Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Hut (1)

1

Indonesia

adalah

I.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
negara

yang

memiliki

kekayaan


potensi

sumberdaya alam, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dapat
dioptimalkan sebagai daya tarik pariwisata dunia. Luas daratan Indonesia
1,32 persen dari seluruh luas daratan dunia; Indonesia ialah habitat bagi
10 persen jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12 persen
binatang menyusui, 15 persen serangga, 16 persen reptilia dan amphibia,
17 persen burung, 25 persen ikan (BAPPENAS, 1993). Supriatna (1996)
menjelaskan Indonesia memiliki kedudukan yang istimewa di dunia karena
memiliki 500 - 600 jenis mamalia besar (36 persen endemik), 35 jenis
primata (25 persen endemik), 78 jenis paruh bengkok (40 persen
endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44 persen endemik). Daratan
Indonesia menurut Stone (1994), 59 persen berupa hutan hujan tropis
setara dengan 10 persen luas hutan dunia. Hutan hujan tropis Indonesia
diperuntukkan hutan lindung seluas 100 juta hektar dan kawasan
konservasi seluas 18,7 hektar.

Indonesia seperti yang dijelaskan

Prawiladilaga (2002) memiliki sekitar 1.539 jenis burung dan 488 jenis

menghuni Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Keberadaan dan penyebaran burung menurut Peterson (1980)
berhubungan erat dengan ketersediaan makanan dan habitat burung yang
sekaligus menunjukkan keberadaan suatu individu atau kelompok

1

2
individu.

Burung merupakan salah satu komponen dalam ekosistem

hutan, kehadirannya dalam ekosistem hutan memiliki arti penting bagi
kelangsungan siklus kehidupan. Satwa liar termasuk burung memunyai
peranan penting dalam membantu regenerasi hutan secara alami seperti
penyebar biji, penyerbuk bunga dan pengontrol serangga hama. Arumsari
(1989) menyatakan burung ialah bagian dari komponen ekosistem yang
mempunyai interaksi dan saling tergantung dengan lingkungan, sehingga
keberadaan burung dalam ekosistem perlu dipertahankan.
Keanekaragaman jenis burung di Indonesia mulai terancam punah

akibat tindakan – tindakan negatif yang dilakukan manusia, seperti
perburuan liar dan perusakan hutan yang menyebabkan habitat dan
kehidupan burung terganggu dan akhirnya punah. Jenis burung yang
terancam punah di Indonesia sebesar 126 jenis burung yang menduduki
peringkat pertama di dunia dalam hal kepunahan jenis burung.
TAHURA R. Soerjo ialah kawasan pelestarian alam yang meliputi
wilayah Gunung Arjuna-Lalijiwo, sebagian merupakan wilayah Kabupaten
Mojokerto-Kabupaten Malang-Kabupaten Jombang-Kabupaten Pasuruan
dan Kota Batu. Taman Hutan Raya R. Soerjo merupakan habitat bagi
salah satu satwa langka nasional yang dilindungi negara ialah Elang Jawa
(Spizaetus bartelesi) dan habitat Raja Udang (Helvhyon cyanoventris),
Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Tekukur (Sterptopelia chinensis),
Kepodang ( Orioulus xanthonotus) dan Ayam Hutan (Gallus galus).

2

3
Informasi keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan
Raya R. Soerjo Cangar sangat diperlukan karena dapat membantu
pengelola mengetahui tingginya keanekaragaman hayati hidupan liar

lainnya sebab burung dapat dijadikan sebagai indikator kualitas hutan.
Shannaz, Jepson

dan Rudyanto (1995) menjelaskan bahwa akibat

penurunan kualitas, modifikasi dan hilangnya habitat merupakan ancaman
yang berarti bagi jenis-jenis burung, karena kehadiran suatu jenis burung
tertentu pada umumnya disesuaikan dengan kesukaaannya terhadap
habitat tertentu. Hutan yang rusak akan mengurangi fasilitas bagi burung
sebagai tempat bersarang, istirahat, berbiak dan mencari makan.
Pengamatan burung merupakan salah satu kegiatan yang pada
dasarnya merupakan kegiatan ekoturisme yang mencakup perjalanan di
alam terbuka, kegiatan yang berkaitan dengan keserasian ekologi dan
dapat berbentuk ekspedisi (berhubungan dengan eksplorasi ilmiah
bernuansa

petualangan).

mendukung


ekoturisme

Pengamatan
misalnya

burung

sebagai

berperan

pemandu

atau

dalam
yang

mempromosikan keindahan alam melalui burung. Kegiatan pengamatan
burung adalah kegiatan yang menjanjikan karena burung sebagai obyek

utama belum dikembangkan secara optimal (padahal berpeluang besar
untuk menarik wisatawan) karena tidak adanya inventarisasi jenis burung
di kawasan TAHURA R. Soerjo Cangar. Pengamatan burung sangat
penting untuk dilakukan karena burung merupakan satwa yang salah
satunya dipergunakan sebagai penyeimbang ekosistem.

3

4
Penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung masih sedikit
dilakukan terutama di kawasan TAHURA R. Soerjo Cangar. Mengingat
pentingnya peranan jenis-jenis burung dan dalam menjaga keseimbangan
ekosistem maka penulis perlu melakukan penelitian yang bertujuan untuk
melihat keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar.

2. Tujuan Penelitian
Mengetahui keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya
R. Soerjo Cangar.


3.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu memberikan informasi
karakteristik jenis burung yang ada bersama ekosistem didalamnya
sebagai bahan rekomendasi pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar ke arah yang lebih baik lagi.
Bagi kalangan akademisi khususnya Program Studi Kehutanan,
hasil penelitian dapat dipergunakan bagi studi lanjutan mengenai
konservasi.

4.

Hipotesis

Keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar sangat tinggi.

4


5
II.

TINJAUAN PUSTAKA

1.

Burung (Aves)

MacKinnon (1990) menjelaskan bahwa burung merupakan salah
satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, dan diperkirakan
sekitar 8.600 jenis tersebar di dunia. Burung ialah burung yang berdarah
panas seperti binatang menyusui, tetapi lebih berkerabat dekat dengan
reptil yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun. Jenis burung dianggap
berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil burung pertama, yaitu
Archaepteryx.

Rombang dan Rudyanto (1999) menjelaskan bahwa


burung adalah salah satu makhluk yang mengagumkan, terbukti telah
berabad-abad

burung

menjadi

sumber inspirasi

dan

memberikan

kesenangan kepada masyarakat Indonesia karena keindahan suara dan
bulunya.

Burung juga merupakan indikator yang sangat baik untuk

kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lain.
Burung masa kini berbeda dengan reptil, karena perkembangan

bulu yang memengaruhi daya terbang. Reptil seperti pterosaurus sudah
memiliki daya terbang sangat kuat, tetapi hanya mengandalkan bentuk
sayap yang panjang dan berselaput. Sayap burung yang lebar pada
awalnya hanya untuk melayang dan dipergunakan terbang sebenarnya
setelah bulu sayap berkembang semakin lebar, ringan dan bersusun
rapat. Bulu merupakan rahasia keberhasilan burung karena memberikan
daya terbang pada burung muda dan memberikan kehangatan untuk

5

6
memelihara suhu badan. Modifikasi bulu burung masa kini merubah fungsi
menjadi lapisan kedap air, alat perasa, berwarna cerah atau berburik-burik
untuk memikat dan menyamar. Manfaat sayap yang dipergunakan untuk
terbang, membuat burung kehilangan fungsi tangan dan menjadi makhluk
kaki dua. Tulang burung berevolusi menjadi berongga berisi udara dan
lebih ringan, tulang punggung menjadi lebih pendek dan menyatu, paruh
berbentuk dari zat tanduk yang ringan dan tidak bergigi, apabila
dibandingkan dengan nenek moyang yang memiliki rahang dan tidak
bergigi dari tulang yang berat pada reptil.

Bentuk tubuh yang dimiliki burung membuat penyebaran habitat di
seluruh muka bumi, menempati setiap tipe habitat dari tiap khatulistiwa
sampai daerah kutub seperti jenis burung hutan, burung padang terbuka,
dan burung air. Burung yang menjelajahi samudera terbuka dan burung
yang hidup di dalam gua dapat menemukan arah dalam kegelapan.
Lokasi yang memiliki pertumbuhan pohon atau terdapat habitat ikan,
serangga dan averteberata, maka akan ditemukan habitat burung yang
mencari kehidupan sebagai pemakan biji-bijian, buah atau nektar,
memakan serangga, ikan dan sebagai pemangsa atau pemakan bangkai.
2.

Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis seperti yang dijelaskan Soegianto (1994)
ialah karateristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologi,
dapat dipergunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Suatu

6

7
komunitas memunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas disusun
oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies sama atau hampir
sama. Komunitas yang disusun oleh sedikit spesies, dan jika hanya sedikit
spesies dominan, maka keragaman jenisnya rendah.
Kekayaan spesies dan struktur komunitas burung berbeda dari satu
wilayah dengan wilayah yang lain seperti yang disampaikan oleh Karr
(1976) dalam Johnsingh dan Joshua (1994). Odum (1994) menjelaskan
bahwa keanekaan spesies di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai
faktor dan memunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi
berbeda-beda

terhadap

faktor

geografi,

perkembangan

dan

fisik.

Keanekaragaman spesies kecil ditemukan pada komunitas daerah
dengan lingkungan ekstrim seperti daerah kering, tanah miskin apalagi
bekas

kebakaran

atau

letusan

gunung

berapi,

sedangkan

keanekaragaman tinggi terdapat pada lingkungan yang optimum.
Keanekaan jenis burung di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut:
a. Ukuran luas habitat, semakin luas habitat, cenderung semakin tinggi
keanekaan jenis burung.
b. Struktur keanekaan jenis vegetasi. Ewusie (1990) membuktikan bahwa
daerah dengan pemilikan keanekaan jenis hewan (termasuk burung)
yang tinggi disebabkan oleh setiap jenis hewan kehidupannya
bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.

7

8
c. Keanekaan dan tingkat kualitas habitat secara umum di suatu lokasi
menurut Gonzales (1993), semakin majemuk habitatnya cenderung
semakin tinggi keanekaan jenis burungnya.
d. Pengendali ekosistem yang dominan, menurut Fachrul (2007) ialah
keanekaan jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang
terkendali secara fisik dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang
diatur secara biologi.
Tabel 1. Jenis Burung di Seluruh Kawasan Jawa
N
o
1

2

Keterangan

Jenis Penetap

Jumlah (Jenis)

368

207 Penyebaran
ke Barat sampai
Daratan Asia

119 batas Selatan Jawa
dan Bali
50
Bali sampai Nusa
Tenggara
38 mencapai Australia

Jenis Pengembara /
126
Pengunjung
Jumlah 494

Sumber Data : MacKinnon (1990)

Selama proses evolusi dan perkembangan kehidupan berlangsung,
burung selalu beradaptasi dengan berbagai faktor baik fisik (abiotik)
maupun biotik.
menetap

di

Hasil adaptasi ini mengakibatkan burung hadir atau

suatu

tempat

untuk

kehidupannya

tersebut

secara

keseluruhan disebut sebagai habitat.
Jenis burung yang mencapai Australia menurut MacKinnon (1990)
hanya 38 jenis, ini menunjukkan betapa besar pengaruh Asia dibanding
Australia terhadap fauna Jawa. Gambaran serupa kita lihat di antara
burung migrasi yang mengunjungi Jawa; dari 126 jenis migrasi, 16 adalah

8

9
pengembara oseanik; hanya 8 adalah pengunjung dari Selatan yaitu
Australia, sedangkan 102 jenis datang dari daratan Asia.

3.

Aktivitas Burung

Aktivitas burung sehari-hari ialah makan, gerak atau pindah, vokal,
istirahat, dan sosial, sebagai berikut:
A. Aktivitas Makan
Makan merupakan rangkaian gerak dalam mencari dan memilih
pakan dan suatu pola yang tetap seperti yang disampaikan oleh Alikodra
(1980). Aktivitas harian dari perilaku makan menurut Van Tyne dan Barger
(1976) sama karena burung jantan dan burung betina membutuhkan
jumlah pakan yang sama banyak. Burung jantan memerlukan pakan
karena dipergunakan mendapatkan energi untuk melakukan aktivitas
(terbang, mencari pakan, dan bersuara pada burung betina berhubungan
dengan musim berkembang biak, seperti dapat menghasilkan telur yang
baik).
Pakan yang dibutuhkan burung dapat terlihat dari habitat dimana
burung itu berada seperti penjelasan Whitten (1996) sebagai berikut :
1. Burung-burung yang terdapat di hutan dapat mencari pakan pada
bagian kanopi pohon sampai lantai hutan. Pada bagian kanopi pohon,
serangga, buah, biji, bunga, dan daun muda dapat menjadi sumber
pakan untuk burung sedangkan pada lantai hutan, makanan berasal
dari biji yang jatuh, serangga tanah, dan daun muda dari pohon muda.

9

10
2. Burung-burung yang habitatnya terdapat di padang rumput, pakannya
berupa biji rumput.
3. Burung-burung yang berada di sekitar perairan sungai dan danau,
memeroleh pakan berupa serangga, air, ikan, dan kepiting.
B. Aktivitas Vokal dan Bersuara
Burung seperti yang disampaikan oleh Mock (1991) menghasilkan
suara (vokal) berupa nyayian dan variasi non-vokal atau bunyi yang
dikeluarkan. Suara berupa variasi non vokal dapat terlihat misalnya pada
burung pelatuk yang menghasilkan suara seperti drum. Suara seperti
drum berasal dari paruh yang melubangi pohon pada saat mencari pakan.
Burung gagak menghasilkan suara yang berasal dari kepakan sayapnya
pada saat terbang. Van Tyne dan Biger (1975), memberikan penjelasan
bahwa suara yang dihasilkan oleh burung dapat berfungsi sebagai tanda
atau nyanyian panggilan (call notes) dan nyanyian (song).
1. Nyanyian Panggilan
Merupakan suara yang menandakan perilaku hubungan pada
setiap anggota jenis (anak, betina atau kelompok). Nyanyian panggilan
bukan hal yang utama pada perilaku seksual, pada nyanyian panggilan
terdapat sembilan jenis tipe, antara lain pada saat mencari makan,
perilaku senang, perilaku stress, memertahankan daerah teritori saat
diserang, melakukan penyerangan, berkelompok pada saat migrasi,
merespon adanya predator atau pendatang.
2. Nyanyian

10

11
Merupakan
dibunyikan

untuk

rangkaian

dari

keturunannya

nyanyian

dan

sangat

panggilan.

Nyanyian

berhubungan

untuk

membentuk suatu rangkaian dari nyanyian yang dapat dikenal oleh
keturunannya. Dua tipe nyanyian yang dikenal ialah:
a) Nyanyian primer (primary song)
1) Advertising atau territorial song, merupakan suara yang keras
diberikan oleh salah satu jenis kelamin pada burung khususnya
pada saat permulaan periode reproduksi, selain untuk menarik
pasangan juga memberikan peringatan pada jantan lain. Tipe
nyanyian ini dipergunakan untuk memertahankan daerah teritori
pada burung.
2) Signal song, dipergunakan untuk menyatakan kegiatan atau
aktivitas dari burung yang dipergunakan untuk memberikan tanda
ancaman untuk jantan lain.
3) Emotional song, meliputi berbagai suara yang secara tidak
langsung memberikan ancaman kepada jantan lain. Terutama
dalam memertahankan daerah teritori.
b) Nyanyian sekunder (secondary Song)
Merupakan suara kedua, lebih lembut atau lemah. Suara ini
tidak dipergunakan dalam memertahankan daerah teritori tetapi
dinyanyikan oleh jenis kelamin yang berbeda dan lebih bervariasi dari
pada primer song ialah:
1) Whisper song, merupakan suara yang cepat dan terdengar tidak
lebih dari 20 km.
2) Subsong, merupakan suara yang sangat cepat.
3) Rehearsed song, merupakan suara yang dibunyikan oleh burung
muda dan burung dewasa yang belum mencapai kesempurnaan
dalam primary song.

11

12
4) Female song, merupakan suara yang dinyanyikan oleh betina.
C. Aktivitas Sosial
Perilaku sosial burung menurut Alikodra (1989) pada umumnya
dijumpai terutama dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya
dihabitatnya, selain itu juga untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan
melepaskan diri dari serangan pemangsa.
Soeratmo (1979) memberi penjelasan bahwa satwa yang hidup
bersama di suatu tempat akan mengadakan interaksi satu sama lain
melalui komunikasi dan hubungan sosial. Hubungan diantara individu
satwa dibedakan menjadi dua sebagai berikut:
1) Hubungan intra-spesifik, yaitu hubungan pada jenis yang sama;
2) Hubungan inter-spesifik, yaitu hubungan pada jenis yang berbeda.
Berdasarkan hubungan sosial, interaksi dibedakan dalam tiga
bentuk ialah:
1) Kompetisi, terjadi apabila dua satwa mencari kebutuhan yang sama
terhadap suatu komponen dalam lingkungan hidupnya, sementara
ketersediaan komponen tersebut sangat terbatas.
2) Kerjasama, terjadi apabila salah satu atau kedua individu yang lain
dalam

satwa

membutuhkan

individu

lain

untuk

memenuhi

kebutuhannya.
3) Netral, apabila tidak terdapat kontak atau saling memengaruhi antara
kedua satwa.
Hubungan

sosial

dalam

kehidupan

populasi

satwa

seperti

dijelaskan oleh Soeratmo (1979). tidak akan terbentuk apabila satwa tidak
memiliki bentuk komunikasi. Kemampuan berkomunikasi dari satwa
tergantung pada tanda atau signal yang dapat diterima tiap individu dan
kemampuan individu dalam menangkap atau menerima tanda.

12

13
D.

Aktivitas Pindah atau Bergerak
Pergerakan menurut Soeratmo (1979) dan Alikodra (1989) adalah

strategi

dari

individu

atau

populasi

untuk

menyesuaikan

dan

memanfaatkan keadaan lingkungan agar dapat hidup dan berkembangbiak secara normal. Pergerakan juga berfungsi untuk mencari pakan,
sumber air untuk berkembang biak atau untuk menghindar dari
pemangsaan dan gangguan lain Pergerakan satwa liar baik dalam skala
sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan
hidupnya. Alikodra (1990) menjelaskan bahwa pergerakan burung
berhubungan erat dengan sifat individu dan kondisi lingkungan seperti
ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembang biak, pemangsaan
kondisi cuaca, sumber air dan adanya perusakan lingkungan.
Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan pindahnya
suatu jenis dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perpindahan burung
terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat menjaga teritori.
Aktivitas pindah jelas Hernowo (1989) yang dilakukan oleh burung saat
mencari makan merupakan hal yang mutualistik, dalam membantu
terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada saat proses
penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang
cukup besar.
4.
Habitat
Kehidupan satwa liar menurut Alikodra (1990) secara umum
memerlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala
keperluan hidup baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat

13

14
berlindung, berkembang biak dan tempat untuk mengasuh anak-anak.
Kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun abiotik,
yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup
serta berkembangbiak satwa liar disebut habitat. Satwa liar menempati
habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung
kehidupannya.
Menurut Howes, Akewell dan Noor (2003), kehadiran suatu jenis
burung pada umumnya disesuaikan dengan kesukaan terhadap habitat
tertentu. Secara umum, habitat burung dapat dibedakan atas habitat di
darat, air tawar dan laut, serta dapat dibagi lagi menurut tanaman seperti
hutan lebat, semak maupun rerumputan. Shannaz, Jepson dan Rudyanto
(1995) menjelaskan bahwa akibat penurunan kualitas, modifikasi dan
hilangnya habitat merupakan ancaman yang berarti bagi jenis-jenis
burung. Saat ini diketahui sekitar 50 persen burung di dunia terancam
punah karena menurunnya kualitas dan hilangnya habitat.

5. Taman Hutan Raya (TAHURA)
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan
rekreasi. Kriteria penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan taman
hutan raya:

14

15
1)

Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik
pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang
ekosistemnya sudah berubah;

2)

Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; dan

3)

Mempunyai

luas

yang

cukup,

yang

memungkinkan

untuk

pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan
atau bukan asli.
Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola
dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola
berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian
aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana
pengelolaan taman hutan raya sekurang-kurangnya memuat tujuan
pengelolaan,

dan

garis

besar

kegiatan

yang

menunjang

upaya

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam
bentuk kegiatan:
1)

perlindungan dan pengamanan;

2)

inventarisasi potensi kawasan;

3)

penelitian

dan

pengembangan

yang

menunjang

pengelolaan;
4)

pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa.

15

16
Pembinaan dan pengembangan bertujuan untuk koleksi. Beberapa
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman
hutan raya adalah:
1). merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem;
2).

merusak keindahan dan gejala alam;

3).

mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;

4).

melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana
pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat
persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Sesuatu

kegiatan

yang

dapat

dianggap

sebagai

tindakan

permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi
kawasan adalah:
1). memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas
kawasan;
2). membawa

alat

yang

lazim

dipergunakan

untuk

mengambil,

menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan
mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.
Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan
untuk:
1). Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian
dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan
tersebut);
2).

Ilmu pengetahuan;

16

17
3).

Pendidikan;

4).

Kegiatan penunjang budidaya;

5).

Pariwisata alam dan rekreasi;

6).

Pelestarian budaya.
Pemerintah gencar mencanangkan kebijaksanaan di bidang

konservasi sumberdaya alam melalui konservasi jenis maupun konservasi
pemanfaatan dalam rangka memertahankan kelestarian alam dan
lingkungan hidup demi pembangunan berkesinambungan, hal ini berkaitan
dengan semakin menurunnya kualitas dan kuantitas sumberdaya alam
tersebut. Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan pembangunan
dalam kawasan pelestarian alam, sejalan dengan strategi konservasi
sumberdaya alam yang telah dicanangkan dalam bentuk Taman Nasional,
Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam dan Taman Hutan Raya. Kawasan
pelestarian alam dalam Taman Nasional. Hutan Lindung, Hutan Suaka
Alam dan Hutan Wisata sudah lama dikenal, sedangkan sistem Taman
Hutan Raya merupakan hal baru. Sistem Taman Hutan Raya muncul
setelah disadari bahwa kebijaksanaan di bidang perlindungan dan
pelestarian sumberdaya alam yang telah diselenggarakan hanya memberi
sedikit sekali manfaat bagi masyarakat luas. Dampak bagi masyarakat
luas ialah tidak dapat menimbulkan dan mendorong motivasi masyarakat
berpartisipasi aktif dalam

kegiatan perlindungan dan pelestarian alam

sesuai Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1990. Batasan Taman Hutan
Raya ialah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan

17

18
atau satwa yang alami atau buatan jenis asli dan atau bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi.
Pemanfaatan Hutan Raya secara optimal akan memberikan
pengaruh

yang

positif

terhadap

perlindungan

plasma

nutfah,

pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.
Dasar Pemilihan Lokasi penelitian di Kawasan Taman Hutan Raya
R. Soerjo, antara lain :
1). Hutan di lokasi Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar memiliki potensi
sumberdaya alam yang cukup tinggi, baik berupa flora, fauna keunikan
alam, keindahan alam maupun peninggalan budaya dari masa lampau.
2). Hutan

dimaksud

masih

mengalami

banyak

gangguan

berupa

pencurian hasil hutan, perburuan, vandalisme dan pencemaran
lingkungan hidup, serta sering terjadinya kebakaran hutan.
3). Adanya Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar diharapkan keamanan
kawasan terjaga disamping itu mampu meningkatkan fungsi hutan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada di
sekitar hutan.
4). Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar dapat berfungsi sebagai
pengatur iklim dan tata air terutama sumber mata air Sungai Brantas
yang menghidupi ± 32 juta jiwa di Jawa Timur.

18

19

III.

MATERI DAN METODE

1. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar - Batu Malang yang merupakan salah satu kawasan pelestarian
alam dan kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Taman Hutan
Raya R. Soerjo memunyai letak geografis 7º 40’ 10” - 7º 49’ 31” LS dan
112º 22’ 13”-112º 46’ 30” BT dan seluas 27.868,30 hektar yang
merupakan salah satu Tahura terluas di Indonesia dan memiliki
keanekaragaman

hayati

sangat

tinggi

baik

flora

maupun

fauna,

berdasarkan wilayah administrasi terbagi dalam lima kabupaten/kota yaitu:
Kabupaten Malang 4.287,00 hektar, Kabupaten Pasuruan 5.894,30 hektar,
Kabupaten Mojokerto 10.181,10 hektar, Kabupaten Jombang 2.864,70
hektar dan Kota Batu 4.641, 20 ha.
Lokasi penelitian pengamatan keanekaragaman jenis burung
berada pada ketinggian ± 1.600 m dpl dan luas 10 ha. Waktu penelitian

19

20
selama dua bulan yang dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan
bulan Desember 2012.
2. Alat dan Obyek
Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ialah:
1).

Teropong Binokuler dengan ukuran lensa yang ideal 10 x 50
mm yang pergunakan untuk mengamati jenis burung yang dijumpai
pada saat pengamatan.

2).

Kamera digital, untuk pendokumentasian jenis burung dan
merupakan bukti dari perjumpaan jenis burung di suatu lokasi
sekaligus untuk mendokumentasikan kegiatan peneliti.

3).

Meter-roll, untuk mengukur luasan areal pengamatan.

4).

Tali rafia,

untuk memberi tanda jalur garis transek

pengamatan.
5).

Tallysheet, tabel pengamatan burung.

6).

Stopwatch, untuk mengukur waktu pengamatan.

7).

Buku panduan jenis burung MacKinnon (1990) di Sumatera,
Jawa, Bali dan Kalimantan yang dilengkapi dengan gambar untuk
identifikasi jenis burung yang diamati.

8).

Panduan

wawancara

/

kuisioner,

dipergunakan

dalam

kegiatan wawancara dengan petugas dan masyarakat sekitar hutan.
9).

Kompas, dipergunakan untuk menentukan arah jalur.

10). Alat penerangan (senter/headlamp), dipergunakan untuk mengamati
burung pada sore hari yang berembun.

20

21
Obyek yang diteliti adalah jenis burung yang diamati di enam jalur
transek yang dibuat.
3.
Pengamatan

Rancangan
pendahuluan/observasi

dilakukan

untuk

(1)

Mengenal lokasi/habitat yang akan menjadi tempat pengamatan; (2)
Penelusuran jalur dan penentuan titik pengamatan; (3) Mengenal jenisjenis burung yang umum dijumpai di lokasi.

Pengamatan dilakukan

menggunakan metode point count (titik hitung) dengan jalur transek
dengan mengikuti jalur yang telah ada. Pada metode ini pengamat
berjalan sepanjang jalur/jalan disertai dengan titik pengamatan yang telah
ditentukan, di setiap titik, pengamatan dilakukan selama 15 menit dengan
jarak pengamatan ke kiri dan kanan sejauh 50 meter dan jarak antar titik
sejauh 33 meter, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Parameter
yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu di enam jalur transek
pengamatan. Metode survei dan metode observasi dipergunakan untuk
menentukan lokasi pengamatan dan obyek pengamatan. Wawancara
tidak terstruktur dilakukan kepada petugas dan masyarakat sekitar
kawasan hutan untuk memeroleh gambaran secara umum tentang lokasi
pengamatan dan jenis burung yang terdapat pada lokasi penelitian pada
umumnya.
Pengamatan jenis-jenis burung dilakukan dengan menggunakan
metode garis transek/jalur menurut Alikodra (1990),

ialah merupakan

suatu petak contoh dimana seorang pencatat berjalan sepanjang garis

21

22
transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah
maupun jaraknya dengan pencatat.
Metode pengamatan langsung dan identifikasi dalam setiap titik
pengamatan untuk memermudah pengamatan jenis burung yang dijumpai
dan selanjutnya diidentifikasi berdasarkan buku seri panduan lapangan
burung – burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang dilengkapi
dengan gambar.

4.

Pelaksanaan

Survei awal dilakukan untuk mengenal lokasi/habitat yang akan
menjadi tempat pengamatan, penelusuran jalur dan penentuan titik
pengamatan, mengenal jenis-jenis burung yang umum dijumpai di 6 jalur
yang telah ada, dan ketinggian rata-rata kanopi di sepanjang jalur.
Penentuan jalur dilakukan secara purposive sampling berupa jalur
yang ada. Lokasi sampel pengamatan seluas 5 ha, memiliki 6 jalur garis
transek (mengikuti jalur yang telah ada) dengan panjang jarak tiap jalur 1
km. Garis transek pada wilayah sensus dipetakan dalam peta topografi
berskala 1 : 50.000. Garis transek merupakan suatu petak contoh dimana
pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis
satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dengan pencatat.
Keterangan :
: Jalur transek

....

: Kolam pemandian

: Titik awal pengamatan
: Jarak titik awal

22

23
: Kawasan TAHURA Cangar

pengamatan

Gambar 3. Denah penentuan sampel lokasi pengamatan dengan jalur
transek

Keterangan:
: Posisi pencatat
 : Satwa yang terlihat
α : Sudut pandang, sudut yang terbentuk antara arah transek dengan
posisi satwa
*

Gambar 4. Metode Garis Transek

Metode transek jalur sekaligus untuk mencatat data dan beberapa
jenis satwa. Peneliti dibantu dengan enumerator berjalan secara serentak
sesuai dengan arah jalur masing-masing, pada saat berjalan, peneliti dan
enumerator mencatat jumlah satwa liar, jaraknya dengan petugas, umur,

23

24
jenis kelamin dan perilakunya. Peneliti melakukan pengamatan pada
setiap titik pengamatan selama 15 menit dengan interval waktu lima menit
untuk setiap pengamatan, dengan jarak pengamatan ke kiri dan kanan
sejauh 50 meter dan jarak antar titik sejauh 33 meter, agar tidak terjadi
pengulangan pencatatan. Hasil yang diperoleh dicatat dalam Tallysheet
sehingga dapat dibuat peta persebarannya.
Tabel 2. Tallysheet Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Metode Transek
Garis (Line Transect)
Tallysheet
Estimasi Kepadatan Populasi Satwa Metode Transek Garis
(Line Transect)
Tanggal
:
Lokasi/Nomor Jalur
:
Ketinggian
:
Cuaca
:

No

Titik
pengamatan

Jumlah
Individu
(ekor)

Nama
Lokal

Jarak dari
pengamat

Jarak
dari garis
transek

Pengamatan dilakukan dua kali dalam sehari pada waktu tingkat
aktivitas burung

sangat

tinggi yaitu pada pagi hari mulai pukul

06.00 - 10.00 WIB dan pada sore hari mulai pukul 15.00 - 18.00 WIB
dalam cuaca cerah.
5.

Pengamatan

24

25
Parameter yang diamati ialah populasi jenis burung pada jalur yang
ditentukan untuk mengetahui jenis burung, ciri-ciri burung

dengan

menggunakan Teropong Binokuler dan perhitungan jumlah burung. Secara
teknis yang dipergunakan untuk mengidentifikasi jenis burung adalah
dengan

cara

membuat

gambar

sketsa

burung,

mencatat

waktu

pengamatan, lokasi dan perilaku burung yang teramati. Morfologi burung
untuk mengidentifikasi spesies seperti bentuk paruh, sayap, warna bulu,
ukuran, dan suara serta ciri-ciri khas.

6.

Analisis Data

Tingkat keanekaragaman jenis burung menurut Soegianto (1994)
dalam Wibowo, (2006) diperoleh dengan rumus:
1) Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson (DS ):
δ=

∑ ¿(¿−1)
N (N −1)

DS = 1- δ

Dimana:
δ=¿ Indeks dominasi
ni = Jumlah individu ke – i
N = Jumlah total individu
Kriteria keanekaragaman jenis:
 Mendekati 0 berarti keanekaragaman rendah
 Mendekati 1 berarti keanekaragaman tinggi
2) Indeks Keseragaman Jenis Simpson (Evennes Simpson) D S/Dmask
untuk

mengetahui

tingkat

dominasi

menggunakan rumus:

25

suatu

spesies

dengan

26
Dmask={(s−1)/ s ¿ [N /( N−1)]
1 - Ds/Dmask

Dimana :
S = Jumlah spesies

Kriteria keseragaman jenis yaitu:


Mendekati 0 berarti keseragaman rendah



Mendekati 1 berarti keseragaman rendah

3) Indeks Kelimpahan Jorgensen (Di) yaitu:
Untuk mengetahui spesies yang mendominasi digunakan rumus
Di= ¿ × 100
N
Kriteria Indeks Kelimpahan Jorgensen:
a. Jika Di > 5 persen berarti dominan
b. Jika Di antara 2 persen – 5 persen berarti sub dominan
c. Jika Di < 2 persen berarti tidak dominan

26

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Flora dan Fauna
Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo mempunyai tipe ekosistem
hutan cemara, hutan hujan pegunungan dan padang rumput. Jenis
vegetasi yang mendominasi kawasan ini beraneka ragam, di antaranya
Cemara gunung (Causuarina junghuhniana) yang membentuk tegakan
homogen dengan tumbuhan bawah berupa rumput dan semak belukar,
Pasang

(Litocarpus

sundaicus),

Nyampo

(Litsea

sp),

Kukrup

(Engelhardiaspicata), Dampul (Ficus sp), Kelis (acmena acuminatissima),
Endos endogan (Macropanax dispermum) dan Triwulan (Eupathorium),
Kukrup (Engelhardia spicata), Pasang (Litocarpus sundaicus), Anggrung
(Theorema orientalis), Pinus (Pinus mercusii), Tutup (Malotus sp).Kayu
putih (Eucalyptus alba), Akasia (Acasia decuren), Cemara angin
(Casuarina equisetifolia),dan bunga ungu (Valerina adriana).
Jenis Fauna yang terdapat dikawasan Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar cukup banyak diantaranya : Kera Abu-abu (Macaca
fascicularis), Lutung Jawa (Trachyipithecus auratus), dan Tupai (Lariscus

27

28
insignis)). Vegetasi hutan diduga juga menunjang berbagai macam
burung. Jenis-jenis burung dapat dijumpai pada tumbuhan perdu atau
semak-semak maupun terbang bebas angkasa.

2. Jenis dan Jumlah Burung
Berdasarkan hasil penelitian spesies burung di Taman Hutan Raya
R. Soerjo Cangar diperoleh jumlah dan jenis burung seperti terdapat pada
tabel 3.
Tabel 3. Jenis dan Jumlah burung di TAHURA
No

Spesis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Streptolia Chinensis
Lole virescens
Dicaeum concolor
Cyanoptila cyanomelana
Ceptia vulkania
Zoothera dauma
Apus affinis
Pycnonotus aurigaster
Copsychus saularus pluto
Arcrocephalus stentoreus
Motacilla cinerea
Enicurus velatus
Parus major
Ficedula hyperythra
Culicicapa ceylonensis
Pycnonotus bimaculatus
Hemipus hirundinaceus
Aethopygia eximia
Arachnothera longirostra
Zosterops montanus
Passer montanus
Nisaetus bartelsi
Lanius schach

Nama Daerah
Tekukur biasa
Brinji gunung
Cabai polos
Sikatan biru putih
Ceret gunung
Anis sisik
Kapinis rumah
Cucak kutilang
Kucica kampung
Kerakbasi ramai
Kicuit batu
Meninting kecil
Gelatik-batu kelabu
Sikatan bodoh
Sikatan kepala-abu
Cucak gunung
Jinjing batu
Burung madu gunung
Pijantung kecil
Kacamata gunung
Burung-gereja Erasia
Elang Jawa
Bentet kelabu

28

Jumlah
25
18
17
13
8
19
7
25
11
21
9
7
12
19
12
23
16
13
20
15
26
2
12

29
24
25
26
27
28
29

Myiophoneus glaucinus
Dicaeum trochileum
Ketupa ketupu
Macropygia emiliana
Erythrura hyperytha
Harpactes oreskios

Ciung-batu kecil
Cabai Jawa
Beluk ketupa
Uncal buau
Bondol-hijau dada-merah
Luntur harimau

JUMLAH
Sumber : Data primer Terolah, 2013

14
36
6
12
20
9

438

Berdasarkan tabel 3, jenis burung Cabai Jawa memiliki jumlah
terbanyak yaitu 36 spesies, sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah
jenis Elang Jawa, yaitu 2 spesies. Untuk lebih jelasnya gambar jenis
Cabai Jawa tersaji dalam gambar 5.

29

30

Gambar 5. Spesies Cabai Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di Taman
Hutan Raya R. Soerjo Cangar

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh jenis burung di Taman
Hutan Raya R. Soerjo Cangar sebanyak 29 jenis. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa hutan di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar
merupakan areal penting bagi burung karena hutan di Taman Hutan Raya
R. Soerjo Cangar mampu menyediakan makanan yang cukup dan tempat
berlindung bagi burung.
Jenis Cabai Jawa banyak terdapat di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar karena tipe vegetasi di TAHURA Cangar merupakan tipe vegetasi
hutan hujan tropis, meskipun ekosistemnya sudah mulai terganggu
dengan aktifitas manusia. Hutan hujan tropis merupakan

30

hutan yang

31
selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar
khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke
selatan garis khatulistiwa. Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia,
Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Meksiko dan Kepulauan Pasifik.
Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar dijadikan sebagai tempat
tinggal dan berbiak bagi jenis Cabai Jawa karena di daerah tersebut
merupakan tempat yang ideal bagi Cabai Jawa untuk mencari makan,
beristirahat dan membuat sarang. Berdasarkan Elang Jawa, sedikitnya
jumlah Elang Jawa disebabkan oleh perburuan liar dan kerusakan habitat,
akibatnya Elang Jawa yang membutuhkan makanan, beristirahat dan
membuat sarang menjadi terganggu reproduksinya.
Disamping itu Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar juga dikenal
sebagai habitat Elang Jawa yang terancam punah. Burung ini masuk
dalam kategori yang dikeluarkan oleh IUCN dan memperoleh status
terancam punah (Threatened) yang masuk kategori genting (endangered).
Faktornya adalah habitat terganggu, perburuan dan perdagangan liar.
Gambar Elang Jawa tersaji dalam Gambar 6.

31

32

Gambar 6. Spesies Elang Jawa Yang Paling Banyak Ditemukan di Taman
Hutan Raya R. Soerjo Cangar

3. Keanekaragaman Jenis Burung
Soegianto (1994) menjelaskan keanekaragaman jenis adalah
berbagai jenis organisme yang tersusun dari bermacam-macam jenis.
Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan
spesies yang sama atau hampir sama. Tetapi jika komunitas itu disusun
oleh sedikit spesies yang dominan maka keanekaragamanya rendah.
Keanekaragaman jenis burung Di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar disajikan pada Tabel 4.

32

33
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Burung Di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Nama Spesies

(ni)

Tekukur biasa
25
Brinji gunung
18
Cabai polos
17
Sikatan biru putih
13
Ceret gunung
8
Anis sisik
19
Kapinis rumah
7
Cucak kutilang
25
Kucica kampung
11
Kerakbasi ramai
21
Kicuit batu
9
Meninting kecil
7
Gelatik-batu kelabu
12
Sikatan bodoh
19
Sikatan kepala-abu
12
Cucak gunung
23
Jinjing batu
16
Burung-madu gunung
13
Pijantung kecil
20
Kacamata gunung
15
Burung-gereja Erasia
26
Elang Jawa
2
Bentet kelabu
12
Ciung-batu kecil
14
Cabai Jawa
29
Beluk ketupa
13
Uncal buau
12
Bondol-hijau dada-merah
20
Luntur harimau
9
JUMLAH
N=438
Sumber : Data Primer Terolah 2013

33

Ni - 1
24
17
16
12
7
18
6
24
10
20
8
6
11
18
11
22
15
12
19
14
25
1
11
13
28
12
11
19
8

Ni(ni – 1)
600
306
102
156
56
342
42
600
110
420
72
42
132
342
132
506
240
156
380
210
650
2
132
182
812
156
132
380
72
7464

34
Data lapangan dari hasil perjumpaan dengan spesies burung
ditabulasikan untuk mendapatkan nilai keanekaragaman jenis. Untuk
mengetahui keanekaragaman jenis burung dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
δ=

∑ ¿ ( ¿−1 )
N ( N−1 )

¿

7464
438 ( 437 )

¿

7464
191406

¿ 0,038
Ds=1−δ

= 0,962

Dari hasil perhitungan, diperoleh keanekaragaman jenis burung
yaitu 0,962 dimana menurut kriteria keanekaragaman jenis Simpson
adalah mendekati 0, berarti keanekaragaman jenis rendah dan mendekati
1, berarti keanekaragaman jenis tinggi. Dapat diketahui dari hasil tersebut
keanekaragaman jenis burung di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar tinggi. Keanekaragaman jenis tinggi karena daerah Taman Hutan
Raya R. Soerjo Cangar mampu menyediakan ruang yang cukup bagi
burung-burung tersebut dalam mencari makan. Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar juga mampu memberi tempat untuk beristirahat dan
berlindung dari gangguan predator.

34

35
Proses tingginya keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan
Raya R. Soerjo Cangar telah terjadi selama ribuan tahun secara bertahap
dimana jenis burung yang ketergantungnya tehadap lahan utama sangat
tinggi

untuk

mencari

makanan

dan

beristrahat,

sehingga

keanekragamannya meningkat dengan terjadinya perkawinan.
Kanekaragaman jenis burung yang tinggi juga di dukung oleh tipe
vegetasi hutan hujan tropis yang merupakan tipe vegetasi penunjang
keanekaragaman

hayati

yang

paling

luas

dengan

memiliki

keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi sehingga ketersediaan
makanan dan tempat berbiak bagi burung-burung dapat terpenuhi. Selain
itu faktor ketinggian tempat dan topografi yang juga sangat mendukung
sehingga gangguan dari luar kawasan sangat kecil.
Bila suatu areal mempunyai keanekaragaman jenis tinggi maka
akan terjadi kompetisi dalam mencari makan, berkembang biak,
berlindung dan membuat sarang serta untuk menghindari gangguan.
Predator yang biasa mengganggu burung-burung tersebut adalah
manusia sendiri dengan seringnya melakukan penangkapan liar beberapa
jenis burung untuk diperdagangkan dan dikonsumsi. Selain itu gangguan
juga berasal predator jenis lain misalnya ular dan biawak. Bagi beberapa
jenis burung, daerah Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar menyediakan
ruang yang memadai untuk membuat sarang terutama karena minimnya
gangguan yang ditimbulkan oleh predator.

35

36
4. Keseragaman Jenis Burung
Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji pada tabel 3, diperloeh
keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar
sangat

tinggi, maka dominasi atau keseragaman rendah. Hasil

keseragaman jenis burung tercantum dalam Tabel 5.
Tabel 5. Keseragaman Jenis Burung

S

(S-1)/S

N/N-1

[(S-1)/S] [N/(N-1)]

Ds

Ds/Dmaks

0,962

0,995

(Dmaks)
29

0,96

1,022

0,966

Sumber : Data primer terolah 2013

Keseragaman jenis simpson (Evannes Simpson/ES) = 1 – Ds/Dmaks
= 1 – 0,995
= 0,045

Soegianto

(1994)

menjelaskan

dominasi

adalah

banyaknya

peranan spesies dalam suatu komunitas. Keseragaman jenis adalah
membandingkan kesamaan spesies yang ditemukan pada suatu habitat
dengan habitat lain. Bila suatu komunitas mempunyai keanekaragaman
jenis tinggi maka akan mempunyai keseragaman jenis yang rendah.
Dari tabel 5 didapatkan hasil keseragaman jenis burung (Evennes
Simpson/ES) yaitu 0,045 dimana menurut kriteria keseragaman jenis

36

37
Simpson (Evennes Simpson) bila mendekati 1, keseragaman jenis tinggi
dan bila mendekati 0, keseragamn jenis rendah. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa keseragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar rendah. Hasil yang didapat yaitu tidak ada spesies yang
sama atau seragam dimana Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar
terdapat 29 jenis burung. Hal tersebut dapat terjadi karena di Taman
Hutan Rakyat R. Soerjo Cangar setiap spesies burung mampu
berkompotisi baik dalam memperoleh makanan di sekitar hutan ataupun
mencari tempat untuk beristrahat dan berbiak dengan membuat sarang
pada saat musim kawin (breeding).
Rombang dan Rudyanto (1999) mengatakan burung layak dijadikan
indikator karena kelompok satwa ini memiliki atribut yang mendukung
yaitu hidup diseluruh habitat dan dunia, relatif mudah diidentifikasi, peka
terhadap perubahan lingkungan, data penyebarannya relatif telah cukup
diketahui dan terdokumentasi dengan baik dan taksonomi burung bisa
dikatakan sudah mantap. Sampai saat ini tidak ada kelompok kehidupan
liar lainnya yang memiliki atribut tersebut.

5. Komposisi Jenis Burung
Soegianto (1994) menjelaskan dominan dapat terjadi karena
keanekaragaman jenis burung menurut kriteria kelimpahan Jorgenson
adalah apabila Di > 5% berarti dominan, jika antara 2% sampai 5% berarti
sub dominan dan jika < 2% berarti tidak dominan.

37

38
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis burung di Taman Hutan Raya
R. Soerjo Cangar yang mendominasi tersaji pada tabel 4.
Tabel 4 Komposisi Jenis Burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Spesies
Tekukur biasa
Brinji gunung
Cabai polos
Sikatan biru putih
Ceret gunung
Anis sisik
Kapinis rumah
Cucak kutilang
Kucica kampung
Kerakbasi ramai
Kicuit batu
Meninting kecil
Gelatik-batu kelabu
Sikatan bodoh
Sikatan kepala-abu
Cucak gunung
Jinjing batu
Burung-madu gunung
Pijantung kecil
Kacamata gunung
Burung-gereja Erasia
Elang Jawa
Bentet kelabu
Ciung-batu kecil
Cabai Jawa
Beluk ketupa
Uncal buau
Bondol-hijau dada-merah
Luntur harimau

Ni

N

25
18
17
13
8
19
7
25
11
21
9
7
12
19
12
23
16
13
20
15
26
2
12
14
36
6
12
20
9

438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438
438

Ni/N x 100%
Di
5,7%
4,1%
4,1%
2,9%
1,8%
4,3%
1,5%
5,7%
2,5%
4,7%
2,0%
1,5%
2,7%
4,3%
2,7%
5,2%
3,6%
2,9%
4,5%
3,4%
5,9%
0,4%
2,7%
3,1%
8,2%
1,3%
2,7%
4,5%
2,0%

Sumber : Data Primer Terolah, 2013

Berdasarkan tabel 4 diketahui spesies yang mendominasi pada
Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar adalah jenis Cabai Jawa dan
Burung Gereja Erasia dengan nilai kelimpahan jenis (Di) masing-masing

38

39
8,2% dan 5,9%. Menurut kriteria kelimpahan jenis apabila Di < 5% berarti
tidak dominanan sehingga diperoleh hasil yaitu jenis Cabai Jawa dan
burung Burung Gereja Erasia dalam kriteria dominan. Dominasi pada jenis
Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia terjadi karena jenis Cabai Jawa
dan dan Burung Gereja Erasia mudah beradaptasi dengan lingkungan
yang ada, dimana lingkungan tersebut merupakan habitat yang cocok
dengan ketersediaan makanan yang cukup. Selain itu Cabai Jawa dan
Burung Gereja Erasia tidak pernah di buru oleh manusia karena selain
sulit untuk ditangkap harga jualnya juga rendah, tidak seperti Elang jawa
yang harga jualnya tinggi karena keunikan dan kelangkaannya.
Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar merupakan tempat tinggal
yang tepat bagi jenis Cabai Jawa dan Burung Gereja Erasia dengan
sering ditemukannya kedua jenis ini hampir pada setiap jalur sensus.
Disamping itu, kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar merupakan
lahan utama untuk mencari makanan dan beristirahat bagi Cabai Jawa
dan Burung Gereja Erasia.
Meski berukuran kecil dan seolah tidak berarti,burung ini ternyata
memiliki peran ekologi yang sangat penting. Tanpa burung ini, beberapa
jenis pohon tidak akan tumbuh, terutama pohon yang penyebaran bijinya
membutuhkan bantuan burung (ornithokori). Burung ini memencarkan biji
buah yang menjadi makanannya (meski benalu adalah salah satu bij yang
disebarkannya).

39

40
6. Kondisi Habitat
Kondisi habitat sangat mempengaruhi keberadaan burung pada
suatu daerah dimana habitat merupakan daerah yang sangat penting bagi
populasi satwa terutama jenis burung agar dapat berkembang secara
optimal untuk mendapatkan makanan, air, dan cover. Satwa liar
menempati habitat sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk
mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis satwa
tentu tidak sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap satwa liar
menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Untuk jenis burung, habitat
yang dimaksud penekanannya adalah pada struktur dan komposisi
vegetasi sekitar habitat, jenis pohon sarang dan pakan. Cabai Jawa sering
terlihat pada pohon yang banyak buahnya dan memiliki tajuk yang baik
seperti Carsen (Muntingia sp.), Kapilit (Ficus spotical), Kanjilu (Ficus
fariagata) dan Kukrup (Engelhardia spicata). Sedangkan Elang Jawa
sudah jarang dijumpai karena keberadannya nyaris punah disebabkan
perburuan liar dan kerusakan habitat aslinya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

40

41

1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Terdapat 29 jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar dengan jumlah 438 ekor.
2. Keanekaragaman jenis burung di Taman Hutan Raya R. Soerjo
Cangar sangat tinggi dengan nilai indeks keanekaragaman jenis
Simpson 0,962. Sedangkan keseragaman jenis Evennes
Simpson (ES) 0,045.
3. Spesies yang mampu mendominasi adalah jenis Dicaeum
trochileum dan Passer montanus dengan nilai kelimpahan 8,2%
dan 5,9%.
4. Keanekaragaman jenis burung tinggi karena didukung oleh tipe
vegetasi hutan hujan tropis merupakan keanekaragaman jenis
vegetasi yang tinggi sehingga ketersediaan makanan dan
tempat berbiak bagi burung-burung dapat terpenuhi.

2. Saran
Untuk menjaga kelestarian burung-burung di Taman Hutan Raya R.
Soerjo Cangar, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain :

41

42
1. Dilaksanakan pemantauan secara teratur terhadap jenis-jenis
burung di Kawasan hutan TAHURA Cangar pada umumnya
untuk

pelestarian

kelangsungan

hidup

burung,

seperti

perlindungan terhadap habitat burung dan pemantauan terhadap
aktifitas perburuan liar.
2. Memberikan pendidikan konservasi kepada masyrakat tentang
pengaruh atau fungsi satwa-satwa liar pada umumnya dan jenis
khususnya terhadap keberadaan hutan.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang populasi dan habitat
burung di Kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar secara
menyeluruh dan pemanfaatan untuk kegiatan pengamatan
burung dalam upaya pelestarian jenis burung sehingga dapat
dilakukan pengelolaan habitat untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat
Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
pp.182

42

43
Fachrul. M.F,. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.
p. 58 - 65.
Hernowo, J.B. 1989. Suatu tinjauan terhadap keanekaragaman jenis
burung dan peranannya di Hutan Lindung Bukit Soeharto,
Kalimantan Timur. Media Konservasi 11(2): 19-32
MacKinnon J,. 1990. Panduan lapangan pengenalan Burung – Burung
di Jawa dan Bali . Gajahmada University Press, Yogyakarta.
p.1 , 23.
Rusmendro, H. 2009. Perbandingan keanekaragaman burung pada pagi
dan sore hari di keempat tipe habitat di wilayah Pangandaran, Jawa
Barat. Vis Vitalis 02(1): 8
Rombang, W. M dan Rudyanto, 1999. Daerah Penting Bagi Burung Jawa
dan Bali. PKA/Birdlife Internasional-Indonesia Programme. Bogor.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan
komunitas. Usaha Nasional Surabaya –Indonesia. pp.111
Taman Hutan Raya Raden Suryo (TAHURA). 2009. Burung-burung di
Kawasan Pegunungan Arjuna Welirang Taman Hutan Raya Raden
Suryo, Jawa Timur Indonesia
http://pecuk.files.wordpress.com/2009/09/burung-burung-di
kawasan - pegunungan-arjuna-welirang-taman hutan1.pdf. Diakses
pada hari Sabtu 07 Januari 2012.
Wibowo, A.D.H. 2006. Studi Keanekaragaman Jenis Burung di kawasan
Gunung Lawu Sebelah Utara. p. 17,18.
Widada, Mulyati,S.dan Kobayashi,H. 2006. Sekilas tentang konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Jakarta. Ditjen PHK
– JICA. p. 108 , 109.
Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan strata vegetasi oleh burung di kawasan
Wisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Vis Vitalis 02(2):
41
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

43

44

Lampiran 2. Peta bentang Lahan Taman Hutan Raya Raden Soerjo

44

45

Lampiran 3. Daftar pertanyaan

45

46

STUDI KEA