Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan Terhadap Kepuasaan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Pada Tahun 2014

(1)

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TENAGA KESEHATAN TERHADAP KEPUASAAN

PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH PADA TAHUN 2014

OLEH:

NIM : 111021070 Damelta Hutagaol

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HALAMAN PENGESAHAAN

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan Terhadap Kepuasaan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2014

Nama Mahasiswa : Damelta Hutagaol

Nomor induk Mahasiswa : 111021070

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : DAMELTA HUTAGAOL

Tempat/Tanggal Lahir : DOLOK SINUMBAH, 17 MARET 1989

Agama : Kristen Protestan

Anak Ke : 1 dari 5 bersaudara

Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : H. HUTAGAOL

Nama Ibu : S. MENDROFA

Alamat : Jln. RIDWAN HUTAGALUNG NO 20 PANDAN

Riwayat Pendidikan

a. Tahun 1994-1995 : TK SANTA MELANIA

b. Tahun 1995-2001 : SD Sw. SANTA MELANIA SARUDIK c. Tahun 2001-2004 : SMP sw. FATIMA II SARUDIK

d. Tahun 2004-2007 : SMA NEGERI 1 PLUS MATAULI PANDAN e. Tahun 2007-2010 : AKBID PEMKAB TAPUT TARUTUNG f. Tahun 2011-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(4)

ABSTRAK

Faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan akan berdampak terhadap kepuasan pasien, dimana kepuasan pasien merupakan satu ukuran untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal tenaga kesehatan pada kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2014. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Populasi penelitian ini adalah seluruh wargayang bertempat tinggal di Kecamatan Pandan dan dijadikan sampel berjumlah 98 orang.

Hasil menunjukkan 54 responden (55,1%) tidak merasa puas atas komunikasi interpersonal tenaga kesehatan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan di Puskesmas. Ada hubungan keterbukaan (p = 50%), empati (p = 52%), sikap mendukung (p= 46%), sikap positif (p = 51%), kesetaraan (p = 42,9%).

Diharapkan tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah agar meningkatkan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan nilai kepuasan pada pasien agar terjalin komunikasi yang baik.

Kata kunci : Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, Tingkat Kepuasan Pasien, Puskesmas Pandan


(5)

ABSTARCT

Factors associated with interpersonal communication, namely, openness, empathy, being supportive, positive attitude, and equality will have an impact on patient satisfaction is a measure to assess the quality of health service in primary health care.

This study aimed to analyze the factors associated with health workers in interpersonal communication satisfaction of outpatient health center pandan Tapanuli district middle of 2014. The study design wass cross sectional study, the population of this study are a number of citizens of pandan and used samples totaling 98 people.

Results respondents (55.1%) does not pick satisfied on interpersonal communication on patient health workers in health centers to get service there is a relationship of openness (p=50% ), empaty (p=52%), being supportive (p=46%) , attitude positive (p=42,9%).

Expected health workers who work in puskesmas pandan Tapanuli district centered to improve interpersonal communication to improve patient satisfaction scores in order to create good communication .

Keywords : factors that affect interpersonal communication, the level of patient satisfaction, health center pandan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “faktor faktor pengaruh komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dengan kepuasaan pasien rawat jalan di puskesmas pandan tahun 2014.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, Ms selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut di FKM USU.

3. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan support yang tiada erhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial M.S selaku Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan support yang tiada erhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan


(7)

5. Seluruh staaf Dosen PKIP yang telah memberikn bimbingan selama mengerjakan skrispi ini

6. Seluruh Dosen FKM USU dan staff administrasi yang telah telah memberikan bimbingan dan masukan selama mengerjakan skripsib ini

7. dr. Rikky Nelson Harahap selaku Pimpinan Puskesmas Pandan beserta seluruh Staff Puskesmas yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dlam melakukan penelitian.

8. Kedua orang tua dan saudara saudari tercinta: (Bapak H. Hutagaol dan Ibu S. Mendrofa) yang telah mendoakan dan memberikan dorongan semangat kepada penulis

9. Para Sahabat yang telah memberikan dukungan, motivasi dan upaya dalam membantu menyelesaikan skripi ini diantara lain : Kak Aprida, Jojo, Rina Ghea, Juni, Tiur, Ira, Maria Pane, cici, dan banyak lagi sehingga tidak dapat disebut semua namanya.

10.Teman teman Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Teman teman Peminatan PKIP yang telah memberikan dukungan, Motivasi dan upaya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam materil, maka maupun tata cara penulisan, karena itu penulis mengharpakan saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.


(8)

Semoga Tuhan Yang Maha Esa Senantiasa melimpahkan Karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan in memberikan manfaat bagi kita semua, AMIN

Medan, Februari 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.3.1 Tujuan Umum 6

1.3.2 Tujuan Khusus 7

1.4 Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi 8

2.2 Jenis-jenis Komnikasi Kesehatan 11

2.3 Komunikasi Interpersonal

2.3.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal 13 2.3.2 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal 17

2.4 Kepuasan 19

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien 20 2.6 Aspek-aspek kualitas pelayanan pengukuran pasien 23 2.7 Puskesmas 24

2.7.1 Tujuan Puskesmas 26

2.7.2 Upaya Kesehatan di Puskesmas 26

2.7.3 Tujuan Puskesmas 26

2.7.4 Wilayah Kerja di Puskesmas 28

2.7.5 Kedudukan Puskesmas 29

2.8 Program Pemerintah dalam meningkatkan kepuasaan pasien 30

2.6. Kerangka konsep 32

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian 33

3.2 Lokasi dan Waktu 33

3.2.1 lokasi penelitian 33

3.2.2 Waktu penelitian 33

3.3 Populasi dan Sampel 33


(10)

3.3.2 Sampel 34

3.4 Metode Pengumpulan data 34 3.5 Defenisi Operasional 35 3.6 Aspek pengukuran 36 3.6.1 Keterbukaan 36

3.6.2 Empati 36

3.6.3 Sikap Mendukung 37

3.6.4 Sikap Positif 37

3.6.5 Kesetaraan 37

3.7 Pengolahan dan Analisi data 38 3.7.1 Pengolahan data 39 3.7.2 Analisis data 39 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran umum Puskesmas Pandan 40 4.2 Analisis Univariat 41

4.3 Hasil Analisis Univariat 50

BAB V PEMBAHASAAN 5.1. Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan 51 5.2. Tingkat Kepuasan Pasien 56

5.3. Hubungan Kepuasaan Pasien dengan Keterbukaan 58 5.4. Hubungan Kepuasaan Pasien dengan Empati 59 5.5. Hubungan Kepuasaan Pasien dengan Sikap Mendukung 61 5.6 Hubungan Kepuasaan Pasien dengan Sikap Positif 63

5.7 Hubungan Kepuasaan Pasien dengan Kesetaraan 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan dan saran 67

6.2. Kesimpulan 67


(11)

DAFTAR TABEL

HALAMAN Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responde 41

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Keterbukaan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan ………42

Tabel4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Keterbukaan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan………...43

Tabel 4.4 Distribusi Empati Responden dalam Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan………43

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Empati tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan………..44

Tabel 4.6 Distribusi Sikap Mendukung Responden dalam Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan………..45

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mendukung tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan…….46

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Sikap Positif tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan……….46

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Positif tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan………..47

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Kesetaraan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan………48


(12)

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kesetaraan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan……….49

Tabel 4.12 Distribusi Berdasarkan Kepuasan Pasien tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan……….49

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan…..50

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Keterbukaan (Openes) dengan Hubungan Kepuasan Pasien……….51

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Emapti dengan Hubungan Kepuasan Pasien ……….51

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Sikap Mendukung dengan Hubungan Kepuasan Pasien………52

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Sikap Positif dengan Hubungan Kepuasan Pasien

………..52

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Kesetaran dengan Hubungan Kepuasan Pasien ………53


(13)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Surat Izin Penelitian


(14)

ABSTRAK

Faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan akan berdampak terhadap kepuasan pasien, dimana kepuasan pasien merupakan satu ukuran untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal tenaga kesehatan pada kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2014. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Populasi penelitian ini adalah seluruh wargayang bertempat tinggal di Kecamatan Pandan dan dijadikan sampel berjumlah 98 orang.

Hasil menunjukkan 54 responden (55,1%) tidak merasa puas atas komunikasi interpersonal tenaga kesehatan pada pasien untuk mendapatkan pelayanan di Puskesmas. Ada hubungan keterbukaan (p = 50%), empati (p = 52%), sikap mendukung (p= 46%), sikap positif (p = 51%), kesetaraan (p = 42,9%).

Diharapkan tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah agar meningkatkan komunikasi interpersonal untuk meningkatkan nilai kepuasan pada pasien agar terjalin komunikasi yang baik.

Kata kunci : Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, Tingkat Kepuasan Pasien, Puskesmas Pandan


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial manusia ingin berhubungan dengan manusia lainnya, ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi Kualitas pelayanan kesehatan yang baik memberikan dorongan atau motivasi kepada masyarakat untuk menjalin ikatan dan hubungan yang baik dengan rumah sakit ataupuskesmas. Adanya ikatan dan hubungan yang kuat dengan pasien sebagai pelanggan, maka umah sakit dan puskesmas sebagai perusahaan jasa dapat memahami kebutuhan pasien dan berusaha memenuhinya, serta meminimalkan kesalahan yang mengakibatkan kekecewaan pasien sebagai konsumen. (Notoatmodjo, 2010)

Penelitian di Inggris menunjukkan 49% pasien pergi ke tenaga kesehatan tertentu oleh karena mutu dan kepribadian tenaga kesehatan tersebut, dan penelitian di Norwegia juga menemukan pentingnya peranan tenaga kesehatan dan member kepuasaan dimana 33% pasien puas oleh kemampuan tenaga kesehatan mampu memahami penderitaanya melalui komunikasi interpersonal dan 26% pasien puas terhadap kesediaan tenaga kesehatan mendengarkan keluhaanya. (Endang basuki, 2008)

Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI no.128. tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat bahwa Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah


(16)

untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program nasional, salah satunya adalah program pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu, puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehtan untuk jenjang tingkat pertama.

Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Puskesmas dalam perkembangannya dari tahun ke tahun terus meningkat yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil. Menurut Depkes RI (2004), pada tahun 1996 jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7177 unit. Jika dilihat dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 terlihat adanya peningkatan. Peningkatan yang cukup besar (16,37%) terjadi pada tahun 1993 sedangkan pada tahun selanjutnya peningkatannya kecil (tahun 1994 meningkat 0,43% , tahun 1995 meningkat 1,7% dan tahun 1996 meningkat 1,01%). Jumlah puskesmas/100.000 penduduk pada tahun 1996 adalah 3,62. Jika dibandingkan dengan tahun 1995 mengalami sedikit penurunan (0,55 %).


(17)

Pada tahun 2001 jumlah puskesmas menjadi 7.277, dan meningkat menjadi 7.309 pada tahun 2002, dan pada tahun 2007 jumlah puskesmas di Indonesia menjadi 7500 unit(Depkes RI, 2008).

Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, puskesmas diperkuat dengan puskesmas pembantu serta puskesmas keliling, kecuali itu untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap. Tercatat pada tahun 2002 jumlah puskesmas diseluruh Indonesia adalah 7.277unit.(Dinkes Provinsi sumut, 2005)

Menurut hasil Susenas (2002), dari penduduk yang berobat jalan, sebesar 23,4% memanfaatkan puskesmas, dan dari penduduk yang pernah dirawat inap 9,81% memanfaatkan rawat inap di Puskesmas. Rendahnya persentase penduduk yang berobat ke puskesmas diperkirakan karena kualitas pelayanan yang kurang memadai, terbatasnya ketersediaan obat yang dibutuhkan, terbatasnya waktu pelayanan dan untuk beberapa puskesmas secara geografis masih sulit dijangkau serta beberapa faktor lainnya.

Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 4% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam komunikasi merupakankiat yang sukses bagi tenaga pekerja di rumah sakit Berdasarkan pengalaman dilapangan upaya komunikasi interpersonal dapat memberikan kontribusi yang cukup bermakna bagi peningkatan status kesehatan apabila dilakukan secara komprehensif


(18)

pada instansi yang terkait. Peningkatan kinerja dalam hal komunikasi interpersonal akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas (Notoatmodjo, 2010).

Di Puskesmas Ranotano (kota Manado) penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasaan pasien terhadap ketepatan waktu maka diperoleh hasil, responden berdasarkan jam buka pelayanan kamar kartu (Puas 54% tidak puas 5%) , responden berdasarkan jam tutup kamar kartu (puas 60% dan cukup puas 18%), responden berdasarkan penerimaan di kamar kartu (puas 64% dan tidak puas 14%) responden berdasarkan tingkat mutu tunggu sampai diperiksa dokter (puas 50% dan sangat tidak puas 4%), responden berdasarkan pelyanan petugas di apotik (puas 82% dan cukup puas 18%) responden berdasarkan waktu datang petugas kesehatan (puas 68% dan tidak puas 8%).

Berdasarkan data tahun terakhir dari Dinas Kesehatan Kota Medan, hanya sekitar 23.559 (1,17%) dari 2.018.361 jumlah penduduk kota Medan yang menggunakan pelayanan kesehatan, khususnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dan juga berdasarkan data satu tahun terakhir ini Puskesmas Pandan hanya memiliki kunjungan pasien untuk rawat jalan sekitar pada pasien askes sebanyak 2945 orang, pasien Jamkesda sebanyak 2981 pasien (selama tahun 2013) dari jumlah penduduknya 6.720 jiwa (2011), menunjukaan bahwa penduduk yang berdomisili dikota Pandan.


(19)

Berdasarkan survey awal yang saya dilakukan didaerah wilayah kerja Puskesmas Pandan banyak terdapat masyarakatnya kurang tertarik menggunakan Puskesmas sebagai sarana pengobatan, sebagian masyarakat jika mengalami badan yang kurang sehat, mereka lebih menggunakan klinik yang terdekat untuk berobat ketimbang berobat ke Puskesmas, Jika dipantau masyarakat Pandan sebagian besar bersuku Batak Toba dan Suku Pesisir Pantai yang makanannya lebih doyan yang bersantan dan berlemak.

Berdasarkan survei yang dilakukan dalam penelitian ini di salah satu lingkungan mewawancari 10 orang masyarakat menyatakan bahwa 6 orang dari mereka tidak mau atau enggan menggunakan Puskesmas sebagai sarana untuk berobat karena mereka lebih nyaman berobat di klinik terdekat ketimbang harus berobat di Puskesmas dan dari 4 orang mereka menyatakan sering menggunakan Puskesmas sebagai Sarana untuk Berobat. maka saya tertarik untk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pandan dan telah didukung dari data perlu dilakukan tentang pengaruh komunikasi interpersonal tenaga kesehatan terhadap kepuasaan pasien rawat jalan di Puskesmas Pandan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahaan peneliti adalah untuk mengetahui faktor faktor pengaruh komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dengan kepuasaan pasien rawat jalan di puskesmas pandan tahun 2014.


(20)

1.3.1. Tujuan umum

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dengan kepuasaan pasien rawat jalan di puskesmas pandan tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal (Keterbukaan (Openes), empati (empaty) , sikap mendukung (supportif) , sikap positif (positiveness) kesetaraan (equality) di puskesmas pandan

1.4. Manfaat Penelitian

1 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui komunikasi interpersonal puskesmas di wilayah kerja Puskesmas pandan

2 Hasil penelitian diharapkan dapat membuat perubahan kepada tenaga kesehatan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan dinas kesehatan.

3 Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan masyarakat khususnya dibidang promosi kesehatan.

4 Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya berkaitan dengan penelitian ini.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi

Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan itu, dan mengerti isi pesan, sesudah mengerti isi pesan itu kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirim. Everett M. Rogers pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak member perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaraan inovasi membuat defenisi bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hardjana, 2003)

Dalam komunikasi menurut effendi (2004) mulanya dilukiskan secara model sederhana dengan model S-M-C-R (Source-Message-Channel-Receiver) artinya komunikasi terdiri dari tiga unsur yaitu : Sumber-Pesan-Media-Penerima.

Proses komunikasi meliputi unsur-unsur yaitu (effendi,2004) :

a. Komunikator yakni orang yang menyampaikan, mengatakan ayau menyatakan suatu pesan.

b. Pesan yaitu ide, informasi,opini dan sebagainya

c. Saluran atau chanel adalah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan


(22)

d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan.

e. Efek yaitu pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator untuk komunikan.

Berkaitan dengan efektivitas komunikasi interpersonal DeVito menyatakan efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima cirri yaitu;

a. Keterbukaan

Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam menghadapi hubungan antarpribadi.

b. Emphaty

Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi yang berlangsung efektif d. Rasa positif

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih efektif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi yang konduktif untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan

Pengakuan secara dia-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.


(23)

Untuk menentukan langkah dalam komunikasi, menurut Stock dan Rachboun dalam effendi (1994) diperlukan pengetahuan tentang faktor psikologis dan sosial budaya. Dengan menggunakan faktor ini maka strategi yang digunakan dalam komunkasi adalah sebagai berikut :

a. Persuatif, membujuk sasaran (komunikan) akan mempunyai kesamaan pengertian sehingga pesan dapat disampaikan dengan daya tarik positif yaitu dengan memberikan imbalan, insentif dan lain-lain

b. Kompulsif, menciptakan sesuatu sedemikian rupa sehingga secara tidak langsung komunikan menerima pesan dari sumber.

c. Pervasif, dilakukan pengulangan secara terus-menerus terhadap pesan yang diadopsi sehingga secara tidak sadar komunikan ikut menerima pesan.

d. Koersif, dengan cara memaksa seperti hukuman.

Zulkifli (1997) menyatakan faktor yang mendukung proses komunikasi adalah pengetahuan dan pengalaman ddari komunikator. Jika pengetahuan, keterampilan dan pengalaman komunikator cukup, maka proses komunikasi tentunya akan membawa hasil yang baik, sedangkan faktor-faktor yang dapat menghambat proses komunikasi adalah :

a. Komunikator tidak mengenal isi pesan yang disampaikan, kurang pengalaman dan penampilan kurang menyakinkan.

b. Pesan yang disampaikan tidak jelas, susah ditangkap oleh penerima atau menyampaikannya menggunakan istilah-istilah asing yang tidak dimengerti.


(24)

c. Media yang digunakan tidak cocok dengan topic permasalahan yang disampaiaknan.

d. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu bising sehingga pesan yang disampaikan tidak jelas

2.2. Jenis-jenis Komnikasi Kesehatan

Ada 4 tipe komunikasi menurut buku cangara harried (2012) a. Komunikasi dengan diri sendiri

Adalah proses komunikasi yang terjadi didalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjdinya proses ini karena adanya orang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbentuk dalam pikirannya.

b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

Adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih, menurut sifatnya komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil

• Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka, komunikasi dialik menurut pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara.

• Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggota saling berinteraksi satu sama lainnya.


(25)

c. Komunikasi publik

Adalah proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar, komunikasi public memiliki kesamaan dengan komunikasi interpersonal, karena berlangsung dengan secara bertatap muka, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar sehingga memiliki cirri masing-masing.

d. Komunikasi Massa Adalah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan nya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayaknyang sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.

2.3. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang dimana pengirim dapat menyampikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003). Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan insane, menghindari atau mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Canggara, 2012)

Komunikasi interpersonal merupakan salah satu bentuk yang dilakukan seorang lainnya. Interaksi yang melibatkan dua orang ini menyebabkan proses komunikasi yang terjadi diaglogis. Keduanya dapat berperan sebagai komunikator sekaligus menjadi komunikan. (effendi, 2004). Komunkasi interpersonal sanagt ampuh dalam mengubah komponen jiwa (effendi, 2004)


(26)

a. Komunikator dapat dapat mengetahui kerangka refrensi komunikan secara penuh dan utuh.

b. Komunikasi berlangsung secara dialogis, berbentuk percakapan, Tanya jawab sehingga komunikator dapat mengetahui segalanya mengenai diri komunikan. c. Komunikasi berlangsung secata tatap muka, saling berhadapan dan saling

menatap sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap dalam bentuk dslsm bentuk gerak-gerik dan lain-lain yang merupakan umpan balik nonverbal dalam komunikasi yang berlangsung.

Proses komunikasi interpersonal adalah proses dua arah, lingkaran interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan. Kedua pihak menjadi pengirim maupun penerima pesan. Dalam proses ini sipenerima menafsirkan pesan pengirim sebelumnya dan member tanggapan dengan pesan yang baru. Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian informasi dan saling pengertian antara dua orang atau lebih, pesan -pesan yang disampaikan dapat secara verbal maupun nonverbal (Depkes RI, 1993)

2.3.1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal

Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka


(27)

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi, sebaliknya harus ada kesediaan membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empathy (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,


(28)

berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidakmendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap


(29)

positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebihefektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.


(30)

2.3.2 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Hardjana (2003) menyatakan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap sebagai berikut:

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya selalu mencakup dua unsure pokok yaitu isi pessan dan bagaimana isi itu disampaikan, baik secara verbal maupun nonverbal. Kefektifan kedua unsur itu dipengaruhi berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi dan keadaan penerima pesan

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu yaitu; Ada tiga perilaku komunikasi yaitu :

i. Perilaku spontan dalah perilaku yang dilakukan karena dalam desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif artinya perilaku itu terjadi begitu saja.

ii. Perilaku menurut kebiasaan adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita, perilaku itu khas dilakukan pada situasi tertentu dan dimengerti orang

iii. Perilaku sadar adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya dan disesuaikan dengan orang yang dihadapi.


(31)

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan. Komunikasi interpersonal berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga dapat putus sampai akhinya melupakan.

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi dan koherensi. Komunikas interpersonal merupakan komunikasi tatap mika karena itu kemungkinan umpan balik besar sekali. Dalam komunikasi itu, komunikan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, diantara komunikator dan komunikan terjadi interaksi. Keduanya saling mempengaruhi, member serta menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran pengetahuan, perasaan dan perilaku.

5. Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu

Agar komunikasi interpersonal berjalan baik, maka harus mengikuti peraturan tertentu yaitu yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik. Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.

6. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif bukan pasif. Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim dan


(32)

penerima. Karena itu pihak-pihak yang berkomunikasi harus bertindak aktif pada waktu menerima dan menyampaikan pesan.

7. Komunikasi interpersonal saling mengubah

Komunikasi interpersonal juga berperan saling mengubah dan mengembangkan melalui interaksi, pihak-pihak yang terlibat dapat saling member inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pikiran, perasaan dan sikap sesuai dengan topik yang dibahas bersama.

2.4. Kepuasan

Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006)

Menurut Irawan (2003) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan


(33)

kecewa. Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi harapan klien.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien

Menurut Kotler & Amstrong (dalam Huriyati, 2005 & Rangkuti, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi. a. Faktor budaya

Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif

homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor

melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.


(34)

b. Faktor sosial

Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.

c. Faktor Pribadi

Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi.


(35)

Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan. seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian

d. Faktor Psikologi

Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo, 2003). Menurut Kotler (2005 dalam Wijono 1999) menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau pelayanan.

2.6. Aspek-aspek kualitas pelayanan pengukuran kepuasan pasien

Menurut Zeithhml Parasuraman (1997, dalam Purwanto,2007), aspek- aspek kepuasan yang diukur adalah: kenyataan, kehandalan, ketanggapan, jaminan,empati.


(36)

a) Kenyataan: meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat.

b) Kehandalan: yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan

c) Ketanggapan: yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.

d) Jaminan: yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan.

e) Empati ; meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien.


(37)

2.7. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu (Muninjaya, 1999). Menurut Dep.Kes RI (2002) Puskesmas dibedakan atas 4 macam, yaitu : . 1. Puskesmas tingkat desa

2. Puskesmas tingkat kecamatan 3. Puskesmas tingkat kewedanan

4. Puskesmas tingkat kabupaten Pada raker kesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh 2. .Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh 3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik

Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai karena untuk puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep berdasrkan wilayah kerja ini tetap dipertahankan sampai dengan akhir


(38)

Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan konsep wilayah (Dep.Kes RI, 2002).

Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 tahun 1974, Nomor. 7 tahun 1975 dan Nomor. 4 tahun 1976, telah berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan diseluruh pelosok tanah air, maka sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar 30.000 jiwa (Dep.Kes RI, 2002).

Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan nama Puskesmas tingkat kecamatan atau Puskesmas pembina. Puskesmas- Puskesmas yang ada ditingkat kelurahan atau desa disebut Puskesmas kelurahan atau yang lebih dikenal dengan puskesmas pembantu, dan sejak itu puskesmas dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Puskesmas kecamatan (Puskesmas pembina)

2. Puskesmas Kelurahan/desa (Puskesmas pembantu) (Dep.Kes RI, 2002). Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilakukan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri.

2. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan menggunakan sarana yang ada secara efektif dan efisien.


(39)

3. Memberikan bantuan-bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. 4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. 5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002). 2.7.2. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang ertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Dep.Kes RI, 2002).

2.7.3. Upaya Kesehatan di Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional (Dep.Kes RI, 2002).

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut yakni Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan


(40)

masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah : (Kepmenkes, 2004).

1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya perbaikan gizi masyarakat

4. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 5. Upaya pengobatan

Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, hal ini sangat tergantung kepada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Kegiatan pokok puskesmas tersebut antara lain:

1. Upaya kesehatan ibu dan anak 2. Upaya keluarga berencana 3. Upaya Peningkatan gizi 4. Upaya kesehatan lingkungan

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan gawat darurat karena kecelakaan 7. Upaya penyuluhan

8. Upaya kesehatan sekolah 9. Upaya kesehatan olah raga

10 .Upaya perawatan kesehatan masyarakat 11. Upaya kesehatan kerja


(41)

12. Upaya kesehatan gigi dan mulut 13. Upaya kesehatan jiwa

14. Upaya kesehatan mata

15. Upaya laboratorium sederhana

16. SUpaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan 17. Upaya kesehatan usia lanjut

18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional 19. Upaya kesehatan remaja

20. Dana sehat

Pelaksanaan kegiatan pokok diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Oleh karena itu kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya (Effendy, 1998)

2.7.4. Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang terdiri dari wilayah kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo meter dari Puskesmas. Azas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan tindakan pencegahan penyakit, dan bukan tindakan untuk pengobatan penyakit. sehingga dengan demikian puskesmas harus secara aktif terjun ke masyarakat dan bukan menantikan masyarakat datang ke puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

Wilayah kerja Puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan faktor pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan


(42)

perangkat Pemerintah Kabupaten, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati, mendengar saran teknis dari Kantor Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan Puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsí koordinasi. Sasaran penduduk yang dilaksankan oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk. Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah kerjanya yang dipandang optimal adalah dengan radius 3 km (Effendy, 1998).

2.7.5.

Kedudukan Puskesmas

1. Kedudukan dalam bidang administrasi Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II.

2. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama

2.8. Program Pemerintah dalam meningkatkan kepuasaan pasien

Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan aparatur penyelenggara pelayanan publik. Indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari


(43)

aparatur penyelenggara pelayanan publik dan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

Sasaran pengukuran kepuasan masyarakat: (a) tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; (b) penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan sehingga pelayaan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna; (c) tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.

Ruang lingkup pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing-masing. Manfaat dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: (a) diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (b) diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik;(c) sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan; (d) diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan public

pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah; (e) memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; (f) bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.


(44)

Unsur indeks kepuasan masyarakat berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel dalam KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: (1) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; (7) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak (KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004 )


(45)

2.9. Kerangka konsep

Menurut teori komunikasi Devito (1989), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepuasan keluarga pasien adalah efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, konsumen akan puas dan menerima informasi yang diberikan oleh petugas

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kepuasaan Pasien: Faktor-faktor yang

mempengaruhi

komunikasi interpersonal : - Keterbukaan

(Openes)

- Empati (Empaty) - Sikap mendukung

(Supporti) - Sikap positif

(Positiveness) - Kesetaraan

(Equality)

Kateristik Responden: - Umur

- Pendidikan - Pendapatan


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dan kuantitatif yaitu penelitian adalah penelitian yang menggambarkan Faktor-faktor yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal tenaga kesehatan pada kepuasaan pasien rawat jalan. Metode penelitian deskriptif dalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat tentang suatu objek keadaan secara objektif

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Peneltian dilakukan didaerah wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

3.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober Tahun 2014. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh warga yang bertempat tinggal di Kecamatan Pandan .

Sampel adalah sekelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel, penentuan jumlah sampel menurut Slovin (Umar, 2000) adalah sebagai berikut :


(47)

=

1+�� 2

Dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis atau batas ketelitian yang digunakan

berdasarkan rumus diatas, maka jumlah minimal yang harus diperoleh untuk penelitian berjumlah 98 orang dengan perhitungan sebagai berikut :

n =

6270

1+6270 (0.1) 2

n =

6270

1+62,7

n = 98, 43

≈ 98 orang

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah accidental sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dilakukan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data diperoleh wawancara kepada masyarakat yang bertempat tinggal di kecamatan pandan dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun dengan cara menuliskan jawaban langsung di kuesioner.


(48)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui bagian Tata Usaha Puskesmas Pandan yaitu berupa data kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas Pandan.

3.5. Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian untuk defenisi operasional sebagai berikut: 1. Kepuasaan adalah Respon pasien sebagai hasil dan evaluasi terhadap kinerja

atau tindakan yang dirasakan sebagai terpenuhinya harapannya.

2. Keterbukaan (Oppenness) adalah kemampuan membuka diri pasien rawat jalan dalam hal mengunukapkan informasi jelas mengenai kesehatan, memberikan reaksi spontan terhadap tanggapan pasien/klien, dan penyampaian informasi yang bertanggung jawab.

3. Empati (Empathy) adalah kemampuan petugaskesehatan memahami motivasi dan pengalaman pasien/klien, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka terhadapkesehatan.

4. Sikap mendukung (Supportiviness) adalah sikap yang ditunjukan petugas kesehatan dalam mendukung pasien/klien mengatasi masalah kesehatan sant menyampaikan pesan.

5. Sikap positif Positiveness} adalah perlakuan positif yang ditunjukan tenaga kesehatan dalam menyampaikan pesan tentang kesehatan

6. .Kesetaraan (Equality) adalah kemampuan tenaga kesehatan untuk membuat suasana, dimana pasien/klien seolah merasa setara dengan petugas kesehatan sehingga pesan yang disampaikan mengenai kesehatan dapat disampaikan.


(49)

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian adalah untuk mengukur perilaku responden yang meliputi keterbukaan (openes), empati (empaty) , sikap mendukung (supportif), sikap positif (positiveness), kesetaraan (equality) variable pengukuran dijabarkan menjadi komponen yang dapat diukur berdasarkan nilai yang diberikan disetiap pertanyaan.

1. Keterbukaan (Openes)

Untuk mengetahuan Keterbukaan (openes) responden tentang kepuasaan perawatan melalui jawaban kuesioner dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 pertanyaan. Setiap jawaban benar diberi skor 4 dan jawaban salah diberi skor 1 Tingkat Keterbukaan (openes) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Baik, jika skor responden ≥51%, dengan skor total yaitu 14-28 b. Kurang, jika skor responden ≤51%, dengan skor total yairu <14 2. Empati (Empaty)

Untuk mengetahuan Empati (empaty) responden tentang kepuasaan perawatan melalui jawaban kuesioner dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 pertanyaan. Setiap jawaban benar diberi skor 4 dan jawaban salah diberi skor 1 Tingkat Empati (Empaty) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Baik, jika skor responden ≥51%, dengan skor total yaitu 14-28 b. Kurang, jika skor responden ≤51%, dengan skor total yaitu <14


(50)

3. Sikap mendukung (Supporti)

Untuk mengetahuan sikap mendukung (supporti) responden tentang kepuasaan perawatan melalui jawaban kuesioner dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 pertanyaan. Setiap jawaban benar diberi skor 4 dan jawaban salah diberi skor 1 Sikap mendukung (Supporti) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Baik, jika skor responden ≥51%, dengan skor total yaitu 14-28 b. Kurang, jika skor responden ≤51%, dengan skor total yairu <14 4. Sikap positif (Positivenes)

Untuk mengetahuan Sikap positif (Positiveness) responden tentang kepuasaan perawatan melalui jawaban kuesioner dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 pertanyaan. Setiap jawaban benar diberi skor 4 dan jawaban salah diberi skor 1 Sikap positif (Positiveness ) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Baik, jika skor responden ≥51%, dengan skor total yaitu 14-28 b. Kurang, jika skor responden ≤51%, dengan skor total yairu <1 5. Kesetaraan (Equality)

Untuk mengetahuan Sikap positif (Positiveness) responden tentang kepuasaan perawatan melalui jawaban kuesioner dengan pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 pertanyaan. Setiap jawaban benar diberi skor 4 dan


(51)

jawaban salah diberi skor 1 Kesetaraan (Equality) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

a. Baik, jika skor responden ≥51%, dengan skor total yaitu 14-28 b. Kurang, jika skor responden ≤51%, dengan skor total yairu <14 3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data

3.6.1. Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap sebagai berikut : 1. Pengeditan Data (editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.

2. Pengkodean Data (Coding)

Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner.

3. Pemasukkan Data (Entry)

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam komputer untuk disolah dan dianalisis melalui program SPSS for window.

4. Pengecekan Data (Cleaning)

Adalah pengecekan data yang sudah di entry, apakah ada kesalahan atau tidak. 3.6.2. Analisis Data


(52)

1. Analisis univariat

Analisis univariat (analisis presntase) yaitu analisis yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variable yang akan diteliti. Dalam penelitian ini analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan angka atau nilai karakteristk resoinden berdasarkan pengetahuan, sikap, komunikasi interpersonal dengan kepuaaan pasien yang rawat jalan.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini merupakan analisi yang dilakukan terhadap dua variable yang disuga berhubungan atau berkolerasi (Notoadmodjo,2002).dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengauh pengetahuan, sikap, komunikasi interpersonal dengan kasus kepuasaan sehingga analisis ini digunakan uji statistic chi square dengan �= 0,05


(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran umum Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Perkembangan Puskesmas dari tahun ke tahun diupayakan terus meningkat sehingga diharapkan pelayanan kesehatan dapat lebih terjangkau oleh masyarakat dan merata samapai kedaerah-daerah terpencil. Pada tahun 2013 jumlah Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 23 buah.

Wilayah Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah berada pada 0-1.266 m diatas permukaan laut, dengan batas wilayah sebagai berikut :

– Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD)

– Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

– Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan

– Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Nias dan secara fisik dengam samudera Indonesia.


(54)

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden, variabel bebas yaitu : keterbukaan (Openes), empati (Empaty), sukap mendukung (Supporti), sikap positif (Positiveness), kesetaraan (Equality) dan variabel terikat kepuasan pasien.

.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, dan pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden

No KarakteristikResponden F %

1 Umur

25-30 tahun 24 24,5

31-35 tahun 36-40 tahun 41-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun Jumlah 20 13 11 20 10 98 20,4 13,3 11,2 20,4 10,2 100,0 2 Pendidikan

SD 27 27,6

SLTP 19 19,4

SLTA 31 31,6

Perguruan Tinggi Jumlah 21 98 21,4 100 3 Pendapatan

< 1 juta > 1 juta

Jumlah 22 76 98 22,4 77,6 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 98 responden yang diteliti paling banyak dengan umur 25-30 tahun sebanyak 24 orang responden (24,5%), pendidikan responden mayoritas adalah SLTA sebanyak 31 orang responden (31,6%),


(55)

dan hanya 19 orang responden (19,4%) yang SLTP, pendapatan responden yang > 1.000.000,- sebanyak 76 orang responden (77,6%) dan yang < 1.000.000,- sebanyak 22 orang responden (22,4%).

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Keterbukaan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

N o

Pertanyaan SP P TP STP Jumlh

F % F % F % F % F %

Tenaga kesehatan selalu berpenampilan rapi

24 24,5 24 24,5 39 39,8 11 11,2 98 100 Tenaga kesehatan selalu

berpenampilan bersih

14 14,3 34 34,7 34 34,7 16 16,3 98 100

Tenaga kesehatan menyiapkan alat yang dibutuhkan dengan rapi

13 13,3 32 32,7 36 36,7 17 17,3 98 100

Teanaga kesehatan menyiapkan alat dengan bersih (steril)

21 21,4 26 26,5 21 21,4 30 30,6 98 100

Kondisi ruangan pemeriksaan pasien yang

bersih

22 22,4 22 22,4 30 30,6 24 24,5 98 100

Kondisi ruangan pasien yang rapi

19 19,4 25 25,5 25 25,5 29 29,6 98 100 Kondisi ruangan yang

nyaman

16 16,4 26 26,5 30 30,6 26 26,5 98 100 Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan keterbukaan responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan yang paling banyak menyatakan tidak puas yaitu tenaga kesehatan selalu berpenampilan rapi adalah 39 orang responden (39,8%), dan yang paling sedikit menyatakan sangat puas yaitu tenaga kesehatan menyiapkan alat yang dibutuhkan dengan rapi adalah 13 orang responden (13,3%).


(56)

Tabel4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Keterbukaan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Keterbukaan

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

49 50 49 50 98 100

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, keterbukaan responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu kategorik baik adalah 49 orang responden (50,0%) dan yang kategorik buruk 49 orang responden (50,0%).

4.2.3. Empati

Tabel 4.4 Distribusi Empati Responden dalam Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan

N o

Pertanyaan SP P TP STP Jumlh

F % F % F % F % F %

Tenaga kesehatan memberikan pelayanan tepat waktu

18 18,4 37 37,8 26 26,5 17 17,3 98 100

Tenaga kesehatan memberikan informasi yang sesuai dibutuhkan keluarga pasien

13 13,3 39 39,8 24 24,5 22 22,5 98 100

Tenaga kesehatan menawarkan menawarkan keluarga pasien mengikuti penyuluhan penyakit pasien

17 17.3 33 33.7 30 30,6 18 18,4 98 100

Penyuluhan yang diberikan tenaga kesehatan mudah dimengerti oleh keluarga pasien

17 17,3 24 24,5 33 33,7 14 14,3 98 100

Tenaga kesehatan menjawab pertanyaan dari keluarga pasien dengan memuaskan

17 17,3 26 26,3 34 34,7 21 21,5 98 100

Tenaga kesehatan cepat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien

18 18,4 28 28,6 27 27,5 25 25,5 98 100

Adanya jaminan kenyamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan

21 21,4 26 26,5 23 23,5 28 28,6 98 100

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan empati responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan


(57)

yang paling banyak menyatakan tidak puas yaitu tenaga kesehatan menjawab pertanyaan dari keluarga pasien adalah 34 orang responden (34.7%), dan yang paling sedikit menyatakan sangat puas yaitu tenaga kesehatan memberikan informasi yang sesuai dibutuhkan keluarga pasien adalah 13 orang responden (13,3%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Empati tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Empati

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

51 52,0 47 48 98 100

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, empati responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu paling banyak berada pada kategorik baik adalah 51 orang responden (52,0%) dan yang paling sedikit adalah kategorik buruk 47 orang responden (48,0%)


(58)

4.2.4 Sikap Mendukung

Tabel 4.6 Distribusi Sikap Mendukung Responden dalam Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan

N o

Pertanyaan SP P TP STP Jumlh

F % F % F % F % F %

Keluarga mudah menemui tenaga kesehatan yang bertanggung jawab untuk mendapatkan informasi

12 12,2 39 39,8 28 28,6 19 19,4 98 100

Tenaga kesehatan selalu menanggapai keluhan pasien

12 12,2 44 45,0 21 21,4 21 21,4 98 100

Tidak menunggu pelayanan lebih dari satu jam

19 19,4 31 31,6 29 29,6 19 19,4 98 100

Tenaga kesehatan memberikan penjelasan setiap tindakan kepada keluarga pasien dengan ramah

24 24,5 20 20,4 21 21,4 33 33,7 98 100

Tenaga kesehatan ramah kepada keluarga pasien yang ikut berobat

23 23,2 20 20,5 29 29,6 26 26,5 98 100

Tindakan yang diberikan oleh tenaga kesehatan menimbulkan rasa nyaman

18 18,4 24 24,5 24 24,5 32 32,6 98 100

Tindakan yang diberikan oleh tenaga kesehatan menimbulkan rasa aman

19 19,4 27 27,5 24 24,5 28 28,6 98 100

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan sikap mendukung responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan yang paling banyak menyatakan sangat tidak puas yaitu tenaga kesehatan memberikan penjelasan setiap tindakan kepada keluarga pasien dengan ramahadalah 33 orang responden (33,7%), dan yang paling sedikit menyatakan sangat puas yaitu keluarga mudah menemui tenaga kesehatan yang bertanggung jawab untuk mendapatkan informasi adalah 12 orang responden (12,2%).


(59)

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mendukung tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Sikap mendukung

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

46 46,9 52 53,1 98 100

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, sikap mendukung responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu paling banyak berada pada kategorik buruk adalah 52 orang responden (53,1%) dan yang paling sedikit adalah kategorik baik 46 orang responden (46,9%).

4.2.5 Sikap Positif

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Sikap Positif tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

N o

Pertanyaan SP P TP STP Jumlh

F % F % F % F % F %

Tenaga kesehatan memperhatikan keluhan pasien

13 13,3 43 43,8 24 24,5 18 18,4 98 100

Tenaga kesehatan hadir tepat waktu

12 12,2 42 42,9 28 28,6 16 16,3 98 100

Tenaga kesehatan memberikan perhatian langsung kepada pasien

18 18,4 31 31,6 29 29,6 20 20,4 98 100

Tenaga kesehatan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga

26 26,5 25 25,5 24 24,5 23 23,5 98 100

Tenaga kesehatan selalu sabar dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien

27 27,6 21 21,4 17 17,3 33 33,7 98 100


(60)

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan sikap positif responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan yang paling banyak menyatakan sangat tidak puas yaitu tenaga kesehatan menjalin komunikasi dengan baik kepada pasien dan keluargaadalah 33 orang responden (33,7%), dan yang paling sedikit menyatakan sangat puas yaitu tenaga kesehatan hadir tepat waktu adalah 12 orang responden (12,2%).

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Positif tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Sikap positif

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

50 51,0 48 49,0 98 100

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, sikap positif responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu paling banyak berada pada kategorik baik adalah 50 orang responden (51,0%) dan yang paling sedikit adalah kategorik buruk 48 orang responden (49,0%).


(61)

4.2.6 Kesetaraan

Tabel4.10 Distribusi Jawaban Kesetaraan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

No Pertanyaan SP P TP STP Jumlh

F % F % F % F % F % Bagaimana kualitas

pelayanan yang telah diterima saudara/i

18 18,4 30 30,6 29 29,6 21 21,4 98 100

Bagaimana pelayanan tenaga kesehatan dipuskesmas bila dibandingkan dengan harapan saudara

10 10,2 37 37,8 35 35,7 16 16,3 98 100

Bagaimana kemampuan pelayanan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan perawatan

14 14,4 29 29,6 29 29,6 26 26,5 98 100

Bagaimana sikap petugas kesehatan diruang pemeriksaan

25 25,5 17 17,3 27 27,6 29 29,6 98 100

Bagaimana kemampuan tenaga kesehatan dalam berbicara dengan saudara/i

22 22,4 19 19,4 25 25,5 32 32,7 98 100

Bagaimana kepuasaan saudara/i terhadap pelayanan keperawatan sehingga mau menceritakan kepada orang ain

29 28,6 16 16,4 22 22,4 31 31,6 98 100

Bagaimana kepuasaan saudara/i sehingga bila memerlukan pertolongan akan menggunakan puskesmas ini lagi

23 23,5 21 21,4 21 21,4 33 33,4 98 100

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan kesetaraan responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan yang paling banyak menyatakan sangat tidak puas yaitu bagaimana kepuasan saudara/i sehingga bila memerlukan pertolongan akan menggunakan puskesmas ini


(62)

lagi adalah 33 orang responden (33,7%), dan yang paling sedikit menyatakan sangat puas yaitu bagaimana pelayanan tenaga kesehatan di puskesmas bila dibandingkan dengan harapan saudara/i adalah 10 orang responden (10,2%).

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kesetaraan tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Kesetaraan

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

42 42,9 56 57,1 98 100

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, kesetaraan responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu paling banyak berada pada kategorik buruk adalah 56 orang responden (57,1%) dan yang paling sedikit adalah kategorik baik 42 orang responden (42,9%).

4.2.7 Kepuasan Pasien

Tabel 4.12 Distribusi Berdasarkan Kepuasan Pasien tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

N o

Pertanyaan P TP Jumlah

F % F % F %

Pemberian pelayanan terhadap pasien secara cepat dan tanggap

42 42,8 56 57,2 98 100

Tindakan yang cepat dan tepat terhadap pemeriksaan pengobatan dan perawatan

49 50,0 49 50,0 98 100

Kesiagaan petugas kesehatan untuk membantu pasien

40 40,8 58 59,2 98 100

Dokter dan perawat memberikan reaksi yang cepat dan tanggap terhadap keluhan pasien

47 48,0 51 52,0 98 100

Pengetahuan dan kemampuan dokter menetapkan diagnose penyakit

41 41,8 57 58,2 98 100

Keterampilan para dokter, perawat dan petugas lainnya dalam bekerja

50 51,0 48 49,0 98 100

Penerimaan hasil pemeriksaan secara cepat dan tepat


(63)

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa dari 98 orang responden berdasarkan kepuasan responden tentang komunikasi interpersonal tenaga kesehatan yang paling banyak menyatakan tidak puas yaitu Penerimaan hasil pemeriksaan secara cepat dan tepat adalah 59 orang responden (60,3%), dan yang paling sedikit menyatakan puas yaitu Keterampilan para dokter, perawat dan petugas lainnya dalam bekerja adalah 50 orang responden (51,0%).

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien tentang Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pandan

Kepuasaan

Baik Buruk Jumlah

F % F % F %

44 44,9 54 55,1 98 100

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa dari 98 orang responden, kepuasan responden terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya yaitu paling banyak berada pada kategorik tidakpuas adalah 54 orang responden (55,1%) dan yang paling sedikit adalah kategorik puas 44 orang responden (44,9%).

4.3. Hasil Anilisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara masing-masing variabel bebas yang meliputi keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan dengan variabel terikat hubungan yang menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan yang bermakana secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,05. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji chi-square dapat dilihat dengan hasil sebagai berikiut :


(64)

4.3.1. Hubungan Kepuasan Pasien dengan Keterbukaan (Openes)

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Keterbukaan (Openes) dengan Hubungan Kepuasan Pasien

Keterbukaan

Puas Tidak puas Jumlah 0,00

F % F % F %

49 50,0 49 50,0 98 100,0

Dari hasil analisis tabel 4.14. bahwa dari 49 orang responden yang tingkat keterbukaan baik mayoritas responden merasa puasterhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 42 orang responden (85,7%) sedangkan responden yang keterbukaannya buruk mayoritas responden merasa tidak puas terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 47 orang responden (95,9%). Dari hasil uji statistik pearsonchi square didapatkan nilai p = 0,000 < α=0,05 sehingga Ho ditolak dan memiliki hubungan yang bermakna. Artinya bahwa ada hubungan antara keterbukaan (openes) dengan kepuasan pasien.

4.3.2. Hubungan Kepuasan Pasien dengan Empati

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Emapti dengan Hubungan Kepuasan Pasien

Empty

Puas Tidak puas Jumlah 0,00

F % F % F %

51 53.9 47 46.1 98 100,0

Dari hasil analisis tabel 4.15. bahwa dari 51 orang responden yang tingkat empati baik mayoritas responden merasa puas terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 40 orang responden (78,4%) sedangkan responden yang empatinya buruk mayoritas responden merasa tidak puas terhadap komunikasi interpersonal tenaga kesehatan dalam melakukan kewajibannya sebanyak 43 orang responden (91,5%). Dari hasil uji statistik


(1)

Tenaga kesehatan yang berkomunikasi dengan mengunakan istilah medis/keperawatan kepada pasien akan menimbulkan kebingungan dan kecemasan kepada pasien. Selain itu, komunikasi yang yang dilakukan dengan sikap tidak bersahabat dengan pasien akan menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara perawat dan pasien sehingga pelayanan yang diberikan perawat tidak akan memberikan kepuasan kepada pasien.

Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan yang tidak melakukan komunikasi interpersonal, tapi masih ada pasien yang puas. Hal ini bisa disebabkan karena pasien puas dengan sarana dan pra sarana yang ada di puskesmas, seperti tersedianya kamar mandi yang lengkap untuk pasien, kemudahan kemudahan pasien untukmendapatkan obat. Tenaga kesehatan yang melakukan komunikasi interpersonal, tapi masih ada pasien yang tidak puas, bisa disebabkan karena faktor emosional dari pasien yang menganggap bahwa pelayanan komunikasi tenaga kesehatan di klinik lebih baik dari puskesmas, sehingga hal ini menjadi perbandingan bagi pasien, walaupun komunikasi interpersonal yang dilakukan tenaga kesehatan tapipasien masih ada yang tidak puas.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Faktor komunikasi interpersonal indikator keterbukaan dengan kepuasaan pasien adalah kategorik baik

6.1.2. Faktor komunikasi interpersonal indikator empati dengan kepuasaan pasien adalah kategorik baik

6.1.3. Faktor komunikasi interpersonal indikator sikap mendukung dengan kepuasan pasien buruk

6.1.4. Faktor komunikasi interpersonal indikator sikap positif dengan kepuasaan pasien adalah kategorik baik

6.1.5. Faktor komunikasi interpersonal indikator kesetaraan dengan kepuasaan pasien adalah kategorik buruk

6.2. Saran

6.2.1. Pentingnya profesi tenaga kesehatan dalam mengembangkan kompetensi komunikasi interpersonal dalam rangka meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga. Peningkatan kompetensi ini harus dilakukan dan disiapkan sejak proses pendidikan melalui pendidikan komunikasi interpersonal di kelas maupun melalui pelatihan-pelatihan.


(3)

6.2.2. Bagi puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan lainnya, sangat perlu pelatihan dan penyegaran secara periodik. Tenaga kesehatan harus memiliki kemampuan membangun komunikasiyang efektif, yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien sebagai pengguna jasa di Puskesmas.

6.2.3. Diharapkan setiap tenaga kesehatan dapat memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang komunikasi interpersonal, serta mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal tersebut sebagai upaya meningkatkan kualitas personal tenaga kesehatan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agus M. Hardjana. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal.Yogyakarta: Kanisiusaan

Andi Raharjo. 1996. Kepuasaan dalam pelayanan.Bandung : Mulya

Arikunto, S, 2007. Manajemen Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar A. 1996 . Menjaga mutu pelayanan kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

. 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Cangara. H. Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Devito. 1997. The Interpersonal communication book

Departemen Kesehatan RI. 1991. Paduan tenaga keperawatan dasar di puskesmas .

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta,

2003. Kebijakan dasar Puskesmas (Menuju Indonesia Sehat 2010).


(5)

2004. Keputusan menteri kesehatan RI

no128/menkes/sk/2004 tentang kebijakaan dasar pusat kesehatan masyarakat

. 2010. Data kesehatan Indonesia tahun 2010/2011

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.2013. Profil kesehatan provinsi sumatera utara Tahun 2012. Medan

Effendy. O.U. 1986. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung :Alumni

Foster.Timothy, R.V, 2002, TOT Ways To Boast customer statisfaction, PT Elax Media Komputinde, Jakarta

Ilyas . Yaslis 2002. Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta : FKM UI Irnawan. 2003. Kepuasaan pasien. Jakarta: Erlangga

Ika dewi kartika. 2013. Komunikasi Antarpribadi Perawat dan tingkat kepuasaan pasien RSIA Pertiwi. Skripsi FISIP UNAS Makasar

Ridwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2005 Komunikasi Antarpribadi. Semarang : UNNES


(6)

Teguh, M, 1097 Pengantar Ilmu Komunikasi dan jurnalistik, Armico, Bandung Notoatmodjo S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta . 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ____________. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

____________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Mundakir.2006. Komunikasi keperawatan aplikasi dalam

pelayanan.Yogyakarta.Graha Ilmu

Maramis. 2006 Ilmu Perilaku dan Pelayanan kesehatan, Airlangga, Surabaya Uchjana onong.2005.Ilmu Komunikasi Teori dan praktek.Bandung.Remaja Rosdakarya


Dokumen yang terkait

Sikap Nelayan Terhadap Tenaga Penyuluh Perikanan Dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kabupaten Tapanuli Tengah (Studi Kasus: Desa Hajoran Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 30 113

Kinerja Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Masa Transisi Kepemimpinan (Studi Kasus: Kepemimpinan Plt. Sukran Jamilan Tanjung)

0 39 113

Analisis Potensi Pengembangan Bandara Silangit Di Kabupaten Tapanuli Utara

104 653 60

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIGIENITAS PASIEN SKABIES DI PUSKESMAS PANTI TAHUN 2014

0 10 68

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN RAWAT JALAN PUSKESMAS TENGGARANG KABUPATEN BONDOWOSO

0 4 17

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsud Kabupate N Karanganyar.

0 3 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Hipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsud Kabupate N Karanganyar.

0 2 19

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN VITAL EXHAUSTION PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER | Karya Tulis Ilmiah

0 0 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan Terhadap Kepuasaan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Pada Tahun 2014

0 0 25

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Komunikasi Interpersonal Tenaga Kesehatan Terhadap Kepuasaan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Pada Tahun 2014

0 0 13