Studi Keefektifan Formulasi Spora Bacillus Subtilis Sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Hawar Pelepah Serta Pemicu Pertumbuhan Pada tTanaman Padi

STUDI KEEFEKTIFAN FORMULASI SPORA Bacillus subtilis
SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI DAN HAWAR PELEPAH SERTA
PEMICU PERTUMBUHAN PADA TANAMAN PADI

WARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Keefektifan Formulasi Spora
Bacillus subtilis sebagai Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri
dan Hawar Pelepah serta Pemicu Pertumbuhan pada Tanaman Padi adalah karya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.


Bogor, Maret 2010

Wartono
NIM A352070041

ABSTRACT
WARTONO. Study on Effectiveness of Bacillus subtilis Spore Formulation as
Biocontrol Agent Against Bacterial Leaf Blight and Sheath Blight Diseases and
Growth Promoting Bacteria of Rice. Supervised by GIYANTO and KIKIN
HAMZAH MUTAQIN.
In controlling rice diseases, most farmers still rely on chemical pesticide as
the solution. However, because of high cost and negative effects of chemical
pesticide, biocontrol is one of alternative solutions. Bacillus subtilis is a model of
biocontrol agents to control many plant diseases, because its ability to produce
antimicrobial and plant growth promoting substances. This research aimed to
examine the effectiveness of Indonesian isolate of B. subtilis spore formulation
through seed treatment and foliar spray with different frequencies and
concentrations to control bacterial leaf blight (Xanthomonas oryzae pv. oryzae)
and sheath blight (Rhizoctonia solani) diseases of rice. The influence of the

formulation application to plant growth and other microbes was evaluated. The
experiment was conducted in greenhouse and field with factorial experimental
design. Seed treatment, concentration and frequency of application and its
interaction effectively suppressed bacterial leaf blight and sheath blight diseases,
increased plant growth and reduced yield loss. The concentration at 2% is
recommended for applying the formulation. The interval of application at 1 and 2
week showed equal effect to disease suppression and increased yield. Application
of B. subtilis spore formulation increased yield of Ciherang, Cisantana, and
Sintanur as much as 26,3%, 18,5%, and 15,4% respectively. Application of the
formulation gave no significant effect to microbe diversity in the field.
Keywords: Bacillus subtilis spore formulation, Xanthomonas oryzae pv. oryzae,
Rhizoctonia solani, plant growth, disease suppression, yield loss.

RINGKASAN
WARTONO. Studi Keefektifan Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens
Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Hawar Pelepah serta Pemicu
Pertumbuhan pada Tanaman Padi. Dibimbing oleh GIYANTO dan KIKIN
HAMZAH MUTAQIN.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk
di Indonesia. Kebutuhan bahan makanan pokok ini semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah penduduk. Karena itu perlu upaya peningkatan
produktivitas padi guna memenuhi kebutuhan padi nasional. Namun demikian,
dalam upaya meningkatkan produksi padi tidak sedikit kendala yang dihadapi, di
antaranya adalah serangan patogen tumbuhan. Penyakit dapat menurunkan
produksi padi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dewasa ini,
penggunaan agens hayati menjadi alternatif dalam mengendalikan penyakit.
Bacillus subtilis adalah salah satu agens hayati yang sering digunakan dalam
mengendalikan penyakit pada tanaman padi. Penelitian bertujuan untuk menguji
pengaruh perlakuan benih, konsentrasi dan frekuensi aplikasi formulasi spora B.
subtilis terhadap penekanan penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae
pv. oryzae) dan hawar pelepah (Rhizoctonia solani), serta pengaruhnya terhadap
pertumbuhan tanaman dan keragaman mikroba di pertanaman padi. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan [Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB)], Laboratorium
Mikrobiologi dan rumah kaca [Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor], serta lahan sawah petani Desa Situ Gede, Bogor. Isolat dan
formulasi spora B. subtilis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
pengembangan penelitian Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1) pengujian keefektifan formulasi spora Bacillus subtilis di rumah kaca, dan 2)

pengujian keefektifan formulasi spora B. subtilis di lapangan. Pengujian di rumah
kaca dilakukan dengan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL
faktorial). Faktor yang diuji terdiri dari 3 faktor, yaitu: 1) perlakuan benih dalam 2 taraf,
yaitu: tanpa perlakuan benih (S0) dan perlakuan benih (S1); 2) konsentrasi formulasi
dalam 4 taraf, yaitu: 0% (K0), 1% (K1), 2% (K2), 5% (K5); dan 3) frekuensi aplikasi
dalam 5 taraf, yaitu: tanpa aplikasi (A0), setiap 1 minggu (A1), setiap 2 minggu (A2),
setiap 3 minggu (A3), setiap 4 minggu (A4). Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali
ulangan. Sedangkan pengujian lapang dilakukan dengan percobaan faktorial dalam
rancangan acak kelompok (RAK faktorial). Faktor yang diuji terdiri dari 2 faktor, yaitu:
1) frekuensi aplikasi dalam 4 taraf, yaitu: tanpa aplikasi (A0), setiap 1 minggu (A1),
setiap 2 minggu (A2), dan setiap 4 minggu (A4); dan 2) varietas dalam 3 taraf, yaitu:
Sintanur (Vs), Cisantana (Vcs), dan Ciherang (Vch). Percobaan dilakukan sebanyak 3
kali ulangan. Penyemprotan formulasi spora B. subtilis dilakukan satu minggu setelah
pindah tanam dan diakhiri pada minggu ke-11. Pengamatan penyakit dilakukan
dengan cara menghitung jumlah anakan atau daun yang sakit dibagi dengan total
jumlah anakan atau daun dikali dengan rata-rata luas gejala per rumpun. Untuk
melihat pengaruh formulasi B. subtilis terhadap keragaman mikroba, pada
pertengahan fase generatif diambil sebanyak 10 anakan dari 10 rumpun tanaman

per petak, kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati mikrobanya. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih, frekuensi aplikasi, dan
konsentrasi formulasi spora B. subtilis baik secara tunggal maupun interaksi,
mampu menekan penyakit HDB dan hawar pelepah dan mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan menekan kehilangan hasil. Konsentrasi 2% dapat
digunakan sebagai konsentrasi anjuran untuk aplikasi formulasi spora B. subtilis.
Interval aplikasi pada 1 dan 2 minggu sekali tidak berbeda dalam menekan
penyakit HDB dan hawar pelepah serta dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan menekan kehilangan hasil. Aplikasi formulasi spora B. subtilis dapat
meningkatkan bobot kering gabah varietas Ciherang, Cisantana, dan Sintanur
masing-masing sebesar 26,3%, 18,5%, dan 15,4%. Aplikasi formulasi spora B.
subtilis tidak mempengaruhi keragaman jenis tetapi mengurangi jumlah populasi
cendawan dan bakteri di pertanaman padi.
Kata kunci: formulasi spora Bacillus subtilis, Xanthomonas oryzae pv. oryzae,
Rhizoctonia solani, pertumbuhan tanaman, kehilangan hasil, penekanan penyakit.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

STUDI KEEFEKTIFAN FORMULASI SPORA Bacillus subtilis
SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI DAN HAWAR PELEPAH SERTA
PEMICU PERTUMBUHAN PADA TANAMAN PADI

WARTONO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Mayor Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc. Agr.

Judul Tesis

Nama
NIM

: Studi Keefektifan Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai
Agens Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri dan
Hawar Pelepah serta Pemicu Pertumbuhan pada Tanaman Padi
: Wartono
: A352070041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Giyanto, MSi.
Ketua


Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Mayor Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc.

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya maka penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Studi

Keefektifan Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Pengendali Hayati
Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Hawar Pelepah serta Pemicu Pertumbuhan
pada Tanaman Padi” dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir.
Giyanto, MSi. dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis dari mulai pelaksanaan penelitian sampai penulisan
tesis. Terima kasih kepada Kepala Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian Bogor yang telah memberi izin penulis untuk mengikuti
pendidikan Program Magister Sains di IPB. Terima kasih juga disampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc. yang telah mensponsori biaya studi
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.
Akhirnya, ucapan terima kasih disampaikan kepada orangtua (Ibu
Saribanon), istri (Nina Herlina) dan anak tercinta (Fatma Labibah dan Ayubi
Asyam) yang telah mendo’akan dan memberikan dukungan baik moril maupun
materil dalam penyelesain studi. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Bogor, Maret 2010
Wartono


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1972, dari Ayah Wagiman
(Alm) dan Ibu Saribanon. Penulis merupakan putra ketiga dari enam bersaudara.
Pada tahun 1992, penulis menamatkan sekolah lanjutan tingkat atas dari
SMA Al-Ghazaly Bogor. Pada tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan belajar
dan mendapat gelar Sarjana Sains di Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas
Nusa Bangsa Bogor. Sejak tahun 1995 penulis bekerja sebagai pegawai honorer di
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor yang sekarang berganti nama menjadi
Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor dan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xiv


DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................
Hipotesis ...............................................................................................
Manfaat Penelitian ................................................................................

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hayati Penyakit Padi .......................................................
Pemanfaatan Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR ............
Formulasi Agens Hayati ........................................................................
Penyakit Hawar Daun Bakteri ...............................................................
Penyakit Hawar Pelepah ........................................................................

3
4
5
7
9

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu ................................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Pengujian Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis di Rumah Kaca .......
Pengujian Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis di Lapang ................

11
11
11
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Rumah Kaca ............................................................................
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Panjang Akar,
Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif di Rumah Kaca ............
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Penekanan
Penyakit HDB dan Hawar Pelepah di Rumah Kaca ...............................
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Bobot Kering
Gabah di Rumah Kaca ...........................................................................
Kondisi Lapang .....................................................................................
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Tinggi
Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif di Lapang ................................
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Penekanan
Penyakit HDB dan Hawar Pelepah di Lapang ........................................
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Bobot Kering
Gabah di Lapang ...................................................................................

15
15
17
19
21
22
22
24

xii
Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Keragaman
Cendawan dan Bakteri ..........................................................................
Pembahasan Umum ...............................................................................

25
28

SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................

32

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

33

LAMPIRAN ................................................................................................

38

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Pengaruh perlakuan benih dengan formulasi spora B. subtilis terhadap
panjang akar, tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif di rumah
kaca ....................................................................................................

15

Pengaruh apikasi formulasi spora B. subtilis terhadap tinggi tanaman
dan jumlah anakan produktif di rumah kaca ........................................

16

Interaksi perlakuan benih dan konsentrasi formulasi spora B. subtilis
terhadap tinggi tanaman di rumah kaca ...............................................

17

Pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis terhadap perkembangan
penyakit HDB dan hawar pelepah (ADKPP) di rumah kaca ................

17

Interaksi perlakuan benih dan konsentrasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit (ADKPP) HDB di rumah kaca ........

18

Interaksi perlakuan benih dan konsentrasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah (ADKPP) di rumah
kaca ....................................................................................................

18

Interaksi perlakuan benih, konsentrasi dan frekuensi apikasi formulasi
spora B. subtilis terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah
(ADKPP) di rumah kaca .....................................................................

19

Pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis terhadap bobot kering
gabah di rumah kaca ...........................................................................

20

Interaksi perlakuan benih dan konsentrasi formulasi spora B. subtilis
terhadap bobot kering gabah di rumah kaca .........................................

20

Interaksi perlakuan benih, konsentrasi dan frekuensi aplikasi formulasi
spora B. subtilis terhadap bobot kering gabah di rumah kaca ...............

21

Pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis terhadap tinggi tanaman
dan jumlah anakan produktif di lapang ................................................

22

Pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis terhadap perkembangan
penyakit HDB dan hawar pelepah di lapang ........................................

23

Interaksi varietas dan frekuensi aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah di lapang ..................

23

Pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis terhadap keragaman
cendawan dan bakteri pada tanaman padi ............................................

26

Interaksi varietas dan frekuensi aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap populasi cendawan di lapang ................................................

27

Interaksi varietas dan frekuensi aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap populasi bakteri di lapang .....................................................

27

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.

Pengaruh varietas dan frekuensi apikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap bobot kering gabah di lapang ................................................

24

Koloni mikroba pada perlakuan aplikasi formulasi spora B. subtilis di
lapang .................................................................................................

25

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan benih dengan formulasi
spora B. subtilis terhadap panjang akar di rumah kaca .........................

38

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap tinggi tanaman di rumah kaca ...............................................

38

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap jumlah anakan produktif di rumah kaca ................................

38

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap bobot kering gabah di rumah kaca .........................................

39

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit HDB di rumah kaca ........................

39

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah di rumah kaca ..........

39

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap tinggi tanaman di lapang .......................................................

40

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap jumlah anakan produktif di lapang ........................................

40

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap bobot kering gabah di lapang ................................................

40

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit HDB di lapang ...............................

41

Analisis sidik ragam pengaruh aplikasi formulasi spora B. subtilis
terhadap perkembangan penyakit hawar pelepah di lapang .................

41

Analisis sidik ragam pengaruh frekuensi aplikasi formulasi spora B.
subtilis terhadap jenis cendawan di lapang .........................................

41

Analisis sidik ragam pengaruh frekuensi aplikasi formulasi spora B.
subtilis terhadap populasi cendawan di lapang ..................................

42

Analisis sidik ragam pengaruh frekuensi aplikasi formulasi spora B.
subtilis terhadap jenis bakteri di lapang ..............................................

42

Analisis sidik ragam pengaruh frekuensi aplikasi formulasi spora B.
subtilis terhadap populasi bakteri di lapang ........................................

42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk
di Indonesia. Kebutuhan bahan makanan pokok ini semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Karena itu perlu upaya peningkatan
produktivitas padi guna memenuhi kebutuhan padi nasional. Namun demikian,
dalam upaya meningkatkan produksi padi tidak sedikit kendala yang dihadapi, di
antaranya adalah serangan patogen tumbuhan. Penyakit dapat menurunkan
produksi padi baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakeri Xanthomonas
oryzae pv. oryzae dan hawar pelepah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani
Kühn adalah dua penyakit yang sering menjadi kendala kehilangan hasil.
Kerusakan tanaman yang diakibatkan penyakit HDB dapat mencapai 80-100%
(Devadath 1989, Reddy & Yin 1989), dengan kehilangan hasil mencapai 15-23%
(Triny 2002). Sedangkan penyakit hawar pelepah dapat menyebabkan kerusakan
tanaman hingga 50% (Lee & Rush 1983), dengan kehilangan hasil berkisar antara
5 – 15% (Cartwright & Lee 2006).
Selama ini petani mengandalkan pestisida kimia sebagai andalan untuk
mengendalikan penyakit HDB dan hawar pelepah. Namun dengan mahalnya
pestisida kimia dan dampak negatif

yang ditimbulkannya, mendorong

ditemukannya alternatif lain yang lebih murah dan aman terhadap lingkungan.
Pemanfaatan Bacillus subtilis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif, karena
kemampuannya dalam menekan berbagai patogen tanaman (Szczech dan Shoda
2006). Selain itu, B. subtilis juga dikenal sebagai kelompok Plant GrowthPromoting

Rhizobacteria

(PGPR)

karena

kemampuannya

menginduksi

pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap patogen. Berdasarkan hasil
penelitian Vasudevan et al. (2002), B. subtilis yang digunakan sebagai campuran
media pembibitan padi mampu meningkatkan panjang akar dan tunas serta
meningkatkan hasil. Selain itu B. subtilis juga mampu menginduksi ketahanan
tanaman kacang tanah terhadap penyakit Aspergillus niger (Sailaja et al.1997).

2

Pemanfaatan B. subtilis sebagai agens hayati sudah banyak dilakukan.
Beberapa di antaranya telah memiliki merek dagang, seperti Campanion,
KodiakTM, EpicTM, Quantum 4000 dan System 3TM, yang merupakan produkproduk buatan luar negeri (Nakkeeran et al. 2006). Sementara untuk produk lokal
di antaranya adalah Prima-BAPF (Hanudin et al. 2006). Upaya pengembangan B.
subtilis masih terus dilakukan seperti pengembangan formulasi spora B. subtilis
dengan memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai bahan dasarnya (Sulistiani
2009).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan formulasi spora B.
subtilis isolat Indonesia melalui perlakuan benih, perbedaan konsentrasi dan
frekuensi aplikasi terhadap penekanan penyakit HDB dan hawar pelepah, serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan keragaman mikroba di
pertanaman padi.

Hipotesis
1.

Aplikasi formulasi spora B. subtilis melalui perlakuan benih, perbedaan taraf
konsentrasi dan frekuensi aplikasi berpengaruh dalam menekan penyakit
hawar daun bakteri dan hawar pelepah serta meningkatkan pertumbuhan
tanaman padi.

2.

Aplikasi formulasi spora B. subtilis tidak berpengaruh negatif terhadap
mikroba lain.

Manfaat Penelitian
1.

Menyediakan informasi mengenai keefektifan formulasi spora B. subtilis
sebagai agens pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri dan hawar
pelepah serta pemicu pertumbuhan pada tanaman padi.

2.

Memberikan informasi mengenai strategi penggunaan formulasi spora B.
subtilis melalui perlakuan benih, konsentrasi dan frekuensi aplikasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hayati Penyakit Padi
Penelitian pengendalian penyakit padi secara hayati sudah dimulai sejak
tahun 1980an. Penelitian dikonsentrasikan pada identifikasi, evaluasi dan
formulasi potensi agens hayati serta upaya pengembangannya. Pada tanaman padi
beberapa patogen dari golongan cendawan, bakteri, virus, dan nematoda
diketahui menjadi penyebab penyakit padi. Beberapa jenis penyakit padi yang
disebabkan oleh cendawan patogen di antaranya penyakit blas (Pyricularia
grisea), bercak coklat (Bipolaris oryzae), busuk batang (Sclerotium oryzae),
hawar pelepah (Rhizoctonia solani), busuk pelepah (Sarocladium oryzae).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri di antaranya adalah penyakit hawar daun
bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan penyakit bakteri daun bergaris (X.
oryzae pv. oryzicola). Penyakit yang disebabkan virus di antaranya adalah
penyakit tungro (RTBV dan RTSV), kerdil hampa dan kerdil rumput (Semangun
2004).
Strategi mengelola penyakit padi kebanyakan diarahkan untuk mencegah
ledakan penyakit dan epidemi melalui penggunaan ketahanan tanaman dan
pestisida kimia. Namun demikian penggunaan bahan kimia yang tidak bijaksana
menyebabkan kematian organisme bukan sasaran dan dampak lainnya terhadap
lingkungan. Penggunaan kultivar tahan dalam skala besar dan dalam jangka waktu
lama dapat penyebabkan pergeseran karakteristik virulensi patogen sehingga
ketahanan tanaman terpatahkan. Dalam dua dekade terakhir upaya mengelola
penyakit padi melalui alternatif lain sudah mulai dilakukan, yaitu melalui
pengendalian secara hayati. Pengendalian hayati merupakan strategi pengendalian
yang ramah lingkungan, hemat biaya, dan dapat diintegrasikan dengan strategi
pengendalian lainnya dalam menopang ketersedian pangan yang berkelanjutan
(Suwanto 1994).
Dalam pengendalian penyakit padi, agens hayati seperti bakteri, fungi dan
virus sering digunakan. Agens hayati tersebut secara alami sudah tersedia di alam
sebagai penyusun keseimbangan ekosistem. Di antara agens hayati, bakteri
merupakan agens yang paling ideal karena pertumbuhannya yang cepat, dan

4

kemampuannya dalam mengkolonisasi. B. subtilis adalah salah satu agens hayati
yang potensial, karena kemampuannya bertahan pada kondisi panas dan
kekeringan, sehingga sesuai untuk aplikasi di lapangan (Wayne et al. 2000).
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995 dinyatakan
bahwa agens hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies,
varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri,
virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya
yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau
organisme pengganggu dalam proses produksi dan pengolahan hasil pertanian,
serta digunakan untuk keperluan lainnya (Menteri Pertanian RI 1995).

Pemanfaatan Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR
Bacillus subtilis merupakan spesies dengan bentuk sel batang dengan
ukuran 0,3-2,2 µm x 1,2-7,0 µm. Sebagian besar spesiesnya bersifat motil dengan
flagel khas lateral dan membentuk endospora. Bacillus memiliki endospora
berbentuk bundar, oval atau silindris dengan ukuran 0,8 x 1,5-1,8 µm (Cook dan
Baker 1996). Endospora terletak di dalam sel, serta lama pembentukannya tidak
sama pada spesies yang berbeda. Sebagai contoh, beberapa spora terletak sentral
yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal, yaitu dibentuk di ujung
sel, dan yang lain sub terminal yang dibentuk dekat ujung sel. Diameter spora
dapat lebih besar atau lebih kecil dari sel vegetatifnya (Pelczar et al. 1986).
Bacillus meliputi banyak spesies yang berbeda, beberapa spesies bersifat aerobik
obligat dan beberapa bersifat anaerobik fakultatif (Nakano dan Zuber 1998).
B. subtilis berpotensi untuk dikembangkan dalam mengendalikan berbagai
penyakit tanaman. Beberapa patogen penting yang dapat dikendalikan oleh B.
subtilis di antaranya adalah Pythium sp., Phytophthora sp., Fusarium oxysporum,
Rhizoctonia solani, dan beberapa jenis patogen lainnya (Asaka dan Shoda 1996).
Potensi B. subtilis dalam pengendalian berbagai jenis penyakit ini dihubungkan
dengan

kemampuannya

dalam

memproduksi

berbagai

macam

senyawa

antimikroba seperti subtilin, surfactin, fengycin, bacitracin, basilin, basilomisin B,
difisidin, oksidifisidin, lesitinase subtilisin dan iturin A (Szczech dan Shoda
2006). Antimikroba yang dihasilkan oleh B. subtilis dapat bersifat antibakteri dan

5

antifungi. Antibakteri yang dihasilkan oleh B. subtilis strain A30 (Chen et al.
1997), A014 (Liu et al. 1991), dan SO113 (Lin et al. 2001) bersifat antagonis
terhadap X. oryzae pv. oryzae. Sementara dalam penelitian lain dilaporkan bahwa
B. subtilis strain RB14-CS (Mizumoto et al. 2006) dan LEV-006 (Hou et al. 206),
menghasilkan antifungi yang bersifat antibiosis terhadap R. solani. B. subtilis juga
dilaporkan mampu mengendalikan lebih dari satu jenis penyakit pada tanaman
yang sama. Seperti B. subtilis GB03 yang efektif menekan cendawan
Colletotrichum orbiculare dan bakteri Pseudomonas syringae pv. lachrymans
yang menyerang tanaman mentimun (Raupach dan Kloepper 1998).
Beberapa spesies Bacillus subtilis juga dikenal sebagai kelompok Plant
Growth-Promoting Rhiobacteria (PGPR) karena kemampuannya menginduksi
pertumbuhan dan ketahanan tanaman. Vasudevan et al. (2002), melaporkan
bahwa aplikasi B. subtilis pada media pembibitan padi varietas IR24, IP50 dan
Jyothi pada perbandingan 1:40 (formulasi B. subtilis : media pembibitan) mampu
meningkatkan panjang akar dan tunas serta meningkatkan hasil panen dua kali
lipat dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, Sailaja et al. (1997 ) melaporkan
bahwa B. subtilis AF1 mampu menginduksi ketahanan tanaman kacang tanah
terhadap penyakit Aspergillus niger.

Formulasi Agens Hayati
Pemanfaatan B. subtilis sebagai agens hayati patogen tanaman telah banyak
dilakukan, di antaranya melalui pembuatan formulasinya. Formulasi adalah
campuran antara biomassa agens hayati dan bahan-bahan yang dapat
meningkatkan efektifitas dan kemampuan hidup agens hayati. Formulasi agens
hayati dapat berupa produk cair atau kering. Dibandingkan dengan produk basah,
formulasi kering lebih baik untuk agens hayati yang membentuk spora. Hal ini
memungkinkan bakteri dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Formulasi
cair biasanya berisi sel agens hayati sehingga kemungkinan kemampuan bertahan
hidupnya tidak terlalu lama.
Dalam formulasi agens hayati pemilihan bahan pembawa dapat menentukan
kemampuan bertahan agens selama di tempat penyimpanan. Berbagai bahan
tambahan telah digunakan dalam pengembangan formulasi Bacillus spp. dan

6

agens hayati lainnya. Bahan tambahan dapat bersifat sebagai bahan pembawa
serta menjadi sumber nutrisi agens hayati ketika spora berkecambah. Beberapa
bahan tambahan yang sering digunakan di antaranya tanah lempung (Osbura et al.
1995), gambut dan kitin (Manjula dan Podile, 2001; Ahmed et al. 2003),
metilselulosa (Racke dan Sikora 1992), selulosa, minyak nabati dan polivinil
pirolidone (Kanjanamaneesathian et al. 2000) berserta modifikasinya dengan
penambahan sumber karbon, nitrogen dan beberapa unsur mikro memberikan
hasil yang sangat baik dalam menjaga viabilitas spora B. subtilis maupun
efektifitasnya dalam menekan patogen tumbuhan. Sementara Muis (2006),
melaporkan bahwa tepung singkong, tepung jagung, dan tepung beras dengan
penambahan ekstrak ragi efektif dalam meningkatkan pertumbuhan B. subtilis.
Sejauh ini B. subtilis telah banyak dimanfaatkan sebagai produk komersial
secara luas sebagai agens antagonis atau sebagai bakteri pemicu pertumbuhan
tanaman dalam berbagai merek dagang maupun formulasi. Beberapa merek
dagang yang menggunakan B. subtilis sebagai komponen utamanya adalah
Kodiak, Serenade, dan Subtilex yang merupakan produk buatan luar negeri.
Produk-produk tersebut banyak digunakan dalam pengendalian berbagai macam
penyakit pada sayuran, buah-buahan maupun rumput golf (Schisler et al. 2004).
Produk lain yang dibuat dalam bentuk cair dimana spora B. subtilis sebagai
bahan aktifnya adalah Biosubtilis yang digunakan untuk mengendalikan penyakit
layu yang disebabkan oleh Fusarium, Verticillium dan bakteri, rebah kecambah
yang disebabkan oleh Pythium, hawar dan bercak daun yang disebabkan oleh
Cercospora,

Colletotrichum,

Alternaria,

Ascochyta,

Macrophomina,

Myrothecium, Ramularia, Xanthomonas, dan Erysiphe polygoni; selain itu juga
digunakan sebagai pemicu pertumbuhan tanaman (Biotech International 2006).
Sementara produk dalam negeri seperti Prima-BAPF yang diramu dalam bentuk
cair dengan bahan aktif campuran antara B. subtilis dan Pseudomonas fluorescens
efektif dalam mengendalikan penyakit Puccinia horiana dan Fusarium oxysporum
f.sp traceiphillum pada tanaman krisan dan Plasmodiophora brassicae pada kubis
(Hanudin et al. 2006).

7

Penyakit Hawar Daun Bakteri
Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae merupakan salah satu penyakit utama pada padi sawah di Indonesia
(Semangun 2004, Machmud dan Farida 1995, Hifni dan Kardin 1998) dan di
negara produsen beras lainnya, seperti Jepang, India, dan Philipina (Ou 1985).
Penyakit HDB dilaporkan menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi di
Indonesia pada musim hujan tahun 1948/1949 (Ou 1985), pada waktu itu penyakit
ini disebut sebagai

kresek atau hama lodoh apabila tanaman sampai mati.

Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh penyakit HDB dapat mencapai 10%–
50% (Mew 1989), bahkan di India, kerusakan berat dapat mencapai 80%-100%
(Devadath 1989, Reddy dan Yin 1989). Di Indonesia, kerusakan hasil padi karena
HDB umumnya berkisar antara 15%-23% (Triny 2002). Kerusakan tanaman yang
diakibatkan penyakit HDB berkorelasi dengan kehilangan hasil, setiap kenaikan
10% kerusakan tanaman menyebabkan kehilangan hasil meningkat antara 4%–6%
(Sudir dan Suparyono 2001).
Bakteri X. oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun bakteri dapat
menginfeksi tanaman padi dari mulai pembibitan sampai panen. Ada dua macam
gejala penyakit HDB yaitu gejala yang terjadi pada tanaman muda berumur
kurang dari 30 hari setelah tanam (persemaian atau yang baru dipindah) disebut
kresek dan gejala yang timbul pada tanaman stadium anakan sampai pemasakan
disebut hawar (blight). Kresek merupakan gejala yang paling merusak dari
penyakit HDB, sementara gejala hawar yang paling umum dijumpai (Triny 2002).
Selanjutya Machmud (1988) menyatakan bahwa pada varietas padi yang peka,
gejala kresek dijumpai saat tanaman berumur 1–2 minggu setelah tanam. Gejala
kresek dicirikan dengan daun berwarna hijau kelabu, melipat dan menggulung.
Dalam keadaan parah seluruh daun menggulung layu dan mati, mirip tanaman
yang terserang penggerek batang atau terkena air panas (lodoh). Sementara gejala
hawar daun ditemukan pada fase pertumbuhan anakan sampai fase pemasakan.
Gejala hawar dicirikan dengan terdapatnya garis kekuningan pada daun, gejala
terlihat mulai pada ujung daun

kemudian bertambah lebar dan pinggirnya

berombak. Selain itu pada tanaman bergejala hawar dapat ditemukan eksudat
bakteri berwarna susu atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari.

8

Pada stadia lanjut luka menjadi kuning memutih, daun yang terinfeksi parah
cenderung menjadi abu-abu dan dapat muncul jamur saprofit (IRRI 2008).
Proses infeksi X. oryzae pv. oryzae masuk ke tanaman padi terutama melalui
hidatoda dan luka. Selama 24 jam sel bakteri dapat tumbuh dan berkembangbiak
di sekitar hidatoda daun padi yang rentan, kemudian masuk ke dalam ruang antar
sel dan akhirnya ke jaringan epitem dan berkas pembuluh untuk menyebar secara
sistemik. Luka pada daun yang terjadi karena kebiasaan petani memotong pucuk
daun bibit padi yang akan ditanam juga memberi peluang utama terjadinya infeksi
X. oryzae pv. oryzae pada tanaman. Dalam waktu 48 jam bakteri dapat
berkembang biak dari 103 menjadi 107-108 sel (Ou 1985). Pada pertanaman padi
di sawah, eksudat bakteri yang keluar melalui hidatoda daun yang menunjukkan
gejala HDB pada pagi hari, terkumpul sebagai butiran air keruh di tepi daun,
menjadi kering di siang hari, dan seringkali jatuh ke bagian tanaman lain atau ke
air irigasi, menjadi sumber inokulum utama penularan HDB (Ou 1985; Reddy dan
Yin 1989). Keberadaan bakteri ini dalam tanah dan air irigasi juga telah dideteksi
baik dengan isolasi, maupun reaksi bakteriofag (Ou 1985).
Benih merupakan sumber inokulum penting bagi penularan X. oryzae pv.
oryzae. Pendapat peneliti tentang pentingnya peran benih sebagai sumber
inokulum patogen ini beragam, tetapi pada umumnya percaya bahwa benih
merupakan sumber utama penularan patogen ini di lapangan. Koloni bakteri ini
dijumpai pada endosperm dan gluma. Bakteri dapat bertahan hidup dalam benih
selama semusim hingga 11 bulan. Berbagai survei menunjukkan bahwa intensitas
infeksi benih oleh patogen ini berkisar antara 5%-100%, bergantung pada saat
kejadian HDB muncul di lapangan, keparahan penyakit, dan varietas padi (Reddy
dan Yin 1989). Daya tahan hidup patogen ini dalam biji padi beragam, tergantung
varietas dan suhu lingkungan. Di India, benih padi dapat terinfeksi 90%-100%
dan setelah sebulan penyimpanan masih 70% dan setelah dua bulan tinggal 40%.
Patogen ini dapat bertahan hidup dalam biji hingga 8-11 bulan (Singh et al. 1983
dalam Mew et al. 1989). Rata-rata, infeksi patogen ini pada biji di lapangan
berkisar 11%-21%. Ilyas et al. (2007) melaporkan bahwa bakteri patogen ini
dapat diisolasi dari benih. Hasil ini menunjang pendapat bahwa bakteri ini adalah
tular benih.

9

X. oryzae pv. oryzae memiliki inang alternatif dari jenis padi liar seperti
Oryza sativa, O. rufipogon, O. australiensis dan gulma sebagai inang alternatif
seperti Leersia oryzoides dan Zizania latifolia, Echinocloa colonum, Leptochloa
spp. dan Cyperus spp. (Ou 1985; Niño-Liu et al. 2006). Bakteri ini bahkan dapat
hidup untuk sementara waktu pada tanaman non-inang seperti rerumputan dan
jagung (Huang dan De Cleene 1989). Bakteri ini dapat bertahan hidup lama
hingga musim tanam berikutnya dalam bentuk koloni bakteri kering maupun
basah pada jerami, serasah tanaman, dan singgang/turiang padi (Ou 1985).

Penyakit Hawar Pelepah
Penyakit hawar pelepah padi adalah penyakit yang disebabkan oleh
cendawan Rhizoctonia solani Kühn. Pada masa sebelum diperkenalkannya
varietas padi dengan ukuran batang semi pendek pada tahun 1980-an, penyakit
kurang mempunyai arti ekonomi. Namun, setelah diperkenalkannya varietas padi
semi pendek tersebut penyakit ini menjadi penting. Hal ini disebabkan karena
varietas padi tipe ini ditanam dengan jarak rapat sehingga lingkungan iklim
mikronya sesuai untuk perkembangan penyakit hawar pelepah (Groth dan Lee
2002; Lee dan rush 1983). Selain itu, penggunaan pupuk N yang berlebihan
menyebabkan

kanopi

pertanaman

semakin

rapat

sehingga

memberikan

lingkungan yang kondusif untuk perkembangan penyakit hawar pelepah (Ou
1985). Penyakit hawar pelepah mempengaruhi jumlah gabah bernas per malai,
dan secara parsial mempengaruhi panjang malai dan persen kehampaan, tetapi
tidak mempengaruhi berat 100 biji bernas (Kadir et al. 1987).
Cendawan R. solani adalah patogen yang menghasilkan toksin. Toksin yang
paling dikenal adalah RS phytotoxin--suatu molekul karbohidrat mengandung
glucose,

mannose,

N-acetylgalactosamine,

dan

Nacetylglucosamine

(Vidhyasekaran et al. 1997). Pengaruh toksin terlihat dengan ekspresi gejala yang
muncul pada jaringan tanaman. Umumnya gejala penyakit pelepah daun berupa
bercak-bercak besar pada upih daun dan batang, tidak teratur, berbentuk jorong,
dengan tepi cokelat kemerahan, sedangkan pusatnya berwarna seperti jerami atau
kuning kehijauan. Seringkali bercak terdapat dekat dengan lidah daun. Pada
batang padi bercak mempunyai ukuran yang lebih kecil. Dalam keadaan lembab,

10

pada bercak tumbuh benang-benang cendawan putih atau cokelat muda
(Semangun 2004).
Miselium dan sklerotium R. solani bertahan pada jerami dan rumputrumputan. Kardin et al. (1975) membuktikan bahwa banyak gulma yang dapat
menjadi tumbuhan inang R. solani, sehingga diduga bahwa sumber infeksi untuk
padi selalu ada. R. solani juga dapat menyerang semua spesies Azolla yang umum
terdapat di sawah, terutama yang paling rentan adalah A. pinnata. Meskipun
demikian, R. solani dari A. pinnata mempunyai patogenisitas yang rendah pada
padi (Moechajat et al. 1987). Infeksi patogen ini pada padi terjadi pada umur
semai dan tanaman dewasa.
Penyakit hawar pelepah terjadi karena adanya interaksi antara inang yang
rentan, patogen yang virulen, dan kondisi lingkungan yang mendukung. Kondisi
lingkungan biotik dan abiotik berperan penting dalam perkembangan penyakit.
Cendawan R. solani berkembang baik pada kelembaban optimum ~ 96% dan suhu
optimum 30 – 32 ºC (Hashiba 1985; Shi dan Cheng 1995). Cendawan R. solani
dapat menyebar dari pelepah sampai ke helai daun dan tangkai padi pada kondisi
yang kondusif dan dapat menyebabkan kerusakan tanaman hingga 50% pada
varietas yang rentan (Lee dan Rush 1983) dan menyebabkan kehilangan hasil
hingga 5% – 15% (Cartwright dan Lee 2006). Penggunaan jenis atau varietas padi
juga dilaporkan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit. Kajiwara dan
Kardin (1975) melaporkan bahwa jenis padi yang berbatang pendek dan
mempunyai anakan banyak lebih rentan tehadap R. solani.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Nopember 2009.
Kegiatan percobaan dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan
[Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(IPB)], Laboratorium Mikrobiologi dan rumah kaca [Balai Besar Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor], serta lahan sawah petani Desa Situ
Gede, Kecamatan Bogor Barat.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 1) pengujian keefektifan
formulasi spora Bacillus subtilis di rumah kaca, dan 2) pengujian keefektifan
formulasi spora B. subtilis di lapangan.
Pengujian Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis di Rumah Kaca
Isolat dan formulasi spora B. subtilis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hasil pengembangan penelitian Laboratorium Bakteriologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (Sulistiani 2009). Pengujian di rumah
kaca dilakukan dengan percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap (RAL
faktorial). Faktor perlakuan yang diuji terdiri dari 3 faktor, yaitu : 1) perlakuan benih
dalam 2 taraf, yaitu: tanpa perlakuan benih (S0) dan perlakuan benih (S1); 2) konsentrasi
formulasi dalam 4 taraf, yaitu: 0% (K0), 1% (K1), 2% (K2), 5% (K5); dan 3) frekuensi
aplikasi dalam 5 taraf, yaitu: tanpa aplikasi (A0), setiap 1 minggu (A1), setiap 2 minggu
(A2), setiap 3 minggu (A3), setiap 4 minggu (A4). Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali
ulangan.
Perlakuan benih dilakukan 30 menit sebelum tanam, dengan menaburkan
1 g formulasi spora B. subtilis pada 10 g benih varietas Ciherang yang
sebelumnya telah dikecambahkan. Benih kemudian ditanam dalam ember-ember
plastik yang telah diisi tanah lumpur. Pada tiap-tiap ember dimasukkan 3 benih
padi dengan diberi jarak. Pada saat berumur 21 hari, tanaman diamati
perakarannya dengan cara mengambil 2 tanaman per pot. Selanjutnya 1 tanaman

12

lainnya dipelihara, diairi dan diberi pupuk untuk pengujian berikutnya.
Pemupukan dilakukan pada 15 hari setelah tanam (hst) dengan diberi pupuk Urea
+ TSP (1 : 1) dan pada 40 hst dengan pupuk KCl, masing-masing tanaman
mendapat 5 gram/tanaman .
Inokulasi patogen pada tanaman padi dengan cara menyemprotkan suspensi
Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Rhizoctonia solani ke permukaan tanaman,
masing-masing dilakukan pada 40

dan 45 hst. Selanjutnya selama tiga hari

tanaman disungkup dengan plastik milar yang bagian atasnya bertutup kain kasa.
Aplikasi formulasi dilakukan dengan cara melarutkan formulasi spora B. subtilis
dalam air, kemudian disemprotkan pada permukaan tanaman secara merata (15
ml/rumpun). Peubah yang diamati meliputi panjang akar, jumlah anakan
produktif, bobot kering gabah, serta keparahan penyakit HDB dan hawar pelepah.
Pengamatan perakaran padi dilakukan pada umur 21 hari setelah sebar
dengan mengukur panjang akar dari 20 contoh tanaman yang masing-masing
diambil dari tanaman yang diberi perlakuan benih dan tanpa perlakuan benih.
Tinggi tanaman diamati seminggu setelah aplikasi pertama dan diulang setiap
minggu sekali hingga memasuki pertengahan fase generatif. Jumlah anakan
produktif diamati pada pertengahan fase generatif (9 mst), dan bobot kering
gabah dari tiap rumpun tanaman diamati saat panen.
Pengamatan penyakit dilakukan dengan mengukur persen serangan penyakit
tiap rumpun dengan menggunakan rumus (KNPN 2003):

Persen serangan 

jumlah anakan atau jumlah daun sakit
x rata - rata persen gejala
jumlah seluruh anakan atau daun

Data persentase serangan penyakit kemudian dikonversi menjadi skor serangan.
Skor serangan yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung nilai
keparahan penyakit (KP) berdasarkan rumus:
KP 

 n v  x 100 %
i

i

z.N

Keterangan :
KP = keparahan penyakit (%)
ni

= tanaman terserang ke-i

vi

= skor dengan kategori serangan ke-i

13

z

= skor tertinggi

N

= jumlah tanaman yang diamati

Skor kerusakan tanaman (KNPN 2003):
0 = Tidak ada serangan

5 = Serangan 26-50%

1 = Serangan >0-3%

6 = Serangan 51-75%

2 = Serangan 4-6%

7 = Serangan 76-87%

3 = Serangan 7-12%

8 = Serangan 88-94%

4 = Serangan 13-25%

9 = Serangan 95-100%

Untuk mengetahui kumulatif serangan penyakit dihitung area di bawah
kurva perkembangan penyakit (ADKPP) berdasarkan rumus (Katherine et al.
1997):
ADKPP = [(Yi+Yi+1)/2] [(ti+1 -ti)]
Keterangan:
Yi = keparahan penyakit pada pengamatan ke-i
ti = waktu pengamatan ke-i

Pengujian Keefektifan Formulasi Spora B. subtilis di Lapangan
Uji keefektifan formulasi spora B. subtilis terhadap pertumbuhan tanaman
dan penekanan penyakit hawar daun bakteri dan penyakit hawar pelepah di
lapangan dilakukan dengan percobaan faktorial dalam rancangan acak kelompok
(RAK faktorial). Faktor perlakuan yang diuji terdiri dari 2 faktor, yaitu: 1) frekuensi
aplikasi dalam 4 taraf, yaitu: tanpa aplikasi (A0), setiap 1 minggu (A1), setiap 2 minggu
(A2), dan setiap 4 minggu (A4); dan 2) varietas dalam 3 taraf, yaitu: Sintanur (Vs),
Cisantana (Vcs), dan Ciherang (Vch). Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Pada 30 menit sebelum sebar, benih diberi perlakuan dengan cara
mencampur 1 g formulasi spora B. subtilis dengan 10 g benih yang sebelumnya
telah dikecambahkan. Selanjutnya benih ditebar pada petak persemaian. Persiapan
lahan dilakukan dengan membentuk petakan sawah berukuran 2 m x 5 m per unit
percobaan. Selanjutnya, semaian umur 21 hari dipindah-tanamkan ke sawah
dengan 3 tanaman per lubang tanam dengan jarak 25 cm x 25 cm. Pemupukan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani setempat yaitu pupuk kandang
diberikan satu minggu sebelum tanam, sementara pupuk sintetik diberikan pada

14

14 hari setelah tanam (hst) dan 40 hst menggunakan Urea 200 kg/ha, SP36 100
kg/ha dan KCl 100 kg/ha.
Aplikasi formulasi spora B. subtilis dilakukan dengan mensuspensikan 2%
formulasi spora B. subtilis dalam air, kemudian disemprotkan ke permukaan
tanaman secara merata. Pengambilan contoh dilakukan secara sistematis, yaitu 10
rumpun yang tersusun secara diagonal. Peubah yang diamati meliputi tinggi
tanaman, anakan produktif, bobot kering gabah per 20 rumpun, serta keparahan
penyakit. Pengamatan penyakit dilakukan dengan cara menghitung jumlah
anakan/daun yang sakit dibagi dengan total jumlah anakan/daun dikali dengan
rata-rata luas gejala per rumpun. Persentase keparahan penyakit (KP) dan
kumulatif serangan penyakit dihitung berdasarkan rumus yang sama dengan
pengujian di rumah kaca. Peubah pengamatan tinggi tanaman, jumlah anakan
produktif dan bobot kering gabah ditentukan berdasarkan persentase peningkatan
atau penurunannya dibandingkan dengan kontrol (tanpa aplikasi).
Untuk melihat pengaruh formulasi B. subtilis terhadap keragaman mikroba,
pada pertengahan fase generatif diambil sebanyak 10 anakan dari 10 rumpun
tanaman per petak. Selanjutnya 10 g contoh dipotong-potong 0,5 cm dan
disuspensi kedalam 100 ml PBS (phosphate buffer saline) steril dan digoyang
selama 30 menit pada kecepatan 100 rpm, kemudian dilakukan seri pengenceran.
Selanjutnya sebanyak 100 µl suspensi disebar pada media Martin Agar (KH2PO4
1 g, MgSO4.7H2O 0,5 g; peptone 5 g, dextrose 10 g, rose bengal 0,033 g;
streptomycin 0,03 g; agar 20 g; dan air aquades 1 liter dan Nutrient Agar (beef
extract 3 g; peptone 5 g; agar 15 g; dan aquades 1 liter). Koloni yang terbentuk
kemudian dihitung jenis dan populasinya. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis keragamannya dengan prosedur GLM (general linear model), dan ratarata perlakuan dibedakan dengan uji Tukey (P = 0.05) menggunakan program
SAS Ver. 6.12 (SAS Institute, Cary, NC).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Rumah Kaca
Pada saat pengujian, kondisi rumah kaca cukup mendukung perkembangan
tanaman. Suhu ruang pada pagi hari (8:00 WIB) berkisar antara 29 – 31 °C dan
siang hari (14:00 WIB) berkisar antara 32 – 35 °C. Sementara suhu lingkungan di
bawah kanopi padi fase anakan maksimum pada 8:00 WIB rata-rata 26 - 31 °C,
dengan kelembaban berkisar antara 92 – 97%. Kondisi semacam ini sesuai untuk
perkembangan penyakit HDB (X. oryzae pv. oryzae) dan hawar pelepah (R.
solani). Menurut Ou (1985) suhu optimum untuk perkembangan penyakit hawar
pelepah adalah 28 – 30 °C, dengan kelembaban

di atas 96%. Sementara,

Gnanamanickam et al. (1999), menyatakan bahwa penyakit HDB lebih menyukai
suhu lingkungan dengan kisaran 28 – 34 °C.

Pengaruh Aplikasi Formulasi Spora B. subtilis terhadap Panjang Akar,
Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif di Rumah Kaca
Hasil pengujian menunjukkan bahwa panjang akar tanaman yang diberi
perlakuan benih dengan formulasi spora B. subtilis lebih baik dibanding tanpa
diberi perlakuan (Tabel 1). Kondisi ini diduga karena B. subtilis yang digunakan
dalam formulasi menghasilkan zat pengatur tumbuh yang mampu menginduksi
pertumbuhan perakaran. Hal ini didukung dengan hasil penelitian lain yang
menemukan adanya kemampuan B. subtilis dalam menghasilkan zat pengatur
tumbuh (Swain et al. 2006).
Pengaruh perlakuan benih dengan formulasi spora B. subtilis terhadap
panjang akar, tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif di rumah
kaca
Perlakuan benih
Panjang
Tinggi tanaman
Jumlah anakan
akar
(cm)
produktif per rumpun
(cm)
(batang)
Perlakuan benih
18,9a
99,1a
23,1a
Tanpa perlakuan benih
9,9b
94,8b
25,3b

Tabel 1

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Tukey pada taraf nyata 5%

16

Perlakuan benih dan penyemprotan formulasi spora B. subtilis pada taraf
konsentrasi dan frekuensi aplikasi tertentu secara terpisah mampu meningkatkan
tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif (Tabel 1 dan 2). Pada Tabel 1 terlihat
bahwa tanaman yang diberi