SKRIPSI Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

SKRIPSI

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: DWI HARJONO SAPUTRO F0108057 JURUSAN EKONO MI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

ii

iii

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO v Hidup adalah rintangan yang harus dihadapi, perjuangan yang harus dimenangkan, rahasia yang harus digali dan anugerah yang harus dipergunakan

v Tuhan mempunyai rencana yang beda untuk hamba-N ya dan yakinlah bahwa Tuhan telah menyiapkan rencana indah untuk setiap hamba-Nya

v Hal kecil membentuk kesempurnaan tetapi kesempurnaan bukanlah hal kecil

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk keluarga dan orang-orang terdekatku yang selalu memberikan harapan, semangat dan cinta dengan sepenuh hati

ABSTRAK

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

DWI HARJONO SAPUTRO F0108057

Banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya-upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melakukan valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir di wilayah Eks Karisidenan Surakarta yang rawan terjadinya bencana banjir. Penelitian valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menggunakan contingent valuation methods (CVM). Penghitungan besarnya willingness to pay (WTP) untuk mengurangi risiko bencana banjir dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap WTP dengan pendekatan CVM.

Subjek penelitian ini adalah warga sekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo di Eks karisidenan Surakarta meliputi Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar dan Sragen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jarak dan tinggi genanggan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 5%. Sedangkan usia mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 10%. Jadi variabel usia, jarak dan tinggi genangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk membayar melakukan tindakan mitigasi bencana banjir.

Agar tindakan mitigasi dapat berjalan dengan baik upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal. Untuk melakukan tindakan mitigasi bencana yang berkelanjutan, maka perlunya peran serta dari masyarakat dan pemerintah dalam melakukan tindakan mitigasi.

Kata kunci : mitigasi, usia, jarak, tinggi genangan, fisik dan non-fisik, contingent valuation methods (CVM), willingness to pay (WTP),

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul VALUASI EKONOMI MITIGASI BENCANA BANJIR SUNGAI BENGAWAN SOLO (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta). Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, masukan, serta dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Suryanto, S.E, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktunya, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dengan penuh perhatian, kesabaran dan memberikan pengarahan yang sangat berharga bagi penulis.

2. Dr. Wisnu Untoro, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Supriyono, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Nurul Istiqomah, S.E, M.Si., selaku pembimbing akademis.

5. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

vii

6. Kedua orang tua, kakak, dan adik atas kasih sayangnya dan tak hentinya memberi doa, nasehat, semangat, dan dukungan untuk menyelesaikan studi.

7. Sahabat-sahabat seperjuanganku EP 2008, yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil.

8. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu proses pembuatan hingga skripsi ini selesai.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta pihak-pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Juli 2012

Dwi Harjono Saputro

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................

87

B. Saran .......................................................................................

89

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Bencana di Indonesia Pada Tahun 2012........................................

Tabel 1.2 Kejadian Banjir Beserta Dampaknya di Eks Karisidenan Surakarta .......................................................................................................

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan per Bulan............. 53 Tabel 4.3

Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan ................ 54 Tabel 4.2

Karakteristik Responden Menurut Tingkat Usia ........................... 55 Tabel 4.4

Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga...... 55 Tabel 4.5

Karakteristik Responden Menurut Jarak ....................................... 56 Tabel 4.6

Karakteristik Responden Menurut Tinggi Genangan .................... 57 Tabel 4.3

Tindakan Mitigasi Masyarakat ...................................................... 65 Tabel 4.6

Hasil Analisis Regresi Berganda Dengan Ordinary Least Square (OLS) ....................................................................................................... 73 Tabel 4.7

Uji Multikolinearitas dengan Metode Auxiliary Regression ......... 74 Tabel 4.8

Uji White........................................................................................ 74 Tabel 4.9

Uji B-G Test................................................................................... 75

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Aliran Sungai Bengawan Solo ........................................................

Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia................. 28 Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 35 Gambar 3.1 Kurva Distribusi Normal ................................................................ 45 Gambar 4.1 Sejarah Banjir 5 Kabupaten Lokasi Studi...................................... 58 Gambar 4.2 Proses Penanganan Bencana .......................................................... 61

Gambar 4.3 Alur Tindakan Mitigasi.................................................................. 63 Gambar 4.4 Uji T Untuk Variabel Pendapatan.................................................. 77 Gambar 4.5 Uji T Untuk Variabel Pendidikan ................................................... 78 Gambar 4.6 Uji T Untuk Variabel Usia............................................................. 79 Gambar 4.7 Uji T Untuk Variabel Jumlah Anggota Keluarga .......................... 80 Gambar 4.8 Uji T Untuk Variabel Jarak............................................................ 81 Gambar 4.9 Uji T Untuk Variabel Tinggi Genangan ........................................ 82

ABSTRAK

Valuasi Ekonomi Mitigasi Bencana Banjir Sungai Bengawan Solo (Studi Kasus di Daerah Rawan Banjir Eks karisidenan Surakarta)

DWI HARJONO SAPUTRO F0108057

Banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya-upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melakukan valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir di wilayah Eks Karisidenan Surakarta yang rawan terjadinya bencana banjir. Penelitian valuasi ekonomi mitigasi bencana banjir dilakukan dengan menggunakan contingent valuation methods (CVM). Penghitungan besarnya willingness to pay (WTP) untuk mengurangi risiko bencana banjir dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap WTP dengan pendekatan CVM.

Subjek penelitian ini adalah warga sekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo di Eks karisidenan Surakarta meliputi Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar dan Sragen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jarak dan tinggi genanggan mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 5%. Sedangkan usia mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 10%. Jadi variabel usia, jarak dan tinggi genangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan untuk membayar melakukan tindakan mitigasi bencana banjir.

Agar tindakan mitigasi dapat berjalan dengan baik upaya pengendalian banjir tidak bisa hanya difokuskan pada penanganan fisik saja, namun harus disinergikan juga dengan pembangunan non-fisik yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya keterlibatan atau partisipasi masyarakat, sehingga tercapai suatu sistem pengendalian banjir yang lebih optimal. Untuk melakukan tindakan mitigasi bencana yang berkelanjutan, maka perlunya peran serta dari masyarakat dan pemerintah dalam melakukan tindakan mitigasi.

Kata kunci : mitigasi, usia, jarak, tinggi genangan, fisik dan non-fisik, contingent valuation methods (CVM), willingness to pay (WTP),

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejumlah wilayah di Indonesia termasuk Jateng mulai merasakan bencana banjir. Sejumlah waduk mengalami penyusutan debit air, dan ribuan hektar sawah mengalami puso dan terancam gagal panen akibat tergenang air. Di tingkat nasional terdapat 3 wilayah di Jateng yang mengalami kerusakan terparah akibat banjir selama kurun waktu 2005 sampai 2009 yaitu Wonogiri, Grobogan dan Gunung Kidul (DIBI, 2009).

Kondisi tersebut di akibatkan oleh iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 5 o 40'-8 o 30' LS dan antara 108 o 30'-111 o 30' BT menjadikan potensi dan ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes, Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak, Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu, Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2008).

Menurut data Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo adalah Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh Menurut data Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo adalah Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa, terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah sungai ± 12% dari seluruh

Luas total wilayah sungai (WS) Bengawan Solo ± 19.778 km 2 , terdiri dari

4 (empat) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Bengawan Solo dengan luas ±

16.100 km 2 , DAS Kali Grindulu dan Kali Lorog di Pacitan seluas ± 1.517 km 2 , DAS kecil di kawasan pantai utara seluas ± 1.441 km 2 dan DAS Kali Lamong seluas ± 720 km 2 . DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di WS

Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS Bengawan Solo Hilir. Sub DAS Bengawan Solo Hulu dan

sub DAS Kali Madiun dengan luas masing-masing ± 6.072 km 2 dan ± 3.755 km 2 .

Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut yakni Gunung Merapi (± 2.914 m), Gunung Merbabu (± 3.142 m) dan Gunung Law u (± 3.265 m), sedangkan luas Sub DAS Bengawan Solo

Hilir adalah ± 6.273 km 2 . Secara administratif WS Bengawan Solo mencakup 17

(tujuh belas) kabupaten dan 3 (tiga) kota, yaitu: Kabupaten

: Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar,

Sragen,Blora, Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban. Lamongan, Gresik dan Pacitan.

Kota

: Surakarta, Madiun dan Surabaya

Gambar 1.1 Aliran Sungai Bengawan Solo (Sumber: BBWS Surakarta)

Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi pada saat ini. Lebih lanjut disebutkan bahwa banjir di Indonesia pada tahun 2012 adalah bencana yang terbesar yaitu 32% yaitu 4.188 dari keseluruhan bencana di Indonesia, hal tersebut digambarkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Bencana di Indonesia pada tahun 2012

Jenis bencana Data card

Meningg al

Luka- luka

Hilang

Rumah rusak berat

Rumah rusak ringan

Menderita

mengun gsi

Aksi Teror / Sabotase

Banjir Dan Tanah Longsor

Ge lombang Pasang / Abrasi

Gempa Bumi 412

Gempa Bumi Dan Tsunami

Hama Tanaman

18 40 0 0 0 0 0 0

26,1% wilayah Propinsi

Jateng

27,5% wilayah Propinsi

Jatim

(Sumber: DIBI 2012, data diolah)

Contoh banjir yang terjadi di indonesia yaitu: Banjir di Banyumas dan Purworejo akibat luapan Sungai Ijo dan Sungai Kecepak , Banjir di Sumatra Utara akibat luapan Sungai Batang Serangan Tanjungpura, Banjir di Jakarta Utara akibat dari luapan sungai Cisadane dan Ciliwung, termasuk banjir di Surakarta akibat dari luapan sungai Bengawan Solo.

Bengawan Solo salah satu DAS yang sering terlanda banjir, curah hujan yang tinggi menyebabkan sungai tidak mampu menampung aliran permukaan (runoff), sehingga terjadi banjir luapan. Pada tahun 2004 terdapat 760.771,3 hektar lahan kritis di Jawa Tengah, Surakarta menempati urutan Urutan kedua di DAS Bengawan Solo (194.086,34 hektar) utamanya di wilayah Kabupaten

Kebakaran Hutan Dan Lahan

Kecelakaan Industri

Kecelakaan Transportasi

Konflik / Kerusuhan Sosial

Letusan Gunung Api

Perubahan Iklim

17 137

55 0 0 1 0 0

Puting Be liung 1898

Tanah Longsor 1709

1707

1943

141

9585

7095

19412

39881

Tsunami

13 3519

273

2957

20079

630

0 238

Wonogiri (84.068,57 hektar). Wilayah rawan banjir sungai bengawan solo di eks Karisidenan Surakarta adalah: Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, dan Sragen.

Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air akibat hujan deras, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap tanah terhadap air yang buruk atau jumlah curah hujan melebihi kapasitas serapan air. Pada bagian lain, sempadan sungai banyak digunakan untuk hal–hal diluar peruntukannya, sehingga mengakibatkan kapasitas basah sungai menurun. Berkurangnya kemampuan dan fungsi DAS tersebut mengakibatkan banjir di daerah hilir (BBWS Surakarta). Kejadian banjir itu sangat merugikan warga, mulai dari kerugian material maupun non-material. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan fasilitas umum antara lain: Rusaknya prasarana pengairan (bendungan, irigasi, tanggul), rusaknya prasarana transportasi umum, rusaknya pemukiman dan pertanian (rumah tinggal, sawah, tambak, dst), kegagalan panen, gangguan kesehatan, timbulnya korban jiwa, pengungsian penduduk, terganggunya pelaksanaan pendidikan, dan pelayanan umum yang lainnya. Berikut ini catatan kejadian dan dampak banjir yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah khususnya di eks Karisidenan Surakarta tahun 2007 yang diperoleh Dinas Kesbang Linmas dan Biro Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3 Kejadian Banjir Beserta Dampaknya di Eks Karisidenan Surakarta

No. Tanggal

Lokasi

Korban Jiwa

Kabupaten/ gan

Kota

Wil.Terkena

Peng ungsi

(juta Rp)

(Sumber:Dinas Kesbang Linmas dan Biro Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah 2007)

Pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Sragen melaporkan kerugian material akibat banjir yang melanda wilayah Sragen mencapai Rp 192 miliar. Kerugian terbanyak disebabkan oleh rusaknya pertanian dan infrastruktur seperti jalan, jembatan serta sekolah yang terendam banjir. Selain itu banjir yang berasal dari luapan Bengawan Solo itu telah merendam tidak kurang dari 9.000 rumah penduduk di 97 desa yang tersebar di 14 kecamatan. Ratusan rumah di antaranya tenggelam dan saat genangan air surut, terhitung sedikitnya 57 rumah yang roboh dan sama sekali tidak bisa ditempati.

Sektor pertanian merasakan dampak yang paling parah dari banjir tersebut. Selain membuat 7.389 hektar tanaman padi puso, jaringan irigasi juga mengalami kerusakan cukup parah, 10.729 hektare areal pertanian yang terendam air berhari-hari sehingga membuat tanaman musnah. “Total kerugian sementara dari sektor pertanian mencapai Rp 44 miliar lebih. Banjir juga merusakkan 36 Sektor pertanian merasakan dampak yang paling parah dari banjir tersebut. Selain membuat 7.389 hektar tanaman padi puso, jaringan irigasi juga mengalami kerusakan cukup parah, 10.729 hektare areal pertanian yang terendam air berhari-hari sehingga membuat tanaman musnah. “Total kerugian sementara dari sektor pertanian mencapai Rp 44 miliar lebih. Banjir juga merusakkan 36

Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 mengalami kerugian akibat Banjir dan Tanah Longsor: Data sementara kerugian bencana di Karanganyar yaitu prasarana jalan Rp 11,234 miliar, prasarana jembatan, talut dan gorong- gorong Rp 22,733 miliar, prasarana irigasi Rp 23 miliar, prasarana drainase Rp 3,118 miliar, prasarana pendidikan Rp 9,493 miliar, total Rp 69,578 miliar. Kerusakan lahan pertanian akibat bencana alam: Tasikmadu 17 hektare Padi akibat banjir, Kebakkramat 52 hektare Padi akibat banjir, 4 hektare kacang tanah akibat banjir, Gondangrejo 6 hektare padi akibat banjir, Mojogedang 32 hektare padi akibat banjir, Jatiyoso 82,97 hektare padi, jagung, sayuran akibat tanah longsor, Tawangmangu 0,4 hektare ubi kayu akibat tanah longsor, 200 rumpun pisang akibat tanah longsor, Karangpandan 0,5 hektare padi akibat tanah longsor, Kerjo 0,3 hektare padi akibat tanah longsor (Solo Pos, 2008).

Kota Surakarta mengalami kerugian akibat luapan Sungai Bengawan Solo ditaksir kerugian mencapai Rp 22 milliar lebih. Kerugian yang paling besar akibat banjir tersebut di daerah bantaran sungai bengawan solo (Solo Pos, 2008). Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukoharjo memperkirakan kerugian meteril akibat banjir di Kecamatan Mojolaban dan Grogol mendekati Rp. 1 miliar. Dari data sementara diketahui kerugian terutama disebabkan adanya kerusakan insfrastruktur. Kabupaten Wonogiri mengalami Kota Surakarta mengalami kerugian akibat luapan Sungai Bengawan Solo ditaksir kerugian mencapai Rp 22 milliar lebih. Kerugian yang paling besar akibat banjir tersebut di daerah bantaran sungai bengawan solo (Solo Pos, 2008). Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukoharjo memperkirakan kerugian meteril akibat banjir di Kecamatan Mojolaban dan Grogol mendekati Rp. 1 miliar. Dari data sementara diketahui kerugian terutama disebabkan adanya kerusakan insfrastruktur. Kabupaten Wonogiri mengalami

Berdasarkan paparan yang telah disebutkan banjir Bengawan Solo sudah seperti rutinitas tahunan yang tinggal menunggu kedatangannya tanpa ada upaya- upaya menanggulanginya. Sementara setiap tahunnya jumlah kerugian/korban banjir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo semakin bertambah. Dengan kenyataan tersebut maka tidak dapat dipungkiri bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana yang periodik dan merugikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah disebutkan, diketahui bahwa bencana banjir yang sering terjadi dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS) dan banjir sering terjadi saat musim penghujan pada setiap tahunnya. Bencana ini menimbulkan kerugian harta dan benda bahkan korban jiwa yang sangat besar. Kerugian tersebut dapat diminimalisir apabila kita melakukan persiapan sebelum datangnya banjir. Dalam rangka mew ujudkan pembangunan yang berkelanjutan serta menghindari terjadinya dampak bencana yang lebih luas, maka upaya pengelolaan DAS perlu diselenggarakan secara terpadu dengan menggunakan konsep mitigasi perlu dilakukan. Oleh karena itu untuk menangani resiko harus melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk itu dibutuhkan penelitian mengenai kesediaan masyarakat untuk menghindari Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah disebutkan, diketahui bahwa bencana banjir yang sering terjadi dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS) dan banjir sering terjadi saat musim penghujan pada setiap tahunnya. Bencana ini menimbulkan kerugian harta dan benda bahkan korban jiwa yang sangat besar. Kerugian tersebut dapat diminimalisir apabila kita melakukan persiapan sebelum datangnya banjir. Dalam rangka mew ujudkan pembangunan yang berkelanjutan serta menghindari terjadinya dampak bencana yang lebih luas, maka upaya pengelolaan DAS perlu diselenggarakan secara terpadu dengan menggunakan konsep mitigasi perlu dilakukan. Oleh karena itu untuk menangani resiko harus melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk itu dibutuhkan penelitian mengenai kesediaan masyarakat untuk menghindari

1.3 Tujuan Penelitian

Bertolak dari hal tersebut maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan wilayah rawan banjir di kota eks Karisidenan Surakarta ditinjau dari kondisi sosial, ekonomi masyarakat terkena resiko banjir.

2. Melakukan Valuasi Ekonomi Mitigasi risiko bencana banjir wilayah eks Karisidenan Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar pihak–pihak yang berkepentingan dapat memperoleh data tentang valuasi ekonomi mitigasi penanganan banjir daerah penelitian dan upaya yang dilakukan pada daerah aliran sungai tersebut, oleh karena itu manfaat yang dapat diperoleh antara lain :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam melakukan mitigasi saat terjadi bencana banjir. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dasar dalam melakukan diagnosis bencana banjir secara cepat, obyektif, tepat dan rasional. Selain itu hasil penelitian ini dapat membantu pihak-pihak terkait yang menangani DAS di daerah 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam melakukan mitigasi saat terjadi bencana banjir. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dasar dalam melakukan diagnosis bencana banjir secara cepat, obyektif, tepat dan rasional. Selain itu hasil penelitian ini dapat membantu pihak-pihak terkait yang menangani DAS di daerah

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang daerah rawan banjir dan kerentanannya, sehingga diharapkan akan memiliki kesadaran dan dapat berpartisipasi aktif dalam melestarikan ekosistem DAS.

3. Sebagai masukan untuk pengembangan kajian ilmiah maupun studi lanjutan tentang banjir pada suatu sungai dan upaya pengelolaan DAS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bencana

Makna bencana menurut UU No. 24 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pengertian secara khusus dijelaskan dalam UU No.27 tahun 2007, sebagai kejadian akibat peristiwa alam atau karena perbuatan orang, yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan atau hayati pesisir, dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan atau kerusakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dua makna bencana baik secara umum maupun secara khusus, mengandung arti bahwa tinggi rendahnya risiko dampak bencana bergantung pada kerentanan setiap komponen yang terkena dampak. Mileti dan Gottschlich dalam Hardoyo, dkk.,(2011) sebelumnya telah mengungkap tentang 3 sistem utama yang mengalami kerugian akibat bencana yaitu lingkungan fisik (physical environment), sosial kependudukan

environment ). Karakteristik dari ketiga sistem tersebut menentukan derajat atau tingkat kerugian dari sebuah bencana alam.

a. Lingkungan fisik

Sistem ini berkaitan dengan proses fisik alami bumi yang selalu berubah dan dinamis, seperti perubahan iklim dan proses geologi. Kedinamisan pada sistem ini berimplikasi pada kondisi yang tidak menentu pada suatu lingkungan hidup.

b. Sosial kependudukan Sistem ini berkaitan dengan distribusi dan komposisi penduduk yang mempengaruhi jumlah dan karakteristik penduduk yang terkena bencana.

c. Lingkungan terbangun Sistem ini berkaitan dengan kepadatan bangunan dan fasilitas umum yang menentukan besarnya kerusakan yang akan terjadi dalam sebuah peristiwa alam.

2.2 Konsep Bencana Banjir

Menurut Dolcemascolo (2004) bencana banjir dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu banjir meteorologi (meteorological drought), banjir hidrologi (hydrological drought), dan banjir pertanian (agricultural drought). Banjir meteorologi mengacu pada kesalahan perkiraan hujan akan berakhir tetapi biasanya kejadian seperti ini dianggap sebagai bencana. Jenis banjir hidrologi dan pertanian keduanya berdampak pada kehidupan manusia pada umumnya. Banjir hidrologi berhubungan dengan berkurangnya cadangan air tetapi ini tergantung juga pada permintaan lokal. Banjir pertanian mengacu pada kesalahan waktu, frekuensi dan intensitas hujan di mana hal itu akan berdampak pada sektor pertanian.

Lokasi banjir adalah lokasi yang biasanya berhubungan dengan tanah yang marginal, pertanian subsistem, kurangnya cadangan bibit. Daerah banjir biasanya juga amat tergantung pada sistem cuaca yang lain guna mendapatkan sumber- sumber daya air. Selain hal tersebut, daerah-daerah tersebut memiliki penyimpangan kelembaban tanah yang rendah.

Dampak yang ditimbulkan dengan adanya bencana banjir adalah berkurangnya pendapatan untuk para petani, berkurangnya daya beli dari sektor pertanian, meningkatnya harga makanan pokok, naiknya tingkat inflasi, memburuknya status gizi, kelaparan, penyakit, kematian, berkurangnya sumber air minum, migrasi, meledaknya komunitas, hilangnya ternak.

2.3 Manajemen Risiko Bencana

Menurut Spengler (dalam Susanto, 2010), manajemen risiko patut diterapkan dan dikembangkan dan merupakan salah satu langkah preventif dalam aktivitas akuatik. Tindakan pencegahan dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan risiko yang lebih parah yaitu kematian.

Menurut Wijayanti (2008) secara umum manajemen risiko bencana alam dapat dilaksanakan melalui beberapa cara berikut:

a. Pengaturan pemanfaatan ruang (spasial) Pengaturan pemanfaatan ruang dapat dimulai dengan pemetaan daerah rawan bencana, kemudian mengalokasikan pemanfaatan ruang untuk pembangunan berintensitas tinggi ke luar area rawan bencana, sedangkan pemanfaatan ruang di daerah rawan bencana diatur secara tepat dan optimal.

b. Keteknikan Umumnya berupa rekayasa teknis terhadap lahan, bangunan, dan infrastruktur yang disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan, dan ancaman bencana.

c. Peningkatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat Mengingat permasalahan akibat bencana alam cukup rumit, bahkan seringkali menimpa kawasan dengan kondisi masyarakat yang cukup rentan terhadap kemiskinan, kuragnya kewaspadaan, ketidakberdayaan, berlokasi jauh dari pusat pemerintahan dan sulitnya aksesibilitas, maka dalam manajemen risiko bencana alam hal ini dapat diatasi melalui peningkatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi tingkat kerentanan dan keterisolasian mereka. Untuk mewujudkannya, diperlukan elemen berikut:

1. Adanya tokoh penggerak masyarakat.

2. Tersedianya konsep penanggulangan dan penanganan bencana alam yang jelas.

3. Adanya objek aktivitas masyarakat yang jelas.

4. Kuatnya kohesivitas masyarakat setempat.

5. Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat berbasis pada kearifan budaya lokal.

6. Jaringan informasi yang setiap saat mudah diakses.

d. Kelembagaan

Terkai dengan kelembagaan ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Struktur organisasi dan tata cara kerja yag jelas.

2. Fungsi perencanaan, pelaksaaan, dan pengawasan yang aplikatif.

3. Tercukupinya ketersediaan sumberdaya manusia, pembiayaan dan perlengkapan. Untuk mewujudkan kelembagaan manajemen risiko bencana secara

optimal, diperlukan kerja sama berbagai institusi, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2005, telah dibentuk badan Koordinasi Nasional Penaganan Bencana (Bakornas PB) pada level nasional, Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkoriak) PB di tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana (Satiak) PB di tingkat kota/kabupaten.

Menurut Siswoko (2005) Upaya pengelolaan dataran banjir (flood plain management ) merupakan salah satu komponen kegiatan non-struktur (non structural measures ) dalam rangka mengatasi masalah banjir. Komponen lainnya antara lain penanggulangan banjir (flood fighting) yang merupakan komponen kegiatan Satkorlak/Satlak penanggulangan bencana, prakiraan dan peringatan dini, konservasi tanah dan air (penghijauan dan reboisasi, pengendalian erosi) penataan ruang di DAS (daerah aliran sungai) hulu dan penataan permukiman, flood proofing , penetapan sempadan sungai, penegakan hukum, penyuluhan, manajemen sampah dan sebagainya.

Upaya non-struktur yang berupa pengelolaan dataran banjir (flood plain management ). Dalam kaitan ini terdapat tiga kondisi alternatif yang dapat ditempuh, yakni:

a) Dataran banjir yang belum dikembangkan sehingga penataan ruang/pembudidayaannya dapat mengikuti pola pengelolaan dataran banjir yang benar sehingga risiko atau kerugian apabila terjadi genangan/banjir minimal. Perangkat lunak yang diperlukan berupa peta zona dataran banjir (flood zone map) untuk masukan bagi revisi penataan ruang yang telah ada.

b) Dataran banjir yang telah terlanjur berkembang dan penataan ruangnya tidak mungkin untuk direvisi. Untuk itu perlu upaya-upaya khusus seperti melakukan flood proofing terhadap bangunan, serta memodifikasi atau menyesuaikan peruntukan bangunan/ruangan yang berisiko tinggi tergenang banjir.

Berbagai upaya flood proofing antara lain dengan meninggikan lantai bangunan, memodifikasi bangunan, membangun tanggul keliling dilengkapi pompa, meninggikan jalan, membangun jalan layang. Perangkat lunak yang diperlukan berupa peta risiko banjir (flood risk map) dan rambu-rambu peringatan yang menunjukkan ketinggian/kedalaman genangan banjir yang telah lewat maupun kemungkinan bisa terjadi .

c) Penertiban lahan yang berupa daerah manfaat sungai/daerah sempadan sungai termasuk bantaran sungai yang merupakan zona terlarang untuk c) Penertiban lahan yang berupa daerah manfaat sungai/daerah sempadan sungai termasuk bantaran sungai yang merupakan zona terlarang untuk

penanganan fisik dan non-fisik dalam upaya pengendalian banjir dapat diwujudkan melalui beberapa hal sebagai berikut:

a. Pengendalian tata ruang. Pengendalian tata ruang dilakukan dengan menggunakan perencanaan penggunaan ruang sesuai dengan kemampuannya untuk mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya serta penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai.

b. Pengaturan debit banjir Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan penanganan fisik berupa pembangunan dan pengaturan bendungan, perbaikan sistem drainase perkotaan, normalisasi sungai dan daerah retensi banjir. Pengaturan daerah rawan banjir. Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:

1. Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).

2. Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan di kiri kanan sungai, penertiban bangunan di sepanjang aliran sungai.

3. Peningkatan peran masyarakat.

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:

a) Pengembangan Sistem Peringatan Dini ysmg Berbasis Masyarakat

b) Bersama-sama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.

c) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:

1) Mengubah aliran sungai.

2) Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai.

3) Membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran,

4) pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya.

5) pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan, Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas-fasilitas umum, Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya dan lain-lain) 5) pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat (melalui Penyediaan informasi dan pendidikan, Rehabilitasi, rekonstruksi dan atau pembangunan fasilitas-fasilitas umum, Melakukan penyelamatan, pengungsian dan tindakan darurat lainnya dan lain-lain)

Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:

1) Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung).

2) Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak.

3) Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis.

4) Perlindungan/konservasi kawasan - kawasan lindung.

e) Penyediaan Dana Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara:

1) Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir.

2) Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir

3) Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

f) Pengembangan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Rencana Tindak Darurat

Agar efektif, di masa yang akan datang sistem peringatan dini datangnya banjir di WS Bengawan Solo harus berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir Agar efektif, di masa yang akan datang sistem peringatan dini datangnya banjir di WS Bengawan Solo harus berpusat secara kuat pada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir mulai hilir

Sistem tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh sehingga dapat meyakinkan bahwa sistem tersebut dapat berfungsi ketika diperlukan dan peringatan dapat disampaikan secara segera dan mudah dimengerti oleh semua anggota masyarakat dalam berbagai kondisi dan tingkat resiko bencana. Komponen inti sistem peringatan dini datangnya banjir harus berpusat pada masyarakat terdiri dari:

1) Penyatuan dari kombinasi elemen-elemen bottom-up dan top- down .

2) Keterlibatan masyarakat dalam proses peringatan dini.

3) Pendekatan multi bencana.

4) Pembangunan kesadaran masyarakat.

Mendasari semua hal tersebut di atas harus ada suatu dukungan politis yang kuat, hukum dan perundang-undangan, tugas dan fungsi masing-masing institusi yang jelas serta sumber daya manusia yang terlatih. Oleh karenanya, sistem peringatan dini perlu dibentuk dan didukung sebagai satu kebijakan, sedangkan kesiapan untuk menanggapi harus diciptakan melekat dalam masyarakat.

2.4 Partisipasi Masyarakat

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankan secara objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompoknya saja, maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti dibandingkan manfaatnya (Suratmo, 1990:157) Manfaat pertisipasi masyarakat:

a. Masyarakat mendapatkan informasi mengenai rencana pembangunan didaerah, sehingga dapat mengetahui dampak apa yang akan terjadi baik yang positif maupun yang negatif, dan cara menanggulangi dampak negatif yang akan dan harus dilakukan.

b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan, pembangunan dan hubungan, sehingga pemerintah dapat menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup.

c. Masyarakt dapat menyampaikan informasi dan pendapatan atau persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat proyek yang akan terkena dampak.

d. Pemerintah mendapatkan informasi-informasi dari masyarakat yang belum atau tidak ada dalam laporan Amdal, sehingga kebijaksanaan atau keputusan yang akan diambil akan lebih tepat.

e. Apabila masyarakat telah mengetahui cukup banyak mengenai proyek tersebut termasuk dampak (positif dan negatif) dan usaha-usaha apa saja yang akan dilakukan untuk mengurangi dampak negatif, sedangkan dari pihak pemerintah dan

pemrakarsa proyek

mengetahui pendapat-pendapat

masyarakat serta keinginanya atau hal-hal apa yang diperlukan, sehingga salah paham atau terjadinya konflik dapat dihindari.

f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinikmati dan apabila mungkin meningkatkan manfaat tersebut (dampak positif) dan ikut menekan atau menghindari diri terkena dampak negatif.

g. Dengan adanya ikut aktifnya masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sejak tahap penyusunan Amdal, biasanya perhatian dari instasi pemerintah yang bertanggungjawab dan pemrakarsa proyek pada masyarakat akan meningkat.

2.5 Konsep Masyarakat Tahan Bencana

Twigg (2007) menyatakan pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan sebuah konsep yang luas dan relatif baru. Ada beberapa definisi berbeda dari istilah ini dalam literatur teknis, tetapi PRB secara umum dipahami sebagai pengembangan dan penerapan secara luas dari kebijakan- kebijakan, strategi-strategi dan praktik-praktik guna untuk meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di masyarakat. PRB adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi Twigg (2007) menyatakan pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan sebuah konsep yang luas dan relatif baru. Ada beberapa definisi berbeda dari istilah ini dalam literatur teknis, tetapi PRB secara umum dipahami sebagai pengembangan dan penerapan secara luas dari kebijakan- kebijakan, strategi-strategi dan praktik-praktik guna untuk meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di masyarakat. PRB adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengkaji dan mengurangi risiko-risiko bencana. PRB bertujuan untuk mengurangi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi

Banyak upaya telah dilakukan untuk mendefinisikan ‘ketahanan’. Berbagai macam definisi dan konsep akademis yang ada dapat membingungkan. Agar lebih mudah bila kita bekerja dengan definisi-definisi luas dan karakteristik- karakteristik yang umum dipahami. Dengan pendekatan ini, system atau ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai:

a. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi

b. kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur- struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang mendatangkan malapetaka

c. kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu kejadian ‘Ketahanan’ pada umumnya dipandang sebagai suatu konsep yang lebih luas dari pada ‘kapasitas’ karena konsep ini memiliki makna yang lebih tinggi dari pada sekedar perilaku, strategi-strategi dan langkah-langkah pengurangan serta manajemen risiko tertentu yang biasa dipahami sebagai kapasitas.

2.6 Mitigasi banjir

Coburn et al. (1992) mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang Coburn et al. (1992) mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku untuk cakupan yang

Dalam usaha mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, seringkali penanganan masalah banjir ditekankan pada usaha struktural dan dibebankan secara keseluruhan kepada pemerintah. Hal ini tentunya harus dihindari karena masyarakat merupakan elemen penting. Seperti kasus di kota Jakarta, dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan banjir, usaha pemerintah berupa perbaikan sistem pembuangan air, normalisasi saluran, dan pembangunan tanggul, apabila tidak didukung oleh kesadaran masyarakat dalam memeliharanya, maka tidak akan berjalan optimal.

Daerah tidak akan bisa dikatakan bebas dari banjir karena kemungkinan terjadi debit yang sama atau bahkan melampui debit rencana akan selalu ada dalam setiap tahunnya, karenanya usaha yang bisa dilakukan dalam mengatasi banjir adalah meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh banjir atau yang lebih dikenal sebagai mitigasi (Farid, 2010).

Banjir adalah jenis bencana yang sebenarnya dapat diantisipasi oleh masyarakat. Kasus-kasus bencana alam seperti halnya banjir tidak mungkin dihadapi oleh individu-individu. Corbun, et al. (1992) juga menyatakan bahwa mitigasi bencana hanya dapat berhasil jika ada satu konsensus bahwa hal tersebut memang dikehendaki, masuk akal, dan dapat diupayakan. Di banyak tempat, Banjir adalah jenis bencana yang sebenarnya dapat diantisipasi oleh masyarakat. Kasus-kasus bencana alam seperti halnya banjir tidak mungkin dihadapi oleh individu-individu. Corbun, et al. (1992) juga menyatakan bahwa mitigasi bencana hanya dapat berhasil jika ada satu konsensus bahwa hal tersebut memang dikehendaki, masuk akal, dan dapat diupayakan. Di banyak tempat,

Langkah-langkah yang dilakukan di dalam mitigasi banjir meliputi usaha struktural dan usaha non-structural, Rahayu, 2008 (dalam Farid, 2010). Usaha struktural terkait dengan pembangunan maupun pemeliharaan sarana dan prasarana fisik dari bangunan pengendali banjir seperti saluran, pompa, dan pintu air. Sedangkan yang termasuk usaha non-struktural dalam mitigasi banjir biasanya menyangkut kebijakan seperti pengendalian tata ruang, peningkatan kesadaran masyarakat, dan sistem peringatan dini.

Menurut Worosuprojo, (2012) pada seminar nasional “Manajemen Bencana Berbasis Informasi Geografis Untuk Mewujudkan Kehidupan Masyarakat yang Harmonis dengan Alam di Indonesia” mitigasi bencana dapat dibedakan menjadi 2 pendekatan yakni:

a. Mitigasi Struktural (pembangunan fisik) yang terdiri dari:

1. Penataan Ruang: konservasi hutan mangrove, hutan pantai, terumbu karang, gumuk pasir.

2. Pembangunan Infrastruktur: pembangunan rumah aman gempa, tanggul laut, pemecah gelombang talud tebing, rumah panggung, dll.

b. Mitigasi non-struktural (penyadaran & peningkatan kemampuan masyarakat) yang terdiri dari:

1. Pendidikan dan pelatihan,

2. Penyuluhan/sosialisasi,

3. Simulasi/gladi lapangan. Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.

a. Tahap sebelum kejadian (Pra-bencana); terdiri dari kewaspadaan dan kesiapsiagaan Pembacaan tanda-tanda alam; dengan cara :

b. Dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), contoh: pemetaan bencana, sistem deteksi, sistem peringatan dini, dan sistem informasi kilat.

c. Secara Alamiah, contoh mengenali: perubahan suhu, hembusan angin, sifat gelombang, perilaku hewan, dan tanda-tanda lain.

d. Persiapan fisik dan mental Antisipasi Prasarana Fisik, contoh pembuatan jalur pengungsian, penyediaan tempat pengungsian, sistem trans & evakuasi, penyediaan air bersih (MCK), penyediaan makanan & obat, penyediaan tenda, tandu, tikar, dll.

Sosialisasi Penanggulangan Bencana; contohnya kenal dan sadar bencana, penggalangan komitmen, perencanaan penanggulangan, penyuluhan pelatihan gladi lapangan.

a. Tahap saat kejadian (saat bencana): kesigapan tanggap darurat.

1. Penyelamatan diri.

2. Bertahan hidup (survival).

b. Tahap Setelah kejadian (Pasca bencana); semangat dan kegigihan.

1. Perbaikan (rehabilitasi), mencakup 2 hal: Rehabilitasi

mental/kejiwaan,

fisik/kesehatan, kegiatan keseharian, mobilitas sosial. Rehabilitasi Fasilitas Fisik, contoh: hunian sementara, sanitasi, fasilitas keseharian, prasarana mobilitas.

2. Pembangunan kembali (rekonstruksi), mencakup 2 hal:

Rekonstruksi Fisik; contoh rumah & lingkungan, prasarana transport, prasarana ekonomi, prasaran pendidikan, prasarana ibadah. Rekonstruksi Non-fisik; contoh tekad, semangat, keuletan, kegigihan, kebersamaan. Macam informasi bencana yang diperlukan dalam manajemen bencana

adalah: kerawanan (susceptibility), bahaya (hazard), bencana (disaster), risiko (risk), tata ruang berbasis bencana, infrastruktur pendukung evakuasi, sosialisasi dan pelatihan.

2.7 Valuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi lingkungan digunakan untuk memudahkan perbandingan antara nilai lingkungan hidup (environmental value) dan nilai pembangunan (development values) (Kurniawan, dkk.,2009).

Menurut Sanim, 2006 (dalam Kurniawan, dkk.,2009) valuasi ekonomi lingkungan seharusnya merupakan suatu bagian integral dari prioritas pembangunan sektoral dalam menentukan keseimbangan antara konservasi dan pembangunan, serta dalam memilih standar lingkungan.

Valuasi pada dasarnya adalah member nilai moneter kepada sumber daya alam dan lingkungan. Teknik valuasi diperlukan karena ketidaktersediaan harga sumber daya alam dan lingkungan di pasar (Fauzi, 2006). Teknik yang sering digunakan untuk valuasi ekonomi adalah teknik contingent valuation. Menurut Patunru (1994) mendefinisikan contingent valuation sebagai suatu pendekatan survei untuk valuasi barang dan jasa non market berdasarkan kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang nilai barang dan jasa dalam pertanyaan. Nilai yang diperoleh untuk barang dan jasa dikatakan contingent atas sifat pasar yang dibangun (hipotetis atau disimulasi) dan barang dan jasa digambarkan dalam skenario survei.

Gambar 2.1. Alur dampak perubahan lingkungan terhadap manusia (Freeman, 1979)

EFEK LANGSUN G Mela lui system kehidupan – mekanisme

biologis

Kesehatan manusia : kematian , tra uma , stress akibat banjir, khawatir akan banjir

Produk tifitas ekonomi dari ek osistem : menurunnya permintaan akan deve loper, menurunnya

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN LKS PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XII IPS SMA Fitri Salpiah, Herkulana, okianna Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan, Pontianak Email :salpiahfitrigmaill.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk me

0 0 11

ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA KELAS X AKUNTANSI 1 SMK NEGERI 3 PONTIANAK Auliya Fidhiyanti, Maria Ulfah, Achmadi Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan, Pontianak Email: auliyafidhiyantiyahoo.com Abstrak : Penelitian ini mengangkat judul tentang Analis

0 0 14

PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PEMBELAJARAN PKn di SDN

0 0 17

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PROSES BELAJAR EKONOMI SMA NEGERI 4 PONTIANAK Sela Patriana, Junaidi, Maria Ulfah Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP UNTAN, Pontianak Email : selapatriana31gmail.com Abstrak : Penelitian ini mengenai kema

0 0 17

META-ANALISIS SKRIPSI MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA FKIP UNTAN TENTANG PELAKSANAAN REMEDIASI UNTUK MENGATASI MISKONSEPSI SISWA ARTIKEL PENELITIAN

0 0 10

Analisis potensi pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Bungkal Kabupaten Ponorogo

0 2 68

Analisis potensi sektor unggulan di kabupaten Karanganyar tahun 2005-2010

0 2 104

Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)

0 0 245

Analisis Finansial Usaha Pembibitan Sapi Potong Rakyat di Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul

0 0 52

HUBUNGAN ANTARA ANDROPAUSE DENGAN KECEMASAN PADA PRIA DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 55