TATA REGULASI PENGGUNAAN FREKUENSI Latar Belakang

3. TATA REGULASI PENGGUNAAN FREKUENSI Latar Belakang

Frekuensi adalah ranah publik, sumber daya alam terbatas, dan kekayaan nasional, yang harus dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitulah isi konsiderans UU Penyiaran. Pengunaan frekuensi harus dengan izin negara. Pemakaian frekuensi ditekankan untuk kepentingan publik, bukan kelompok tertentu atau penerima izin pengguna frekuensi.

Dalam memanfaatkan frekuensi, baik untuk televisi maupun radio, pengguna harus memegang prinisp diversity of ownership and content. Monopoli kepemilikan televisi dan radio sebagai pengguna frekuensi dilarang demi memastikan bahwa frekuensi dimanfaatkan untuk rakyat, bukan segelintir pengusaha.

Faktanya, indikasi dan peluang monopoli penggunaan frekuensi masih terjadi. Ini terjadi antara lain karena ukuran

Munas Alim Ulama & Konbes NU 2017

kepemilikan adalah badan hukum, bukan individu pelaku usaha. Mahakamah Konstitusi (MK) telah mengoreksi ukuran monopoli itu dari badan hukum menjadi individu. UU Penyiaran mendesak untuk direvisi guna menampung norma dalam putusan MK itu demi tercegahnya monopoli penggunaan frekensi.

Keterbukaan peluang monopoli akan membuka peluang penyimpangan penggunaan frekuensi. Contoh penyalahgunaan frekuensi adalah penggalian keuntungan ekonomi atau politik untuk kelompok tertentu, publikasi konten media penyiaran yang tidak edukatif bagi publik. Padahal, kedudukan frekuensi sangat penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga persatuan nasional, membentuk karakter nasional, membangun moderasi keagamaan, mencegah ekstremisme, dan memajukan kesejahteraan bangsa.

Masalah

1. Pemetaan problem yuridis dan sosiologis terkait tata kelola regulasi penggunaan frekuensi baik dalam bentuk televisi maupun radio.

2. Pemetaan solusi dan terobosan yuridis dalam tata kelola regulasi penggunaan frekuensi.

Rekomendasi

1. Perlu revisi UU penyiaran yang memastikan makin ketatnya kontrol terhadap potensi monopoli penguasaan frekuensi. Kepemilikan tidak hanya didasarkan pada badan hukum, tapi juga individu sesuai putusan MK. Pada sistem digital, ukuran monopoli kepemilikan didasarkan pada channel, bukan pada frekuensi.

2. Batas maksimum kepemilikan saham lembaga penyiaran perlu mengadopsi model pembatasan kepemilikan saham

Munas Alim Ulama & Konbes NU 2017

bank umum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/8/ PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, yang mendasarkan batas maksimum kepemilikan saham, antara lain, berdasarkan adanya hubungan keluarga sampai derajat kedua.

3. Revisi UU Penyiaran juga diarahkan pada optimalnya prinsip keragaman konten agar tidak dimonopoli oleh rumah produksi konten yang dominan. Produksi daerah harus distimulasi dan difasilitasi agar kebhinekaan terjaga dan kualitas konten terpelihara. Lembaga penyiaran komunitas harus dibimbing, difasilitasi, dan dimotivasi agar mutunya terjamin dan bisa menghasilkan konten lokal yang positif.

4. Kualitas konten yang tersebar melalui frekuensi harus terkontrol sedemikian rupa sehingga bisa dipastikan turut menjaga proses edukasi publik, pembangunan karakter nasional, serta mendorong kehidupan agama yang lebih harmonis, produktif, dan inovatif.

5. Revisi UU Penyiaran harus mengatur konten politik, termasuk iklan, agar frekuensi publik tidak digunakan untuk kepentingan politik pribadi dan/atau kelompok.

6. Revisi UU Penyiaran harus memperkuat kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menjamin terpenuhnya hak masyarakat mendapatkan isi siaran yang sehat, berkualitas, dan bermartabat. Penguatan kewenangan itu di antaranya adalah hak KPI untuk dapat memberikan sanksi denda material kepada pemilik lembaga penyiaran dan talent/artis/pembawa acara yang melanggar peraturan yang berlaku.

7. Pengesahan Revisi UU Penyiaran harus dipercepat. Semakin lama menunda pengesahan, mafsadat akan semakin besar, baik berkaitan dengan menguatnya monopoli kepemilikan lembaga penyiaran, terancamnya keragaman konten siaran, dan hak masyarakat untuk mendapatkan

Munas Alim Ulama & Konbes NU 2017

isi siaran yang berkualitas, maupun kebutuhan digitalisasi penyiaran yang merupakan keniscayaan perkembangan teknologi.