PROSEDUR PEMBIAYAAN DAN PENCATATAN GADAI EMAS SYARIAH PADA BANK BPD DIY SYARIAH CABANG CIK DITIRO

(1)

TUGAS AKHIR

Disusun oleh: Rana Dita Rianti

20133030025

PROGRAM STUDI AKUNTANSI TERAPAN PROGRAM VOKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

“PROSEDUR PEMBIAYAAN DAN PENCATATAN GADAI EMAS SYARIAH PADA BANK BPD DIY SYARIAH CABANG CIK DITIRO”

TUGAS AKHIR

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Akuntansi Terapan Pada

Program Studi Akuntansi Terapan

Disusun oleh: Rana Dita Rianti

20133030025

PROGRAM STUDI AKUNTANSI TERAPAN PROGRAM VOKASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir mengenai ”Prosedur Pembiayaan dan Pencatatan Gadai Emas Syariah Pada Bank BPD DIY Syariah Cabang Cik Ditiro” ini dengan lancar sesuai waktu yang telah ditentukan.

Dalam penulisan tugas akhir ini tentu tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan bantuan berbagai pihak yang telah membantu segala hal yang dibutuhkan dalam penulisan tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Sukamta, S.T., M.T., selaku Direktur Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Barbara Gunawan, S.E., M.Si., Ak, C.A. selaku Ketua Program Studi (D3) Akuntansi Terapan.

3. Ibu Desi Susilawati, S.E., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

4. Bapak Supriyanto, selaku Pimpinan Cabang Syariah Bank BPD DIY Kantor Cik Ditiro.

5. Ibu Janti dan Ibu Rini, selaku Petugas Pelayanan Gadai Emas Syariah pada Bank BPD DIY Syariah Kantor Cik Ditiro dan sebagai narasumber wawancara Tugas Akhir ini.

6. Ibu dan kakakku yang telah memberikan dukungan dan doanya.

7. Seluruh sahabat dan semua pihak yang telah memberikan semangat serta telah membantu dalam kelancaran pembuatan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari dalam pembuatan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dan belum merupakan hasil akhir. Oleh sebab itu penulis


(5)

viii

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan dapat sekiranya untuk dilakukan peninjauan kembali terhadap pembahasan yang ada demi kebaikan perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 29 Juli 2016 Penulis


(6)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I ...1

PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

D. Metode Penelitian...8

BAB II ...12

LANDASAN TEORI ...12

A. Perbankan Syariah ...12

B. Pengertian Pembiayaan ...17

C. Tinjauan Gadai Syariah ...18

1. Landasan Hukum Gadai Syariah ...19

2. Rukun dan Syarat Sahnya Gadai syariah...22

3. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai...24

4. Aplikasi Gadai (Rahn) dalam Praktik Perbankan Syariah ...27

D. Gadai Emas Syariah ...28

E. Perlakuan Akuntansi Qardh Dalam Gadai Emas Syariah...32

F. Perlakuan Akuntansi Ijarah Dalam Gadai Emas Syariah ...35

BAB III...38


(7)

x

A. Profil Unit Usaha Syariah PT. Bank BPD DIY ...38

B. Struktur Organisasi Bank BPD DIY Syariah ...41

C. Produk dan Layanan Jasa Bank BPD DIY Syariah...46

D. Jaringan Kantor Unit Usaha Syariah Bank BPD DIY...56

BAB IV ...58

HASIL DAN PEMBAHASAN ...58

A. Prosedur Pembiayaan Gadai Emas Syariah ...58

B. Penanganan Risiko Dalam Pembiayaan Gadai Emas Syariah ...68

C. Pencatatan Jurnal Transaksi Gadai Emas Syariah...73

BAB V ...76

PENUTUP ...76

A. Kesimpulan...76

B. Saran ...78

DAFTAR PUSTAKA ...79


(8)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Akad Rahn ...28

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Bank BPD DIY ...44

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Bank BPD DIY Syariah ...45


(9)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional ...15 Tabel 3.1 Manajemen PT. Bank BPD DIY ...42


(10)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Brosur Gadai Emas Syariah Pada Bank BPD DIY Syariah...82

Lampiran 2 Tabel Gadai Emas Pada Bank BPD DIY Syariah...83

Lampiran 3 Surat Akad Gadai Emas Syariah Bank BPD DIY Syariah ...84

Lampiran 4 Brosur Tabungan Sutera Mudharabah...86


(11)

(12)

(13)

v INTISARI

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pembiayaan gadai emas syariah yang terdapat pada BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro. Penulis membatasi pembahasan dalam tahapa n prosedur pembiayaan, pelunasan, perpanjangan jangka waktu pinjaman, penanganan risiko, dan penjurnalan akuntansi gadai emas berdasarkan akad qardh-rahn-ijarah.

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu dengan melakukan metode penelitian deskriptif-kualitatif, dimana penulis menggambarkan dengan lebih jelas mengenai pelaksanaan gadai emas syariah. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer yang diperoleh secara langsung dari pihak bank melalui observasi dan wawancara dengan petugas pelayanan gadai emas syariah, serta didukung dari data sekunder berupa literatur-literatur perbankan syariah dan akuntansi syariah.

Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pembiayaan gadai emas syariah pada BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro berjalan dengan proses yang cepat, mudah, murah, dan berkah. Pelaksanaan pembiayaan gadai emas syariah telah sesuai dengan landasan fatwa DSN-MUI No. 25 tahun 2002 tentang

rahn, fatwa DSN-MUI No. 26 tahun 2002 tentang rahn emas, dan fatwa DSN-MUI No. 09 tahun 2000 tentang ijarah. Mengenai penanganan risiko atau penyelesaian sengketa yang dapat terjadi dalam pembiayaan telah dijalankan sesuai dengan UU RI No. 21 tahun 2008, walaupun masih terdapat perlakuan penyelesaian sengketa yang belum tertulis jelas dalam isi akad menge nai perlakuan pembayaran misalnya terkait nasabah (rahin) yang meninggal dalam masa akad. Karakteristik perlakuan pencatatan jurnal akuntansi terkait gadai emas syariah pada BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro tidak menggunakan sistem cicilan/angsuran untuk pembayaran pinjaman pokok atau pelunasan sekaligus di akhir masa jatuh tempo. Perlakuan biaya sewa dibayarkan dimuka yang akan dilakukan penyesuaian pengakuan pendapatan sewa setiap bulannya sesuai jangka waktu sewa.


(14)

vi ABSTRACT

The main purpose of this study was to know the procedures for the implementation of sharia gold pawn financing contained in Sharia BPD DIY Cik Ditiro. The author restrict the discussion in the stages of the procedure of financing, repayment, extension of the term of the loan, risk management, and accounting journaling gold pawn by qardh-rahn-ijarah.

Type of research is to conduct a descriptive qualitative research method, which the authors describe more clearly the implementation of sharia gold pawn. Source of data used is derived from primary data obtained directly from the bank through observation and interviews with care workers sharia gold pawn, and supported from secondary data in the literature of Islamic banking and sharia accounting. Conclusion of results this study indicate that the sharia gold pawn financing procedures in Sharia BPD DIY Cik Ditiro runs to the process quick, easy, cheap, and blessing. Implementation of sharia gold pawn financing in accordance with the sharia foundation DSN-MUI fatwa No. 25 of 2002 on Rahn, DSN-MUI fatwa No. 26 of 2002 on Rahn gold, and DSN-MUI fatwa No. 09 of 2000 on Ijarah. Regarding the handling of risks or resolve disputes that may occur in financing has been executed in accordance with RI Law No. 21 of 2008, although there is still a dispute settlement treatment that has not been clearly written in the contents of the contract regarding the treatment of example related customer payments (rahin) who died during the contract. Characteristics of journal entries related accounting treatment of sharia gold pawn in Sharia BPD DIY Cik Ditiro not use the system installment for the payment of principal or repayment at once at the end of the maturity period. Treatment of the rental fee is paid upfront revenue recognition adjustments will be made in accordance rent every month term of the lease.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan dan kemajuan Islam sebagai suatu sistem hidup di Indonesia telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi secara industri perbankan syariah. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi yang sesuai dengan nilai dan prinsip hukum Islam pada lembaga usaha keuangan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian Indonesia. Satu bentuk perhatian pemerintah untuk membangun dan mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil, beretika, transparan, dan untuk menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan dengan bermuamalah syariah yang mempunyai filosofi utama kemitraan dan kebersamaan dalam

profit dan risk.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia kini dan kemauan warga masyarakat Islam untuk melaksanakan transaksi berprinsip syariah membuat perbankan syariah di Indonesia mempunyai peluang yang cerah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Pelayanan dengan menyediakan beragam produk dalam berbagai aspek termasuk dalam pelayanan gadai emas syariah serta layanan jasa perbankan yang beragam saat ini dengan skema keuangan yang lebih bervariatif untuk para nasabahnya. Keberadaan bank-bank syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel sehingga dapat memberikan manfaat dan dapat


(16)

2

dinikmati oleh seluruh golongan dan lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Pelayanan produk dan jasa yang diberikan dalam perbankan syariah diharapkan selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Penerapan transaksi syariah tersebut tidak dapat terlepas dari prinsip-prinsip syariah seperti persaudaraan (ukhuwah), keadilan (‘adalah), kemaslahatan (maslahah), keseimbangan (tawazun), dan universalisme (syumuliyah) (Nurhayati dalam Rahmanti, 2012).

Pelayanan pegadaian didalam perbankan dimaksudkan sebagai suatu produk penyaluran dana yang memberikan fasilitas bagi seluruh kalangan masyarakat untuk dapat memperoleh pinjaman uang secara cepat, mudah, dan praktis serta untuk membantu sektor sosial. Gadai masuk dalam akad qardh atau akad yang memberikan pinjaman kepada nasabah ini merupakan pelengkap dari produk pembiayaan di suatu bank dengan menjaminkan suatu barang untuk memperoleh pinjaman yang nantinya nasabah tersebut harus mengembalikan dana pinjamannya dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Gadai syariah yang tersedia dan berkembang dalam perbankan syariah saat ini yaitu berupa gadai emas syariah. Menurut Ali (2008 : 3)

Gadai syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda berupa emas/perhiasan/kendaraan dan/atau harta benda lainnya sebagai jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai syariah; sedangkan pihak lembaga pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh pegadai. Gadai dimaksud, ditandai dengan mengisi dan menandatangani Surat Bukti Gadai (Rahn).


(17)

Masyarakat atau nasabah dapat melakukan transaksi gadai emas untuk mendapat dana atau pinjaman dalam mengatasi segala kebutuhan seperti untuk biaya pendidikan, modal usaha, biaya pengobatan, dan keperluan jangka pendek mereka.

Emas merupakan suatu barang berharga bagi masyarakat umum, dan sebagai barang koleksi yang dapat meningkatkan prestise pemiliknya. Nilai emas stabil, bahkan cenderung selalu naik. Emas tersedia dalam berbagai macam bentuk, mulai dari emas batangan, koin emas dan emas perhiasan. Memiliki emas selain dapat dinikmati keindahannya sebagai perhiasan, emas juga sebagai bentuk investasi yang berfungsi sebagai cadangan untuk memperoleh dana darurat ketika membutuhkan dana cepat, bahkan sampai saat ini emas masih merupakan alat pembayaran yang paling utama di dunia (Greenspan dalam Tanuwidjaja, 2009). Barang jaminan yang digunakan dalam pelaksanaan gadai emas syariah yaitu berupa emas dalam bentuk perhiasan maupun emas batangan.

Implementasi praktik gadai emas berdasarkan prinsip syariah, menjadi peluang perbankan syariah untuk memberikan pelayanan gadai kepada nasabahnya. Diantara bank yang sudah mengaplikasikannya, maka memberikan inspirasi bagi bank konvensional daerah seperti Bank BPD DIY untuk menerapkan dual system yaitu dengan sistem konvensional dan syariah dengan mendirikan Unit Usaha Syariah atau BPD DIY Syariah yang memiliki kantor cabang di jalan Cik Ditiro untuk mengembangkan produk jasa syariahnya dengan melirik kepada sektor gadai emas syariah.


(18)

4

Pembiayaan gadai emas syariah pada Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dana berbagai lapisan masyarakat dengan prinsip kerja cepat, mudah, murah, dan berkah sesuai dengan landasan syariah yang diharapkan sehingga dapat memenuhi moto pegadaian syariah yaitu “Mengatasi masalah dengan syariah”.

Keberadaan unit usaha dan lembaga keuangan berbasis syariah yang semakin meningkat saat ini menimbulkan pula adanya tantangan baru dan besar bagi para pakar akuntansi. Harapan untuk para pakar akuntansi dapat mengembangkan dan menerapkan standar akuntansi berprinsip syariah Islam dalam menyajikan informasi keuangan yang dapat dipercaya, relevan, dan jelas untuk dipahami baik dari pencatatan maupun pelaporan keuangannya untuk kepentingan para pengguna laporan dan oleh seluruh pihak yang berhubungan dengan bank syariah tersebut.

Pelayanan produk jasa gadai emas syariah didalam perbankan akan membuat pencatatan akuntansi syariah tersendiri yang berbeda dengan pencatatan gadai konvensional, berkaitan dengan mekanisme pencatatan jurnal akuntansi yang digunakan dalam transaksi gadai emas syariah seperti akad Ar-Rahn, Al-Qardh maupun Ijarah yang digunakan oleh Bank BPD DIY Syariah.

Pelaksanaan pembiayaan gadai emas syariah pada bank syariah haruslah menyesuaikan dengan peraturan atau ketentuan-ketentuan syariah yang berlaku dan sudah ditetapkan. Dalam hal ini berdasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) No:


(19)

25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, No: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang

Rahn Emas, No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, UU RI No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, dan penerapan metode pencatatan akuntansi menurut PAPSI 2013 dan PSAK 107 tentang akad

Ijarah. Diharapkan dengan menjalankan ketentuan yang sudah ada akan menambah kepercayaan masyarakat dalam bertransaksi dengan pembiayaan gadai emas syariah dan akan meningkatkan kredibilitas pihak bank dalam penyusunan laporan akuntansi serta dalam mekanisme pelaksanaan pembiayaan gadai emas syariah.

Berdasarkan latar belakang di atas dan melihat bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui prosedur gadai emas syariah pada Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro. Penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan tata cara serta problematika dalam proses gadai emas berprinsip syariah ini secara lebih lengkap dan jelas serta bagaimana perlakuan pencatatan jurnal akuntansi dari akad yang digunakan dalam gadai emas syariah untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang belum mengetahui dan membantu nasabah untuk lebih memahami baik dari prosedur maupun pencatatan pembiayaan gadai emas syariah. Untuk itu penulis mengambil judul “Prosedur Pembiayaan dan Pencatatan Gadai Emas Syariah Pada Bank BPD DIY Syariah Cabang Cik Ditiro”.


(20)

6

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini terdiri atas: a. Prosedur setiap tahapan pembiayaan gadai emas syariah. b. Penanganan resiko dalam pembiayaan gadai emas syariah.

c. Pencatatan jurnal akuntansi berkaitan dengan akad qardh-rahn dan

ijarah yang digunakan dalam pembiayaan gadai emas syariah.

2. Rumusan Masalah

Penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana prosedur setiap tahapan untuk memperoleh pembiayaan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro? b. Bagaimana penanganan resiko yang dapat terjadi dalam

pembiayaan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro?

c. Bagaimana pencatatan jurnal akuntansi untuk akad qardh-rahn dan

ijarah yang digunakan dalam pembiayaan gadai emas syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai secara umum adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan untuk masyarakat, para


(21)

pembaca, dan para akademisi agar lebih mengenal pembiayaan gadai emas syariah. Tujuan yang lebih khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui prosedur setiap tahapan pembiayaan gadai emas syariah.

b. Untuk mengetahui kendala atau resiko yang terjadi dan penanganannya pada pembiayaan gadai emas syariah.

c. Untuk mengetahui pencatatan jurnal akuntansi akad qardh-rahn

dan ijarah yang digunakan dalam pembiayaan gadai emas syariah.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi semua pihak yang terkait, diantaranya adalah:

a. Manfaat bagi penulis: untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir dan menambah ilmu pengetahuan mengenai pembiayaan gadai emas syariah.

b. Manfaat bagi pihak Bank BPD DIY Syariah: sebagai tambahan masukan dan pertimbangan untuk menyusun berbagai strategi dalam pengembangan produk pembiayaan gadai emas syariah serta memberikan sumbangan pemikiran dalam pencatatan jurnal akuntansi berkaitan dengan akad dalam transaksi tersebut. Hasil penelitian ini pula diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi


(22)

8

peningkatan atau perkembangan dan peluang produk gadai emas syariah di masyarakat.

c. Manfaat bagi almamater dan pembaca: sebagai tambahan bahan refrensi, literatur perpustakaan, dan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya jurusan DIII Akuntansi Terapan UMY dan tambahan informasi tentang produk pembiayaan gadai emas syariah untuk para pembaca atau masyarakat sehingga dapat melakukan transaksi tersebut di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro.

D. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Cabang Syariah Cik Ditiro Bank BPD DIY yang beralamatkan di Jalan Cik Ditiro 34, Yogyakarta.

2. Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan Metode Deskriptif-Kualitatif dalam penelitian tugas akhir ini. Metode Deskriptif-Kualitatif adalah metode penelitian yang dimana penulis terlebih dahulu akan melakukan pengumpulan data-data atas suatu objek yang ada berdasarkan fakta dan sumber terpercaya, kemudian akan dilakukan klarifikasi dan analisis data dengan cermat lalu selanjutnya akan disajikan atau ditarik kesimpulan secara sistematis dan akurat berdasar data yang diperoleh


(23)

sehingga akan memberikan gambaran yang jelas terhadap objek yang diteliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada petugas pelayanan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro. Selanjutnya dari hasil data yang diperoleh tersebut penulis akan mencoba menganalisis pelaksanaan gadai dengan menyesuaikannya menurut fatwa DSN/MUI tentang

rahn, rahn emas, dan ijarah, landasan hukum yang terkait serta pedoman akuntansi perbankan syariah.

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan pelaksanaan gadai emas yang telah diterapkan oleh lembaga keuangan syariah lainnya dan didukung pula dari sumber-sumber terpercaya tambahan yang berkaitan. Penanganan problematika atau resiko-resiko dalam pembiayaan serta pencatatan/penjurnalan akuntansi dalam transaksi gadai emas syariah pada Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro juga akan penulis tuangkan dalam pembahasan ini untuk memperoleh gambaran pelaksanaan gadai emas syariah yang lebih jelas.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini telah penulis kelompokkan sesuai dengan karateristik menjadi dua bagian yaitu: a. Data Primer: yaitu berupa sumber data yang akurat atau keterangan


(24)

10

dengan bagian pelayanan pembiayaan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro.

b. Data Sekunder: yaitu berupa data pendukung dari data primer seperti dari literature, buku atau studi pustaka, form Surat Bukti

Rahn (SBR), form pembiayaan gadai emas syariah, gambar atau foto, dan lain-lain yang berhubungan dalam transaksi gadai emas syariah tersebut.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu langkah yang penting untuk membantu penelitian agar memperoleh suatu data yang diperlukan dan valid. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data diantaranya adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh informasi atau keterangan yang bertujuan untuk mengumpulkan data penelitian. Wawancara ini dilakukan dengan bentuk komunikasi verbal seperti melakukan percakapan dan tanya jawab kepada pegawai yang terlibat langsung terkait dengan pelayanan gadai emas syariah. Penulis melakukan wawancara ini dengan pihak administrasi pembiayaan dan pihak pemasaran bisnis divisi gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro.


(25)

b. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data penelitian dengan melakukan pengamatan secara langsung dan seksama (cermat dan teliti) serta sistematis terhadap suatu obyek penelitian. Observasi ini digunakan untuk mengetahui praktik pelayanan pembiayaan gadai emas syariah dan untuk memperoleh data yang akurat, bertujuan untuk mendapatkan serta mengetahui hal-hal, perkembangan, dan sebagainya yang sedang berjalan terkait dengan pelayanan pembiayaan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data penelitian yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal yang berupa surat kabar, transkip, dan lain-lain yang berasal dari buku, literatur, dokumen resmi, artikel atau jurnal ilmiah dan sumber kepustakaan lainnya. Penulis juga mengambil beberapa gambar/foto dan tabel terkait dengan gadai emas syariah sebagai tambahan data penelitian. Hasil dari teknik pengumpulan data dokumentasi ini adalah data sekunder sebagai pelengkap data primer.


(26)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perbankan Syariah

Kemajuan perekonomian Islam di Indonesia saat ini ditandai dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandasan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah (Antonio, 2001:18).

Pengertian dari perbankan syariah menurut Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 menjelaskan bahwa, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Menurut jenisnya bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah (BUS) merupakan bank syariah yang memiliki kegiatan memberikan jasa lalu lintas pembayaran, sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan bank syariah yang dalam kegiataan tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

Perhatian pemerintah terhadap perbankan syariah terlihat pula dari dikeluarkannya “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Di


(27)

dan sasaran pengembangan perbankan syariah baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang yang memberikan pedoman bagi semua pihak dan sudut pandang untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Kebijakan pemerintah juga terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit 16 Juli 2008 hasil pembaharuan dari undang-undang sebelumnya, dengan ini

“… maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi” (Bank Indonesia, 2016).

Pada awalnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah pelopor perbankan Islam di Indonesia yang didirikan pada 1 November 1991. Melihat perkembangan yang terus meningkat, dewasa ini sudah banyak bank di Indonesia yang mendirikan perbankan syariah atau Bank Umum Syariah dan terdapat bank umum konvensional yang menerapkan dual system yaitu dengan memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Menurut Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 1 Nomor 10 menjelaskan pengertian Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu unit kerja dari suatu Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.


(28)

14

Hasil penelitian dari Statistik Perbankan Syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juni tahun 2015 memperlihatkan tabel pada Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network) yaitu perkembangan Bank Umum Syariah menjadi 12 unit dengan jumlah kantor 2.121, diikuti dengan bank umum konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 22 unit dan 327 kantor, serta 161 unit Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan 433 kantor. Diharapkan dengan perkembangan perbankan syariah ini dapat membantu dan menunjang perekonomian masyarakat nasional guna meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan menciptakan kesejahteraan serta dapat memberikan kemaslahatan bagi seluruh kalangan masyarakat.

Fungsi dari adanya bank syariah dan UUS menurut UU No. 21 tahun 2008 yaitu:

1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).


(29)

4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada intinya bank syariah dan UUS berperan untuk menghimpun dana dari nasabah baik dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito berdasarkan prinsip syariah, mengelola dana tersebut dan menyalurkannya baik untuk transaksi jual beli, bagi hasil, sewa, maupun pembiayaan lainnya. Pihak bank dapat berperan pula sebagai investor untuk mendanai usaha nasabah dan memberikan pelayanan jasa, salah satunya seperti melakukan pelayanan jasa gadai (rahn), serta berkewajiban melaksanakan kegiatan di bidang sosial dari pengelolaan dana sosial.

Setelah mengetahui peran dan fungsi perbankan syariah maka dapat terlihat perbandingan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional seperti yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan Bank Syariah dan Bank Konvensional

BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

1. Melakukan investasi-investasi

yang halal saja. Investasi yang halal dan haram. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil,

jual beli, sewa. Memakai perangkat bunga. 3. Profit dan falah oriented

(mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat).

Profit oriented. 4. Hubungan dengan nasabah

dalam bentuk hubungan kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-debitor. 5. Penghimpunan dan penyaluran

dana harus sesuaai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

Tidak terdapat dewan sejenis.


(30)

16

Perbankan syariah yang sehat dapat diwujudkan dengan tersedianya laporan keuangan perbankan syariah yang berkualitas. Laporan keuangan haruslah relevan, teruji, dan dapat dipahami oleh para pemakai laporan keuangan seperti pemilik dana investasi, pembayar ZIS, dan pihak Dewan Pengawas Syariah, sebab didalam laporan keuangan terkandung informasi-informasi penting untuk kelangsungan usaha suatu entitas. Demi membuat laporan keuangan yang berkualitas, maka diperlukan kerangka dasar akuntansi keuangan perbankan syariah yang dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman untuk mengatur perlakuan akuntansi baik dari saat pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan terkait seluruh transaksi dalam aktivitas perbankan syariah.

Memperhatikan pentingnya suatu standar akuntansi yang berprinsip syariah untuk digunakan dalam perbankan syariah, maka Bank Indonesia dengan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) bekerjasama membuat pedoman yang nantinya akan digunakan untuk para penyususn laporan keuangan perbankan syariah. Hingga akhirnya sekarang menggunakan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) tahun 2013 yang berperan untuk mengatur secara teknis dan lebih terperinci penjabaran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah sebelumnya.

Diharapkan dengan adanya pedoman akuntansi PAPSI 2013 dapat membantu dalam penyusunan laporan keuangan perbankan syariah agar lebih lengkap, akurat, dan jelas untuk seluruh informasi yang disampaikan


(31)

dalam laporan keuangan perbankan syariah, sehingga akan meningkatkan kredibilitas perbankan syariah di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menilai industri perbankan syariah.

B. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan merupakan tugas pokok dari perbankan untuk menyalurkan dana nasabah guna mengembangkan produk-produk dalam perbankan syariah. Pembiayaan ini adalah fasilitas pemberian dana kepada pihak yang membutuhkan dana berdasarkan kesepakatan bersama dengan mewajibkan kepada pihak yang diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dan disepakati. Menurut Muhammad dan Suwiknyo (2009: 17)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli; transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa; dan transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil pada perbankan syariah diwujudkan dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah,

sedangkan untuk pembiayaan dengan prinsip sewa menyewa dioperasionalkan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik,

dengan objek transaksinya berupa jasa atau manfaat barang. Pembiayaan dengan prinsip jual beli yaitu dalam bentuk piutang murabahah, salam,


(32)

18

dalam pembiayaaan juga masuk dalam bentuk penyaluran dana dengan transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang al-qardh (pinjaman kebaikan), rahn (gadai), al-hiwalah (alih utang-piutang), wakalah (wali amanat), dan kafalah (bank garansi).

C. Tinjauan Gadai Syariah

Pengertian dari transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut

ar-rahn, yaitu suatu jenis kesepakatan atau perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang (Ali, 2008: 1). Secara bahasa gadai atau rahn mempunyai arti tetap, kekal, dan jaminan. Menurut Antonio dalam Rahman dan Suprayogi (2015: 945), gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya.

Barang jaminan (marhun) atau objek pegadaian merupakan barang yang memiliki nilai ekonomis atau bersifat materi seperti emas/perhiasan/kendaraan dan/atau harta benda lainnya, “…sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperolah jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan” (Ali, 2008: 3). Setelah melalui kesepakatan bersama, nasabah (rahin) nantinya akan dibebankan beberapa macam biaya oleh

murtahin guna penitipan barang jaminan hingga batas waktu yang telah ditentukan untuk melunasi pinjaman tersebut, setelah dapat membayar


(33)

seluruh pinjaman kepada murtahin maka nasabah mempunyai hak kembali untuk mengambil barang jaminannya. Dalam transaksi gadai syariah ini juga terkandung dasar nilai sosial yaitu dilakukan dengan dasar tolong-menolong guna membantu masyarakat yang kekurangan atau kesulitan dalam keuangan.

1. Landasan Hukum Gadai Syariah

Pada dasarnya, pelayanan jasa gadai syariah adalah salah satu akad yang diperbolehkan dalam Islam sebagai produk jasa pelengkap dalam perbankan syariah. Adapun dasar hukum yang menjadi landasan gadai syariah adalah:

a. Al-Quran

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2: 283) yang digunakan sebagai dasar dalam membangun konsep gadai arti atau terjemahan surat tersebut adalah sebagai berikut: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara

tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan”.

Dalam tafsir ayat Al-Ahkam: 175, Syaikh Muhammad As-Sayis berpendapat bahwa ayat Al-Quran di atas adalah petunjuk untuk menerapkan prinsip kehati-hatian bila


(34)

20

seseorang hendak melakukan transaksi utang-piutang yang memakai jangka waktu dengan orang lain dengan cara menjaminkan sebuah barang kepada orang yang berpiutang (rahn).

b. Al-Hadits

Dasar hukum gadai yang kedua untuk dijadikan rujukan praktik gadai syariah antara lain diungkapkan sebagai berikut: “ Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi”. (HR. Bukhari no. 1926, kitab al-Buyu, dan Muslim).

Anas r.a. berkata, “ Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau. Lalu orang yahudi tersebut

berkata: “Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku.”

Rasulullah Saw menjawab: Bohong, sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku, pasti aku tunaikan.” (HR.Bukhari, kitab al-Buyu, Ahmad, Nasa’I, dan Ibnu Majah).

Abi Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh

dinaiki (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternak it

u digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minnum, ia

harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.” (HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’I, Bukhari no 2329, kitab ar-Rahn) Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, ”Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup

dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian

(atau biaya).” (HR Syafi’i dan Daruqutni)

Dasar hukum dari Al-Quran dan beberapa dalil hadits di atas memberikan penjelasan dan gambaran bahwa praktik gadai ini


(35)

sebenarnya sudah ada dan dilakukan pada zaman Rasulullah Saw. Transaksi gadai dapat dilakukan ketika kedua pihak yang bertransaksi sedang dalam melakukan perjalanan (musafir) ataupun dalam keadaan bermukim dan/atau menetap tidak melakukan perjalanan. Sebab, keadaan seorang musafir atau menetap bukanlah menjadi suatu persyaratan utama keabsahan transaksi rahn.

Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut akan lebih baik jika dalam melakukan transaksi gadai ada pihak yang menjadi saksi dan melakukan pencatatan sebagai bukti tertulis agar transaksi gadai ini lebih terjamin, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kedua pihak yang bertransaksi rahn dan saksi yang terlibat diharapkan untuk dapat menjaga amanat yang sudah diberikan, serta mengerti hak dan kewajiban sebagai rahin dan murtahin sehingga dapat menghindari kesalahpahaman dan kemudharatan yang diakibatkan oleh berkhianatnya pihak-pihak yang melakukan transaksi utang-piutang (Ali, 2008).

Mengingat dari dasar hukum Al-Quran dan Hadist yang telah disampaikan, menimbang pula dari pelayanan jasa gadai ini telah menjadi kebutuhan masyarakat. serta pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang perlu merespon dalam berbagai produknya. Maka dari hasil Rapat Pleno DSN telah memutuskan dan menetapkan Fatwa No: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, untuk dijadikan pedoman baik bagi perbankan syariah dan masyarakat dalam pelaksanaan Rahn,


(36)

22

yaitu menahan barang sebagai jaminan atas hutang. Diharapkan dengan telah ditetapkannya fatwa ini pelaksanaan gadai kedepannya akan lebih terarah dan tetap berjalan sesuai dengan prinsip syariah.

2. Rukun dan Syarat Sahnya Gadai syariah

Memenuhi syarat sah dan rukun gadai menjadi hal penting dalam melakukan transaksi gadai syariah bagi pihak-pihak yang terkait. Secara umum para ulama memandang rukun gadai dalam melakukan gadai syariah ada empat yaitu:

a. Aqid (Pihak-pihak atau orang yang melakukan akad). Aqid

dalam transaksi gadai, yaitu: Rahin (pemberi gadai atau orang yang menggadaikan barangnya) dan Murtahin(penerima gadai atau kreditor atau bank/lembaga yang memberikan modal pinjaman untuk rahin).

b. Shigat atau ucapan serah terima (ijab qabul). Shigat ini dilakukan oleh rahin dan murtahin baik dinyatakan dengan tertulis dan lisan yang terkandung maksud dan kesepakatan bersama untuk melakukan transaksi gadai.

c. Marhun (barang/harta atau objek yang dijadikan barang jaminan/gadai). Marhun ini seperti emas, perhiasan, barang elektronik, kendaraan, dan harta lainnya yang sesuai syarat sahnya untuk dijadikan barang gadai dalam syariat Islam dan uraian objek gadai ini harus jelas.


(37)

d. Marhun Bih (Utang atau sebagian dana yang diberikan karena diadakannya akad rahn oleh murtahin kepada rahin

berdasarkan dari hasil tafsiran marhun).

Setelah rukun gadai di atas terpenuhi, dalam melakukan gadai syariah juga terdapat syarat sahnya untuk melakukan transaksi gadai syariah. Adapun syarat sahnya menurut Firdaus, dkk (2005) adalah:

a. Shigat

Syarat shigat adalah tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan masa yang akan datang. Kecuali jika syarat tersebut mendukung kelancaran akad maka diper-bolehkan seperti pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh dua orang.

b. Rahin dan Murtahin

Pihak yang berakad baik rahin maupun murtahin harus cakap dalam melakukan tindakan hukum, baligh, dan berakal sehat, serta memiliki kemampuan melakukan akad.

c. Marhun Bih (Utang)

1) Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada

murtahin;

2) Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak sah.

3) Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya. d. Marhun (Barang/harta/objek gadai)


(38)

24

1) Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih.

2) Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan (barang-barang yang halal diperjualbelikan menurut syariat Islam).

3) Harus jelas dan spesifik.

4) Marhun itu secara sah dimiliki oleh rahin.

5) Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat.

3. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai

Hak dan kewajiban dalam pelaksanaan gadai emas syariah ini harus diketahui, dihormati, dan dijalankan oleh pihak-pihak yang berakad, demi kelancaran dan keberlangsungan transaksi gadai syariah.

a. Hak dan kewajiban bagi Murtahin (Penerima Gadai) adalah: 1) Pihak pemegang/penerima gadai mempunyai hak untuk

menjual barang gadai saat jatuh tempo. Penjualan ini dilakukan apabila rahin tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar marhun bih atau utangnya sesuai dengan akad perjanjian gadai dan penjualan barang gadai ini dilakukan atas sepengetahuan pihak rahin. Hasil dari penjualan marhun nantinya dapat digunakan untuk melunasi utang/pinjaman dan apabila terdapat kelebihan


(39)

dalam hasil penjualan maka sisanya dikembalikan kepada pihak rahin.

2) Murtahin berhak memperoleh penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga, menyimpan, dan memelihara keselamatan barang gadai milik rahin.

3) Murtahin mempunyai hak untuk menahan barang gadai yang telah diberikan oleh rahin, selama pinjaman atau utang belum dilunasi. Alasannya, bahwa barang gadai (marhun) ini masih tertahan oleh suatu hak pelunasan oleh

rahin.

Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Murtahin (Penerima Gadai) adalah:

1) Murtahin bertanggung jawab atas hilang, rusak, atau merosotnya barang gadai, apabila kelalaian tersebut dialakukan atau disebabkan oleh pihak murtahin.

2) Pihak murtahin tidak boleh dan tidak diizinkan untuk menggunakan barang gadai milik rahin untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.

3) Pihak murtahin berkewajiban untuk memberitahukan kepada pihak rahin sebelum diadakannya kegiatan pelelangan barang gadai milik rahin.


(40)

26

b. Hak dan Kewajiban bagi Rahin (Pemberi gadai) adalah:

1) Rahin mempunyai hak untuk mendapatkan atau mengambil kembali barang gadainya pada waktu sesuai kesepakatan akad, setelah rahin mampu melunasi pinjaman kepada

murtahin.

2) Rahin mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi, apabila barang gadai yang dijadikan jaminan kepada murtahin

mengalami kerusakan dan/atau kehilangan yang disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan yang sengaja dilakukan pihak

murtahin dalam menjaga marhun.

3) Rahin mempunyai hak untuk menerima sisa hasil dari penjualan barang gadai miliknya sesudah dikurangi dengan pinjaman (marhun bih) dan biaya-biaya lainnya yang terkait dengan transaksi gadai.

4) Rahin berhak meminta kembali barang gadai apabila dalam pelaksanaan gadai ini pihak murtahin diketahui telah melakukan penyalahgunaan marhun tersebut.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak Rahin (Pemberi Gadai) adalah:

1) Rahin berkewajiban untuk membayar dan melunasi seluruh pinjaman yang sudah diterimanya berdasarkan tenggang waktu yang telah disepakati saat akad gadai terjadi,


(41)

termasuk dengan biaya-biaya lainnya yang ditentukan oleh

murtahin.

2) Rahin berkewajiban untuk melepaskan dan merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila tidak dapat melunasi pinjaman/utangnya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan bersama dalam akad.

4. Aplikasi Gadai (Rahn) dalam Praktik Perbankan Syariah

Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi di Indonesia, utang-piutang dengan praktik gadai dapat dilakukan tidak hanya di pegadaian konvensional namun perbankan syariah pun sudah mulai membuka pelayanan produk jasa berupa gadai untuk melayani kebutuhan masyarakat. Rahn saat ini tidak hanya dapat dijalankan antar dua individu atau pribadi saja, melainkan dapat dilakukan antara pribadi dan lembaga keuangan seperti melalui bank. Adapun implementasi kontrak Gadai (Rahn) dalam perbankan menurut Antonio dalam Anshori (2006) digunakan sebagai:

a. Produk Tersendiri

Akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga tetapi yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan atau biaya penaksiran yang dipungut dan ditetapkan diawal perjanjian, sedangkan


(42)

28

gadai biasa nasabahnya juga dibebankan bunga pinjaman yang dapat terakumulasi dan berlipat ganda.

b. Produk Pelengkap

Artinya rahn digunakan sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’I murabahah dimana bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.

Secara umum, untuk lebih jelas mengenai penerapan gadai yang telah dikombinasikan dengan pembiayaan di perbankan syariah dapat dilihat dalam skema berikut ini.

Gambar 2.1 Skema Akad Rahn

Sumber: Ali (2008: 69)

D. Gadai Emas Syariah

Sejak ditetapkannya fatwa no: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn

Emas, gadai emas syariah saat ini sudah banyak dijalankan dan Marhun Bih

Rahin Murtahin

Marhun 3. Pencairan

2. Utang dan Jasa

1. Akad Rahn

Keterangan Gambar Berhubungan : Saling Berhubungan :


(43)

dikembangkan oleh perbankan syariah sebagai salah satu layanan produk jasa. Isi dari Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang rahn emas yang ditetapkan pada 28 Maret 2002 memutuskan:

1. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat fatwa DSN nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn).

2. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).

3. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah.

Definisi Gadai Emas Syariah sendiri adalah penggadaian atau suatu penyerahan hak penguasa secara fisik atas harta/barang berharga (berupa emas) dari pihak nasabah (rahin) kepada pihak bank (murtahin) untuk dikelola dengan prinsip ar-rahn yaitu sebaga jaminan (marhun) atas peminjam/utang (Marhun Bih) yang diberikan kepada nasabah (Hartono dalam Anshori, 2006).

Pada mekanisme gadai emas syariah yang membedakan dari gadai lainnya adalah terletak pada objek barang gadainya yaitu berupa emas dan proses penaksiran emas untuk menentukan pembiayaan yang akan diberikan oleh pihak bank kepada nasabah (rahin).


(44)

30

Emas sebagai barang berharga yang pada umumnya sudah lazim dimiliki oleh masyarakat ini, dapat dijadikan sebagai barang jaminan dalam melakukan gadai. Emas yang dapat digunakan dalam transaksi gadai yaitu berupa emas batangan dan emas dalam bentuk berbagai perhiasan. Emas dalam bentuk batangan adalah emas yang memiliki nilai 24 karat (emas murni) karena tanpa ada campuran logam lain, sedangakan untuk emas dalam bentuk perhiasan biasanya nilainya sudah tidak 24 karat karena sudah dilebur dengan logam pencampur emas atau disebut alloy

(Tanuwidjaja, 2008).

Pada umumnya cara untuk melakukan penaksiran/pengujian guna mengetahui keaslian dan kadar emas dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Pengujian Sederhana: Dilihat dari bentuk, bau, dan berat emas. Biasanya yang dapat melakukan teknik ini adalah para ahli emas.

b. Pengujian Kimia: Dapat dilakukan dengan cara digosok dengan batu dan ditetes dengan cairan khusus seperti asam nitrat dan klorida untuk menguji kadar emas.

c. Pengujian Fisika: Menguji emas dengan mengukur berat jenis menggunakan timbangan emas digital, segelas air, dan benang.

Alasan dan keunggulan emas sebagai alat tukar yang dapat dijadikan barang jaminan gadai antara lain, karena emas merupakan barang yang awet tidak dapat berkarat, emas dapat dipotong tanpa


(45)

mengurangi nilai, merupakan barang langka, emas juga mudah dibawa atau dipindahkan baik dalam bentuk perhiasan maupun batangan, emas juga merupakan barang yang bernilai mahal, selain itu antara logam perak dan platinum emas merupakan logam yang mudah dikenali bentuknya, dan sebagai alat tukar emas tetap diakui nilainya dan diterima di semua negara (Sari, 2012).

Selain dinilai dari karat dan berat emas yang dimiliki, rahin juga dapat menyertakan sertifikat emas dan/atau tanda bukti pembelian emas tersebut sebagai bukti/jaminan keaslian dari emas yang dimiliki. Perbedaan nilai dan berat emas setelah dilakukan pengujian serta disertakannya sertifikat emas/kuitansi pembelian, nantinya akan mempengaruhi jumlah pinjaman yang akan didapatkan oleh pihak rahin.

Pelaksanaan transaksi gadai emas (Rahn Emas) ini terdiri dari kombinasi atau penggabungan beberapa akad dan merupakan satu rangkaian yang saling terkait dan tidak terpisahkan, menurut Anshori (2006) menyatakan transaksi/akad gadai emas syariah meliputi:

a. Pemberian pinjaman dengan menggunakan transaksi/akad

Qardh.

b. Penitipan barang jaminan berdasarkan transaksi/akad Rahn.

c. Penetapan sewa tempat khasanah (tempat penyimpanan barang) atas penitipan tersebut diatas melalui transaksi/akad Ijarah.

Pelaksanaan gadai emas syariah baik dari akad qardh, rahn, dan


(46)

32

syariah, yang akan disepakati oleh pihak bank dan pihak nasabah dengan menyetujui dan menandatangani Surat Akad Gadai.

E. Perlakuan Akuntansi Qardh Dalam Gadai Emas Syariah

Al-Qardh merupakan salah satu produk jasa yang dikembangkan dalam perbankan syariah untuk keperluan sosial dan membantu mengembangkan usaha kecil serta menangani masalah keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Al-Qardh dapat berkaitan dalam mekanisme transaksi rahn yang digunakan sebagai akad perjanjian transaksi gadai syariah untuk memberikan pembiayaan atau pinjaman uang.

Al-Qardh atau pinjaman kebaikan ini adalah akad pinjam meminjam uang yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah yang membutuhkan uang tanpa adanya pembebanan bunga dari dana atau pinjaman yang diberikan tersebut. Transaksi qardh pada dasarnya merupakan transaksi yang bersifat sosial karena tidak diikuti dengan pengembalian keuntungan dari dana yang dipinjamkan (Yaya, dkk. 2009). Namun, pada waktu yang telah disepakati nasabah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan sejumlah pokok pinjaman yang diterima dan dikenakan biaya administrasi yang dibutuhkan untuk kelancaran transaksi

al-qardh.

Ketentuan biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah pada pinjaman menurut Firdaus, dkk (2005) yaitu:


(47)

b. Sifatnya harus jelas, nyata, dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan dalam kontrak.

Nasabah atau rahin diperbolehkan memberikan fee/sumbangan dengan sukarela kepada pihak bank selama tidak diperjanjikan dalam akad. Pihak bank berhak menagih kembali sebesar jumlah pokok pinjaman kepada nasabah pada saat waktu jatuh tempo, apabila dalam pelaksanaannya nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh pinjamannya dan bank telah memastikan ketidakmampuan peminjam maka pihak bank dapat: (a) memperpanjang jangka waktu pengembalian, dan/atau (b) menghapus sebagian atau seluruh kewajiban peminjam. Sebaliknya, apabila nasabah tidak menunjukan keinginan baik untuk mengembalikan kewajiban/utangnya bukan karena ketidakmampuan, maka pihak bank dapat menjatuhkan sanksi berupa penjualan barang jaminan nasabah (Ali, 2008).

Pengakuan dan pengukuran serta penyajian akuntansi akad pinjaman qardh diatur dalam PAPSI (2013) sebagai berikut:

a. Pinjaman qardh diakui sebesar jumlah dana yang dipinjamkan pada saat terjadinya.

b. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana intern diakui sebagai pendapatan operasi lain sebesar jumlah yang diterima.


(48)

34

c. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana pihak ketiga diakui sebagai pendapatan utama lain dan dibagihasilkan sebesar jumlah yang diterima.

d. Dalam penyajiannya pinjaman qardh yang bersumber dari intern bank dan dana pihak ketiga disajikan dalam pos pinjaman qardh, sedangkan cadangan kerugian penurunan nilai pinjaman qardh disajikan sebagai pos lawan (contra account) pinjaman qardh.

Pembukuan akuntansi qardh-rahn yang dilakukan oleh perbankan syariah dapat terlihat dalam ilustrasi pencatatan jurnal berikut:

a. Jurnal saat pinjaman qardh-rahn diberikan :

Pinjaman Qardh - Rahn xxx

Kas/Giro/Rekening nasabah xxx

b. Jurnal saat penerimaan biaya administrasi:

Kas xxx

Pendapatan Utama Lain/Pendapatan

Operasional Lain xxx

d. Jurnal saat pelunasan/cicilan:

Kas/Giro/Rekening nasabah xxx

Pinjaman Qardh - Rahn xxx

e. Jurnal saat pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai atas pinjaman qardh

Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan –

pinjaman Qardh xxx

Cadangan kerugian penurunan nilai aset


(49)

F. Perlakuan Akuntansi Ijarah Dalam Gadai Emas Syariah

Jenis akad lainnya dalam pelaksanaan gadai emas yang merupakan satu rangkaian yaitu, akad Ijarah. Akad ijarah digunakan sebagai akad pendamping dalam pelaksanaan gadai emas syariah untuk menetapkan penentuan biaya sewa (ujrah) tempat penyimpanan barang gadai.

Akad ijarah merupakan akad yang memfasilitasi transaksi pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang (Yaya, dkk. 2009).

Berdasarkan akad ijarah dimaksud, pihak bank (murtahin) dapat menyewakan manfaat tempat penyimpanan barang kepada nasabah (rahin) guna menitipkan dan menyimpan barang gadai berupa emas milik nasabah. Sebagai kompensasi atau balas jasa atas penitipan barang yang telah dijaga pihak bank, nasabah (rahin) akan dikenakan biaya sewa (ujrah). Terdapat pula beberapa ketentuan dalam menetapkan biaya jasa pada barang simpanan guna menghindari terjadinya riba dalam transaksi gadai emas, menurut Anshori (2006), yaitu (1) harus dinyatakan dalam nominal, bukan presentase, (2) sifatnya harus nyata, jelas, dan pasti, serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak, dan (3) tidak terdapat tambahan biaya yang tidak disebutkan dalam akad awal.

Akad ijarah dalam transaksi gadai emas syariah digunakan untuk penentuan biaya dan pendapatan sewa atas barang simpanan. Ketentuan perlakuan akuntansi untuk transaksi ijarah telah diatur dalam PSAK No. 107. Pengakuan dan pengukuran ijarah dijelaskan dalam PSAK No. 107 sebagai berikut:


(50)

36

a. Pinjaman/kas dinilai sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya.

b. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas asset (sewa tempat) telah diserahkan kepada penyewa (rahin).

c. Pengakuan biaya penyimpanan diakui pada saat terjadinya.

Ilustrasi pencatatan jurnal akuntansi ijarah dalam rahn yang dilakukan oleh perbankan syariah dapat terlihat dalam berikut:

a. Pada saat bank menerima barang gadai tidak perlu dijurnal hanya membuat tanda terima.

b. Jurnal saat penerimaan pembayaran biaya sewa (ujrah) pada saat jatuh tempo:

Kas/Rekening nasabah xxx

Pendapatan ijarah xxx

c. Jurnal saat penerimaan pembayaran biaya sewa (ujrah) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo:

Jurnal saat tanggal jatuh tempo:

Piutang pendapatan sewa xxx

Pendapatan ijarah-akrual xxx Jurnal saat pembayaran setelah tanggal jatuh tempo :

Kas/Rekening nasabah xxx

Piutang pendapatan ijarah xxx

Pendapatan ijarah -akrual xxx

Pendapatan ijarah xxx

d. Jurnal saat penerimaan pembayaran biaya sewa (ujrah) dilakukan sebagian saat jatuh tempo dan sebagian lagi setelah jatuh tempo:


(51)

Jurnal sewa dibayar sebagian saat jatuh tempo:

Kas/Rekening nasabah xxx

Piutang pendapatan sewa xxx

Pendapatan sewa xxx

Pendapatan sewa-akrual xxx

Jurnal pembayaran sisa sebagian sewa setelah jatuh tempo:

Kas/Rekening nasabah xxx

Piutang pendapatan sewa xxx

Pendapatan sewa-akrual xxx


(52)

38 BAB III

PROFIL PERUSAHAAN

A. Profil Unit Usaha Syariah PT. Bank BPD DIY

Sejak beroperasinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992, itu merupakan fase awal dalam memperkenalkan kepada seluruh masyarakat mengenai suatu sistem yang mengaplikasikan mekanisme dan produk perbankan yang berlandaskan prinsip syariah dengan sistem bagi hasil. Kehadiran bank syariah inipun memperoleh tanggapan baik di masyarakat. Begitu pula dengan bank konvensional dan perbankan daerah yang mulai mengembangkan industri perbankaan syariah.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY merupakan perusahaan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah beroperasi sejak 1961. Bank BPD DIY ini merupakan salah satu alat kelengkapan otonomi daerah di bidang perbankan yang memiliki tugas sebagai penggerak, pendorong laju pembangunan daerah, sebagai pemegang kas daerah/menyimpan uang daerah, dan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah serta menjalankan usahanya sebagai bank umum. Selama 55 tahun berjalan, Bank BPD DIY telah mengalami berbagai penyesuaian dan perkembangan guna membantu mendorong perekonomian masyarakat dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang lebih baik khususnya bagi warga Yogyakarta.

Unit Usaha Syariah Bank BPD DIY berdiri sejak 19 Februari 2007 dengan diresmikan langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X setelah mendapat ijin dari Bank Indonesia


(53)

surat Nomor 8/15/DS?Yk tanggal 14 Desember 2006 Perihal Ijin prinsip pembukaan Kantor Cabang Syariah dan surat BI Nomor 9/13/DS/Yk tanggal 7 Februari 2007 Perihal: Ijin Pembukaan Kantor Cabang syariah.

Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY ini merupakan wujud perhatian khusus dari Bank BPD DIY dalam mengembangkan usahanya dan memberikan pelayanan perbankan kepada masyarakat dengan transaksi berpola syariah. Diharapkan dengan kehadiran unit usaha syariah Bank BPD DIY dapat meningkatkan kinerja perusahaan untuk memberikan fasilitas pelayanan produk perbankan berprinsip syariah yang semakin baik dan bervariasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan para konsumen.

Visi yang dimiliki Bank BPD DIY Syariah yaitu “Menjadi Unit Usaha Syariah yang sehat, yang menyediakan jasa keuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Visi Bank BPD DIY Syariah ini akan mendorong Bank BPD DIY untuk senantiasa menyediakan jasa keuangan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat kedepannya. Serta dengan pemenuhan jasa keuangan yang berlandaskan prinsip syariah ini diharapkan pula akan mampu mendukung dan mewujudkan visi Bank BPD DIY Syariah, melalui pengelolaan Unit Usaha Syariah yang sehat.

Misi Bank BPD DIY Syariah yaitu memberikan kontribusi pada Bank BPD DIY melalui pencapaian laba yang wajar dari hasil penyediaan jasa keuangan syariah.


(54)

40

Unit Usaha Syariah Bank BPD DIY ini memiliki pedoman pelaksanaan tata kelola usaha yang baik atau Good Corporate Government

(GCG) yang berdasarkan pada lima prinsip dasar yaitu keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran. Dimana diharapkan prinsip dasar GCG tersebut dapat sejalan sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan secara islami yang berdasarkan Persaudaraan, keadilan, Kemaslahatan, dan Keseimbangan (Laporan Tahunan 2015 BPD DIY, 2015).

Kinerja keuangan Unit Usaha Syariah PT. Bank BPD DIY memiliki komitmen untuk mengembangkan perekonomian daerah dan mendukung program pemberdayaan usaha mikro dan menengah. Kinerja Bank BPD DIY Syariah yang diukur dari kinerja keuangannya menunjukan kondisi yang baik dan semakin meningkat selama tahun 2015. Unit Usaha Syariah PT. BPD DIY juga telah konsisten untuk menjalankan fungsinya, yaitu menyalurkan dana dari masyarakat penyimpan dana menjadi pembiayaan yang mampu menghidupkan disnis di sector rill. Indikator yang digunakan adalah Financings to Deposit Ratio (FDR) yang mencapai angka rata-rata diatas 95%. Ini berarti bahwa hampir seluruh dana yang dihimpun dari masyarakat berhasil disalurkan menjadi pembiayaan.

Bukti pertumbuhan dan perkembangan yang baik telah ditunjukan oleh Bank BPD DIY Syariah. Selama sembilan tahun ini dengan meningkatkan kualitas pelayanan produk dan jasa, mengatur kerjasama,


(55)

dan membangun manajemen kerja yang baik dan beretika bagi seluruh pegawai, telah membawa Bank BPD DIY Syariah mendapatkan predikat

bank “Sangat Bagus” sebanyak tiga kali dari Karim bisnis Consulting dan

perhargaan dari majalah Infobank sebagai UUS dengan kinerja “Sangat Bagus” sehingga membawa Bank BPD DIY Syariah berhasil menduduki

peringkat teratas dalam “Rating Institusi Keuangan Syariah Versi

Infobank 2015” untuk kategori UUS bank umum yang beraset dibawah Rp

1 Triliun.

Diharapkan dengan segala perhargaan yang telah didapatkan tersebut bank BPD DIY Syariah dapat terus mempertahankan dan mengembangkan usahanya dengan selalu konsisten memberikan pelayanan terbaik sesuai prinsip syariah bagi para nasabah dan seluruh masyarakat agar terwujud visi dan misi yang diinginkan.

B. Struktur Organisasi Bank BPD DIY Syariah

Struktur organisasi Bank BPD DIY Syariah yang merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank BPD DIY ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan struktur organisasi pada Bank BPD DIY konvensional. Perbankan syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan perbankan konvensional, misalnya dalam hal dewan komisaris dan direksi, seperti pada tabel 2.1 yang membedakan antar bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang


(56)

42

mempunyai peran penting mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar berjalan sesuai dengan garis-garis syariah, selain itu juga berperan untuk meneliti dan membuat rekomendasi produk baru untuk bank syariah yang diawasinya (Antonio, 2001).

Biasanya keberadaan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank syariah dan para anggota DPS ini juga merupakan hasil rekomendasi yang diberikan dari Dewan Syariah Nasional serta ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Menurut Antonio (2001) “Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah”.

Profil manajemen keseluruhan PT. Bank BPD DIY dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1 Manajemen PT. Bank BPD DIY DEWAN KOMISARIS Komisaris Utama Ainun Na’im

Komisaris Dr. Djoko Susanto

Komisaris Bambang Wisnu Handoyo DEWAN PENGAWAS SYARIAH

Ketua M. Thoha Abdurrahman

Anggota Syafaruddin Alwy

DIREKSI

Direktur Utama Bambang Setiawan Direktur Pemasaran Bambang Kuncoro


(57)

Direktur Kepatuhan Santoso Rohmad DIREKTUR UNIT USAHA SYARIAH Direktur Pemasaran dan Unit

Usaha Syariah

Bambang Setyo Pranoto Bambang Kuncoro PIMPINAN DIVISI/SPI/UUS/PEMIMPIN DESK Divisi Perencanaan &

Pengembangan Divisi Trisuri Arief Yulianto Divisi Trisuri Erna Wukiratun Divisi Perkreditan Widodo

Divisi Teknologi Informasi R. Hangkoso Divisi SDM & Umum Gamal Kristianto Divisi Manajemen Resiko &

Kepatuhan Kustianti

Satuan Pengawas Intern Widjayanto Pemimpin Desk Administrasi &

Keuangan Bambang Pramana Hadi Pemimpin Cabang Utama Kwartono Agus R Pemimpin Unit Usaha Syariah Muhammad Afnan

PIMPINAN CABANG

Cabang Utama Kwartono Rachmadi Cabang Senopati Agus Tri Murjanto

Cabang Sleman Nur Iswantoro Cabang Bantul Dian Ariani

Cabang Wates Riani Ernastuti Cabang Wonosari Plati Soulistyanti

Cabang Syariah Supriyanto


(58)

44

RUPS

Dewan Komisaris Komite-Komite

Divisi Perencanaan & Pengembangan

Direktur Utama

Direktur Pemasaran & Unit Usaha Syariah

Direktur Umum Direktur Kepatuhan

Unit Usaha Syariah Divisi Trisuri Divisi Pekreditan

Kantor Cabang Syariah

Divisi Desk Administrasi & Keuangan Divisi Teknologi Informasi

Divisi SDM & Umum

Divisi Manajemen Resiko & Kepatuhan

Kantor Cabang Komite-Komite

Dewan Pengawas Syariah

Satuan Pengawasan Interen

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Bank BPD DIY Sumber: Bank BPD DIY


(59)

45

 Analis Kontrol Intern Cabang

 Officer Pembukaan Rekening & Informasi

 Teller

 Account Officer

 Marketing Officer

 Officer Pembukaan Rekening & Informasi

 Teller

 Officer Pembukaan Rekening & informasi

 Teller

 Officer Gadai Emas Syariah

 Officer Administrasi Keuangan

 Officer Umum dan Personalia

 Officer Administrasi Jasa & Kliring

 Officer Administrasi Pembiayaan

 Pengemudi & Satpam

Koordinator Kantor Kas Syariah Penyelia Pemasaran Bisnis Penyelia Pelayanan Penyelia Operasional Kantor Interen Cabang Koordinator Kantor Kas Syariah AMC

 Account Officer

 Officer Pembukaan Rekening & Informasi

 Teller  Pengemudi  Satpam Pemimpin Cabang Syariah Pemimpin Kelompok Operasional Syariah Pemimpin Kelompok

Pengembangan Bisnis Syariah

Pemimpin Bidang Pelayanan & Operasional Pemimpin Cabang

Pembantu Syariah

 Analis Pengembangan Bisnis Syariah

 Analis Perencanaan Strategis & Organisasi

 Analis Pembinaan Cabang Syariah

 Analis Manajemen Resiko

 Analis Pembiayaan

 Analis Akuntansi & Pelaporan

 Analis Hukum & Administrasi

 Analis Pendanaan

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Bank BPD DIY Syariah Sumber: Bank BPD DIY Syariah


(60)

46

C. Produk dan Layanan Jasa Bank BPD DIY Syariah

Beragam produk dan layanan jasa tersedia di Bank BPD DIY Syariah. Terdapat produk penghimpunan dana, produk pembiayaan, dan layanan jasa. Adapun semua produk penghimpunan dan penyaluran dana serta layanan jasa tersebut berdasarkan dengan prinsip syariah, fatwa DSN MUI, ketentuan UU RI, dan peraturan Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan serta pada pengembangan produk selalu dimintakan opini dan persetujuan kepada Dewan Pengawas Syariah. Landasan hukum operasional yang dipakai oleh Bank BPD DIY Syariah yaitu:

1. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Nomor 11 tahun 11 tahun 1997, Nomor 7 tahun 2000 dan Nomor 4 tahun 2005.

b. Bab VIII Pasal 19, berisi amanat untuk membuka kantor cabang syariah.

2. Peraturan Bank Indonesia

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004.

b. Surat Ijin Bank Indonesia Nomor 8/15/DS/Yk tanggal 14 Desember 2006.

c. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 12/13/DPbS tanggal

30 April 2010 tentang pelaksanaan GCG bagi bank Umum Syariah dan UUS.


(61)

d. Peraturan Bank Indonesia No. 15/14/Pbi/2015 tentang UUS.

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

a. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Tabungan Sutera Mudharabah

b. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Tabungan Shafa Mudharabah

c. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Tabungan Shafa Wadiah

d. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Tabungan SALAM Mudharabah

e. No : 01/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Giro Wadiah

f. No : 03/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Tabungan Deposito Mudharabah

g. No : 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Murabahah

h. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Pembiayaan Pemilikan Rumah dan Pembiayaan Renovasi Rumah Murabahah

i. No : 02/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Pembiayaan Serba Guna Murabahah


(62)

48

j. No : 09/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 13 April 2000, tentang Pembiayaan Porsi Haji Multi Jasa

k. No : 09/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 13 April 2000, tentang Pembiayaan Multi Jasa iB

l. No : 26/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 28 Maret 2002, tentang Gadai Emas Syariah

m. No : 07/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 4 April 2000, tentang Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah

n. No : 08/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 13 April 2000, tentang Pembiayaan Modal Kerja Musyarakah

o. No : 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000, tentang Pembiayaan Investasi Murabahah

p. No : 09/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 13 April 2000, tentang Pembiayaan Serba Guna Ijarah

q. No : 13/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, Tentang: Uang Muka dalam Murabahah

r. No : 14/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah


(63)

s. No : 15/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000, tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah

t. No : 16/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, tentang Diskon dalam Murabahah

u. No : 17/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran

v. No : 18/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, tentang Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam Lembaga Keuangan Syariah

w. No : 23/DSN-MUI/III/2000 Tanggal 28 Maret 2002, tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah

Bentuk pelayanan produk dan jasa yang tersedia di BPD DIY Syariah adalah sebagai berikut:

1. Produk Penghimpuan Dana

Dalam penghimpunan dana syariah dari pihak ketiga Bank BPD Syariah telah mengalami peningkatan sekitar 37,58% di tahun 2015, peningkatan ini dapat terjadi disebabkan sistem pemasaran dana yang dilakukan dengan efektif. Bank BPD DIY Syariah memiliki beberapa produk penghimpunan dana yang memberikan bagi hasil yang kompetitif bagi nasabah di antaranya:


(64)

50

a. Giro Wadiah

Simpanan dana pihak ketiga pada Bank BPD DIY Syariah berdasarkan prinsip Wadiah (titipan) yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, pemindahbukuan, dan sarana perintah pembayaran lainnya. Giro Wadiah merupakan simpanan yang menggunakan prinsip syariah bagi perorangan, badan usaha, dan lembaga pemerintah untuk mendukung aktivitas usaha dan keuangan.

b. Tabungan Sutera Mudharabah

Investasi tidak terikat pihak ketiga dengan memberikan setoran dana pada Bank BPD DIY Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati. Tabungan Sutera Mudharabah merupakan sarana investasi sesuai prinsip syariah yang memberikan rasa aman, rasa tentram, menguntungkan dan lebih adil. Saldo minimum, setoran awal dan biaya administrasi yang ringan.

c. Tabungan Shafa Mudharabah

Merupakan tabungan haji dan umrah bagi nasabah yang berniat untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Tabungan ini memudahkan nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuannya.


(65)

d. Tabungan Pedidikan Salam iB Mudharabah

Merupakan sarana investasi yang dipersiapkan untuk pendidikan sesuai dengan prinsip syariah yang memberikan rasa aman, tentram, menguntungkan, dan lebih adil. Tabungan ini untuk mempersiapkan biaya masa depan pendidikan secara lebih terencana serta melatih anak untuk menabung.

e. Deposito Mudharabah

Merupakan simpanan dalam mata uang rupiah atau investasi tidak terikat pihak ketiga pada pihak Bank BPD Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu dengan pembagian hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di muka antara nasabah dengan Bank Syariah yang bersangkutan.

2. Produk Pembiayaan

Selain produk penghimpun dana, Bank BPD DIY Syariah juga memiliki produk pembiayaan sebagai wujud penyaluran dana nasabah. Pada tahun 2015, Bank BPD DIY mengalami peningkatan 7,35% dari tahun 2014 dalam layanan penyaluran dana. Layanan penyaluran dana ini diantaranya sebagai berikut:

a. Pembiayaan Pemilikan Kendaraan (PKK) Murabahah

Pembiayaan Pemilikan Kendaraan (PKK) Murabahah


(66)

52

berdasarkan prinsip Murabahah dalam rangka pembelian kendaraan sepeda motor dan mobil.

b. Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) dan Pembiayaan Renovasi Rumah (PRR)

Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Murabahah

adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Murabahah dalam rangka pembelian rumah siap huni oleh nasabah. Kondisi rumah baru atau rumah lama (layak huni) dapat dilayani dengan pembiayaan ini.

Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Istishna adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip istishna kepada nasabah dalam rangka pembelian rumah yang masih dalam masa proses pembangunan atau konstruksi oleh pihak ketiga (Developer

/kontraktor) dan pembelian kavling siap bangun dari

Developer. Pembiayaan Renovasi Rumah (PRR) Murabahah

atau Istishna adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan untuk perbaikan rumah yang sudah ada.

c. Pembiayaan Serba Guna (PSG) Murabahah

Pembiayaan Serba Guna (PSG) Murabahah adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Murabahah dalam rangka memenuhi kebutuhan barang nasabah selain rumah dan kendaraan bermotor.


(67)

Pembiayaan yang sangat beragam untuk keperluan seperti pembelian alat-alat rumah tangga, bahan materai bangunan, perhiansan emas/emas batangan dan sebagainya. Pembiayaan diperuntukan bagi karyawan PNS, Non PNS, Profesional dan swasta dengan cara angsuran sesuai kemapuan. d. Pembiayaan Porsi Haji (PPH) Multi Jasa

Pembiayaan Porsi Haji (PPH) Ijarah Multijasa dikhususkan untuk pembiayaan perjalanan ibadah haji bagi anda yang berniat untuk segera memperoleh nomor porsi haji dengan cepat. Pembiayaan untuk melaksanakan ibadah haji ini sesuai dengan kemampuan dan jangka waktu yang anda kehendaki. Manfaatkan pembiayaan porsi haji untuk merealisasikan perjalanan anda ke Baitullah secara lebih pasti dan dekat waktu keberangkatannya.

e. Pembiayaan Multi Jasa iB

Pembiayaan Multi Jasa iB adalah produk pembiayaan berdasarkan akad Ijarah dalam rangka penyewaan manfaat suatu jasa untuk pemenuhan kebutuhan konsumtif nasabah. Nasabah yang dapat dibiayai melalui Multi Jasa iB ini adalah pembiayaan untuk memperoleh manfaat suatu jasa, antara lain: jasa pendidikan, kesehatan, wisata, perjalanan ibadah haji dan umrah, acara-acara tertentu, dan lain-lain.


(68)

54

f. Gadai Emas Syariah

Gadai Emas Syariah adalah produk Bank untuk memberikan fasilitas pinjaman kepada nasabah dengan jaminan berupa emas dengan mengikuti prinsip gadai. Jaminan emas ditempatkan dalam pengawasan Bank, dan atas pemeliharaan barang jaminan ini Bank mengenakan biaya sewa atas dasar prinsip ijarah.

Emas yang digadai dalam bentuk perhiasan atau batangan. Kadar emas dengan karatase minimum 16 karat kadar 66,67%. Proses memperoleh pinjaman mudah dan cepat, persyaratan administrasi sederhana dan mudah. Biaya penyimpanan dan pemeliharaan kompetitif dan penyimpanan barang (emas) aman dan berasuransi.

g. Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah /Musyarakah

Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah/Musyarakah

adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Mudharabah/Musyarakah dalam rangka memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah. Besarnya pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank disesuaikan dengan kebutuhan nasabah berdasarkan analisis Bank.

h. Pembiayaan Investasi (PI) Murabahah

Pembiayaan Investasi (PI) Murabahah adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip


(69)

Murabahah dalam rangka pembelian barang-barang modal, seperti pembelian bangunan, mesin/peralatan, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi proyek yang ada atau pendirian proyek-pryek baru.

i. Pembiayaan Serba Guna (PSG) Ijarah

Pembiayaan Serba Guna (PSG) Ijarah adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip

Ijarah dalam rangka penyewaan manfaat suatu barang atau jasa. Penyewaan barang (misal: rumah, apartemen, kendaraan, ruko, gedung, dll) untuk pemenuhan kebutuhan nasabah perorangan badan usaha.

3. Jasa dan Layanan

Bank BPD DIY Syariah selain memberikan produk penghimpunan dana dan pembiayaan, juga senantiasa memberikan jasa dan layanan bank yang terbaik untuk layanan dalam negeri maupun luar negeri kepada seluruh nasabahnya. Didukung dengan pelayanan yang baik dan produk yang beragam, diharapkan layanan jasa ini akan semakin meningkat guna membantu dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun bentuk jasa dan layanan yang diberikan oleh Bank BPD DIY Syariah adalah:

a. Transfer/ kiriman uang seperti RTGS (Real Time Gross Settlement), Kliring Nasional (SKN), dan Westren Union.

b. Melayani kerjasama Sistem Pembayaran Gaji Karyawan (Payroll).


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 4 Brosur Tabungan Sutera Mudharabah


(5)

Lampiran 5 Daftar Pertanyaan Wawancara

NO

DAFTAR PERTANYAAN

1

Bagaimana sejarah pembiayaan gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro ini?

2

Apakah ada struktur atau bagan organisasi di bidang gadai emas syariah dan job description nya?

3

Apakah pihak bank mempunyai manual pembukuan yang berisi prosedur-prosedur atau buku panduan untuk pembiayaan gadai emas syariah?

4 Bagaimana prosedur pembiayaan gadai emas syariah?

5 Apakah ada flowchart mengenai skema pembiayaan gadai emas syariah? 6 Siapa saja yang diperbolehkan melakukan transaksi gadai emas syariah ini?

7

Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan transaksi gadai emas syariah pada Bank BPD DIY Syariah cabang Cik Ditiro ini?

8

Apakah emas yang digadaikan harus memiliki sertifikat atau surat tanda bukti pembelian/kepemilikan?

9

Jenis emas apa sajakah yang dapat dilakukan untuk melakukan pembiayaan gadai emas syariah ini?

10 Akad apa saja yang digunakan oleh pihak bank dalam proses transaksi gadai emas syariah? 11 Berapa lama batas waktu penjaminan barang?

12 Biaya apa saja yang menyangkut gadai emas yang telah ditetapkan oleh pihak Bank?

13

Apakah pihak bank memberitahu secara rinci pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan oleh pihak bank kepada nasabah yang merupakan biaya yang harus dibayarnya?

14

Bagaimanakah perkembangan jumlah pembiayaan gadai emas syariah selama ini/dalam beberapa tahun terakhir ini?

15 Dimana sajakah orang/nasabah dapat melakukan pembiayaan gadai emas syariah ini? 16 Darimana bank memperoleh pendapatan melalui produk gadai emas syariah?

17

Pengujian apakah yang digunakan oleh juru taksir dalam menaksir nilai emas yang akan digadaikan?


(6)

NO

DAFTAR PERTANYAAN

19 Kapan pengakuan pendapatan terkait gadai emas syariah? 20 Bagaimana sistem pelunasan pinjaman oleh nasabah rahin? 21 Bagaimana cara pengelolaan barang jaminan?

22

Apabila telah jatuh tempo dan barang jaminan belum ditebus, apakah pihak bank langsung melakukan lelang?

23 Berapa jangka waktu yang diperingatkan untuk melunasi hutang sebelum dilelang/dijual? 24 Bagaimana prosedur melakukan lelang jika nasabah tidak mampu melunasi pinjaman?

25

Bagaimana jika saat lelang harga barang jaminan turun sehingga nilai lelang lebih kecil dari pinjaman nasabah?

26 Bagaimana jika ada sisa penjualan, apakah diberikan kepada nasabah?

30 Berapa kisaran jumlah nasabah gadai emas syariah di Bank BPD DIY Syariah? 31 Apa yang menjadi factor kelancaran/kendala dalam pelunasan utang nasabah? 32 Pencatatan dengan basis apakah dalam pencatatan pendapatannya?

33 Form apa saja yang ditunjukkan/diisi terkait transaksi gadai emas syariah? 34 Bagaimana menangani jika emas rusak/hilang?

35 Bagaimana menangani jika nasabah meninggal tetapi belum melunasi hutangnya? 36 Apa saja persyaratan untuk pembiayaan gadai emas syariah bagi badan usaha?

37

Apakah pihak bank menggunakan sistem pembayaran secara angsuran untuk melunasi pinjaman pokok/biaya sewa?

38

Bagaimana cara pencairan dana pinjaman kepada nasabah (rahin)? (Tunai/masuk rekening nasabah)

39 Siapakah yang melakukan otorisasi dalam persetujuan akad gadai?

40

Bagaimana prosedur perpanjangan jangka waktu pinjaman pembiayaan gadai emas syariah?