Analisis Pertanggungjawaban Perdata

b) Ijin Sebagai Persetujuan Yang Melahirkan Perikatan

  Kata Izin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya);

  per-setujuan membolehkan. 18 Selanjutnya menurut N.M. Spelt dan Prof. Mr. J.B.J.M. ten Berge, pengertian izin dalam arti luas adalah

  suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Hal serupa juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Bagir Manan yang menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan

  17 W. Friedman, Legal Theory, Teori dan Filsafat Hukum, Hukum dan Masalah- masalah Komtemporer, Raja Jaya Offset, Jakarta 1990, h. 46.

  18 http:kbbi.web.idizin, dikunjungi pada tanggal 17 april 2017 pada pukul 09.58.

  melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 19

  Melalui pemberian izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut diperkenankannya suatu tindakan, yang demi kepentingan umum mengharuskan adanya

  pengawasan khusus atas tindakan tersebut. 20 Sedangkan izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan terhadap suatu peraturan

  izin secara umum, yang didasarkan pada keinginan pembuat undang- undang untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau menghindari terjadinya keadaan yang tidak baik. Tujuannya adalah mengatur tindakan-tindakan yang sebenarnya bukan perbuatan tercela, namun hendak diadakan pengawasan atas tindakan tersebut. Inti dari izin dalam arti sempit adalah suatu tindakan dilarang, kecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang terkait dapat diberikan batas-batas tertentu kasus per kasus. Jadi persoalannya bukan hanya untuk memberi perkenan dalam keadaan- keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang

  19 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, h. 170-171.

  20 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting oleh Dr. Philipus M. Hadjon,

  Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1993, h. 2-3.

  diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). 21

  Pengertian mengenai izin juga terdapat di dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pada Pasal 1 ayat (19) menyatakan bahwa : “Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang

  sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

  Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya, guna mencapai

  tujuan yang konkrit. 22

  Izinverguning merupakan salah satu instrumen pemerintah yang banyak digunakan dalam hukum administrasi Negara sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat. Sebagai salah satu instrumen pemerintah, izin merupakan perbuatan

  21 Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Cetakan ke-6, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 199-200.

  22 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op. Cit, h. 5.

  pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang- undangan untuk ditetapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan

  persyaratan tertentu. 23 Pencantuman tujuan dalam suatu sistem perizinan pada hakekatnya akan membawa konsekuensi penting bagi

  organ organ penguasa dalam setiap pengambilan keputusan pemberian izin, dimana organ pemerintah penguasa tidak boleh menggunakan alasan-alasan yang tidak sesuai dengan tujuan dari ketentuan-ketentuan tersebut. Penolakan izin hanya dilakukan bila kriteria yang ditetapkan pemerintah tidak dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa izin tersebut dipergunakan oleh pemerintah sebagai instrumen hukum.

  Selain itu Perizinan dapat berfungsi sebagai Sumber Pendapatan Negara. Perizinan dapat digunakan sebagai cara pemerintah untuk meningkatkan pendapatannya. Penggunaan sistem perizinan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah. Di mana dengan adanya sistem perizinan, maka pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon dapat dikenakan retribusi. Dalam hal retribusi, dikarenakan pemerintah mendapatkan kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan ini

  23 http:digilib.unila.ac.id298012BAB20II.pdf, dikunjungi pada tanggal 21 April 2017 pukul 09.16.

  hanya bisa dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Proses penarikan retribusi baru dapat dilakukan jika ada dasar hukumnya

  yaitu undang-undang (no taxation without the law). 24

  Izin bilamana dilihat dari tujuan dan ketentuannya pada hakikatnya membolehkan perbuatan bersangkutan akan tetapi untuk dapat melakukannya diisyaratkan prosedur dan persyaratan tertentu yang harus dilalui. Persyaratan inilah yang harus dipenuhi bagi para pihak yang ingin mengajukan perizinan pemasangan jaringan kabel fiber optik. Hal ini sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Pada pasal 3 huruf (a) jo. Pasal 4 angka (1) menyatakan :

  Pasal 3

  Lingkup pengaturan pemanfaatan dan penggunaan bagian–bagian jalan kecuali Bagian-bagian jalan tol meliputi:

  1. pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya meliputi bangunan dan jaringan utilitas, iklan, media informasi, bangun–bangunan, dan bangunan gedung di dalam ruang milik jalan;

  Pasal 4

  1. Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a wajib memperoleh izin dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.

  24 Adrian Sutedi, Op. Cit. h. 199.

  Selain itu juga hal yang berkaitan dengan perizinan tersebut juga tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. Pada Pasal 12 menyatakan bahwa :

  1. Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah

  2. Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar

  3. Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku

  Untuk memperoleh izin dari penyelenggara jalan maka pemohon dalam hal ini perseorangan, kelompok masyarakat, organisasi, badan usaha, badan hukum, instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya. Permohonan izin tersebut haruslah dilengkapi dengan persyaratan

  administrasi dan persyaratan teknis. 25

  25 Pasal 6 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang

  Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan.

  Persyaratan administrasi yang dimaksud di atas mencakup:

  a. surat permohonan yang berisi dataidentitas pemohon sesuai dengan Formulir A.1;

  b. surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban memelihara dan menjaga bangunan dan jaringan utilitas iklan media informasi bangun-bangunan bangunan gedung untuk keselamatan umum dan menanggung segala resiko atas segala akibat yang mungkin ditimbulkan dari kerusakan yang terjadi atas sarana atau prasarana yang dibangundipasang pada bagian–

  bagian jalan yang dimohon sesuai dengan Formulir A.2. 26

  Sedangkan persyaratan teknis yang dimaksud mencakup:

  a. lokasi;

  b. rencana teknis; dan

  c. jadwal waktu pelaksanaan. 27

  Setelah persyaratan administrasi dan teknis terpenuhi maka penyelenggara jalan melalui evaluasi persyaratan administrasi dan

  persyaratan teknis serta hasil peninjauan lapangan 28 , terbitlah

  26 Ibid Pasal 7

  27 Ibid. Pasal 8

  28 Ibid. Pasal 9 ayat 1

  Persetujuan Prinsip (Formulir A.3.).

  Agar persetujuan prinsip dapat diproses pemberian izin, maka Pemohon wajib melengkapi persyaratan 29 :

  a. rencana teknis rinci; 


  b. metode pelaksanaan; 


  c. izin Usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha; 


  d. jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan berupa jaminan bank serta polis asuransi kerugian pihak ketiga, yang diterima

  dan disimpan oleh pemberi izin.
 Setelah semua persyaratan tersebut lengkap maka penerbitan

  izin untuk jalan kota dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dilengkapinya seluruh persyaratan oleh

  pemohon, berupa Formulir A.4 30 dan ditandatangani bermeterai antara ke dua belah pihak, yaitu pemohon dan pemberi izin serta

  mencantumkan jangka waktu berlakunya izin.

  Izin yang dikeluarkan oleh penyelenggara jalan tersebut merupakan persetujuan yang diberikan oleh penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang

  29 Ibid. Pasal 9 ayat 5

  30 Ibid. Pasal 9 ayat 10 dan 11

  Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan.

  Persetujuan yang diberikan oleh penyelenggara jalan selaku pihak yang berkuasa untuk memberikan izin diberikan karena pihak pemohon untuk pemasangan jaringan kabel fiber optik bersedia untuk memenuhi dan mengikuti seluruh persyaratan dan ketentuan yang diberikan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Hal ini tentu membuat pihak pemohon selaku pihak yang berkepentingan telah mengikatkan dirinya terhadap persyaratan dan ketentuan yang termuat di dalam peraturan menteri

  a quo. Perikatan yang ada merupakan konsekuensi logis dari persetujuan pihak pemohon terhadap segala persyaratan dan ketentuan yang ada di dalam peraturan menteri a quo.

  Istilah perikatan dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW). Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terdapat rumusan tentang perikatan, tetapi di dalamnya terdapat aturan main dalam Istilah perikatan dikenal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW). Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terdapat rumusan tentang perikatan, tetapi di dalamnya terdapat aturan main dalam

  telah disepakati bersama para pihak. 31

  Dalam KUHPerdata Pada pasal 1233 menyatakan bahwa “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang- undang”. Dengan kata lain, sumber perikatan adalah perjanjian dan undang-undang. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, antar pihak dengan sengaja bersepakat untuk mengikatkan diri dalam perikatan sehingga kedua pihak mempunyai hak dan

  kewajiban yang harus dipenuhi. 32 Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak dikenal dengan istilah perjanjian yang merupakan

  terjemahan dari kata Overeenkomst dalam bahasa Belanda.

  31 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan , Pustaka Setia, Bandung, 2011, h. 15-

  32 Ibid. h. 24.

  Sekalipun demikian dalam prakteknya istilah kontrak lebih banyak digunakan dalam kegiatan yang bernuansa bisnis. 33

  Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, perikatan yang lahir dari undang undang karena akibat dari perbuatan manusia, jadi bukan orang yang berbuat itu menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang yang menetapkan adanya perikatan, dengan kata lain bahwa adanya kewajiban untuk memenuhi ketentuan undang-undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi,

  berarti pelanggaran undang-undang. 34 Jika dilihat dari penjelasan perikatan tersebut dapat dipahami bahwa perikatan yang terjadi

  ketika pemohon memohon izin untuk pemasangan jaringan kabel fiber optik ialah perikatan yang bersumber dari undang-undang dan bukanlah perikatan yang bersumber dari perjanjian. Hal ini membuat pemohon izin tersebut berkewajiban untuk memenuhi ketentuan undang-undang yang mengatur tentang pemanfaatan ruang jalan bagi pemasangan jaringan utilitas khususnya jaringan kabel fiber optik. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari izin yang telah diberikan. Kewajiban untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut termaktub di dalam Undang-Undang

  33 Dyah Hapsari Prananingrum, Dinamika Hukum Kontrak, Universitas Kristen Satya

  Wacana, Salatiga, 2013, h. 41.

  34 Ibid.

  Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan jo. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Kewajiban tersebut seperti yang telah yang disampaikan sebelumnya yaitu memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan administrasi.

  Beberapa hal penting yang menjadi kewajiban dari pemohon yang sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan seperti surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban memelihara dan menjaga bangunan dan jaringan utilitas iklan media informasi bangun-bangunan bangunan gedung untuk keselamatan umum dan menanggung segala resiko atas segala akibat yang mungkin ditimbulkan dari kerusakan yang terjadi atas sarana atau prasarana yang dibangun dipasang pada bagian–bagian jalan yang dimohon. Selain itu pemasangan jaringan kabel fiber optik harus memenuhi ketentuan seperti:

  a) tidak mengganggu keamanan dan keselamatan pengguna jalan;

  b) tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konsentrasi pengemudi;

  c) tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan pelengkapnya; c) tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan pelengkapnya;

  

  e) sesuai dengan peraturan daerah danatau peraturan instansi terkait.

  Hal-hal di atas ini merupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang memohon izin untuk pemasangan jaringan kabel fiber optik. Namun jika dilihat berdasarkan fakta yang terjadi di Kota Salatiga tidaklah demikian. Pada umumnya pihak swasta yang selama ini melaksanakan perluasan jaringan di Kota Salatiga sebagai pemohon pemasangan jaringan kabel fiber optik ialah operator seluler seperti Indosat, Telkomsel, Telkom Indonesia, XL, dan 3. Dalam praktiknya pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut menimbulkan banyak masalah karena pelaksanaan kegiatan tidak dilaksanakan dengan baik dan tidak sesuai dengan petunjuk teknis kebinamargaan. Kenyataan yang terjadi akibat pelaksanaan pemanfaatan rumija tersebut sangat berbeda dengan ketentuan yang diharuskan dalam peraturan perundang-undangan seperti izin yang tidak ada, prosedur teknis tidak dilaksanakan dengan benar, lokasi tidak sesuai dengan yang dimohonkan, pelaksanaannya tidak mengembalikan seperti sedia kala, pelaksanaannya berlarut-larut, pelaksanaan merusak bangunan fasilitas umum, tidak menempuh

  prosedur perizinan yang benar, tidak menyertakan jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan serta tidak menyertakan asuransi kerugian pihak ketiga. Hal tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan selalu bersifat merusak infrastruktur karena prinsipnya tidak dikembalikan kepada keadaan semula. Padahal di lain sisi izin yang diberikan oleh pemerintah Kota Salatiga selaku penyelenggara jalan tidaklah dikenakan retribusi yang justru melalui retribusi tersebut dapat meningkatkan pendapatan daerah, melainkan pemerintah Kota Salatiga yang harus menganggarkan perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur dengan dana APBD Kota, APBD Provinsi dan Dana Alokasi Khusus yang bersumber dari APBN.

  Melihat dari sample unit amatan yaitu Surat Persetujuan izin Nomor 620148103 tanggal 20 Maret 2013 tentang Persetujuan Izin, maka ada beberapa ketentuan di dalam PerMen PU Nomor 20 Tahun 2010 yang belum dipenuhi , yaitu:

  a. Terbitnya Surat Persetujuan Izin tidak didahului dengan Persetujuan Prinsip. Sehingga pihak pemohon belum memenuhi syarat administrasi , yaitu surat pernyataan untuk memenuhi dan mematuhi semua persyaratan yang ditentukan dalam surat izin, baik pada saat a. Terbitnya Surat Persetujuan Izin tidak didahului dengan Persetujuan Prinsip. Sehingga pihak pemohon belum memenuhi syarat administrasi , yaitu surat pernyataan untuk memenuhi dan mematuhi semua persyaratan yang ditentukan dalam surat izin, baik pada saat

   Rencana teknis rinci  Metode pelaksanaan  Izin usaha  Jaminan pelaksanaan  Jaminan pemeliharaan  Polis asuransi kerugian pihak ketiga

  b. Belum adanya Pencantuman masa berlakunya izin pada surat

  Persetujuan izin.

  pertanggungjawaban hukum merupakan hal yang penting demi memberikan kepastian hukum. Pihak operator seluler sebagai pemohon izin pemasangan jaringan kabel fiber optik haruslah bertanggung jawab berdasarkan perikatan yang telah terjadi di mana pihak operator seluler wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di mana dalam praktiknya yang terjadi justru bertolak belakang dan merugikan pemerintah Kota Salatiga pada umumnya dan masyarakat pada khususnya.

c) Prinsip Tanggung Jawab Perdata Atas Unsur Kesalahan

(Liability Based On Fault) Terhadap Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik

  Dalam sub-sub bab ini, fokus pembahasan penulis yaitu pada Tanggung jawab hukum berdasarkan perbuatan melawan hukum perdata atas unsur kesalahan (liability based on fault). Penulis berpendapat bahwa Pihak Operator seluler sebagai pemegang izin pemasangan jaringan kabel fiber optik haruslah bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan pihak operator seluler itu sendiri yang tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjadi penting karena sebagai negara hukum, adalah suatu keharus untuk mewujud- nyatakan kepastian hukum dalam kehidupan bernegara. Tindakan dari operator seluler tersebut mengakibatkan rusaknya trotoar, kanstin, jaringan drainase dan badan jalan sehingga pengguna jalan yang tidak dapat menikmati fasilitas jalan sebagaimana mestinya dan dana yang harus dianggarkan untuk memperbaiki kembali trotoar kanstin, jaringan drainase dan badan jalan seperti sedia kala.

  Bentuk pertanggungjawaban hukum yang penulis gunakan yaitu didasarkan atas unsur kesalahan (liability based on fault).

  Penulis menggunakan bentuk pertanggungjawaban tersebut tidak terlepas dari perikatan yang terjadi. Seperti yang telah diuraikan di pembahasan sebelumnya, pada pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa “Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”. Kedua sumber perikatan yang terdiri dari persetujuan dan undang-undang ini memiliki konsekuensi pada bentuk pertanggungjawaban hukum yang akan dikenakan terhadap pihak tertentu. Telah disebutkan di atas bahwa jenis perikatan terhadap operator seluler sebagai pemohon izin pemasangan jaringan kabel fiber optik adalah perikatan yang bersumber dari undang-undang. Perikatan yang bersumber dari undang-undang tersebut memiliki arti bahwa operator seluler tersebut terikat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan khususnya yang berkaitan dengan jalan dan peraturan terkait lainnya.

  Konsekuensi yuridis dari tidak diindahkannya perikatan yang bersumber dari undang-undang ialah pihak yang tidak melaksanakan kewajiban yang termuat dalam peraturan perundang- undangan terkait dapat digugat secara hukum melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang didasarkan pada atas unsur kesalahan (liability based on fault) oleh operator seluler.

  Di dalam KUHPerdata Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) terdapat di dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367. Ketiga pasal tersebut menyatakan bahwa : Pasal 1365 “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian

  kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

  Pasal 1366 “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian

  yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”

  Pasal 1367 “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang

  disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

  Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

1. adanya perbuatan;

  Yang dimaksud dengan adanya perbuatan ialah Perbuatan melanggar hukum yang dapat berupa melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain. Jika melihat pada fakta maka perbuatan dari pihak operator seluler tersebut yang mengakibatkan rusaknya trotoar, kanstin, jaringan drainase dan badan jalan di mana berimbas pada pengguna jalan yang tidak dapat menikmati fasilitas jalan sebagaimana mestinya. Kewajiban untuk mematuhi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 Tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan serta peraturan teknis kebinamargaan lainnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Justru dengan mengikuti mekanisme dan ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan terkait tersebut membuat pihak operator seluler selalu berhati-hati dalam memasang jaringan kabel fiber optik di badan jalan. Sikap ketidakhati-hatian dari pihak operator seluler tersebut berakibat pada trotoar dan jaringan drainase yang tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

2. adanya unsur kesalahan;

  Kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Jelas sekali bahwa tindakan operator seluler dengan tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan jalan yang berakibat pada adanya masalah dan kerugian yang muncul membuat tindakan operator seluler bertentangan dengan hukum. Apalagi dalam beberapa kasus ditemukan bahwa operator seluler, dalam memasang jaringan kabel fiber optik terkadang tidak memiliki izin untuk memanfaatkan ruang milik jalan.

3. adanya kerugian yang diderita;

  Unsur kerugian ini adalah unsur yang sangat jelas terlihat dari tindakan operator seluler yang tidak memenuhi ketentuan dan mekanisme terkait dengan ruang manfaat badan jalan. Kerugian yang diderita ialah kerugian dalam bentuk materiil dan imateriil. Kerugian materiil ialah biaya perbaikan yang harus dianggarkan oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap trotoar-trotoar yang rusak padahal biaya perbaikan inilah yang seharusnya ditanggung oleh operator- operator seluler yang tidak mematuhi ketentuan peraturan Unsur kerugian ini adalah unsur yang sangat jelas terlihat dari tindakan operator seluler yang tidak memenuhi ketentuan dan mekanisme terkait dengan ruang manfaat badan jalan. Kerugian yang diderita ialah kerugian dalam bentuk materiil dan imateriil. Kerugian materiil ialah biaya perbaikan yang harus dianggarkan oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap trotoar-trotoar yang rusak padahal biaya perbaikan inilah yang seharusnya ditanggung oleh operator- operator seluler yang tidak mematuhi ketentuan peraturan

  Adapun di dalam perhitungan Ganti kerugian didasarkan menurut konsep KUHPerdata pada Pasal 1246 KUHPerdata yang berbunyi, “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur,

  terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah ini.” Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata tersebut maka ganti-

  kerugian tersebut terdiri dari 3 unsur yaitu;

  (i) Biaya, yaitu biaya-biaya pengeluaran atau ongkos-

  ongkos yang nyatategas telah dikeluarkan oleh Pihak.

  (ii) Ganti

  kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lainnya.

  (iii) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya

  diperolehdiharapkan oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam melaksanakannya.

  Perincian ganti kerugian penulis jabarkan di bawah ini. Dan yang dianalisis adalah ganti kerugian biaya yang telah dikeluarkan dan ganti kerugian atas perbaikan kerusakan. (i) Perhitungan kerugian biaya yang telah dikeluarkan

  untuk beberapa tempat pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga.

  Perhitungan Taksiran Nilai kerugian Biaya

  Jl. Merak Klaseman 35 = 904,58 m’ Jl. Osa Maliki 36 = 1.740,13 m’ Jl. Diponegoro 37 = 3.574,26 m’ Jl. Soekarno Hatta 38 = 1.597,38 m’ Jl. Jend Sudirman 39 = 3.103,15 m’ Jl. Veteran 40 = 1.551,21 m’

  35 www.gissalatiga.go.id

  36 Ibid

  37 Ibid

  38 Ibid

  39 Ibid

  40 Ibid

  Panjang enam ruas jalan tersebut =12.470,71 m’

  Berdasarkan data GIS

  Jalan Sekota dari

  www.gissalatiga.go.id , didapat panjang ke enam ruas jalan tersebut adalah 12.470,71 m’. Lebar trotoar asumsi rata-rata adalah 1 m’. Panjang trotoar dan drainase asumsinya adalah sama dengan panjang jalan, yaitu 12.470,71 m’. Maka perhitungan nilai biaya pemasangan trotoar, kanstin dan drainase untuk enam ruang jalan tersebut ialah sebagai berikut: