Validasi Metode Penetapan Kadar Lansoprazol dalam Darah secara In Vitro dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Validasi Metode Penetapan Kadar Lansoprazol

dalam Darah secara In Vitro dengan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

SKRIPSI

BIR RIBHIL LABIB

108102000064

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(2)

Validasi Metode Penetapan Kadar Lansoprazol

dalam Darah secara In Vitro dengan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

BIR RIBHIL LABIB

108102000064

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Bir Ribhil Labib

NIM : 108102000064

Tanda Tangan : ...


(4)

(5)

(6)

Nama : Bir Ribhil Labib Program Studi : Farmasi

Judul : VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR

LANSOPRAZOL DALAM DARAH IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT).

Lansoprazol adalah agen benzimidazol tersubstitusi untuk antisekresi lambung, obat ini sebesar 97% terikat pada protein plasma. Kadar Lansoprazol dalam darah adalah pada kisaran konsentrasi 0,05-5,0 µg/mL. Konsentrasinya dalam darah kecil sehingga diperlukan metode analisis yang sensitif, selektif dan valid untuk analisis. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi kondisi analisis dan validasi untuk analisis Lansoprazol dalam darah manusia menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Sistem kromatografi terdiri dari kolom Acclaim® Polar Advantage II (C18) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283

nm, dan volume penyuntikan 10 L pada komposisi eluen metanolμdapar fosfat

(65:35) dengan penambahan trietilamin hingga pH 7,4. Proses ekstraksi darah dilakukan dengan penambahan EDTA, kemudian plasma diekstraksi dengan prinsip pengendapan protein menggunakan metanol kemudian dikocok dengan vorteks selama 60 detik dan disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Pada validasi dalam darah memperlihatkan nilai linearitas yang baik (r = 0,9875), nilai perolehan kembali rata-rata Lansoprazol 103,45% serta nilai LOQ 2,05 µg/ml. Metode ini juga memenuhi kriteria akurasi dan presisi intra hari dan antar hari selama 2 hari dengan %diff yang tidak melampaui ± 15%.


(7)

ABSTRACT

Name : Bir Ribhil Labib Program Study : Farmasi

Title : Validation of Analytical Method of Lansoprazol in Blood In Vitro by High Performance Liquid Chromatography

Lansoprazole is a subtituted benzimidazole gastric antisecretory agent, it is 97% bound to plasma proteins. Plasma protein binding is constant over the concentration range of 0.05 to 5.0 g/mL. Its concentration in blood is small so it requires a sensitive method of analysis, selective and valid for analysis. In this study, carried out optimization of analytical conditions and validation for the analysis of Lansoprazole in whole blood. Chromatography condition was performed on a Acclaim® Polar Advantage II column (C18) under isocratic elution with methanol-phosphate buffer (65:35, v/v adjusted pH to 7,4 with triethylamine). Detection was made at 283 nm and analyses were run at a flow-rate of 0,8 ml/min with injection volume is 10 µL. Blood extraction was done by adjusted EDTA to obtain plasma, then deproteination with methanol, be shaken with vortex for 60 seconds, then centrifuge it on 10000 rpm for 10 minutes. In blood validation, the assays exhibited good linearity (r = 0.9875), the recovery was 103,45%, and the limit of quantification (LOQ) in plasma was 2,05 µg/ml. The method also fulfill the criteria for accuracy and precision intra and inter day by % diff values not exceed ± 15%.


(8)

Alhamdulillah, rasa syukur serta pujian senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta segala anugerah-Nya berupa kesehatan, pemikiran dan ide sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah “Validasi Metode

Penetapan Kadar Lansoprazol Dalam Darah secara In Vitro dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Zilhadia, M.Si., Apt selaku Pembimbing I dan Supandi, M.Si., Apt selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan mengajari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat mengenyam pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr, (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

6. Ayahanda tercinta, AL Baidlowi dan Ibunda tercinta, Mun Afifah terima kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih sayang, semangat dan dukungannya yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Adikku tersayang Lautry Luthfiya Sari Labib, yang dengan canda tawanya

mampu mengusir kepenatan penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Teman–teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2008, terimakasih atas sebuah persahabatan, kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini.

9. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dalam pembuatan skripsi.

Ciputat, 22 Januari 2013 Penulis


(10)

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bir Ribhil Labib

NIM : 108102000064

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR LANSOPRAZOL DALAM DARAH SECARA IN VITRO DENGAN KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT).

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : 22 Januari 2013

Yang menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian .. ... 3

1.4.Hipotesis .. ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Lansoprazol .. ... 4

2.2. Darah ... 6

2.3. Analisa Obat dalam Darah ... 6

2.4.Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 10

2.4.1. Cara Kerja KCKT ... 10

2.4.2. Wadah Fase Gerak pada KCKT ... 11

2.4.3. Fase Gerak pada KCKT ... 11

2.4.4. Pompa pada KCKT ... 12

2.4.5. Penyuntikan Sampel pada KCKT ... 12

2.4.6. Kolom pada KCKT ... 12

2.4.7. Fase Diam pada KCKT ... 13

2.4.8. Detektor KCKT ... 13

2.4.9. Penggunaan KCKT dalam Analisis Farmasi ... 14

2.4.10. Keuntungan KCKT ... 14

2.5. Validasi Metode Analisi ... 14

2.5.1. Ketepatan (Akurasi) ... 15

2.5.2. Presisi ... 15

2.5.3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD) ... 16

2.5.4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ) ... 17

2.5.5. Linieritas ... 17

2.5.6. Uji Kesesuaian Sistem ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1. Alur Penelitian ... 19


(12)

3.4. Prosedur kerja ... 20

3.4.1. Pembuatan Larutan Induk Lansoprazol ... 20

3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Untuk .. Analisis... ... 20

3.4.3. Penetapan Fase Gerak ... 21

3.4.4. Uji Kesesuaian Sistem ... 21

3.4.5. Penetapan Metode Ekstraksi ... 21

3.4.6. Validasi Metode Analisis Lansoprazol dalam Darah . 21 3.4.6.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas dalam Darah In Vitro ... 22

3.4.6.2. Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantifikasi (LOQ) 22 3.4.6.3. Uji Selektifitas ... 22

3.4.6.4. Uji Akurasi ... 23

3.4.6.5. Uji Presisi ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Hasil ... 24

4.1.1. Penentuan Metode Analisis Lansoprazol ... 24

4.1.1.1. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum ... 24

4.1.1.2. Penetapan Komposisi Fase Gerak ... 24

4.1.1.3. Uji Kesesuaian Sistem ... 25

4.1.1.4. Penetapan Metode Ekstraksi ... 26

4.1.2. Validasi Metode Analisis dalam Darah secara In Vitro ... 26

4.1.2.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas dalam Darah In Vitro ... 26

4.1.2.2. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi dalam Darah In Vitro ... 27

4.1.2.3. Uji Selektivitas ... 27

4.1.2.4. Uji Akurasi ... 28

4.1.2.5. Uji Presisi ... 28

4.2. Pembahasan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Kimia Lansoprazol ... 4

Gambar 2.2. Diagram Alir Alat KCKT ... 11

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Lansoprazol dalam Darah ... 27

Gambar 6.1. Spektrum Panjang Gelombang Maksimum Lansoprazol dalam Metanol pada Konsentrasi 10 µg/mL ... 38

Gambar 6.2. Alat Komatografi Cair Kinerja Tinggi Dionex Ultimate 3000 ... 39

Gambar 6.3. Kromatogram Penetapan Fase Gerak 65:35 + TEA ... 40

Gambar 6.4. Kromatogram Penetapan Fase Gerak 70:30 ... 40

Gambar 6.5. Kromatogram Penetapan Fase Gerak 65:35 ... 41

Gambar 6.6. Kromatogram Penetapan Fase Gerak 60:40 ... 41

Gambar 6.7. Kromatogram Hasil Analisa Lansoprazol 10 ppm ... 42

Gambar 6.8. Kromatogram Hasil Analisa Blanko ... 43

Gambar 6.9. Kromatogram Hasil Analisa Lansoprazol 1 ppm dalam Darah .. 44


(14)

Tabel 4.1. Penetapan fase gerak metanol:dapar fosfat ... 25

Tabel 4.2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel Lansoprazol... 25

Tabel 4.3. Hasil penetapan pelarut pengendap protein plasma ... 26

Tabel 4.4. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi ... ... 27

Tabel 4.5. Hasil uji rata-rata selektivitas ... 28

Tabel 4.6. Hasil uji rata-rata akurasi ... 28

Tabel 4.7. Hasil uji rata-rata presisi (intra day) ... ... 29

Tabel 4.8. Hasil uji rata-rata presisi (inter day) ... 29

Tabel 6.1. Uji kesesuaian sistem ... 45

Tabel 6.2. Hasil uji linearitas ... 46

Tabel 6.3. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi ... 47

Tabel 6.4. Hasil uji rata-rata selektivitas ... 48

Tabel 6.5. Hasil uji rata-rata akurasi ... 49


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum ... 38

Lampiran 2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 39

Lampiran 3. Kromatogram Hasil Analisa ... 40

Lampiran 4. Uji Kesesuaian Sistem ... 45

Lampiran 5. Uji Liniearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Lansprazol dalam sampel darah. ... 46

Lampiran 6. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 47

Lampiran 7. Uji Selektivitas ... 48

Lampiran 8. Uji Akurasi ... 49

Lampiran 9. Uji Presisi ... 50

Lampiran 10. Perhitungan konsentrasi Lansoprazol dalam darah ... 51

Lampiran 11. Cara perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 52

Lampiran 12. Cara perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan Uji Perolehan Kembali ... 53


(16)

1.1. Latar Belakang

Lansoprazol adalah agen benzimidazol tersubstitusi untuk antisekresi lambung, digunakan secara oral untuk pengobatan jangka pendek dan mengurangi gejala-gejala aktif duodenum serta tukak lambung dan sebagai terapi pemeliharaan untuk penyembuhan ulkus duodenum. Lansoprazol juga digunakan secara oral dalam kombinasi dengan amoksisilin (terapi ganda) atau dengan klaritromisin dan amoksisilin (terapi triple) untuk pengobatan infeksi Helicobacter pylori. Secara struktural dan farmakologis, Lansoprazol berkaitan dengan Omeprazol. Perbedaan secara struktural dari obat ini adalah adanya trifluoroetoksi di posisi 4 dari cincin piridin dan tidak adanya metil dan gugus metoksi pada cincin piridin dan benzimidazol (McEvoy, 2008). Lansoprazole sebesar 97% terikat pada protein plasma. Pengikatan protein plasma adalah konstan pada kisaran konsentrasi 0,05-5,0 µg/mL (Anonim, 2000).

Monitoring obat rute oral yang paling umum dilakukan adalah kuantifikasi obat dalam plasma, oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh darah, maka pemeriksaan kadar obat dalam darah merupakan suatu metode yang paling akurat untuk pemantauan pengobatan dan pengoptimalan terapi obat (Shargel & Andrew, 2005). Untuk dapat melakukan pemantauan terhadap suatu senyawa obat, diperlukan metode analisis yang harus divalidasi sesuai aturan yang ditetapkan untuk validasi metode analisis.

Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP)

dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis dan menjamin bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan penggunanya. Beberapa parameter validasi metode meliputi akurasi, presisi,


(17)

2

linearitas, perolehan kembali, stabilitas, limit deteksi, dan limit kuantitasi serta selektivitas (Gandjar & Rohman, 2007).

Penetapan kadar zat aktif dalam darah membutuhkan metode analisis yang mempunyai selektivitas dan sensitifitas tinggi, dikarenakan banyaknya komponen lain yang terdapat dalam darah dan plasma, sehingga dalam penelitian ini digunakan metode analisis dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) karena dapat menganalisis komponen dalam sampel dengan kadar yang sangat kecil yaitu dalam jumlah nanogram (10-9 g) bila menggunakan detektor serapan UV, bahkan hingga dalam jumlah pikogram (10-12 g) bila dengan detektor fluoresensi dan elektrokimia (Johnson & Stevenson, 1991).

Penetapan kadar Lansoprazole dalam plasma manusia telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pada penelitian Reddy.Battu dan Reddy. G pada tahun 2009, pemisahan kromatografi dicapai secara isokratis pada kolom C18 (Inertsil C18,

5 µm, 150 mm x 4,6 mm) memanfaatkan fase gerak asetonitril/dapar fosfat (70:30, v / v, pH 7,0) dengan kecepatan aliran 0,8 ml/menit dengan deteksi UV pada 260 nm. Penelitian yang dilakukan oleh Uno et al. menggunakan TSK-PW precolumn untuk pembersihan dan kolom C18 STR ODS-II untuk

analisis. Kemudian M.D. Karol et al, melakukan analisis Lansoprazol dengan KCKT dengan menggunakan baku dalam. Lansoprazol, metabolitnya, dan baku dalam (Omeprazol) diekstraksi ke dalam dietil eter-metilen klorida dan diperoleh pemisahan menggunakan asetonitril 35% (dengan penambahan 1 ml/l n-octylamine dan NAHA) pada pH 7.0, memperoleh LLOQ (Lower Limit of Quantification) adalah 10 ng/ml untuk semua senyawa.

Metode analisis yang telah dipublikasikan seringkali dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi dengan peralatan yang tersedia di laboratorium pengujian. Modifikasi ini harus divalidasi untuk memastikan pelaksanaan pengujian yang sesuai dari metode analisis. Pada penelitian ini, akan dilakukan modifikasi terhadap metode analisis yang telah dipublikasikan dan validasi dari modifikasi tersebut. Modifikasi metode yang dilakukan pada fase gerak yang menggunakan metanol. Hal ini didasarkan pada kelarutan


(18)

Lansoprazol yang larut dalam metanol, sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar Lansoprazol secara in vitro dalam darah manusia.

1.2. Perumusan Masalah

a. Bagaimanakah metode ekstraksi yang paling baik dan optimasi fase gerak untuk penetapan kadar Lansoprazol dalam darah manusia dengan KCKT? b. Apakah penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro secara

kromatografi cair kinerja tinggi memiliki nilai validitas yang sesuai dengan persyaratan untuk suatu metode bioanalisis?

1.3. Hipotesis

Metode ekstraksi dan komposisi fase gerak untuk penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi memiliki nilai validitas yang sesuai dengan persyaratan untuk suatu metode bioanalisis.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Menentukan metode ekstraksi yang paling baik dan optimasi fase gerak untuk penetapan kadar Lansoprazol dalam darah manusia dengan KCKT. b. Memperoleh validitas metode analisis untuk penetapan kadar Lansoprazol

dalam darah manusia secara in vitro dengan kromatografi cair kinerja tinggi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansoprazol

Struktur Lansoprazol:

Gambar 2.1. Struktur kimia Lansoprazole (Sweetman, 2009)

Nama kimia : 2-(2-benzimidazolylsulfinylmethyl)-3-methyl-4-(2,2,2-tri- fluoroethoxy)pyridin

Rumus Molekul : C16H14F3N3O2S

Bobot Molekul : 369,37

Pemerian : berbentuk bubuk putih atau kecoklatan Titik lebur : 178-182°C

Kelarutan : larut dalam metanol, sedikit larut dalam diklorometana dan asetonitril, dan praktis tidak larut dalam air.

Penyimpanan : dalam wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. (Sweetman, 2009; Anonim, 2000)

Lansoprazol adalah agen benzimidazol tersubstitusi untuk antisekresi lambung. Lansoprazol digunakan secara oral untuk pengobatan jangka pendek dan mengurangi gejala-gejala aktif duodenum serta tukak lambung dan sebagai terapi pemeliharaan untuk penyembuhan ulkus duodenum. Lansoprazol juga digunakan secara oral dalam kombinasi dengan amoksisilin (terapi ganda) atau dengan klaritromisin dan amoksisilin (terapi triple) untuk pengobatan infeksi Helicobacter pylori. Lansoprazol secara struktural dan farmakologis berkaitan dengan omeprazole, perbedaan secara struktural dari obat ini adalah dengan kehadiran sekelompok trifluoroetoksi di posisi 4 dari


(20)

cincin piridin dan tidak adanya metil dan gugus metoksi pada cincin piridin dan benzimidazol. Obat ini secara kimia dan farmakologi tidak terkait dengan antagonis reseptor H2, antimuskarinik, atau analog prostaglandin (McEvoy,

2008).

Lansoprazol mengikat hidrogen/kalium adenosin triphosphatase (H+K+ -ATPase) pada sel parietal lambung, inaktivasi dari sistem enzim (juga dikenal sebagai pompa proton, hidrogen, atau asam) menghambat langkah terakhir dalam sekresi asam klorida oleh sel-sel ini. Oleh karena itu, agen antisekresi lambung seperti lansoprazole dan omeprazole sering disebut sebagai inhibitor asam atau penghambat pompa proton. Lansoprazole merupakan basa lemah, tidak secara langsung menghambat sistem enzim, tetapi sebaliknya, ia berkonsentrasi pada kondisi asam dari sekretori kanalikuli sel parietal, dimana obat ini mengalami penataan ulang untuk metabolit aktif sulfenamida; metabolit aktif kemudian bereaksi dengan kelompok sulfhidril dari H+K+ -ATPase menonaktifkan pertukaran pompa proton. Karena metabolit sulfenamida membentuk ikatan kovalen permanen pada H+K+ -ATPase, sekresi asam dihambat sampai tambahan enzim disintesis, menghasilkan durasi tindakan berkepanjangan (McEvoy, 2008).

Lansoprazole dengan cepat diserap setelah dosis oral, dengan konsentrasi puncak plasma dicapai setelah sekitar 1,5 sampai 2 jam. Bioavailabilitas dilaporkan menjadi 80% atau lebih bahkan dengan dosis pertama, meskipun obat tersebut harus diberikan dalam bentuk salut enterik karena lansoprazole tidak stabil pada pH asam. Makanan memperlambat penyerapan dan mengurangi bioavailabilitas lansoprazole dengan sekitar 50%. Lansoprazol adalah secara ekstensif dimetabolisme di hati, terutama oleh CYP2C19, isoenzim sitokrom P450 untuk membentuk 5-hidroksi-lansoprazole dan oleh CYP3A4 untuk membentuk lansoprazole sulfon. Metabolit diekskresikan terutama di feses melalui empedu, hanya sekitar 15 sampai 30% dari dosis diekskresikan dalam urin. Waktu paruh eliminasi dalam plasma adalah sekitar 1 sampai 2 jam tetapi durasi kerjanya lebih lama. Lansoprazole sekitar 97% terikat pada protein plasma. Klirens menurun pada pasien usia lanjut, dan dalam kerusakan hati (Sweetman, 2009; APhA, 2008).


(21)

6

2.2. Darah

Darah terdiri atas plasma darah dan sel-sel darah. Sebagian besar darah terdiri atas sel darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih atau leukosit relatif sedikit, yaitu 2 permil dari jumlah eritrosit. Disamping eritrosit dan leukosit masih ada partikel lain yang disebut trombosit. Trombosit ini mempunyai fungsi penting pada penggumpalan darah.

Apabila darah yang telah diberi antikoagulan diputar dengan pemusing (sentrifuga), maka sel-sel darah akan mengendap, sedangkan plasma darah akan berada diatasnya. Bobot jenis darah bervariasi antara 1,054-1,060, sedangkan bobot jenis plasma darah ialah kira-kira 1,024-1,028. Viskositas (derajat kekentalan) darah kira-kira 4,5 kali viskositas air (Pudjiadi, 1994).

Volume total plasma pada orang dewasa normal sekitar 2,5 - 3 liter atau mencapai 55 - 58% volume darah. Plasma mengandung suatu senyawa pembeku dan akan membeku bila terpapar oleh udara. Namun untuk mencegah pembekuan plasma dapat ditambahkan suatu antikoagulan seperti sitrat atau heparin (Sherwood, 1996).

2.3. Analisis Obat dalam Plasma Darah

Untuk kepentingan analisis obat, sampel plasma merupakan sampel yang paling umum digunakan karena ada hubungan yang baik antara konsentrasi obat dalam plasma dengan efek terapetik yang ditimbulkan (Kelly, 1992). Dalam beberapa kasus, konsentrasi obat dalam plasma yang diukur mencapai level mikrogram sampai nanogram atau pikogram. Untuk itu, dapat digunakan metode KCKT karena salah satu keuntungan dari KCKT adalah dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah (Johnson & Stevenson, 1991).

Namun matriks biologis seperti halnya plasma mengandung sejumlah besar komponen endogen yang dapat mengganggu analisis. Oleh karena itu, sampel plasma perlu diberi perlakuan sebelum diinjeksikan (pre treatment) untuk memisahkan analit yang akan dianalisis dari komponen endogen plasma yang dapat mengganggu analisis. Beberapa teknik penyiapan sampel yang digunakan untuk analisis dalam matriks plasma:


(22)

a. Pengendapan protein

Pada metode ini, digunakan asam/ pelarut organik yang bercampur dengan air untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein. Asam seperti trikloroasetat dan asam perklorat sangat efisien untuk mengendapkan protein pada konsentrasi 5-20%. Pelarut organik seperti metanol, asetonitril, aseton, dan etanol memiliki efisiensi yang relatif lebih rendah untuk mengendapkan protein. Akan tetapi, pelarut-pelarut tersebut banyak digunakan untuk bioanalisis karena sesuai dengan fase gerak pada KCKT dan dapat mengekstraksi senyawa berdasarkan prinsip kepolaran. Pelarut organik akan menurunkan solubilitas protein sehingga protein akan mengendap (Evans, 2004; Kelly, 1990).

b. Ekstraksi cair- cair

Ekstraksi cair - cair berguna untuk memisahkan analit dari pengotor dengan menyekat sampel diantara 2 fase larutan tak tercampurkan. Fase pertama umumnya berupa fase aqueous, sedangkan fase kedua berupa fase organik. Analit yang akan diekstraksi harus larut diantara satu fase larutan tersebut. Prinsip ekstraksi cair – cair ini adalah senyawa yang bersifat lebih hidrofilik akan larut ke fase aqueous dan senyawa yang bersifat lebih hidrofobik akan cenderung mudah ditemukan di fase organik. Analit yang terekstraksi ke dalam fase organik akan dengan mudah diperoleh kembali melalui penguapan, sedangkan analit yang terekstraksi ke dalam fase aqueous

dapat langsung disuntikkan ke dalam kolom KCKT fase balik. Larutan aqueous yang dapat digunakan adalah air, larutan yang bersifat asam/basa, garam, dan lainnya. Pelarut organik yang dapat digunakan adalah heksan, etil asetat, toluen, dan lainnya. Kelemahan dari metode yaitu tidak dapat diaplikasikan ke semua analit, contohnya analit yang bersifat sangat polar sulit menggunakan metode ini (Evan, 2004; Kelly, 1990).

c. Ekstraksi fase padat

Pada ekstraksi fase padat ini digunakan kolom berukuran kecil (cartridge) dengan adsorben yang mirip dengan yang digunakan pada saat analisis dan biasanya disesuaikan dengan sifat analit yang diperiksa. Ekstraksi fase padat adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah yang ditemui


(23)

8

pada ekstraksi cair-cair. Prinsip umum dari ekstraksi ini yaitu adsorpsi obat dari larutan ke dalam adsorben atau fase diam (Harahap, Y., 2010).

d. Ekstrasi cair- padat

Ekstraksi cair padat merupakan teknik yang sering digunakan untuk perlakuan sampel pada KCKT. Apabila ekstraksi cair - cair merupakan proses pemisahan satu tahap, maka ekstraksi cair - padat merupakan prosedur pemisahan mirip kromatografi dan memiliki beberapa keuntungan dibandingkan ekstraksi cair - cair. Keuntungan tersebut antara lain dihasilkan ekstraksi analit yang lebih sempurna, pemisahan analit yang lebih efisien dari pengotor, pengurangan penggunaan pelarut organik, pengumpulan fraksi analit total yang lebih mudah, penghilangan partikulat, dan pengoperasian yang lebih mudah. Empat tahapan pada proses ekstraksi cair – padat yaitu pengkondisian alat, pemasukan sampel, pengaliran larutan pencuci untuk menghilangkan pengotor, dan proses perolehan kembali analit (Evans, 2004; Kelly, 1990).

Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi, oleh karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam plasma. Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga harus dibebaskan terlebih dahulu, lansoprazol dalam plasma berikatan dengan protein plasma sebesar ± 97% (Sweetman, 2009), sehingga diperlukan perlakuan tertentu untuk membebaskannya sebelum dianalisis.

Beberapa metode analisis Lansoprazol dalam plasma yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu:

a. Penetuan kadar Lansoprazol dalam plasma darah dan tablet dengan menggunakan RP-HPLC.

Kondisi : Pemisahan kromatografi dicapai secara isokratis pada kolom C18

[Inertsil C18, 5 µ, 150 mm x 4,6 mm] memanfaatkan fase gerak asetonitril /

dapar fosfat (70:30, v / v, pH 7,0) dengan kecepatan aliran 0,8 ml / menit dengan deteksi UV pada 260 nm. Waktu retensi Lansoprazole adalah 2,53 min. Metode ini akurat (99,15-101,85%), tepat konsentrasi (0,13-1,56% dan antar-hari variasi 0,30-1,60% intra-hari variasi) dan linier dalam jangkauan 0,1-30 g/ml (R2 = 0,λλλ) dan telah berhasil digunakan dalam


(24)

pemantauan obat. yang tersisa. Batas deteksi Lansoprazole pada signal-to-noise ratio of 3 adalah 1,80 ng/ml dalam plasma manusia sementara batas kuantifikasi dalam serum manusia adalah 5,60 ng/ml (Reddy.Battu dan Venkateswara, 2009).

b. Penentuan kadar Lansprazol dalam plasma darah menggunakan KCKT

column-switching.

Kondisi : metode untuk penentuan secara simultan dari Lansoprazol, inhibitor pompa proton dan metabolit utamanya: 5-hidroksilansoprazol dan Lansoprazole sulfon dalam plasma manusia. Senyawa uji diekstrak dari 1 mL plasma menggunakan dietil eter-diklorometana (7:3, v / v) dan ekstrak disuntikkan ke dalam kolom I (TSK-PW precolumn, 10 µm, 3,5 mm × 4,6 mm) untuk pembersihan dan kolom I (STR BPO-II C18 analitis kolom, 5 pM, 150mm × 4.6mm id) untuk pemisahan. Puncaknya terdeteksi oleh detektor ultraviolet ditetapkan pada panjang gelombang 285 nm, dan total waktu untuk pemisahan kromatografi adalah ~ 25 menit. Metode ini divalidasi untuk rentang konsentrasi 3-5000 ng / mL. Perolehan kembali rata-rata adalah 74,0% untuk Lansoprazol, 68,3% untuk 5-Hidroksilansoprazol, dan 79,4% untuk Lansoprazol sulfon. RSD dari Intra

dan inter day kurang dari 6,1 dan 5,1% untuk Lansoprazol, 5,8 dan 5,8% untuk 5-Hidroksilansoprazol, 4,4 dan 5,9% untuk Lansoprazol sulfon, masing-masing, pada rentang konsentrasi yang berbeda (Uno et al., 2005). c. Penentuan kadar Lansoprazol dalam plasma darah manusia menggunakan

KCKT dengan baku dalam.

Kondisi : Lansoprazol, metabolitnya, dan baku dalam (Omeprazol) diekstraksi ke dalam dietil eter-metilen klorida (7:3, v/v) dan disentrifugasi pada 2000 rpm; 6OC selama 10 menit dan diperoleh pemisahan menggunakan kolom fase terbalik dalam kondisi isokratik. Metode ini memiliki deteksi ultraviolet pada 285 nm monokromatik, dan ekstraksi tunggal, penguapan penanganan sampel tunggal. Batas bawah kuantisasi, berdasarkan baku yang dapat diterima dengan koefisien variasi, adalah 10 ng / ml untuk semua senyawa. Tidak ada senyawa endogen ditemukan telah menginterferensi (Karol et al. 1995).


(25)

10

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas dan paling cepat berkembang untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2007; Harmita, 2006).

2.4.1. Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar & Rohman, 2007).


(26)

Keterangan : 1 = Tempat fase gerak + penyaring; 2 = saluran penghubung dengan frit; 3 = pompa; 4 = injektor sampel (autosampler); 5 = kolom; 6 = detektor; 7 = pembuangan; 8 =

pengolah data

Gambar 2.2. Diagram Alir Alat KCKT (Meyer, V., 2010)

2.4.2. Wadah Fase Gerak pada KCKT

Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.3. Fase Gerak pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sample. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase


(27)

12

terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.4. Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus

inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.5. Penyuntikan Sampel pada KCKT

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Pada saat pengisian sampel sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.6. Kolom pada KCKT

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan dengan kolom konvensional, yakni:

a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.


(28)

c. Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.7. Fase Diam Pada KCKT

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silica yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinilbenzen. Permukaan silica adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.8. Detektor KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil,


(29)

14

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi,

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solute pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier), dan

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.9. Penggunaan KCKT Dalam Analisis Farmasi

Metode KCKT merupakan metode yang sangat populer untuk menetapkan kadar senyawa obat baik dalam bentuk sediaan maupun dalam sampel hayati. Hal ini disebabkan KCKT merupakan metode yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (Gandjar & Rohman, 2007).

2.4.10. Keuntungan KCKT

KCKT mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan KC (Kromatografi Cair) tradisional, yaitu:

a. Kecepatan waktu analisis, b. Daya pisahnya baik dan selektif,

c. Peka, karena detektor dapat mendeteksi konsentrasi yang kecil, d. Kolom dapat dipakai kembali,

e. Ideal untuk molekul besar dan ion, dan f. Mudah memperoleh kembali cuplikan. (Johnson & Stevenson, 1991).

2.5. Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah nyata, yaitu: (1) validasi perangkat lunak (software validation), (2) validasi perangkat keras/instrument (instrument/hardware validation), (3) validasi metode, dan (4) kesesuaian sistem (system suitability).

Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.


(30)

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:

a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu. b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau

karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.

c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu.

d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku.

(Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.1. Ketepatan (akurasi)

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standard reference material, SRM). Suatu metode dikatakan tepat jika ia menghasilkan hasil yang sama dalam sederet penentuan ulangan (Gandjar & Rohman, 2007; Johnson & Stevenson, 1991).

2.5.2. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH (International Conference on Harmanization), presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu: keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan (reproducibility).


(31)

16

a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan. Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter yang pertama, yaitu: keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data.

Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak; sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blangko (yb)

ditambah dengan 3 simpangan baku blangko (3Sb).

LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3 dibanding 1. ICH mengenalkan suatu konversi metode signal to noise ratio


(32)

menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan.

ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode perhitungan didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku sesuai rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier atau dengan standar deviasi intersep-y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.5. Liniearitas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa


(33)

18

baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.6. Uji Kesesuaian Sistem

Seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode.

United States Pharmacopeia (USP) menentukan parameter yang dapat digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter-parameter yang digunakan meliputi: bilangan lempeng teori (N), faktor

tailing, kapasitas (k’ atau α) dan nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode. Nilai RSD tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada dasarnya dapat diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian komponen yang jumlahnya banyak (komponen mayor)

jika nilai RSD ≤ 1% untuk 5 kali injeksi. Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima jika antara 5-15% (Gandjar & Rohman, 2007).


(34)

5.1. Alur Penelitian

Lansoprazole (LPZ) digunakan secara luas sebagai antiulcer dan produk obat yang beredar harus diyakini keefektivitasannya secara farmakologi

Dilakukan penetapan kadar Lansoprazole secara in vitro dalam darah

Metode ekstraksi LPZ dalam darah

Pembuatan larutan induk Lansoprazol

Pengukuran maksimum LPZ dengan spektrofotometer UV-Visible

Penetapan metode ekstraksi

Validasi metode

Akurasi

Presisi Liniearitas

Limit deteksi dan limit kuantitasi

Selektivitas Perolehan


(35)

20

5.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Medisinal (PMC), Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (PBB), dan Laboratorium Bahan Alam (PNA) Program Studi Farmasi FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada September 2012 sampai Januari 2013.

5.3. Bahan dan Alat 5.3.1. Bahan

Lansoprazol BPFI (BPOM), metanol (Merck), kalium dihidrogenfosfat (Merck), natrium hidroksida (Merck), trietilamin, dietil eter (Merck), metilen klorida (Merck), darah (PMI DKI Jakarta), aquabidest (Ikapharmindo Putramas), gas nitrogen.

5.3.2. Alat

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Dionex UltiMate® 3000) yang terdiri dari; pompa, autosampler, kolom Acclaim® Polar Advantage II (C18; 3 µm; 4,6 x 150 mm), detektor DAD (Diode Array Detector), program komputer PC (Chromeleon®). Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Hitachi U-2910), vorteks, sentrifugator dengan tabung sentrifugasi, timbangan analitik, alat-alat gelas, mikropipet, lemari pendingin, dan evaporator (TurboVap® LV)

5.4. Prosedur Kerja

5.4.1. Pembuatan Larutan Induk Lansoprazol

Ditimbang sebanyak 20,1 mg Lansoprazole. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir 100 mL. Diencerkan menjadi konsentrasi 100 µg/mL dalam 50 ml. Konsentrasi 100 µg/mL digunakan sebagai larutan induk.

5.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum untuk Analisis

Dibuat spektrum serapan ultraviolet larutan Lansoprazol dengan konsentrasi 10 µg/mL dalam metanol pada panjang gelombang 200 – 400 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel, ditentukan panjang gelombang maksimumnya.


(36)

5.4.3. Penetapan Fase Gerak

Larutan standar Lansoprazol pada konsentrasi 10 g/mL diinjeksikan sebanyak 10 µ L pada komposisi fase gerak methanol:dapar fosfat pada perbandingan 70:30, 65:35, dan 60:40 (pH 7) serta perbandingan 65:35 dengan penambahan trietilamin (TEA) sampai pH 7,4 dan kecepatan alir 0,8– 1,2 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang terpilih, kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, dihitung jumlah plat teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate), faktor kapasitas, dan asimetrisitas.

5.4.4. Uji Kesesuaian Sistem

Larutan Lansoprazole pada konsentrasi 10 g/mL diinjeksikan sebanyak 10 L ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih, diulangi sebanyak enam kali. Kemudian dihitung jumlah plat teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate), faktor kapasitas, asimetrisitas, dan %RSD (Relative Standard Deviation).

5.4.5. Penetapan Metode Ekstraksi (Evans,1994; Kelly,1990)

Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 1,05 ml darah + 0,1 mL EDTA 10% disentrifugasi selama 10 menit pada 2500 rpm. Kemudian diambil supernatan (plasma) dan dicampur metanol dengan perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:4 pada tabung sentrifugasi. Kemudian dikocok dengan vorteks selama 1 menit dan disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, lalu supernatan diinjeksikan sebanyak 10 L ke alat KCKT. Kemudian dianalisis kromatogram dari masing-masing perbandingan untuk mengetahui kondisi kromatogram blanko darah.

Kemudian dilakukan hal yang sama terhadap darah yang sudah mengandung larutan Lansoprazol masing-masing dengan konsentrasi 5 ppm, 3 ppm, dan 1 ppm, kemudian diekstraksi sesuai dengan perbandingan terpilih, dan diinjeksikan sebanyak 10 L ke alat KCKT kemudian dicatat waktu retensi dan luas puncaknya.

5.4.6. Validasi Metode Analisis Lansoprazol Dalam Darah (Gandjar & Rohman, 2007; Harmita, 2006; Food Drug and Administration, 2001; United Nations Office on Drug and Crime, 2009)


(37)

22

5.4.6.1.Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Darah In Vitro Dibuat larutan blangko dan larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 2-6 g/mL, kemudian dipreparasi sesuai prosedur. Lalu supernatan masing-masing sebanyak 10 L disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi Lansoprazol dalam darah dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a + bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.

5.4.6.2.Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitasi (LOQ)

Larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 2-6 g/mL dipreparasi sesuai prosedur. Kemudian supernatan sebanyak 10 L dari masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi Lansoprazole dalam darah dari masing-masing konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasinya.

LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi, dengan rumus :

LOQ =

sedangkan nilai batas deteksi (LOD) diperoleh dengan rumus :

LOD =

dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan regresi.

5.4.6.3.Uji Selektivitas

Sebanyak 10 L supernatan sampel darah yang telah dideproteinase dan mengandung Lansoprazol pada konsentrasi 5 g/mL disuntikkan ke dalam

instrumen KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulang sebanyak 6 kali. Kemudian dihitung nilai % RSD (Relative Standard Deviation) dengan nilai ≤ 15% dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%.


(38)

5.4.6.4.Uji Akurasi

Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 g/mL, 4

g/mL, dan 5 g/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan sebanyak 10 L disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Kemudian dihitung persentase akurasi (% diff) dan perolehan kembali (% recovery) dari masing-masing konsentrasi larutan tersebut. Nilai rata-rata % diff disyaratkan ± 15%. Sedangkan nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan konsentrasi Lansoprazol dalam darah yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan konsentrasi Lansoprazol yang sebenarnya dikalikan dengan 100%. Perolehan kembali disyaratkan pada ± 15% dalam sampel biologis.

5.4.6.5.Uji Presisi

Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 g/mL, 4

g/mL, dan 5 g/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan sebanyak 10 L disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Dilakukan pengukuran intra-hari dan inter-hari (selama 2 hari berturut-turut), kemudian dihitung persentase simpangan baku relatif atau % RSD (Relative Standard Deviation) dari masing-masing konsentrasi dengan nilai ≤ 15%.


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

9.1. Hasil

9.1.1. Penentuan Metode Analisis Lansoprazol 9.1.1.1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel, diperoleh serapan maksimum Lansoprazol pada panjang gelombang 283 nm. Spektrum serapan Lansoprazol dapat dilihat pada lampiran 1 gambar 6.1.

9.1.1.2.Penetapan Komposisi Fase Gerak

Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro dilakukan pada kondisi optimum dengan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom Acclaim® (C18) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283

nm, dan volume penyuntikan 10 L Komposisi fase gerak semula terdiri dari

metanol:dapar fosfat pH 7 (70:30). Pada komposisi ini, waktu retensi Lansoprazol yaitu 2,95 menit. Kemudian dilakukan modifikasi fase gerak yaitu komposisi kedua metanol-dapar fosfat pH 7 (65:35) dan komposisi ketiga metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40). Pada komposisi metanol-dapar fosfat pH 7 (65:35) waktu retensi Lansoprazol yaitu 3,67 menit. Sedangkan pada komposisi metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40) waktu retensi Lansoprazol yaitu 5,04 menit. Laju alir yang digunakan adalah 0,8 ml/menit. Namun hasil optimasi ini memberikan data kromatogram dengan puncak yang lebar dan pada komposisi 60:40 dihasilkan double peak.

Kemudian dilakukan modifikasi lagi dengan penambahan TEA (Trietilamin) dengan komposisi metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4. Dengan komposisi fase gerak ini, didapatkan waktu retensi sekitar 3,77 menit. Metode ini dipilih karena menghasilkan plat teoritis yang lebih banyak daripada komposisi fase gerak yang lain, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate) yang lebih kecil,


(40)

faktor kapasitas yang memenuhi persyaratan (1-10) serta asimetrisitas yang baik (<2,5) sebagaimana tercantum tercantum pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil penetapan komposisi fase gerak pada konsentrasi 10 µg/mL, kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm, dan volume

penyuntikan 10 L.

Keterangan:

TR = Time Retention (waktu retensi) N = Plat Teoritis

HETP = Height Equivalent Theoritical Plate

9.1.1.3.Uji Kesesuaian Sistem

Pada uji kesesuaian sistem terdapat parameter-parameter untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis, yaitu meliputi plat teoritis (N), resolusi atau daya pisah, dan nilai koefisien variasi dari luas area dari serangkaian injeksi (minimal 6 kali injeksi). Syarat utama adalah %RSD (Relative Standard Deviation) dari luas area, yaitu ≤ 2%. Uji kesesuaian sistem yang dilakukan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, kecuali parameter plat teoritis (N). Data mengenai uji kesesuaian sistem terdapat pada tabel 4.2 dan data selengkapnya tercantum dalam lampiran 4 tabel 6.1.

Tabel 4.2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel Lansoprazol pada konsentrasi 10 g/mL dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)

dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan 10 L.

Parameter Uji Persyaratan Hasil Uji Rata-rata

Plat Teoritis >2500 1091,67

Asimetris <2,5 0,88

Faktor Kapasitas 1-10 1,22

%RSD (Relative Standard Deviation) ≤2% 0,576

Fase Gerak (v/v) TR (menit) Luas Puncak (µAU)

N HETP Faktor

Kapasitas Asimetri

65:35 (+TEA)

3,773 3592,9 1130 0,0133 1,22 0,86 3,767 3576,1 1084 0,0138 1,22 0,85

70:30 2,950 7162,2 351 0,0427 0,73 1,62

65:35 3,890 7691,9 303 0,0495 1,24 1,66


(41)

26

9.1.1.4.Penetapan Metode Ekstraksi

Penetapan metode ekstraksi pada awalnya dilakukan penambahan EDTA 10% pada darah untuk memperoleh plasma. Kemudian dilakukan modifikasi metode ekstraksi dengan mengendapkan protein darah sekaligus menarik Lansoprazol, dari hasil percobaan didapatkan bahwa pelarut yang baik digunakan adalah metanol dengan perbandingan 1 bagian supernatan (plasma) dan 4 bagian metanol dalam 1,5 mL, dikarenakan pada perbandingan tersebut tidak terdapat interferen pada waktu retensi Lansoprazol. Kemudian dilakukan pengukuran untuk darah yang telah mengandung Lansoprazol dengan konsentrasi 5 µg/ml, 3 µg/ml, dan 1 µg/ml. Data mengenai penetapan pelarut pengendap protein plasma (pelarut ekstraksi) terdapat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil penetapan pelarut pengendap protein plasma

Pengendap Protein Kosentrasi (µg/ml) Waktu Retensi (menit) Luas Puncak (µAU) Faktor kapasitas Metanol

5 3,833 1626,4 1,22

3 3,826 714,1 1,23

1 - - -

9.1.2. Validasi Metode Analisis dalam Darah secara In Vitro

9.1.2.1.Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Darah in vitro Uji ini dilakukan pada seri larutan standar Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 2-6 g/mL, dari uji ini akan didapat persamaan regresi linier dan koefisien korelasi (r). Hasil uji diperoleh persamaan garis y = 477,35x - 776,42, dan koefisien korelasi (r) 0,9875, kurva kalibrasi dari persamaan garis tersebut terdapat dalam gambar 4.1. Data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 5 dalam tabel 6.2.


(42)

Gambar 4.1. Kurva kalibrasi Lansoprazol dalam darah

9.1.2.2.Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi dalam Darah in vitro

Uji batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan untuk mengetahui batas deteksi dan batas kuantitasi terendah dari sampel yang masih dapat menghasilkan data dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi yang diperoleh dari hasil pengujian sebesar 0,619 g/mL dan batas kuantitasi 2,05 g/mL. Data mengenai uji batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada tabel 4.4 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 6 dalam tabel 6.3.

Tabel 4.4. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi

Parameter Nilai

Simpangan Baku Residual (S y/x) 98,17

Limit Deteksi (LOD) 0,619 g/mL

Limit Kuantitasi (LOQ) 2,05 g/mL

9.1.2.3.Uji Selektivitas

Uji selektivitas dilakukan terhadap sampel konsentrasi 5 g/mL dilakukan sebanyak 6 kali untuk mengetahui spesifitas metode tersebut. Syarat untuk uji selektivitas adalah %RSD (Relative Standard Deviation) dengan nilai ≤ 15%

dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%. Data hasil uji rata-rata terdapat pada tabel 4.5 dan Data hasil percobaan tercantum pada lampiran 7 dalam tabel 6.4. 0 500 1000 1500 2000 2500

0 1 2 3 4 5 6 7

L uas A re a A U )

Konsentrasi (μg/mL)


(43)

28

Tabel 4.5. Hasil uji rata-rata selektivitas

C

(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU)

SD RSD (%)

% diff

rata-rata

5 1630,92 13,26 0,813 -0,793

Keterangan:

C = Konsentrasi

SD = Simpangan Baku KV = Koefisien Variasi

9.1.2.4.Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 3 g/mL, 4

g/mL dan 5 g/mL dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi. Syarat hasil uji akurasi adalah % diff dengan nilai ≤ 15%. Kemudian dihitung pula nilai perolehan kembali (% recovery), nilai ini

disyaratkan pada ≤ 15% dalam sediaan biologis. Hasil uji rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.6 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 8 dalam tabel 6.6.

Tabel 4.6. Hasil uji rata-rata akurasi

9.1.2.5.Uji Presisi

Uji dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 3 g/mL, 4 g/mL dan 5 g/mL diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi, dilakukan pada pengujian intra-hari (dalam 1 hari) dan inter-hari selama 2 hari berturut-turut. Syarat hasil uji presisi adalah simpangan baku relatif atau %RSD (Relative Standard Deviation) dari masing-masing konsentrasi dengan

nilai ≤ 15%. Hasil uji rata-rata presisi dapat dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8 serta data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 9 dalam tabel 6.7. C (μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU) Rata-rata Perolehan Kembali (%)

SD RSD

(%)

% diff

rata-rata

3 714,3 104,09 8,57 1,2 4,09

4 1231,5 105,16 2,89 0,24 5,16


(44)

Tabel 4.7. Hasil uji rata-rata presisi H-1 (intra day)

C

(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU) SD

RSD

(%) % diff rata-rata

3 714,3 8,57 1,2 4,09

4 1231,5 2,89 0,24 5,16

5 1636,27 18,1 1,11 1,09

Tabel 4.8. Hasil uji rata-rata presisi H-2 (inter day)

C

(μg/mL) Rata-rata Luas Puncak (µAU) SD

RSD

(%) % diff rata-rata

3 710,83 9,35 1,31 3,85

4 1205,47 5,8 0,48 3,79

5 1612,73 12,45 0,77 0,1

9.2. Pembahasan

Pada penelitian ini telah dilakukan validasi metode analisis Lansoprazol dalam darah in vitro secara KCKT. Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah

in vitro dilakukan sebagai pengujian terhadap sediaan farmasi dari segi farmakokinetiknya, bagaimana ketersediaan hayati obat dalam tubuh sehingga keefektivitasannya terbukti. Optimasi dan validasi juga perlu dilakukan guna mendapatkan metode yang terbaik untuk analisa kadar Lansoprazol dalam darah. Metode analisis dengan menggunakan alat KCKT ini dipilih karena memiliki banyak kelebihan yaitu waktu analisisnya cepat, cara kerjanya sederhana dan sensitif.

Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang gelombang analisis optimum dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet–visibel dan didapatkan hasil bahwa Lansoprazol memiliki serapan maksimum pada 283 nm. Pemilihan panjang gelombang analisis ini berguna untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang digunakan.

Tahap selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir. Pada pemilihan fase gerak, dilakukan dengan menggunakan kolom Acclaim®. Optimasi fase gerak semula terdiri dari metanol:dapar fosfat pH 7 dengan


(45)

30

komposisi (70:30), (65:35), dan (60:40). Pada komposisi metanol-dapar fosfat pH 7 (70:30) waktu retensi Lansoprazol yaitu 2,95 menit, dan pada komposisi (65:35) waktu retensinya 3,67 menit. Sedangkan pada komposisi (60:40) waktu retensi Lansoprazol yaitu 5,04 menit. Laju alir yang digunakan adalah 0,8 ml/menit. Namun hasil optimasi ini memberikan data kromatogram dengan puncak yang lebar dan pada komposisi 60:40 dihasilkan double peak. Kemudian dilakukan modifikasi lagi dengan penambahan TEA (Trietilamin) dengan komposisi metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 dan laju alir sebesar 0,8 ml/menit. Dengan komposisi fase gerak ini, didapatkan waktu retensi sekitar 3,77 menit dengan plat teoritis sekitar 1130 (>2500), HETP (Height Equivalent Theoritical Plate) sekitar 0,0133, faktor kapasitas sebesar 1,22 (1-10) serta faktor asimetris sekitar 0,86 (<2,5). Dari hasil ini, fase gerak yang ditetapkan telah memberikan hasil parameter yang memenuhi persyaratan, kecuali untuk parameter plat teoritis yang kurang dari kondisi ideal yaitu >2500.

Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan kesesuaian dan keefektifan sistem yang digunakan agar diperoleh kondisi operasional dan kromatogram yang baik. Dari hasil percobaan diperoleh nilai rata-rata, yaitu jumlah plat teoritis 1091,67 (>2500), faktor kapasitas 1,22 (1-10), asimetris 0,88 (<2,5), dan koefisien variasi 0,576% (<2%).

Pada penetapan metode ekstraksi, awalnya dilakukan penambahan EDTA pada darah untuk memperoleh plasma. Kemudian dilakukan metode pengandapan protein menggunakan pelarut organik yaitu metanol. Pengendapan protein ini bertujuan untuk menghilangkan komponen-komponen yang ada dalam protein plasma yang dapat mengganggu analisis dan kromatogram. Protein plasma dapat diendapkan dengan berbagai pelarut; seperti pelarut organik, pelarut asam, dan pelarut basa. Pada penelitian ini dilakukan dengan pelarut organik yang akan mengendapkan protein sehingga obat akan lepas dari ikatan protein dan tertarik ke dalam pelarut organik. Hasil yang didapatkan pelarut organik yang digunakan adalah metanol dengan perbandingan 1:4 dengan plasma darah yang memberikan


(46)

kromatogram yang lebih baik daripada perbandingan 1:2 maupun 1:3, didasarkan pada tidak adanya interferen pada waktu retensi Lansoprazol.

Validasi metode penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro

dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa metode tersebut akurat dan dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar secara in vivo. Validasi metode yang dilakukan adalah validasi sebagian dengan mempertimbangkan bahwa metode yang dilakukan pada penelitian ini merupakan modifikasi dari metode yang telah dilakukan sebelumnya. Parameter validasi yang dilakukan meliputi liniearitas, limit deteksi dan limit kuantitasi, selektivitas, akurasi, presisi, dan perolehan kembali.

Liniearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Dari percobaan dibuat larutan standar Lansoprazol dalam darah dengan rentang konsentrasi 2-6 µg/mL, dan didapat hasil persamaan garis regresi linier y = 477,35x - 776,42, dan koefisien korelasi (r) 0,975.

Langkah selanjutnya adalah penetapan batas deteksi dan batas kuantitasi dari sampel. Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibanding dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurat dan seksama. Hasil dari uji batas deteksi ini adalah 0,619 g/mL dan batas kuantitasi sebesar 2,05 g/mL.

Uji selektivitas dilakukan untuk mengetahui bahwa metode yang ditetapkan kemampuannya hanya untuk mengukur zat tertentu saja dengan cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Uji ini dilakukan terhadap sampel dengan konsentrasi 5 g/mL. Persyaratan untuk uji selektivitas ini adalah nilai koefisien variasinya

(KV) dengan nilai ≤ 15% dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%. Hasil pengujian selektivitas pada sampel adalah %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,813% dan % diff sebesar 0,793%, hasil ini telah memenuhi persyaratan untuk uji selektivitas.


(47)

32

Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil sebenarnya. Akurasi diperiksa dengan menghitung perbedaan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (% diff) Uji akurasi dilakukan dengan menetapkan kadar sampel pada 3 konsentrasi yaitu 3 µg/mL, 4 µg/mL, dan 5 µg/mL. Persyaratan yang ditentukan adalah % diff ± 15%. Pada konsentrasi 3 g/mL didapatkan hasil % diff ratarata sebesar -4,09%, konsentrasi 4 g/mL didapatkan % diff rata-rata sebesar 5,16% dan pada konsentrasi 5 g/mL didapatkan % diff rata-rata sebesar 1,09%. Kemudian dihitung pula nilai perolehan kembalinya (% recovery) dengan cara membandingkan konsentrasi Lansoprazol dalam darah yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan konsentrasi Lansoprazol yang sebenarnya dikalikan dengan 100%. Perolehan kembali disyaratkan pada ± 15% dalam sediaan biologis. Nilai uji perolehan kembali pada konsentrasi 3 g/mL berkisar 104,09%, konsentrasi 4 g/mL berkisar 105,16% dan pada konsentrasi 5 g/mL sekitar 101,09%. Pengujian perolehan kembali ini dilakukan pada tiga konsentrasi dengan tujuan untuk memberikan batas range bahwa konsentrasi analit yang terukur pada daerah tersebut masih terukur dengan baik oleh detektor. Hasil untuk uji akurasi dan perolehan kembali ini telah memenuhi persyaratan uji pada sediaan biologis.

Presisi adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel. Uji presisi dilakukan intra-hari dan inter-intra-hari, pada pengujian intra-intra-hari, konsentrasi rendah 3 g/mL didapat %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 1,2%, pada konsentrasi sedang 4 g/mL diperoleh %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,24% dan pada konsentrasi tinggi 5 g/mL didapat %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 1,11%. Sedangkan pada pengujian inter-hari, konsentrasi rendah 3 g/mL didapat %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 1,31%, pada konsentrasi sedang 4 g/mL diperoleh %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,48% dan pada konsentrasi tinggi 5 g/mL didapat %RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,77%. Pengukuran inter-hari yang dilakukan selama 2 hari berturut-turut didapat hasil %RSD


(48)

(Relative Standard Deviation) ≤ 15%. Pada uji presisi ini, hasil tersebut telah memenuhi syarat untuk uji presisi pada sediaan biologis. Uji dilakukan pada intra-hari dan inter-hari untuk memastikan bahwa setelah sediaan disimpan masih stabil dan tidak mengganggu hasil analisa.

Hasil dari parameter-parameter validasi metode analisis yang telah dilakukan secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk pengujian pada sediaan biologis. Hal ini menunjukan bahwa metode analisis Lansoprazol dalam darah in vitro valid dan dapat digunakan untuk penetapan kadarnya secara in vivo.


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1. Optimasi metode analisis Lansoprazol diperoleh hasil bahwa Lansoprazol dapat dianalisis dengan menggunakan kolom Acclaim® Polar Advantage C18, dengan kondisi optimum fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan trietilamin hingga pH 7,4, kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm. Pada proses optimasi ekstraksi Lansoprazol dalam darah, hasil ekstraksi terbaik untuk metode analisis pada KCKT adalah dengan pencampuran plasma dengan metanol pada perbandingan 1:4, waktu vorteks 60 detik dan proses sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.

5.1.2. Hasil validasi metode menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan sudah memenuhi persyaratan yang berlaku untuk akurasi, presisi, linearitas, dan selektifitas.

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan larutan pengendap protein yang lain, seperti asam trikloroasetat, asam perklorat, maupun kombinasi asam-asam tersebut dengan pelarut organik sehingga diharapkan hasil ekstraksi protein dari plasma menjadi lebih sempurna. Bila memungkinkan dapat pula digunakan cara ekstraksi protein dalam plasma yang lain seperti ekstraksi cair maupun ekstraksi cair-padat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacists Association (APhA). 2008. Drug Information Handbook 17th Edition. Ohio : Lexi-Comp.

Anonim. 2000. PREVACID®. http://www.drugbank.ca/system/fda_labels/ DB00448.pdf?1265922801. Diakses pada hari Senin, 2 Juli 2012 pukul 08.12.

A. Avgerinos, et al.. 1998. Determination of Lansoprazole in Biological Fluids and Pharmaceutical Dosage by HPLC. European Journal of Drug Metabolism and Pharmacokinetics, Vol. 23, No. 2, 1998, pp. 329-332.

Evans, G (Ed.). 2004. A Handbook of Bioanalysis and Drug Metabolism. USA: CRC Press.

Food and Drug Administration. 2001. Bioanalytical Method Validation. Rockville: Center for Veterinary Medicine.

Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gerald K. McEvoy (Ed.), Jane Miller (Ed.), dan Kathy Litvak (Ed.). 2004. AHFS Drug Information 2004. American Society of Health-System Pharmacists.

Harahap, Y. (2010). Peran Bioanalisis dalam Penjaminan Kualitas Obat dan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien. Depok: UI Press.

Harmita. 2006. Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA UI.

Johnson, E.L. dan R.Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Terj. Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB Press.


(51)

36

Karol, M.D., et al.. 1995. Determination of lansoprazole and five metabolites in plasma by high-performance liquid chromatography. J Chromatogr B Biomed Appl, 1995; 668:182-6.

Katsuki, H., et al.. 2001. High-Performance Liquid Chromatographic Assay for the Simultaneous Determination of Lansoprazole Enantiomers and Metabolites in Human Liver Microsomes. Journal of Chromatography B, Vol. 757, No. 1, pp. 127-133.

Kelly, M.T. 1992. Drug Analysis in Biological Fluids. Dalam: Chemical Analysis in Complex Matrices. New York: Ellis Horwood.

Lunn, G. 1999. HPLC Methods for Pharmaceutical Analysis, Volume 3: E – O. New York : Wiley-Interscience.

McEvoy, Gerald K. (ed.). 2008. AHFS Drug Information 2008. Bethesda, MD: American Society of Health-System Pharmacists.

Meyer, Veronika R.. 2010. Practical High-Performance Liquid Chromatography

5th Edition. Chichester : Wiley.

Noubarani, M. et al.. 2010. Improved HPLC Method for Determination of Four PPIs, Omeprazole, Pantoprazole, Lansoprazole and Rabeprazole in Human Plasma. J Pharm Pharmaceut Sci, 13(1), hal 1-10.

Pudjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press. Hal. 209-210

Reddy. Battu, P. dan Venkateswara Reddy. G. 2009. Validation and Stability of RP-HPLC for The Determination of Lansoprazole in Tablet Dosage Form and Human Plasma. The Pharma Research, vol. 1, hal 60-66.


(52)

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th edition.

London: The Pharmaceutical Press, 1739-1740.

Shargel, L. dan Andrew B.C.Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Terj. Siti Sjamsiah. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi kedua. Terj. Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 346-363

Supandi. 2008. Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Kadar Famotidin Kombinasi dengan Magnesium Hidroksida, Hidrotalcite dan Simetikon dalam Plasma in vitro dan in vivo secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Tesis. Program Pasca Sarjana FMIPA-Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan: 101 hlm

United Nation Office on Drug and Crime. 2009. Guidance for the Validation of Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for Testing of Illicit Drugs in Seized Materials and Biological Specimens. Vienna: United Nations Publication.

Uno, T., et al.. 2005. Determination of Lansoprazole and Two of its Metabolites by Liquid-Liquid Extraction and Auto-mated Column Switching High-Performance Liquid Chromatography: Application to Measuring CYP2C19 Activity. Journal of Chromatography B, Vol. 816, No. 1-2, February 2005, pp. 309-314.


(53)

35

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Gambar 6.1 Spektrum panjang gelombang maksimum Lansoprazol dalam metanol pada konsentrasi 10 g/mL.


(54)

Lampiran 2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


(55)

37

Lampiran 3. Kromatogram Hasil Analisa

Gambar 6.3 Kromatogram Lansoprazol murni pada konsentrasi 50 µg/mL dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan

volume penyuntikan 10 L.

Gambar 6.4. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat pH 7 (70:30)


(56)

Lanjutan

Gambar 6.5. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat pH 7 (65:35)

Gambar 6.6. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat pH 7 (60:40)


(57)

39

Lanjutan

Gambar 6.7. Kromatogram Lansoprazol murni pada konsentrasi 10 µg/mL dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan


(58)

Lanjutan

Gambar 6.8. Kromatogram sampel darah kosong (blanko) dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan


(59)

41

Lanjutan

Gambar 6.9. Kromatogram Lansoprazol dalam sampel darah pada konsentrasi 5 µg/mL dengan komposisi komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)

dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit,


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Uji Akurasi

Tabel 6.5. Data hasil uji akurasi

Konsentrasi (μg/mL) Luas Puncak (µAU) Uji Perolehan Kembali (%) Rata-rata Uji Perolehan Kembali (%)

% diff Simpangan

Baku (SD) RSD (%)

%diff rata-rata

3

723,2 104,72

104,09

4,72

8,57 1,2 4,09

706,1 103,52 3,52

723,7 104,06 4,06

4

1233,9 105,28

105,16

5,28

2,89 0,24 5,16

1232,4 105,21 5,21

1228,3 104,99 4,99

5

1636,4 101,09

101,09

1,09

18,1 1,11 1,09

1654,3 101,84 1,84


(2)

Lampiran 9. Uji Presisi

Tabel 6.6. Data hasil uji presisi

Konsentrasi

(μg/mL) Luas Puncak (µAU) % diff

Simpangan

Baku (SD) RSD (%) % diff rata-rata

3

Hari ke-1

723,2 4,72

8,57 1,2 4,09

706,1 3,52

723,7 4,06

Hari ke-2

717,2 4,29

9,35 1,31 3,85

700,1 3,10

715,0 4,16

4

Hari ke-1

1233,9 5,28

2,89 0,24 5,16

1232,4 5,21 1228,3 4,99 Hari ke-2

1200,2 3,52

5,8 0,48 3,79

1204,5 3,74 1211,7 4,12

5

Hari ke-1

1636,4 1,09

18,1 1,11 1,09

1654,3 1,84 1618,1 0,32 Hari ke-2

1612,9 0,11

12,45 0,77 0,1

1625,1 0,62 1600,2 -0,44


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Perhitungan konsentrasi Lansoprazol dalam darah

Konsentrasi awal = 201 mg dalam 100 mL metanol = 201 ppm

Konsentrasi untuk larutan induk 100 ppm

→ 24,875 mL Lansoprazol 201 ppm dimasukkan dalam labu ukur 50 mL,

kemudian dicukupkan dengan metanol hingga tanda batas. V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 201

ppm

= 50 mL x 100 ppm V1 = 5000/201

= 24,875 Ml

Dari larutan induk 100 ppm, kemudian diambil beberapa mL dan dicukupkan dengan darah hingga batas ukur pada labu ukur 5 mL sehingga menjadi darah yang mengandung 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, dan 6 ppm Lansoprazol. Contoh untuk darah yang mengandung 6 ppm Lansoprazol:

V1 x C1 = V2 x C2 V1 x 100 ppm = 5 mL x 6 ppm

V1 = 30/100 = 0,3 mL


(4)

Lampiran 11. Cara perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

S(y/x) =

; dimana Y1 = a +bx

Sx0 =

; Sx0 = standar deviasi dari fungsi

Vx0 =

̅

; Vx0 = koefisien variasi dari fungsi

LOD =


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Cara perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan Uji Perolehan Kembali

a. Simpangan Baku (SD),

Hasil analisis adalah x1, x2, x3, x4,……….xn, maka simpangan bakunya

adalah :

SD =

∑ ̅

Contoh perhitungan:

SD =

SD = 2,898

b. Simpangan baku relatif (%RSD) atau koefisien variasi (KV) adalah : %RSD =

̅

Contoh perhitungan : %RSD =

%RSD = 0,235%

c. Persen (%) diff =

d. Uji Perolehan Kembali =

Keterangan: A : Kadar sebenarnya B : Kadar terukur


(6)