Pembelajaran Matematika Realistik

2.1.6 Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Nedherland sejak tahun 1970 ( Murdani,dkk :2013). RME put on the student issue deals with the situation imaginable. RME principle is that engagement in mathematics for students should begin within a meaningful context and the development of understanding and ability to make sense of a mathematical representation of Pembelajaran matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Nedherland sejak tahun 1970 ( Murdani,dkk :2013). RME put on the student issue deals with the situation imaginable. RME principle is that engagement in mathematics for students should begin within a meaningful context and the development of understanding and ability to make sense of a mathematical representation of

2.1.6.1 Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer (1994 : 90) ada tiga prinsip kunci dalam mendesain pembelajaran matematika realistik yaitu sebagai berikut:

a. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif ( guided reinvention and progressive mathematizing) Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Siswa harus di beri kesempatan untuk mengalami proses yang sama dalam membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep matematika. Maksud mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah setiap siswa diberi kesempatan sama dalam merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi.

b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalahkontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.Topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses matematika secara progresif, artinya prosedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru, tetapisiswa harus berusaha menemukannya dari penyelesaian masalah kontekstual tersebut.

c. Mengembangkan sendiri model-model (self-developed models) Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika yang terkait dengan masalah c. Mengembangkan sendiri model-model (self-developed models) Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika yang terkait dengan masalah

Menurut Hartono (2008: 18-19), pendekatan realistik mempunyai lima karakteristik utama sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika, yaitu:

1. Menggunakan masalah kontekstual

Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.

2. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal

Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Disini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti cerita- cerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

3. Menggunakan kontribusi siswa

Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan oleh guru.

4. Interaktivitas

Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran matematika. Disini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka.

5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

2.1.6.2 Kelebihan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Menurut Suwarsono (dalam Hobri, 2009: 173-174) kelebihan -

kelebihan Realistic Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah sebagai berikut :

1. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya kepada manusia.

2. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh setiap orang “biasa” yang lain, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang satu dengan orang yang lain.

4. RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu (guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

5. RME memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran la in yang juga dianggap “unggul”.RME bersifat lengkap (menyeluruh), mendetail dan operasional. Proses pembelajaran topik- topik matematika dikerjakan secara menyeluruh, mendetail dan operasional sejak dari pengembangan kurikulum, pengembangan didaktiknya di kelas, yang tidak hanya secara makro tapi juga secara mikro beserta proses evaluasinya

2.1.6.3 Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Selain kelebihan-kelebihan seperti yang diungkapkan di atas, terdapat

juga kelemahan-kelemahan Realistic Mathematics Education (RME) yang oleh Suwarsono (dalam Hobri, 2009: 175-176) adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman tentang RME dan pengimplementasian RME membutuhkan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal, misalnya seperti siswa, guru, peranan sosial, peranan kontek, peranan alat peraga, pengertian belajar dan lain- lain. Perubahan paradigma ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan karena paradigma lama sudah begitu kuat dan lama mengakar.

2. Pencarian soal-soal yang kontekstual, yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih karena soal tersebut masing-masing harus bisa diselesaikan dengan berbagai cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan cara untuk menyelesaikan tiap soal juga merupakan tantangan tersendiri.

4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa dengan memulai soal-soal kontekstual, proses matematisasi horizontal dan proses matematisasi vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat agar guru bisa membantu siswa dalam menemukan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

5. Pemilihan alat peraga harus cermat agar alat peraga yang dipilih bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan RME.

6. Penilaian (assesment) dalam RME lebih rumit daripada dalam pembelajaran konvensional.

7. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip RME.

2.1.7 Model Pembelajaran

Development, Implementation, Evaluations (ADDIE)

Analysis,

Design,

ADDIE ( Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation ).ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu fungsi ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat pembelajaran,metode pembelajaran, media dan bahan ajar yang dinamis dalam mendukung kinerja pembelajaran.Sesuai dengan namanya, model ini terdiri dari lima fase/tahap, yaitu analysis (analisis), design (desain), development (pengembangan), implementation (implementasi), dan evaluation (evaluasi). Kelima tahap tersebut digambarkan

A Analisis kebutuhan dan kurikulum untuk

Analysis menentukan tujuan dari pengembangan bahan

ajar

D Menentukan kompetensi khusus, metode, bahan Design ajar, pendekatan, dan strategi pembelajaran

Memproduksi program dan bahan ajar yang Development akan digunakan dalam prog ram pembelajaran

I Melaksanakan program pembelajaran dengan

menerapkan metode, strategi, pendekatan, dan

Implementation

bahan ajar pembelajaran

Melakukan evaluasi program pembelajaran E Evaluation ( metode, strategi, pendekatan, dan bahan ajar)

dan evaluasi hasil belajar

Gambar 2.1 Tahap Model Pengembangan ADDIE

Sumber: Benny A. Pribadi (2009)

Penjelasan dari kelima tahap ADDIE tersebut diuraikan sebagai berikut (Ramdani ,2014:19-20).

1) Analisis Pada langkah analisis ditetapkan tujuan pengembangan bahan ajar melalui analisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Selain itu, tahap analisis dilakukan pula melalui analisis kurikulum. Melalui analisis kurikulum, tujuan pengembangan bahan ajar akan lebih terperinci melalui analisis SK dan KD yang ditetapkan. Hasil analisis SK dan KD inilah yang akan dijadikan sebagai bahan untuk melakukan tahap berikutnya.

2) Desain Pada tahap ini, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah penentuan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Selanjutnya, hal-hal yang dilakukan adalah penentuan metode, strategi, pendekatan, dan jenis bahan ajar yang akan dipakai dalam proses pembelajaran. Penentuan unsur-unsur yang perlu dikembangkan dalam penyusunan bahan ajar juga merupakan bagian dalam tahap desain ini. Rancangan struktur bahan ajar menjadi hasil akhir dari tahap kedua dalam model pengembangan ADDIE.

3) Pengembangan Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan adalah memproduksi bahan

ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap bahan ajar yang telah selesai diproduksi sebelum diimplementasikan lebih lanjut.

4) Implementasi Tahap ini merupakan proses pembelajaran sesungguhnya dengan