35 atau dengan tanda-tanda yang lain, dan berdasar informasi dari penduduk
sekitar. Berdasarkan hasil pencatatan satwa di kawasan Tahura SSH ditemukan 12
jenis mamalia, 4 jenis reptilia dan 40 jenis burung. Hal ini merupakan salah satu potensi penting untuk pengembangan wisata alam di daerah ini. Misal, di pagi
hari sering terdengar suara ungko morning call bersahut-sahutan dari berbagai kelompok ungko. Disamping itu, pergerakan harian ungko juga menarik karena
berbeda dari primata lainnya beruk atau monyet ekor panjang, yakni dengan
brachiasimenggunakan tangan. Potensi satwa lain untuk wisata alam di Tahura SSH adalah jenis-jenis rangkong. Sayangnya, habitatnya di daerah ini telah
rusak, pohon-pohon berdiameter besar dan tinggi telah hilang akibat penebangan liar. Biasanya rangkong bersarang di lubang-lubang pohon dan
sangat menyukai buah ficus. Rangkong juga sering makan bersama-sama primata di dalam satu pohon.
G. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Kawasan Tahura SSH berada di tiga wilayah kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Kampar dan Siak, serta Kota Pekanbaru. Berdasar hasil sensus
penduduk tahun 2000 SP2000, penduduk di ketiga wilayah tersebut berjumlah 1.265.814 jiwa dengan laju tertinggi pada periode 1980-1990, sebesar 6,63.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di daerah ini lebih disebabkan oleh migrasi penduduk yang ma suk imigrasi ke daerah ini. Secara konstan,
penduduk terbanyak sepanjang tahun berada di Kota Pekanbaru, dan diikuti Kabupaten Kampar.
Kawasan Tahura SSH berada di pinggir jalan lintas timur Sumatera, antara Pekanbaru-Dumai, sehingga sangat dipengaruhi oleh keberadaan penduduk di
sekitar jalan tersebut. Dua pemukiman yang mempunyai interaksi kuat adalah Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru dan Kelurahan
Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak. Tiga pemukiman lain yang interaksinya kurang kuat saat ini dengan Tahura SSH adalah Desa Kota Garo,
Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar dan Desa Minas Barat, serta Rantau Bertuah, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak.
Berdasar etnis penduduk di Kelurahan Minas Jaya dan Muara Fajar sebagian besar adalah etnis Minang-Pariaman yang masuk ke daerah ini pada
awal tahun 1960-1980an. Kedatangan mereka di daerah ini, sebagian besar
36 dilatarbelakangi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya. Secara sosial ekonomi,
daerah Minas dan Rumbai pada waktu itu sedang mengalami perkembangan dengan dibukanya jalan minyak oleh PT. Caltex Pacific Indonesia, sementara
sumber daya kayu hutan untuk bahan bangunan di daerah ini sangat besar sehingga dapat menopang kehidupan mereka. Secara budaya, orang tua
mereka seja k dulu selalu mengajarkan untuk merantau karena keterbatasan sumber daya alam di daerah asal sehingga hidup merantau telah menjadi
budaya masyarakat di daerah tersebut.
Etnis lain yang tinggal di daerah ini adalah Melayu, Jawa, Batak dan Cina. Pada umumnya, keempat etnis ini lebih suka menguasai tanahlahan dibanding
sumberdaya kayu. Bagi orang Jawa dan Batak, tanah merupakan simbol kekayaan untuk bercocok tanam. Sementara itu, tanah bagi orang Cina
merupakan aset yang terus akan bertambah nilainya sehingga penting bagi pengembangan bisnisnya di masa depan. Oleh karena itu, sebagian besar lahan
yang ada di wilayah Kelurahan Muara Fajar dikuasai oleh orang Cina. Sayangnya sebagian besar lahan mereka tidak produktif karena tidak ditanami
atau diusahakan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN