Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya

PENGEMBANGAN MINUMAN BERBASIS
HIDROLISAT DAGING KAMBING DAN PENENTUAN
UMUR SIMPANNYA

ALVIANE BELTIA LEONITA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan
Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,Februari 2014

Alviane Beltia Leonita
NIM F24090053

ABSTRAK
ALVIANE BELTIA LEONITA. Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat
Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya. Dibimbing oleh Joko
Hermanianto
Pengembangan minuman berbasis hidrolisat daging kambing dapat
meningkatkan pemanfaatan daging kambing. Penelitian ini bertujuan membuat
minuman hidrolisat yang dapat diterima oleh konsumen dan mempunyai umur
simpan lebih dari dua minggu pada suhu dingin. Minuman diberi perlakuan
pemanasan berbeda, yaitu pasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan 85 oC
selama 19 menit, kemudian disimpan pada suhu 8 oC. Produk tersebut dianalisis
kadar protein, organoleptik dan umur simpannya. Kadar protein basis basah di
dalam minuman hidrolisat sebesar 0.26%. Hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa minuman yang paling disukai adalah minuman dengan penambahan perisa

jeruk sebesar 0.09% dan perbedaan perlakuan pemanasan tidak mempengaruhi
tingkat penerimaan produk. Minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama
27 menit memiliki umur simpan 82 hari, sedangkan minuman yang dipasteurisasi
pada suhu 85 oC selama 19 menit memiliki umur simpan 111 hari pada suhu
dingin dengan parameter kerusakan berupa total mikroba. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa minuman hidrolisat memiliki umur simpan lebih dari dua
minggu pada suhu dingin dan minuman dapat diterima secara organoleptik oleh
konsumen.
Kata kunci: hidrolisat daging kambing, minuman, pasteurisasi, umur simpan

ABSTRACT
ALVIANE BELTIA LEONITA. Development and Shelf Life Determination of
Goat Meat Hydrolysate-Based Beverage. Supervised by JOKO HERMANIANTO
Development of goat meat hydrolysate-based beverage could improve the
utilization of goat meat. The purpose of this research was to produce a hydrolysate
beverage which could be accepted by consumers and have more than two weeks
shelf life at low temperature storage. Beverage was made by two different heat
treatments, i.e. pasteurization at 75 oC for 27 minutes and 85 oC for 19 minutes,
then stored at 8 oC. Product was analyzed its protein content, organoleptic and
shelf life. The protein content in hydrolysate beverage was 0.26% (wet basis). The

organoleptic tests showed that the most preferred beverage was made by addition
of 0.09% orange essence and differences in heat treatment did not affect the
product acceptance. The shelf life of pasteurized beverage at 75 oC for 27 minutes
was 82 days while pasteurized at 85 oC for 19 minutes was 111 days at low
temperature storage based on the total plate count of the product. The results
showed that hydrolysate beverage had more than two weeks shelf life at low
temperature storage and had been accepted organoleptically by consumer.
Keywords: beverage, goat meat hydrolysate, pasteurization, shelf life

PENGEMBANGAN MINUMAN BERBASIS
HIDROLISAT DAGING KAMBING DAN PENENTUAN
UMUR SIMPANNYA

ALVIANE BELTIA LEONITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengembangan Minuman Berbasis Hidrolisat Daging Kambing dan
Penentuan Umur Simpannya
Nama
: Alviane Beltia Leonita
NIM
: F24090053

Disetujui oleh

Dr Ir Joko Hermanianto
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala karena atas rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Minuman Berbasis
Hidrolisat Daging Kambing dan Penentuan Umur Simpannya”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Keluarga besar tercinta, papa, mama, adik-adik, dan nenek atas doa dan
motivasi yang diberikan.
2. Dr Ir Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Dr Ir Harsi D Kusumaningrum dan Dr Ir Sukarno, MSc selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun saat sidang skripsi
serta dalam penulisan revisi skripsi.
4. Ibu Irdha Mirdhayati yang turut membantu menyediakan bahan baku dan
memberikan bimbingan selama penelitian serta mbak Ayu yang dengan ikhlas
menemani saat proses pembuatan hidrolisat.
5. Keluarga ITP 46, terutama Yora, Nurul, Ani, teman-teman sepraktikum di P2
dan rekan-rekan lainnya atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya selama
masa studi saya di ITP.
6. Teman-teman dekat saya semenjak TPB, yaitu Elsya, Hastuti, Anggi, Fitri dan
Shelly atas dukungan dan doa yang diberikan selama menyusun skripsi ini.
7. Semua teknisi laboratorium, khususnya Pak Rozak, Mbak Nurul, Mas Edi,
Pak Taufik, Pak Gatot dan Mbak Yuli atas bantuannya dalam menyediakan
bahan analisis dan mengoperasikan peralatan.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang ilmu dan teknologi pangan. Terima Kasih.

Bogor, Februari 2014


Alviane Beltia Leonita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Komposisi Kimia Daging Kambing


3

Hidrolisat Protein Daging

3

Minuman Hidrolisat Daging

4

Teknologi Pasteurisasi

5

Pendugaan Umur Simpan

6

METODE


7

Bahan dan Alat

7

Metode Penelitian

7

Penelitian Pendahuluan

7

Penelitian Utama

9

Pengamatan


10

Kadar Protein (AOAC 2005, AOAC Official Methods 942.05)

10

Sensori atau Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2008)

11

Penentuan Umur Simpan (Floros dan Gnanasekharan 1993)

11

Jumlah Mikroorganisme atau Total Mikroba (Maturin dan Peeler 2001)

11

Nilai pH(BSN 1992)

11

Total Padatan Terlarut

11

Derajat Warna Metode Hunter (Hutching 1999)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peneltian Pendahuluan
Kadar Protein Hidrolisat Daging Kambing

13
13
13

Penentuan Formula Minuman Hidrolisat Daging Kambing
Penelitian Utama

13
14

Mutu Organoleptik Minuman Hidrolisat Daging Kambing

14

Mikrobiologi

15

Total Padatan Terlarut

17

Nilai pH

18

Derajat Warna

19

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

iv

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Komposisi kimia daging per 100 g
3
Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing
3
Formulasi minuman hidrolisat daging kambing
9
Kadar protein dari beberapa jenis hidrolisat
13
Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan penambahan perisa jeruk
14
6 Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan pemanasan
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

6

7
8
9
10
11
12

Proses pembuatan hidrolisat daging kambing
Proses pembuatan minuman hidrolisat daging kambing kacang
Hidrolisat daging kambing yang sudah dikeringkan dengan freeze dryer
Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang
dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan lama penyimpanan di
suhu dingin
Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang
dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit dan lama penyimpanan di
suhu dingin
Rata-rata ulangan total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi pada
suhu 75 oC, 27 menit dan pasteurisasi suhu 85 oC, 19 menit pada
penyimpanan suhu dingin
Rata-rata ulangan nilai pH minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC,
27 menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin
Warna minuman hidrolisat daging kambing pada hari ke-0
Nilai L minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27 menit dan suhu
85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin
Rata-rata ulangan nilai a minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC, 27
menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin
Rata-rata ulangan nilai b minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC,
27 menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin
Rata-rata ulangan nilai ohue minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75
o
C, 27 menit dan suhu 85 oC, 19 menit pada penyimpanan suhu dingin

8
10
13

16

16

17
19
20
20
21
21
22

iv

v

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Pengolahan data dengan anova pada uji organoleptik minuman yang diberi
perlakuan tingkat penambahan perisa berbeda
Pengolahan data dengan independent t-tests pada uji organoleptik
minuman yang diberi dua perlakuan pemanasan berbeda
Analisis ragam terhadap nilai total padatan terlarut (TPT) selama 84 hari
pada penyimpanan suhu dingin
Analisis ragam terhadap nilai pH selama 84 hari pada penyimpanan suhu
dingin
Analisis ragam terhadap nilai L (kecerahan) selama 84 hari pada
penyimpanan suhu dingin
Analisis ragam terhadap nilai ohue (warna) selama 84 hari pada
penyimpanan suhu dingin

27
29
33
34
35
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kambing merupakan hewan ruminansia kecil berdaging merah yang
populasinya mengalami peningkatan sekitar 4.6 – 5.2% pada kurun waktu 20072011. Populasi kambing tahun 2011 mencapai 17.4 juta ekor dan menempati
urutan pertama (dengan jumlah terbanyak) dibandingkan ternak ruminansia
lainnya seperti sapi, domba dan kerbau (Ditjennakeswan 2012). Dari jumlah
tersebut, jenis kambing kacang merupakan salah satu jenis kambing yang
terbanyak dengan presentase sebesar 41.9% dari seluruh populasi kambing di
Indonesia pada tahun 2011 (Batubara 2012).
Banyaknya produk pangan di pasaran membuat konsumen lebih selektif
dalam memilih makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Dewasa ini,
masyarakat tidak hanya memilih produk makanan maupun minuman berdasarkan
rasa saja tetapi juga berdasarkan kandungan gizi dan fungsionalnya.
Perkembangan pengolahan pangan saat ini telah menghasilkan berbagai produk
pangan fungsional. Produk pangan tersebut tidak hanya mengandung zat gizi
tetapi juga mengandung komponen bioaktif yang dapat mendukung status
kesehatan serta dapat mencegah penyakit. Komponen bioaktif salah satunya dapat
berasal dari senyawa peptida. Penelitian Arihara et al. (2001), Kuroda dan Harada
(2002), Vercruysse et al. (2005) membuktikan bahwa sejumlah peptida yang
dihidrolisis dari protein daging merah memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh yakni
sebagai antioksidan dan antihipertensi.
Hidrolisat daging kambing mengandung senyawa peptida maupun asam
amino dan dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan. Hidrolisat daging
biasanya digunakan untuk menambah flavor pada produk daging, sup, kaldu dan
saus (Nielsen 1994). Selain itu, hidrolisat daging juga dapat digunakan sebagai
bahan baku minuman. Minuman hidrolisat daging awalnya ditujukan sebagai
suplemen nutrisi yang mengandung senyawa nitrogen seperti asam amino bebas,
peptida dan protein dengan berat molekul rendah sehingga lebih mudah diserap
dan memiliki aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia (Cheng et al. 2008).
Pembuatan minuman dari hidrolisat daging kambing diharapkan dapat
menambah pemanfaatan daging kambing dengan rasa yang dapat diterima secara
organoleptik. Pemberian perisa jeruk pada produk diharapkan dapat lebih
meningkatkan penerimaan minuman hidrolisat kambing oleh konsumen. Rasa
jeruk dipilih karena hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa rasa pada
minuman sari buah dalam kemasan yang paling disukai oleh konsumen adalah
rasa jeruk (Fathiyah et al. 2005).
Perumusan Masalah
Produk minuman dari hidrolisat daging sudah mulai banyak dikembangkan
di berbagai negara seperti Cina, Jepang dan Eropa. Namun, produk ini masih
belum populer di Indonesia. Konsentrasi hidrolisat daging pada minuman dapat
mempengaruhi flavor minuman dan menimbulkan aroma khas daging atau flavor
goaty yang kurang disukai sehingga perlu diadakan perlakuan untuk mengurangi,
menghilangkan atau menutupi aroma tersebut.

2

Produk pangan olahan yang berasal dari hewan dan memiliki pH di atas
4.6 rentan terhadap pertumbuhan mikroba patogen maupun mikroba pembusuk
sehingga diperlukan proses pemanasan untuk mereduksi atau membunuh mikroba
tersebut. Pada penelitian ini dibuat formulasi minuman dari hidrolisat daging
kambing dan dikaji pengaruh perlakuan pemanasan, yaitu pasteurisasi terhadap
umur simpan dan mutu produk.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat minuman berbahan baku hidrolisat
daging kambing yang dapat diterima secara organoleptik, menguji kadar protein
hidrolisat dan melihat pengaruh perlakuan pemanasan terhadap umur simpan
minuman. Tolak ukur keberhasilan penelitian (Key Performance Indicator)
sebagai berikut:
1. Membuat minuman yang dapat diterima oleh panelis, yaitu mendapatkan skor
kesukaan dengan rata-rata minimal 5 pada atribut overall dan 4 pada setiap
atribut yang diuji.
2. Membuat produk yang mempunyai umur simpan minimal selama dua minggu
pada suhu dingin.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat menghasilkan formula untuk pembuatan
minuman hidrolisat daging kambing sehingga dapat menjadi acuan maupun
prototipe minuman berbasis hidrolisat. Manfaat lainnya dari penelitian ini adalah
memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegunaan dari daging kambing.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi Kimia Daging Kambing
Daging kambing merupakan kelompok daging merah. Daging ini juga
disebut sebagai alternatif daging merah yang menyehatkan (healthier meat)
karena komposisi gizi yang dimilikinya (Anaeto et al. 2010). Komposisi daging
kambing matang beberapa hewan ruminansia dan daging ayam disajikan pada
Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa daging kambing mengandung kalori
dan lemak yang paling rendah dibanding daging ayam, sapi, dan domba namun
memiliki kadar protein yang relatif mendekati ketiga jenis daging lainnya (USDA
2001).

Komponen Gizi
Kalori (kkal)
Lemak (g)
Lemak jenuh (g)
Protein (g)
Kolesterol (mg)

Tabel 1 Komposisi kimia daging per 100 g
Kambing
Sapi
Domba
143.00
211.00
206.00
3.03
9.28
9.52
0.93
3.90
3.40
27.10
29.88
28.22
75.00
86.00
92.00

Ayam
190.00
7.41
2.04
28.93
89.00

Sumber : USDA Nutrient database for Standard Reference (2001)

Protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap (Muchtadi dan
Sugiyono 1992). Kinsman et al. (1994) menambahkan, daging tidak hanya
mempunyai asam amino yang mendekati ideal, tapi juga menyediakan porsi yang
nyata dari kebutuhan protein setiap hari walaupun dalam jumlah penyajian yang kecil.
Tabel 2 menunjukkan bahwa daging kambing mengandung sejumlah asam amino
esensial yang dibutuhkan manusia.

Tabel 2 Komposisi asam amino yang terkandung dalam daging kambing
Asam amino
Satuan Jumlah/100 g Asam amino Satuan Jumlah/100 g
Triptofan
g
0.306
Sisteina
g
0.245
Treonina
g
0.981
Fenilalanina
g
0.715
Isoleusina
g
1.042
Tirosina
g
0.633
Leusina
g
1.716
Valina
g
1.103
Lisina
g
1.532
Arginina
g
1.512
Metionina
g
0.552
Histidina
g
0.429
Sumber : USDA Nutrient database for Standard Reference (2007)

Hidrolisat Protein Daging
Proses hidrolisis suatu protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
hidrolisis dengan perlakuan penambahan enzim proteolitik, pemanasan, maupun
dengan asam dan basa yang food grade. Namun, hidrolisat protein biasanya
dihasilkan melalui hidrolisis enzimatis yang dibatasi pada bahan pangan yang
mengandung protein sehingga menghasilkan polipeptida yang memiliki massa

4

molekul lebih kecil (Toro dan Garcia-Carreno 2002). Supernatan dari sumber
protein yang sudah mengalami hidrolisis disebut dengan hidrolisat protein kasar.
Enzim protease komersil yang dapat digunakan dalam proses hidrolisis
protein diantaranya FlavourzymeTM dan Protamex. Enzim FlavourzymeTM
merupakan aminopeptidase yang tergolong ke dalam eksoenzim karena memotong
ikatan peptida bagian N terminal. Enzim ini memiliki reaksi hidrolisis optimal
pada kondisi suhu 50 oC dan pH 5.0 – 7.0. ProtamexTM merupakan protease
kompleks dan termasuk endopeptidase yang memotong ikatan yang berada di
dalam molekul. Kondisi reaksi hidrolisis optimal enzim ProtamexTM adalah pada
suhu 35 - 69 oC dan pH 5.5 – 7.5. Kedua enzim tersebut dihasilkan oleh
mikrooganisme. FlavourzymeTM dihasilkan dari kapang Aspergillus oryzae,
sedangkan Protamex dihasilkan dari bakteri Bacillus licheniformis (Cinq-Mars
2006).
Bahan pangan yang sering digunakan untuk membuat hidrolisat protein
adalah kasein, whey protein, kedelai dan daging. Hidrolisat dari kedelai biasanya
digunakan dalam flavoring, flavor enhancer pada sup maupun sebagai bumbu,
sedangkan hidrolisat daging biasanya digunakan untuk menambah flavor pada
produk daging, sup, kaldu dan saus (Nielsen 1994). Hidrolisat protein juga dapat
digunakan sebagai bahan baku pangan diet, formula bayi maupun minuman olah
raga. Untuk jenis produk ini kisaran derajat hidrolisis yang digunakan berkisar 10
– 50% (Nielsen et al. 2001).
Penelitian Arihara et al. (2001), Kuroda dan Harada (2002), Vercruysse et
al. (2005), membuktikan bahwa sejumlah peptida yang dihidrolisis dari protein
daging merah memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh yakni sebagai antioksidan dan
antihipertensi. Penggunaan jenis protease berbeda menghasilkan peptida dengan
fungsi fisiologis yang berbeda pula. Penelitian mengenai peptida bioaktif sebagai
senyawa antihipertensi yang berperan sebagai penghambat aktivitas enzim yang
mengonversi angiotensin atau yang dikenal dengan ACE inhibitor dari daging
merah seperti daging sapi dan babi sudah dilakukan dan terbukti efektivitasnya
secara in vitro maupun in vivo (Jang dan Lee 2005; Mugurama et al. 2009).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, daging kambing juga berpotensi
mengandung peptida bioaktif dengan aktivitas antihipertensi jika dihidrolisis
dengan enzim protease tertentu, sebab kambing termasuk ke dalam kategori
hewan berdaging merah.
Minuman Hidrolisat Daging
Hidrolisat daging dapat diolah menjadi minuman yang awalnya
dikembangkan dari Cina. Produk minuman ini telah meluas ke berbagai negara
lain seperti Jepang dan Eropa. Tujuan awal pembuatan minuman hidrolisat daging
adalah sebagai suplemen nutrisi yang mengandung senyawa nitrogen seperti asam
amino bebas, peptida dan protein dengan berat molekul rendah yang lebih mudah
diserap dan memiliki aktivitas fisiologis dalam tubuh manusia. Produk ini
digunakan sebagai minuman untuk masa penyembuhan, mengatasi defisiensi zat
gizi besi, pemulihan mental serta gangguan pencernaan dan metabolisme (Cheng
et al. 2008).
Minuman hidrolisat daging yang sudah diproduksi secara komersial atau
yang masih dalam tahap penelitian menggunakan hidrolisat dari daging ayam,

5

tiram, sapi dan kalkun. Proses maupun bahan baku dalam pembuatan minuman
hidrolisat daging tersebut bervariasi. Pinto e Siva dan Atzingen (2010)
mencampurkan hidrolisat dari daging ayam, kalkun dan sapi ke dalam jus jeruk
dan alpukat. Matsumura et al. (2002) menjelaskan bahwa minuman hidrolisat
daging ayam komersial menggunakan sekitar 8.6% hidrolisat sebagai bahan baku
utama minuman. Bahan lain yang digunakan pada minuman tersebut diantaranya
air, gula, pewarna, penyedap dan penstabil. Proses pembuatan minuman hidrolisat
daging tiram menggunakan hidrolisat yang sudah diberi perlakuan deodorisasi
terlebih dahulu sehingga flavor hidrolisat tersebut lebih dapat diterima.
Penggunaan bahan aditif pemanis (2 – 5%) dan penstabil (0.1%) menghasilkan
minuman hidrolisat tiram yang berwarna putih susu dengan tingkat kemanisan
sedang, rasa lebih soft, aroma downy serta tidak berbau aneh (Hui 2011).
Teknologi Pasteurisasi
Hidrolisat daging biasanya dijadikan bahan baku atau fortifikan pada produk
sup, kaldu dan minuman. Produk-produk tersebut mempunyai nilai pH yang
berada pada kisaran pH netral atau termasuk kategori pangan berasam rendah
sehingga rentan terhadap kerusakan. Penggunaan proses termal seperti
pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan
produk makanan maupun minuman, sebab pada suhu tinggi sel mikroba dapat
rusak, tidak aktif, bahkan hancur atau mati. Kombinasi suhu dan waktu yang
dipakai pada proses pasteurisasi bergantung pada ketahanan mikroba dan
kepekaan atribut mutu produk pangan terhadap panas. Namun, beberapa spora
bakteri tahan panas masih bisa bertahan selama pasteurisasi.
Secara umum pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan menggunakan
suhu yang relatif cukup rendah yang umumnya dilakukan pada suhu di bawah
100 °C. Pasteurisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi populasi
mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut
akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan (Kusnandar et
al. 2006).
Berdasarkan Kusnandar et al. (2006), peralatan pasteurisasi yang digunakan
dapat berupa sistem batch atau sinambung. Pasteurisasi dengan sistem batch
menggunakan bak air panas pada suhu yang telah ditentukan, di mana bahan
pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama
selang waktu yang telah ditentukan. Setelah pemanasan tercapai, produk tersebut
diangkat dan segera didinginkan. Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung
menggunakan konveyor yang secara sinambung mentransportasikan produk
masuk melalui bak air panas dan akhirnya melalui bak air pendingin. Proses
pasteurisasi yang dilakukan sebelum produk dikemas juga dapat menerapkan
sistem sinambung.
Produk pangan yang berasam rendah dengan aktivitas air (aw) yang tinggi
dan dikemas dalam kondisi anaerob rentan terhadap pertumbuhan Clostridium
botulinum. Toksin botulin yang berbahaya bagi kesehatan manusia masih dapat
diproduksi oleh strain non-proteolitik bakteri Clostridium botulinum pada suhu di
bawah 3 oC (Rheinhart 2007). Berdasarkan penelitian Peck et al.(1995),
kombinasi perlakuan pasteurisasi dan penyimpanan suhu dingin dapat
menghambat germinasi spora dan produksi toksin dari Clostridium botulinum

6

pada sampel yang mempunyai karakteristik yang mendukung bagi pertumbuhan
bakteri tersebut. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa proses
pemanasan pada suhu 85 oC selama 19 menit dengan kombinasi penyimpanan
menggunakan suhu di bawah 12 oC dapat menghambat pertumbuhan atau
germinasi spora Clostridium botulinum.
Pendugaan Umur Simpan
Selama penyimpanan dan distribusi, kualitas suatu produk pangan terus
mengalami perubahan ke arah penurunan mutu. Oleh karena itu, masing-masing
jenis produk pangan mempunyai lama waktu yang terbatas setelah diproduksi
dalam keadaan penyimpanan tertentu di mana produk masih dapat
mempertahankan kualitas dari segi keamanan, organoleptik maupun kandungan
nutrisi yang dijanjikan. Periode waktu ini secara umum didefinisikan sebagai
umur atau masa simpan produk (Labuza 1982).
Metode yang dapat digunakan untuk menguji umur simpan di antaranya
metode konvensional dan akselerasi. Sistem penentuan umur simpan secara
konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa
pangan dengan metode ESS (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara
menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan
pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa
(Arpah 2001). Meskipun demikian, metode ini cukup akurat dan tepat serta sering
digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan
(Herawati 2008). Salah satu metode akselerasi atau ASLT (Accelerated Shelf Life
Testing) yang sering digunakan adalah metode Arrhenius. Metode tersebut
menganalisis produk dalam kemasan yang diuji laju kerusakan mutunya pada
penyimpanan minimal di tiga suhu yang berbeda selama waktu tertentu.
Kemudian tabulasi data dari penurunan mutu berdasarkan parameter mutu tertentu
tersebut dimasukkan ke dalam persamaan Arrhenius. Dari persamaan tersebut
dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) dan umur simpan masingmasing bahan atau produk pangan pada berbagai suhu penyimpanan.

7

METODE
Bahan dan Alat
Hidrolisat daging kambing jenis kambing kacang jantan umur 8 - 24 bulan
bagian paha belakang yang berasal dari Peternakan Mitra Tani (MT) Farm Bogor,
air demineral, enzim ProtamexTM, enzim FlavourzymeTM, NaOH 6 N dan HCl 1
N. Pada uji kadar protein hidrolisat, bahan-bahan yang digunakan adalah natrium
tiosulfat, NaOH, H2BO3 K2SO4, HgO, H2SO4, serta campuran dua bagian 0.2%
metil merah dalam etanol dan satu bagian 0.2% metilen biru dalam etanol. Bahanbahan yang diperlukan pada pembuatan minuman hidrolisat adalah air minum
dalam kemasan (AMDK), hidrolisat daging kambing dalam bentuk kering, gula
batu, perisa jeruk dan pewarna makanan berwarna orange. Garam fisiologis, PCA
dan alkohol 70% digunakan pada analisis mikrobiologi.
Peralatan yang diperlukan untuk membuat hidrolisat adalah meat grinder,
erlenmeyer, pH meter, inkubator bergoyang infors HT, pompa vakum, high speed
refrigerated centrifuged himac CR 21G dan freeze dryer labconco lyph-lock 18.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan produk adalah botol kaca kapasitas 70
ml, gelas ukur, pipet mohr, timbangan, dan water bath. Peralatan seperti
erlenmeyer, labu mikro kjeldahl, dan alat destilasi digunakan dalam analisis kadar
protein. Pada pengujian mutu produk selama masa simpan, peralatan yang
digunakan adalah refrigerator, Chromameter Minolta CR-300, Atago hand
refractometer, pH meter eutech 700, cawan petri, tabung reaksi, vorteks,
erlenmeyer, inkubator, dan mikropipet.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk membuat hidrolisat
protein dari daging kambing, menganalisis kadar protein hidrolisat dan
menentukan formula yang dipakai pada penelitian utama. Pada penelitian utama
dilakukan uji organoleptik awal minuman dan penentuan umur simpan minuman
yang diberi perlakuan pemanasan atau pasteurisasi berbeda.
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan hidrolisat protein daging kambing, uji kadar protein hidrolisat
daging kambing, dan penentuan formulasi minuman dari hidrolisat tersebut
dilakukan pada tahap penelitian ini. Hidrolisis daging untuk menghasilkan
hidrolisat dilakukan secara enzimatis menggunakan dua jenis enzim protease
komersial, yaitu FlavourzymeTM dan ProtamexTM. Proses hidrolisis daging
mengacu pada Cinq-Mars (2006), Arihara et al. (2001), Jang dan Lee (2005), dan
Sangtherapitikul et al. (2005) dengan sedikit modifikasi. Pengaturan pH sesuai pH
optimum enzim perlu dilakukan sebelum penambahan enzim dan selama inkubasi
dilakukan, yaitu setiap tiga puluh menit hingga waktu inkubasi tercapai (empat
jam). Hal ini dilakukan agar enzim yang ditambahkan pada substrat dapat berkerja
maksimal. Setelah proses hidrolisis selesai, enzim dipisahkan dari produk
hidrolisat melalui proses sentrifugasi antara 10.000 – 12.000 g (Chen et al. 2012;
Jang dan Lee 2005). Prosedur hidrolisis daging dapat dilihat pada Gambar 1.

8

Daging kambing giling
100g
Pencampuran dengan air demineral (daging 100 g : air 300 mL)
Pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan pendinginan hingga suhu 50 oC
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
Penambahan enzim Protamex 0.5 g
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
Penambahan enzim FlavorzymeTM 0.5 g
Inkubasi pada suhu 50 oC selama 30 menit dalam inkubator bergoyang
Penambahan NaOH atau HCl sehingga pH menjadi 7
setiap 30 menit sampai total waktu inkubasi mencapai 4 jam
Pemanasan suhu 85 oC selama 30 menit dan pendinginan hingga suhu kamar
Larutan hidrolisat disentrifus pada suhu 4 oC, 11874 g, 20 menit
Supernatan dipisahkan dari endapan dan disaring dengan kertas saring,
kemudian dikeringbekukan dengan freeze dryer
Hidrolisat kasar kering
Gambar 1 Proses pembuatan hidrolisat daging kambing kacang

9

Pembuatan minuman dari hidrolisat diawali dengan mendesain tiga formula
minuman. Ketiga formula tersebut dibedakan dengan memberi perlakuan
penambahan konsentrasi perisa jeruk yang berbeda. Konsentrasi perisa yang
digunakan didapat dengan cara trial and error, yaitu membuat minuman dengan
berbagai macam konsentrasi perisa yang kemudian dicicipi oleh sepuluh orang
panelis tidak terlatih. Formula yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 3. Setelah
mendapatkan tiga konsentrasi perisa maka dilakukan uji organoleptik rating
hedonic. Produk dengan hasil sensori terbaik dianalisis lebih lanjut mengenai
umur simpannya.
Tabel 3 Formulasi minuman hidrolisat daging kambing
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Bahan Baku
...............Komposisi (%)...............
Hidrolisat kasar kering 0.50
0.50
0.50
Gula batu caira
10
10
10
Pewarna
0.13
0.13
0.13
Perisa Jeruk
0.08
0.09
0.10
Air
100-(hidrolisat kasar+gula batu cair+perisa)
a

Dibuat dengan perbandingan gula dan air, yaitu 2:1

Penelitian Utama
Pembuatan minuman hidrolisat daging kambing pada tahap ini
menggunakan hidrolisat dan formula terpilih dari hasil organoleptik tahap
pendahuluan. Pada pembuatan produk dilakukan proses pasteurisasi menggunakan
dua suhu dan waktu yang berbeda, yaitu 75 oC 27 menit dan 85 oC selama 19
menit (Peck et al. 1995). Penelitian Peck et al. (1995) menunjukkan bahwa
pemanasan pada kedua suhu dan waktu tesebut dapat menghambat germinasi
spora Clostridium botulinum pada media yang optimum bagi pertumbuhan bakteri
tersebut. Daging kambing merupakan hewan yang berpotensi mengandung bakteri
Clostridium botulinum. Meskipun keberadaan bakteri ini pada hidrolisat protein
daging kambing masih belum diteliti, proses pasteurisasi dan penyimpanan yang
tepat diharapkan dapat menurunkan resiko bergeminasinya bakteri tersebut agar
tidak menghasilkan toksin botulin yang berbahaya. Produk minuman hidrolisat
daging kambing merupakan media yang optimum untuk pertumbuhan bakteri
tersebut, yaitu memiliki kisaran pH normal (pH>4.6), berasam rendah, aktifitas
dan kadar air tinggi serta mengandung sukrosa dan peptida atau protein sederhana
yang dapat mendukung pertumbuhan Clostridium botulinum untuk menghasilkan
toksin, sehingga tindakan pencegahan perlu dilakukan.
Perbedaan perlakuan pemanasan dilakukan untuk melihat pengaruh suhu
dan waktu pasteurisasi terhadap umur simpan dan perubahan mutu produk selama
penyimpanan. Pendinginan atau cooling dilakukan untuk menimbulkan heat shock
sehingga spora mikroba tahan panas tidak bergerminasi dan produk tetap aman
untuk dikonsumsi. Prosedur proses pembuatan minuman hidrolisat kambing dapat
dilihat pada Gambar 2.
Produk minuman yang sudah diberi perlakuan pemanasan dianalisis mutu
organoleptik awal produk dan umur simpannya. Produk disimpan pada suhu
dingin, yaitu 8 oC. Selama penyimpan dilakukan analisis total mikroba, total
padatan terlarut, pH dan warna produk.

10

Hidrolisat
Pencampuran

Air
Gula batu cair
Pewarna
Perisa jeruk

Pengemasan
Pasteurisasi 85 oC, 19
menit

Pasteurisasi 75 oC, 27
menit
Pendinginan
Minuman hidrolisat
dalam kemasan

Gambar 2 Proses pembuatan minuman hidrolisat daging kambing
Pengamatan
Percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan dan pengamatan dilakukan
secara duplo. Pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah sebagai
berikut.
Kadar Protein (AOAC 2005, AOAC Official Methods 942.05)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kadar protein kasar (crude protein)
pada hidrolisat daging kambing. Tahap destruksi dilakukan dengan cara
memasukkan sebanyak 1 – 2.5 g sampel ke dalam labu mikro Kjeldahl,
ditambahkan 1.9 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO, dan 2 + 0.1 ml H2SO4,
selanjutnya didestruksi selama 1 - 1.5 jam. Proses ini dilakukan sampai larutan
berwarna bening, kemudian didinginkan.
Tahap destilasi dilakukan dengan memasukkan sejumlah kecil air destilata
secara perlahan lewat dinding labu dan digoyang agar kristal yang terbentuk larut
kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Setelah itu, labu dibilas 5-6
kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian dipindahkan ke dalam labu destilasi
dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH - 5% natrium tiosulfat. Di bawah
kondensor diletakkan erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4
tetes indikator metilen red - metilen blue. Ujung kondensor harus terendam di
bawah larutan H2BO3. Destilasi dilakukan sehingga diperoleh sekitar 100 - 150 ml
destilat. Pada tahap terakhir dilakukan titrasi menggunakan HCl 0.1 N sampai
warna larutan berubah menjadi merah muda. Kadar protein ditentukan dengan
rumus sebagai berikut.

11



Keterangan :
14.007 adalah bobot ekuivalen nitrogen
6.25 adalah faktor konversi untuk produk daging
Sensori atau Uji Organoleptik (Adawiyah dan Waysima 2008)
Uji organoleptik untuk menentukan formulasi terbaik yang dilakukan pada
penelitian ini adalah uji hedonik pada atribut warna, aroma, rasa dan overall
produk. Sampel minuman disajikan pada gelas kecil kurang lebih sebanyak 50 ml
dalam keadaan dingin, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian.
Respon dari panelis berupa angka yang berkisar antara 1 (sangat tidak suka)
hingga 7 (sangat suka). Panelis yang diambil responnya adalah panelis tidak
terlatih sebanyak 30 orang (BSN 2006). Data yang diperoleh diolah dengan uji
Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa
sampel yang diujikan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan
uji lanjut (post hoc test) dan uji Duncan.
Penentuan Umur Simpan (Floros dan Gnanasekharan 1993)
Umur simpan produk dianalisis dengan menggunakan metode Extended
Storage Studies (ESS). Pengujian mutu produk dilakukan hingga produk
mengalami tanda-tanda kerusakan. Parameter mutu yang diamati selama
penyimpanan adalah mutu organoleptik awal produk, total mikroba, pH, total
padatan terlarut dan warna. Parameter mikrobiologi menjadi parameter mutu
utama penanda kerusakan produk. Pada penelitian ini produk disimpan pada suhu
dingin, yaitu pada suhu 8 oC.
Jumlah Total Mikroba (Maturin dan Peeler 2001)
Sebanyak 1 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan
pengencer kemudian dihomogenkan Pengenceran dan pemupukan dilakukan
hingga tingkat pengenceran 10-2 atau yang diperlukan, dari setiap pengenceran,
larutan dipipet secara aseptis sebanyak 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan
petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count
Agar) steril sebanyak 15 – 20 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri
digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara
merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium
PCA membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator suhu
37 oC selama 2 hari (48 jam).
Nilai pH (BSN 1992)
Alat untuk mengukur pH yang digunakan adalah pH meter. Alat tersebut
dikalibrasi dengan larutan buffer pH. Kemudian elektroda yang telah dibersihkan
dicelupkan ke dalam sampel yang dianalisis. Nilai pH yang terukur tertera pada
monitor.
Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat hand
refractometer. Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah

12

distabilkan dan dibersihkan. Refraktometer diarahkan menghadap cahaya, lalu
dilakukan pembacaan nilai yang terukur pada alat. Nilai yang terbaca dicatat
sebagai oBrix.
Derajat Warna Metode Hunter (Hutching 1999)
Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameters
CR 300. Sampel minuman dimasukkan ke dalam cawan hingga penuh, lalu diukur
dengan kromameter. Pengukuran dengan menggunakan alat ini menghasilkan nilai
L, a, dan b. Nilai L menunjukkan parameter kecerahan atau lightness yang
mempunyai nilai dari 0 (hitam) hingga 100 (putih). Nilai a menunjukkan cahaya
pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau. Kisaran nilai a
positif dari 0 -100 menunjukkan warna merah, sedangkan a negatif dari 0 - (-80)
menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik campuran birukuning dengan kisaran nilai b positif antara 0 - 70 menunjukkan intensitas warna
kuning, sedangkan nilai b negatif antara 0 - 70 menunjukkan intensitas warna biru
Selanjutnya dihitung oHue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan
o
Hue = arc tan (b/a).

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peneltian Pendahuluan
Kadar Protein Hidrolisat Daging Kambing
Hidrolisat protein daging kambing dalam bentuk kering yang dihasilkan
pada penelitian ini berbentuk serbuk yang berwarna kuning kecoklatan disajikan
pada Gambar 3. Protein yang terdapat pada hidrolisat daging kambing merupakan
protein terlarut, sedangkan protein yang tidak terlarut sudah terpisahkan pada saat
dilakukan proses sentrifugasi.

Gambar 3

Hidrolisat daging kambing yang sudah dikeringkan dengan Freeze
Dryer

Kadar protein hidrolisat daging kambing dan hidrolisat lainnya dapat dilihat
pada Tabel 4. Rata-rata kadar protein hidrolisat daging kambing dari dua ulangan
berdasarkan basis basahnya adalah 73.45% dengan standar deviasi sebesar 3.06.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar protein hidrolisat daging kambing lebih
besar dibandingkan dengan kadar protein hidrolisat lele dumbo dan hidrolisat
ayam (mechanically deboned chicken). Dari hasil analisis kadar protein hidrolisat,
dapat dihitung kandungan protein yang ada di dalam minuman hidrolisat daging
kambing, yaitu sekitar 0.26%.
Tabel 4 Kadar protein dari beberapa jenis hidrolisat
Bahan Pangan
Kondisi Bahan
Kadar Protein (% Basis basah)
Hidrolisat daging kering (pengeringan dengan
73.45
kambinga
freeze dryer)
Hidrolisat Lele
kering (pengeringan dengan
53.29
Dumbob
spray dryer)
Hidrolisat ayam
kering (pengeringan dengan
(Mechanically
57.64
freeze dryer)
deboned chicken)c
Sumber : aKadar protein hasil analisis; bWidadi (2011); cRossi et al.(2009).

Penentuan Formula Minuman Hidrolisat Daging Kambing
Pembuatan hidrolisat dan penentuan formula dalam pembuatan minuman
hidrolisat daging kambing dilakukan pada tahap penelitian pendahuluan. Pada
formula minuman tersebut perlakuan yang diberikan adalah penambahan

14

konsentrasi perisa jeruk dengan konsentrasi 0.08%, 0.09%, dan 0.10%. Rata-rata
hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi perlakuan
penambahan perisa jeruk disajikan pada Tabel 5.
Hasil analisis ragam menggunakan program spss 16 (Lampiran 1)
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada perlakuan penambahan
tingkat konsentrasi perisa jeruk terhadap nilai rata-rata kesukaan pada atribut
keseluruhan atau overall produk. Berdasarkan uji lanjut, terlihat bahwa
konsentrasi yang berbeda signifikan pada atribut overall adalah konsentrasi perisa
0.09% dan 0.1% (pada taraf signifikansi 5%). Namun, tingkat penambahan
konsentrasi perisa jeruk yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan yang
signifikan terhadap rata-rata nilai kesukaan pada atribut warna, aroma dan rasa.
Tabel 5

Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan penambahan perisa jeruk

konsentrasi perisa
0.08%
0.09%
0.10%

Rata-rata nilai kesukaan pada setiap atributa
Warna
Rasa
Aroma
Overall
5.23a
4.40b
4.27c
4.80de
5.27a
4.73b
4.73c
5.23d
5.37a
4.47b
4.33c
4.57e

a

Angka-angka yang diukuti oleh huruf yang berbeda dalam satu kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata pada taraf uji 5%

Rata-rata nilai kesukaan pada atribut rasa dan aroma berada pada kisaran
nilai 4. Nilai ini menunjukkan bahwa rasa dan aroma minuman hidrolisat daging
kambing masih dapat diterima oleh panelis dan penambahan perisa jeruk dapat
menutupi flavor goaty yang kurang disukai pada minuman ini. Semakin banyak
penambahan perisa maka flavor goaty yang kurang disukai akan semakin
tertutupi. Namun, penambahan perisa dalam jumlah yang banyak menghasilkan
after taste pahit pada produk. Berdasarkan pengamatan subjektif yang dilakukan,
penambahan perisa sebanyak 0.10% ke dalam minuman hidrolisat sudah mulai
menghasilkan after taste pahit pada indera perasa sehingga penambahan perisa
lebih dari 0.10% kurang disarankan.
Formula yang dipilih untuk pembuatan minuman hidrolisat daging kambing
adalah formula dengan tingkat penambahan konsentrasi perisa 0.09%. Konsentrasi
ini dipilih karena memiliki rata-rata nilai kesukaan tertinggi pada atribut overall
minuman dengan rata-rata 5.23 dan atribut lainnya memiliki nilai kesukaan
dengan rata-rata 4.73 (pada atribut rasa dan aroma) dan 5.27 (pada atribut warna).
Penelitian Utama
Mutu Organoleptik Minuman Hidrolisat Daging Kambing
Minuman hidrolisat daging kambing kacang dengan penambahan perisa
jeruk sebesar 0.09% diberi perlakuan pemanasan yang berbeda. Produk minuman
dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan 85 oC selama 19 menit.
Produk yang telah dipasteurisasi kemudian disimpan pada suhu dingin (T=8 oC).
Sebelum disimpan, minuman hidrolisat dianalisis mutu organoleptiknya untuk
mengetahui pengaruh pemanasan terhadap mutu organoleptik produk.

15

Nilai rata-rata kesukaan pada setiap atribut minuman hidrolisat daging
kambing yang diuji dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis menggunakan
independent T test pada setiap atribut yang diuji (Lampiran 2) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata antara kedua sampel produk. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan pemanasan yang berbeda pada penelitian ini tidak mempengaruhi mutu
awal organoleptik minuman hidrolisat daging kambing.
Tabel 6

Hasil uji organoleptik minuman hidrolisat daging kambing yang diberi
perlakuan pemanasan

Sampel dengan
perlakuan
Pasteurisasi suhu 75ᴼC,
27 menit
Pasteurisasi suhu 85ᴼC,
19 menit

Atributa
Warna

Rasa

Aroma

Overall

5.93a

5.23b

4.77c

5.30d

5.50a

5.23b

4.73c

5.20d

a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan tidak ada
perbedaan nyata pada taraf uji 5%

Mikrobiologi
Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional lain untuk
minuman hidrolisat sebenarnya belum ada. Oleh karena itu, pada penelitian ini
digunakan standar dari SNI mengenai mutu susu pasteurisasi, yaitu total mikroba
maksimum 3x104 koloni/ml (BSN 1995). Standar ini dipilih sebab minuman
hidrolisat daging kambing memiliki pH yang hampir sama dengan pH susu dan
termasuk jenis pangan yang berasal dari hewan. Pengamatan mutu minuman
dilakukan hingga produk mengalami kerusakan yang dilihat dari parameter
kandungan mikrobiologi produk.
Total mikroba awal minuman hidrolisat daging kambing yang dipasteurisasi
suhu 75 oC selama 27 menit dan suhu 85 oC selama 19 menit masing-masing
sebesar 2x100 koloni/ml (0.3010 log 10 CFU/ml) dan 1x100 koloni/ml (0 log 10
CFU/ml). Minuman yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit
mengandung jumlah mikroba lebih banyak dibandingkan minuman yang
dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit. Namun, jumlah total mikroba
minuman sebelum dilakukan penyimpanan pada kedua perlakuan tersebut sudah
memenuhi syarat kandungan mikroba dari SNI. Jumlah total mikroba minuman
yang dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit pada penyimpanan hari terakhir
(hari ke-84) sebanyak 1.6 x 106 koloni/ml, sedangkan minuman yang
dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit jumlah total mikrobanya pada
penyimpanan hari terakhir (hari ke-112) sebanyak 4.4 x 104 koloni/ml.
Persamaan korelasi antara lama penyimpanan dan jumlah total mikroba
minuman (Gambar 4 dan Gambar 5) yang disimpan pada suhu dingin dapat
digunakan untuk mengetahui umur simpan produk dengan menyubstitusi nilai log
standar mikroba maksimum (4.4771) pada variabel y. Hasil substitusi variabel y
pada persamaan garis, yaitu 82 (pada produk dengan perlakuan pasteurisasi suhu
75 oC selama 27 menit). Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa minuman
yang dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit pada penyimpanan di suhu dingin
dapat bertahan hingga hari ke-82. Minuman hidrolisat yang dipasteurisasi pada

16

Jumlah total mikroba
(log koloni/ml)

suhu 85 oC selama 19 menit dapat bertahan hingga 111 hari pada penyimpanan
suhu dingin.
7.0
6.0
Standar max mikroba
(log 3x104 = 4.4771)
5.0
y = 0.0505x + 0.3221
4.0
R² = 0.8529
3.0
R=0.9235; Rtabel=0.5529
2.0
1.0
0.0
7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77
-1.0 0
Lama penyimpanan (hari)

84

Gambar 4 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang
dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit dan lama
penyimpanan di suhu dingin

Jumlah total mikroba
(log koloni/ml)

6.0

Standar max mikroba
(log 3x104 = 4.4771)

5.0
4.0
3.0
2.0

y = 0.0413x - 0.1181
R² = 0.9053
R=0.9515; Rtabel=0.5324

1.0
0.0
-1.0 0

14

28

42

56

70

84

98

112

Lama penyimpanan (hari)
Gambar 5 Regresi antara log jumlah total mikroba minuman hidrolisat yang
dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit dan lama
penyimpanan di suhu dingin
Perbedaan perlakuan pasteurisasi, yaitu suhu dan waktu pasteurisasi pada
penelitian ini menyebabkan perbedaan jumlah mikroba yang tereduksi selama
pemanasan. Jumlah total mikroba pada minuman hidrolisat daging kambing
setelah dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27 menit (pada hari ke-0) lebih besar
dibandingkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit. Hal
ini menyebabkan umur simpan produk yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC
selama 27 menit lebih pendek dibandingkan produk yang dipasteurisasi pada suhu
85 oC selama 19 menit. Perlakuan pasteurisasi pada suhu 85 oC dan penyimpanan
suhu dingin lebih efektif untuk memperpanjang masa simpan minuman hidrolisat
daging kambing.
Pemilihan suhu penyimpanan yang tepat pada produk pangan merupakan hal
yang sangat penting. Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan

17

mikroba. Penyimpanan pada suhu dingin dapat menghambat atau memperlambat
petumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk.
Kombinasi antara perlakuan pasteurisasi dan penyimpanan suhu dingin pada
penelitian ini berhasil memenuhi tujuan awal penelitian, yaitu membuat produk
yang dapat bertahan lebih dari dua minggu pada suhu dingin.
Andarwulan dan Hariyadi (2004) menyatakan bahwa susu yang
dipasteurisasi dengan metode HTST dapat bertahan hingga 2 minggu dalam
kondisi dingin. Jika dibandingkan dengan masa simpan susu pasteurisasi,
minuman hidrolisat daging kambing memiliki masa simpan yang lebih panjang
pada suhu dingin, yaitu mampu bertahan lebih dari 11 minggu. Namun, minuman
hidrolisat yang diberi perlakuan pasteurisasi memiliki umur simpan yang lebih
pendek dibandingkan minuman hidrolisat yang diberi perlakuan sterilisasi. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian Steffi (2013) mengenai analisis umur simpan
minuman hidrolisat daging kambing yang diberi perlakuan sterilisasi. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa minuman hidrolisat daging kambing dapat
bertahan selama 164 hari pada suhu dingin.

Rata-rata Total Padatan
Terlarut (oBrix)

Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut sampel dianalisis menggunakan hand refractometer.
Nilai total padatan terlarut merupakan nilai persen total padatan terlarut dalam
suatu larutan yang biasanya dinyatakan dalam satuan % sukrosa atau oBrix. Hasil
analisis total padatan terlarut sampel minuman yang disimpan di suhu dingin
disajikan pada Gambar 6.
10.0
9.0
8.0
7.0
6.0
5.0
4.0
0

14

28

42

56

70

84

98

112

Lama penyimpanan (hari)
Gambar 6

Rata-rata ulangan total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi
pada suhu 75 oC, 27 menit () dan pasteurisasi suhu 85 oC, 19
menit () pada penyimpanan suhu dingin (Error bars menunjukkan
standar deviasi)

Gambar 6 menunjukkan grafik rata-rata total padatan terlarut (TPT)
minuman yang disimpan pada suhu dingin memiliki trend yang menurun sejalan
dengan lama penyimpanan. Penurunan nilai total padatan terlarut pada minuman
yang dipasteurisasi pada suhu 75 oC selama 27 menit lebih besar dibandingkan
minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC selama 19 menit. Penurunan nilai

18

total padatan terlarut disebabkan oleh adanya aktivitas mikrobiologi yang
memetabolisme padatan terlarut dalam minuman hidrolisat seperti gula maupun
protein larut air. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil analisis tingkat penurunan
total padatan terlarut yang lebih tinggi pada minuman yang dipasteurisasi pada
suhu 75 oC sejalan dengan besarnya tingkat pertumbuhan mikroba pada suhu ini
dibandingkan minuman yang dipasteurisasi pada suhu 85 oC.
Total padatan terlarut minuman yang dipasteurisasi suhu 75 oC selama 27
menit menurun tajam pada akhir penyimpanan (hari ke-84). Penurunan total
padatan terlarut ini disebabkan oleh peningkatan jumlah total mikroba yang besar
pada hari tersebut. Mikroba yang tumbuh pada minuman memetabolisme padatan
terlarut (seperti gula) sehingga terjadi penurunan total padatan terlarut yang besar
sejalan dengan meningkatnya jumlah mikroba pada minuman.
Umur simpan minuman yang dipasteurisasi suhu 85 oC selama 19 menit
mencapai 111 hari tetapi pada penelitian ini analisis ragam hanya dilakukan
hingga penyimpanan akhir minuman yang dipasterisasi suhu 75 oC selama 27
menit, yaitu hari ke-84. Hasil analisis ragam selama penyimpanan 84 hari di suhu
dingin (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan pasteurisasi yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut minuman hidrolisat daging
kambing. Selain itu, lama penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap nilai
total padatan terlarut pada penyimpanan hari ke-84 bila dibandingkan dengan total
padatan terlarut awal minuman sebagai kontrol (taraf signifikansi 5%). Dari hasil
tersebut dapat dinyatakan bahwa minuman yang dipasteurisasi pada suhu 7