T2__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Perdata dalam Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik di Kota Salatiga T2 BAB III

BAB III TEMUAN DATA DAN ANALISIS

A. GAMBARAN UMUM

  Utilitas adalah “fasilitas yang menyangkut kepentingan umum meliputi listrik, telekomunikasi, informasi, air, minyak, gas dan bahan bakar lainnya, sanitasi dan sejenisnya”. Utilitas merupakan fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan pelengkap jalan. Sebagai salah satu hal yang penting dalam memanfaatkan ruang manfaat jalan, jaringan utilitas dalam pelaksanaannya membutuhkan pengaturan lebih lanjut yang berkaitan dengan perizinan dan standard yang harus dipenuhi dalam pemasangan jaringan utilitas itu sendiri pada jalan yang ada. Pemasangan jaringan utilitas itu sendiri tidak terlepas dari pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan jalan dalam hal pemberian izin pemanfaatan ruang manfaat jalan.

  Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab sebelumnya bahwa wewenang penyelenggaraan jalan pada tiap status jalan berbeda-beda. Terhadap jalan nasional, Wewenang penyelenggaraan jalan berada pada pemerintah pusat dalam hal ini menteri pekerjaan umum. Terhadap jalan provinsi, wewenang Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab sebelumnya bahwa wewenang penyelenggaraan jalan pada tiap status jalan berbeda-beda. Terhadap jalan nasional, Wewenang penyelenggaraan jalan berada pada pemerintah pusat dalam hal ini menteri pekerjaan umum. Terhadap jalan provinsi, wewenang

1. Perubahan Nomenklatur Struktur Organisasi Pemerintah

  Sebagai kota yang tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur, Salatiga juga tidak terlepas dari pembangunan jaringan utilitas dalam hal ini pemasangan jaringan kabel fiber optik. Pemasangan jaringan kabel fiber optik dilakukan di bagian-bagian jalan atau trotoar yang merupakan wilayah publik. Dalam pelaksanaannya pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut sering bermasalah antara lain izin yang tidak ada, pelaksanaan tidak kembali seperti sedia kala, pelaksanaan merusak fasilitas umum, maupun tidak menyertakan jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi tidak terpisahkan dari aturan-aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini yaitu produk hukum yang ada di Kota Salatiga. Untuk Kota Salatiga, walikota dalam wewenangnya sesuai dengan penyelenggara jalan dalam pemberian rekomendasi dan izin pemanfaatan ruang jalan dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga PSDA yang diatur dalam Perwali Salatiga Nomor

  54 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Dinas Daerah. Pada Pasal 62 menyatakan bahwa :

  (1) Dinas Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air mempunyai

  tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah bidang bina marga dan pengelolaan sumber daya air berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

  (2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat

  (1) Dinas Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air menyelenggarakan fungsi:

  a. perumusan kebijakan teknis dibidang bina marga dan pengelolaan sumber daya air;

  b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelayanan umum dibidang bina marga dan pengelolaan sumber daya air;

  c. pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang bina teknis, bina marga dan sumber daya air;

  d. pelaksanaan pelayanan kesekretariatan Dinas; dan

  e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota. (3) Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat

  (2) huruf f Kepala Dinas mempunyai uraian tugas sebagai berikut:

  f. menyelenggarakan manajemen dan pemberian rekomendasi serta perizinan dibidang pekerjaan umum meliputi bina marga dan sumber daya air untuk meningkatkan pelayanan;

  Berdasarkan pasal 62 Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan manajemen dan pemberian rekomendasi serta perizinan di bidang pekerjaan umum meliputi bina marga dan sumber daya air adalah Dinas Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air. Lahirnya Perwali tersebut dalam rangka menjamin kepastian dan efektivitas pelaksanaan tata kerja Organisasi Dinas Daerah berdasarkan prinsip koordinasi, sinkronisasi, integrasi, Berdasarkan pasal 62 Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tersebut dapat diketahui bahwa penyelenggaraan manajemen dan pemberian rekomendasi serta perizinan di bidang pekerjaan umum meliputi bina marga dan sumber daya air adalah Dinas Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air. Lahirnya Perwali tersebut dalam rangka menjamin kepastian dan efektivitas pelaksanaan tata kerja Organisasi Dinas Daerah berdasarkan prinsip koordinasi, sinkronisasi, integrasi,

  Dalam perkembangannya pada tahun 2014 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Oleh sebab itulah dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Menindaklanjuti pergantian Undang-Undang tentang pemerintah daerah yang baru, maka berbagai peraturan perundang- undangan yang mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang lama haruslah menyesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Oleh karena itu lahirlah Peraturan Walikota Salatiga Nomor Peraturan Walikota Salatiga Nomor 40 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang. Dalam perwali tersebut terdapat berbagai hal yang baru yang berkaitan dengan wewenang penyelenggaraan jalan dan lain sebagainya, diantaranya Dalam perkembangannya pada tahun 2014 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Oleh sebab itulah dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Menindaklanjuti pergantian Undang-Undang tentang pemerintah daerah yang baru, maka berbagai peraturan perundang- undangan yang mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang lama haruslah menyesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Oleh karena itu lahirlah Peraturan Walikota Salatiga Nomor Peraturan Walikota Salatiga Nomor 40 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang. Dalam perwali tersebut terdapat berbagai hal yang baru yang berkaitan dengan wewenang penyelenggaraan jalan dan lain sebagainya, diantaranya

  

  Dalam pasal 4 dikatakan bahwa : (1) Dinas mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan urusan

  Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah bidang pekerjaan umum dan penataan ruang serta tugas pembantuan yang diberikan kepada Daerah.

  (2) Dinas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada

  ayat (1) menyelenggarakan fungsi:

  a. perumusan kebijakan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang;

  b. pelaksanaan kebijakan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang;

  c. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang;

  d. pelaksanaan administrasi Dinas; dan

  e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

  (3) Kepala Dinas dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana

  dimaksud pada ayat (2) huruf l mempunyai uraian tugas:

  l. memberikan rekomendasi perizinan bidang pekerjaan umum

  dan penataan ruang melalui kajian sebagai dasar penerbitan izin;

  Terdapat perbedaan dalam hal dinas terkait yang mengurusi rekomendasi perizinan. Perubahan aturan dan Dinas yang mengurusi rekomendasi perizinan dalam hal ruang manfaat jalan dari yang semula berada pada Dinas Bina Marga PSDA pada Perwali Nomor 54 Tahun 2011 menjadi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang pada Perwali Nomor 40 Tahun 2016. Perubahan nomenklatur tersebut yang mengatur dengan rekomendasi perizinan dalam hal ruang manfaat jalan untuk pemasangan jaringan kabel fiber optik tidak terlepas dari adanya perubahan dasar hukum yang melandasi kedua perwali tersebut. Perwali Nomor 54 Tahun 2011 dengan salah satu dasar hukumnya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Perwali Nomor 40 Tahun 2016 dengan dasar hukumnya yaitu Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Perubahan nomenklatur dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berimbas pada penyesuaian terhadap Peraturan Walikota Salatiga pada tahun 2011 dan tahun 2016 diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah Perubahan nomenklatur dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berimbas pada penyesuaian terhadap Peraturan Walikota Salatiga pada tahun 2011 dan tahun 2016 diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah

  Dengan adanya perubahan nomenklatur yang berkaitan dengan perizinan ruang manfaat jalan tersebut diharapkan memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan perizinan khususnya pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga. Namun pada praktiknya berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan pelaksanaan pemasangan jaringan kabel fiber optik pada ruang milik jalan. Pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut menimbulkan banyak masalah karena pelaksanaan kegiatan tidak dilaksanakan dengan baik dan tidak sesuai petunjuk teknis kebinamargaan. Pemerintah Kota Salatiga sebagai penyelenggara jalan Kota Salatiga dalam hal ini SKPD Bina Marga dan PSDA maupun yang telah dirubah yaitu OPD Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, tidak dapat mengatasi permasalahan akibat perizinan yang telah dikeluarkan. Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu pemegang hak perizinan tidak bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan mereka, keterbatasan aparatur sipil negara yang mengawasi pelaksanaan pekerjaan mereka. Hal tersebut karena tugas pengawasan pekerjaan milik non pemerintah tidak tertuang dalam Peraturan Walikota yang lama maupun yang terbaru. Hal ini tentu sangat Dengan adanya perubahan nomenklatur yang berkaitan dengan perizinan ruang manfaat jalan tersebut diharapkan memberikan dampak positif bagi penyelenggaraan perizinan khususnya pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga. Namun pada praktiknya berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan pelaksanaan pemasangan jaringan kabel fiber optik pada ruang milik jalan. Pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut menimbulkan banyak masalah karena pelaksanaan kegiatan tidak dilaksanakan dengan baik dan tidak sesuai petunjuk teknis kebinamargaan. Pemerintah Kota Salatiga sebagai penyelenggara jalan Kota Salatiga dalam hal ini SKPD Bina Marga dan PSDA maupun yang telah dirubah yaitu OPD Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, tidak dapat mengatasi permasalahan akibat perizinan yang telah dikeluarkan. Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu pemegang hak perizinan tidak bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan mereka, keterbatasan aparatur sipil negara yang mengawasi pelaksanaan pekerjaan mereka. Hal tersebut karena tugas pengawasan pekerjaan milik non pemerintah tidak tertuang dalam Peraturan Walikota yang lama maupun yang terbaru. Hal ini tentu sangat

2. Masalah Yang Muncul Berkaitan Dengan Tanggung Jawab

  Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap sarana utilitas memerlukan adanya keterpaduan perencanaan dalam penempatan jaringan utilitas di bawah tanah, di atas tanah dan di dalam laut yang diarahkan menggunakan sarana jaringan utilitas terpadu dengan memperhatikan kepentingan umum dan keserasian lingkungan. Salah satu Sarana utilitas yang menjadi fokus penelitian ini yaitu pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga.

  Kegiatan penempatan jaringan utilitas di bawah tanah maupun di atas tanah dapat menimbulkan akibat tertentu khususnya kemungkinan terjadinya kerusakan sararana dan prasarana kota milik instansi atau Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini, penempatan jaringan utilitas dilakukan pada bagian-bagian jalan milik Pemerintah Kota Salatiga.

  Beberapa hal yang menjadi tantangan yang dihadapi dalam pembangunan jaringan di ruas jalan adalah izin yang tidak ada, prosedur teknis yang tidak dilaksanakan dengan benar, pelaksanaan tidak mengembalikan

  bangunanfasilitas umum bahkan tidak adanya koordinasi tentang tugas bangunanfasilitas umum bahkan tidak adanya koordinasi tentang tugas

  utilitas tersebut 1 , yang notabenenya anggarannya dapat digunakan untuk hal lain jika pemasangan jaringan utilitas tersebut tidak merusak sarana

  publik yang ada.

  Pelaksanaan perizinan utilitas dalam hal ini pemasangan jaringan kabel fiber optik dari tahun ke tahun selalu merusak infrastruktur dan mengakibatkan kerugian yang tidak semestinya bagi pemerintah daerah. Oleh sebab itu menjadi penting untuk mengetahui dan memahami pihak manakah yang harus bertanggung jawab karena kegiatannya yang merusak fasilitas publik. Tanggung jawab hukum ini penting untuk tercapainya kepastian hukum. Demi memenuhi kepastian hukum maka segala hal pelanggaran yang dilakukan dapat dicegah dan proses

  1 APBD Kota Salatiga : Kegiatan Pemeliharaan Trotoar dan Pemeliharaan Jalan 1 APBD Kota Salatiga : Kegiatan Pemeliharaan Trotoar dan Pemeliharaan Jalan

  Berkaitan dengan tanggung jawab hukum yang menjadi fokus pada penelitian hukum ini ialah pihak manakah yang bertanggung jawab dan seperti apa bentuk pertanggung jawabannya. Selain demi tercapainya kepastian hukum, pertanggungjawaban hukum juga agar proses perizinan untuk pemasangan jaringan utilitas ke depannya dapat dilaksanakan dengan standard yang telah ditetapkan dan tidak merugikan pengguna jalan.

B. TEMUAN DATA

1. Realita Hukum Di Dalam Pemasangan Jaringan Kabel

  Fiber Optik Di Kota Salatiga

  Operator seluler guna mengembangkan perluasan pelayanan maka mengembangkan jaringan , untuk itu mereka harus mengajukan izin kepada Dinas teknis terkait yaitu Dinas Bina Marga dan PSDA agar dapat memasang jaringan kabel fiber optik untuk keperluan perluasan jaringan penggantian jaringan lama ( dari kabel tembaga) agar akses- akses pengiriman data melalui jaringan internet bisa menjadi lebih cepat. Untuk keperluan itu maka operator-operator seluler tersebut dalam Operator seluler guna mengembangkan perluasan pelayanan maka mengembangkan jaringan , untuk itu mereka harus mengajukan izin kepada Dinas teknis terkait yaitu Dinas Bina Marga dan PSDA agar dapat memasang jaringan kabel fiber optik untuk keperluan perluasan jaringan penggantian jaringan lama ( dari kabel tembaga) agar akses- akses pengiriman data melalui jaringan internet bisa menjadi lebih cepat. Untuk keperluan itu maka operator-operator seluler tersebut dalam

  Pelaksanaan pemasangan jaringan kabel fiber optik pada area Ruang Milik Jalan (Rumija) dan fasilitas umum (fasum), selanjutnya oleh pihak swasta dialihkan ke kontraktor sebagai pelaksana di lapangan. Pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut menimbulkan banyak masalah karena pelaksanaan kegiatan tidak dilaksanakan dengan baik dan tidak sesuai petunjuk teknis kebinamargaan. Beberapa ada yang mengajukan perizinan kepada pemerintah kota, bahkan terdapat pula perizinan diajukan ketika sudah muncul komplain dan teguran terhadap kerusakan yang terjadi di mana-mana. Sehingga timbullah beberapa permasalahan.

  Permasalahan itu dalam bentuk:

  1. Izin tidak ada 2

  2. Prosedur teknis tidak dilaksanakan dengan benar

  3. Lokasi tidak sesuai dengan yang dimohonkan

  2 Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang ; Dinas Bina Marga dan PSDA

  4. Pelaksanaan tidak mengembalikan seperti sedia kala

  5. Pelaksanaan berlarut-larut

  6. Pelaksanaan merusak bangunanfasilitas umum

  7. Tidak menempuh jalurprosedur perizinan yang benar

  8. Pekerjaan disub-subkan lagi ke mandor yang tidak paham terhadap tanggungjawabnya

  9. Tidak ada koordinasi tentang tugas dan wewenang antara pemberi tugas (pemilik pekerjaan) dan penerima tugas (kontraktor pelaksana) serta pihak pemerintah

  10. Tidak menyertakan jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan

  11. Jaminan dari perusahaan asuransi fiktif

  12. Jaminan Bank Garansi berada di kota lain yang berjarak jauh dari Kota Salatiga

  13. Besaran Jaminan Garansi tidak sesuai dengan jumlah minimal perhitungan

  14. Pihak tertanggung yang dijamin bukan pemerintah Kota Salatiga, melainkan perusahaan operator seluler

  15. Tidak menyertakan asuransi kerugian pihak ketiga

  16. Ketidakpedulian masyarakat terhadap perusakan fasilitas umum yang dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan (kontraktorsub

  kontraktor) 3 . Untuk dapat melaksanakan pekerjaan pemasangan jaringan kabel

  fiber optik di bagian-bagian jalan, Operator seluler harus mengajukan izin kepada Dinas teknis terkait yaitu Dinas PU PR agar dapat memasang jaringan kabel fiber optik untuk keperluan perluasan jaringan penggantian jaringan lama ( dari kabel tembaga) agar akses-akses pengiriman data melalui jaringan internet bisa menjadi lebih cepat. Untuk keperluan itu maka operator – operator seluler tersebut dalam meng-upgrade kemampuan mutu pelayanan jaringan akses data dengan mengadakan tender pekerjaan. Tender itu diikuti oleh kontraktor- kontraktor. Kontraktor pemenang yang ditunjuk (sebagai pelaksana pemasangan kabel FO) inilah yang nantinya akan melakukan pekerjaan pemasangan jaringan kabel fiber optik dengan cara mendodos dan menggali.

  Pelaksanaan pemasangan jaringan kabel fiber optik pada area Ruang Milik Jalan (Rumija) dan fasilitas umum (fasum), selanjutnya oleh pihak swasta dialihkan ke kontraktor sebagai pelaksana di lapangan. Pemasangan jaringan kabel fiber optik tersebut menimbulkan banyak

  3 Sumber informasi : penghuni kios helm di depan Superindo Jl. Jend Sudirman; Perusakan yang terjadi di sepanjang jalan sering tidak dilaporkan oleh warga yang 3 Sumber informasi : penghuni kios helm di depan Superindo Jl. Jend Sudirman; Perusakan yang terjadi di sepanjang jalan sering tidak dilaporkan oleh warga yang

2. Data Pertanggungjawaban Perdata Terkait Dengan Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik Di Bagian-Bagian Jalan

  Di dalam surat persetujuan izin pemanfaatan rumija diatur dengan ketentuan sebagai berikut 4 :

  1. Dalam pelaksanaan pekerjaan, agar tidak mengganggu dan membahayakan pengguna jalan, baik pejalan kaki, kendaraan tidak bermotor maupun kendaraan bermotor, untuk itu harus dipasang rambu-rambu untuk pengamanan dan kelancaran pengguna jalan dan pelaksanaan kegiatan tersebut.

  2. Pelaksana kegiatan harus memperbaiki kerusakan akibat pekerjaan yang dilaksanakan seperti sedia kala.

  3. Apabila di kemudian hari ada kebijakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan jalan yang mengakibatkan bangunan

  4 Surat Persetujuan ijin No.620148103 Perihal Persetujuan Ijin, tanggal 20 Maret 2013.

  saudara terkena kegiatan tersebut, maka diminta untuk memindahkan demi kepentingan umum.

  4. Pelaksanaan pekerjaan galian dan bongkar pasang jalantrotoar, agar secepatnya diselesaikan agar tidak mengganggu lingkungan setempat.

  5. Pemadatan terhadap tanah urugan harus dilakukan, agar tidak berakibat terjadinya penurunan tanah di kemudian hari (pemadatan dilakukan tiap urugan setinggi 20 cm)

  6. Teknis pemasangan kembali trotoar dan jalan mengacu pada standar dari Bina Marga.

  7. Setelah pelaksanaan pekerjaan selesai, diwajibkan menyerahkan bukti-bukti pelaksanaan perbaikan yang telah dilaksanakan kepada Dinas BM dan PSDA Kota Salatiga.

  8. Segala resiko yang diakibatkan oleh kegiatan menjadi tanggung jawab pemegang izin.

  Per Men PU No. 20PRTM2010

  Pemerintah Kota

  Norma

  Pemohon Perizinan

  Dinas PU PR

  Pengajuan Ijin (Form A1 A2): -syarat administrasi -syarat teknis

  Evaluasi Peninjauan Lapangan

  Persetujuan Prinsip (Form A3)

  - rencana teknis rinci; - metode pelaksanaan; - izin Usaha; - jaminan pelaksanaan - jaminan pemeliharaan - polis asuransi kerugian pihak

  ketiga.

  Pelanggaran

  Izin Pekerjaan Kabel FO

  hak

  (Form A4)

  Tanggung jawab

  -Kontraktor -Sub Kontraktor

  -Pemerintah -Masyarakat

  Keterangan Bagan 5 :

  Pemerintah Kota Salatiga sebagai Penyelenggara Jalan Kota adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya, yaitu jalan kota. Di dalam proses pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan Permohonan izin dapat diajukan oleh pemohon yang berupa perseorangan, kelompok masyarakat, organisasi, badan usaha, badan hukum, instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 


  Permohonan izin ditujukan kepada Dinas PU PR sebagai Dinas teknis terkait sebagai pejabat yang ditunjuk oleh Walikota selaku penyelenggara jalan kota dalam pemberian izin, dispensasi, dan rekomendasi.

  Di dalam melakukan Pengaturan pemanfaatan dan penggunaan bagian–bagian jalan mempunyai maksud untuk menjamin bahwa pemanfaatan rumaja dan rumija selain peruntukannya, penggunaan rumaja yang memerlukan perlakuan khusus terhadap konstruksi jalan dan jembatan, serta penggunaan ruwasja dapat dilaksanakan secara tertib. Dan tentunya bertujuan untuk pengamanan fungsi jalan, menjamin kelancaran dan keselamatan pengguna jalan, dan keamanan konstruksi

  5 Pasal 2 sd Pasal 9 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan 5 Pasal 2 sd Pasal 9 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20PRTM2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan

  Sedangkan dalam permohonan izin dengan norma prosedur diajukan secara tertulis oleh pemohon dan disampaikan kepada Dinas PU PR dengan disertai persyaratan administrasi dan teknis untuk kemudian mendapatkan persetujuan prinsip. Persyaratan administrasi berupa :

  a. surat permohonan yang berisi dataidentitas pemohon sesuai dengan Formulir A.1; 


  b. surat pernyataan bertanggung jawab atas kewajiban memelihara dan menjaga

  informasibangun bangunanbangunan gedung untuk keselamatan umum dan menanggung segala resiko atas segala akibat yang mungkin ditimbulkan dari kerusakan yang terjadi atas sarana atau prasarana yang dibangundipasang pada bagian–bagian jalan yang dimohon sesuai dengan Formulir A.2. 


  Sedangkan Persyaratan teknis berupa :

  a. lokasi;

  a. rencana teknis;

  b. jadwal waktu pelaksanaan. 
 Setelah penyampaian Permohonan Izin dan surat Pernyataan,

  kemudian dilakukan evaluasi persyaratan administrasi dan persyaratan kemudian dilakukan evaluasi persyaratan administrasi dan persyaratan

  a. rencana teknis rinci; 


  b. metode pelaksanaan; 


  c. izin Usaha, dalam hal pemohon adalah badan usaha; 


  d. perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah; dan 


  e. jaminan pelaksanaan dan jaminan pemeliharaan berupa jaminan bank serta polis asuransi kerugian pihak ketiga, yang diterima dan

  disimpan oleh pemberi izin 
 Setelah semua persyaratan tersebut lengkap maka penerbitan izin untuk

  jalan kota dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dilengkapinya seluruh persyaratan oleh pemohon, berupa Formulir A.4. Surat Izin (Formulir A.4.) tersebut akan digunakan sebagai rekomendasi teknis dalam rangka pemanfaatan barang milik negaradaerah (BMND) sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan dan ditandatangani kedua belah pihak bermeterai.

  Di dalam Surat Izin terdapat ketentuan wajib bagi pemohon untuk:

  a. Wajib melaksanakan pengaturan lalu lintas; 


  b. Pelaksanaan penggalian, pemasangan dan pengembalian konstruksi b. Pelaksanaan penggalian, pemasangan dan pengembalian konstruksi

  c. Wajib menjaga, memelihara bangunan dan jaringan utilitas dan bertanggung jawab terhadap segala kerusakan jalan yang disebabkan oleh pelaksanaan pemanfaatan bangunan dan jaringan utilitas selama jangka waktu perizinan;

  d. Bersedia membongkar, memindahkan, menanggung biaya dan mengembalikan jalan seperti semula, dalam hal :
- berakhirnya

  jangka waktu perizinan dan tidak diperpanjang kembali.
- penyelenggara jalan membutuhkan lahan.

  e. Masa berlakunya izin sejak tanggal diterbitkannya surat izin. Di dalam penelitian ini, tampak terdapat pelanggaran hak dari terbitnya Perizinan yang dilaksanakan oleh pemohon izin. Sedangkan pelanggaran hak oleh pemohon izin ini dapat dilakukan oleh

  Kontraktor pemenang tender, Sub Kontraktornya, Mandor

  ataupun di tingkat Pekerja. Untuk itu di dalam penelitian ini akan dilihat mengenai bentuk Pertanggungjawaban pemohon kepada

  Pemerintah dan Masyarakat.

  Berikut adalah skema bagian-bagian jalan menurut penjelasan pasal 33 PP No.34 tahun 2006 tentang Jalan :

  = Ruang manfaat jalan (Rumaja) = Ruang milik jalan (Rumija)

  = Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) = Bangunan

  a = Jalur lalu lintas

  d = Ambang pengaman

  b = Bahu jalan

  x

  = b+a+b

  c = Saluran tepi

  = Badan jalan

RUMAJA (Ruang Manfaat Jalan).

  Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya 6 . Rumaja diperuntukkan bagi median,

  perkerasan jalan, pemisahan jalur, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman timbunan dan galian gorong- gorong perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.

  Dari diagram di atas, penempatan utilitas yang diperbolehkan adalah di luar Rumaja (Ruang Manfaat Jalan).

RUMIJA (Ruang Milik Jalan)

  Pengertian Rumija dalam istilah Public Works (Pekerjaan Umum) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan, yang dibatasi oleh batas ruang milik jalan, yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran

  ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang 7 . Lebar Minimum Rumija minimal sama dengan lebar Rumaja. Tinggi

  atau kedalaman, yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas, serta

  6 Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor

  7 Paragraf 2 Pasal 39 Peraturan Pemerintah 34 Tahun 2006 tentang Jalan 7 Paragraf 2 Pasal 39 Peraturan Pemerintah 34 Tahun 2006 tentang Jalan

  RUWASJA (Ruang Pengawasan Jalan) Merupakan ruas disepanjang jalan di luar Rumija yang ditentukan berdasarkan kebutuhan terhadap pandangan pengemudi, ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan. Lebar Ruwasja diukur dari As Jalan. Tinggi yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas dan penentuannya didasarkan pada keamanan pemakai jalan baik di jalan lurus, maupun di tikungan dalam hal pandangan bebas pengemudi, ditentukan oleh Penyelenggara Jalan.

C. ANALISIS TEMUAN DATA

1. Analisis Realita hukum di dalam Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik di Kota Salatiga

a) Hubungan Hukum di dalam Pemasangan Jaringan kabel Fiber Optik di Kota Salatiga

  Hubungan hukum yang terjadi dalam pemasangan jaringan kebel optik di Kota Salatiga dapat penulis sampaikan dalam bentuk bagan di bawah ini :

  PEMERINTAH KOTA SALATIGA

  PEMOHON IZIN

  KONTRAKTOR

  SUB KONTRAKTOR

  Bagan Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik Di Kota Salatiga

  Melalui bagan ini, penulis ingin menggambarkan bagaimana hubungan hukum yang terjadi dan bagaimana posisi setiap pihak dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik. Yang pertama yaitu bahwa hubungan hukum yang terjadi dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga yaitu terjadi antara antara Pemerintah Kota Salatiga, Pemohon Izin, Kontraktor, dan sub kontraktor.

  Yang kedua ialah hubungan hukum yang terjadi antara Pemerintah Kota Salatiga selaku penyelenggara jalan dan Pemohon izin sebagai pihak yang berkepentingan untuk memperoleh izin ialah sub ordinatif, di mana posisi para pihak tidaklah sejajar. Posisi Pemerintah Kota Salatiga selaku pemberi izin berada di atas posisi

  Pemohon izin. Dengan kata lain, pemohon izin wajib mematuhi dan melaksanakan segala persyaratan yang dipersyaratkan dalam pemberian izin dimaksud.

  Yang ketiga ialah hubungan hukum yang terjadi antara Pemohon izin dengan kontraktor. Dalam bagan di atas dapat diketahui bahwa pemohon izin memiliki posisi yang seimbang atau setara dengan kontraktor. Hal ini karena ketika izin dikeluarkan, pemasangan jaringan kabel fiber optik, tidaklah dilaksanakan oleh pemohon izin tersebut melainkan dilaksanakan oleh kontraktor terpilih, melalui mekanisme lelang. Setelah kontraktor pemenang lelang diperoleh, maka kontraktor tersebut akan mengadakan perjanjian dengan pihak pemohon izin yang berisikan hak dan kewajiban di antara para pihak. Dengan kata lain, telah terjadi perikatan antara pemohon izin dengan kontraktor yang memuat hak dan kewajiban dan wajib dipatuhi oleh para pihak.

  Yang keempat adalah hubungan hukum yang terjadi antara kontraktor dengan sub kontraktor. Hal ini sering terjadi ketika kontraktor telah menerima proyek pekerjaan berupa pemasangan jaringan kabel fiber optik dan pemasangan tersebut diberikan kepada kontraktor lain. Pemberian pekerjaan terhadap kontraktor lain terjadi karena, pada umumnya lelang proyek Yang keempat adalah hubungan hukum yang terjadi antara kontraktor dengan sub kontraktor. Hal ini sering terjadi ketika kontraktor telah menerima proyek pekerjaan berupa pemasangan jaringan kabel fiber optik dan pemasangan tersebut diberikan kepada kontraktor lain. Pemberian pekerjaan terhadap kontraktor lain terjadi karena, pada umumnya lelang proyek

b) Fakta Pelaksanaan Perizinan Dalam Pemasangan Jaringan

  Kabel Fiber Optik

  Berikut temuan data hasil pengamatan pelaksanaan perizinan yang tidak sesuai dengan pengaturan hukum:

  Foto 1 : Trotoar

  mengalami

  deformasi karena timbunan ambles mengisi rongga yang kosong di Jl.Osa Maliki.

  Foto 2 : Penempatan jaringan utilitas dengan kedalaman <1,5 m di Jl. Osa Maliki, Klaseman

  penggalian yang berhari- hari dan mengganggu pemanfaatan trotoar bagi pejalan kaki, di Jl. Osa Maliki, Klaseman

  Foto 4 : Penempatan jaringan utilitas di dalam buis beton drainase kota, di Jl. Merak, Klaseman

  Foto 5 : Penempatan jaringan utilitas di dalam buis beton drainase kota, di Jl. Merak, Klaseman

  Foto 6 : Penempatan jaringan utilitas di dalam buis beton drainase kota, di crossing pertigaan Jl. Osa Maliki-Merak

  Foto 7 : Penempatan jaringan utilitas di dalam buis beton drainase kota dan pengurugan dengan diurug sampah, di Jl. Osa Maliki Klaseman

  Foto 1, 2 dan 3 menunjukkan terjadinya kerusakan badan jalan akibat penempatan utilitas yang terlalu dangkal dan masuk dalam area Rumaja, yang seharusnya mengikuti ketentuan minimal berada di batas Rumija. Sehingga ketika terpengaruh pembebanan lalu lintas, bangunan utilitas tersebut mengalami kerusakan, dan Foto 1, 2 dan 3 menunjukkan terjadinya kerusakan badan jalan akibat penempatan utilitas yang terlalu dangkal dan masuk dalam area Rumaja, yang seharusnya mengikuti ketentuan minimal berada di batas Rumija. Sehingga ketika terpengaruh pembebanan lalu lintas, bangunan utilitas tersebut mengalami kerusakan, dan

  Foto 4 dan 5 adalah gambaran pelaksanaan yang merusak infrastruktur jaringan drainase. Ketika di satu titik saluran bis beton dilubangi untuk memasukkan kabel fiber optik, untuk kemudian diurug timbunan kembali tanpa menutup lubang akan berakibat timbunan akan mengisi dan terus bergerak mengisi rongga tempat di sebelahnya di mana jaringan bis beton menerus. Hingga pada akhirnya timbunan tersebut akan melendut, sehingga mengakibatkan kerusakan trotoar di atasnya.

  Foto 6 dan foto 7 menunjukkan penempatan utilitas di dalam crossing jaringan drainase dan tidak dilakukan pengembalian pekerjaan dengan sempurna. Penutup man hole rusak karena pembebanan menunjukkan mutu beton di bawah ketentuan teknis. Sehingga lubang yang ada ditimbun sampah, dijadikan tempat pembuangan sampah dan kemasukan sampah yang terbawa arus air Foto 6 dan foto 7 menunjukkan penempatan utilitas di dalam crossing jaringan drainase dan tidak dilakukan pengembalian pekerjaan dengan sempurna. Penutup man hole rusak karena pembebanan menunjukkan mutu beton di bawah ketentuan teknis. Sehingga lubang yang ada ditimbun sampah, dijadikan tempat pembuangan sampah dan kemasukan sampah yang terbawa arus air

  Di samping itu, kapasitas luas penampang basah crossing menjadi lebih kecil karena terisi sampah sehingga ketika hujan, air meluap ke badan jalan dan merusak aspal. Tidak hanya itu, karena jaringan drainase tersebut sudah berisi bahan timbunan dan kabel fiber optik, maka ketika hujan, air akan melimpah di badan jalan. Sehingga mengakibatkan perkerasan jalan berupa aspal menjadi rusak. Dari realita foto 1 hingga foto 7 tersebut adalah bentuk pelanggaran dari PerMen PU nomor 20 Tahun 2010.

  Pasal 10 :

  Bangunan dan jaringan utilitas, iklan dan media informasi, bangun, bangunan gedung dalam ruang milik jalan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

  a. tidak mengganggu keamanan dan keselamatan pengguna jalan;

  b. tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konsentrasi pengemudi;

  c. tidak mengganggu fungsi dan konstruksi jalan serta bangunan pelengkapnya;

  d. tidak mengganggu dan mengurangi fungsi rambu–rambu dan sarana pengatur lalu lintas lainnya; dan 


  e. sesuai dengan peraturan daerah danatau peraturan instansi terkait.


  Pasal 12 ayat (1)

  Bangunan dan jaringan utilitas pada jaringan jalan di dalam kawasan perkotaan dapat ditempatkan di dalam ruang manfaat jalan dengan ketentuan:

  a. yang berada di atas atau di bawah tanah ditempatkan di luar bahu jalan atau trotoar dengan jarak paling sedikit 1 (satu) meter dari tepi luar bahu jalan atau trotoar; 


  b. dalam hal tidak terdapat ruang di luar bahu jalan, trotoar, atau jalur lalu lintas, bangunan dan jaringan utilitas sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat ditempatkan di sisi terluar ruang milik jalan. 


  Pasal 12 ayat (5)

  Bangunan dan jaringan utilitas di bawah tanah harus diletakkan pada kedalaman paling sedikit 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan terendah pada daerah galian atau dari tanah dasar pada daerah timbunan.

  Pasal 12 ayat (7)

  Permukaan tanah pada lintasan bangunan dan jaringan utilitas yang ditempatkan di bawah tanah harus diberi tanda yang bersifat permanen.

  Pasal 13 


  Rencana teknis rinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a meliputi gambar lokasi, gambar konstruksi, dan bahan konstruksi bangunan dan jaringan utilitas.

  Pasal 14 ayat (1)

  Metode pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf b meliputi mobilisasi dan penyimpanan bahan utilitas, penyediaan bahan konstruksi jalan, pelaksanaan penggalian, Metode pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf b meliputi mobilisasi dan penyimpanan bahan utilitas, penyediaan bahan konstruksi jalan, pelaksanaan penggalian,

  Pasal 14 ayat (2)

  Pemegang izin wajib melaksanakan pengaturan lalu lintas selama pelaksanaan konstruksi bangunan dan jaringan utilitas agar gangguan terhadap kelancaran lalu lintas sekecil mungkin.

  Pasal 14 ayat (3)

  Pemegang izin wajib menjaga, memelihara bangunan dan jaringan utilitas, dan bertanggung jawab terhadap segala kerusakan jalan yang disebabkan oleh bangunan dan jaringan utilitas selama jangka waktu perizinan. 


  Foto 8 : Posisi Guiding block sebagai penunjuk arah bagi pejalan kaki tuna netra tidak dikembalikan pada posisi yang benar dan terputus, di Jl. Diponegoro (depan Pizza Hut)

  Foto 9 : Posisi Guiding block yang dapat mencelakai bagi pejalan kaki tuna netra, di Jl. Diponegoro (depan Pizza Hut)

  Foto 10 : Posisi Guiding block sebagai penunjuk arah bagi pejalan kaki tuna netra tidak dikembalikan pada posisi yang benar, sehingga dapat menyesatkan pengguna difable di Jl. Diponegoro (depan Pizza Hut)

  Foto 8, foto 9 dan foto 10 tersebut di atas menunjukkan pekerjaan utilitas tidak mengembalikan seperti semula dan membahayakan keselamatan pejalan kaki tuna netra dan low vision. Guiding Block yang berwarna kuning atau oranye berupa kode-kode sebagai rambu penunjuk jalan bagi pejalan kaki tuna netra dan low vision mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda. Ada yang memberikan kode jalan terus, belok kanan, belok kiri, persimpangan, jalan menurun dan naik. Guiding Block yang bergelombang menunjukkan di depannya akan terdapat persimpangan, sehingga sebagai peringatan agar lebih berhati-hati. Guiding Block bulatan-bulatan kecil menunjukkan area berbahaya, contohnya tempat keluar masuknya mobil dari dan ke jalan raya- restoran.

  Dari amatan foto 8, 9, 10 tersebut , disamping menunjukkan terjadinya pelanggaran pada Per Men PU No.20 Tahun 2010 pasal

  10, 12(1), 12(5), 12(7),13, 14(1), 14(2), 14(3), juga pada PerMen

  PU Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

  Pasal 3 ayat (1)

  Dalam merencanakan, dan melaksanakan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas.

  Pasal 3 ayat (2)

  Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas yang diatur dalam peraturan ini dan juga PerMen PU nomor 20 Tahun 2010.

  Mengenai Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi , dari foto 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10 , jika kita cermati juga termasuk dalam pelanggaran pasal 12, 13 dan 15 Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat.

  Pasal 12

  (1) Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau

  pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah. 


  (2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau

  bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar. 


  (3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan

  jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat

  (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang- undangan yang

  berlaku. 


  Pasal 13 


  Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.

  Pasal 15

  a. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara

  telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada

  penyelenggara telekomunikasi. 


  b. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi

  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.

  c. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian

  ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

  Dari foto-foto tersebut di atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun pelaksanaan perizinan utilitas selalu bersifat merusak infrastruktur karena pada prinsipnya tidak dikembalikan kepada keadaan semula. Infrastruktur yang rusak antara lain : Saluran drainase, saluran air , trotoar, kanstin, pohon peneduh kota, struktur Dari foto-foto tersebut di atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun pelaksanaan perizinan utilitas selalu bersifat merusak infrastruktur karena pada prinsipnya tidak dikembalikan kepada keadaan semula. Infrastruktur yang rusak antara lain : Saluran drainase, saluran air , trotoar, kanstin, pohon peneduh kota, struktur

2. Analisis Pertanggungjawaban Perdata

a) Hak Menguasai Negara Atas Jalan

  Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyatakan bahwa, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah danatau air, serta di atas permukaan air, kecuali

  jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 8 Pengertian demikian dianut pula di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 9 , Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006

  8 Lihat Pasal 1 ayat (4).

  9 Lihat Pasal 1 ayat (12).

  Tentang Jalan 10 , dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 20PRTM2010 tentang Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan

  Bagian-Bagian Jalan 11 .

  Pengertian Jalan dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tersebut tampak bahwa jalan memiliki bagian-bagian. Bagian- bagian jalan tersebut dinyatakan dengan tegas di dalam Pasal 11 bahwa, bagian-bagian jalan terdiri dari ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Sedangkan ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 13 UU No.38 Tahun 2004, menyatakan bahwa jalan dikuasai oleh Negara. Artinya bahwa jalan berada di bawah kekuasaan Negara. Penguasaan Negara tersebut memberi wewenang kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jalan meliputi

  10 Lihat Pasal 1 ayat (3).

  11 Lihat Pasal 1 ayat (1) Permen PU No.20 Tahun 2010 11 Lihat Pasal 1 ayat (1) Permen PU No.20 Tahun 2010

  Wewenang

  pemerintah

  provinsi dalam

  penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan provinsi. Wewenang pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa. Sedangkan wewenang Pemerintah Kota sebatas penyelenggaraan

  jalan kota. 12

  Hak penguasaan jalan ada pada Negara bermakna bahwa, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara, mempunyai hak menyelenggarakan jalan secara umum. Penyelenggaraan jalan harus menjamin terselenggaranya peranan jalan yang berdasarkan rencana tata ruang wilayah dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan atau keterhubungan dalam kawasan serta dilakukan secara konsepsional dan

  menyeluruh. 13

  Hak penguasaan Negara atas jalan bersumber dari UUD NRI 1945 pada Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi (3) :

  12 Lihat Pasal 14, 15 dan 16 UU No.38 Tahun 2004 dan Pasal 5 Permen PU No.20 Tahun 2010

  13 I Nengah Suantra, Made Nurmawati, Laporan Penelitian Pengaturan Jaringan

  Utilitas Terpadu Di Kabupaten Badung, Universitas Udayana Fakultas Hukum Denpasar, 2016, h. 12.

  “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

  kemakmuran rakyat”.

  Berarti wewenang negara adalah penguasaan bukan kepemilikan atas kekayaan alam. Sebab pemilikan atas kekayaan alam tersebut adalah hak bangsa (rakyat) yang pelaksanaannya melalui alat negara yang kewenangannya didelegasikan sebagai Menteri dan kepada

  kepala daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. 14 Selanjutnya Hak menguasai dari Negara dijabarkan secara spesifik

  di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok- Pokok Dasar Agraria atau yang biasa dikenal dengan sebutan UUPA. Pada Pasal 2 menyatakan bahwa :

  1. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang

  Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

  2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini

  memberi wewenang untuk :

  a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

  b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

  14 Dyah Hapsari Prananingrum, Aspek Filosofis dan Yuridis Kontrak Kerjasama Bisnis Pemerintah Daerah, di dalam Sri Harini Dwiyatmi, dkk, Beberapa Pemikiran Dalam

  Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2014, h. 182- 183.

  c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

  3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara

  tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.