Pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk serbuk minuman berbahan baku Fruktooligosakarida (FOS) serta pendugaan umur simpannya

(1)

UMUR SIMPANNYA

YUSTIKA SEKAR NEGARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

It’s Shelf Life. Under Direction of HIDAYAT SYARIEF and BUDI SETIAWAN. The objectives of this research was to study the effect of storage in sensory quality, chemical properties (water, anorganic, acidity, and sugar level), microbial and toxicity levels during storage; and to predict the shelf-life time of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product. The products were package in metalized plastic with weight per serving size was 11 gram. The methodology of storage effects was using ESS (Extendend Storage Studies) method for 0-8 weeks at room (25-30 0C) and refrigerator (10-13 0C) temperatures. Water content, acidity, and microbial level were increasing during storage, but anorganic and sugar level were decreasing. Temperatures did not significantly affect (p>0,05) in sensory quality, chemical propertiies, and toxicity level, but significantly affected microbial level (p<0,05) of the product. Water content, anorganic content, acidity, and microbial level were significantly affected (p<0,05) during 8 weeks storage. Sugar and toxicity level were not significantly affected (p>0,05) during 8 weeks storage. Shelf-life time was determined by ASLT (Accelerate Shelf Life Test) method with critical water approach, using Labuza formula equation. The shelf life of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product was 4 years in 93% relative humidity (RH) with metalized plastic packaging.

Keywords: beverage powder, fructooligosacarides, storage effects, prediction of shelf life product


(3)

Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku FOS Serta Pendugaan Umur Simpannya. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan BUDI SETIAWAN

Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk kesehatan, salah satunya adalah Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk serat pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang berperan sebagai prebiotik yang bermanfaat bagi pencernaan manusia. Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Salah satu jaminan keamanan pangan bagi konsumen adalah informasi mengenai umur simpan atau masa kadaluwarsa produk. Tujuan khusus: (1) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk (2) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula, (3) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu mikrobiologis produk dengan pengujian TPC (Total Plate Count), (4) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), (5) Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis.

Formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara serbuk Orafti P95 (mengandung 95% FOS), sukralosa, flavor powder, stabilizer, dan garam. Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram. Penelitian ini meliputi 2 aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan dan pendugaan umur simpan. Metode penyimpanan yang digunakan dalam uji penyimpanan adalah metode ESS (Extended Storage Studies). Sampel penelitian diberikan dua perlakuan penyimpanan yaitu waktu dan suhu tempat penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu suhu kamar (25-30 0C) dan suhu rendah (10-13 0C). Pengujian sampel dilakukan setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8) meliputi parameter sifat organoleptik, kimia, dan mikrobiologis, sedangkan tingkat toksisitas produk diuji setiap 4 minggu sekali (minggu ke-0, 4, dan 8). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) melalui pendekatan air kritis, menggunakan rumus Labuza (1982).

Penilaian rata-rata panelis terhadap hedonik dan mutu hedonik produk berada pada tingkat yang masih dapat diterima oleh panelis selama penyimpanan. Waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penilaian hedonik rasa dan kekentalan, serta penilaian mutu hedonik warna minuman FOS. Sifat kimia yang diuji antara lain kadar air, kadar abu, total gula, dan derajat keasaman (pH). Kadar air cenderung mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama penyimpanan berkisar antara 2,46% sampai 4,41% bk. Rata-rata derajat keasaman minuman serbuk FOS berkisar antara 6,17% sampai dengan 6,57%. Nilai pH produk mengalami penurunan antar waktu penyimpanan, yang menandakan semakin meningkatnya konsentrasi asam. Kadar abu dan total gula terlarut cenderung mengalami penurunan seiring lamanya waktu penyimpanan.


(4)

gula produk. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia produk (kadar air, abu, total gula, dan nilai pH).

Total mikroba minuman serbuk FOS mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan, dengan nilai berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Namun, nilai tersebut masih jauh dibawah standar SNI 01-3722-1995 untuk minuman serbuk yaitu 3 x 103 koloni/g. Waktu dan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah mikroba produk. Tingkat toksisitas produk juga masih berada pada batas aman, yaitu nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml. Kisaran nilai LC50 berkisar antara 1246,09 sampai dengan 2140,14 µg/ml. Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat toksisitas produk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serbuk minuman FOS yang disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar dan serbuk suhu rendah masih aman untuk dikonsumsi.

Serbuk minuman berbahan baku FOS memiliki kadar air kritis sebesar 0,44 g H20/g padatan, kadar air awal sebesar 0,04 g H20/g padatan, dan kadar air pada RH penyimpanan 93% sebesar 0,48 g H20/g padatan. Tekanan uap air jenuh pada suhu penyimpanan 300C sebesar 31,82 mmHg (Labuza 1982). Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Labuza menggunakan data-data tersebut, maka umur simpan minuman serbuk FOS adalah selama 4 tahun apabila disimpan pada RH 93%, kemasan menggunakan metalized plastic dengan luas permukaan 0,012 m2 per kemasan. Menurut Andarwulan&Hariyadi (2004), produk susu bubuk memiliki daya awet selama 1-3 tahun pada suhu ruang. Sifat minuman serbuk FOS yang kering dan tidak mengandung zat gizi yang mudah teroksidasi, menyebabkan produk ini lebih awet dari produk serbuk lainnya.


(5)

UMUR SIMPANNYA

YUSTIKA SEKAR NEGARI

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktooligosakarida (FOS) serta Pendugaan Umur Simpannya”. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan asuhan, masukan, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir ini 3. Ayah, Ibu, Adik-adik, serta Keluarga Besar Klaten. Terima kasih banyak

untuk semua do’a, dan dukungannya selama ini baik moril mapun materil 4. dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi selaku penyandang dana dan

Bapak Masudi atas saran, arahan, bantuan dan dukungannya demi kelancaran penelitian ini

5. Segenap staf, karyawan, serta laboran Departemen Gizi Masyarakat atas bantuan dan kerjasama demi terlaksananya penelitian ini

6. Puspita Dewi yang telah berjuang bersama demi terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, dorongan, semangat, dan kebersamaannya selama ini

7. Teman-teman GM 43 dan GM 44, teman terdekatku (Eva Fitrina, Andri Susanti, dan Deristiyani), serta rekan-rekan Komunitas Penelitian Laboratorium Gizi (Fitri, Dita, A’im, Rakhma, Risti, Irni, Ande, Miftah, Yulaika, dan lain-lain). Terima kasih atas keceriaan, kebersamaan, dan kekompakannya

8. Terima kasih rekan-rekan pembahas (Arina, Nurhidayah, Diniarti, dan Tri Reti) atas saran dan kritik yang diberikan untuk perbaikan tugas akhir ini 9. Teman dan kakak Wisma Arsida 2 dan 3 (Dyah, Intan, Win, Riza, Retno,


(7)

11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis ucapkan banyak terima kasih

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2011


(8)

pertama dari pasangan Bapak Yusuf dan Ibu Surasti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Ciputat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasisiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif juga di organisasi. Penulis pernah menjadi anggota Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman 2006-2009 serta anggota Klub Peduli Pangan dan Gizi (KPPG) HIMAGIZI 2007-2008. Penulis juga aktif dalam kepanitian acara seperti FUNNY FAIR 2008 dan The Power of Diet 2009. Selain itu juga, aktif dalam acara kesenian seperti partisipasi dalam 3rd FEUI National Folklore Festival. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (IBM) untuk tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Penulis pernah mendapatkan juara 3 dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) dan Presentasi Ilmiah tingkat TPB IPB tahun 2007. Selain itu, pernah mendapatkan dana hibah DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian tahun 2009. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Bogor serta Internship di bidang Dietetik di RSUD Cibinong tahun 2010.

Penulis menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Kemanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktooligosakarida (FOS) serta Pendugaan Umur Simpannya”.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Fruktooligosakarida (FOS) ... 4

Bahan Tambahan Pangan ... 5

Pemanis buatan (sukralosa) ... 5

Penyedap rasa dan aroma (flavor powder) ... 6

Stabilizier (Xanthan Gum) ... 6

Penyimpanan Pangan ... 6

Waktu penyimpanan ... 7

Suhu penyimpanan ... 7

Mutu Pangan ... 8

Toksisitas Pangan ... 9

Umur Simpan ... 10

Kurva air bahan pangan ... 11

Kurva sorpsi isothermis ... 12

Kadar air kesetimbangan ... 12

Permeabilitas kemasan ... 12

METODE Waktu dan Tempat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Uji penyimpanan ... 14

Pendugaan umur simpan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Sifat Organoleptik ... 24

Perubahan Sifat Kimia ... 30

Perubahan Total Mikroba ... 34

Tingkat Toksisitas ... 37

Umur Simpan ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu ... 8

2 Rancangan perlakuan uji penyimpanan ... 18

3 Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan ... 21

4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan ... 24

5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan ... 25

6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan ... 27

7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan ... 28

8 Nilai rata-rata hedonik keseluruhan minuman FOS ... 29

9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan ... 30

10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan ... 32

11 Rata-rata total gula selama penyimpanan ... 33

12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan ... 34

13 Rata-rata Total Plate Count selama penyimpanan ... 35

14 Jumlah LC50 (µg/ml) selama penyimpanan ... 37

15 Penilaian organoleptik air kritis ... 39

16 Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH ... 39

17 Data kadar air kesetimbangan serbuk minuman FOS ... 40

18 Persamaan model kurva sorpsi isothermis ... 41

19 Kadar air kesetimbangan dari model-model persamaan ... 41

20 Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis ... 42


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase ... 7

2 Diagram Alir Uji Penyimpanan ... 15

3 Produk serbuk minuman berbahan baku FOS ... 16

4 Tempat penyimpanan kulkas dan lemari biasa ... 16

5 Humidity chamber... 20

6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna ... 25

7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma ... 26

8 Grafik perubahan nilai rata-rata penilain rasa ... 27

9 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian kekentalan ... 29

10 Grafik penilaian keseluruhan minuman FOS ... 29

11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS ... 31

12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS ... 32

13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS ... 33

14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS ... 34

15 Perubahan Total Plate Count serbuk minuman FOS ... 36

16 Penetasan telur larva udang dan vial pengujian BSLT ... 37

17 Perubahan Kadar LC50 serbuk minuman FOS ... 38

18 Kurva sorpsi isothermis serbuk minuman FOS ... 40


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lembar uji organoleptik ... 51

2 Formula produk serbuk minuman berbahan baku FOS per takaran saji ... 53

3 Prosedur analisis mikrobiologi ... 53

4 Prosedur analisis kimia ... 54

5 Prosedur uji toksisitas dengan BSLT ... 55

6 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan ... 56

7 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan ... 58

8 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kecerahan minuman ... 58

9 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan aroma minuman FOS selama penyimpanan ... 59

10 Hasil analisis GLM terhadap tingkat aroma minuman FOS selama penyimpanan ... 59

11 Hasil analisis GLM tingkat kesukaan rasa minuman FOS selama penyimpanan ... 59

12 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan rasa minuman ... 60

13 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kemanisan minuman FOS selama penyimpanan ... 60

14 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ... 60

15 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman ... 61

16 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ... 61

17 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan keseluruhan minuman FOS selama penyimpanan ... 61


(13)

Halaman

19 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar air ... 62

20 Hasil analisis GLM terhadap kadar abu serbuk minuman FOS ... 62

21 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar abu ... 63

22 Hasil analisis GLM terhadap nilai pH serbuk minuman FOS ... 63

23 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap nilai pH ... 63

24 Hasil analisis GLM terhadap total gula serbuk minuman FOS ... 64

25 Hasil uji GLM terhadap total mikroba serbuk minuman FOS ... 64

26 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap total mikroba ... 64

27 Hasil analisis GLM terhadap nilai LC50 serbuk minuman FOS ... 65

28 Hasil uji organoleptik kadar air kritis ... 65

29 Hasil uji ANOVA organoleptik untuk penentuan kadar air kritis ... 65

30 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap organoleptik air kritis ... 65

31 Hasil pengukuran kadar air kritis ... 66

32 Hasil penimbangan air kesetimbangan (minggu ke-11 sd 19) ... 66

33 Hasil penimbangan air kesetimbangan (mingggu ke-11 sd 19) ... 67

34 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan ... 67

35 Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis produk minuman serbuk FOS (model persamaan Hasley) ... 68

36 Kurva sorpsi isothermis model persamaan ... 68

37 Contoh perhitungan nilai MRD ... 69

38 Penentuan Nilai b (slope) ... 70


(14)

Saat ini banyak produk pangan tidak hanya menampilkan sisi kualitas produk dari segi rasa dan aroma saja, tapi juga sisi keamanan dan manfaatnya bagi kesehatan. Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk kesehatan. Salah satu produk yang dikembangkan adalah produk serbuk minuman berbahan baku Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk

serat pangan. Menurut Gropper et al (2009), FOS tergolong dalam fructan

(polyfructose

) yang

secara alami ditemukan pada tumbuhan dan dianggap sebagai serat (

dietary

fibre). Oleh karena beberapa data menunjukkan dampak fisiologis yang positif, maka fructan yang ditambahkan dalam makanan dapat dianggap sebagai serat fungsional.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa FOS sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia serta dalam pengolahan pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang secara langsung menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar, sehingga menyehatkan penncernaan. Uji klinis yang dilakukan oleh Luo et al (2000) terhadap 10 orang penderita Diabetes Melitus tipe 2 berusia 57 tahun menunjukkan bahwa pemberian 20 gram FOS / hari selama empat minggu tidak mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid, sehingga tidak meningkatkan kadar glukosa darah. Dalam bidang industri pangan pun FOS digunakan sebagai pemanis pengganti gula sukrosa untuk makanan rendah kalori.

Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Pada saat baru diproduksi, mutu dianggap dalam keadaan 100% dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan. Perubahan mutu sangat mungkin terjadi tergantung pada kondisi penyimpanan bahan pangan itu sendiri. Selama penyimpanan produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh,

dan kepercayaan (Rahayu et al 2003).

Jaminan keamanan pangan juga penting dilakukan agar konsumen terhindar dari keracunan. Di Indonesia, kasus keracunan masih sering terjadi dan umumnya akibat cemaran mikroba pada pangan. Menurut data Badan POM,


(15)

pada bulan Januari-September 2004, terdapat 3734 kasus keracunan pangan, 30% disebabkan oleh makanan olahan rumah tangga, 28,8% dari katering, 11% dari makanan jajanan, dan 16,4% dari industri (BPOM 2004 dalam Nurjanah 2006). Produk pangan bersifat mudah rusak oleh berbagai faktor baik fisik, kimiawi, biologis, maupun mikrobiologis. Cemaran mikrobiologis pada makanan dapat mempengaruhi mutu dan umur simpan pangan itu sendiri. Aspek keamanan yang perlu diperhatikan adalah tingkat toksisitas pangan bagi makhluk hidup. Pengujian toksisitas pangan sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa pangan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan.

Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan produsen pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai dikonsumsi. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan sebenarnya. Cara ini memberikan hasil yang tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, diperlukan metode pendugaan umur simpan yang cepat, mudah, murah, dan mendekati umur simpan yang sebenarnya. Metode yang digunakan disebut metode percepatan (akselerasi). Produk disimpan pada lingkungan yang menyebabkan cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi.

Faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan antara lain adalah bahan baku pangan, cara pengemasan, dan suhu penyimpanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi tentang pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk serta penentuan umur simpan produk serbuk minuman berbahan baku FOS. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk, serta menentukan umur simpan serbuk minuman berbahan baku fruktooligosakarida (FOS).


(16)

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik (warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk)

2. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula

3. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba produk dengan pengujian TPC (Total Plate Count)

4. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)

5. Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai perubahan mutu serbuk minuman formulasi FOS selama penyimpanan serta umur simpan (masa kadaluwarsa) produk. Selain itu juga diharapkan minuman berbahan baku FOS ini dapat dikonsumsi secara aman oleh masyarakat pada umumnya.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Fruktooligosakarida (FOS)

FOS merupakan campuran dari oligomer sukrosa 1F-(1-β -fructofuranosyl)n-1. FOS terdiri dari molekul sukrosa

(glucose-fructosedisaccharides, GF) yang satu, dua, atau tiga unit fruktosa tambahan telah ditambahkan dengan β-2-1 glycosidic yang berikatan dengan unit fruktosa dari sukrosa. Molekul GF2 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β-D-fructofiranosyl-(1Å

2)-β-D-fructofuranosyl atau 1-ketose), GF3 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β

-D-fi-uctofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau nys-tose), dan GF4 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β

-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau 1F-β -fructofuranosyl nystose) merupakan komponen dari FOS (Kamerling et al 1972 dalam FDA 2000).

FOS juga merupakan serat terfermentasi yang mempunyai fungsi sebagai prebiotik. Menurut Gropper et al (2009), prebiotik berperan sebagai substrat untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan atau yang bermanfaat bagi kesehatan. Konsumsi 10-15 g FOS per hari selama 14-21 hari dapat meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan (populasi koloni Bifidobacteria) di dalam usus, sehingga dapat mencegah beberapa penyakit seperti diare. Menurut FDA (2000), sekitar 89% FOS yang difermentasi oleh mikroflora usus diubah menjadi gas dan short-chain fatty acids (SCFA). Gropper et al (2009) menambahkan bahwa pembentukan SCFA di dalam kolon menyebabkan terjadinya penurunan pH pada bagian luminal kolon. Kondisi pH yang rendah menyebabkan lebih banyak kalsium yang tersedia (larut) untuk mengikat cairan empedu dan asam-asam lemak, sehingga dapat mencegah kanker kolon.

Asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids /SCFA) yang dihasilkan dari fermentasi bakteri usus, seperti b-hidroksibutirat, acetat, dan propionat dapat meningkatkan jumlah precursor GLP-1 (glucagon-like peptide-1). GLP-1 adalah sejenis hormon inkretin yang dapat memperbaiki produksi insulin dan menghambat pembentukan glucagon (Delzenne et al 2007). Menurut Alles (1999), pemberian 15 g FOS selama 20 hari kepada 20 pasien yang menderita DM tipe 2 tidak ada berpengaruh terhadap glukosa darah, lipid serum, dan asetat serum dari pasien tersebut.


(18)

FOS merupakan produk turunan dari inulin yang dihidrolisis menjadi bentuk oligofruktosa . Inulin dideskripsikan dalam British Pharmacopeia (1980) sebagai bubuk granula putih yang bersifat amorf, tidak berbau, higroskopik, agak larut dalam air panas dan agak larut dalam larutan organik. Secara alami FOS terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya bawang merah, asparagus, dan chicory (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada kedelai, dan artichoke (Tensiska 2008).

Oligofruktosa lebih dapat larut dibanding inulin (sekitar 80% dalam air pada suhu ruang). Ketika murni, oligofruktosa memiliki tingkat kemanisan sekitar 35% dibandingkan sukrosa. Kemanisannya mirip dengan gula, rasanya sangat bersih tanpa adanya efek iritasi pada lidah , dan dapat pula menimbulkan aroma buah-buahan. Oligofruktosa menunjukkan stabilitas yang baik selama proses pemasakan, seperti perlakuan panas (Gibson&Fuller 1998). FOS, dikenal di Jepang sebagai sebagai pemanis, peningkat aroma, pengembang, dan humektan. Dalam industri pangan, FOS digunakan dalam pembuatan kue, roti, permen, produk susu, dan beberapa minuman sebagai pengganti sukrosa rendah kalori (Ekandini 2006).

Bahan Tambahan Pangan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan (Cahyadi 2008). Tujuan penambahan food additives adalah untuk meningkatkan rasa, warna, menstabilkan dan memperbaiki tekstur, menahan kelembaban, sebagai pengental, pengikat logam, mencegah terjadinya pelengketan, pengkayaan makanan dengan vitamin dan mineral, dan beberapa tujuan spesifik lain (Marliyati et al 1992). Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pembuatan produk minuman berbahan dasar FOS adalah pemanis buatan (sukralosa), penyedap rasa dan aroma (flavor powder), dan stabilizer (xanthan gum).

Pemanis buatan (sukralosa)

Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-β -D-fructofuranosyl-4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4,1,6 trichloro-galactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa berbentuk


(19)

kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, methanol dan alkohol, sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis (Ambarsari et al 2009).

Menurut Drummond (2007), sukralosa merupakan satu-satunya pemanis buatan yang terbuat dari gula meja. FDA pada tahun 1999 mengakui bahwa sukralosa dapat digunakan sebagai pemanis secara umum. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan 600 kali dibandingkan dengan gula dan sesungguhnya mempunyai rasa yang sama dengan gula. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan tidak menambah kalori pada makanan. Sukralosa mempunyai stabilitas yang sangat baik pada hampir seluruh jenis kondisi, termasuk panas.

Penyedap rasa dan aroma (flavor powder)

Bahan penyedap dalam bahan pangan dapat memperbaiki produk pangan, membuat lebih diterima, dan lebih menarik. Bahan penyedap ada yang berasal dari alami maupun buatan (sintetik). Ada senyawa sintetik yang digunakan untuk menimbulkan aroma, karena senyawa-senyawa ester tertentu (flavormatik) mempunyai aroma yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanilin memberikan aroma vanili, amil kaproat menyerupai aroma apel dan nanas (Marliyati et al 1992).

Stabilizer (xanthan gum)

Menurut Arpah (1997), struktur xanthan gum memungkinkan untuk memberikan gel yang paling stabil terhadap asam. Molekul xanthan gum memiliki suatu back bone yang tersusun dari polimer sellulosa yang memiliki cabang-cabang berantai pendek yang berhubungan dengan residu glukosa. Struktur ini menyebabkan molekul larut dalam air. Kelarutan xanthan gum sangat baik dalam air panas dan air dingin, dapat memberikan viskositas yang tinggi pada konsentrasi gum yang sangat rendah, yaitu 0,05 – 0,5%. Polimer ini di dalam industri pangan utamanya digunakan sebagai pengental, pensuspensi, dan stabiliser.

Penyimpanan Pangan

Kondisi lingkungan penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan susut zat gizi bahan pangan, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Besarnya kerusakan yang terjadi tergantung pada lama atau waktu suatu bahan pangan disimpan. Menurut Labuza (1982) faktor kerusakan pangan antara lain suhu, kelembaban (RH), kadar oksigen, dan cahaya tempat penyimpanan.


(20)

Waktu Penyimpanan

Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit. Menurut Hayes (1998), mikroba mempunyai tahapan atau fase pertumbuhan selama kurun waktu tertentu yang terdiri dari fase lambat (lag phase), logaritma (log phase), tetap (stationary phase), dan penurunan (decline phase).

Gambar 1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase

Selama fase lag, sel melakukan metabolisme dengan cepat tetapi hanya menyebabkan sedikit kenaikan ukuran sel, bukan peningkatan jumlah sel. Selanjutnya, sel memperbanyak diri secara cepat tergantung pada organisme dan kondisi lingkungannya. Periode terjadinya perbanyakan yang cepat ini disebut fase log, karena nilai logaritmik jumlah organisme berbanding langsung dengan waktu. Koloni tersebut kemudian memasuki fase pertumbuhan stationer, jumlah sel yang hidup seimbang dengan jumlah yang mati. Akhirnya, laju pertumbuhan menurun disebut fase penurunan, biasanya disebabkan karena kekurangan faktor pertumbuhan (Gaman 1992).

Suhu Penyimpanan

Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau falkutatif anaerob. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam laju pertumbuhan mikroorganisme. Suhu terendah dimana mikroba dapat tumbuh disebut suhu minimum, sedangkan suhu saat pertumbuhan mikroorganisme tidak mungkin terjadi disebut suhu maksimum. Antara kedua

Log cell Of number

Lag phase

Log phase

Stationary phase

Time


(21)

suhu tersebut, terdapat suhu dimana laju pertumbuhan mikroba sangat cepat yang disebut sebagai suhu optimum (Hayes 1998). Menurut Buckle et al (1985), klasifikasi mikroorganisme berdasarkan reaksi pertumbuhannya terhadap suhu adalah sebagai berikut

Tabel 1 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu Kelompok Suhu pertumbuhan

minimum (0C)

Suhu pertumbuhan optimum (0C)

Suhu pertumbuhan maksimum (0C) Psikrofil Psikrotrof Mesofil Thermofil Thermotrof -15 -5 5 smpai 10

40 15

10 25 30 sampai 37 45 sampai 55 42 sampai 46

20 35 45 60 sampai 80

50

Mutu Pangan

Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer&Twigg 1983 dalam Afrianto 2008). Menurut BPOM (2008), mutu pangan didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor pada pangan yang membedakan tingkat pemuas atau aceptability (penerimaan) dari pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen.

Mutu pangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh bahan pangan tersebut. Kramer dan Twigg (1983) diacu dalam Afriyanto (2008) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik) tekstur, kekentalan dan konsistensi, flavor (sensasi dari kombinasi bau dan cicip), dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungannya (Afrianto 2008).

Penetuan mutu pangan dapat dilakukan dengan mengukur/ menilai sifat yang ada dimiliki bahan pangan. Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: (1) sifat fisik, yang memiliki hubungan erat dengan sifat dari bahan pangan yang nampak, seperti tekstur, kekentalan, ataupun warna. Sifat fisik dari bahan pangan dapat diukur secara sensoris (organoleptik) ataupun degan menggunakan alat analisis. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan, (2) sifat kimiawi,


(22)

yang ditentukan oleh senyawa kimia dalam bahan pangan sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Sifat kimia yang biasa diukur dalam bahan pangan adalah air, kandungan gizi, dan derajat keasaman (pH), (3) sifat biologis, yang utama dari bahan pangan adalah kandungan mikrobanya (Afrianto 2008).

Perubahan pada mutu pangan akibat pertumbuhan mikroorganisme, dapat membahayakan kesehatan manusia. Apabila makanan tersebut sampai mengakibatkan luka atau kematian, maka dapat dikatakan tidak aman. Penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne disease) adalah gejala penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang mengandung bahan/ senyawa beracun/ organisme pantogen (WKNPG 1993).

Penyakit yang sering timbul dari makanan yang tercemar adalah diare. Menurut Muchtadi (1988), flatulensi merupakan gejala awal timbulnya diare, dan dianggap masalah yang cukup serius meskipun tidak bersifat toksik. Oligosakarida tidak dapat dicerna karena mukosa usus halus mamalia tidak mempunyai enzim pencernaannya, yaitu α-galaktosidase. Bakteri yang ada di usus besar memetabolismenya dan menghasilkan gas-gas seperti CO2, H2, dan

sedikit metan. Peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda patologis flatulensi, sakit kepala, pusing, penurunan daya konsentrasi, dan oedem kecil.

Toksisitas Pangan

Menurut Omaye (2004), kemanan pangan berhubungan dengan tingkat toksisitas, dimana batas pangan/bahan makanan berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahaya didefinisikan dapat mengakibatkan luka dan kematian. Zat racun dapat secara alami ada dalam bahan makanan, atau kontaminasi oleh mikroorganisme, yang terjadi saat persiapan dan proses pembuatan makanan. Tingkat toksisitas suatu bahan pangan dapat ditentukan dengan uji toksisitas.

Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa. Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif yang menyatakan tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut. Salah satu metode pengujian yang sering dan mudah dilakukan adalah menggunakan larva udang (Artemia Salina Leach), disebut dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).


(23)

Metode BSLT banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup reproducible. Tingkat toksisitas dinyatakan dalam LC50, yaitu konsentrasi yang

menyebabkan 50% kematian organisme uji. Bila ekstrak sampel memiliki harga LC50 kurang dari atau sama dengan 1000 µg/ml, maka dikatakan toksik (Meyer et

al 2002 dalam Baraja 2008).

Umur Simpan

Menurut National Food Processor Association (1978), suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya jika kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan. Institute of Food Technologiest (1974) mendefinisikan umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, aroma, tekstur dan nilai gizi (Syarief et al 1989).

Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus.

Menurut Ellis (1994) diacu dalam Kusumaningrum (2002), penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk selama selang waktu tertentu. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut.


(24)

Menurut Syarief et al (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode akselerasi (ASS atau ASLT). Penentuan umur simpan produk dengan ESS adalah penentuan tanggal kadaluwasa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa (Herawati 2008). Metode ini sering digunakan untuk produk yang memiliki masa simpan kurang dari 3 bulan.

Labuza (1982) menyatakan penentuan umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated shelf life test, ASLT) dan selanjutnya dapat diprediksi umur simpan yang sebenarnya. Salah satu pendekatan untuk bahan berbasis kering adalah dengan cara meningkatkan kelembaban udara lingkungan penyimpanan hingga mencapai kadar air kritisnya. Pendekatan tersebut sangat mempengaruhi laju penyerapan air antara bahan dengan lingkungan. Laju penyerapan air oleh produk pangan dipengaruhi oleh tekanan uap air pada suhu uadar tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal, berat kering, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva sorpsi isothermis.

Kadar Air Bahan Pangan

Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, mikroba, kimiawi, sehingga menimbulkan perubahan sifat organoleptik, serta nilai gizinya. Air dalam bahan pangan dinyatakan dalam persentase kadar air, aw, atau RH. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Aktivitas air atau water activity (aw) adalah jumlah air bebas atau tidak terikat dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kelembaban relatif (RH) didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap jenuh suhu tertentu (Syarief et al 1993). Dalam keadaan setimbang,

 

Kadar air awal produk diukur dari produk yang baru diproses (freshly processed product). Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al 1989). RH yang berbeda akan menghasilkan kadar air kesetimbangan yang berbeda pula. RH yang dipilih adalah RH pada kondisi penyimpanan produk. Dari kondisi ini


(25)

ditentukan kadar air kesetimbangan (Mc) dan tekanan uap jenuh (Po) (Kusnandar 2006).

Kurva Sorpsi Isothermis

Secara alami, bahan pangan memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air dari atau ke udara. Secara umum sifat-sifat hidratasi digambarkan dengan kurva isothermis, yaitu kurva yang menunjukan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan (RHs) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu. Istiah sorpsi berarti penggabungan air ke dalam bahan pangan, apabila proses dengan bahan kering disebut absorpsi, sedangkan bahan basah disebut desorpsi. Bentuk kurva sorpsi isotermik adalah khas pada setiap bahan pangan, namun biasanya berbentuk sigmoid (menyerupai huruf s) (Syarief & Halid 1993).

Kadar Air Kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air bahan ketika tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami perubahan bobot produk. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara 3 kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mg/g untuk kondisi RH >90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk kondisi RH >90% (Lievonen dan Ross 2002 di dalam Adawiyah 2006). Jika kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan maka bahan tersebut akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari bahan pangan maka bahan akan menguapkan air yang dikandungnya (desorpsi) (Brooker et al 1992).

Permeabilitas Kemasan

Permeabilitas kemasan (k/x) adalah laju transmisi uap air dibagi dengan perbedaan tekanan uap air antar permukaan bahan. Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan (pengemas) selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH relatif konstan (ASTM 1980 dalam Fransisca 2010).

Kemasan yang digunakan untuk produk serbuk minuman FOS adalah metalized plastic, yang merupakan kombinasi antara aluminium foil dan plastik. Metalizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastic film dalam kondisi vakum. Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa lapisan alumunium foil berguna untuk memberikan


(26)

perlindungan terhadap gas, uap air, bau, dan sinar. Plastik yang melapisi alumunium foil pada kemasan metalized dapat meningkatkan penampilan dan mengurangi laju transmisi, serta melindungi produk dari cahaya (Brown 1992). Kemasan metalized plastic yang diukur dengan alat WVTR (Water Vapor Transmission Rate), memiliki permeabilitas kemasan (k/x) sebesar 0,0180 g/m2/hari/mmHg(Vitria 2010).


(27)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2010. Tempat yang digunakan pada penelitian ini antara lain Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan dan Laboratorium Analisis Kimia Fisik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Uji Biofarmaka (LUB), Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul ”Pengaruh Pemberian FOS terhadap Kadar Hormon Glukagon-Like Peptide-1 dan Glukosa Postpandrial Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”, yang dilakukan oleh mahasiswi S2 Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Pada penelitian tersebut, dilakukan intervensi produk serbuk minuman FOS selama 4 minggu kepada penyandang diabetes melitus tipe 2.

Penelitian ini meliputi dua aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan keamanan, serta pendugaan umur simpan (masa kadaluwarsa) produk.

Uji penyimpanan

Uji penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu dan kemanan produk selama 8 minggu, karena produk diberikan sebagai pemberian intervensi selama 4 minggu. Metode yang digunakan dalam uji penyimpanan adalah metode konvensional/ ESS (Extended Storage Studies), dimana sampel penelitian disimpan dalam lingkungan sebenarnya (kehidupan sehari-hari) selama selang waktu tertentu. Sampel penelitian diberikan dua perlakuan, yaitu waktu dan suhu penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu suhu kamar dan suhu rendah.

Uji terhadap pengaruh penyimpanan melipiuti mutu (organoleptik dan sifat kimiawi) serta keamanan (mikrobiologis dan tingkat toksisitas) produk. Tahapan penelitian ini disajikan dalam diagram alir pada gambar 2.


(28)

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Gambar 2 Diagram alir uji penyimpanan

Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada uji penyimpanan produk:

1. Pembuatan produk dan pengemasan

Bahan utama yang digunakan adalah produk serbuk minuman berbahan baku fruktooligosakarida (FOS). Formula yang digunakan dalam produk tersebut merupakan formula terpilih pada penelitian Puspita Dewi (2010), yang berjudul formulasi produk serbuk minuman berbahan dasar fruktooligosakarida (FOS) sebagai pangan fungsional rendah kalori. Hasil formula terpilih dapat dilihat pada lampiran 2.

Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram. Kemasan tersebut terdiri dari aluminium foil dengan 3 lapisan plastik, yaitu PET (polietilen) /VMET (vacum metalized) /LLDPE( linier low density polyetylene) dengan luas permukaan 6,2 x 9,5 x 2 cm2 per kemasannya.

Sampel

Dikemas dengan metalized plastic

Suhu kamar (Tk) antara 25-30 0C

Suhu rendah (Tr) antara10-13 0C

Penyimpanan selama 8 minggu

1. Analisis setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8), meliputi:

a. Uji organoleptik b. Analisis kimia

- Kadar air - Kadar abu

- Derajat keasaman (nilai pH) - Total gula

c. Analisis total mikroba (Total Plate Count) 2. Pengujian toksisitas setiap 4 minggu sekali


(29)

2. Penyimpanan

Setiap produk yang telah dikemas diberi kode sesuai dengan ulangan produk, perlakuan penyimpanan, titik penyimpanan, dan uji yang akan dilakukan.

Gambar 3 Produk serbuk minuman FOS

Produk dikelompokkan sesuai dengan suhu dan waktu penyimpanan, serta uji yang akan dilakukan. Produk kemudian disimpan dalam dua kantung (paper bag), dimana satu kantung ditempatkan dalam lemari penyimpanan biasa (suhu kamar) dengan suhu 25-30 0C, dan satu kantung lagi dalam lemari es (suhu rendah) dengan suhu 10-13 0C. Produk disimpan selama 8 minggu.

Gambar 4 Tempat penyimpanan, kulkas (sebelah kiri) dan lemari biasa (sebelah kanan)

3. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan oleh 15 orang panelis semi terlatih, yang terdiri dari uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Pada uji hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadi tentang kesan terhadap sifat sensoris sampel, meliputi warna, aroma, rasa, kekentalan, dan keseluruhan produk. Penilaian dilakukan menggunakan skala garis, yaitu bentuk garis lurus berarah yang diberi skala numerik dengan jarak yang sama. Skala garis terdiri dari angka 1 sampai dengan 9, dengan ketentuan 1 adalah amat sangat tidak suka, 2 adalah sangat tidak suka, 3 adalah tidak suka, 4 adalah suka, 5 adalah biasa, 6 adalah agak suka, 7 adalah suka, 8 adalah sangat suka, dan 9 adalah amat sangat suka.


(30)

Pada uji mutu hedonik, panelis diminta memberikan kesan terhadap warna, aroma, rasa, dan kekentalan sesuai dengan karakteristik pada minuman. Parameter warna berkisar antara amat sangat gelap hingga amat sangat cerah, aroma berkisar antara amat sangat tidak beraroma hingga amat sangat beraroma, rasa berkisar antara amat sangat tidak manis hingga amat sangat manis, kekentalan berkisar antara amat sangat encer hingga amat sangat kental. Format lembar pengisian nilai hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran 1.

4. Analisis Kimia

Analisis kimia dilakukan setiap 2 minggu sekali, sehingga total analisis adalah 5 kali selama penyimpanan (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8). Analisis kimia meliputi penetapan kadar air dengan metode oven, kadar abu dengan metode tanur, kadar gula total dengan metode refraktometer, pengukuran pH (derajat keasaman) dengan pH meter. Pada pengukuran kadar air, sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium dan dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang berat sampel setelah kering.

Analisis kadar abu dimulai dengan tahap pengarangan sampel dalam cawan porselen menggunakan pemanas, kemudian diabukan dalam tanur (suhu 5500C). Setelah pengabuan sempurna, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Nilai pH diukur menggunkaan alat pH meter. Sampel dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam gelas piala, kemudian diaduk dengan stirer. Pengukuran kadar gula dilakukan dengan melarutkan satu kemasan produk yaitu sebanyak 12 gram dalam 100 ml aquades hingga homogen menggunakan stirrer (pengaduk). Setelah itu dibaca menggunakan jenis alat ABBE-3L Refractometer.

5. Uji Mikrobiologis

Uji mikrobiologis yang dilakukan adalah pengujian total mikroba yang dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan (Plate Count Agar). Sepuluh gram sampel ditambah dengan 90 ml akuades steril, kemudian dihancurkan dengan menggunakan stomaker selama 1 menit. Setelah itu dibuat pengenceran 10-1 sampai 10-4 dengan penambahan larutan pengencer (BPW/Buffered Peptone Water). Pemupukan dilakukan dari 10-1 sampai 10-5 (tergantung jenis sampel) dengan cara metode tuang dengan menggunakan PCA. Diambil 1 ml dari


(31)

sampel tersebut dan ditambahkan medium PCA. Agar tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 2 hari, kemudian dilakukan penghitungan jumlah mikroba.

6. Uji Toksikologi

Metode uji yang digunakan adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan larva udang (arthemia salina leach) sebagai hewan uji. Prinsip metode ini adalah mengukur tingkat toksisitas sampel dengan menghitung jumlah kematian larva udang yang diintervensi. Langkah uji ini terdiri dari penetasan telur udang dan pengujian ekstrak produk kepada larva udang. Prosedur kerja dan perhitungan uji toksisitas dapat dilihat pada lampiran 5.

7. Rancangan Percobaan

Perlakuan yang diberikan adalah suhu tempat penyimpanan dan waktu penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan. Faktor perlakuan terdiri dari T1 (suhu kamar) dan T2 (suhu rendah). Faktor waktu meliputi M1 (minggu ke-0), M2 (minggu ke-2), M3 (minggu ke-4), M4 (minggu ke-6), dan M5 (minggu ke-8). Jika dikombinasikan terdapat 10 perlakuan (2 kali ulangan) dengan 20 unit percobaan.

Tabel 2 Rancangan perlakuan uji penyimpanan

Waktu (M) Suhu

Kamar (T1) Rendah (T2)

M1 M1T1 M1T2 M2 M2T1 M2T2 M3 M3T1 M3T2 M4 M4T1 M4T2 M5 M5T1 M5T2 Model matematika:

Yij = µ + αi + βj + (αβ) ij + єijn

i = perlakuan suhu tempat penyimpanan (Tk dan Tr) j = lama penyimpanan (0,2,4,6,dan 8 minggu)

n = ulangan

Yij = nilai pengamatan uji pada faktor T taraf ke-i faktor M taraf ke-j dan ulangan ke-n

µ =rataan umum jenis kemasan terhadap lama

penyimpanan


(32)

βj    =pengaruh lama penyimpanan

(αβ) ij  =pengaruh interaksi suhu penyimpanan dengan lama penyimpanan

єijn  =galat akibat pengaruh suhu penyimpanan dan lama penyimpanan

8. Analisis Data

Data hasil analisis diolah secara statistika dengan uji-uji yang relevan menggunakan software. Uji statistik yang digunakan adalah General Linier Model (GLM) untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan, suhu penyimpanan serta interaksi antara suhu penyimpanan dengan lama penyimpanan terhadap penilaian organoleptik, mutu kimia, total mikoba, dan tingkat toksisitas produk. Kemudian, dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan respon yang berbeda dan sama.

Pendugaan Umur Simpan

Minuman serbuk FOS ditentukan umur simpannya menggunakan metode percepatan/ ASLT (Accelerate Shelf Life Test) pendekatan kadar air krits. Umur simpan hingga produk mencapai kadar air kritis dapat dihitung menggunakan persamaan Labuza (1982) sebagai berikut:

Ts adalah waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari). Variabel yang digunakan dalam rumus tersebut terdiri dari kadar air awal produk (Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas uap air kemasan (k/x), luas permukaan kemasan (A), berat kering produk dalam kemasan (g), slope kurva sorpsi isothermis (b), dan tekanan uap jenuh (Po).

Alat yang digunakan pada penentuan kadar air kritis dan keseimbangan adalah inkubator, humadity chamber dan aluminium foil. Humidity chamber yang digunakan berupa toples yang terbuat dari kaca dengan tutup yang dibuat kedap udara. Dalam toples ditempatkan empat buah penyangga berbentuk kubus setinggi 10 cm, yang diatasnya terdapat alas berbentuk lingkaran berdiameter 7 cm. Alas tersebut digunakan untuk menempatkan cawan terbuat dari kertas


(33)

aluminium foil. Pada bagian dasar diisi dengan larutan garam jenuh, sehingga dalam chamber tercipta kelembaban (RH) tertentu.

Gambar 5 Humidity chamber

Kadar air awal diukur dengan metode oven biasa, dan dinyatakan dalam berat kering (% bk). Luas permukaan kemasan diukur menggunakan penggaris meliputi lebar dan panjang per kemasan produk. Data Kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, dan slope kurva isothermis diperoleh melalui 6 tahapan analisis, antara lain:

1. Penentuan kadar air kritis

Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al 1989). Penentuan kadar air kritis ini dilakukan dengan menyimpan serbuk minuman sebanyak ± 3 gram dalam cawan yang terbuat dari kertas aluminum. Kemudian ditempatkan dalam humidity chamber yang menciptakan kelemababan (RH) sangat besar. Lingkungan didalam toples dikondisikan memiliki RH sebesar 97% menggunakan larutan garam K2SO4. Larutan garam dimasukkkan kedalam toples hingga mengisi dasar

toples. Humidity chamber tersebut ditempatkan dalam inkubator dengan suhu 300C.

Sampel diuji mutunya secara hedonik setiap 6 jam sekali hingga tidak dapat diterima lagi, menggunakan panelis terbatas sebanyak 8 orang. Uji rating hedonik pada penentuan kadar air kritis ini terdiri dari 5 skala dari sangat tidak suka (1) sampai sangat suka (5). Setelah mencapai titk kritis, sampel diukur kadar airnya dengan metode oven.

2. Penentuan kadar air kesetimbangan

Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan mengkondisikan sampel pada beberapa larutan garam jenuh mulai dari larutan garam NaOH yang memiliki nilai RH 6,9% hingga K2SO4 dengan RH 97%.

Larutan garam dibuat hingga jenuh dengan perbandingan yang berbeda

Tutup Cawan berisi

sampel Gelas

/kaca Larutan


(34)

karena masing-masing jenis garam menghasilkan tingkat kejenuhan yang berbeda. Jenis garam yang digunakan dan nilai RH yang dihasilkan, disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan

No Jenis garam Jumlah (g) Air (ml) %RH

1 NaOH 60 100 6,9

2 KI 180 100 69

3 NaCl 50 100 75,5

4 KCl 50 100 84

5 BaCl2 60 100 90,3

6 KNO3 50 100 93

7 K2SO4 50 100 97

Sampel disimpan hingga mencapai berat konstan. Berat dikatakan konstan apabila selama 3 kali penimbangan berturut-turut menghasilkan selisih < 2 mg per gram sampel untuk garam dengan RH < 90% (NaOH, KI, NaCl, KCl) dan <10 mg per gram untuk garam dengan RH > 90% (BaCl2, KNO3, K2SO4). Semakin besar perbedaan nilai aw antara bahan

dan lingkungan maka akan semakin lama mencapai berat konstan. Sampel yang telah mencapai berat konstan pada RH tertentu, kemudian diukur kadar air kesetimbangan dengan metode oven biasa. Kadar air dinyatakan dalam basis kering (bk).

3. Penentuan kurva sorpsi isothermis

Kurva sorpsi isothermis dibuat seteleh ditentukan kadar air kesetimbangan sampel pada masing-masing RH. Kurva sorpsi dibuat dengan cara memplotkan nilai aw atau kelembaban relatif lingkungan (RH larutan garam jenuh) pada sumbu x dengan kadar air kesetimbangan pada sumbu y.

4. Penentuan model sorpsi isothermis (Chirife&Iglesias 1978)

Kurva Sorpsi juga dibuat dalam beberapa persamaan model yaitu model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Oswin dan Caurie. Persamaan yang dipilih dalam menentukan model sorpsi isothermis adalah persamaan-persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan, mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga, serta dapat digunakan pada jangkauan relatif yang lebar (0-90%) sehingga dapat mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isothermis. Modifikasi model-model sorpsi isothermis adalah sebagai berikut:


(35)

 

Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b

Log [ ln(1/aw)] = log P(1) – log P(2) Dimana: y = Log [ ln(1/aw)] x = log Me a = log P(1) b = -P(2) 2) Persamaan Chen-Clayton

 

Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b

Ln [ ln(1/aw) ] =ln P(1) – P(2) Me Dimana: y = ln [ ln(1/aw) ] x = Me

a = ln P(1) b = -P(2) 3) Persamaan Henderson

1 – aw = exp [ - KMen]

Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b

Log [ ln(1/(1-aw))] = log K + nlog Me Dimana: y = Log [ ln(1/(1-aw))] x = log Me a = log K b = n 4) Persamaan Caurie

Ln Me = ln P(1) – P(2)aw Dimana: y = ln Me x = aw a = ln P(1) b = P(2) 5) Persamaan Oswin

Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam bentuk umum: y = ax+b

Ln Me = ln P(1) + P(2) ln [aw/(1-aw)] Dimana: y = ln Me x = ln [aw/(1-aw)]


(36)

5. Uji Ketepatan Model (Isse et al 1983)

Uji ketepatan model dilakukan dengan menghitung nilai Mean Relatif Determination (MRD) pada setiap persamaan. Nilai MRD digunakan untuk mengetahui model persamaan yang paling tepat atau mendekati persamaan sorpsi isothermis. Rumus MRD adalah sebagai berikut:

Dimana: mi = kadar air hasil percobaan mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) , model sorpsi isotermis pada persamaan tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Jika nilai menunjukkan 5<MRD<10, maka model tersebut agak tepat. Jika nilai MRD>10 maka model tersebut tidak tepat mengggambarkan sorpsi isothermis yang sebenarnya.

6. Penentuan kemiringan kurva (slope)

Kemiringan kurva ditentukan dari nilai b pada persamaan regresi linier dalam kurva model sorpsi isothermis yang terpilih berdasarkan nilai MRD. Kurva regresi linier dibuat dari titik kadar air awal sampai titik kadar air kritis.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Sifat Organoleptik Warna

Nilai rata-rata penilaian kesukaan (hedonik) terhadap parameter warna minuman berbahan baku FOS berkisar antara 5,4 - 6,0, sedangkan penilaian tingkat kecerahan (mutu hedonik) antara skala 4,5 - 6,0. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk pada skala biasa (suka tidak, tidak suka pun tidak) sampai agak suka dengan mutu warna agak tidak cerah sampai agak cerah.

Rata-rata penilaian tingkat kesukaan dan kecerahan minuman antar waktu penyimpanan menunjukkan tren yang sama. Penilaian tingkat kesukaan semakin meningkat, namun sedikit menurun pada penyimpanan minggu terakhir (ke-8). Hal yang sama juga terjadi pada tingkat kecerahan produk. Semakin lama waktu penyimpanan maka penilaian tingkat kecerahannya juga semakin meningkat, kemudian menurunan pada minggu ke-8. Oleh karena itu, penilaian kecerahan berbanding lurus dengan penilaian kesukaan panelis terhadap warna minuman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cerah warna minuman, panelis juga semakin suka.

Tabel 4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan

Suhu

Minggu ke-

0 2 4 6 8 Hedonik Kamar (Tk) 5,3 5,8 5,9 5,9 5,5

Rendah (Tr) 5,3 5,9 5,6 6,0 5,8 Mutu

Hedonik

Kamar (Tk) 4,5 a 5,7 bc 5,9 bc 6,1 c 5,7bc Rendah (Tr) 4,5 a 5,3 b 5,6 bc 6,0 bc 6,0 bc keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kecerahan, namun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tingkat kesukaan warna. Semakin lama waktu penyimpanan, penilaian panelis terhadap tingkat kecerahan minuman semakin meningkat. Tingkat kecerahan produk pada minggu ke-0 berbeda nyata dengan minggu ke-2,4,6 dan 8, dan minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-6. Perlakuan suhu kamar (Tk) dan suhu rendah (Tr) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kecerahan maupun kesukaan warna produk.


(38)

Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna

Aroma

Peranan aroma dalam bahan makanan sangat penting, karena aroma merupakan indeks mutu yang menentukan penerimaan konsumen (Winarno 1980). Kelelehan daya cium terhadap bau (fatigue of odor) terjadi dengan cepat, sehingga penilaian terhadap aroma sangat sensitif untuk berubah.

Penilaian panelis terhadap kesukaan dan tingkat aroma minuman berada pada rentang yang hampir sama. Rata-rata penilaian kesukaan aroma adalah agak suka (5,9 - 6,2), sedangkan penilaian tingkat aroma minuman adalah agak beraroma (5,6 - 6,2). Nilai rataan tingkat kesukaan dan aroma minuman paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, baik pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu rendah yaitu 6,2 (agak suka dengan warna yang agak cerah). Namun, penilaian cenderung mengalami penurunan pada minggu selanjutnya.

Tabel 5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan

Suhu

Minggu ke-

0 2 4 6 8

Hedonik Tk 6,1 6,2 5,6 5,9 6

Tr 6,1 6,2 6,2 5,9 5,9

Mutu Hedonik Tk 5,7 6,2 5,6 5,5 6,2

Tr 5,7 6,2 6,2 5,7 6,1

Perubahan tingkat aroma minuman selama penyimpanan disebabkan karena senyawa volatile (mudah menguap) yang terdapat pada bahan sintetis yang ditambahkan. Flavor powder yang digunakan adalah bahan sintesis (buatan) dengan bahan dasar amil asetat yang bersifat mudah menguap. Menurut Delarue et al (2006), dalam bentuk larutan, mono atau disakarida berinteraksi dengan molekul air yang dapat mempengaruhi beberapa senyawa yang memberikan aroma (flavor). Gugus hidroksil pada senyawa mono atau disakarida sangat larut dalam air. Semakin banyak gugus hidroksil yang larut


(39)

dalam air, maka air dalam bahan pangan untuk mengikat senyawa flavor semakin kecil. Oleh karena itu, terjadinya perubahan sifat kimia, seperti kadar air dan total gula terlarut dapat memicu perubahan pada tingkat aroma minuman.

Faktor pengemasan sangat mempengaruhi kondisi bahan yang ada didalamnya. Jenis kemasan yang kedap udara dapat mencegah penguapan flavor dalam bahan. Selain itu, saat proses produksi perlu dipastikan pengemasan dilakukan dengan baik agar tidak mengalami kebocoran pada kemasan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan aroma maupun tingkat aroma minuman.

Gambar 7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma

Rasa

Rasa merupakan penilaian sensori sebagai respon dari stimulasi lidah yang merasakan. Molekul mono atau disakarida, selain mempengaruhi flavor, juga secara alami memberikan rasa manis pada bahan pangan. Bahan baku FOS memilki tingkat kemanisan hanya 35% dari gula sukrosa. Oleh karena itu, ditambahkan pemanis buatan berupa sukralosa yang memiliki kemanisan tinggi (setara dengan 600 gram sukrosa).

Tingkat kemanisan sangat berhubungan dengan sifat kimia produk yaitu total gula terlarut. Semakin turun jumlah gula pada bahan pangan, maka kemungkinan semakin turunnya tingkat kemanisan minuman pun dapat terjadi. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa minuman FOS berkisar antara agak suka sampai suka (5,6 – 6,5), sedangkan tingkat kemanisan minuman adalah manis (6,5 - 6,8). Penilaian kesukaan panelis terhadap rasa minuman meningkat hingga minggu ke-4, kemudian semakin turun pada minggu ke-6 dan 8.


(40)

Tabel 6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan

Suhu

Minggu ke-

0 2 4 6 8

Hedonik Tk 5,7

ab

5,7 ab 6,4 bc 6,3 abc 5,8 ab Tr 5,7 ab 6,0 abc 6,6 c 6,4 bc 5,5 a Mutu

Hedonik

Tk 6,6 6,5 6,4 6,9 6,7

Tr 6,6 6,9 6,6 6,7 6,7

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis, Semakin lama waktu penyimpanan, nilai rata-rata tingkat kesukaan rasa minuman cenderung mengalami peningkatan hingga aminggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat kemanisan minuman yang dinilai oleh panelis semakin manis. Semakin manis rasa minuman, panelis pun semakin suka.

Penurunan nilai kesukaan dapat terjadi karena adanya after taste yang terasa pada minuman. Bahan Sukralosa yang ditambahkan dapat menimbulkan rasa pahit pada pangkal lidah. Bahan tambahan lain yang juga menghasilkan rasa adalah garam (asin). Menurut Winarno (1980), adanya komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen primer. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya peningkatan atau penurunan rasa.

Hasil uji statistik menunjukkan waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kemanisan minuman FOS. Nilai kesukaan rasa minggu ke-0 dan 8 berbeda nyata dengan minggu ke-4 dan 6, dan pada minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-4. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kesukaan rasa dan kemanisan minuman FOS.


(41)

Kekentalan

Tekstur kental yang dihasilkan berasal dari bahan pengental pada minuman. Bahan pengental (stabilizer) yang digunakan adalah xanthan gum. Jumlah xanthan gum yang ditambahkan pada formula minuman ini sebesar 0,005% atau 0,01 gram. Penilaian hedonik kekentalan minuman FOS yaitu agak suka (5,7-6,1), sedangkan nillai rata-rata tingkat kekentalan berkisar antara 4,7 sampai 5,2 yaitu biasa (tidak kental tidak dan kental juga tidak). Nilai kesukaan paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, sebesar 6,1 (agak suka) dengan nilai tingkat kekentalan pada skala 5 (biasa). Hal tersebut menunjukkan panelis lebih suka dengan tekstur yang kental tidak, encer pun tidak. Penilaian tingkat kekentalan minuman cenderung mengalami peningkatan hingga minggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya.

Tabel 7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan

Suhu

Minggu ke-

0 2 4 6 8

Hedonik Tk 5,7

abc

6,1 c 5,3 ab 5,9 bc 5,7 abc Tr 5,7 abc 6,0 bc 5,2a 6,0 bc 6,2 c Mutu

Hedonik

Tk 4,7 5,0 5,3 4,8 4,7

Tr 4,7 5,1 5,2 4,8 4,7

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian hedonik kekentalan. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan produk cenderung semakin meningkat. Menurut Winarno (1980), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan berpengaruh terhadap cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Penilaian hedonik terendah terjadi pada minggu ke-4, dimana nilainya berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 6, dan 8. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa akan berkurang. Jika dilihat dari penilaian tingkat kekentalan pada minggu ke-4 (tabel 7) adalah nilai tertinggi selama penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan semakin kental minuman, penilaian hedonik terhadap kekentalan minuman cenderung tidak suka.

Waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kekentalan minuman FOS. Hal tersebut dikarenakan xanthan gum membentuk gel yang relatif stabil bahkan jika bereaksi dengan asam. Namun, perubahan kadar air produk juga dapat mempengaruhi kekentalan minuman. Semakin tingginya kadar air produk akan menyebabkan kekentalan minuman semakin


(42)

turun (semakin encer). Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai hedonik dan mutu hedonik kekentalan minuman FOS.

Gambar 9 Grafik perubahan penilaian kekentalan

Keseluruhan

Nilai rata-rata penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman FOS berkisar antara 5,8 sampai 6,2 (agak suka). Hal tersebut terlihat pada penilaian hedonik warna, aroma, rasa, dan kekentalan yang juga berkisar antara agak suka hingga suka. Oleh karena itu, mutu organoleptik produk minuman FOS masih dapat diterima selama 8 minggu penyimpanan, karena berada pada skala suka.

Tabel 8 Nilai rata-rata penilaian keseluruhan produk selama penyimpanan

Perlakuan Suhu Minggu ke-

0 2 4 6 8

Tk 6,1 6,1 5,9 6,3 6,0

Tr 6,1 6,2 5,7 6,1 5,9

Waktu dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan panelis terhadap keseluruhan produk.


(43)

Perubahan Sifat Kimia Kadar Air

Menurut Rollet (1996), kadar air adalah pengukuran hasil dan kuantitas dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai ekonomi, stabilitas, dan kualitas dari produk makanan. Inulin sebagai bahan dasar pembuatan FOS merupakan bahan yang bersifat higroskopis (dapat menyerap air dari udara sekeliling, dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara), sehingga dalam proses penyimpanannya harus sangat diperhatikan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan, dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air berat kering adalah air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan.

Menurut Troller (1978), Kadar air akan semakin meningkat seiring dengan waktu penyimpanan, yang merupakan salah satu indikator kerusakan pada bahan pangan. Perubahan kadar air yang tinggi berakibat pada stabilitas makanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam hal kemasan dan penyimpanan makanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama penyimpanan 8 minggu berkisar antara 2,46% sampai 4,41% berat kering (bk). Tabel 9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan

Penyimpanan minggu ke-

Perlakuan suhu

Tk Tr

0 2,46 a 2,46 a

2 2,66 a 2,48 a

4 4,35 cd 3,87 bcd

6 4,23 cd 4,41 d

8 3,81 bc 3,54 b

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Kadar air tertinggi terjadi pada penyimpanan minggu ke-6 dengan suhu rendah (4,41%bk), kemudian terjadi penurunan pada minggu ke-8. Kadar air produk yang disimpan pada suhu rendah lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada suhu kamar. Hal tersebut terjadi karena kemasan yang digunakan tidak vakum (masih terdapat udara dalam kemasan). Udara yang jenuh dalam kemasan kemudian mengalami kondensasi (berubah menjadi uap air) dan menempel pada kemasan. Uap air yang jenuh tersebut kemudian jatuh kedalam bahan, dan mengakibatkan perubahan kadar air. Namun, terdapat perbedaan pencapaian kadar air tertinggi antara penyimpanan suhu kamar dan es, dimana produk lebih cepat mengalami kadar air tertinggi pada penyimpanan suhu kamar.


(44)

Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi kelembaban udara yang akan berakibat pada kadar air produk. Suhu kamar yang cenderung lebih tinggi (25-30

0C) membuat udara disekitar menjadi lebih lembab. Jika kelembaban udara (RH)

lingkungan/udara lebih besar daripada RH produk, maka akan terjadi absorpsi (penyerapan uap air udara ke bahan). Absorpi pada minuman serbuk berbahan baku FOS yang disimpan dalam suhu kamar ternyata lebih cepat dibandingkan dengan suhu rendah.

Gambar 11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS

Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada kadar air serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar air produk cendrung semakin meningkat. Peningkatan kadar air seiring waktu penyimpanan dapat terjadi akibat dari aktivitas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karena salah satu hasil metabolisme mikroba adalah H20 (air). Kadar air minggu

ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6, dan 8, sedangkan minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air produk.

Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses oksidasi sempurna pada suhu tinggi (biasanya 500-600 0C) melewati proses penguapan dari material organik. Residu organik yang terukur dapat berupa mineral, bahan logam, ataupun bahan pengisi dalam bahan pangan. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari produk makanan. Hal ini sangat membantu tidak hanya untuk mengkuantifikasi total abu melainkan juga kadar abu, dan proporsidari abu tidak larut asam (Rollet 1996).


(45)

Kadar abu minuman serbuk berbahan baku FOS selama penyimpanan berkisar antara 1,74% sampai 2,28 %bk. Persentase kadar abu tertinggi terjadi pada minggu ke-6 dengan suhu rendah (2,28 %bk).

Tabel 10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan

Minggu ke- Perlakuan suhu

Tk Tr

0 2,01 abc 2,01 abc

2 2,28 c 2,22 bc

4 2,26 bc 2,19 bc

6 1,74 a 2,28 c 8 1,91 ab 1,90 ab keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) pada kadar abu serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar abu produk cenderung menurun. Kadar abu minggu ke-8 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,4, dan 6. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) pada kadar abu produk.

Gambar 12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS

Total Gula

Menurut Apriyanto et al (1989), total gula merupakan jumlah dari keseluruhan gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya. Mengingat karakteristik minuman yang berbahan dasar hampir seluruhnya adalah gula (fruktooligosakarida), sehingga perlu diuji total gula yang terlarut selama penyimpanan 8 minggu. Kadar total gula minuman FOS selama peyimpanan berkisar antara 88,84 % hingga 92,32%. Total gula tertinggi terjadi pada minggu ke-0, yaitu 92,32%, kemudian semakin menurun pada minggu berikutnya.


(46)

Tabel 11 Rata-rata total gula selama penyimpanan Penyimpanan

Minggu ke-

Perlakuan suhu

Tk Tr

0 92,32 92,32

2 88,77 88,90

4 89,94 90,24

6 89,00 89,63

8 90,00 88,75

Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap total gula serbuk minuman FOS.

Gambar 13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS

Derajat Keasaman (pH)

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah kadar total asam pada bahan. Hasil penguraian asam-asam organik pada bahan pangan adalah CO2 dan H2O, sehingga konsentrasi H+ (berasal dari asam

organik) menjadi berkurang. Berkurangnya konsentrasi ion H+ menyebabkan pH naik. Menurut teori Archenius, semakin banyak ion H+ maka semakin besar konsentrasi H+ [H+] sehingga pH semakin rendah (Anjani 2003). Menurut Hayes dan Forsythe (1998), produk yang berbahan dasar fruktooligosakarida atau jenis karbohidrat lain cenderung memproduksi asam (H+) pada perubahan sifat kimia. Salah satu jenis mikroba seperti lactobacilli memecah karbohidrat dan menghasilkan asam laktat yang berakibat pada turunnya nilai pH.

Rata-rata tingkat keasaman minuman serbuk FOS berkisar antara 6,17% sampai dengan 6,57%. Nilai pH tertinggi terjadi pada minggu ke-0 (6,57%), dan semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi asam semakin meningkat, yang menandakan terjadi pemecahan komponen karbohidrat oleh mikroorganisme. Hasil sampingan dari pemecahan tersebut adalah H2O, sehingga kadar air produk pun semakin


(47)

meningkat seiring dengan penurunan nilai pH. Grafik kadar air dapat dilihat pada gambar 11.

Tabel 12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan Penyimpanan

minggu ke-

Perlakuan suhu

Tk Tr

0 6,57 c 6,57 c

2 6,51 c 6,51 c

4 6,36 b 6,23 a

6 6,18 a 6,15 a

8 6,16 a 6,23 a

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai pH produk serbuk minuman FOS. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai pH cenderung mengalami penurunan (konsentrasi asam meningkat). Nilai pH minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6 dan 8. Nilai pH minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai pH produk.

Gambar 14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS

Perubahan Total Mikroba

Keberadaan atau cemaran mikroba yang mengkontaminasi bahan pangan merupakan parameter utama dalam keamanan pangan. Menurut Hayes (1998), mikroba dapat tumbuh dalam makanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung antara lain keberadaan zat gizi, kelembaban, ketersediaan oksigen, potensial redoks, pH, dan inhibitor. Pengujian dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per gram.

Rata-rata jumlah mikroba selama 8 minggu penyimpanan sangat sedikit yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Hasil total mikroba serbuk


(1)

Lampiran 31 Hasil pengukuran kadar air kritis

No

Jenis

sampel

Berat

aluvo

Berat

sampel

Berat

aluvo+sampel

(30 jam)

Berat

aluvo+sampel

kering

(di oven)

Berat

sampel

basah

(30 jam)

Berat

sampel

kering

% bk

1 FOS1a 1,0952 3,0279

5,5287

4,1186

4,4335 3,0234

46,63954

2 FOS1b 1,0679 3,05

5,2969

4,1295

4,229 3,0616

38,13039

42,38497

3 FOS2a 1,088 3,1152

5,631

4,211

4,543 3,123

45,4691

4 FOS2b

1,0398 3,0899

5,4866

4,1227

4,4468 3,0829

44,24081

44,85496

rata-rata 43,61996

Lampiran 32 Hasil penimbangan sampel air kesetimbangan ( minggu ke-1 sd 10)

No Jenis garam %Rh

Berat (g) Hari ke- Aluvo Sampel

awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 NaOH 6,9

2,432 5,136 7,567 7,531 7,519 7,527 7,512 7,515 7,511 7,508 7,513 7,510 selisih penimbangan -0,036 -0,013 -0,036 -0,013 0,009 -0,015 0,003 -0,004 -0,004 selisih /gram sampel -0,007 -0,002 -0,007 -0,002 0,002 -0,003 0,001 -0,001 -0,001

2 KI 69

2,478 5,149 7,626 8,001 8,143 8,217 8,277 8,316 8,336 8,363 8,374 8,385 selisih penimbangan 0,3744 0,1422 0,374 0,142 0,075 0,060 0,039 0,020 0,028 selisih /gram sampel 0,073 0,028 0,073 0,028 0,014 0,012 0,008 0,004 0,005

3 NaCl 75,5

2,46 5,189 7,649 8,209 8,419 8,507 8,604 8,641 8,658 8,705 8,708 8,723 selisih penimbangan 0,5596 0,2098 0,560 0,210 0,088 0,097 0,038 0,017 0,048 selisih /gram sampel 0,108 0,040 0,108 0,040 0,017 0,019 0,007 0,003 0,009

4 KCl 84

2,476 5,391 7,867 8,607 8,988 9,138 9,315 9,379 9,425 9,453 9,428 9,463 selisih penimbangan 0,7403 0,381 0,740 0,381 0,149 0,178 0,063 0,046 0,028 selisih /gram sampel 0,137 0,071 0,137 0,071 0,028 0,033 0,012 0,009 0,005

5 BaCl 90,3

2,507 5,177 7,684 8,667 9,174 9,395 9,663 9,781 9,764 9,930 9,924 9,905 selisih penimbangan 0,9832 0,5074 0,983 0,507 0,221 0,267 0,118 -0,017 0,166 selisih /gram sampel 0,190 0,098 0,190 0,098 0,043 0,052 0,023 -0,003 0,032

6 KNO3 93

2,515 5,066 7,581 8,816 9,281 9,433 9,560 9,664 9,741 9,929 9,911 9,929 selisih penimbangan 1,235 0,4653 1,235 0,465 0,151 0,127 0,105 0,076 0,188 selisih /gram sampel 0,244 0,092 0,244 0,092 0,030 0,025 0,021 0,015 0,037

7 K2SO4 97

2,500 5,302 7,802 8,893 9,640 10,052 10,336 10,516 10,621 10,912 11,047 11,253 selisih penimbangan 1,091 0,7467 1,091 0,747 0,412 0,284 0,180 0,105 0,291 selisih /gram sampel 0,206 0,141 0,206 0,141 0,078 0,054 0,034 0,020 0,055


(2)

Lampiran 33

Hasil penimbangan air kesetimbangan (mingggu ke-11 sd 19)

No Jenis garam %Rh

berat (g) hari

ke-

aluvo Sampel

awal 11 12 13 14 15 16 17 18 19

1 NaOH 6,9

2,432 5,136 7,508 7,510 7,505 7,520 selisih penimbangan -0,002 -0,002 0,002 -0,005 0,014 selisih /gram sampel 0,000 0,000 0,000 -0,001 0,003

2 KI 69

2,478 5,149 8,385 8,386 8,399 8,391 selisih penimbangan 0,000 0,000 0,001 0,013 -0,008 selisih /gram sampel 0,000 0,000 0,000 0,002 -0,001

3 NaCl 75,5

2,46 5,189 8,730 8,729 8,739 8,715 selisih penimbangan 0,007 0,007 -0,001 0,010 -0,025 selisih /gram sampel 0,001 0,001 0,000 0,002 -0,005

4 KCl 84

2,476 5,391 9,502 9,526 9,558 9,537 9,530 selisih penimbangan 0,039 0,039 0,024 0,032 -0,022 -0,006 selisih /gram sampel 0,007 0,007 0,004 0,006 -0,004 -0,001

5 BaCl 90,3

2,507 5,177 9,942 9,924 9,948 9,978 selisih penimbangan 0,036 0,036 -0,018 0,024 0,030 selisih /gram sampel 0,007 0,007 -0,003 0,005 0,006

6 KNO3 93

2,515 5,066 9,957 9,975 9,981 9,977 selisih penimbangan 0,029 0,029 0,018 0,006 -0,004 selisih /gram sampel 0,006 0,006 0,003 0,001 -0,001

7 K2SO4 97

2,500 5,302 11,457 11,602 11,712 11,768 11,867 11,974 12,045 12,087 12,153 selisih penimbangan 0,204 0,204 0,145 0,109 0,057 0,098 0,108 0,071 0,042 selisih /gram sampel 0,039 0,039 0,027 0,021 0,011 0,019 0,020 0,013 0,008

Lampiran 34 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan

N

o

Jenis

garam

%Rh

Aluvo

(A)

Sampel

awal

(So)

A+

So

A+So

setelah

setimbang

Berat

sampel

setelah

setimbang

(S1)

A+S1

setelah

oven

berat

kering

kehila

-ngan

berat

% bb

%bk

1 NaOH

6,9

2,43

5,14 7,57

7,52

5,09 7,31

4,88

0,21 4,06 4,23

2 KI

69

2,48

5,15 7,63

8,39

5,91 7,64

5,16

0,75

12,74

14,60

3 NaCl

75,5 2,46

5,19 7,65

8,71

6,25 7,72

5,26

1,00 15,95 18,98

4 KCl

84

2,48

5,39 7,87

9,53

7,05 7,95

5,47

1,58

22,46

28,97

5 BaCl

90,3 2,51

5,18 7,68

9,98

7,47 7,73

5,22

2,25 30,09 43,04

6 KNO3 93

2,52

5,07

7,58 9,98

7,46 7,66

5,15

2,31

30,99

44,91


(3)

Lampiran 35 Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis

produk minuman serbuk FOS (model persamaan Hasley)

No

Jenis garam

aw

Me percobaan

x=log Me

y=log(ln(1/aw))

1 NaOH

0,07

0,04

-1,37

0,43

2 KI

0,69

0,15

-0,84

-0,43

3

NaCl 0,76

0,19 -0,72 -0,55

4 KCl

0,84

0,29

-0,54

-0,76

5 BaCl

0,90

0,43

-0,37

-0,99

6 KNO3

0,93

0,45

-0,35

-1,14

7 K2SO4

0,97

0,83

-0,08

-1,52

Model persamaan Hasley :

Y = a + bx

log (ln(1/aw))= -1,604 - 1,471 log Me

maka, a = 1,604 dan b = - 1,471

x = (y + a)/ b

Perhitungan air kesetimbangan (Me) menggunakan model persamaan Hasley:

log Me = (log (ln(1/aw)) + 1,604)/ (-1,471)

log Me = (log (ln(1/0,07)) + 1,604)/ (-1,471)

log Me = - 1,38

Me = 0,04

Aw

Me percobaan

Me model Hasley

0,07 0,04

0,04

0,69 0,15

0,16

0,76 0,19

0,19

0,84 0,29

0,27

0,90 0,43

0,38

0,93 0,45

0,48


(4)

Lampiran 36 Kurva sorpsi isothermis model persamaan

Kurva model Hasley

Kurva model Chen- Clayton

Kurva model Henderson

Kurva model Caurie


(5)

Lampiran 37 Contoh perhitungan nilai MRD (model persamaan Hasley)

Aw

Mi mpi (mi-mpi)/mi

0,07 0,04 0,04

0,02

0,02

0,69 0,15 0,16

-0,09

0,09

0,76 0,19 0,19

-0,01

0,01

0,84 0,29 0,27

0,08

0,08

0,90 0,43 0,38

0,11

0,11

0,93 0,45 0,48

-0,08

0,08

0,97 0,83 0,87

-0,05

0,05

0,44

Nilai MRD

6,22

 

MRD = 6,22

Lampiran 38 Penentuan Nilai b (slope)

Aw (sumbu x)

Mi (sumbu y)

0,07

0,04

0,69

0,15

0,76

0,19

0,84

0,29

0,90

0,43

0,93

0,45

Persamaan yang dihasilkan adalah y = 0,421x – 0,035 dimana y = a + bx,

sehingga nilai b didapat sebesar 0,421.


(6)

Lampiran 39

Perhitungan umur simpan minuman serbuk FOS