Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010

 
 
 

 

DAMPAK
D
K KORUP
PSI DAN
N VARIAB
BEL EKO
ONOMI L
LAINNYA
A
TERH
HADAP PERTUM
P
MBUHAN EKONO
OMI SEPU
ULUH

NEGA
ARA ASEA
AN+3 TA
AHUN 20000-2010

A
ARDHI
H
HARRY
SUBEKTI
S
I

DE
EPARTEM
MEN ILMU
U EKONO
OMI
FAKULT
TAS EKO

ONOMI DA
AN MANA
AJEMEN
INSTITUT PERTANI
P
IAN BOGO
OR
BOGOR
2013

 
 
 

 

 
 

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Korupsi dan
Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara
ASEAN+3 Tahun 2000-2010 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013

Ardhi Harry Subekti
NIM H14090092

ii
 

ABSTRAK
 
ARDHI HARRY SUBEKTI. Berjudul Dampak Korupsi dan Variabel

Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3
Tahun 2000-2010. Dibimbing oleh Alla Asmara.
 
 

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi
keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 terus meningkat, namun
dibalik peran pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi terdapat satu kegagalan
perencanaan pemerintah, dimana adanya perilaku yang bersifat mengejar
keuntungan pribadi (korupsi). Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga
memberikan high cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya tingkat korupsi dikaitkan
dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini digunakan
metode data panel dengan kurun waktu 2000-2010 meliputi sepuluh Negara
Kawasan ASEAN+3. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan dampak korupsi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah investasi modal
fisik, pembelanjaan pemerintah, dan pengeluaran pendidikan, yang berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, Korupsi berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat korupsi dapat menurunkan
pertumbuhan ekonomi pada sepuluh negara kawasan ASEAN+3.
Kata Kunci: ASEAN+3, Data Panel, Pertumbuhan ekonomi, Korupsi.
 

ABSTRACT
 
ARDHI HARRY SUBEKTI. Entitled The Impact of Corruption and Other
Economic Variables Against Economic Growth ASEAN+3 Ten Countries Time
Periode 2000-2010. Supervised by Alla Asmara.
 

High economic growth and sustainability are the necessary conditions for
economic development and welfare improvement. Economic growth in
ASEAN+3 countries continues to increase. However, the corruption and failure in
government planning may create negative effect to the economy. The high level of
corruption in a country also gives high cost economy that can hinder economic
growth. Corruption may slowdown economic performance. A high level of
corruption is associated with lower level of economic growth. This study used
panel data methods in the period of 2000-2010 which covered the ten ASEAN+3

countries. The purpose of this study are identify factors that affect economic
growth and analyze the impact of corruption on economic growth. Variables used
in this study are the physical capital investment, government expenditure, and
spending on education, which have a positive impact on economic growth.
However, corruption showed negative impact on economic growth. High level of
corruption can reduce economic growth in the entire of ASEAN+3 countries.
Keywords: ASEAN +3, Panel Data, Economic Growth, Corruption. 
 

iii 
 
 
 
 

 

DAMPAK KORUPSI DAN VARIABEL EKONOMI LAINNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SEPULUH
NEGARA ASEAN+3 TAHUN 2000-2010


ARDHI HARRY SUBEKTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv
 


 


Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun
2000-2010
Ardhi Harry Subekti
H14090092

Disetujui oleh

Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si

Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
 

 

 

vi
 

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah

“Dampak Korupsi dan Variabel Ekonomi Lainnya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Sepuluh Negara ASEAN+3 Tahun 2000-2010”. Penyusunan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis dampak korupsi
terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara kawasan ASEAN+3 selama
2000-2010.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Suherman , Ibu
Kunmiyati, serta kakak-kakak dari penulis Wawang Harry (Alm), Andi Harry,
Dhani Harry, Putri Anggeraini, atas segala doa, motivasi, dan dukungan baik
moril maupun materiil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril
dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Wiwiek Rindayanti dosen penguji utama dan Laily Dwi Arsyanti, M.Sc
selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi

FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama
menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
4. Teman-teman satu bimbingan Jajang Arif, Puspita Mega, Stannia Cahaya, dan
Almira Rosalina yang telah menjadi partner diskusi dan teman berbagi suka
duka dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh anggota terhormat Pakuan R “Berbakti” (PRB), teman-teman Ilmu
Ekonomi 46, dan Keluarga Besar KAREMATA FEM IPB yang selalu
memberikan keceriaan, masukan, dan semangat kepada penulis.
6. Sahabat-sahabat di Medan, angkatan 18, dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juni 2013

Ardhi Harry Subekti
 
 

vii 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Korupsi
Kegagalan Pemerintah
Model Pertumbuhan Solow
Metode Panel Data
Penelitian Terdahulu
Hipotesis Penelitian
Keranga Pemikiran
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode dan Pengolahan Data
Uji Hipotesis
Uji Asumsi
GAMBARAN UMUM
Pendapatan perkapita di Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
Investasi, Pembelanjaan Pembelanjaan Pemerintah, dan
Pengeluaran Pendidikan di Sepuluh Negara ASEAN+3
Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan
ASEAN+Tahun 2000-2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahapan Pemilihan Model Terbaik
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Ekonometrika
Tahapan Evaluasi Model Berdasaran Statistika
Analisi Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan
Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
 
 
 
 

viii
viii
ix
1
4
5
5
6
6
6
13
14
20
22
23
23
25
26
29
29
32
34
41
43
44
45
46
50
50
52
54
59 

viii
 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Klasifiasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan
Dinamia Indeks Persepsi Korupsi Selama 9 Tahun
Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3
Penelitian Terdahulu
Data dan Sumber Data yang Digunakan Dalam Penelitian
Ketentuan Nilai Durbin-Watson
Tiga Kota Teratas Bebas Dari Korupsi dan Tiga Kota Terkorupsi di
Indonesia Tahun 2010
Perbandingan Model Pooled Least Square, Fixed Effect Model, Random
Effect Model.
Uji Pemilihan Model Terbaik
Uji Normalitas dengan Jarque Bera dan Probability
Nilai Statistik Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
Hasil Estimasi Model Dampak Korupsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
Hasil Cross Section Effect

3
5
22
26
31
40
42
43
45
45
46
48

 
 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
 

Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang dan Korea Selatan
Hierarki Kebutuhan Maslow
Korupsi dan Pembangunan Manusia
Kondisi Mapan dan Tingkat Kaidah Emas
Penurunan Kondisi Mapan Diakibatkan Korupsi
Kerangka Pemikiran
Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
Pertumbuhan GDP perkapita Sepuluh Negara ASEAN+3
Dinamika Investasi di Sepuluh Negara Kawasa ASEAN+3 Tahun 20002010
Dinamika Pembelanjaan Pemerintah Sepuluh Negara Kawasan
ASEAN+3 2006-2010
Dinamika Pengeluaran Pendidikan Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
2006-2010
Klasifikasi Indeks Persepsi Korupsi Dunia Berdasarkan Tingkatan Warna
Tahun 2010
Dinamika Korupsi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
Pertumbuhan Populasi Sepuluh Negara Kawasan ASEAN+3
Kuadran Rata-rata GDP perKapita dan Indeks Persepsi Korupsi Sepuluh
Negara Kawasan ASEAN+3 Tahun 2000-2010

2
10
13
17
19
24
27
33
34
35
36
38
39
41
49

ix 
 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

 

Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model PLS
Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Fixed Effect
Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Random Effect
Hasil Pengujian Chow Test
Hasil Pengujian Hausman Test
Hasil Nilai Matriks Korelasi
Hasil Standardized Residuals
Hasil Uji Normalitas

54
55
56
56
57
57
57
58

x
 
 

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran
pemerintah dalam mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan bagi
publik. Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang
lebih hati-hati dan menggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism)
dengan intervensi pemerintah yang lebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006).
Aliran-aliran seperti Marxisme, Keynesian, dan Paham sosialis juga mendukung
pemerintahan dan institusi politik dalam perekonomian yang lebih efisien dan
lebih adil.
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang lazim digunakan untuk
melihat keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan kondisi keharusan bagi kelangsungan pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Menurut Todaro (2005) Pertumbuhan
ekonomi sebagai proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi
indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi setelah krisis tahun 1998 mengalami peningkatan setiap
tahun pada kawasan Asia Timur dan Pasifik. Menurut laporan IMF, 3 tahun
setelah krisis kawasan Asia mengalami pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5
persen per tahun, pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan
keadaan sebelum krisis1.
Kekuatan ekonomi dunia saat ini sedang bergeser dari barat ke timur. Resesi
ekonomi yang terjadi tahun 2008-2009 mempercepat pergeseran perekonomian.
Ketika dunia barat mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi, benua
Asia khususnya Asia Timur mencapai kemajuan yang signifikan. China, India,
dan Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009. Hal ini
terbukti dari pernyataan World Bank bahwa pertumbuhan yang kuat terjadi pada
Asia Timur, laporan tahunan menunjukkan Eropa mengalami perlambatan
pertumbuhan, akan tetapi Asia Timur mengalami peningkatan sebesar 8.2 persen
GDP riil (Produk Domestik Bruto)2.
Perhimpunan bangsa-bangsa Asia terutama Asia Tenggara, merupakan
organisasi geo-politik dan ekonomi yang disebut ASEAN (Association of
Southeast Asian Nation). Pada tahun 1997, ASEAN meningkatkan kerjasama
yang strategis melalui hubungan kemitraaan dengan Negara Cina, Jepang, dan
Korea Selatan (ASEAN+3). Ketika negara-negara di dunia melakukan upayaupaya untuk menghilangkan hambatan ekonomi, pemerintah kawasan ASEAN+3
sepakat untuk berkerja sama dengan menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi
dan membuka perekonomian guna mencapai integrasi ekonomi.

                                                            
1

IMF. 2000. Dalam artikel “Recovery from the Asian Crisis and the Role of the IMF”
[http://www.imf.org/external/np/exr/ib/2000/062300.htm#I]
2
World Bank. 2012. Dalam artikel “Stong Growth in Developing Eas Asia Faces Risk From
Global Uncertainty and Natural Disasters”
[http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/] 

2

Cina

Jepang

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

GDP (Konstan 2000 US$)
ASEAN

ASEAN
Sumber: World Bank, 2012

5500
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0

GDP (Konstan 2000 US$)
Cina, Jepang, dan Korea
Selatan

150
130
110
90
70
50
30
10
‐10

1997

 

Korea Selatan

Gambar 1 Pertumbuhan GDP Negara ASEAN, Cina, Jepang, Korea Selatan
(Miliar US$)
Selama lebih dari dua dekade sejak dicetuskannya kerjasama ASEAN+3
oleh para pemimpin negara Asia Tenggara, Cina, Jepang, dan Korea selatan,
ASEAN+3 telah menjadi kekuatan regional terbesar setelah Uni Eropa. Di tengah
krisis yang melanda, ASEAN+3 menjadi daya tarik dan harapan baru bagi
perekonomian global. Pada krisis yang terjadi pada tahun 2008, ASEAN+3 dapat
pulih lebih cepat dan lebih kuat dari negara barat lainnya, dimana tahun 2010
GDP meningkat sebesar 5 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2008 sebesar
3.5 persen dan 0.9 persen tahun 20093. Terlihat dari Gambar 1 laju pertumbuhan
ekonomi terus mengalami peningkatan yang stabil setiap tahunnya pada negaranegara ASEAN, Cina, Jepang, dan Korea Selatan.
Investasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Menurut laporan ASEAN (2012) investasi langsung dari
Jepang pada negara-negara ASEAN 11 milyar US$ tahun 2010 dan 15.3 milyar
US$ tahun 2011. Kemudian investasi langsung negara Cina pada negara ASEAN
2.7 milyar US$ tahun 2011dan meningkat 117 persen pada tahun 2011 mencapai
5.9 milyar US$. Asian Development Bank memprediksi pada tahun 2014
pertumbuhan ekonomi ASEAN diatas 5.7 persen dan Asia Timur (Cina, Jepang,
Korea Selatan) sebesar 8 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi dalam
beberapa tahun ini4.
Namun dibalik pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan perbaikan
ekonomi ASEAN+3, terdapat permasalahan internal yang menaungi pemerintah
di sektor publik kawasan ASEAN+3. Salah satunya adalah tingkat korupsi yang
tinggi. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan
pribadi dan dapat mengakibatkan high cost economy (Transparency International
(2010); Damanhuri (2010)).
Beberapa penelitian membuktikan bahwa korupsi terjadi di negara miskin
dan negara sedang berkembang atau terjadi gaya kepemimpinan yang otoriter
(Sasana, 2004). Banyak praktik korupsi di negara dunia ketiga dan berkembang
merupakan bentuk kegagalan perencanaan pemerintah akibat kualitas institusi
                                                            
3

ADB.2010. Dalam artikel “Sustaining the ASEAN+3 Recovery”
[http://www.adb.org/news/speeches/sustaining-asean3-recovery]
4
ADB. 2013. Dalam artikel “Developing Asia Growth Step up 6,6 % 2013”
[http://www.adb.org/news/developing-asias-growth-steps-66-2013] 

3
 

yang rendah sehingga kepentingan pribadi lebih didahulukan daripada
kepentingan nasional (Todaro dan Smith, 2006). Tidak hanya di negara dengan
kepemimpinan otoriter, Jain (2001) berpendapat bahwa fenomena korupsi
mungkin terjadi di negara demokratis yang melibatkan korupsi pada kalangan
eksekutif tingkat tinggi di pemerintahan, legislatif yang melibatkan korupsi di
antara wakil-wakil dari masyarakat umum, dan melibatkan korupsi di kalangan
birokrasi. Jain (2001) juga berpendapat bahwa Korupsi tidak hanya terjadi pada
negara berkembang dan miskin, namun korupsi juga terjadi pada negara maju
dikarenakan kualitas pemerintahan yang buruk.
Myrdal dalam Damanhuri (2010) menyatakan korupsi di Asia Selatan dan
Asia Tenggara berasal dari penyakit Neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya
feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client.
Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau rakyat bawahan terbiasa memberikan
“upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dan lain-lain). Korupsi
dapat menggambarkan kualitas pemerintah negara ASEAN+3. Para pejabat
pemerintahan di sektor publik cenderung memiliki perilaku rent seeking behavior
(korupsi) yang dapat menurunkan kualitas pemerintahan dan kualitas institusi
yang dalam penelitian Casseli dan Morrely dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari
dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran. Mangkoesoebroto (1993)
mengungkapakan bahwa salah satu kegagalan perencanaan pemerintah
(government failure) adalah adanya perilaku yang bersifat mengejar keuntungan
pribadi (rent seeking behavior).
Tabel 1 Klasifikasi Negara-Negara ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan) dan
Dinamika Indeks Persepsi Korupsi selama 10 tahun.
No

Negara

1
2
3
4
5
6
7
8

Indonesia
Malaysia
Singapura
Filipina
Thailand
Myanmar
Laos
Vietnam
Brunei
Darussalam
Kamboja
Cina
Jepang
Korea Selatan

9
10
11
12
13

Klasifikasi
Negara*

CPI score
2001**

CPI score
2010**

Berkembang
Berkembang
Maju
Berkembang
Berkembang
Berkembang
Berkembang
Berkembang

1.9
5.0
9.2
2.9
3.2
2.6

2.8
4.4
9.3
2.4
3.5
1.4
2.1
2.7

Berkembang

-

5.5

Berkembang
Maju
Maju
Maju

3.5
7.1
4.2

2.1
3.5
7.8
5.4

Sumber: *) IMF, World Economic Outlook, 2010
**) Corruption Perception Index, Transparency International (2012),”0” Terkorupsi,
“10” Bersih

4
 

Kebanyakan anggota negara ASEAN+3 merupakan negara sedang
berkembang, kecuali Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura yang merupakan
negara maju. Pada Tabel 1 membuktikan bahwa Cina, Jepang, dan Korea Selatan
memiliki Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di bawah negara Singapura. Negara Cina
memiliki Indeks persepsi korupsi yang hampir setara dengan negara berkembang
ASEAN+3 lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan
negara maju dapat melakukan tindakan korupsi. Pada negara ASEAN+3 lainya
indeks persepsi korupsi menunjukkan Negara Indonesia, Vietnam, Kamboja,
Laos, Cina memiliki tingkat korupsi yang cukup tinggi di bandingkan Negara
Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Negara Malaysia dan Filipina tidak
mengalami perbaikan tingkat korupsi, terjadi kemunduran selama rentan waktu 10
tahun. Dari indeks persepsi korupsi tersebut tidak ada perubahan secara signifikan
dalam pemberantasan perilaku korupsi. Indeks tersebut mendukung pendapat
Syed Husseis Alatas dalam Damanhuri (2010) bahwa praktik-praktik korupsi
sudah mengakar kuat dan sulit diberantas di Asia Tenggara.
Dalam hal ini, korupsi menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut guna
mengidentifikasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan
ASEAN+3. Beberapa tahun ini pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 mengalami
peningkatan, disamping itu tingkat korupsi di negara ASEAN+3 berdasarkan
indeks persepsi korupsi tidak mengalami perubahan yang baik secara signifikan.
Jika korupsi tidak ditangani secara tepat, hal ini tentunya akan menghambat
kerjasama antar negara ASEAN+3 dan dunia internasional dalam menciptakan
stabilitas pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam kesepakatan Bali Corncord
III tahun 2011 antara negara ASEAN+3 untuk mencegah dan melawan tindak
korupsi.
Rumusan Masalah
Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
seperti investasi, pembelanjaan pemerintah, dan pendidikan yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada negara berkembang pertumbuhan
ekonomi mengalami peningkatan setiap tahunya. Namun, negara-negara
berkembang atau negara dunia ketiga memiliki kecenderungan untuk melakukan
praktik korupsi di sektor publik yang diakibatkan kualitas institusi pemerintahan
yang rendah dalam mengontrol korupsi. Tidak hanya negara berkembang, namun
tidak menutup kemungkinan negara maju melakukan praktik korupsi. Korupsi
merupakan penyalahgunaan kepentingan nasional demi kepentingan pribadi.
Kegagalan pemerintah (government failure) diduga merupakan indikasi terbesar
penyebab rent seeking behavior (korupsi) di negara-negara ASEAN+3.
ASEAN+3 merupakan organisasi regional yang berhubungan secara bilateral
dengan Negara Cina, Jepang, Korea Selatan. Negara anggota ASEAN+3 sebagian
besar merupakan negara berkembang dan berpendapatan rendah dan menengah
(Tabel 2).
Tingginya tingkat korupsi di suatu negara juga dapat menimbulkan high
cost economy yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi melalui hambatan
yang terjadi pada investasi (Damanhuri (2010); Mauro (1995)). Mo (2000)
menyatakan bahwa korupsi memengaruhi inovasi dan produktifitas karena
menurunnya peran pemerintah yang produktif. Korupsi juga berdampak pada

5
 

pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan melalui
beberapa jalur pertumbuhan seperti, sistem pajak, ketimpangan pendidikan,
ketidakpastiaan dalam investasi (Gupta, et al 2000). Menurut Rose-Ackerman
(1999) bahwa korupsi dapat merusak kinerja ekonomi, tingginya derajat korupsi
dikaitkan dengan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan ASEAN+3
Negara

Kategori Pendapatan

Negara

Kategori Pendapatan

Indonesia

Lower Middle Income

Laos

Lower Middle Income

Malaysia

Upper Middle Income

Vietnam

Lower Middle Income

Singapura

High Income

Brunei D

High Income

Filipina

Lower Middle Income

Kamboja

Lower Middle Income

Thailand

Upper Middle Income

Cina

Upper Middle Income

Myanmar

Upper Middle Income

Jepang

High Income

Korea
Selatan

High Income

Lower middle income ($ 1,026-$ 4,035), Upper middle income ($4,036-$12,475), High income
(lebih dari $12,476)
Sumber: World Bank, 2010

Kesepakatan Bali concord III merupakan deklarasi yang menyatakan
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi pada negara ASEAN+3, serta
mencegah dan menurunkan tingkat korupsi. Korupsi tentunya akan menghambat
kerjasama ASEAN Economy Community (AEC) yang telah disepakati untuk tahun
2015. Pada akhirnya, tingginya tingkat korupsi dapat menyebabkan pemerintah
atau negara akan gagal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan
memberikan sosial welfare bagi masyarakat ASEAN+3.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara
ASEAN+3 tahun 2000-2010?
2. Bagaimanakah dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh
negara ASEAN+3 tahun 2000-2010?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian skripsi ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi sepuluh
negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010.
2. Menganalisis dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh
negara kawasan ASEAN+3 selama 2000-2010.

6
 

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis ataupun
bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut
antara lain adalah:
1. Bagi pemerintah dan instansi pengambil keputusan terkait tulisan ini dapat
memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan
maupun pengambilan keputusan terkait pentingnya dampak korupsi terhadap
pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Bagi pembaca dapat memberikan masukan-masukan dan menjadi sumber
informasi bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi wadah untuk mengaplikasikan
pengetahuan terutama bidang ilmu ekonomi serta menambah pengalaman dan
wawasan dalam penelitian.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup serta keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Periode tahun analisis yang digunakan hanya dari tahun 2000 sampai 2010
dikarenakan keterbatasan beberapa tahun data sebelum tahun 2000 dan setelah
tahun 2010.
2. Peneliti mengambil sepuluh negara ASEAN+3 (Indonesia, Malaysia,
Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Korea Selatan,
Jepang) dikarenakan sepuluh negara tersebut tergabung dalam Asean Economic
Integration dan sebagian besar negara tersebut merupakan negara berkembang.
Cina, Jepang, dan Korea Selatan merupakan negara maju yang akan dijadikan
pembanding terhadap negara berkembang ASEAN+3. Brunei Darussalam,
Laos, Myanmar tidak diikutsertakan karena keterbatasan data penelitian.
Negara-negara ASEAN+3 dijadikan sebagai populasi dan observasi dalam
penelitian ini.
3. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi dampak langsung korupsi
terhadap pertumbuhan ekonomi sepuluh negara ASEAN+3 dalam 2000-2010.
4. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan oleh Tranceparency
International berdasarkan sumberdata yang terkualifikasi, korupsi yang terjadi
pada sektor publik.
 

TINJAUAN PUSTAKA
Korupsi
Transparency International, World Bank, dan International Monetary Fund
mendefiniskan korupsi di sektor publik sebagai penyalahgunaan jabatan publik
untuk keuntungan peribadi. Korupsi adalah setiap transaksi antara para pelaku
dari sektor swasta dan sektor publik melalui ultilitas bersama yang secara ilegal
ditransformasikan menjadi keuntungan peribadi (World Bank, 1997). Menurut

7
 

Transparency Internasional korupsi besar terdiri dari tindakan yang dilakukan
pemerintah mendistorsi kebijakan atau fungsi utama negara, yang memungkinkan
para pemimpin untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan
kepentingan publik.
Transparency International (TI) mendefinisikan korupsi sebagai
penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi. Definisi
ini meliputi praktik korupsi baik di sektor publik dan swasta. Indeks Persepsi
Korupsi (CPI) peringkat negara menurut persepsi korupsi di sektor publik. CPI
merupakan indikator agregat yang menggabungkan berbagai sumber informasi
tentang korupsi, sehingga memungkinkan untuk membandingkan setiap negara.
Semua sumber informasi yang digunakan untuk membangun CPI dihasilkan
oleh organisasi terkemuka dan organisasi pengumpul data. Untuk disertakan
dalam CPI, sumber harus mengukur cakupan keseluruhan korupsi (frekuensi dan
ukuran transaksi korup) di sektor publik dan politik, memberikan peringkat
negara-negara, yang persepsi korupsi berbeda di setiap negara. Metodologi yang
digunakan untuk menilai persepsi ini harus sama untuk semua negara yang dinilai
dari sumber yang akan dipilih. Jumlah survei dan penilaian yang disertakan
berbeda dari tahun ke tahun tergantung pada ketersediaan pada saat
perkembangan indeks. CPI 2010 dihitung dengan menggunakan data dari 13
survei yang berbeda atau penilaian yang dihasilkan oleh 10 organisasi independen
berikut:
1. Africa Development Bank- Country Policy and Institutional Assessments
2. Asian Development Bank -Country Performance Assessment Ratings
3. Bertelsmann Foundation- Bertelsmann Transformation Index
4. Economist Intelligence Unit -Country Risk Service and Country Forecast
5. Freedom House -Nations in Transit
6. Global Insights, formerly World Markets Research Centre- Country Risk
Ratings
7. Institute for Management Development - World Competitiveness Report
8. Political and Economic Risk Consultancy, Hong Kong - Asian Intelligence
9. World Economic Forum - Global Competitiveness Report
10. World Bank - Country Policy and Institutional Assessments for IDA
Countries
Bentuk atau perwujudan utama korupsi menurut Amundsen dalam Anvig et
al (2000), menyebutkan bahwa terdapat 6 bentuk dasar karakteristik dari korupsi,
yaitu:
1. Suap (Bribery) adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau barang) yang
diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Suap merupakan jumlah yang
tetap, persentase dari sebuah kontrak, atau bantuan dalam bentuk uang apapun.
Biasanya dibayarkan kepada pejabat negara yang dapat membuat perjanjian
atas nama negara atau mendistribusikan keuntungan kepada perusahaan atau
perorangan dan perusahaan.
2. Penggelapan (Embezzlement) adalah pencurian sumberdaya oleh pejabat yang
diajukan untuk mengelolanya. Penggelapan merupakan salah satu bentuk
korupsi ketika pejabat pemerintah yang menyalahgunakan sumberdaya publik
atas nama masyarakat.
3. Penipuan (Fraud) adalah kejahatan ekonomi yang melibatkan jenis tipu daya,
penipuan atau kebohongan. Penipuan melibatkan manipulasi atau distorsi

8
 

informasi oleh pejabat publik. Penipuan terjadi ketika pejabat pemerintah
mendapatkan tanggungjawab untuk melaksanaka perintah. Memanipulasi
aliran informasi untuk keuntungan pribadi.
4. Pemerasan (Extortion) adalah sumberdaya yang diekstraksi dengan
menggunakan paksaan, kekerasan atau ancaman. Pemerasan adalah transaksi
korupsi dimana uang diektraksi oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk
melakukannya.
5. Favoritisme adalah kecenderungan dari pejabat negara atau politisi, yang
memiliki akses sumberdaya negara dan kekuasaan untuk memutuskan
pendistribusian tersebut. Favoritisme juga memberikan perlakuan istimewa
kepada kelompok tertentu. Selain itu, favoritisme juga mengembangkan
mekanisme penyalahgunaan kekuasaan secara privatisasi.
6. Nepotisme adalah bentuk khusus dari favoritisme. Mengalokasikan kontrak
berdasarkan kekerabatan atau persahabatan.
Chetwynd et al (2003) menyatakan korupsi memepengaruhi pertumbuhan
ekonomi dan menghambat pertumbuhan ekonomi dari beberapa teori sebagai
berikut:
1. Korupsi menghalangi investasi asing dan domestik: biaya sewa meningkat dan
menciptakan ketidakpastian, menurunkan insentif pada kedua investor asing
dan domestik.
2. Korupsi pajak kewirausahaan: pengusaha dan inovator memerlukan lisensi dan
izin dan membayar suap untuk pemotongan barang ke dalam margin
keuntungan.
3. Korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik: Sumber daya publik
dialihkan ke penggunaan pribadi, standar yang diabaikan, dana untuk
operasional dan pemeliharaan dialihkan kepada peribadi.
4. Korupsi menurunkan pendapatan pajak: perusahaan dan kegiatan yang
didorong ke sektor informal dengan mengambil sewa berlebihan dan pajak
dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak.
5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rent seeking: pejabat yang seharusnya
dapat terlibat dalam kegiatan produktif menjadi beralih kepada pengambilan
keuntungan dari sewa, dimana mendorong dan meningkatkan pengambilan
biaya sewa.
6. Korupsi merusak komposisi pengeluaran publik: pencari keuntungan akan
mencari proyek paling termudah dan terselubung, mengalihkan dana dari
sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.
Bangsa-bangsa fundamental umum, semua korupsi secara praktik
didefinisikan sebagai disfungsi karena dipandang sebagai perusak tatanan politik
tertentu, baik itu monarki, aristokrasi atau pemerintahan, yang membatasi aturan
secara kontitusi (Friedrich, 1999).  Korupsi adalah gejala bahwa ada sesuatu yang
salah dalam pengelolaan negara. Lembaga yang dirancang untuk mengatur
keterkaitan antara warga dan negara yang digunakan sebagai pengganti untuk
memperkaya pribadi dan pemberian keuntungan para koruptor. Mekanisme harga,
sering menjadi sumber efisiensi ekonomi dan kontributor terhadap pertumbuhan,
namun korupsi dan penyuapan merusak legitimasi dan efektivitas pemerintahan
(Rose-Ackerman,1999). Selain itu, Rose-Ackerman (1999) menjelaskan bahwa
interaksi kegiatan ekonomis produktif dan pencarian rente yang tidak produktif
pada fenomena korupsi di sektor publik dapat menurunkan pertumbuhan dan

9
 

investasi. Selanjutnya, pemerintah yang salah dalam mengalokasikan sumberdaya
yang langka kepada masyarakat merusak hubungan antara negara dan penduduk,
karena pemerintah mencari keuntungan dan memperkaya diri dengan melakukan
tindakan korupsi.
Gunnar Myrdal pemegang hadiah nobel ekonomi tahun 1986 dalam
Damanhuri (2010) Berpendapat dalam bukunya Asian Drama, bahwa korupsi di
Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit patron-client. Dalam
konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan berkewajiban member “upeti”.
Korupsi merupakan akibat dari pengelolaan negara lemah dan terjadi ketika
individu atau organisasi memiliki kekuatan monopoli atas barang atau jasa,
kebijaksanaan dalam membuat keputusan, terbatas atau tidak ada akuntabilitas,
dan rendahnya tingkat pendapatan (Klitgaard, 1998).
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi.
Teori-teori tersebut, yaitu:
1. Teori Klitgaard
Klitgaard (1998) memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan
sebagai berikut:
C
=M+D–A
Keterangan:
M
= Monopoly of Power
D
= Discretion of Official
A
= Accountability
Menurut Robert Klitgaard, kekuatan monopoli oleh pimpinan (monopoly of
power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion
of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus
accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
2. Teori Vroom
Teori Vroom (1964) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja
seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki sebagaimana tertulis
dalam fungsi berikut:
P
= f (A,M)
Keterangan:
P
= Performance
A
= Ability
M
= Motivation
Kinerja (Performance) seseorang merupaka fungsi dari kemampuan
(Ability) dan motivasi (Motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan
tingkat keahlian (Skill) dengan tingkat pendidikan (Knowledge) yang dimiliknya.
Tingkat motivasi yang sama seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih
tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan
asumsi variable M (motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi
tentang motivasi sebagai berikut:
M
= f (E ,V)
Keterangan:
M
= Motivation
E
= Expectation
V
= Valance/Value

10
 

Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang
bersangkutan dan nilai (Value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang.
Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan
dia lakukan. Jika nilai yang dimiliki positif maka, dia akan melakukan yang tidak
melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seseorang yang
memiliki nilai negatif, maka dia akan mencari segala cara untuk menjadi kaya
salah satunya dengan melakukan korupsi.
3. Teori Kebutuhan Maslow
Maslow (1943) menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk
paramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin
tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi.
Hierarki tersebut dalam piramida berikut ini:

 

Gambar 2 Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari
paling mendasar (bawah) hingga paling tinggi adalah aktulisasi diri. Kebutuhan
paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical
needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal,
kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, dan berbangsa. Ketiga
kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang.
Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada
kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan agar dihargai, berperilaku terpuji,
demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas
kemampuan kita, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai pemimpin yang
dipatuhi bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat
tertingginya pun adalah kebutuhan mendasarnya maka apapun akan dilakuakn
untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi.
4. Teori Raimez Torres.
Menurut Torres (1990) suatu tindak korupsi akan terjadi jika memenuhi
persamaan berikut:
Rc> Pty x Prob
Keterangan:
Rc
= Reward
Pty
= Penalty
Prob = Probability

11
 

Syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau
perhitungan (crime of calculation) bukan sekedar keinginan (passion). Seseorang
akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=reward) yang didapat dari korupsi lebih
tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan
(Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil.
5. Teori Jack Bologne
Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu:
G
= Greedy
O
= Opportunity
N
= Needs
E
= Expose
Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor
adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportunity, sistem yang
memberikan peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak
pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai.
Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak
memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi
Sebagian besar penelitian empiris yang mempelajari hubungan langsung
antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi memperlihatkan laju pertumbuhan
ekonomi yang melambat diakibatkan korupsi. Korupsi dapat memberikan dampak
langsung terhadap pertumbuhan GDP negara. Masalah yang terkait dengan
penelitian dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi adalah hubungan
kausalitas langsung antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi.
Mo (2001) mengungkapkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui saluran transmisi. Saluran yang paling penting
dimana korupsi memengaruhi pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan
ketidakstabilan politik. Pellegrini dan Gerlagh (2005) menyatakan bahwa korupsi
secara substansial berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
sepanjang waktu. Korupsi secara langsung memberikan dampaknya yang bersifat
negatif terhadap investasi, pendidikan, dan keterbukaan perdagangan, dan
kestabilan ekonomi. Ehrlich dan lui (1999) mengatakan bahwa tingkat
pertumbuhan ekonomi semakin menurun diakibatkan oleh korupsi, dimana
adanya intervensi pemerintah yang tinggi. Selain itu, mereka meyatakan bahwa
investasi juga bergantung pada korupsi melalui proses politik sebagai tiket masuk
ke jenjang birokrasi. Shleife dan Vishny dalam Mauro (1995) berpendapat bahwa
tingginya tingkat korupsi mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin
melambat, dimana terdapat bukti bahwa kemampuan seseorang digunakan untuk
pencarian rente (rent seeking behavior) menyebabkan pertumbuhan semakin tidak
efisien. Mauro (1995;1998) menyatakan bahwa tingkat korupsi yang tinggi terkait
dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi rendah, hal ini menunjukkan indeks
korupsi berkorelasi tinggi dengan efisiensi birokrasi seperti rendahnya kualitas
pengadilan.

12
 

Korupsi dan Investasi
Penelitian teoritis yang didukung sejumlah studi menunjukan bahwa
tingginya tingkat korupsi terkait dengan rendahnya tingkat investasi dan
rendahnya tingkat agregat pertumbuhan ekonomi. Beberapa hasil survei Bank
Dunia tentang korupsi menggambarkan hubungan terbalik atau tradeoff antara
korupsi dan pertumbuhan ekonomi melalui komponen investasi (Chetwynd et al,
2003).
1. Korupsi menghambat investasi domestik. Di Bulgaria, sekitar satu dari empat
empat pelaku bisnis yang dijadikan sebagai responden menyatakan telah
merencanakan untuk memperluas usaha (kebanyakan dalam memperoleh
peralatan baru) tapi gagal, untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor
penting dalam perubahan rencana mereka.
2. Korupsi merugikan wirausahawan terutama di kalangan usaha kecil. Beberapa
studi melaporkan bahwa usaha kecil cenderung untuk membayar suap
(terutama di Bosnia, Ghana, dan Slovakia). Di Polandia, Bisnis besar harus
Berurusan dengan sejumlah kegiatan ekonomi yang dilisensikan, sehingga
membuat mereka lebih rentan terhadap pemerasan.
3. Korupsi menurunkan pendapatan dari pajak dan biaya. Di Bangladesh, lebih
dari 30 persen dari responden rumah tangga di perkotaan mengurangi tagihan
listrik dan air dengan menyuap petugas pemeriksa meter. Di beberapa
penelitian, jika korupsi dapat dikendalikan maka respondonen harus membayar
pajak lebih banyak (Kamboja, Indonesia, Rumania).
Mauro (1995) menemukan bahwa korupsi secara substansial berdampak
negatif pada investasi. Korupsi bertindak sebagai pajak atas pengembalian
investasi swasta secara tidak langsung menurunkan kualitas dan kuantitas
investasi. Mo (2001) menemukan bahwa korupsi melalui investasi menyebabkan
penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Korupsi dan Sektor Publik
Dalam kebanyakan kasus hubungan antara korupsi dan sektor publik
sedang diselidiki berdasarkan studi empiris korupsi dan pembangunan ekonomi.
Mauro (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hubungan negatif dan
signifikan antara korupsi dan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Korelasi
antara korupsi dan pengeluaran pemerintah adalah pemerintah yang korup lebih
mudah mengumpulkan uang suap pada beberapa jenis belanja. Implikasi
kebijakan yang potensial memaksa pemerintah untuk meningkatkan komposisi
pengeluaran dengan meningkatkan porsi kategori-kategori pengeluaran yang
rentan terhadap korupsi.
Korupsi dan Pembangunan Manusia
Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi
dan pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi
pembangunan manusia melalui penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif
untuk investasi. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa korupsi
memengaruhi sumberdaya yang dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan.
Mauro (1995) menyatakan bahwa korupsi mengurangi pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro mengklaim bahwa pejabat
publik tidak ingin menghabiskan lebih banyak sumberdaya untuk pembelanjaan

13
 

pada program pendidikan dan kesehatan karena kurang menawarkan kesempatan
untuk pencarian keuntungan (rent seeking behavior). Demikian pula pendapat
Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menunjukkan bahwa korupsi mengurangi
tingkat pengeluaran untuk program sosial, menciptakan ketimpangan pendidikan,
menurunkan partisipasi sekolah tingkat menengah, dan menyebabkan
ketimpangan distribusi lahan. Selain itu, mereka menemukan bahwa korupsi
merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan
berimplikasi pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Mo (2001) menemukan
bahwa sebuah negara dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi menyebabkan
standarisasi sekolah lebih rendah.
Rose-Akerman (1997) berpendapat bahwa korupsi cenderung mendistorsi
alokasi manfaat ekonomi, lebih menguntungkan orang kaya dan kurang mengarah
ke pada orang miskin dan ketidakadilan distribusi pendapatan. Sebagian dari
kekayaan negara didistribusikan kepada orang-orang korup, sehingga
berkontribusi terhadap ketimpangan dan ketidakserataan dalam kekayaan. Akcay
(2006) menetapkan bahwa ada hubungan negatif yang kuat antara pembangunan
manusia dan indeks korupsi dalam sampel 63 negara berbeda di dunia. Tingkat
korupsi yang tinggi di suatu negara akan menyebabkan high cost economy
sehingga proses investasi dan pembangunan infrastruktur publik terhambat untuk
meningkatkan standar kehidupan masyarakat, hal ini dapat menurunkan tingkat
pendidikan.

Sumber: Akcay, 2006

Gambar 3 Korupsi dan Pembangunan Manusia
Kegagalan Pemerintah
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan
pada peranan alokasi dalam sumber-sumber ekonomi, peranan distribusi, peranan
stabilitas. Kegagalan pasar merupakan salah satu sebab mengapa pemerintah
harus turun tangan dalam perekonomian agar kesejahteraan masyarakat dapat
tercapai secara optimal. Walaupun demikian, tidak selamanya campur tangan
pemerintah menyebabkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bahkan secara
sistematis senantiasa terjadi kegagalan pemerintah (government failure).
Kegagalan perencanaan pemerintah lebih banyak dialami oleh negara berkembang
akibat kualitas institusi yang rendah (Todaro dan Smith, 2006). Kualitas institusi
yang rendah berdampak pada perilaku pemerintah yang menyimpang dalam

14
 

menjalankan pelayanan publik. Campur tangan pemerintah dalam mengatasi
kegagalan pasar terkadang menimbulkan dampak yang tidak dapat diperkirakan
dan bahkan merugikan masyarakat. Perilaku yang menyimpang pada pemerintah
bersifat mengejar keuntungan peribadi (rent seeking behavior). Tidak selamanya
campur tangan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bahkan dapat
menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Menurut Mangkoesoebroto (1993) kegagalan pemerintah disebabkan oleh
empat hal, yaitu:
1. Informasi terbatas. Banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat dilihat
dampaknya karena sangat rumit dan sulit untuk diperhitungkan sebelumnya.
Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi pupuk bagi
petani sangat sulit untuk diperhitungkan.
2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta. Suatu kebijakan pemerintah akan
menimbulkan reaksi pihak swasta dan sering sekali pemerintaha tidak dapat
menghambat reaksi tersebut. Misalnya, apabila pemerintah menurunkan
subsidi BBM khususnya untuk bensin. Hal ini, karena pertimbangan untuk
memiliki mobil sepenuhnya berada pada swasta/masyarakat maka pemerintah
tidak dapat melarang seseorang untuk menjual mobil yang menggunakan
bensin ke mobil yang menggunakan solar.
3. Pengawasan yang terbatas atas perlaku birokrat. Pemerintah tidak dapat
mengawasi secara ketat perilaku para birokrat, sedangkan pelaksanaan
kebijakan pemerintah umumnya didelegasikan pada berbagai tingkatan birokrat
yang mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda sehingga
kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda-beda
sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda
dengan apa yang diinginkan. Misalnya kebijakan deregulasi pemerintah yang
bermaksud untuk mengurangi perizinan, pada pelaksanaan di daerah kadang
berbeda dengan apa yang digariskan oleh pemerintah.
4. Hambatan dalam proses politik. Dalam suatu negara demokratis terdapat
pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif.
Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh
proses pengambilan keputusan karena harus disetujui terlebih dahulu oleh
pihak legislatif.
Model Pertumbuhan Solow
Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana
pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan tenaga kerja, dan kemajuan
teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya
terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2003).
Dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran barang dan jasa.
Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang
sudah dikenal, yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan modal
dan angkatan kerja. Model tersebut dinyatakan dalam bentuk umum sebagai
berikut:
Y = F (K, L)
(1)
Fungsi produksi dengan skala pengembalian konstan memungkinkan kita

15
 

menganalisis seluruh variabel dalam perekonomian dibandingkan dengan jumlah
angkatan kerja. Untuk itu gunakan 1/L dalam persamaan (1) untuk mendapatkan:
Y/L = F (K/L,1)
(2)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah output per pekerja Y/L adalah
fungsi dari modal per pekerja K/L. asumsi skala pengembalian konstan
menunjukkan bahwa besarnya perkonomian diukur oleh jumlah pekerja. Tidak
memengaruhi hubungan antara output per pekerja dan modal per pekerja. Variabel
per pekerja dinyatakan dengan huruf kecil, sehingga y=Y/L adalah output per
pekerja, dan k=K/L adalah modal per pekerja. Selanjutnya fungsi produksi
sebagai:
y = f(k)
(3)
Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan
investasi. Dengan kata lain, output per pekerja y merupakan konsumsi per pekerja
c dan investasi per pekerja i:
y=c+i
(4)
Model solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian
dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Fungsi konsumsi
berpengaruh terhadap investasi, gantilah (1–s)y untuk c dalam identitas
perhitungan pendapatan nasional:
y = (1 – s)y + I
(5)
i = sy
(6)
Pada model Solow fungsi permintaan dan fungsi permintaan menjelaskan
perekonomian pada saat tertentu. Untuk setiap persediaan modal k tertentu, fungsi
produksi y=f(k) menentukan brapa banyak output yang diproduksi perekonomian,
dan tingkat tabungan s menentukan alokasi output itu di antara konsumsi dan
investasi.
Pertumbuhan Modal dan Kondisi Mapan
Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting,
karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu
mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang memengaruhi
persediaan modal: investasi dan depresiasi. Depresiasi (depreciation) mengacu
pada penggunaan modal dan dapat menyebabkan persediaan modal berkurang.
Untuk memasukkan depresiasi dalam model, diasumsikan bahwa sebagian
tertentu dari persediaan modal mengalami depresiasi setiap tahun (δ). Jumlah
modal yang terdepresiasi setiap tahun adalah δk. Dampak investasi dan persediaan
modal dalam persamaan berikut:
Perubahan Persediaan Modal = Investasi - Depresiasi
Δk
=
i
- δk
(7)
Perubahan persediaan modal adalah Δk, antara satu tahun terntu dengan
tahun berikutnya. Karena investasi i sama dengan sf(k), maka investasi dapat di
gantikan dengan fungsi dari persediaan modal per pekerja.
Δk
=
sf(k) - δk
(8)
Persediaan modal k* di mana jumlah investasi sama dengan jumlah
depresiasi. Jika perekonomian berada dalam tingkat persediaan modal ini, maka
persediaan modal tidak akan berubah karena dua kekuatan yakni investasi dan
depresiasi beraksi secara seimbang. Pada k*, Δk = 0 memberikan arti bahwa
modal k dan output f(k) dalam kondisi mapan sepanjang waktu. Karena itu, k*

16
 

disebut sebagai tingkat modal pada kondisi mapan (steady state) pada gambar 4.
Kondisi mapan signifikan karena dua alasan. Perekonomian pada kondisi mapan
akan tetap stabil, perekonomian yang tidak berada pada kondisi mapan akan
berusaha menuju pada kondisi mapan. Tanpa memperhatikan tingkat modal yang
digunakan pada awal perekonomian, perekonomian akan berakhir dengan tingkat
modal kondisi mapan.
Kondisi Mapan dengan Pertumbuhan Populasi dan Teknologi.
Investasi meningkatkan persediaan modal, dan depresiasi menurunkan
persediaan