Keragaman Segregan F2 Padi (Oryza Sativa L.) Di Lahan Kering

KERAGAAN SEGREGAN F2 PADI (Oryza sativa L.) DI LAHAN
KERING

BENNI SITUMORANG

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keragaman Segregan
F2 Padi (Oryza sativa L.) di Lahan Kering” adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Desember 2015

Benni Situmorang
NIM A24110033

________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penilitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
BENNI SITUMORANG. Keragaman Segregan F2 Padi (Oryza sativa L.) di Lahan
Kering. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan HAJRIAL ASWIDINNOOR.
Penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan terjangkau harus menjadi
prioritas pembangunan nasional. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan penduduk
yang sangat cepat dengan laju konsumsi beras melebihi rata-rata tingkat konsumsi
dunia. Produksi beras nasional mengalami penurunan sebesar 0.45 juta ton pada
tahun 2014 dari tahun sebelumnya sehingga diperlukan strategi untuk
meningkatkan produksi beras nasional yang masih berfluktuasi. Varietas unggul
yang berdaya hasil tinggi hasil pemuliaan diharapkan mampu menjadi teknologi

kunci untuk meningkatkan produktivitas padi nasional. Penelitian ini bertujuan
untuk menduga keragaman genetik, skewness dan kurtosis, nilai heritabilitas arti
luas, koefisien keragaman genetik, dan koefisien korelasi antar karakter dua
populasi F2 padi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB
pada November 2014 hingga April 2015. Percobaan dilakukan pada lahan kering
dengan menanam dua populasi F2 hasil persilangan IR64 x Situ Patenggang dan
IR64 x Mekongga. Nilai duga heritabilitas dan koefisien keragaman genetik
memiliki nilai yang berbeda-beda pada kedua persilangan. Jumlah anakan 45 HST,
jumlah gabah bernas malai-1, jumlah gabah hampa malai-1 , bobot 100 butir dan
jumlah gabah total tanaman-1 memiliki nilai KKG dan heritabilitas yang luas hingga
sedang. Deteksi segregan transgresif dilakukan dengan seleksi langsung
berdasarkan satu karakter seleksi, yaitu jumlah gabah bernas malai -1. Terdapat 128
individu hasil seleksi berdasarkan satu karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan 132 individu pada persilangan IR64 x Mekongga.
Kata kunci: heritabilitas, keragaman genetik, produktivitas, segregan transgresif,
seleksi

ABSTRACT
BENNI SITUMORANG. Segregant Diversity of F2 Rice (Oryza sativa L) on Dry
Land. Supervised by DESTA WIRNAS and HAJRIAL ASWIDINNOOR.

Food sufficiency is a priority of national development. This is due to the
population growth is very high with the rate of rice consumption exceeds the
average world consumption. Indonesian rice production actually decreased by 0.45
million tonnes in 2014. It is needed strategies to increase national rice production.
High-yielding varieties are expected to become a key of technology to increase
national rice production. This study was aimed to estimate genes action, broad sense
heritability, coefficient of genetic variability, and the correlation coefficient of two
F2 rice populations. The experiment was conducted at the experimental Leuwikopo
IPB in November 2014 until April 2015. Experiments conducted on dry land by
planting two F2 populations from crosses IR64 x Situ Patenggang and IR64 x
Mekongga. There are differences in heritability estimates and coefficient of genetic
variability in both crosses. Number of tillers 45 HST, the number of pithy grain
panicle-1, the number of empty grain panicle-1, weight of 100 grains and grain total
number plant -1 have a wide to moderate of KKG and heritability. Segregant
transgressive detection is done by direct selection based on one characters, that is
the number of pithy grain panicle -1. There are 128 individuals results of the
selection based on one characters from IR64 x Situ Patenggang and there are 132
indiviuals from IR64 x Mekongga.

Keywords: genetic variability, heritability, productivity, segregant transgressive,

selection

KERAGAMAN SEGREGAN F2 PADI (Oryza sativa L.) DI
LAHAN KERING

BENNI SITUMORANG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Keragaman Segregan F2 Padi (Oryza sativa L.) di Lahan Kering

Nama
: Benni Situmorang
NIM
: A24110033

Disetujui oleh

Dr Desta Wirnas, SP, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sugiyanta, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Keragaman Segregan F2 Padi (Oryza Sativa) di Lahan Kering”.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menduga keragaman genetik
beberapa persilangan padi. Penelitian ini berlangsung sejak bulan November 2014
hingga bulan April 2015 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Desta Wirnas, SP MSi
selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi dan Bapak Dr
Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan dan saran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi
ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga atas dukungannya baik dalam bentuk moral, materi, serta doa. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberi saran, semangat dan motivasi kepada penulis dan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan penuh selama penyusunan
skripsi ini. Harapannya, hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Bogor, Desember 2015


Benni Situmorang

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Pemuliaan Tanaman Padi
Segregan Transgresif
Pendugaan Parameter Genetik
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Nilai Tengah antar Karakter
Pendugaan Aksi Gen Berdasarkan Persebaran Populasi F2
Heritabilitas
Analisis Korelasi antar Karakter
Seleksi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viiii
viii
viiii
viii
1
1
2

2
2
3
4
4
5
5
5
5
6
7
7
7
9
10
13
15
19
19
19

20
24
27

DAFTAR TABEL
1 Nilai tengah dan simpangan baku setiap karakter persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga
2 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64 x
Situ Patenggang melalui analisis skewness dan kurtosis
3 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64 x
Mekongga melalui analisis skewness dan kurtosis
4 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Situ Patenggang
5 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Mekongga
6 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang
7 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Mekongga
8 Karakteristik jumlah gabah bernas malai-1 dua populasi F2 persilangan padi
9 Individu F2 yang diduga segregan transgresif persilangan IR64 x Situ

Patenggang berdasarkan satu karakter
10 Individu F2 yang diduga segregan transgresif persilangan IR64 x Mekongga
berdasarkan satu karakter
11 Diferensial seleksi dua populasi persilangan padi berdasarkan karakter
jumlah gabah bernas malai-1

8
9
10
12
12
14
14
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data varietas tanaman padi
24
2 Data iklim bulanan bulan November 2014 – Maret 2015
26
3 Alur pendugaan aksi gen dengan analisis skewness dan kurtosis (Jambormias
2014)
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah ketahanan pangan saat ini menjadi isu global dan menjadi agenda
utama di seluruh negara sebagai akibat adanya penyusutan lahan pertanian,
perubahan iklim global, dan pertambahan penduduk. Menurut data BPS (2010),
jumlah penduduk indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dan akan terus meningkat
hingga tahun 2025 yang diproyeksikan mencapai 300 juta jiwa sehingga
penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan terjangkau harus
menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Hal ini disebabkan beras adalah
makanan pokok lebih dari 95% penduduk indonesia dengan laju konsumsi sebesar
136 kg kapita-1 tahun-1 melebihi rata-rata tingkat konsumsi dunia 60 kg kapita -1
tahun-1. Produksi padi Indonesia pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar
0,45 juta ton atau 0,63% dari tahun 2013, yaitu dari 71,28 juta ton gabah kering
giling (GKG) menjadi 70,83 juta ton GKG (BPS 2015).
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode sistematik yang dilakukan
untuk merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Varietas unggul hasil pemuliaan tanaman diharapkan mampu
menjadi salah satu teknologi kunci dalam peningkatan produktivitas padi
(Sadimantara et al. 2013). Keragaman genetik dapat diperluas dengan persilangan
atau hibridisasi, yaitu menggabungkan karakter-karakter yang diinginkan dari para
tetua sehingga diperoleh populasi baru sebagai bahan seleksi dalam program
perakitan varietas unggul baru (Biswal et al. 2008). Seleksi dilakukan secara visual
dengan mengamati fenotipe tanaman untuk memisahkan genotipe-genotipe yang
unggul dari genotipe yang tidak diharapkan. Genotipe-genotipe yang dikehendaki
dapat diperoleh dengan mempertimbangkan besaran beberapa parameter genetik.
Parameter genetik yang diduga dalam penelitian ini adalah aksi gen, nilai
heritabilitas, koefisien keragaman genetik, dan koefisien korelasi.
Tingkat segregasi tertinggi pada tanaman menyerbuk sendiri terjadi pada
generasi F2 yang tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya (Welsh 1991).
Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat
dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat sehingga bila tidak ada
pengaruh lingkungan yang besar, suatu segregan transgresif telah ada pada generasi
F2 atau pada generasi seleksi S0 (Christiana 1996).
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor telah
melakukan penelitian pemuliaan tanaman padi dalam usaha pengembangan padi
tipe baru (PTB) sejak tahun 1999. Penelitian tersebut dilakukan dengan
menyilangkan varietas lokal dengan varietas unggul nasional dengan menguji pola
pewarisannya. Saat ini telah diperoleh beberapa populasi F2 yang harus diuji untuk
menemukan genotipe yang berdaya hasil tinggi.

2

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga parameter genetik dua
persilangan padi dan mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan kriteria
seleksi pada populasi F2 hasil dua persilangan padi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman rumput berumpun yang
budidayanya sudah ada sejak sebelum Masehi. Berdasarkan bukti sejarah, padi
pertama kali dibudidayakan sebagai makanan pokok orang Asia (Wasim 2002).
Penanaman padi sudah dimulai sejak 3 000 tahun Sebelum Masehi di Zhejiang,
Cina. Bukti lainnya yaitu ditemukannya fosil butir padi dan gabah di Hanstinapur
Uttar Pradesh India sekitar 100−800 Sebelum Masehi (Purwono dan Purnamawati
2007). Bukti-bukti sejarah tersebut tidak dapat membuktikan secara pasti dari
negara mana padi berasal, namun yang pasti bahwa padi berasal dari Asia Tenggara
dan menyebar ke Asia Utara (Wasim 2002).
Negara Indonesia merupakan negara yang 95% penduduknya mengonsumsi
beras. Hal ini disebabkan tanaman pangan yang menyebar hampir secara merata di
seluruh wilayah Indonesia namun beberapa daerah tertentu saja yang merupakan
sentra beberapa jenis tanaman pangan karena kesesuaian lahan dan kultur
masyarakat dalam mengembangkan jenis tanaman pangan berbeda-beda setiap
daerah (Purwono dan Purnamawati 2007).
Berdasarkan sistematika tanaman (taksonomi), tanaman padi
diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae, subdivisio Angiospermae, kelas
Monocotyledonae, dengan ordo Poales, famili Graminae, serta genus Oryza Linn
dan dengan nama spesies Oryza sativa L (Grist 1960). Tanaman padi memiliki
morfologi yang terdiri dari organ-organ vegetatif dan generatif. Organ-organ
tanaman padi ini sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, misalnya suhu
mikro tajuk tanaman, efektivitas menangkap radiasi surya, dan ketersediaan air bagi
tanaman (Makarim dan Suhartatik 2009).
Organ vegetatif tanaman padi terdiri dari akar, batang, dan daun. Tanaman
padi memiliki akar primer dan akar sekunder. Akar primer adalah akar yang tumbuh
bersama akar-akar lain yang muncul dari embrio dekat bagian buku skutellum saat
berkecambah. Akar ini disebut akar seminal, jumlahnya antara 1−7 (Chang dan
Bardenas 1976). Sedangkan akar sekunder adalah akar akar yang tumbuh dari
bagian buku terbawah batang menggantikan akar seminal. Akar ini disebut akar
adventif, yaitu akar yang tumbuh dari bagian tanaman bukan embrio atau bukan
dari akar yang tumbuh sebelumnya (Makarim dan Suhartatik 2009).
Daun tanaman padi tumbuh berselang-seling pada batang. Satu daun
terdapat dalam tiap buku dan terdiri atas 1) helai daun; 2) pelepah daun yang
membungkus ruas; 3) telinga daun (auricle); 4) lidah daun (ligule). Perluasan daun

3

terjadi akibat dua faktor, yaitu: 1) meningkatnya jumlah anakan, 2) meningkatnya
luas daun itu sendiri (Murata dan Matsushima 1978). Luas daun total pada tiap
satuan luas lahan disebut Indeks Luas Daun (ILD). Padi memiliki ILD optimal
berkisar antara 4-7 dan kira kira akan mencapai maksimal saat sebelum berbunga
(Yoshida 1981).
Batang tanaman padi terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku yang
berfungsi sebagai penopang tanaman dan penyalur senyawa-senyawa kimia dan air
dalam tanaman. Permukaan stadia tumbuh batang terdiri atas pelepah-pelepah daun
dan ruas-ruas yang tertumpuk padat dan setelah tanaman memasuki stadia
reproduktif (perpanjangan ruas), ruas-ruas tersebut memanjang dan berongga
(Yoshida 1981).
Bunga secara keseluruhan dalam satu tanaman padi disebut malai. Malai
yang tersusun dari tiap unit bunga disebut spikelet. Spikelet terdiri atas tangkai,
bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang
bersifat inferior. Spikelet terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang
primer dan sekunder (Siregar 1981). Tiap unit bunga pada padi hanya terdiri dari
satu bunga atau disebut floret yang terdiri dari satu organ betina (pistil) dan 6 organ
jantan (stamens) (Gould 1968).

Pemuliaan Tanaman Padi
Program pemuliaan tanaman memegang peranan penting dalam
meningkatkan produktivitas tanaman. Kegiatan persilangan dan seleksi merupakan
bagian dari proses pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk menghasilkan suatu
varietas baru (Jambormias 2014). Persilangan padi di Indonesia dimulai pada tahun
1920-an dengan memanfaatkan gene pool yang dibangun melalui introduksi
tanaman (Harahap et al. 1972). Pemuliaan padi kemudian diarahkan pada lahan
dengan pemupukan yang rendah atau tanaman kurang responsif terhadap
pemupukan sampai tahun 1960-an dan pada tahun 1943 dilakukan pelepasan
varietas pertama padi tipe Begawan yang kurang responsif terhadap pupuk.
Padi tipe PB5 dilepaskan pada tahun 1967 dengan umur genjah dan
responsif terhadap pemupukan. Kemudian pada tahun 1977 dan 1986 dilepaskan
varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit dan cekaman biotik dan
penambahan keunggulan rasa nasi yang enak yaitu padi tipe IRxx dan IR64
(Susanto et al. 2003). Pelepasan varietas-varietas tersebut ternyata belum mampu
memenuhi kebutuhan beras penduduk yang terus meningkat, sehingga
dikembangkan padi hibrida dan padi tipe baru. Teknologi padi hibrida potensial
untuk memenuhi kebutuhan pangan di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun
2020 yang diprediksikan sebesar 800 juta ton (IRRI 2001). Padi tipe baru juga
diharapkan dapat memacu peningkatan produksi padi di Indonesia (Susanto et al.
2003).
Pemuliaan tanaman padi bersifat dinamis. Varietas-varietas baru terbentuk
sepanjang waktu diikuti dengan rata-rata peningkatan produktivitas secara nasional.
Sampai pada tahun 2012, diperkenalkan padi tipe baru yaitu padi varietas IPB 3S
dan IPB 4S dengan potensi hasil mencapai 11.23 ton GKG ha-1 dan 10.56 ton GKG
ha-1 (Diennazola 2012).

4

Segregan Transgresif
Pelaksanaan persilangan bertujuan untuk merakit kombinasi gen-gen dari
sifat-sifat penting yang berada pada dua atau lebih tipe berbeda. Zuriat pertama (F1)
dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot. Heterozigotas
pada tanaman F1 dapat ditemukan pada semua lokus. Hasil selfing tanaman F1
menghasilkan tanaman F2 yang merupakan populasi bersegregasi yang heterogen
dengan campuran individu yang mengandung genotipe homozigot, kombinasi
homozigot dan heterozigot, dan genotipe heterozigot. Hasil segregasi yang bersifat
transgresif dapat ditemukan pada genotipe yang heterogen ini (Poehlman dan
Sleper 1996).
Segregan transgresif adalah zuriat pada generasi awal yang memiliki
keragaan fenotipe atau rata-rata penampilan fenotipik yang tinggi, di luar sebaran
fenotipik kedua tetuanya. Individu-individu hasil segregasi transgresif yang
memiliki keragaan di luar rentang keragaan tetuanya ditandai oleh nilai tengah yang
tinggi dan ragam dalam populasi yang kecil (Jambormias dan Riry 2009). Segregan
transgresif dapat diprediksi pada generasi F1, yaitu genotipe terbaik dari dua
varietas dengan daya gabung umum tinggi, dan dapat diamati pada generasi awal
persilangan, yaitu pada generasi F2, F3, dan F4, dengan akurasi terbaik pada
generasi F3 (Chahota et al. 2007). Secara teoritis suatu segregan transgresif telah
ada pada generasi segregasi F2 atau pada generasi seleksi S0 apabila tidak ada
pengaruh lingkungan yang besar.

Pendugaan Parameter Genetik
Pendugaan nilai heritabilitas, koefisien keragaman genetik, aksi gen
pengendali, dan koefisien korelasi penting sebagai tolak ukur kemajuan genetik
yang dapat diharapkan dalam suatu proses seleksi. Nilai duga heritabilitas arti luas
adalah perbandingan antara ragam genotipe total terhadap ragam fenotipe. Nilai
duga heritabilitas menunjukkan apakah sesuatu karakter dikendalikan oleh faktor
genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana karakter
tersebut dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya (Lestari et al. 2006). Herawati
et al. (2009) menyebutkan bahwa seleksi akan lebih efektif jika karakter yang
menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas yang tinggi.
Koefisien keragaman genetik digunakan untuk menduga luas atau tidaknya
keragaman genetik yang dimiliki masing-masing karakter. Bila tingkat keragaman
genetik sempit maka keragaman antar individu dalam populasi relatif seragam,
sehingga seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif (Puspitasari 2011).
Sebaliknya, apabila keragaman genetik semakin luas, maka peluang keberhasilan
seleksi dalam meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan semakin besar pula
(Allard 1960).
Analisis skewness dan kurtosis berperan penting dalam menentukan ada
atau tidaknya epistasis pada individu F2 hasil persilangan (Jambormias 2014).
Selain itu, analisis skewness dan kurtosis juga akan memberikan informasi tentang
sifat dasar aksi gen (Fisher et al. 1932) dan menentukan suatu karakter dikendalikan
oleh gen mayor atau gen minor (Robson 1956). Aminasih (2009) menyebutkan
bahwa koefisien korelasi merupakan suatu ukuran keeratan hubungan antara dua

5

karakter yang diamati dan sebagai petunjuk bagi karakter yang lain yang lebih
penting sehingga dapat melengkapi kriteria seleksi.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitiaan dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga April 2015 di
Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengeringan, perontokan dan penimbangan padi
dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga populasi tetua
dan dua populasi zuriat hasil persilangan. Tetua yang digunakan yaitu IR64, Situ
Patenggang, dan Mekongga. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea 250 kg ha1
, sp 36 200 kg ha-1, KCL 100 kg ha-1 . Hama dan penyakit tanaman dikendalikan
menggunakan pestisida dan jaring. Alat yang digunakan adalah alat-alat pertanian
secara umum, label, jaring, meteran, penggaris, counter, gunting, timbangan digital,
kamera, amplop, dan alat tulis.

Prosedur Percobaan
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga populasi tetua
(IR64, Situ Patenggang, dan Mekongga) dan persilangannya (IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga) yang terdiri dari populasi P 1, P2 , dan F2.
Masing-masing tetua (P1 dan P2) ditanam sebanyak 20 tanaman. Populasi F2
ditanam sebanyak 250 tanaman, sehingga tiap seri persilangan yang ditanam yaitu
sebanyak 290 tanaman. Seluruh bahan tanam ini ditanam di lahan kering.
Persiapan lahan dilakukan satu minggu sebelum tanam yang meliputi
pembersihan gulma, penggemburan menggunakan cangkul, dan pembuatan lubang
tanam menggunakan tugal. Benih padi ditanam sebanyak satu benih tiap lubang
secara langsung tanpa dilakukan penyemaian dengan jarak tanam 35 cm x 15 cm.
Pemupukan dilakukan di awal tanam dan saat 2 MST dengan cara ditabur pada alur
yang telah dibuat diantara barisan tanaman. Pemupukan pertama yaitu pupuk Urea
125 kg ha-1, SP-36 200 kg ha-1 dan KCl 100 kg ha-1 . Pemupukan kedua yaitu Urea
dengan dosis 125 kg ha-1 .
Pemeliharan yang dilakukan yaitu meliputi penyulaman, pengendalian
gulma dan hama, dan pengairan. Penyulaman dilakukan setelah satu minggu setelah
tanam (1 MST). Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan kored
dan cangkul sejak 3 MST. Pengendalian hama dilakukan sejak awal tanam
menggunakan furadan dan penyemprotan dengan pestisida dilakukan sejak 6 MST

6

hingga 14 MST. Pengairan yaitu dengan sistem tadah hujan dan menggunakan
sprinkle.
Pemanenan dilakukan secara bertahap, dimulai saat tanaman berumur 100
– 130 hari. Pemanenan menggunakan gunting yaitu dengan cara memotong batang
padi bagian atas lalu masing-masing rumpun dipisahkan dalam satu amplop.
Pengeringan dilakukan di dalam oven dengan suhu 35 oC selama ± 3 hari.
Pengamatan karakter kuantitatif dilakukan pada masing-masing tanaman
yang meliputi:
1. Tinggi tanaman vegetatif, diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi
pada saat tanaman berumur 45 HST.
2. Tinggi tanaman generatif, diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi
pada saat tanaman berumur 90 HST.
3. Jumlah anakan vegetatif, total jumlah anakan setiap tanaman saat tanaman
berumur 45 HST.
4. Jumlah anakan generatif, total jumlah anakan setiap tanaman saat tanaman
berumur 90 HST.
5. Jumlah anakan produktif, jumlah anakan yang memiliki malai dari setiap
tanaman.
6. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai pada saat panen.
7. Jumlah gabah bernas dan hampa malai-1, yaitu jumlah gabah bernas dan
hampa setiap malai dari masing-masing tanaman.
8. Bobot 100 butir, bobot 100 gabah bernas dari masing-masing tanaman.
9. Bobot gabah bernas tanaman-1, total bobot gabah bernas dari masing-masing
tanaman.

Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendugaan
komponen ragam, pendugaan nilai heritabilitas arti luas, koefisien keragaman
genetik, pendugaan aksi gen, dan koefisien korelasi. Pendugaan komponen ragam
diperoleh berdasarkan Mahmud dan Kramer (1951):
: �2F2
Ragam fenotipe (�2p)
2
Ragam lingkungan (� e) : √(�2P1) (�2P2)
: �2p - �2e
Ragam genotipe (�2 g)
√��2

Koefisien keragaman genetik (KKG) = ̅ x 100%; �̅ = nilai tengah populasi

Kriteria nilai KKG menurut Kight (1979) yaitu: sempit (0−10%), sedang
(10−20%), dan luas (> 20%)
Nilai duga heritabilitas arti luas (H BS) dihitung berdasarkan nilai duga
komponen ragam. Berdasarkan Allard (1960), H BS dihitung berdasarkan rumus
berikut:
HBS =

��2

��2

x 100%

Kriteria nilai duga heritabilitas menurut Stanfield (1983) adalah:

7

50% ≤ H ˂ 100% = tinggi
20% ≤ H ˂ 50% = sedang
0 ≤ H ˂ 20% = rendah
Nilai koefisien korelasi dihitung berdasarkan Walpole (1992):
r

=

√ ∑



2− ∑



2









2− ∑



2

; r = koefisien korelasi; n = jumlah

pengamatan; x dan y masing-masing berupa peubah bebas
Pendugaan aksi gen dilakukan dengan menggunakan analisis kemenjuluran
kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis). Nilai skewness (S), kurtosis
(K), galat baku skewness (SES), dan galat baku kurtosis (SEK) dihitung
menggunakan perangkat lunak STAR IRRI. Statistik uji untuk kedua parameter
tersebut mengikuti sebaran normal baku sebagai berikut:


ZS = ; ZK =
���

���

nilai kritikal untuk pengujian dua arah yaitu Z0.05/2 = 1.96 dan Z0.01/2 = 2.57.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penilitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut
Pertanian Bogor, yang terletak ±201 m dpl. sejak bulan November 2014 hingga
April 2015. Curah hujan rata-rata pada bulan November hingga Maret yaitu sebesar
371.74 mm, suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata bulan-1 adalah 25.68 oC dan
73.8% (BMKG 2015). Gulma yang tumbuh pada pertanaman yaitu gulma dari
golongan teki, rumput, dan daun lebar diantaranya adalah cyperus rotundus, Setaria
plicata, Eleusine indica, dan Asystasia intrusa, sehingga diperlukan pengendalian
secara manual yang intensif sebab pertumbuhan gulma cukup pesat. Hama yang
menyerang berupa wereng coklat (Nilaparvata lugens), kepik hijau (Nezara
viridula), walang sangit (Leptocorisa acuta), dan burung gereja (Passer montanus).
Penyemprotaan pestisida dilakukan mulai 6 MST hingga 14 MST dilakukan tiap
minggu sekali.
Penyakit yang menyerang tanaman padi yaitu hawar daun (Xanthomonas
campestris), bercak coklat (Helminthosporium oryzae), dan gosong palsu
(Ustilagonoidea virens). Selain hama, penyakit, dan gulma, faktor lain yang
menyebabkan kerusakan pada tanaman padi adalah adanya hujan dan angin yang
menyebabkan padi rebah. Kerebahan ini terutama terjadi pada padi persilangan
IR64 x Mekongga.
Nilai Tengah antar Karakter
Nilai tengah dan simpangan baku P1, P2, dan F2 pada tiap seri persilangan
disajikan pada Tabel 1. Karakter-karakter pada persilangan IR64 x Situ Patenggang
memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari nilai tengah kedua tetuanya, seperti
karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai-1, jumlah gabah total malai -1, dan bobot 100 butir. Karakter

8

jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, dan jumlah anakan produktif
memiliki nilai tengah di bawah nilai tengah kedua tetuanya dan hanya karakter
jumlah gabah hampa malai-1 yang berada di anatara nilai tengah kedua tetuanya.
Sementara hampir semua simpangan baku karakter lebih besar dari pada simpangan
baku kedua tetuanya kecuali karakter bobot gabah bernas tanaman -1. Hasil
perhitungan nilai tengah dan simpangan baku tersebut menunjukkan besarnya
ragam genetik pada populasi bersegregasi hasil persilangan IR64 x Situ
Patenggang. Karakter tinggi tanaman 45 HST dan 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai-1 , jumlah gabah hampa malai-1, dan jumlah gabah total malai-1
pada persilangan IR64 x Mekongga memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari
nilai tengah kedua tetuanya. Jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, dan
jumlah anakan produktif memiliki nilai tengah yang lebih kecil dari nilai tengah
kedua tetuanya dan hanya bobot 100 butir yang memiliki nilai tengah di antara
kedua tetuanya. Simpangan baku pada persilangan IR64 x Mekongga juga memiliki
nilai yang lebih tinggi dari pada kedua tetuanya kecuali jumlah anakan 90 HST,
jumlah anakan produktif, dan bobot gabah bernas tanaman -1.
Karakter-karakter pada kedua populasi zuriat hasil persilangan yang
memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari pada nilai tengah kedua tetuanya adalah
karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai -1, dan jumlah gabah total malai -1. Simpangan baku pada kedua
persilangan menunjukkan besarnya kisaran nilai tengah. Semakin tinggi simpangan
baku maka kisaran nilai tengah juga semakin besar. Tingginya simpangan baku atau
kisaran nilai tengah ini menandakan adanya keragaman genetik yang besar pada
kedua populasi zuriat hasil persilangan. Hampir seluruh karakter kuantitatif pada
kedua persilangan memiliki simpangan baku yang lebih tinggi dari kedua tetuanya.
Berdasarkan deskripsi nilai tengah dan simpangan baku ini secara umum
menggambarkan adanya peluang untuk memperbaiki keragaan karakter dari kedua
populasi melalui seleksi (Jambormias 2014).
Tabel 1 Nilai tengah dan simpangan baku setiap karakter persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga
69.8 ± 4.8
106.7 ± 5.9
22.0 ± 3.3
23.1 ± 3.8
21.1 ± 4.1
23.1 ± 1.6

Situ
Patenggang
79.7 ± 5.2
113.6 ± 7.3
20.7 ± 4.5
17.6 ± 4.0
14.1 ± 4.0
22.4 ± 1.8

74.2 ± 2.8
109.8 ± 10.3
26.8 ± 2.3
22.5 ± 4.4
20.0 ± 4.1
21.9 ± 1.2

IR64 x Situ
Patenggang
94.6 ± 9.2
137.3 ± 19.5
11.5 ± 4.5
10.0 ± 4.3
10.1 ± 4.3
26.3 ± 3.1

IR64 x
Mekongga
91.7 ± 9.4
146.7 ± 10.6
12.0 ± 4.2
10.0 ± 4.3
10.3 ± 4.3
28.2 ± 2.4

53.6 ± 47.2

86.6 ± 24.4

71.8 ± 21.7

107.2 ± 47.9

99.6 ± 44.8

30.4 ± 12.8

53.4 ± 19.5

54.2 ± 22.3

46.2 ± 21.6

130.7 ± 35.8

84.0 ± 57.3
2.4 ± 0.2

140.0 ± 28.6
2.4 ± 0.3

126.0 ± 14.7
1.5 ± 0.2

153.4 ± 48.5
2.8 ± 0.4

230.3 ± 61.2
2.1 ± 0.3

17.0 ± 21.1

20.7 ± 9.4

28.6 ± 8.2

25.6 ± 17.8

18.7 ± 12.8

Karakter

IR64

Tinggi tanaman 45 HST
Tinggi tanaman 90 HST
Jumlah anakan 45 HST
Jumlah anakan 90 HST
Jumlah anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah bernas malai-1
Jumlah gabah hampa malai-1
Jumlah gabah total malai-1
Bobot 100 butir
Bobot gabah bernas tanaman-1

Mekongga

Keterangan: angka di depan dan belakang ± adalah nilai tengah dan simpangan baku

9

Pendugaan Aksi Gen Berdasarkan Persebaran Populasi F2
Populasi generasi awal (F2) persilangan IR64 x Situ Patenggang dan IR64
x Mekongga merupakan populasi bersegregasi yang terdiri individu-individu yang
beragam dan ragam menyebar tak normal untuk hampir semua karakter kuantitatif
(Tabel 3 dan Tabel 4). Karakter-karakter kuantitatif pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang, seperti jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa malai -1, bobot 100 butir, dan bobot
gabah bernas tanaman-1 menyebar platikurtik atau banyak gen aditif yang terlibat
dalam mengendalikan suatu sifat. Sementara untuk karakter tinggi tanaman 45
HST, tinggi tanaman 90 HST, jumlah gabah bernas malai-1 , dan jumlah gabah total
malai-1 menyebar leptokurtik atau sedikit segregasi gen aditif yang terlibat.
Analisis skewness dan kurtosis berperan penting dalam menentukan terjadi
atau tidaknya epistasis pada individu F2 hasil persilangan (Jambormias 2014).
Analisis skewness dan kurtosis juga akan memberikan informasi tentang sifat dasar
aksi gen (Fisher et al. 1932) dan menentukan suatu karakter dikendalikan oleh gen
mayor atau gen minor (Robson 1956). Karakter tinggi tanaman 45 HST dan jumlah
gabah total malai -1 terjadi sebaran mesokurtik dengan skewness positif
mengindikasikan bahwa aksi gen yang terjadi adalah aksi gen aditif tanpa pengaruh
gen dominan maupun epistasis. Karakter tinggi tanaman 90 HST memiliki sebaran
mesokurtik dengan skewness negatif dan bobot gabah bernas tanaman -1 juga
memiliki sebaran mesokurtik dengan skewness positif mengindikasikan bahwa aksi
gen yang terjadi adalah epistasis duplikat tanpa pengaruh aditif. Hampir
keseluruhan karakter memiliki sebaran leptokurtik atau kurva skewness yang
menjulur ke kanan dengan aksi gen epistasis koplementer.
Tabel 2 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64
x Situ Patenggang melalui analisis skewness dan kurtosis
Karakter
Tinggi tanaman 45 HST
Tinggi tanaman 90 HST
Jumlah anakan 45 HST
Jumlah anakan 90 HST
Jumlah anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah bernas malai-1
Jumlah gabah hampa malai-1
Jumlah gabah total malai-1
Bobot 100 butir
Bobot gabah bernas tanaman-1

S

Zs

-0.20
-0.53
0.65
0.87
0.84
0.65
0.25
1.24
0.14
-3.07
0.98

-1.18tn
-3.13**
3.81**
5.14**
4.93**
3.83**
1.48tn
7.32**
0.85tn
-18.01**
5.74**

K

Zk

-0.30 -0.89tn
-0.46 -1.35tn
1.75 5.16**
2.49 7.33**
1.97 5.77**
2.07 6.09**
-0.73 -2.16*
2.53 7.44**
-0.37 -1.08tn
15.19 44.72**
0.43
1.28tn

Jlh. Gen dan
Aksi Gen
B, Ad
B, ED
S, EK
S, EK
S, EK
S, EK
B, EA
S, EK
B, Ad
S, ED
S, ED

Keterangan: S: skewness; Zs: statistik uji skewness; K: kurtosis; Zk: statistik uji kurtosis; *: statistik
uji nyata pada taraf nyata 0.05; **: statistik uji sangat nyata pada taraf nyata 0.01; tn:
statistik uji tidak nyata; S: dikendalikan sedikit gen; B: dikendalikan banyak gen; Ad:
hanya aditif; Dm: dominansi; EK: epistasis komplementer; EA: epistasis aditif; ED:
epistasis duplikat

10

Tabel 3 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64
x Mekongga melalui analisis skewness dan kurtosis
Karakter
Tinggi tanaman 45 HST
Tinggi tanaman 90 HST
Jumlah anakan 45 HST
Jumlah anakan 90 HST
Jumlah anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah bernas malai-1
Jumlah gabah hampa malai-1
Jumlah gabah total malai-1
Bobot 100 butir
Bobot gabah bernas tanaman-1

S
-2.35
-2.21
-0.08
0.62
0.95
-1
.10
0.03
-0.17
-0.09
-4.01
1.21

Zs

K

Zk

-12.72**
8.33 22.56**
**
-11.99
8.47 22.93**
tn
-0.41
-0.10 -0.28tn
**
3.38
0.89
2.41*
**
5.12
2.16 5.86**
**
-5.94
3.25 8.80**
0.16tn -0.13 -0.34tn
-0.94tn
0.09
0.25tn
tn
-0.50
0.07
0.19tn
**
-21.74
23.16 62.72**
**
6.53
2.06 5.59**

Jlh. Gen dan
Aksi Gen
S, ED
S, ED
B, Ad
S, EK
S, EK
S, ED
B, Ad
S, Ad
S, Ad
S, ED
S, EK

Keterangan: S: skewness; Zs: statistik uji skewness; K: kurtosis; Zk: statistik uji kurtosis; *: statistik
uji nyata pada taraf nyata 0.05; **: statistik uji sangat nyata pada taraf nyata 0.01; tn:
statistik uji tidak nyata; S: dikendalikan sedikit gen; B: dikendalikan banyak gen; Ad:
hanya aditif; Dm: dominansi; EK: epistasis komplementer; EA: epistasis aditif; ED:
epistasis duplikat

Persilangan IR64 x Mekongga memiliki karakter-karakter kuantitatif yang
memiliki sebaran leptokurtik, kecuali karakter jumlah anakan 45 HST dan jumlah
gabah bernas malai -1 yang memiliki sebaran platikurtik. Karakter tinggi tanaman
45 HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai dan bobot 100 butir memiliki nilai
skewness negatif yang mengindikasikan bahwa aksi gen yang terlibat adalah
epistasis duplikat. Karakter jumlah anakan 90 HST, jumlah anakan produktif, dan
bobot gabah bernas tanaman-1 memiliki nilai skewness positif, hal ini diduga bahwa
gen yang mengendalikan adalah epistasis komplementer. Sementara pada karakter
jumlah anakan 45 HST, jumlah gabah bernas malai -1, jumlah gabah hampa malai-1,
dan jumlah gabah total malai -1 mengikuti sebaran mesokurtik yang mengindikasikan bahwa aksi gen yang terlibat adalah aksi gen aditif tanpa pengaruh dominan
maupun epistasis.
Karakter-karakter tanaman yang berpotensi untuk dijadikan kriteria seleksi
adalah karakter yang sepenuhnya dikendalikan oleh gen aditif. Hayward (1990)
mengatakan bahwa pengaruh aditif dapat diwariskan, sementara pengaruh bukan
gen aditif tidak diwariskan. Pengaruh tindak gen bukan aditif akan lenyap semasa
seleksi sehingga sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen-gen bukan aditif
menyebabkan kemajuan genetik yang rendah.

Heritabilitas
Seleksi adalah satu tahap dalam pemuliaan tanaman. Seleksi yang akan
dilakukan terhadap karakter yang berkontribusi terhadap sifat adaptasi tanaman
akan lebih efektif apabila didasari oleh informasi genetik seperti pendugaan
heritabilitas, jumlah, dan tipe aksi gen pengendali (Poehlman dan Sleper 1995, Roy
2000). Nilai duga heritabilitas menunjukkan apakah sesuatu karakter dikendalikan
oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana
karakter tersebut dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya (Lestari et al. 2006).

11

Nilai duga heritabilitas arti luas adalah perbandingan antara ragam genotipe total
terhadap ragam fenotipe (Borojevic 1990). Nilai heritabilitas dikategorikan tinggi
apabila 50% ≤ H ˂ 100%, sedang apabila 20% ≤ H ˂ 50%, dan rendah apabila 0%
≤ H ˂ 20% (Stanfield 1983). Roy (2000) menyatakan jika nilai duga heritabilitas
tinggi maka seleksi dilakukan pada generasi awal karena kemajuan seleksinya akan
besar. Sebaliknya, jika heritabilitasnya rendah hingga sedang maka karakter
tersebut perlu difiksasi melalui seleksi.
Persilangan IR64 x Situ Patenggang menunjukkan bahwa tinggi tanaman 45
HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah gabah bernas malai-1, dan
bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dengan nilai heritabilitas
masing-masing sebesar 70%, 89%, 70%, 50%, dan 60% . Karakter jumlah anakan
45 HST, jumlah gabah hampa malai-1, jumlah gabah total malai-1 , dan bobot gabah
bernas tanaman-1 memiliki nilai heritabilitas yang sedang dengan nilai heritabilitas
masing-masing sebesar 27%, 46%, 30%, dan 37%. Sementara untuk karakter yang
memiliki nilai heritabilitas yang rendah adalah jumlah anakan 90 HST dan jumlah
anakan produktif dengan nilai heritabilitas sebesar 18% dan 13%.
Selain nilai duga heritabilitas dalam arti luas, koefisien keragaman genetik
(KKG) juga menjadi salah satu parameter penentu apakah suatu karakter dapat
dijadikan kriteria seleksi atau tidak (Yunianti 2010). Menurut Puspitasari (2011)
koefisien keragaman genetik digunakan untuk menduga luas atau tidaknya
keragaman genetik yang dimiliki masing-masing karakter. Bila tingkat keragaman
genetik sempit maka keragaman antar individu dalam populasi relatif seragam,
sehingga seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Sebaliknya, apabila
keragaman genetik semakin luas, maka peluang keberhasilan seleksi dalam
meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan semakin besar pula (Allard 1960).
Nilai KKG sempit (0−10%), sedang (10−20%) dan luas (> 20%) (Knight 1979).
Populasi dasar dengan keragaman genetik yang tinggi merupakan bahan
pemuliaan yang penting untuk perakitan varietas unggul. Seleksi pada populasi
dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi akan memberikan respon yang
baik karena variasi genetik yang tinggi akan memberikan peluang besar untuk
mendapatkan kombinasi persilangan yang tepat dengan gabungan sifat-sifat yang
baik (Suprapto dan Kairudin 2007).
Berdasarkan perhitungan nilai KKG (Tabel 5), jumlah anakan 45 HST,
jumlah gabah bernas malai-1, jumlah gabah hampa malai -1, dan bobot gabah bernas
tanaman-1 memiliki nilai KKG yang luas. Tinggi tanaman 90 HST, jumlah anakan
90 HST, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total malai -1, dan
bobot 100 butir memiliki nilai KKG yang tergolong rendah. Sementara hanya
karakter tinggi tanaman 45 HST yang memiliki nilai KKG yang sempit.

12

Tabel 4 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Situ Patenggang
Karakter
Tinggi tanaman 45 HST
Tinggi tanaman 90 HST
Jumlah anakan 45 HST
Jumlah anakan 90 HST
Jumlah anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah bernas malai-1
Jumlah gabah hampa malai-1
Jumlah gabah total malai-1
Bobot 100 butir
Bobot gabah bernas total tanaman-1

�2p

�2e

KKG
(%)
8
13
21
18
15
10
32
32
17
11
42

�2g

84.17
25.18
58.99
380.61
43.03
337.58
20.55
14.95
5.60
18.76
15.37
3.39
18.52
16.18
2.34
9.71
2.94
6.78
2 294.81 1 151.73 1 143.07
465.15
250.79
214.36
2 352.57 1 638.30
714.26
0.15
0.06
0.09
315.59
198.46
117.13

HBS (%)
70
89
27
18
13
70
50
46
30
60
37

Keterangan: �2p: ragam fenotipe; �2e: ragam lingkungan; �2g: ragam genetik; KKG: koefisien
keragaman genetik; HBS: heritabilitas arti luas

Tabel 5 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Mekongga
Karakter
Tinggi tanaman 45 HST
Tinggi tanaman 90 HST
Jumlah anakan 45 HST
Jumlah anakan 90 HST
Jumlah anakan produktif
Panjang malai
Jumlah gabah bernas malai-1
Jumlah gabah hampa malai-1
Jumlah gabah total malai-1
Bobot 100 butir
Bobot gabah bernas total tanaman-1

�2p

87.93
111.66
17.46
18.28
18.55
5.65
2 007.12
1 279.31
109 790.07
0.11
162.60

�2e

13.48
60.77
7.72
16.84
16.67
1.88
1 027.24
286.16
21 066.35
0.15
153.75

�2g

74.46
50.89
9.73
1.44
1.88
3.76
979.88
993.15
88 723.71
0.07
8.85

KKG
(%)
9
5
26
12
13
7
31
24
26
12
16

HBS
(%)
85
46
56
8
10
67
49
78
81
58
5

Keterangan: �2p: ragam fenotipe; �2e: ragam lingkungan; �2g: ragam genetik; KKG: koefisien
keragaman genetik; HBS: heritabilitas arti luas

Karakter-karakter pada persilangan IR64 x Mekongga yang memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi adalah tinggi tanaman 45 HST, jumlah anakan 45 HST,
panjang malai, jumlah gabah hampa malai-1, jumlah gabah total malai-1 , dan bobot
100 butir dengan nilai heritabilitas masing-masing sebesar 85%, 56%, 67%, 78%,
81%, dan 58%. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas sedang adalah tinggi
tanaman 90 HST dan jumlah gabah bernas malai -1 dengan nilai heritabilitas masingmasing sebesar 46% dan 49%. Sementara untuk karakter jumlah anakan 90 HST,
jumlah anakan produktif, dan bobot gabah bernas tanaman-1 memiliki nilai
heritabilitas yang tergolong rendah dengan nilai heritabilitas masing-masing
sebesar 8%, 10%, dan 5%. Karakter jumlah anakan 45 HST, jumlah gabah bernas
malai-1, jumlah gabah hampa malai-1 , dan jumlah gabah total malai -1 memiliki nilai
KKG yang luas. Jumlah anakan 90 HST, jumlah anakan produktif, bobot 100 butir,
dan bobot gabah bernas tanaman-1 memiliki nilai KKG sedang dan terdapat tiga
karakter yang memiliki KKG yang tergolong sempit, yaitu tinggi tanaman 45 HST,
tinggi tanaman 45 HST, dan panjang malai.

13

Hasil pendugaan nilai heritabilitas pada kedua populasi persilangan tersebut
terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai duga heritabilitas arti luas pada karakter
yang sama pada kedua populasi persilangan padi. Natawijaya (2012) menyebutkan
hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai genotipe tetua-tetuanya. Nilai
heritabilitas suatu karakter nilainya tidak tetap karena banyak faktor yang dapat
mempengaruhi nilai heritabilitas, yaitu populasi yang digunakan, metode estimasi,
adanya pautan gen, pelaksanaan percobaan, generasi populasi yang diuji, dan
kondisi lingkungan (Puspitasari 2011).
Berdasarkan nilai heritabilitas arti luas dan KKG, kedua populasi ini
memiliki karakter-karakter yang dapat dijadikan kriteria seleksi. Karakter yang
memiliki KKG yang luas dan heritabilitas sedang hingga tinggi pada persilangan
IR64 x Situ Patenggang adalah jumlah anakan 45 HST, jumlah gabah bernas malai1, jumlah gabah hampa malai-1, dan bobot gabah bernas tanaman -1. Karakterkarakter yang memiliki nilai KKG yang luas dan heritabilitas yang sedang hingga
tinggi pada persilangan IR64 x Mekongga adalah jumlah anakan 45 HST, jumlah
gabah bernas malai -1, jumlah gabah hampa malai-1, dan jumlah gabah total malai-1.
Karakter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
pengaruh faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipik dibandingkan
dengan pengaruh lingkungan. Sebaliknya, bahwa karakter yang memiliki nilai
heritabilitas rendah disebabkan karena pengaruh lingkungan yang lebih dominan
terhadap fenotipiknya dari pada pengaruh genetiknya, sehingga seleksi akan lebih
efektif jika dilakukan terhadap karakter yang memiliki duga heritabilitas tinggi
daripada karekter yang memiliki heritabilitas yang rendah. Berkaitan dengan nilai
KKG, maka seleksi akan efisien dan efektif jika dilakukan pada karakter yang
memiliki nilai KKG yang luas dan nilai heritabilitas yang tinggi (Sutjahjo et al.
2007).

Analisis Korelasi antar Karakter
Daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang sangat dipengaruhi oleh
karakter komponen hasil maupun karakter agronomi lain yang terkait dengan daya
hasil. Keeratan hubungan antara karakter daya hasil dengan karakter lain yang
mempengaruhi daya hasil dapat diduga dengan menghitung nilai koefisien korelasi
antara kedua karakter. Aminasih (2009) juga menyebutkan bahwa koefisien
korelasi merupakan suatu ukuran keeratan hubungan antara dua karakter yang
diamati dan sebagai petunjuk bagi karakter yang lain yang lebih penting sehingga
dapat melengkapi kriteria seleksi.
Koefisien korelasi antar karakter masing-masing persilangan disajikan pada
Tabel 7 dan Tabel 8. Hasil analisis korelasi pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang menunjukkan bahwa tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST,
jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, jumlah anakan produktif, panjang
malai, bobot gabah bernas malai -1, bobot gabah total malai-1, dan bobot 100 butir
berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap bobot bernas total tanaman -1. Hal ini
menunjukkan bahwa apabila karakter komponen hasil mengalami peningkatan
makan bobot bernas total tanaman-1 juga meningkat (Tabel 7).
Hampir seluruh komponen hasil yang diamati memiliki korelasi positif
terhadap bobot bernas total tanaman -1, kecuali jumlah gabah hampa malai-1.

14

Berdasarkan nilai koefisien korelasi bahwa jumlah gabah hampa malai-1 berkorelasi
nyata namun berkebalikan yang ditandai dengan nilai negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan jumlah gabah hampa malai-1 akan meningkatkan bobot bernas
total tanaman-1. Karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, jumlah
anakan 90 HST, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total
tanaman-1 , bobot 100 butir, dan bobot gabah bernas total tanaman-1 juga berkorelasi
positif dan sangat nyata terhadap jumlah gabah bernas total malai -1, kecuali jumlah
gabah hampa malai -1 yang juga berkorelasi negatif dan nyata terhadap jumlah gabah
bernas malai -1.
Tabel 6 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang
TT90
JA45
JA90
JAP
PM
GB
GH
GT
100
BTR
BBT

TT45

TT90

JA45

JA90

JAP

PM

GB

GH

GT

0.69**
0.11tn
0.16*
0.18**
0.49**
0.49**
-0.05tn
0.46**

0.01tn
0.08tn
0.11tn
0.54**
0.53**
-0.07tn
0.49**

0.88**
0.80**
0.18**
0.16*
0.08tn
0.20**

0.90**
0.30**
0.25**
0.05tn
0.27**

0.39**
0.33**
0.08tn
0.36**

0.62**
-0.01tn
0.61**

-0.19*
0.90**

0.25**

0.22**

0.29**

0.05tn

0.06tn

0.11tn

0.35**

0.27**

-0.08tn

0.23**

0.46**

0.45**

0.45**

0.58**

0.68**

0.67**

0.76**

-0.15*

0.69**

100
BTR

0.26**

Keterangan: TT45: tinggi tanaman 45 HST; TT90: tinggi tanaman 90 HST; JA45: jumlah anakan
45 HST; JA90: jumlah anakan 90 HST; JAP: jumlah anakan produktif; PM: panjang
malai; GB: jumlah gabah bernas malai-1; GH: jumlah gabah hampa malai-1; GT: jumlah
gabah total malai-1; 100BTR: bobot 100 butir; BBT: bobot gabah bernas total tanaman1 *
; : berkorelasi nyata pada taraf 5%; **: berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak
berkorelasi nyata

Tabel 7 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Mekongga
TT45 TT90 JA45 JA90 JAP
PM
GB
GH
GT
100BTR
TT90
0.57**
JA45
0.27** 0.21**
JA90
0.21** 0.23** 0.88**
JAP
0.23** 0.25** 0.85** 0.96**
PM
0.39** 0.70** 0.35** 0.30** 0.28**
GB
0.23** 0.52** 0.33** 0.29** 0.26** 0.74**
GH
0.18* 0.34** 0.11tn 0.11tn 0.14tn 0.47** 0.16*
GT
0.31** 0.59** 0.39** 0.35** 0.35** 0.81** 0.78** 0.69**
100BTR 0.39** 0.67** 0.21** 0.25** 0.25** 0.59** 0.50** 0.12tn 0.44**
BBT
0.25** 0.47** 0.66** 0.68** 0.70** 0.52** 0.69** 0.15tn 0.61** 0.43**
Keterangan: TT45: tinggi tanaman 45 HST; TT90: tinggi tanaman 90 HST; JA45: jumlah anakan
45 HST; JA90: jumlah anakan 90 HST; JAP: jumlah anakan produktif; PM: panjang
malai; GB: jumlah gabah bernas malai-1; GH: jumlah gabah hampa malai-1; GT: jumlah
gabah total malai-1; 100BTR: bobot 100 butir; BBT: bobot gabah bernas total tanaman 1 *
; : berkorelasi nyata pada taraf 5%; **: berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak
berkorelasi nyata

Korelasi yang terjadi merupakan hasil akhir dari semua pengaruh gen yang
bersegregasi atau faktor lingkungan yang mengendalikan karakter-karakter yang
berkorelasi. Korelasi positif terjadi bila gen gen yang mengendalikan dua karakter
yang berkorelasi tersebut meningkatkan keduanya, sedangkan korelasi negatif bila

15

terjadi berlawanan (Falconer 1989). Apabila terdapat dua sifat yang diamati
menunjukkan korelasi yang positif, maka dapat dijelaskan bahwa seiring bertambah
besar atau bertambah banyaknya suatu sifat akan selalu diikuti oleh bertambah
besar atau bertambah banyaknya sifat yang lain. Karakter-karakter komponen hasil
yang berkorelasi positif dan sangat nyata pada kedua persilangan dapat dijadikan
sebagai kriteria seleksi.
Hampir semua karakter komponen hasil yang diamati pada persilangan
IR64 x Mekongga berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap bobot bernas total
tanaman-1 , kecuali jumlah gabah hampa malai -1 yang berkorelasi tidak nyata
terhadap bobot bernas total tanaman-1 . Jumlah gabah bernas malai -1 juga berkorelasi
positif dan sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati, artinya setiap
peningkatan komponen-komponen hasil tersebut akan meningkatkan bobot bernas
malai-1. Hal ini sejalan dengan penilitian yang dilaksanakan oleh Rachmawati
(2014) bahwa beberapa karakter yang diamati memiliki korelasi positif terhadap
daya hasil, seperti jumlah malai dan jumlah anakan. Jumlah daun berhubungan
langsung dengan jumlah anakan, jadi semakin banyak jumlah anakan maka semakin
bertambah pula jumlah daunnya. Daun berfungsi penting terhadap penerimaan dan
penyerapan cahaya untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi kegiatan fotosintesis
maka semakin tinggi fotosintat yang akan menambah bobot atau mutu hasil
(Rachmawati 2014). Akhtar et al. (2011) juga menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa jumlah gabah malai-1 dan bobot 100 butir berkorelasi