Efektivitas Komunikasi Interpersonal Bidan Dengan Pasien Di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor Dalam Meningkatkan Kesadaran Ibu Melahirkan Dengan Bantuan Bidan)

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu di Indonesia hingga tahun 2015 masih tinggi. Salah satu penyumbang terbesar adalah Bogor. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2015, 77 ibu terdata meninggal pada saat proses melahirkan. Kematian ibu ini kebanyakkan terjadi pada proses melahirkan.

Penyebab utamanya adalah pendarahan yaitu sebanyak 37%, di posisi kedua infeksi sebesar 22%, dan hipertensi 14%. Namun, kematian ini tidak selalu terjadi murni karena faktor kesehatan ibu. Di beberapa daerah termasuk di Desa Cimanggis, Bogor, yang peneliti pilih sebagai lokasi penelitian, faktor non kesehatan juga ikut berperan meningkatkan AKI.

Salah satu faktor non kesehatan yang berperan meningkatkan AKI di Desa Cimanggis, Bogor adalah masyarakat yang masih percaya dengan paraji daripada tenaga medis misalnya bidan. Orang-orang di Desa Cimanggis masih lebih mempercayakan proses kelahiran pada seorang paraji tanpa bantuan atau pendampingan tenaga medis. Data Departemen Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan, sebanyak 60,98% masyarakat masih mempercayakan persalinannya ditangani paraji atau dukun bersalin.

Profesi paraji boleh dikatakan memang salah satu kearifan lokal atau pengetahuan kultural masyarakat Desa Cimanggis yang pada dasarnya berada


(2)

dalam tataran kultur Sunda. Menurut definisi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1994, paraji adalah:

“Seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun-temurun, belajar secara praktis atau dengan cara lain yang menjurus ke arah peningkatan keterampilan bidan serta melalui petugas kesehatan.”

Seorang paraji kelahiran juga biasa disebut dengan istilah indung beurang. Sebutan ini memiliki makna filosofis seseorang yang membantu proses kelahiran seorang bayi dan membawanya dari kegelapan menuju terangnya dunia. Seorang paraji biasanya tidak hanya membantu pada saat proses melahirkan, tetapi juga pasca melahirkan dengan memberi jamu-jamu, jampi-jampi, dan petuah-petuah yang didasarkan pada kearifan lokal Sunda yang diwarisi turun-temurun dari pendahulunya.

Pengetahuan inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa masih banyak ibu lebih mempercayakan proses kelahirannya dibantu oleh seorang paraji daripada bidan sebagai tenaga medis. Seorang paraji dianggap lebih bisa menenangkan ibu-ibu yang akan melahirkan dan lebih sabar dalam penanganannya. Selain itu paraji juga dikenal suka memberikan pijatan tambahan untuk meningkatkan kenyamanan sang ibu, lebih keibuan, dan memiliki kharisma sebagai “orang pintar” yang memberikan rasa aman bagi para ibu. Empati inilah yang dianggap menjadi nilai plus paraji dibandingkan bidan di puskesmas.

Salah satu penghambat kepercayaan masyarakat pada tenaga bidan adalah prosesnya yang prosedural dimana proses ini tidak biasa dijalani oleh masyarakat pedesaan. Beberapa bidan dianggap memiliki jarak sosial yang jauh dan tidak


(3)

memiliki “kesamaan” dengan kebanyakan pasien. Selain itu, berbagai peralatan medis yang digunakan oleh bidan juga ada kalanya membuat masyarakat gugup. Ada juga paradigma bahwa berobat ke bidan atau tenaga medis lainnya lebih mahal daripada ke paraji yang seringkali membantu proses melahirkan secara cuma-cuma atau dibayar menurut keikhlasan. Ini yang semakin mendorong masyarakat untuk memilih mempercayakan kelahirannya kepada paraji daripada bidan. Informasi ini didapatkan dari hasil pra-research awal peneliti dengan salah satu bidan di Puskesmas Kemuning, yakni Lia Khoiriyah, Am.Keb.

Padahal dalam sebuah proses kelahiran, banyak kemungkinan kondisi medis kompleks yang bisa terjadi. Ini yang menyebabkan kehadiran bantuan tenaga medis pun diperlukan. Permasalahannya pada banyak kejadian, ibu melahirkan baru diserahkan pada tenaga medis atau bidan ketika tanda bahaya telah terjadi dan akhirnya sang ibu terlambat memperoleh pelayanan dari tenaga medis saat keadaan emergensi.

Kondisi ini menyebabkan angka kematian ibu di Indonesia sulit diturunkan. Padahal, tahun 2015 menjadi tahun penutup sekaligus tahun evaluasi bagi 70 negara yang menandatangani kesepakatan Millenium Development Program (MDGs). Indonesia termasuk dalam daftar 70 negara yang ikut menandatangani. Di penghujung kesepakatan itu, berdasarkan berita dari portal tempo, Indonesia ikut terganjal lima tantangan target peningkatan pembangunan


(4)

bersama dengan beberapa negara ASEAN lainnya, salah satunya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).1

Menurut kesepakatan MDGs, angka kematian ibu semestinya ditekan hingga angka 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015. Faktanya, menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, AKI terakhir masih berada pada angka 359 kematian untuk setiap 100.000 kelahiran hidup. AKI ini setara dengan negara Kamboja dan Myanmar yang secara ukuran tingkat kesejahteraan masih berada di bawah Indonesia.

Dari uraian di atas, kita bisa melihat bagaimana pentingnya menurunkan angka kematian ibu saat proses melahirkan. Yang menjadi masalah, aadanya kesalahpahaman yang terjadi antara masyarakat dengan bidan sebagai tenaga medis seputar pertolongan dalam proses kelahiran. Masyarakat cenderung tidak mengakui kredibilitas bidan dibandingkan paraji dalam membantu proses melahirkan. Pada beberapa kasus, banyak ibu hamil rutin memeriksakan kesehatan kandungannya pada bidan selama proses kehamilan, namun ketika tiba waktunya melahirkan, mereka tetap lebih percaya kepada bantuan paraji.

Kesalahpahaman ini berangkat dari hambatan sosiologis dan antropologis “benturan antara kepentingan kita dengan nilai dan norma budaya masyarakat atau komunitas” (Liliweri, 2007 : 261). Seperti yang diungkapkan oleh Vadim Koletnikov, “Í know you believe you understand what you think I said, but I am not sure you realize that what you heard is not what I meant”(Saya tahu bahwa Anda percaya apa yang Anda pahami mengenai apa yang Anda pikirkan tentang

1

Diambil dari berita di portal www.tempo.co “Lima Tantangan Ganjal Pencapaian MDGs ASEAN” 27 Oktober 2015


(5)

kata-kata saya, tetapi saya tidak tahu persis apakah Anda mengerti apa yang saya maksud) (Liliweri, 2007: 257).

Untuk meningkatkan kesepahaman antara bidan dan masyarakat, serta mendapatkan kepercayaan mereka terutama para ibu hamil, maka para bidan di Puskesmas Kemuning, Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Bogor ini menggunakan strategi komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal dalam konteks ini diperlukan untuk mengurangi jarak antara bidan dengan masyarakat.

Pada dasarnya, semua orang, apapun profesinya, memerlukan komunikasi interpersonal sebagai salah satu sarana untuk membantu kelancaran bekerja dengan orang lain. Komunikasi interpersonal ini tidak dapat dilepaskan dari aktifitas sehari-hari untuk mengungkapkan pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi seseorang sampai tercapai pengertian anatara komunikator dan komunikan.

Efek dari komunikasi interpersonal ini bisa sangat besar dalam mempengaruhi orang lain. Komunikasi ini dapat mengubah perilaku, pikiran, sikap orang lain. Meski begitu, proses komunikasi interpersonal ini tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu, seperti yang dialami oleh para bidan Puskesmas Kemuning, ada perbedaan latar belakang sosial budaya yang menjadi hambatan potensial yang menentukan efektivitas komunikasi.

Jika pesan yang ingin disampaikan, yaitu dalam hal ini mengenai pentingnya proses melahirkan dengan bantuan bidan, sampai pada komunikannya dan mampu mengubah komunikannya, maka barulah komunikasi tersebut boleh


(6)

dikatakan efektif. Efektivitas ini sangat penting untuk dilihat untuk meninjau apakah strategi komunikasi yang digunakan sudah tepat ataupun belum.

Dari sudut pandang humanistis, faktor yang mempengaruhi efektivitas ini adalah keterbukaan, empati, sikap mendukung, dan kesetaraan yang menciptakan interaksi yang bermakna, jujur, dan memuaskan.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, komunikasi memang selalu berhubungan dengan hampir semua bidang studi tentang manusia dan kehidupannya. Hampir semua lapangan pekerjaan termasuk pekerjaan sebagai bidang membutuhkan sentuhan komunikasi di dalamnya. Begitu juga bidang kebidanan yang dijalankan oleh para bidan di Puskesmas Kemuning ini.

Menurut situs Ikatan Bidan Indonesia (IBI)2, seorang bidan adalah tenaga profesional yang bertanggungjawab dan akuntabel sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan, dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan, dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri, dan memberikan asuhan kepada bayi. Ada 9 kompetensi yang harus dimiliki oleh bidan Indonesia menurut situs IBI, yaitu:

1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dalam ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat, dan etika yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir, dan keluarganya

2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya, dan memberikan pelayanan yang

2

Diambil dari situs Ikatan Bidan Indonesia www.ibi.or.id/definisi-bidan.html, diakses pada 27 Oktober 2015


(7)

menyeluruh di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan, dan kesiapan untuk menjadi orang tua

3. Bidan memberikan asuhan antenatal yang bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan ibu selama kehamilan yang meliputi deteksi dini, pengobatan, dan rujukan

4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap budaya setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayi baru lahir

5. Bidan dapat memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat

6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai usia 1 bulan

7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada bayi dan balita sehat

8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga dan kelompok

9. Bidan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

Dari kesembilan komptensi tersebut, dapat kita lihat bahwa tugas penting seorang bidan juga termasuk konseling dan pendidikan kesehatan bagi para ibu


(8)

dan keluarga, serta masyarakat. Inilah yang coba dilakukan oleh para bidan di Puskesmas Kemuning melalui komunikasi interpersonalnya.

Mereka mencoba memberikan penyuluhan secara pribadi mengenai kesehatan kehamilan dan proses persalinan kepada para ibu hamil setiap kali mereka datang melakukan pengecekkan kesehatan kehamilan. Dengan upaya ini, diharapkan kepercayaan ibu hamil dan keluarganya pada bantuan bidan akan meningkat dan kesalahpahaman mengenai bantuan tenaga medis dalam proses persalinan dapat teratasi. Dengan begitu diharapkan jumlah perempuan hamil di Desa Cimanggis yang memilih melahirkan di Puskesmas akan meningkat.

Proses komunikasi interpersonal inilah yang akan menjadi fokus dari penelitian yang peneliti lakukan, yaitu proses komunikasi antara bidan di Puskesmas Kemuning dengan masyarakat Desa Cimanggis untuk meningkatkan angka melahirkan dengan bantuan tenaga medis.

Proses komunikasi tentu sangat penting dilakukan oleh para bidan dalam menjalankan profesinya. Secara khusus, komunikasi interpersonal yang paling sering digunakan para bidan dalam menjalankan tugasnya. Menurut Joseph A. Devito (dalam Solihat, Maulin, Solihin, 2014 : 94) komunikasi interpersonal adalah “proses penyampaian pesan yang dilakukan secara langsung tatap muka dan bersifat pribadi oleh minimal dua orang”.

Ciri khas komunikasi ini dibandingkan dengan komunikasi dalam konteks lainnya adalah adanya tingkat keakraban yang lebih tebal antara komunikator dan komunikannya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang dialogis, yang melibatkan proses transaksional antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Proses ini


(9)

menciptakan keterbukaan yang merupakan modal awal dan utama untuk menciptakan hubungan interpersonal. Dengan adanya hubungan interpersonal ini, selanjutnya tercipta kepercayaan dan ketergantungan.

Komunikasi interpersonal yang diteliti dalam penelitian ini adalah komunikasi yang terjadi dalam bentuk verbal maupun non verbal. Dalam prosesnya, komunikasi intersonal ini saling menafsirkan, memperjelas, dan menyimulkan masalah yang dibahas. Terdapat proses menciptakan pengertian bersama, hingga akhirnya berujung pada dampak perubahan sikap yang dikehendaki, dalam hal ini bidan menghendaki agar para ibu lebih mempercayakan proses kelahiran pada bidan sebagai tenaga medis dan bukannya paraji.

Ketika seseorang hendak melakukan komunikasi interpersonal demi memperkuat atau mempengaruhi pendapat orang lain, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menyesuaikan pendekatan. Peneliti ingin mengangkat bagaimana komunikasi interpersonal yang dilakukan para bidan dalam usaha mendapatkan kepercayaan para ibu hamil. Proses itu memerlukan teknik-teknik yang dilakukan seorang komunikator kepada komunikannya agar proses komunikasi berjalan efektif.

Komunikasi ini tidak memandang usia, kelas sosial, maupun jabatan. Namun lebih ditentukan oleh sosiologis-antropologis faktor pendidikan dan latar belakang budaya masyarakat. Para bidan di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis, Bogor ini harus memberikan pendidikan bagi masyarakat mengenai bahayanya proses melahirkan tanpa bantuan medis. Usaha ini terkadang


(10)

berbenturan dengan potensi konflik antara bidan dan paraji yang merasa lahan profesinya diambil, dan kepercayaan masyarakat yang masih kental dengan kearifan lokal mereka dan menutup diri dari kemajuan teknologi medis. Maka terkadang dalam usaha mendapatkan kepercayaan dan meruntuhkan paradigma masyarakat yang salah ini, bidan perlu menggunakan teknik membujuk atau mengajak, agar pasien mengikuti apa yang bidan inginkan.

Pada praktiknya, pelaksanaan kegiatan komunikasi interpersonal di Puskesmas Kemuning secara umum adalah setiap ketidakpercayaan dan paradigma yang salah, juga ketakutan para ibu hamil dan keluarganya tersebut ditanggapi secara sabar oleh bidan. Para bidan mencoba memberikan penyuluhan secara pribadi mengenai proses persalinan, mencoba menjalin keakraban hubungan pribadi dengan mencoba mengenal pasien dan keluarganya agar jarak tersebut runtuh dan pasien bisa lebih mempercayakan dirinya kepada para bidan.

Dengan adanya komunikasi interpersonal ini diharapkan masyarakat terutama para ibu hamil akan mempercayakan proses persalinan mereka kepada para bidan atau mengikut sertakan peran bidan pada proses persalinan yang dibantu oleh seorang paraji.

Dari penjelasan di atas, peneliti memilih untuk melakukan penelitian dengan judul, “Efektivitas Komunikasi Interpersonal Bidan dengan Pasien Puskesmas Kemuning, Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Bogor Dalam Meningkatkan Kesadaran Ibu Melahirkan Dengan Bantuan Bidan”.


(11)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti mengambil rumusan masalah penelitian dan membaginya menjadi rumusan masalah makro dan rumusan masalah mikro.

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Secara garis besar, rumusan masalah makro dari penelitian ini adalah “Bagaimana Efektivitas Komunikasi Interpersonal Bidan dengan Pasien di Puskesmas Kemuning, Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor Dalam Meningkatkan Kesadaran Ibu Melahirkan Dengan Bantuan Bidan”?

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Dari rumusan masalah makro tersebut, peneliti mengambil beberapa rumusan masalah mikro sebagai berikut:

1. Bagaimana keterbukaan bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan?

2. Bagaimana empati bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan?

3. Bagaimana sikap suportif bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan?


(12)

4. Bagaimana sikap positif bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan?

5. Bagaimana kesetaraan bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan efektifitas komunikasi interpersonal bidan dengan pasien Puskesmas Kemuning, Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede, Bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keterbukaan bidan dengan pasien di puskesmas

kemuning desa cimanggis kecamatan bojong gede bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan.

2. Untuk mengetahui empati bidan bidan dengan pasien di puskesmas kemuning desa cimanggis kecamatan bojong gede bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor


(13)

3. Untuk mengetahui sikap suportif bidan bidan dengan pasien di puskesmas kemuning desa cimanggis kecamatan bojong gede bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor

4. Untuk mengetahui sikap positif bidan bidan dengan pasien di puskesmas kemuning desa cimanggis kecamatan bojong gede bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor

5. Untuk mengetahui kesetaraan bidan bidan dengan pasien di puskesmas kemuning desa cimanggis kecamatan bojong gede bogor dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor

6. Untuk mengetahui efektivitas komunikasi interpersonal bidan dengan pasien di Puskesmas Kemuning dalam meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojong Gede Bogor

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya kajian tentang komunikasi interpersonal dan komunikasi kesehatan.


(14)

1.4.2 Kegunaan Praktis 1.4.2.1Bagi Peneliti

Penelitian yang dilakukan ini menjadi aplikasi dari keilmuan yang telah peneliti pelajari selama proses perkuliahan khususnya untuk mengetahui efektivitas sebuah komunikasi interpersonal

1.4.2.2Bagi Kalangan Akademik

Penelitian yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Ilmu Komunikasi, khususnya komunikasi interpersonal.

1.4.2.3 Bagi Puskesmas

Penelitian ini juga berguna bagi Puskesmas Kemuning sebagai masukan dan evaluasi bidan, serta tenaga medis di puskesmas mengenai komunikasi interpersonal yang mereka lakukan untuk meningkatkan kesadaran ibu melahirkan dengan bantuan bidan, yang pada akhirnya juga dapat menjadi acuan ke depannya bagi praktik komunikasi mengenai permasalahan lain yang akan dilakukan ke depannya.


(15)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah tahap dimana peneliti akan menjabarkan teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian ini. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi tentang masalah penelitian (Ardianto, 2010 :37).

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian 1 Unsir Khoirul

Anisah, (Skripsi), Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2011 Analisis Deskriptif Komunikasi Interpersnal Dalam Kegiatan Belajar

Mengajar Antara Guru dan Murid

PAUD Anak

prima Pada Proses

Pembentukan Karakter Anak

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan desain studi deskriptif

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal yang diterapkan di PAUD Anak Prima telah efektif merangsang kecerdasan balita. Interaksi yang tercipta antara guru dan murid begitu sinergis dan suana belajar yang dihsilkan pun nyaman. Kenyamanan ini akan berpengaruh pada prestasi siswa dan menggali potensi mereka. Dengan komunikasi

interpersonalnya, PAUD Anak Prima membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang cedas, aktif, pemberani, berprestasi,


(16)

dan percaya diri. 2 Diah

Oktaviani Indah Cayagi (Skripsi), Unikom, 2011

Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Antar Orang Tua Dengan Anak Dalam

Mengembangkan Kepribadian Anak

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan desain studi deskriptif

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa keterbukaan ditunjukkan dari orang tua yang memiliki waktu untuk bersama anak dan berkomunikasi, empati yaitu kepekaan orang tua terhadap apa yang

dirasakan oleh anak, sikap mendukung yaitu

dorongan sebagai motivasi, sikap positif yaitu orang tua senantiasa memberikan sikap positif pada anak, dan kesetaraan dimana orang tua tidak pernah membedakan perhatian dan bentuk komunikasi di antara anaknya.

3 Kemas Salfiya (Skripsi), Unikom, 2011

Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Perawat Dalam Melayani Pasien di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan desain studi deskriptif

Hasil penelitian ini adalah pesan, feedback,

keterbukaan, empati, perilaku suportif, perilaku positif, kesetaraan merupakan faktor penunjang efektivitas komunikasi antarpribadi perawat dalam menampaikan pesannya kepada pasien di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Karena dengan faktor tersebut sebuah pesan yang disampaikan akan diterima dengan baik oleh para pasien sehinga bisa berdampak pada kegiatan keperawatan. Sumber : Peneliti, 2015


(17)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

Ibarat napas, komunikasi tidak bisa dilepaskan dari manusia. Secara kodrati, manusia adalah makhluk sosial. Ia membutuhkan interaksi dengan makhluk lainnya untuk memenuhi kebutuhan emosional pribadinya, kebutuhan fisiknya, serta membangun sebuah masyarakat. Komunikasi inilah yang membuat manusia melakukan semua hal tersebut. Bahkan ketika seseorang diam pun, dia bisa jadi sedang melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri, atau komunikasi transendental dengan Tuhan. Ini menunjukkan bagaimana keberadaan komunikasi dalam kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan.

Ilmunya sendiri merupakan ilmu sosial terapan karena sifatnya tidak absolut. Artinya, konsep-konsep dalam ilmu komunikasi dapat berubah menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini karena ilmu komunikasi berkaitan erat dengan tingkah laku manusia dan perilaku manusia senantiasa dinamis.

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Ada banyak pengertian yang dikeluarkan oleh para ahli berkaitan dengan komunikasi. Ini dikarenakan ilmu komunikasi bersentuhan dengan berbagai bidang ilmu lain, maka ahli dalam ilmu komunikasi juga berasal dari berbagai macam latar belakang ilmu. Perbedaan latar belakang ini melahirkan berbagai perspektif ketika mendefinisikan komunikasi.


(18)

Menurut Carl J. Hovland (dalam Solihat, Maulin, Solihin, 2014 : 2), komunikasi adalah “proses (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan)”.

Definisi lebih sederhana dipaparkan oleh Harold Laswell. Menurutnya(dalam Solihat, Maulin, Solihin, 2014 : 2), komunikasi adalah “gambaran mengenai siapa, mengatakan apa, melalui media apa, kepada siapa, dan apa efeknya”.

Definisi serupa juga diungkapkan oleh Onong Uchjana Effendi. Menurut Onong(dalam Solihat, Maulin, Solihin, 2014 : 2), komunikasi adalah “penyampaian lambang yang berarti oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar mengerti maupun agar berubah perilakunya”.

Dari definisi-definisi tadi kita bisa melihat bahwa kedua ahli tersebut mengkategorikan suatu tindakan sebagai sebuah bentuk komunikasi ketika tindakan tersebut berhasil menimbulkan efek dan memiliki tujuan.

2.1.2.2 Komponen Komunikasi

Beberapa definisi komunikasi para ahli yang sudah dijabarkan sebelumnya menunjukkan kepada kita bahwa komunikasi merupakan proses yang di dalamnya terdapat berbagai komponen. Onong Uchana Effendy (Effendy, 2009 : 8) menyebutkan komponen-komponen komunikasi terdiri dari:


(19)

a. Peserta Komunikasi (Komunikator dan Komunikan)

Dua hal ini merupakan unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator merupakan sumber sedangkan komunikan adalah target komunikasinya. Menurut Hafied Cangara semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi (Cangara, 2010 : 23) b. Pesan

Pesan merupakan salah satu tujuan dari komunikasi. Pesan merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Penyampaiannya dapat dilakukan dengan tatap muka maupun menggunakan media. Isinya pun bisa beragam

c. Media

Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber ke penerima (Cangara, 2010 : 23). Jenisnya beragam tergantung kepada konteks komunikasinya.

d. Efek

Efek adalah akibat dari proses komunikasi. Menurut De Fleur, efek adalah:

Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang” (De Fleur dalam Cangara, 2010 : 25)

Pengaruh ini, bisa jadi menguatkan ataupun melemahkan hasil dari proses komunikasi tersebut.


(20)

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

Menurut William I. Gorden (dalam Mulyana, 2005: 5-30) mengelompokkan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:

a. Sebagai Komunikasi Sosial

Komunikasi merupakan bahan yang sangat penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, dan untuk menjamin kelangsungan hidup, memperoleh kebahagian, agar terhindar dari tekanan dan ketegangan melalui komunikasi yang menghibur, serta demi memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan komunikasi, kita bekerja sama dengan orang lain yaitu masyarakat, keluarga, kelompok, institusi, untuk mencapai tujuan bersama.

b. Sebagai Komunikasi Ekspresif

Manusia butuh menyatakan apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Pernyataan ini dilakukan dengan komunikasi. Sebagian besar perasaan ini dikomunikasikan melalui pesan verbal dan nonverbal.

c. Sebagai Komunikasi Ritual

Suatu komunitas sering kali melakukan upacara-upacara berlainan sepanjagn tahun dan hidup, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, pernikahan. Dalam acara itu orang-orang mengucapkan kata atau perilaku yang sifatnya simbolik. Komunikasi ritual dilakukan demi


(21)

menegaskan kembali komitemen manusia sebagai bagian dari komunitas keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, dan agama. d. Sebagai Komunikasi Instrumental

Komunikasi sebagai sebuah instrumen memiliki tujuan menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan menghibur. Ia tidak hanya digunakan untuk membangun namun juga menghancurkan hubungan.

2.1.2.4 Tujuan Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Efendi (Effendy, 2009 : 11) , tujuan dilakukannya komunikasi adalah:

a. Social Change

Komunikasi dilakukan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta pada tujuan besar yang ingin dicapai. Misalnya penyampaian pesan dilakukan agar masyarakat mau ikut serta dalam pemilihan suara pada pemilu

b. Attitude Change

Penyampaian informasi dilakukan pada masyarakat agar mereka berubah sikapnya. Misalnya masyarakat yang tadinya tidak peduli pada kesehatan diajak untuk mengikuti pola hidup sehat.

c. Opinion Change

Komunikasi dilakukan dengan maksud agar persepsi masyarakat terhadap tujuan infromasi itu berubah. Misalnya, komunikasi


(22)

dilakukan untuk mengubah opini masyarakat terhadap rokok yang tadinya bahayanya dianggap tidak terlalu serius, menjadi sangat berbahaya tidak hanya bagi kesehatan perokok tetapi juga non perokok.

d. Behaviour Change

Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat berubah perilakunya. Misal, masyarakat yang tadinya tidak suka berolahraga ketika disampaikan informasi mengenai pentingnya olahraga bagi kesehatan menjadi gemar berolahraga.

2.1.2.5 Bentuk Komunikasi

Seperti halnya definisi komunikasi, pembagian bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya. Hafied Cangara membagi bentuk komunikasi menjadi 4, yakni:

a. Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication) adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses komunikasi dengan diri sendiri. b. Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication)

adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.


(23)

c. Komunikasi Publik (Public Communication) atau biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi retorika,

public speaking dan komunikasi khalayak (audience

communication). Apapun sebutannya, yang dimaksud dengan komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

d. Komunikasi Massa (Mass Communication) dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. (Cangara, 2010 : 37)

2.1.2.6 Proses Komunikasi

Ketika seseorang atau peserta komunikasi mencoba menyampaikan pesan yang dimilikinya kepada seorang peserta komunikasi lain, itu disebut dengan proses komunikasi. Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.

a. Proses Komunikasi Primer

Proses Komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar,


(24)

warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain.

b. Proses Komunikasi Sekunder

Proses Komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakali lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, fax, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.2.7 Sifat Komunikasi

Sifat komunikasi menurut Onong Uchana Effendy ada beberapa jenis, yaitu:

1. Tatap muka (face-to-face) 2. Bermedia (Mediated) 3. Verbal (Verbal):


(25)

b. Tulisan

4. Non verbal (Non-verbal):

a. Gerakan/ isyarat badaniah (gestural)

b. Bergambar (Pictorial).” (Effendy, 2009:17)

Dalam penyampaian pesan, seorang komunikator dituntut untuk memiliki kemampuan dan sarana agar mendapat umpan balik (feedback) dari komunikan sehingga maksud pesan tersebut dapat dipenuhi dengan baik dan berjalan efektif. Komunikasi dengan tatap muka (face-to-face) dilakukan. antara komunikator dan komunikan secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali bahasa sebagai lambang atau symbol. Komunikasi bermedia dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya.

Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan non verbal. Verbal dibagi ke dalam dua macam yaitu lisan (Oral) dan tulisan (Written / printed). Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan atau isyarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata dan sebagainya, dan menggunakan gambar untuk mengemukakan ide atau gagasannya.

2.1.3 Tinjauan Komunikasi Interpersonal

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut Joseph A. Devito yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi adalah:


(26)

“Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Berdasarkan definisi tersebut komunikasi antarpersona dapat berlangsung antara dua orang yang sedang bercakap-cakap atau antara dua orang dalam status pertemuan, misalnya antara penyaji makalah dengan salah seorang peserta suatu seminar.” (Effendy, 2009:158)

Sementara menurut Alo Liliweri, komunikasi interpersonal adalah :

“Pada hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau prilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis”. (Liliweri, 2007: 20)

Sifat dialogis tersebut tampak melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Pada komunikasi interpersonal, komunikator langsung mengetahui tanggapan komunikan saat itu juga sehingga ia bisa menyimpulkan apakah pesan yang dia kirim diterima atau ditolak, apakah berdampak positif atau negatif. Jika efek dan feedbacknya tidak sesuai dengan yang diharapkan komunikator, maka ia dapat memberi kesempatan bagi komunikan untuk bertanya.

Jadi dapat dijelaskan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang diadakan dan berlangsung dalam dalam situasi yang dialogis, komunikasi diadik melibatkan dua orang yang berinteraksi secara sadar, langsung, dan tatap muka. Yang dimaksud dengan situasi yang dialogis adalah situasi yang berbagi dalam banyak hal, dapat berupa berbagai informasi, kegembiraan, kesedihan dan dalam


(27)

komunikasi interpersonal tidak melihat adanya perbedaan status sosial atau ekonomi dari masing-masing pelaku komunikasi. Dalam situasi seperti ini terasa adanya kemurnian dialog yang dapat mengungkapkan berbagai pendapat, perasaan dan kepercayaan dari individu-individu yang terlibat.

2.1.3.2 Unsur-unsur Komunikasi Interpersonal

Beberapa unsur komunikasi antarpersona antara lain : a. Konteks

Konteks adalah keadaan, suasana yang bersifat fisik, historis, psikologis tempat terjadinya komunikasi. Suatu konteks pada komunikasi interpersonal berpengaruh pada harapan maupun tingkat partisipasi dan menentukan juga pemaknaan terhadap suatu pesan yang diterima yang akhirnya mempengaruhi perilaku.

b. Komunikator- komunikan.

Dalam komunikasi interpersonal sudah jelas bahwa yang melakukan komunikasi adalah manusia. Manusia yang terlibat dalam proses komunikasi dapat berperan sebagai pengirim (Komunikator) maupun penerima (Komunikan) yang umumnya dilakukan secara simultan. Sebagai seorang pengirim ia menyusun suatu pesan dan mulai mengkomunikasikannya kepada orang lain dengan harapan akan mendapatkan tanggapan


(28)

sebagai manusia. Pesan-pesan itu dapat berbentuk tanpa isyarat serta simbol-simbol secara verbal maupun nonverbal.

c. Pesan

Pengirim dan penerima pesan/ pesan-pesan dalam komunikasi dapat dipahami melalui tiga unsur utama :

1) Makna yang terbentuk oleh semua orang

2) Simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna,

3) Bentuk organisasi pesan-pesan itu. d. Saluran

Dalam membagi pesan dari seorang pengirim (setelah proses encoding) maka pesan harus melewati suatu tempat, atau alur lewatnya pesan-pesan itu, saluran itu sebenarnya mirip sarana transportasi yang mengangkut barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam komunikasi suatu kata berisi pesan dibawah oleh seseorang kepada orang lain melalui gelombang suara, pernyataan raut wajah, gerakan tubuh, gerakan cahaya mata. Secara umum semakin banyak saluran yang dipergunakan untuk mendistribusikan pesan akan menghasilkan komunikasi yang semakin sukses.

e. Gangguan

Gangguan merupakan setiap rangsangan yang menghambat pembagian pesan dari pengirim kepada penerima maupun


(29)

sebaliknya. Sebagian besar kesuksesan komunikasi manusia sangat bergantung pada cara mengatasi gangguan yang berbentuk eksternal maupun semantik.

Gangguan eksternal (External noise) adalah gangguan dari luar yang mengganggu penglihatan, suara ataupun stimulus lain dari lingkungan yang menarik seseorang untuk memperhatikannya sehingga pemaknaan terhadap pesan semakin jauh.

Gangguan semantik (semantic noise) yang terjadi karena tidak benarnya proses decoding terhadap pesan. Gangguan semantic sering terjadi pada bahasa kata-kata, ungkapan, dialek yang berbeda dengan maksud pengirimannya.

f. Umpan Balik

Umpan balik adalah pemberian tanggapan terhadap pesan yang dikirimkan dengan suatu makna tertentu. Umpan balik menunjukan bahwa suatu pesan didengar, dilihat, dimengerti dan sama maknanya. Sebuah proses komunikasi berhasil kalau secara verbal maupun nonverbal reaksi penerima dapat menceritakan kepada pengirim bahwa pesan itu diterima ataupun ditolak atau juga dikoreksi. Dengan jalan ini maka pengirim dapat melihat apakah penerima sudah memahami pesannya atau belum, atau bahkan pesan tidak mencapai sasaran sama sekali.


(30)

g. Model Proses

Model komunikasi sebenarnya mempunyai beberapa fungsi yang menurut Devito yaitu :

1) Model menyajikan pengorganisasian dari berbagai unsur dalam suatu proses komunikasi

2) Model merupakan alat bantu yang berfungsi heuristik 3) Model memungkinkan kita melakukan suatu prediksi

terhadap komunikasi (apa yang terjadi pada suatu kondisi tertentu) model membantu kita mengadakan pengukuran terhadap unsur-unsur dan proses komunikasi dalam suatu keadaan tertentu. (Liliweri, 2007:11-17).

2.1.3.3 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Ciri-ciri komunikasi interpersonal menurut Alo Liliweri adalah sebagai berikut:

1. Spontanitas yang terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap muka.

2. Tidak mempunyai tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu. 3. Terjadi secara kebetulan diantara peserta yang identitasnya

kurang jelas.

4. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja. 5. Kerap kali berbalas-balasan.

6. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit antara dua orang 7. Hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan.


(31)

8. Harus membuahkan hasil.

9. Menggunakan lambang-lambang yang bermakna (Lilweri, 2007: 13).

2.1.3.4 Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya:

1. Komunikasi diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dari seorang lagi komunikan yang menerima pesan, oleh karena itu pelaku komunikasinya dua orang. Dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya kepada komunikannya.

2. Komunikasi triadik (triadik communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antar pribadi (antar persona) yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang


(32)

berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif atau tidaknya proses komunikasi.

Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik merupakan komunikasi antar pribadi lebih efektif tidaknya proses komunikasi (Onong Uchjana Effendy, 2003 : 62-63).

2.1.3.5 Fungsi-fungsi Komunikasi Interpersonal

Fungsi-fungsi komunikasi interpersonal terdiri dari fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan.

1. Fungsi Sosial

Komunikasi interpersonal secara otomatis mempunyai fungsi sosial, ini disebabkan proses komunikasi berlangsung dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam kondisi demikian maka fungsi komunikasi antar persona mengandung aspek-aspek yang menurut Liliweri adalah sebagai berikut:

a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan psikologis, karena seperti kita ketahui bahwa setiap manusia secara alamiah merupakan makhluk sosial. Tanpa ada interaksi sosial maka seseorang gagal dalam kehidupannya.


(33)

b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial, karena setiap orang terikat dalam suasana sistem dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma dan nilai tersebut mengatur kewajiban-kewajiban tertentu secara sosial dalam berkomunikasi sebagai suatu keharusan yang tidak dapat dielakkan.

c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik. Ealam setiap perkenalan pertama dengan orang lain, setiap orang berusaha menutup diri. Barangkali pada saat pertama bentuk tindakan sosial yang terjadi hanya berinteraksi “biasa”, sebagai konsekuensi dari basa-basi dalam pergaulan. Kemudian meningkat menjadi relasi sosial atau bahkan ekonomi diantara mereka. Dari suatu relasi yang kurang mementingkan pihak lain, kini meningkat menjadi pertukaran kepentingan dua pihak sebagai wujud dari rasa saling memerlukan.

d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat kualitas mutu diri sendiri. Melalui komunikasi interpersonal setiap orang akan mendapatkan penilaian dari orang lain. Dengan demikian kita mampu menilai, melihat mutu komunikasi orang lain, dan kemudian mengubah diri sendiri, meningkatkannya lalu akan berefek pada usaha merawat kesehatan jiwa. Seseorang yang secara terus


(34)

menerus secara lugas, saling bertukar pikiran dan perasaan sampai pada tahap pisikologis, maka dirinya akan mengubah keadaan kesehatan jiwa orang lain yang berkomunikasi dengannya.

e. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik, pertentangan antar manusia, terutama antar pribadi merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dihindari. Konflik ini tidak dapat terelakan karena ia datang tidak direncanakan. Melalui komunikasi antarpersona konflik dapat dihindari karena telah terjadi pertukaran pesan dan persamaan makna tentang sesuatu hal tertentu”.(Liliweri, 2007 : 27-30)

2. Fungsi pengambilan keputusan

Selain sebagai makhluk sosial , manusia juga dikaruniai oleh otak akal sebagai sarana berfikir yang tidak dimiliki oleh hewan, maka manusia memiliki kemampuan untuk mengambil suatu keputusan. Banyak keputusan diambil manusia, dilakukan dengan berkomunikasi karena mendengar saran pendapat, pengalaman, gagasan, pikiran maupun perasaan orang lain. “Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi, yaitu :

a. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi, informasi merupakan kunci utama bagi seseorang dalam


(35)

pengambilan keputusan yang efektif. Beberapa informasi yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan, melalui bacaan, melalui obrolan, melalui acara televisi, melalui pesan radio hanya lebih banyak di peroleh komunikasi antarpersona.

b. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain, karena informasi sangatlah mempengaruhi keberhasilan dalam pengambilan keputusan, maka komunikasi pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dan kerja sama dengan orang lain. Tujuan pengambilan keputusan antara lain mempengaruhi orang lain terutama sikap prilaku”.(Liliweri, 2007 : 30-32)

2.1.3.6 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya “Ilmu Komunikasi “tujuan dari komunikasi interpersonal adalah :

1. Mengenali diri sendiri dan orang lain. 2. Mengetahui dunia luar

3. Menciptakan dan memelihara hubungan 4. Mengubah sikap dan prilaku

5. Bermain dan mencari hiburan


(36)

2.1.3.7 Hambatan-Hambatan Dalam Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara seorang individu degan individu lain. Menurut Sri Haryani dalam bukunya “Komunikasi Bisnis” beberapa hal yang menyebabkan komunikasi antar individu tidak efektif adalah :

1. Perbedaan persepsi

2. Kesalahan penyerapan pesan/informasi 3. Perbedaan bahasa

4. Kurang perhatian

5. Perbedaan kondisi emosional

6. Perbedaan latar belakang pendidikan (Haryani, 2001 : 51).

2.1.4 Tinjauan Efektivitas

2.1.4.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas adalah kemampuan untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang tepat untuk mencapai tujuan. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Handoko yang mengemukakan bahwa “Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.” (Handoko, 1998: 24).

Sedangkan menurut Winardi yang menjelaskan mengenai efektivitas, bahwa “Efektivitas adalah hasil yang dicapai seorang pekerja dibandingkan jumlah hasil yang diperoleh seseorang pekerja


(37)

dibandingkan dengan hasil produksi lain dalam jangka waktu tertentu.” (Winardi, 1992: 16)

Menurut Onong Uchjana Effendy, efektifitas dalam komunikasi adalah “komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.” (Effendy, 1989: 14).

Maka bisa ditarik benang merahnya bahwa efektivitas yang dimaksud disini adalah ketika komunikator berhasil mencapai tujuan komunikasinya, menyamakan pemahaman dan merubah komunikannya, dengan menggunakan sumber daya berupa media, waktu, dan personil yang telah direncanakan paling tepat untuk mendukung usaha komunikasi tersebut.

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Fiske dan Hartley menunjukkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi efektivitas suatu komunikasi, antara lain:

1. Semakin besar monopoli sumber komunikasi terhadap penerima, semakin besar kemungkinan penerima akan menerima pengaruh atau pesan tersebut.

2. Pengaruh komunikasi yang paling besar adalah pada saat pesan yang disampaikan sesuai dengan pendapat, kepercayaan dan watak penerima.


(38)

3. Komunikasi dapat menyebabkan perubahan yang efektif atas masalah yang tidak dikenal, dianggap ringan, dan bukan inti, yang tidak terletak pada pusat sistem nilai penerima itu.

4. Komunikasi akan lebih efektif jika sumber dipercaya memiliki keahlian, status yang tinggi, obyektif, atau disukai, tetapi yang paling utama adalah sumber memiliki kekuasaan dan dapat diidentifikasikan.

5. Konteks sosial, kelompok atau kelompok referensi akan menjadi penengah dalam komunikasi dan mempengaruhi apakah komunikasi akan diterima ataukah ditolak. (Devito, 2011: 209).

2.1.4.3 Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Devito menjelaskan mengenai efektivitas komunikasi interpersonal dalam lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu “Keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).” (Devito, 2011: 259).

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi.


(39)

Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini dirasa patut.

Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.

Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal). 2. Empati (empathy)

Henry Backrack mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk mengetahui “apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu,


(40)

melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mend atang. Pengertian empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Misalnya menyesuikan apa yang kita katakan atau bagaimana kita mengatakannya. Kita dapat menghindari topik tertentu atau memperkenalkan orang tertentu.

Langkah pertama dalam mencapai empati ini adalah menahan godaan untuk mengevaluasi atau menilai, menafsirkan, dan mengkritik. Bukankarena reaksi ini “salah”, melainkan semata-mata karena reaksi-reaksi seperti ini sering kali menghamobat pemahaman. Sedangkan fokusnya adalah ada pada pemahaman itu.

Kedua, makin dekat anda mengenal seseorang baik itu keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, maka akan semakin mampu kita melihat apa yang dilihat orang itu dan merasakan seperti apa yang dirasakannya. Cobalah mengerti alasan yang membuat orang itu merasa seperti yang


(41)

dirasakannya. Jika anda mengalami kesulitan dalam memahami seudut pandang orang lain, ajukanlah pertannyaan, carilah kejelasan, dan doronglah orang untuk berbicara.

Ketiga, cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain menurut sudut pandangnya. Mainkanlah peran orang lain dalam diri anda. Ini dapat membantu kita melihat dunia lebih dekat dengan apa yang dilihat orang itu.

Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.


(42)

Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung. Bila anda mempersepsikan suatu komunnikasi sebagi permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, anda umumnya tidak merasakan sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan tidak perlu mebela diri. Dipihak lain, komunikasi yang bernada menilai sering kali membuat kita bersikap defensif. Ini tidak berartibahwa semua komunikasi evaluatif menimbulkan reaksi defnsif. Orang sering kali bereaksi terhadap evaluasi positif tanpa sikap defensif. Dalam hal ini bahwa pada kenyataannya ada orang yang mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi kita dengan cara apapun dapat membuat kita merasa tidak enak dan mungkin membuat anda bersikap defnsif. Mungkin anda menduga evaluasi berkutnya tidak akan sangat positif. Begitu juga, evaluasi negatif tidak selalu menimbulkan reaksi defensif.

Tetapi pada umumnya, suasana evaluatif membuat orang lebih defensif daripada dalam suasana deskriptif.

Spontanitas juga dapat membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama yaitu terus terang dan terbuka, bila kita merasa bahwa orang menyembunyikan


(43)

perasaan yang sebenarnya atau dia mempunyai rencana/strategi maka kita bisa bereaksi secara defensif.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

Sikap positif dikenal dengan istilah stroking (dorongan). Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosa kata umum, yang dipandang sangat penting dalam analisis transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara umum. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain, perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan.

Dorongan dapat berupa (1) dorongan verbal seperti dengan mengatakan “Saya menyukai anda”, atau “Saya senang


(44)

bisa berbincang-bincang dengan anda”. (2) Dorongan nonverbal seperti senyuman, tepukan dibahu, atau tamparan muka. Dorongan positif umumnya berbentuk pujian dan penghargaan, dan terdiri dari atas perilaku yang biasanya kita harapkan, kita nikmati, dan kita banggakan. Dorongan positif ini mendukung citra pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik. Sebaliknya, dorongan negatif bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan


(45)

menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

2.1.5 Tinjauan Bidan

2.1.5.1 Pengertian Bidan

Bidan dalam bahasa Inggris adalah midwife, yang artinya pendamping wanita1. Sedangkan dalam bahasa Sanksekerta adalah wirdhan yang artinya wanita bijaksana.

Berdasarkan situs resmi Ikatan Bidan Indonesia(IBI), bidan seorang perempuan yang lulu dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi, dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

Praktik kebidanan ini tidak hanya terbatas pada pertolongan saat proses kelahiran saja, tetapi juga meliputi tindakan preventif lain seperti pendeteksian kondisi abnormal apda ibu dan bayi, upaya bantuan medis, serta tindakan pertolongan gawat darurat saat ketidakhadiran tenaga medik lain seperti dokter.

1


(46)

Seorang bidan juga memiliki tugas penting lain dalam hal konsultasi dan pendidikan kesehatan untuk wanita dan juga keluarga. Termasuk juga pendidikan antenatal dan persiapan untuk menjadi orang tua.

2.1.5.2 Tugas Pokok Bidan

Ada sembilan tugas pokok yang harus dijalankan oleh seorang bidan, yaitu2:

1. Melaksanakan asuhan kebidanan kepada ibu hamil (antenatal care)

2. Melakukan asuhan persalinan fisiologis kepada ibu bersalin (postnatal care)

3. Menyelenggarakan pelayanan terhadap bayi baru lahir

4. Mengupayakan kerjasama kemitraan dengan dukun bersalin di wilayah kerja puskesmas

5. Memberikan edukasi meallui penyuluhan kesehatan reproduksi dan kebidanan

6. Melaksanakan pelayanan keluarga berencana (KB) kepada wanita usia subur

7. Melakukan pelacakan dan pelayanan rujukan kepada ibu hamil resiko tinggi

8. Mengupayakan diskusi Audit Maternal Perinatal biala da kasus kematian ibu dan bayi

2


(47)

9. Melaksanakan mekanisme pencatatan dan pelaporan terpadu

2.1.6 Tinjauan Tentang Pasien 2.1.6.1 Pengertian Pasien

Pasien adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. Asal mula kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita".

Dalam penelitian ini, pasien yang diambil oleh peneliti adalah para ibu hamil di kawasan Kecamatan Bojonggede, Bogor, yang memeriksakan dirinya ke Puskesmas Kemuning. Menurut Alo Liliweri (dalam Liliweri, 2007,179), dalam komunikasi kesehatan “konsultasi yang dilakukan oleh seorang pasien belum menjadi tanda bahwa pasien tersebut telah terlibat dalam komunikasi yang berlangsung”. Ada perbedaan antara keterlibatan dan konsultasi.

Keterlibatan ini berarti cara menemukan dalam mana orang merasa bahwa mereka merupakan bagian terpenting dari proses pembuatan keputusan. Jika seorang pasien belum pernah terlibat sama sekali, maka mereka membutuhkan informasi lebih jauh. Sementara itu konsultasi berarti hanya mempertanyakan seuatu kepada seseorang untuk mendapatkan bantuan, bertanya apa yang mereka pikirkan, rencanakan dari layanan yang diberikan.


(48)

2.1.6.2 Karakteristik Sikap Pasien Sebagai Komunikan

Menurut Liliweri (Liliweri, 2007:185), ada beberapa sikap pasien yang perlu diantisipasi oleh komunikan ketika melakukan komunikan, yaitu:

1. Audiens yang Bersahabat

Audiens yang bersahabat merupakan tipe komunikan yang mempunyai disposisi positif terhadap informasi kesehatan yang dikemukakan oleh komuikator. Karena disposisi mereka positif terhadap kredibilitas komunikator, media pengalih informasi, maupun situasi komunikasi, maka mereka lebih mudah menerima dan memahami informasi kesehatan dari komunikator.

2. Audiens yang Bermusuhan

Audiens yang bermusuhan punya tipe sikap yang berkebalikan dari audiens bersahabat. Audiens yang bermusuhan merupakan tipe komunikan yang mempunyai disposisi negatif. Akhirnya mereka akan sangat sulit menerima dan memahami informasi kesehatan dari komunikator.

3. Audiens yang Netral

Audiens jenis ini tidak memihak pada komunikator atau pada informasi yagn disampaikan oleh komunikator. Sikap komunikan seperti ini mau berdiri di antara sikap positif ataupun negatif namun kadang-kadang dianggap oleh orang yang berani


(49)

memilih setuju dan tidak setuju sebagai tipe sikap yang ambigu, bahkan tidak tegas.

4. Audiens yang Apatis

Audiens yang apatis adalah audiens yang bersikap masa bodoh terhadap komunikator maupun inrofmasi yang dia terima. Skap masa bodoh atau malah tahu ini sebenarnya didorong oleh tingkat keterlibatan audiens terhadap informasi yang mereka terima.

2.1.6.3 Kesadaran Pasien

Kesadaran pasien yang dimaksud di sini adalah kesadaran akan kesehatan, bukan kesadaran dalam pengertian medis yaitu conciousness. Istilah kesadaran dalam konteks ini adalah derajat dimana pasien memiliki kapasitas untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi dan pelayanan dasar kesehatan yang diperlukan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat.

Rendahnya tingkat kesadaran kesehatan seorang pasien dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan dasar pasien atau strategi komunikator yang inefektif. Keterbatasan ini sebagian besar diupayakan perbaikannya dengan meningkatkan strategi komunikasi mulai dari percakapan tatap muka sampai pemanfaatan software. Namun, penyelesaian terhadap faktor sosial yang juga sering mempengaruhi kesadaran pasien juga perlu diatasi. Upaya kesadaran


(50)

kesehatan pasien ini perlu dicapai untuk meraih tujuan utama yakni mempromosikan status kesehatan yang merata.

Upaya penyadaran kesehatan pasien harus melibatkan pertumbuhan kesadaran yang memfokuskan pada faktor determinan sosial dari kesehatan dan perspektif kesehatan penduduk. Fokus tersebut dilakukan dengan cara meningkatakan pula level kesadaran kesehatan masyarakat dengan memperhatikan pengaruh makro dan kesejahteraan sebagai pelengkap perspektif. Jadi, ketika kesadaran seorang pasien rendah terhadap suatu program kesehatan, maka perlu diperhatikan pula faktor pendidikan, kesejahteraan pasien tersebut, serta budayanya.

Pasien memiliki hak untuk mengetahui informasi sebanyak-banyaknya mengenai program, kondisi, dan alternatif yang bisa diambilnya sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan kesehatannya. Seorang ibu hamil berhak mengetahui apa saja bahaya melahirkan tanpa bantuan tenaga medis, atau pelayanan apa saja yang akan diberikan oleh tenaga medis dan bagaimana pelayanannya selama masa persalinan, sehingga ia dapat menyadari pentingnya melahirkan dengan bantuan tenaga medis, hingga akhirnya membuat keputusan kesehatan yang terbaik bagi proses persalinannya.


(51)

2.2 Kerangka Pemikiran

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bagian latar belakang, ada hambatan-hambatan sosial dan budaya tertentu yang mengakibatkan masih maraknya masyarakat di Kecamatan Bojong Gede, Bogor yang memilih mempercayakan proses persalinannya pada paraji tanpa pendampingan tenaga medis. Banyak ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya kepada bidan di Puskesmas namun ketika proses persalinan mereka justru memilih tanpa menggunakan bantuan tenaga bidan. Ini mengakibatkan resiko dalam proses persalinan menjadi tinggi.

Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya komunikasi untuk mengatasi hambatan tersebut dan mengubah pendapat serta perilaku masyarakat. Selama ini, para bidan di Puskesmas Kemuning, Kecamatan Bojong Gede, Bogor melakukan upaya dengan melakukan komunikasi interpersonal pada para pasien.

Upaya-upaya tersebut perlu digali lebih dalam efektivitasnya untuk mengetahui apakah upaya komunikasi interpersonal yang telah dilakukan oleh para bidan yang digunakannya telah tepat dan sesuai dengan standar sehingga dapat diterima secara universal. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti mengangkat efektivitas komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh para bidan di Puskesmas Kemuning kepada pasiennya dalam meningkatkan kesadaran mereka untuk melahirkan dengan bantuan tenaga bidan. Sebab, masalah kematian ibu pada saat proses persalinan adalah salah satu masalah penting yang masih menjadi perhatian dan tantangan Indonesia bahkan hingga kesepakatan program MDGs telah berakhir pada tahun 2015.


(52)

Peneliti menggunakan lima kualitas umum yang menentukan efektivitas komunikasi interpersonal menurut Devito, yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

Keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ia harus mau dan mampu membuka informasi yang dirasa patut untuk dibagiakan sebagai bentuk pengungkapan diri.

Kedua, aspek keterbukaan ini mengacu pada kesediaan komunikator untuk memberikan reaksi yang jujur atas stimulus yang diterimanya. Seorang komunikator yang tidak kritis juga akan membuat komunikasi jadi menjemukan. Ketiga, adanya rasa “kepemilikan” perasaan dan pikiran sehingga ada rasa tanggungjawab bahwa pikiran dan perasaan yang kita ungkapkan memang merupakan milik kita.

Kualitas kedua adalah empati. Orang yang empatik akan mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan, dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Empati ini dikomunikasikan baik secara verbal amupun non verbal.

Selanjutnya, sikap mendukung. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap ini dengan bersikap deksriptif dan bukannya evaluatif, spontan, dan provisional.


(53)

Keempat, sikap positif. Kita mengkomunikasikan sikap ini dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara, yaitu menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita untuk berinteraksi. Sikap positif ini mengacu pada sedikitnya dua aspek komunikai interpersonal yaitu bahwa komunika interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, dan perasaan positif untuk situasi komunikasi umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.

Terakhir adalah kesetaraan. Dalam setiap situasi, bisa jadi terjadi ketidaksetaraan. Seseorang mungkin lebih pandai, lebih kredibel daripada yang lain. Namun terlepas dari ketidakseraan tersebut, komunikai interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga siapapun mereka, bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Perbedaan pendapat dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain. Bukan berarti kita harus menyetujui semuanya, namun kita menerima dan memberikan penghargaan positif pada semuanya tanpa membeda-bedakan.

Dengan menggunakan studi deskriptif yang biasa disebut juga penelitian taksonomik, peneliti bermaksud mengeksplorasi fenomena ini dengan cara mendeskripsikan sejumlah faktor yang berkaitan dengan masalah dan unit yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk menjelaskan serta mendeskripsikan serangkaian peristiwa atau kondisi saat ini berkaitan dengan efektivitas komunikasi


(54)

interpersonal yang dilakukan bidan Puskesmas Kemuning dengan pasiennya dalam meningkatkan kesadaran melahirkan dengan bantuan tenaga medis.

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik orang, tempat, dan waktu. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar faktor yang ada, tidak bermaksud untuk menarik sebuah generalisasi yang menjelaskan hubungan faktor-faktor yang menyebabkan sebuah fenomena terjadi atau suatu kenyataan sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti lima faktor yang mempengaruhi efektivitas sebuah komunikasi yakni keterbukaan, empati, perilaku suportif, perilaku positif, dan kesetaraan. Dengan melihat bagaimana faktor-faktor tersebut ada dalam sebuah proses komunikasi interpersonal, peneliti akan memberikan gambaran mengenai efektivitas komunikasi interpersonal bidan Puskesmas Kemuning.


(55)

Gambar 2.1 Alur Pemikiran

Kesadaran Pasien Untuk Melahirkan Dengan Bantuan

Tenaga Medis

Bidan Puskesmas

Efektivitas Komunikasi Interpersonal Bidan dan Pasien

Keterbukaan Empati Sikap

Positif

Sikap

Suportif Kesetaraan


(56)

56

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk melihat kondisi alami sebuah fenomena. Metode penelitian kualitatif menurut Deddy Mulyana (Mulyana, 2002 : 12) “tidak memakai inferensi statistik untuk melakukan penarikan kesimpulan”. Metode ini berupaya menjelaskan masalah berdasarkan data-data secara kualitatif, disesuaikan dengan tujuan dan perumusan masalah penelitian.

Sementara menurut Denzim dan Lincoln (dalam Moleong, 2007 : 5), penelitian kualitatif adalah penelitian yang “Menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan erbagai metode yang ada.”

Realitas dilihat sebagai sesuatu yang meiliki banyak dimensi, suatu kesatuan utuh serta berubah-ubah. Rencana penelitian tidak secara rinci disusun dan pasti sebelum penelitiannya dimulai.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Yang dalam prosedurnya tidak menggunakan prosedur statistik atau prosedur kuantifikasi lainnya. Ini menunjukkan perbedaan penelitian kualitatif dengan kuantitatif, untuk itu segala bentuk kuantifikasi tidak digunakan dalam penelitian ini.

“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.” (Moleong, 2007:6)


(57)

3.1 Desain Penelitian

Untuk membahas masalah penelitian, penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang mana dalam penelitiannya peneliti mencoba menggambarkan secara mendalam fakta yang terjadi dengan didukung pernyataan dari bidan Puskesmas Kemuning. Dengan desain ini, peneliti melakukan penelitian seacra sistematis mengenai fakta dan karakter secara faktual dan cermat.

“Metode deskriptif merupakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.” (Moleong, 2007:11)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, yaitu:

3.2.1 Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan pengumpulan data dengan mencari sumber teoritis literatur ke beberapa tempat dengan tujuan melengkapi datayang dibutuhkan dalam penelitian dan juga berhubungan dengan masalah penelitian. Peneliti mengambil referensi data dari beberapa buku yang berkaitan dengan masalah penelitian.

1. Studi literatur digunakan untuk mencari referensi dari sumber lain yang relevan dengan masalah yang diteliti. Melalui beberapa referensi buku peneliti mencari informasi yang sesuai dengan kebutuhan


(58)

terutama mengenai komunikasi kesehatan, komunikasi interpersonal, dan efektivitas komunikasi. Sebagai bahan referensi tambahan, peneliti juga membaca skripsi-skripsi serupa yang pernah ada sebagai rujukan penelitian

2. Internet searching dilakukan dengan cara mencari informasi tambahan ke situs-situs yang ada untuk melengkapi data yang didapat dari studi literatur. Informasi yang dicari adalah informasi yang berkaitan dengan judul penelitian.

3.2.2 Studi Lapangan

Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara pengamatan dan terjun langsung ke lokasi penelitian. Studi lapangan ini terdiri dari:

1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai orang yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.

Wawancara bisa dilangsungkan beberapa kali agar data-data yang diperoleh betul-betul aktual. Selayaknya dalam metode penelitian lain, pendekatan kualitatif amat bergantung pada data lapangan. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada bidan dan pasien di Puskesmas Kemuning.


(59)

2. Observasi

Peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke lapangan di Puskesmas Kemuning, Kecamatan Bojong Gede, Bogor. Observasi adalah suatu pengamatan langsung terhadap lingkungan fisiknya atau pengamatan langsung suatu aktifitas yang sedang berlangsung yang meliputi seluruh aktifitas perhatian terhadap suatu kajian objek dengan menggunakan alat indera peneliti yang dilakukan secara sadar dan sengaja.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengambil beberapa data berupa foto pada saat proses komunikasi terjadi.

3.3 Teknik Penentuan Informan

Peneliti mengajukan nama-nama berikut untuk menjadi informan dalam penelitian ini:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No. Nama Kategori

1. Lia Khoiriyah, Am. Keb Bidan

2. Yanti Hartati, Am. Keb Bidan

3. Iin Sutarni Pasien

4. Yeye Raharja Pasien


(60)

Ketiga informan yaitu Lia, Yanti, dipilih dengan pertimbangan keduanya merupakan bidan yang bertugas di Puskesmas Kemuning. Mereka sehari-hari berinteraksi dengan masyarakat, dan mencoba untuk membangun pengertian dengan pasien terkait bantuan tenaga medis. Kedua bidan ini berusaha untuk menghilangkan stigma negatif masyarakat di Kecamatan Bojong Gede mengenai bantuan medis.

Iin Sutarni dan Yeye Raharja adalah pasien di Puskesmas Kemuning, Bogor. Alasan pemilihannya sebagai informan dari sisi pasien adalah karena salah satu dari mereka pernah memiliki ketakutan untuk melahirkan dengan bantuan bidan.

3.4 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh di lapangan akan dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilaksanakan selama penelitian berlangsung, bahkan sejak pertama kali penelitian lapangan. Hal ini dilakukan lewat penjabaran dan analisis suatu kasus. “Penelaahan tema-tema yang ada, serta penonjolan-penonjolan pada tema tertentu” (Creswell, 2007 : 65).

Patton (dalam Moleong, 2007: 268) menyebutkan analisis data adalah “mengatur urutan data, dan mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan satuan urutan dasar.” Ketika melakukan penelitian, peneliti perlu merancang tahapan-tahapan yang akan dijalaninya. Ini digunakan untuk menjaga agar peneliti tetap berada pada jalurnya. Tahapan ini digunakan sebagai acuan jelas mengenai


(61)

proses penelitian. Lebih jelasnya, langkah-langkah analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, yaitu kegiatan mengumpulkan data primer maupun sekunder yang berkaitan dengan masalah penelitian. Peneliti akan mengumpulkan data-data antara lain mengenai komunikasi kesehatan, komunikasi interpersonal, komunikasi interpersonal yang dilakukan bidan di Puskesmas Kemuning pada pasiennya, serta data-data mengenai kehamilan dan masalah tingginya Angka Kematian Ibu di Indonesia. 2. Reduksi data dilakukan setelah semua data dikumpulkan. Data yang

terkumpul diseleksi mana data yang dibutuhkan dan mana yang tidak ada kaitannya. Selanjutnya dari data yang sudah tersaring tersebut dikategorikan dan disusun dalam bentuk narasi sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian. Peneliti akan menyeleksi data mana yang sekiranya dikategorikan ke dalam kelompok data mengenai keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.

3. Penyajian data dilakukan dengan memperlihatkan data yang diperoleh dan telah direduksi dalam bentuk hasil penelitian yang disertai dengan analisis. Peneliti menjawab pertanyaan penelitian ini di bagian pembahasan. Interpretasi data dilakukan pada tahap ini yakni menginterpretasi apa yang telah didapatkan dari informan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan hasil wawancara dan observasi yang telah didapatkan kemudian menganalisisnya.


(62)

4. Penarikan kesimpulan yaitu kegiatan membuat kesimpulan dari data yang telah diperoleh. Kesimpulan ditarik dengan melihat hasil penelitian dan pembahasan masalah penelitian

Gambar 3.1

Model Analisa Data Huberman dan Miles

Sumber: expresisastra.blogspot.co.id/2013/model-model-analisis-data.html, 2015

3.5 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa pengujian. Uji keabsahan ini dilakukan untuk menguji tingkat kepercayaan pada hasil penelitian. Ini diperlukan untuk menentukan validitas dari temuan atau data yang diperoleh peneliti. Temuan tersebut harus sesuai dengan kenyataan di lapangan.


(1)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Karena atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu. Penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti sidang sarjana. Terimakasih banyak untuk kedua orang tua, Sofyan Affandi dan Enong Suarsih yang selalu mengiringi dengan doa, membimbing dan memberi motivasi penuh, sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat terselesaikan. Keluarga tercinta, yang tak pernah berhenti memberikan dukungan materil, moril dan semangat spiritual yang begitu berarti.

Dalam menyusun Skripsi ini, penenliti cukup mengalami beberapa hambatan dan kesulitan. Terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan wawasan menjadi hambatan besar dalam penyusunan Skripsi ini. Namun berkat kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan semaksimal mungkin. Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan dapat memberikan menfaat bagi peningkatan penulis di masa yang akan datang.

Penulis sangat berterima kasih kepada ketiga kakak penulis yang tidak pernah bosan memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini. Tidak lupa juga, penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang terkait:


(2)

vi

1. Yang Saya Hormati, Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat serta motivasi selama penelitian kuliah di UNIKOM.

2. Yang Saya Hormati, Ibu Melly Maulin, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberi nasehat, selama perkuliahan di UNIKOM dan selaku Pembimbing Penulisan Skripsi, atas kerja sama dan segala bantuan, serta bimbingan dan dorongannya kepada penulis.

3. Yang Saya Hormati, Bapak Sangra Juliano P, M.I.Kom selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi yang memberikan arahan peneliti melaksanakan penyusunan Skripsi.

4. Yang Saya Hormati, Ibu Tine Agustin Wulandari, M.I.Kom., selaku dosen wali, yang telah membimbing, dan banyak memberi nasihat selama perkuliahan di UNIKOM.

5. Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi, khususnya Dosen Konsentrasi Ilmu Jurnalistiik Bapak. Adiyana Slamet, S.IP.,M.Si, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Bapak. Inggar Prayoga, M.I.Kom., Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., Dr. Ali Syamsudin, S.Ag., M.Si., Bapak Olih Solihin, S.Sos. M.I.Kom., Dr. Rismawaty, M.Si yang telah memberikan dukungan, pikiran, tenaga, saran, dan waktu serta pengajaran yang baik selama peneliti mengikuti perkuliahan.


(3)

vii

6. Yang Saya Hormati, Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi, Ibu Astri Ikawati, Amd. Kom., yang telah banyak membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas perkuliahan dan Ibu Ratna Widiastuti, A.Md sebagai supervisor yang telah banyak membantu selama sidang berlangsung.

7. Yang Saya Hormati, Seluruh Bidan Puskesmas Kemuning, yang telah ikut membantu penulis dalam pelaksanaan Skripsi.

8. Ani Wendari Am.Keb, yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini, terimakasih atas kerja keras teteh yang sudah menggantikan orang tua dalam memberikan biaya kuliah sampai dengan selesai kepada penulis.

9. Yts. Saepul Abdi, S.E., terimakasih selalu membantu, memberikan perhatian, memberikan semangat dan keceriaan dalam kondisi apapun. 10.Sahabat-sahabat jurnal 1 yang telah memberikan motivasi, arahan dan

semangat dalam penyelesaian Skripsi.

11.Sahabat-sahabat terdekat penulis Rosi Puspita Sari S.Ip, Lana Nur Azizah, Irvan Firmansyah, Amd,. Suarico, M Fauzi Nugraha, Amd., Atas dukungan serta motivasi yang telah kalian berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

12.Rekan-rekan IK-1 2011 yang telah menjadi inspirasi dan motivasi.

13.Rekan-rekan Ilmu Komunikasi 2011, terima kasih atas segala kerja samanya, insya Allah semester depan bisa mengikuti jejak kalian wisuda.


(4)

viii

Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam melakukan penyusunan Skripsi ini dan semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca umumnya. Semoga semua bantuan, dorongan dan bimbingan yang telah diberikan, akan mendapat balasan yang sepadan dari Allah SWT, Amien.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandung, Maret 2016

Ruli Amalia NIM: 41811010


(5)

(6)