Pada penelitian ini sistem penilaian yang dipakai yaitu asesmen autentik. Pada asesmen autentik, penilaian tidak hanya pada ranah kognitif melalui tes tertulis tetapi ranah afektif, ranah psikomotorik, portofolio, kinerja dan asesmen diri sehingga penilaian terhadap siswa lebih lengkap dan sebenarnya autentik. Dalam asesmen kinerja siswa diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan pengetahuan awal, pembelajaran yang baru diperoleh, dan keterampilan-keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah- masalah realistik atau autentik. Siswa mungkin diminta untuk menggunakan bahan- bahan atau melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah. Dengan demikian siswa dengan sesungguhnya dan termotivasi untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran yang disampaikan. Dalam penerapan asesmen portofolio sangat berpusat pada siswa dan siswa memiliki peran dalam pengasesan kemajuan mereka sendiri di dalam kelas. Keuntungan portofolio Nur, 2005 antara lain portofolio meningkatkan jumlah di 47 samping mutu tulisan dan menyumbang terhadap perkembangan kognitif, penggunaan portofolio mendorong siswa untuk melakukan refleksi atas karyanya, menganalisis kemajuan dan menetapkan tujuan perbaikan. Asesmen diri menggalakkan keterlibatan langsung siswa dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan penilaian akan memotivasi siswa belajar, meningkatkan kompetensinya, berkesempatan mengemukakan pendapatnya dan tahu kekeliruan pemahaman materi sehingga siswa akan berusaha untuk belajar lebih giat. Peningkatan nilai rata-rata kelas dan ketuntasan belajar klasikal karena siswa merasa senang dalam pembelajaran dan materi lebih mudah dipahami. Hasil angket siswa menunjukan secara berturut-turut untuk siklus I, siklus II dan siklus III sebesar 85,42; 88 dan 93,75, siswa menyatakan pembelajaran lebih menyenangkan sehingga lebih memotivasi siswa untuk belajar. Berdasarkan hasil angket untuk siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut sebesar 93,75 ; 95,83; 97,92, siswa menyatakan materi lebih mudah dipahami, sehingga meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan meningkatkan hasil belajar. Peningaktan hasil belajar pada penelitian juga karena kinerja guru yang semakin baik dari siklus ke siklus beriktnya lihat tabel 7. data kinerja guru. Pada siklus II, nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan dari 71,29 pada siklus I menjadi 76,19. Peningakatan nilai rata-rata kelas juga karena sebelum pembelajaran siswa diperintahkan mempelajari materi terlebih dahulu di rumah. Kesiapan siswa dalam pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan kebersamaan, siswa lebih terlatih untuk dapat bertukar pikiran, saling membantu dan saling menghargai antar sesama teman. 48 Ketuntasan belajar klasikal mengalami penurun pada siklus II dari pembelajaran siklus I yaitu 85,42 menjadi 83,33. Penurunan ketuntasan belajar pada siklus II karena ada kelompok yang kurang kondusif untuk belajar sehingga ada materi yang belum dijelaskan oleh siswa kepada sesama anggota kelompoknya. Siswa yang banyak diam dan menggangu antara lain Ismojo AT dan Ika Mutiara DS, sehingga kurang menguasai dan memahami materi pelajaran. Dengan demikian akan menghambat dan membuat kesulitan siswa lain dalam kelompoknya dalam memahami materi pelajaran secara keseluruhan. Terdapat siswa yang aktif namun mendapatkan hasil tes yang buruk antara lain M. Faisal Maulana, M. Iqbal, Nurul Qomariah, Anggi H dll. Siswa tersebut mungkin kurang dapat menangkap, menguasai materi jika dengan cara belajar kelompok dan pratikum dan lebih dapat menguasai materi jika penjelasan dari guru atau kelihatnya aktif namum tidak belajar. Pendapat Ibrahim 2001, menyatakan bahwa belajar kooperatif akan efektif jika anggota kelompoknya saling bekerjasama, saling menghargai dan bertanggung jawab terhadap materi bagiannya jika tidak dilakukan akan menghambat anggota kelompoknya yang lain. Berdasarkan hasil tes pada siklus III mengalami penurunan Nilai rata-rata kelas jika dibandingkan dengan siklus II yaitu dari 76,19 menjadi 73,85. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai t hitung :1,10 sedang t tabel94;0,05 : 1,665 dan t tabel94;0,01 : 2,375 dengan demikian nilai rerata kelas pada siklus II dan siklus III tidak terdapat perbedaan yang signitifikan. Penurunan nilai rerata kelas karena soal tes siklus III meliputi semua materi dari siklus I, siklus II dan siklus III sehingga kemungkinan besar ada materi pelajaran yang sudah dilupakan oleh siswa. Materi Pengelolan 49 Lingkungan cukup banyak dan ada materi yang abstrak sehingga siswa cukup kesulitan untuk mengingat semuanya dan banyak yang terlupakan. Meningkatannya ketuntasan belajar dari siklus sebelumnya tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa terlibat langsung dalam pembelajaran dan membentuk pengetahuan sendiri. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III diperoleh hasil yang sudah sesuai harap, dikarenakan: 1 siswa sudah dapat menyesuaikan diri dengan model Jigsaw, 2 siswa mendapat pengalaman baru yang berkaitan dengan penggunaan model Jigsaw, 3 motivasi siswa untuk mempelajari materi pelajaran biologi bertambah, 4 keberanian siswa bertambah, karena dalam diskusi siswa dituntut aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan 5 rasa tanggung jawab siswa secara individu maupun kelompok meningkat, karena adanya tuntutan dari anggota kelompoknya yang lain. Berdasarkan hasil belajar dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik dapat meningkatkan hasil belajar pada materi Pengelolaan Lingkungan. 3. Tanggapan Siswa Data tanggapan siswa diambil dengan menggunakan angket siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus. Angket siswa diberikan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Hasil angket siswa disajikan pada tabel berikut. 50 Tabel 6. Hasil Angket Siswa Setiap Akhir Siklus. Persentase No. Uraian Siklus I Siklus II Siklus III Kesan pembelajaran biologi. a. Menyenangkan 85,42 88 93,75 1. c. Tidak Menyenangkan 14,58 10,42 6,25 Pemahaman terhadap materi Biologi. a. Lebih mudah dipahami 93,75 95,83 97,92 2. b. Sulit dipahami 6,25 4,17 2,08 Kesan terhadap cara mengajar guru biologi. a. Menyenangkan dan rileks 91,67 93,75 95,83 3. b. Tidak menyenangkan dan rileks 8,33 6,25 4,17 Penerapan pembelajaran Jigsaw dengan pendekatan JAS. a. Terdapat kesulitan 27,08 25 20,83 4. b. Tidak ada kesulitan 72,92 75 79,17 Kesan anda terhadap suasana kelas saat pembelajaran. a. Menyenangkan dan tenang 75 85,42 83,34 5. b. Tidak menyenangkan dan ramai 25 14,58 16,67 Keterangan: Data selangkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 118. Pembahasan Hasil angket siswa dari siklus I ke siklus berikutnya mengalami peningakatan, mengenai kesan siswa terhadap pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik adalah siswa merasa senang karena suasana kelas tidak monoton dan siswa dapat bertukar pikiran antar sesama anggota kelompok. Pembelajaran menjadi lebih menyenangkan mungkin karena pembelajaran dirancang supaya siswa dapat terlibat langsung, eksplorasi lingkungan dan memanfaatkan media nyata sehingga siswa lebih tertarik dengan pembelajaran. Menurut siswa bahwa pembelajaran dengan pendekatan JAS dapat membantu siswa dalam memahami materi, mungkin karena materi yang dipelajari menjadi lebih 51 nyata, lebih bervariasi, lebih menarik, dan lebih berdaya guna bagi kehidupannya. Pendapat Kartijono dan Mariyanti 2005, menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan JAS memungkinkan siswa dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengkaitannya dengan kehidupan nyata, sehingga hasil belajarnya lebih berdaya guna bagi kehidupannya. Menurut siswa cara mengajar guru juga menyenangkan dan rileks sehingga siswa merasa tidak tertekan. Suasana kelas selama pembelajaran lebih kondusif dan tidak ramai sehingga siswa merasa nyaman dalam belajar dan tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini karena guru telah meningkatkan kinerja dalam pembelajaran. Siswa telah meningkatkan sikap kerjasamanya, saling menghargai, salilng membantu dan meningkatkan sikap penerimaan terhadap temannya. Sikap positif tersebut dibentuk karena diterapkannya pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS. Menurut Joyce Weil dalam Hindarto 1996, bahwa pembelajaran kooperatif mengembangkan Interaksi antara anggota kelompok membuahkan pengetahuan dan rasa sosial serta menumbuhkan aktivitas intelektual. Kerjasama meningkatkan rasa solidaritas, membangun hubungan yang positif terhadap orang lain. Kerjasama meningkatkan rasa percaya diri dalam peningkatan pembelajaran dan meningkatkan perasaan dihargai dan diperhatikan oleh orang lain dalam lingkungannya. 4. Data Kinerja Guru Pada pelaksanaan penelitian dilakukan pengamatan kinerja guru yang dilaksanakan oleh peneliti dan dibantu rekan mahasiswa dengan menggunakan lembar kinerja guru dan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran sesuai RP. Data 52 kinerja guru dinyatakan dalam bentuk skor kinerja guru yang disajikan pada tabel berikut. Tabel 7. Data Kinerja Guru Selama Pelaksanaan Pembelajaran. Skor Kinerja Guru No. Siklus I Siklus II Siklus III 1 75 80 79 2 74 80 75 3 80 78 78 4 74 75 80 5 70 74 Jumlah 373 387 312 Rerata 74,6 77,4 78 Keterangan: Data selengkapnya pada dilihat lampiran 27 halaman 137. Berdasarkan pengamatan observer pada siklus I bahwa kinerja guru sangat baik mempunyai skor 74,6 dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih kondusif. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran semakin baik diantaranya saat pendahuluan dilakukan dengan baik untuk mempersiapkan alat dan bahan, penertiban suasana kelas dan penyampaian tujuan pembelajaran. Dalam membimbing siswa juga ada peningkatan dari sebelumnya sehingga siswa menjadi lebih dapat bekerjasama dan lebih aktif. Penyampaian materi pelajaran juga lebih menarik dengan adanya praktikum dan diskusi serta dibantu dengan memanfaatkan media belajar berupa gambar dan objek langsung. Kinerja guru sudah baik namun demikian terdapat kekurangan antara lain masih cepat dalam menerangkan terutama pada saat kegiatan siswa dan pengambilan kesimpulan. Berdasarkan pengamatan dari observer pada saat belajar kelompok untuk melakukan percobaan guru masih kurang dalam menuntun siswa dan masih menjawab langsung, sehingga kebingungan untuk menyelesaikan tugasnya. Pendapat Hasibuan dan Moedjiono 1995, menyatakan bahwa campur tangan guru yang 53 berlebihan merupakan salah satu dari beberapa kekeliruan yang perlu dihindari guru dalam kegiatan pembelajaran. Berdasarkan data wawancara guru terungkap bahwa guru mengalami kesulitan dalam memantau aktivitas siswa selama kegitan pembelajaran. Guru merasa belum puas karena belum maksimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran terutama dalam membimbing siswa sehingga perlu mencoba lagi. Namun demikan masih ada kurang seperti masih cepat dalam menerangkan dan membimbing diskusi atau praktikum dalam kelompok dan saat diskusi kelas masih kurang baik. Pengelolaan waktu cukup baik, namun siswa masih tergesa-gesa dan masih ada yang belum selesai mengerjakan tugas. Pada siklus II, kinerja guru sangat baik dan mengalami peningkatan dalam pelaksanaan proses pembelajaran misalnya menerangkan sudah lebih lambat dari sebelumnya. Guru dalam membimbing diskusi atau praktikum dan pengelolaan waktu sudah lebih baik dari sebelumnya, sehingga siswa mengerjakan tugas dengan baik dan tidak tergesa-gesa namun masih ada siswa yang belum selesai bekerja. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran pada siklus II diketahui bahwa guru telah memperbaiki kekurangan pada siklus I. Kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II meningkat jika dibandingkan siklus I dari skor 74,6 menjadi 77,4 dapat dilihat pada tabel 4. Tindakan perbaikan tersebut terlihat dari cara guru menerangkan dengan tidak terlalu cepat dan tidak mendominasi pembicaraan dan pemikiran siswa dalam membimbing kelompok. Guru juga tidak langsung menjawab pertanyaan siswa tetapi dengan mengarahkan siswa menemukan jawaban sendiri, sehingga siswa benar-benar belajar mencari jawaban dan guru hanya memberi stimulus dan bimbingan. Pendapat Chauhan dalam 54 Ali 1987, menyatakan bahwa peranan guru dalam kerja kelompok salah satunya adalah sebagai advisor yaitu guru memberikan saran-saran tentang penyelesaian tugas bila diperlukan. Pemberian saran ini berupa pengajuan pertanyaan-pertanyaan bukan pemberian informasi secara langsung dan guru berkeliling memberi teguran pada siswa yang tidak aktif. Kinerja guru pada siklus II sangat baik, namun demikian masih terdapat kekurangan antara lain guru masih kurang memantau aktivitas siswa dalam diskusi kelompok. Guru masih kurang dalam memperhatikan siswa dengan menegur jika ada yang ramai dan menggangu temannya sehingga ada kelompok yang banyak bermain- main dan materi pelajaran tidak dikuasi dengan baik. Guru juga merasa belum puas karena belum optimal dalam membimbing siswa dan ketuntasan belajar belum memenuhi indikator maka perlu mencoba lagi. Pada siklus III, kinerja guru sudah sangat baik melaksanakan proses pembelajaran. Guru dengan sangat baik memberikan penjelasan dan membimbing siswa dalam kerja kelompok dan saat diskusi kelas sehingga siswa mengerjakan tugas dengan baik dan dapat mengemukakan pendapatnya. Pengelolaan waktu sudah sesuai dengan RP, sehingga siswa mengerjakan tugas dengan baik. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa guru telah meningkatkan kinerjanya dalam mengelola proses pembelajaran. Guru telah memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada pembelajaran sebelumnya. Tindakan perbaikan tersebut adalah pengelolan waktu yang lebih baik, lebih membimbing siswa dalam kerja kelompok, sudah berkeliling kelas dan menegur siswa jika ada yang ramai dan mengganggu siswa lain. Guru juga telah memberikan pertanyaan-pertanyaan 55 penuntun pada setiap kelompok ahli untuk membantu dalam diskusi. Dengan demikian siswa mempunyai kerangka berpikir dan arahan yang jelas dalam berdiskusi. Pelaksanaan pembelajaran siklus III telah sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah direncanakan pada tahap perencanaan siklus III. Berdasarkan hasil analisis di atas, sudah jelas bahwa strategi pembelajaran kooperatif jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, tidak membosankan dan tidak menjenuhkan, siswa bekerja dalam keadaan rileks namun tetap aktif dan bertanggunga jawab serta peningkatan hasil belajar. 5. Data Wawancara Guru Pada pelaksanaan PTK, di setiap akhir siklus peneliti melakukan wawancara dengan guru untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan mengetahui yang belum dimengerti guru berkaitan pelaksanaan penelitian ini. Wawancara guru juga bertujuan untuk mengetahui ketercapaian keberhasilan penelitian menurut pandangan guru. Hasil wawancara pada siklus I, guru berpendapat bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan baik. Suasana kelas menjadi lebih kondusif dan lebih mudah dalam menyampaikan materi. Siswa menjadi lebih aktif dan lebih terkendali dari sebelumnya. Menurut guru ada kesulitan dalam membimbing siswa dalam kelompok, sulit memantau aktivitas siswa dan juga keterbatasan waktu saat diskusi kelas sehinggga guru merasa belum puas dalam melaksanakan pembelajaran. Pada siklus II menurut guru bahwa kegiatan pembelajaran lebih baik dari sebelumnya. Guru menyatakan lebih mudah dalam menyampaikan materi dan siswa 56 lebih terkendali. Suasana kelas lebih kondusfi, lebih mudah memantau aktivitas siswa dan siswa lebih aktif dan lebih bekerjasama. Menerapkan pembelajaran kooperatif jigsaw dengan pendekatan JAS ada peningkatan kualitas pembelajaran. Guru merasa kesulitan dalam membimbing siswa dengan baik sehingga merasa belum puas. Pada siklus III menurut guru bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif jigsaw dengan pendekatan JAS ada peningkatan kualitas pembelejaran. Dalam pembelajaran siswa lebih aktif dan lebih terkendali sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif. Menurut guru materi pelajaran lebih mudah untuk disampaikan kepada siswa dan lebih mudah dalam memantau aktivitas siswa. Data wawancara selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23-25, halaman 140-142. Berdasarkan hasil wawancara pada siklus I, siklus II, dan siklus III, guru berpendapat bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan baik. Suasana kelas menjadi lebih kondusif dan lebih mudah dalam menyampaikan materi. Siswa menjadi lebih aktif dan lebih terkendali dari sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran yang baik ini mungkin karena diterapknya pembelajaran kooperatif Jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik. Strategi pembelajaran tersebut menuntut siswa aktif, bertanggungjawab, saling bekerjasama, saling membantu, eksplorasi lingkungan sebagai sumber belajar sehingga pembelajaran lebih menarik dan bermakna. Pada siklus I, menurut guru ada kesulitan dalam membimbing siswa dalam kelompok, sulit memantau aktivitas siswa dan juga keterbatasan waktu saat diskusi kelas sehinggga guru merasa belum puas dalam melaksanakan pembelajaran. Kesulitan tersebut mungkin karena guru dan siswa belum terbiasa dengan strategi 57 pembelajaran ini. Pada siklus II dan siklus III, Guru merasa kesulitan dalam membimbing siswa dengan baik sehingga merasa belum puas. Kesulitan ini terjadi mungkin karena kelas termasuk kelas besar dengan 48 siswa dan siswa cukup aktif dalam pembelajaran. Menurut guru bahwa menerapkan pembelajaran kooperatif jigsaw dengan pendekatan JAS dan penilaian autentik ada peningkatan kualitas pembelajaran pada siklus I jika dibandingkan sebelum melaksanakan penelitian ini. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa, kinerja siswa dalam pembelajaran, hasil belajar dan kinerja guru mengalami peningkatan. 58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Berbasis Problem Posing Pada Siswa Kelas IV SDN Miroto 02 Semarang

0 5 398

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS V SD NEGERI GEBUGAN 03 BERGAS KAB. SEMARANG

0 7 267

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di SMP Negeri 1 Batangan Pati melalui Implementasi Lesson Study

0 17 186

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan dengan Pendekatan JAS Melalui Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dan Penilaian Autentik di SMPN 37 Semarang

0 4 167

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI KEPADATAN POPULASI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DENGAN PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Materi Kepadatan Populasi Dan Pengelolaan Lingkungan Dengan Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Division) Pad

0 2 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI KEPADATAN POPULASI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Hasil Belajar Materi Kepadatan Populasi Dan Pengelolaan Lingkungan Dengan Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievement Divisio

0 2 12

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN Pengelolaan Pembelajaran IPA melalui Pendekatan Information and Communication Technology di SMP Negeri 2 Selogiri.

0 1 19

(ABSTRAK) PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI DENGAN PENDEKATAN JELAJAH ALAM SEKITAR (JAS) MELALUI LESSON STUDY DI SMA NEGERI 1 PEKALONGAN.

0 0 2

(ABSTRAK) PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI EKOSISTEM MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN JAS DI SMP 24 SEMARANG.

0 0 1

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATERI EKOSISTEM MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN JAS DI SMP 24 SEMARANG.

0 1 117