Analisis Deskriptif Penelitian

4.3 Analisis Deskriptif Penelitian

a. Sejarah Banjir Sungai Bengawan Solo

Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa (600 km) yang mengalir dari Pegunungan Sewu di Barat sampai Selatan Surakarta ke Laut Jawa di utara Surabaya, dengan luas DAS 16.100

Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi pada saat ini. Bengawan Solo salah satu DAS yang sering terlanda banjir, curah hujan yang tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung aliran permukaan (runoff), sehingga terjadi banjir luapan. Banjir bengawan solo terjadi sejak dari dulu, banjir yang terbesar terjadi pada tahun 1966. Pada saat itu pemerintah Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi pada saat ini. Bengawan Solo salah satu DAS yang sering terlanda banjir, curah hujan yang tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung aliran permukaan (runoff), sehingga terjadi banjir luapan. Banjir bengawan solo terjadi sejak dari dulu, banjir yang terbesar terjadi pada tahun 1966. Pada saat itu pemerintah

Gambar 4.1 Sejarah Banjir 5 Kabupaten Lokasi Studi (Sumber: Data primer diolah, 2012)

Gambar 4.1 merupakan sejarah banjir Sungai Bengawan Solo dari tahun 1966 sampai dengan 2007 yang di mana banjir besar terulang kembali. seperti yang dituturkan Pak Wiyono berikut ini:

Kejadian 1966 banjir gedhe (besar), sampai di sekitar Kraton dan Sriwedari. Setelah bendungan Wonogiri itu jadi agak lama tidak banjir, hanya saja kalau disini hujan deras bersamaan dari seputar kali Dengkeng (Klaten), Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali baru bisa terjadi banjir. Baru tahun 2007 terjadi banjir besar lagi sampai sekarang.

Banjir tersebut disebabkan oleh intensitas atau curah hujan yang tinggi di berbagai daerah yang dilalui sungai Bengawan Solo, akibat terjadinya hujan di bagian hulu dengan intensitas tinggi disertai pendangkalan sungai dan perubahan struktur sungai di daerah Sub DAS Bengawan Solo Hulu maka

Banjir Besar Membuat Waduk

Banjir Kecil

Pendangkalan dan Perubahan Struktur

Sungai

Banjir Besar 2007-

2012

terjadi banjir besar di seluruh DAS Bengawan Solo mulai tanggal 26 Desember 2007.

b. Kejadian Banjir Sungai Bengawan Solo

Banjir tahun 2007 adalah salah satu banjir besar yang terjadi di Sungai Bengawan Solo. Seperti yang telah dipaparkan di atas terjadi banyak kerugian material dan non-material, hal tersebut dikarenakan kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dari masyarakat di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Masyarakat menganggap bahwa setelah dibangunnya Waduk Gajah Mungkur tidak akan terjadi banjir besar lagi, masyarakat sudah merasa aman dengan adanya waduk tersebut. Bahkan masyarakat meremehkan peringatan dari pemerintah maupun sanak saudara yang tinggal hulu Sungai Bengawan Solo, seperti yang dituturkan Pak Wiyono warga dusun Sawahan Kecamatan Sangkrah:

Yang jelas nggak nyangka mas, apa iya terjadi banjir. Padahal saya sudah dapat informasi dari Klaten, Boyolali, Wonogiri dan Sukoharjo hati-hati pak atas sudah banjir (Radio komunikasi). jam 4 pagi air baru naik ke bibir sungai.

Kejadian banjir besar tersebut melanda kabupaten/kota di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo di antaranya yaitu : Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Ponorogo, Madiun, Cepu, Bojonegoro, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik dan daerah di sekitarnya yang menimbulkan kerusakan. Akibat banjir besar seperti tergenangnya perumahan, fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, sawah/tegalan, dan jalan Nasional, Propinsi,

Kabupaten di kota dan daerah disekitar sungai Bengawan Solo, di mana kondisi itu mempengaruhi aktifitas masyarakat dan perekonomian. Hal tersebut juga dirasakan oleh Pak Kino warga dusun Nglogok Kecamatan Ngadirojo yang mengungkapkan:

Nggih banjir bandang katah kerugiane lembu nggih mendo nggih dalem, tigo dalem ambruk. Ten wuntoronadi kaleh welas meninggal . (iya banjir bandang banyak kerugianya sapi, kambing dan rumah, tiga rumah hancur. Di wuntoronadi dua belas meninggal)

Dari kejadian tersebut perlunya tindakan panangganan bencana yang baik dan benar untuk menghindari kerugian atau korban yang lebih besar, berikut ini proses penanganan bencana yang berhasil diungkap berdasar penelitian lapangan.

Gambar 4.2 Proses Penanganan Bencana (Sumber: Data primer diolah, 2012)

Peringatan dari

BPBD

Kepala Desa

Informasi Penduduk

RT & RW

Lembaga non Pemerintah

Dapur Umum Evakuasi

Posko Bencana

Informasi

Gambar 4.2 menunjukkan proses penanganan bencana yang terjadi di lapangan yang di mana bermula dari informasi yang berasal dari pemerintah dan penduduk lokal, peringatan dari pemerintah menggunakan indikator tinggi air di pintu sungai yang mana air sudah melampau tingkat normal selain itu juga pemerintah menggunakan sirine tanda bahwa bencana banjir yang di pasang di titik daerah rawan banjir. Sedangkan dari penduduk lokal ada yang menggunakan radio komunikasi yang terhubung secara individu di hulu, penduduk juga menggunakan peringatan yang berasal dari alam yaitu dengan melihat kejernihan air Sungai Bengawan Solo, curah hujan yang tinggi seperti yang diungkapkan oleh Pak Parmin warga dusun Tlumpuk Kecamatan Waru:

Biasane niku sampun do ngertos sonten pun jawah deres, trus mboten saged tilem. (biasanya itu sudah pada tahu, sore sudah hujan lebat terus tidak bisa tidur)

Kemudian dari pemerintah langsung berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat segera memberitahukan warganya agar segera mengungsi, di mana Kepala Desa juga berkoordinasi dengan Rukun Tangga dan Rukun Warga. Penduduk lokal memberi tahu peringatan kepada Rukun Tangga dan Rukun Warga agar segera memberitahukan warganya untutk mengungsi kemudian Rukun Tangga dan Rukun Warga berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Pemerintah agar dapat memberi bantuan kepada pengungsi melalui Posko Bencana dan warga langsung membuat dapur umum, sebagian membantu evakuasi. Posko Bencana diharapkan bantuan dapat mengalir kepada warga pengungsi, karena dalam Posko mempunyai informasi yang Kemudian dari pemerintah langsung berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat segera memberitahukan warganya agar segera mengungsi, di mana Kepala Desa juga berkoordinasi dengan Rukun Tangga dan Rukun Warga. Penduduk lokal memberi tahu peringatan kepada Rukun Tangga dan Rukun Warga agar segera memberitahukan warganya untutk mengungsi kemudian Rukun Tangga dan Rukun Warga berkoordinasi dengan Kepala Desa dan Pemerintah agar dapat memberi bantuan kepada pengungsi melalui Posko Bencana dan warga langsung membuat dapur umum, sebagian membantu evakuasi. Posko Bencana diharapkan bantuan dapat mengalir kepada warga pengungsi, karena dalam Posko mempunyai informasi yang

Pas banjir masyarakat mriki gotong royong mboten ngarep saking pemerintah, kadang malah marai emosi. Sekaline bantu kuwi ae ra roto tur salah sasaran. (waktu banjir ,masyarakat sini gotong royong tidak mengharap dari pemerintah, kadang malah bikin emosi. Sekali membantu itu saja tidak merata itupun salah sasaran)

Terlihat bahwa kekecewan Pak Purwoko terhadap bantuan pemerintah yang di mana kurang baiknya koordinasi dari tempat Posko Bencana. Jadi proses penanganan yang tepat dan baik dapat mengurangi kerugian material dan non-material.

c. Tindakan Mitigasi Masyarakat dan Pemerintah

Coburn et al. (1992) mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan. Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan dibebankan Coburn et al. (1992) mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang luas dari aktifitas-aktifitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan. Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan dibebankan

Gambar 4.3 Alur Tindakan Mitigasi (Sumber: Data primer diolah, 2012)

Tindakan relokasi perlu dilakukan karena dearah tersebut berada di dalam bantaran Sungai Bengawan Solo yang di mana sangat rawan akan banjir, dari segi keselamatan juga keputusan yang paling tepat dan rasional adalah relokasi. Sampai sekarang proses relokasi masih dalam proses negosiasi antara pemeritah dan masyarakat seperti yang diungkap Pak joko warga dusun Sawahan Kecamatan Sangkrah selaku Rukun Tangga dan pemimpin dari organisasi masyarakat di Dusun Sawahan:

Sudah ada program relokasi mas, ini baru proses negosiasi. Tanahnya dihargai 400-600 ribu kalau warga sini harga terendah sudah mau, cuman yang belum setuju nilai bangunan dihargai 8,5 juta warga belum setuju.

Hasil dari penelitian ini upaya untuk melakukan tindakan mitigasi, masyarakat cenderung pasrah akan keadaan yang terjadi karena banyak faktor yang menyebabkan hal yang demikian di antaranya seperti himpitan ekonomi,

Banjir Besar 2007-2012

Konsolidasi dan Sosialisasi

Pemerintah daerah

Tindakan Mitigasi

Organisasi

Masyarakat Masyarakat (MPRS)

Relokasi

DPR Daerah

lokasi atau tempat dimana masyarakat tinggal, kondisi sosial ekonomi, jarak rumah dengan sungai dan tinggi genangan. Adapun tindakan mitigasi masyarakat yang dilakukan guna mengurangi kerugian, berikut ini beberapa warga yang melakukan tindakan mitigasi sesuai dengan situasi kondisi dan kemampuan yang dimiliki.

Tabel 4.3 Tindakan Mitigasi Masyarakat No.

Nama

Alamat

Jenis Tindakan

Mitigasi

1. Ahmadi

Kedungrinngin RT10 RW 02, Waru

Meninggikan rumah

2. Priyo

Tegal Harjo RT04/01, Langenharjo

Membuat plapon di atap rumah

3. Hari

Tegal Harjo RT04/01, Langenharjo

Menanam pohon

4. Wiyono

Sawahan RT02/10, Sangkra h

Persiapan tenda

(Sumber: Data primer diolah, 2012) Kejadian bencana yang terjadi di masyarakat pandangan negatif pada

Pemerintah, menganggap penanggulangan banjir oleh pemerintah dirasa masih belum optimal. Hal ini sesuai dengan penuturan Pak Parmin warga dusun Tlumpuk kecamatan Waru yakni:

Ngantos dugi seprene mboten wonten perkembangane blas . (sampai sekarang tidak ada perkembangan sama sekali)

Pak Parmin menganggap bahwa pemerintah ada tindakan yang nyata untuk menanggulangi banjir dari dulu sampai sekarang tidak. Pemerintah sebenarnya sudah melakukan tindakan mitigasi seperti pembuatan tanggul, Pak Parmin menganggap bahwa pemerintah ada tindakan yang nyata untuk menanggulangi banjir dari dulu sampai sekarang tidak. Pemerintah sebenarnya sudah melakukan tindakan mitigasi seperti pembuatan tanggul,

Menurut data Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo upaya pengendalian banjir harus dengan keterpaduan antara upaya fisik teknis dan non-teknis seperti perilaku manusia dalam mengubah fungsi lingkungan, perubahan tata ruang secara massive di kawasan budidaya yang menyebabkan daya dukung lingkungan menurun drastis, serta pesatnya pertumbuhan permukiman dan industri yang mengubah keseimbangan fungsi lingkungan sehingga menyebabkan kawasan retensi banjir (retarding basin) berkurang. Penanganan fisik dan non-fisik dalam upaya pengendalian banjir dapat diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut:

1. Pengendalian tata ruang.

Pengendalian tata ruang dilakukan

dengan perencanaan

penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.

2. Pengaturan debit banjir

Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir. Pengaturan daerah rawan banjir. Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:

a) Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).

b) Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.

3. Peningkatan peran masyarakat.

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:

a) Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat

b) Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.

c) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:

d) mengubah aliran sungai;

e) mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai.

f) membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,

g) pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya.

h) pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan, Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas umum, Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya dan lain- lain)

4. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:

a) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung)

b) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak

c) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis

d) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.

5. Penyediaan Dana

Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara: Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara:

b) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir

c) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

6. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Rencana Tindak Darurat

Sistem peringatan dini datangnya banjir WS Bengawan Solo di masa yang akan datang harus berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu. Dengan penerapan sistem ini, akan dapat memberikan informasi lebih dini bagi masyarakat yang kemungkinan akan terkena bencana sehingga ada kesempatan bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri atau barang-barang berharganya.

Sistem tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh sehingga dapat meyakinkan bahwa sistem tersebut dapat berfungsi ketika diperlukan dan peringatan dapat disampaikan secara segera dan mudah dimengerti oleh semua anggota masyarakat dalam berbagai kondisi dan tingkat resiko bencana. Komponen inti sistem peringatan dini datangnya banjir harus berpusat pada masyarakat terdiri dari:

a) Penyatuan dari kombinasi elemen-elemen bottom-up dan top-down;

b) Keterlibatan masyarakat dalam proses peringatan dini;

c) Pendekatan multi bencana; dan c) Pendekatan multi bencana; dan

Mendasari semua hal tersebut di atas harus ada suatu dukungan politis yang kuat, hukum dan perundang-undangan, tugas dan fungsi masing-masing institusi yang jelas serta sumber daya manusia yang terlatih. Oleh karenanya, sistem peringatan dini perlu dibentuk dan didukung sebagai satu kebijakan, sedangkan kesiapan untuk menanggapi harus diciptakan melekat dalam masyarakat.

Untuk menciptakan sistem peringatan dini datangnya banjir yang efektif di WS Bengawan Solo, yang berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir sampai hulu masih banyak hal-hal yang perlu dilakukan antara lain:

1) Membuat peta rawan banjir yang dapat menunjukkan ketinggian genangan, tempat yang aman untuk berlindung serta rute untuk penyelamatan.

2) Melakukan survei kerentanan masyarakat yang tinggal di lereng bukit yang rawan longsor.

3) Membantu lembaga nasional yang terkait dengan cuaca dengan mengakses data cuaca dan citra satelit internasional/global.

4) Mendukung masyarakat terpencil dengan memasang alat duga muka air elektronis yang sederhana dan sistem siaga untuk memberikan peringatan banjir.

5) Meningkatkan keinginan melakukan penelitian dan pelatihan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi peringatan dini modern.

6) Melaksanakan kajian bagaimana masyarakat meng-akses dan menginterpretasikan

mengaplikasikannya pada saat proses diseminasi.

7) Mengembangkan, menguji dan menyempurnakan skenario evakuasi untuk berbagai kondisi siaga khususnya di daerah yang padat penduduk.

8) Mengembangkan sistem-sistem berbasis masyarakat untuk menguji anggota masyarakat yang berusia lanjut dan penyandang cacat ketika dilakukan peramalan banjir.

9) Mengembangkan standar dan pedoman untuk berbagai jenis sistem peringatan dini.

10) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

11) Pengelolaan kawasan yang berpotensi mendorong perkembangan kawasan sekitar dan/atau berpengaruh terhadap perkembangan wilayah Propinsi secara umum.

12) Pengelolaan kawasan perbatasan dalam satu kesatuan arahan dan kebijakan yang saling bersinergi.

13) Mendorong perkembangan/revitalisasi potensi wilayah yang belum berkembang.

14) Penempatan pengelolaan kawasan diprioritaskan dalam kebijakan utama pembangunan daerah.

15) Mendorong tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan kawasan.

16) Peningkatan kontrol terhadap kawasan yang diprioritaskan.

17) Mendorong terbentuknya badan pengelolaan kawasan yang diprioritaskan. Dari paparan diatas pada masa yang akan datang upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal.

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN LKS PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XII IPS SMA Fitri Salpiah, Herkulana, okianna Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan, Pontianak Email :salpiahfitrigmaill.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk me

0 0 11

ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA KELAS X AKUNTANSI 1 SMK NEGERI 3 PONTIANAK Auliya Fidhiyanti, Maria Ulfah, Achmadi Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan, Pontianak Email: auliyafidhiyantiyahoo.com Abstrak : Penelitian ini mengangkat judul tentang Analis

0 0 14

PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PEMBELAJARAN PKn di SDN

0 0 17

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PROSES BELAJAR EKONOMI SMA NEGERI 4 PONTIANAK Sela Patriana, Junaidi, Maria Ulfah Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP UNTAN, Pontianak Email : selapatriana31gmail.com Abstrak : Penelitian ini mengenai kema

0 0 17

META-ANALISIS SKRIPSI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNTAN TENTANG PELAKSANAAN REMEDIASI UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA ARTIKEL PENELITIAN

0 0 10

Analisis potensi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Bungkal Kabupaten Ponorogo

0 2 68

Analisis potensi sektor unggulan di kabupaten Karanganyar tahun 2005-2010

0 2 104

Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)

0 0 245

Analisis Finansial Usaha Pembibitan Sapi Potong Rakyat di Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul

0 0 52

HUBUNGAN ANTARA ANDROPAUSE DENGAN KECEMASAN PADA PRIA DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 55