Teori Kognitif Sosial

2. Teori Kognitif Sosial

Beberapa ahli psikologi setuju dengan pendapat para behavioris yang menyatakan bahwa perkembangan itu dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh lingkungan. Meskipun demikian, mereka menganggap bahwa pendapat Skinner terlalu jauh ketika ia menyatakan bahwa faktor pribadi atau kognisi

tidak penting dalam memahami perkembangan (Epstein, 2003). Teori kognitif

sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan faktor-faktor penting dalam perkembangan,

Albert Bandura (1986, 1997, 2000, 2001, 2004) dan Walter Mischel (1973, 1995, 2004) adalah arsitek dan versi kontemporer teori kognisi sosial, yang awalnya oleh Mischel (1973) dinamai teori pembelajaran sosial kognitif (cognitive social learning theory) . Sebagairnana yang diperlihatkan di gambar

2.5, Bandura menyatakan bahwa faktor perilaku. lingkungan, dan pibadi/kognitif, seperti keyakinan, perencanaan, dan berpikir. dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian, dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang (sesuai dengan pandangan Skinner), namun ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Faktor pribadi/kognitif dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan sebaliknya. Faktor-faktor pribadi/kognitif dapat meliputi self-refficacy (keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan dampak yang diinginkan), kemampuan merencanakan, dan keterampilan berpikir.

Gambar 2.5. Teori Kognitif Sosial dari Bandura.

Perkembangan Peserta Didik, Universitas Negeri Medan, 2015

Teori kognitif sosial dari Bandura menekankan pengaruh timbal balik antara faktor-faktor perilaku, pribadi/kognitif, dan lingkungan

Bandura berpendapat bahwa pembelajaran observasional (observational learning) merupakan aspek penting mengenai kegiatan belajar kita. Melalui belajar observasional, kita membentuk gagasan-gagasan mengenai perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku ini ke dalam diri kita (Zimmerman & Schunck, 2002). Sebagai contoh, seorang anak laki-laki mungkin mengamati ledakan amarah dan sikap permusuhan ayahnya ketika menghadapi orang lain; ketika diamati bersama dengan kawan-kawan sebayanya, ia memperlihatkan karakteristik yang sama dengan perilaku ayahnya.

Seperti pendekatan perilaku Skinner, pendekatan sosial kognitif menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan. Penelitian ini berfokus pada proses-proses yang menjelaskan perkembangan- faktor-faktor sosio-emosional dan kognitif yang mempengaruhi cara kita hidup bermasyarakat.

Evaluasi Terhadap Teori-Teori Perilaku dan Kognisi Sosial Berikut ini adalah beberapa kontribusi yang diberikan oleh teori-teori perilaku dan kognisi sosial, sebagai berikut:

 Menekankan pentingnya penelitian ilmiah.  Memfokuskan pada determinan Iingkungan terhadap perilaku.  Menekankan pentingnya pembelajaran observasional (oleh Bandura).  Melibatkan faktor-faktor pribadi dan kognitif (dalam leon sosial

kognitif). Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap teori-teori perilaku dan kognisi sosial adalah sebagai berikut:

 Kurang menekankan kognisi (dalam teori Skinner).  Terlalu menekankan determinan lingkungan.  Tidak memberi pembahasan yang memadai mengenai perubahan

perkembangan.  Kurang mempertimbangkan spontanitas dan kreativitas manusia.

Teori Kontekstual Ekologis

Pendekatan lain yang menekankan pentingnya pengaruh lingkungan

terhadap perkembangan adalah teori kontekstual ekologis (ecological

contextual theory) dari Brofenbrenner (1917- ), yang kini semakin banyak diminati. Teori ini mengidentifikasikan lima sistem lingkungan. yang berkisar dari interaksi langsung dengan agen-agen sosial hingga input budaya yang luas.

32 Perkembangan Peserta Didik, Universitas Negeri Medan, 2015

Kelima sistem dalam teori ekologis menurut Bronfenbrenner adalah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, rnakrosistem. dan kronosistem (Bronfenbrenner, 1986, 1995, 2000, 2004; Bronfenbrenner & Morris, 1998, 2006) • Mikrosistem (microsystem): Situasi di mana remaja hidup. Konteks ini

dapat meliputi keluarga, kawan-kawan sebaya, sekolah, dan lingkungan sekitar. Dalam mikrosistem inilah terjadi interaksi yang paling langsung antara remaja dengan agen-agen sosial —misalnya dengan orang tua, kawan-kawan sebaya, dan guru. Dalam situasi ini remaja tidak dipandang sebagai penerima yang pasif namun sebagai seseorang yang membantu dalam membangun situasi.

• Mesosisterm (mesosystem): Relasi antara dua mikrosistem atau lebih. Contohnya adalah relasi antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman bersama kawan-kawan sebaya. Anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat rnengalami kesulitan mengernbangkan relasi positif dengan guru.

• Eksosistem (exosystem): Situasi sosial di mana remaja tidak memiliki peran aktif namun mempengaruhi pengalaman remaja. Sebagai contoh, pengalaman seorang ibu di tempat kerjanya mungkin dapat mempengaruhi relasinya dengan suaminya dan anak remajanya. Ibu tersebut mungkin memperoleh promosi yang menuntutnya untuk lebih banyak bepergian, yang mungkin dapat meningkatkan konflik dengan suaminya dan mengubah pola interaksinya dengan anak. Contoh lain dari eksosistem adalah pemerintahan kota, yang bertanggung jawab terhadap kualitas taman, pusat rekreasi, dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan remaja.

• Makrosistem (macrosystem): Budaya di mana remaja hidup. Budaya (culture) merujuk pada pola-pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari sekelompok manusia yang diteruskan dari generasi ke generasi. Studi lintas-budaya (cross cultural study) —perbandingan antara budaya yang satu dengan budaya lain — memberikan informasi mengenai generalitas perkembangan.

• Kronosistem (chronosystem): Pola dari peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan-keadaan sosio-historis. Sebagai contoh, dalam studi mengenai dampak perceraian terhadap anak- anak, peneliti menentukan bahwa dampak-dampak negatif tersebut sering kali memuncak di tahun pertama setelah perceraian. Dampak negatif yang lebih besar dialami oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan

Perkembangan Peserta Didik, Universitas Negeri Medan, 2015

(Hetherington, 1993). Dua tahun setelah perceraian, interaksi keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil. Berkaitan dengan lingkungan sosio- budaya, rernaja perempuan jaman sekarang lebih terdorong untuk mengejar karir dibandingkan 20 atau 30 tahun yang lalu.

Bronfenbrenner (2000. 2004; Bronfenbrenner & Morris, 1998, 2006) baru-baru ini telah menambahkan pengaruh biologis dalam teorinya dan kini menyebutnya sebagai teori bioekologi (bioecological). Meskipun demikian, konteks Iingkungan masih memegang peran utama dalam teori Bronfenbrenner (Ceci, 2000).

Beberapa kontribusi yang diberikan oleh teori kontekstual ekologis adalah sebagai berikut:  Melakukan kajian sistematis yang bersifat makro dan mikro terhadap

dimensi-dimensi dan sistem lingkungan.  Memperhatikan kaitan antara berbagai situasi lingkungan (mesosistem).  Mempertimbangkan

sosio-historis terhadap perkembangan (kronosistem).

pengaruh-pengaruh

Berikut ini adalah beberapa kritik yang dilontarkan terhadap teori kontekstual ekologis:  Kurang menekankan dasar biologis dari perkembangan, meskipun teori juga

membahas pengaruh-pengaruh biologis.  Mengabaikan proses-proses kognitif.

Gambar 2.5. Teori kontekstual Ekologis Mengenai Perkembangan Menurut Bronfenbrenner

34 Perkembangan Peserta Didik, Universitas Negeri Medan, 2015

Menurut kontekstual ekologis dari Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan ; mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.

Orientasi Teoretis Eklektik

Orientasi teoritis eklektik (eclectic theoretical orientation) tidak mengikuti sebuah pendekatan teori manapun, namun memilih dan menggunakan segi-segi yang dianggap paling baik dari masing-masing teori. Melalui pandangan seperti ini, tidak satupun teori yang dijelaskan di bab ini yang dapat sepenuhnya menjelaskan seluruh kompleksitas perkembangan remaja. Masing-masing teori memberikan kontribusi yang berarti terhadap pemahaman kita mengenai perkembangan remaja, namun tidak ada satu pun yang dapat memberikan deskripsi dan penjelasan yang lengkap.

Perkembangan Peserta Didik, Universitas Negeri Medan, 2015