Dehidrasi osmotik pada irisan buah pepaya (Carica papaya L.) dengan pelapisan sodium alginat pada suhu ruang

DEHIDRASI OSMOTIK PADA IRISAN BUAH PEPAYA
(Carica papaya L.) DENGAN PELAPISAN SODIUM
ALGINAT PADA SUHU RUANG

ANGELA DIAN DWINATA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dehidrasi Osmotik pada
Irisan Buah Pepaya (Carica papaya L.) dengan Pelapisan Sodium Alginat pada
Suhu Ruang benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Angela Dian Dwinata
NIM F14090147

ABSTRAK
ANGELA DIAN DWINATA. Dehidrasi Osmotik pada Irisan Buah Pepaya (Carica
papaya L.) dengan Pelapisan Sodium Alginat Pada Suhu Ruang. Dibimbing oleh
LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan water loss, solid gain,
dan shrinkage irisan pepaya pada dehidrasi osmotik yang dilapisi sodium alginat
pada suhu ruang. Larutan gula dengan konsentrasi 45 oBrix, 55 oBrix dan 65 oBrix
digunakan sebagai larutan osmotik. Irisan pepayayang digunakan memiliki
ketebalan 1 cm dan 2 cm. Parameter yang diamati adalah massa bahan, volume
bahan dan kadar air bahan. Konsentrasi larutan yang tinggi dan tipisnya bahan akan
menaikkan nilai water loss dan shrinkage. Sodium alginat yang diberikan sebanyak
satu kali pencelupan dengan konsentrasi larutan yang tinggi akan menurunkan nilai
solid gain. Nilai water loss dan shrinkage yang paling tinggi terdapat pada sampel
P0E0C2 (tebal 1 cm, tanpa coating, konsentrasi larutan 65 oBrix) yaitu dengan

masing-masing nilai sebesar 74.82% dan 71.45 ml. Nilai solid gain terendah
terdapat pada sampel P0E1C2 (tebal 1 cm, menggunakan 1 kali coating, konsentrasi
larutan 65 oBrix) sebesar -0.18%.
Kata kunci: dehidrasi osmotik, pepaya, sodium alginat

ABSTRACT
ANGELA DIAN DWINATA. Osmotic Dehydration of Slice of Papaya (Carica
papaya L.) with Sodium Alginate – Coating In a Room Temperature. Supervised
by LEOPOLD OSCAR NELWAN.
This study was aimed to determine the change in water loss, solid gain, and
shrinkage of sodium alginate coated papaya slices during osmotic dehydration at
room temperature. Sugar solution with concentration of 45 oBrix, 55 oBrix and 65
o
Brix were used as osmotic solution. Papaya slices used the thickness of 1cm and
2cm. Parameters observed were the mass of material, volume of material and
moisture content. The high solution concentration and the flimsiness of material
increased the value of water loss and shrinkage. Sodium alginate which was given
by one-time dyeing with high solution concentration decreased the value of solid
gain. Water loss and shrinkage values were highest on P0E0C2 (1 cm thick, no
coating, solution concentration 65 oBrix) which the each values were of 74.82%

and 71.45 ml. The lowest solid gain values contained on P0E1C2 (thick 1cm, use
done-time coating, solution concentration 65 oBrix) of -0.18%.
Keywords: osmotic dehydration, papaya, sodium alginate coating

DEHIDRASI OSMOTIK PADA IRISAN BUAH PEPAYA
(Carica papaya L.) DENGAN PELAPISAN SODIUM
ALGINAT PADA SUHU RUANG

ANGELA DIAN DWINATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skri psi: Dehidrasi Osmotik pada Irisan Buah Pepaya (Carica papaya L.)
dengan Pelapisan Sodium Alginat pada Suhu Ruang
Nama
: Angela Dian Dwinata
: F14090147
NIM

Disetujui oleh

Dr Leopold Oscar Nelwan , S.TP, M.Si
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

0 9 SEP 2013

Judul Skripsi : Dehidrasi Osmotik pada Irisan Buah Pepaya (Carica papaya L.)
dengan Pelapisan Sodium Alginat pada Suhu Ruang

Nama
: Angela Dian Dwinata
NIM
: F14090147

Disetujui oleh

Dr Leopold Oscar Nelwan , S.TP, M.Si
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, M Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Dehidrasi Osmotik pada Irisan Buah Pepaya (Carica papaya L.) dengan Pelapisan
Sodium Alginat pada Suhu Ruang. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan
S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan
penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan skripsi ini selesai. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemerintah Kabupaten Landak yang
telah memberikan kesempatan dengan biaya yang telah diberikan dalam bentuk
beasiswa mulai dari SPP hingga dengan biaya hidup di Bogor. Keluarga tercinta
yaitu bapak, tante Titin, uwa Dami, abang Nardo, dan seluruh keluarga serta
Christian Soolany, terima kasih atas cinta kasih, dukungan, dan doa yang tiada
hentinya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Kala, Dziyad dan Fansuri
sebagai teman satu bimbingan atas segala bantuan dan dukungannya selama
melakukan penelitian dan teman-teman (Endah, Gumi, Echa, Jideng, Kiky, Andre,
Ste, Aynal, Sandy, Hadi, Nopri, Ivan, Adyt, Adit, Desi, Awan, Gina) di
laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian atas arahan, pengetahuan, bantuan,
dan saran yang telah diberikan.Teman-temanku Novri, Icha, Ruly, Kezia dan Orion
46 atas kebersamaan, dukungan, motivasi, dan sejuta kenangan suka duka yang
tidak terlupakan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini,

oleh karena itu, dengan senang hati, penulis mengharapkan saran dan segala
kritikan yang bersifat membangun bagi penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang
berkepentingan.

Bogor, September 2013
Angela Dian Dwinata

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

xi


DAFTAR SIMBOL

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3


TINJAUAN PUSTAKA

3

Pepaya

3

Dehidrasi Osmotik

3

Edible Coating

4

METODE

5


Waktu dan Tempat

5

Bahan dan Alat

6

Rancangan Percobaan

6

Prosedur Percobaan

8

Pengamatan

8


Analisis Data

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kadar air

14

Water Loss

16

Solid Gain

20

Shrinkage (Penyusutan Volume)

23

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Kemungkinan penggunaan edible coating
5
2 Hasil tabulasi ANOVA pengaruh tebal, coating dan konsentrasi larutan
terhadap perubahan water loss setelah 2880 menit
19
3 Hasil tabulasi ANOVA pengaruh tebal, coating dan konsentrasi larutan
terhadap perubahan solid gain setelah 2880 menit
23
4 Hasil tabulasi ANOVA pengaruh tebal, coating dan konsentrasi larutan
terhadap perubahan shrinkage setelah 2880 menit
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Proses osmosis dua liquid
4
Wadah tempat berlangsungsnya dehidrasi osmotik
6
Diagram alir prosedur penelitian
10
Grafik kadar air pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan
12
Grafik water loss pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan
13
Grafik solid gain pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan
13
Grafik shrinkage pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan
14
Grafik perubahan kadar air per satuan waktu pada ketebalan 1 cm
15
Grafik perubahan kadar air per satuan waktu pada ketebalan 2 cm
15
Grafik perubahan water loss per satuan waktu pada ketebalan 1 cm 17
Grafik perubahan water loss per satuan waktu pada ketebalan 2 cm 18
Grafik perubahan solid gain per satuan waktu pada ketebalan 1 cm 21
Grafik perubahan solid gain per satuan waktu pada ketebalan 2 cm 21
Grafik perubahan shrinkage per satuan waktu pada ketebalan 1 cm 24
Grafik perubahan shrinkage per satuan waktu pada ketebalan 2 cm 24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5

6
7

Irisan pepaya pada saat sebelum dehidrasi osmotik dan setelah dehidrasi
osmotik
30
Data suhu ruang pada proses dehidrasi osmotik irisan pepaya
35
Hasil uji Duncan pengaruh ketebalan bahan, coating, konsentrasi larutan
dan interaksi antara ketebalan bahan dan konsentrasi larutan terhadap
perubahan water loss irisan pepaya.
36
Hasil ANOVA slice untuk interaksi antara konsentrasi larutan dengan
ketebalan bahan terhadap perubahan water loss irisan pepaya
37
Hasil uji Duncan pengaruh coating, konsentrasi larutan dan interaksi
antara ketebalan bahan, coating dan konsentrasi larutan terhadap
perubahan solid gain terhadap irisan pepaya
37
Hasil ANOVA slice untuk interaksi antara ketebalan bahan, coating dan
konsentrasi larutan terhadap perubahan solid gain irisan pepaya
38
Hasil uji Duncan pengaruh ketebalan bahan, coating, konsentrasi larutan
dan interaksi antara ketebalan bahan dan konsentrasi larutan terhadap
perubahan shrinkage irisan pepaya
39

Hasil ANOVA slice untuk interaksi antara ketebalan bahan dan
konsentrasi larutan terhadap perubahan shrinkage irisan pepaya
40

8

DAFTAR SIMBOL
a
b
m
ms
m’
m0
mt
t
w0
wt

massa awal bahan
massa akhir bahan
kadar air berat basah
berat sampel
berat sampel di air
kadar air sampel pada waktu ke-0 menit
kadar air sampel pada waktu t
waktu
berat sampel pada waktu ke-0 menit
berat air sampel pada waktu t

(gram)
(gram)
(%b.b)
(gram)
(gram)
(%b.b)
(%b.b)
(menit)
(gram)
(gram)

berat jenis air

(g/ml)

Huruf Yunani

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah pepaya adalah buah yang populer sebagai “buah meja”, selain untuk
pencuci mulut juga sebagai pensuplai nutrisi/gizi terutama vitamin A dan C (Deputi
Menegristek 2000). Pepaya bukan termasuk buah musiman, pepaya memiliki
beberapa keunggulan diantaranya adalah mampu berbuah sepanjang tahun dan
cepat berproduksi (Ariesty 2010) sehingga jumlah produksi yang dihasilkan
melimpah dan tidak diikuti dengan jumlah konsumsi buah pepaya secara langsung.
Selain itu, pepaya merupakan komoditi yang tidak tahan lama masa
penyimpananannya tanpa mendapat perlakuan pada tahap lepas panen (Tahir 1998).
Jika sudah masak buah pepaya cepat berubah warna, bentuk dan rasanya karena
terkena sinar matahari, pemotongan dan terkena jamur sehingga mudah rusak. Oleh
karena itu, diperlukan penanganan lebih lanjut untuk mengatasi produksi pepaya
yang melimpah dan memperpanjang umur simpan buah pepaya dengan cara
pengawetan.
Salah satu cara pengawetan yang paling mudah dilakukan adalah pengeringan.
Pengeringan merupakan pengawetan dengan cara menurunkan kadar air suatu
produk sampai kadar air tertentu untuk memperpanjang umur simpan suatu produk.
Pada saat ini, pengeringan masih dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan
sinar matahari langsung (penjemuran) sehingga sangat bergantung terhadap cuaca
sehingga mutu produk yang dihasilkan kurang baik dan pengeringan dengan
menggunakan mesin-mesin pengering yang membutuhkan konsumsi energi yang
cukup besar dalam prosesnya. Salah satu teknologi alternatif yang digunakan untuk
menekan konsumsi energi yang digunakan dan meningkatkan mutu produk dalam
proses pengeringan adalah dehidrasi osmotik.
Dehidrasi osmotik merupakan metode pengolahan pendahuluan dalam proses
pengeringan pada buah-buahan dengan menggunakan larutan hipertonik seperti
larutan gula dan garam. Pada proses dehidrasi osmotik buah-buahan dimasukan ke
dalam larutan osmotik yang mempunyai konsentrasi zat terlarut yang tinggi
dibandingkan konsentrasi zat terlarut pada bahan yang akan dikeringkan sehingga
air keluar dari bahan menuju larutan yang konsentrasinya lebih tinggi untuk
menyeimbangkan tekanan osmotik diantara keduanya. Keunggulan dehidrasi
osmotik diantaranya adalah digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses
pengeringan yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50% dari kadar air
awal (Khan et al. 2008) serta berhubungan dengan kualitas bahan selama
penyimpanan yaitu mengurangi aktifitas air dan enzim yang dapat menyebabkan
browning (Romero et al. 2004). Selain itu keunggulan lainnya adalah dapat
menghindari penyusutan (shrinkage) yang berlebihan pada produk (Sophia 2011).
Dalam proses dehidrasi osmotik energi yang diperlukan lebih rendah karena tidak
mengubah fase air bahan menjadi fase uap pada saat pengeringan dilakukan.
Proses dehidrasi osmotik dinyatakan dalam rasio kinerja yaitu hilangnya air
dari produk atau water loss (WL), masuknya jumlah padatan terlarut ke dalam
produk atau solid gain (SG) dan penyusutan volume atau shrinkage. Untuk
meningkatkan rasio kinerja tersebut digunakan edible coating. Edible coating yaitu
lapisan tipis yang dapat dikonsumsi yang digunakan pada makanan dengan cara

2
pembungkusan, pencelupan, penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan
penahan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta
perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Menurut Colla et al. (2006), edible
coating telah lama diketahui untuk melindungi produk yang perishable food dari
kerusakan seperti dehidrasi, tekanan, mengubah kualitas tekstur, mencegah
penguapan komponen, dan mengurangi pertumbuhan mikroba. Fungsi dari
pelapisan adalah mencegah terjadinya aliran padatan terlarut dari larutan osmotik
ke dalam produk (sebagai penahan gula yang masuk ke dalam produk). Selain itu
edible coating juga dapat bertindak sebagai membran semipermeabel, sehingga
dapat meningkatkan water loss dan menurunkan solid gain (Jannah 2011). Selain
dengan penambahan coating, konsentrasi larutan yang tinggi dan dimensi bahan
yang memiliki luas permukaan bahan yang besar akan menyebabkan kandungan air
yang keluar dari bahan akan lebih cepat dan lebih banyak sehingga meningkatkan
kinerja WL dan menurunkan kinerja SG dan shrinkage. Adanya penambahan
coating dapat menghambat padatan terlarut yang masuk ke dalam bahan sehingga
dapat menurunkan SG dan shrinkage pada proses dehidrasi osmotik ini.
Umumnya dehidrasi osmotik dilakukan pada suhu tinggi, tetapi konsumsi
energi yang digunakan cukup tinggi. Pada penelitian ini buah pepaya yang
dikeringkan dengan metode dehidrasi osmotik dilakukan pada suhu ruang sehingga
konsumsi energi panas tidak diperlukan. Hasil penelitian (Yuliana 2012) pada
dehidrasi osmotik mangga nilai WL tertinggi yang diperoleh pada suhu ruang
dengan konsentrasi larutan yang tinggi dalam waktu selama 48 jam yaitu sebesar
77.36%, sedangkan nilai SG terendah yang diperoleh sebesar 3.11%. Buah pepaya
yang akan dikeringkan dengan metode dehidrasi osmotik ini terlebih dahulu dilapisi
lapisan edible coating. Edible coating yang digunakan adalah sodium alginat.
Pemilihan sodium alginat sebagai coating karena mengandung karaginan, yaitu
hidrokoloid yang potensial untuk dibuat sebagai coating karena sifatnya yang dapat
membentuk gel, stabil, serta dapat dimakan.

Perumusan Masalah
Dehidrasi osmotik pada penelitian ini dilakukan pada suhu ruang tanpa ada
penambahan suhu sehingga diharapkan dehidrasi osmotik dapat berlangsung pada
suhu yang lebih rendah dengan konsumsi energi yang juga lebih rendah. Faktorfaktor yang mempengaruhi dalam proses dehidrasi osmotik diantaranya adalah
dimensi dari bahan yang akan diamati, konsentrasi larutan osmotik dan pemberian
coating sodium alginat. Penambahan sodium alginat sebagai pelapis bahan
makanan (edible coating) diharapkan dapat meningkatkan rasio kinerja dehidrasi
osmotik. Oleh karena itu dikombinasikan perlakuan antara dimensi, konsentrasi
larutan dan pemberian edible coating yang dapat meningkatkan kinerja dari proses
dehidrasi osmotik, yaitu meningkatkan water loss dan menurunkan solid gain dan
shrinkage.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan pengaruh
perlakuan dimensi bahan, konsentrasi larutan dan pemberian sodium alginat serta
interaksinya terhadap perubahan water loss, solid gain, shrinkage pada dehidrasi
osmotik irisan buah pepaya yang dilapisi sodium alginat pada suhu ruang.

TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya
Buah Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buahberupa herba dari
famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan
kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang,
baik di daeah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di
daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Buah pepaya juga
banyak mengandung vitamin C, vitamin A, gula dan mineral-mineral seperti
kalsium, fosfor, dan besi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Sunaryono 1981).
Selain dikonsumsi sebagai "buah segar", pepaya juga dapat diolah menjadi berbagai
bentuk makanan dan minuman yang diminati pasar luar negeri seperti olahan pasta
pepaya, manisan kering, manisan basah, saus pepaya, juice pepaya serta untuk obat
tradisional dan bahan untuk membuat kosmetik (Deputi Menegristek 2000).
Menurut Pantastico (1986), buah pepaya dibiarkan pada pohon sampai benarbenar matang dan segera dipetik jika kelihatan warna kuning pada ujung buah.
Pemanenan harus dilakukan sesegera mungkin karena pepaya digolongkan sebagai
buah klimaterik, yaitu buah yang mengalami suatu kenaikan produksi CO2 secara
mendadak, kemudian akan mengalami penurunan dengan cepat.
Untuk membuat manisan kering atau keripik pada umumnya digunakan
metode pengeringan tradisional (penjemuran) dan alat pengering. Menurut Tahir
(1998), manisan pepaya kering sebagai salah satu bentuk pengolahan buah pepaya
lepas panen dilakukan dengan cara merendam buah pepaya mengkal dalam larutan
gula. Larutan gula akan berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah dan
memperlambat kebusukan. Dilanjutkan dengan pengeringan untuk memperoleh
tingkat kadar air rendah sehingga produk tahan disimpan lama. Adanya proses
perendaman dalam larutan gula menyebabkan buah akan mengalami dehidrasi
osmosis.
Dehidrasi Osmotik
Dehidrasi osmotik didefinisikan sebagai perpindahan air secara parsial pada
suatu makanan dengan membenamkan atau merendam makanan tersebut dalam
suatu larutan hipertonik seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, gliserol, manitol, dan
lain-lain. Pada proses osmosis, aliran air melintas dinding sel (untuk selanjutnya
dianggap sebagai membran semipermiabel) ditentukan oleh beda tekanan sistem

4
dan beda konsentrasi solut yang dinyatakan sebagai beda tekanan osmosis. Proses
osmosis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proses osmosis dua liquid (Sumber: Jannah 2011)
Dalam proses stabilisasi konvensional, dehidrasi osmotik memiliki beberapa
keuntungan, yaitu meningkatkan kualitas produk makanan yang diawetkan,
memberikan kisaran kadar air dan zat terlarut bahan yang diinginkan untuk
pengolahan selanjutnya, meminimisasi stress karena panas dan mengurangi input
energi pada pengeringan konvensional (Chottanom et al. 2005). Sistem
pengeringan osmotik dipakai di dalam pengawetan untuk memperbaiki akibat
buruk pada beberapa produk yang diawetkan dengan cara pengeringan biasa. Proses
ini biasa dilakukan dalam pembuatan produk pangan semi basah. Selanjutnya
produk dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan.
Dehidrasi osmotik menyebabkan sampel kehilangan sejumlah air (WL) dan
masuknya padatan terlarut dari larutan osmotik ke sampel (SG). Semakin tinggi
nilai WL maka menunjukkan tingkat tingginya kehilangan air pada sampel.
Sedangkan nilai SG merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah
padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Laju kehilangan air dari jaringan
produk dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, komposisi dan
konsentrasi larutan osmotik, fase kontak, karakteristik produk, perlakuan awal
terhadap produk, ukuran dan bentuk geometri produk, tingkat pengadukan, dan
lamanya proses pengeringan (Khan et al. 2008). Menurut Jannah (2011), nilai SG
dipengaruhi oleh pemberian kitosan, suhu larutan, dan konsentrasi dari larutan
osmotik. Sifat fisik yang mencakup penyusutan volume, perubahan densitas dan
porositas sangat terkait erat dengan proses dehidrasi osmotik (Yuliana 2012).
Mayor et al. (2011) menjelaskan bahwa selama dehidrasi osmotik terjadi penurunan
secara non-linear antara shrinkage dengan kadar air bahan pada proses dehidrasi
osmotik maupun pengeringan udara.

Edible Coating
Edible film/coating merupakan lapisan tipis dan kontinyu, terbuat dari bahanbahan yang dapat dimakan, dengan melapisi komponen makanan atau diletakkan di
antara komponen makanan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan (barrier) yang
baik untuk perpindahan massa (kelembaban, lipid, cahaya, zat terlarut, gas O2 dan
CO2, sebagai bahan tambahan, serta dapat mencegah hilangnya senyawa-senyawa
volatile pada aroma atau rasa khas suatu produk pangan.

5
Bahan dasar pembuatan edible film/coating dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu hidrokoloid (protein, polisakarida, turunan selulosa, alginat,
pektin, dan pati), lipida (asam lemak, wax, asilgliserol), serta campuran
(hidrokoloid dan lemak). Edible film/coating dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinan penggunaannya dan jenis film yang sesuai, yang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kemungkinan penggunaan edible film/coating
Penggunaan
Jenis edible film/coating yang
sesuai
Menghambat penyerapan uap air
Lipida, komposit
Menghambat penyerapan gas
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Menghambat penyerapan minyak dan lemak
Hidrokoloid
Menghambat penyerapan zat-zat larut
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Meningkatkan kekuatan struktur atau memberi Hidrokoloid, lipida, atau komposit
kemudahan penanganan
Menahan zat-zat volatile
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Pembawa bahan tambahan makanan
Hidrokoloid, lipida, atau komposit
Sumber: Krochta et al. (1992).
Salah satu jenis edible coating adalah sodium alginat. Kegunaan alginat
dalam industri ialah sebagai bahan pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi,
dan pembentuk lapisan tipis yang tahan terhadap minyak. Alginat adalah
hidrokoloid yang berasal dari rumput laut coklat. Alginat diperoleh dengan cara
mengekstrak dari sargassum sp sejenis rumput laut coklat sebagai kekayaan alam
Indonesia. Kandungan metabolit pada sargassum sp yang potensial dan bernilai
ekonomis tinggi adalah alginat. Senyawa polisakarida ini banyak digunakan pada
berbagai industri, diantaranya pada industri kosmetik dalam pembuatan sabun,
krim, lotion, sampo, farmasi dan pewarna rambut.Industri farmasi menggunakan
untuk pembuatan suspensi, emulsi, tablet, salep, kapsul, dan lain-lain (Chapman
dan Chapman 1980). Sodium alginat lebih stabil dan mudah larut dalam air dalam
penggunaannya sebagai coating.
Kegunaan alginat didasarkan pada tiga bagian, yaitu (McHugh 2003)
kemampuannya ketika dipisahkan dalam air untuk mengentalkan larutan,
kemampuannya untuk membentuk gel, kemampuannya untuk membentuk lapisan
dari natrium dan kalsium alginat. Natrium alginat merupakan garam dari asam
alginat yang larut air.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni
2013 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian bagian Teknik Energi
Terbarukan, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

6
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah irisan buah pepaya. Buah
pepaya yang digunakan untuk pengamatan adalah pepaya varietas Bangkok.
Ukuran irisan pepaya tersebut ada dua macam yaitu 3 cm x 3 cm x 1 cm dan 3 cm
x 3 cm x 2 cm. Buah pepaya diupayakan memiliki tingkat kematangan yang sama
dilihat dari kadar air dengan kisaran 87.37% b.b - 90.75% b.b dan kadar gula buah
pepaya antara 9 oBrix – 11 oBrix untuk setiap perlakuan. Bahan lain yang digunakan
adalah larutan osmotik berupa campuran antara gula dan aquades. Untuk bahan
edible coating digunakan sodium alginat.

Alat
-

Toples digunakan sebagai tempat berlangsungnya dehidrasi osmotik irisan
buah pepaya
Drying oven digunakan untuk mengukur kadar air awal dan kadar air akhir
sampel
Refraktometer digunakan untuk mengukur kadar gula (Brix) dari larutan
osmotik dan buah pepaya serta mengukur kematangan papaya
Gelas ukur, pinset, kertas saring dan pisau
Timbangan digital
Stopwatch
Mistar
Recorder dan termokopel

Gambar 2 Wadah tempat berlangsungnya dehidrasi osmotik

Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan di laboratorium dengan kondisi suhu ruang yang cukup
terkendali maka perancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Percobaan dilakukan dengan tiga faktor yaitu
ketebalan irisan pepaya, edible coating dan konsentrasi larutan gula.Setiap
kombinasi dari ketiga faktor tersebut dilakukan masing-masing 3 kali ulangan. Data
yang diperoleh selanjutnya diolah dengan program SAS (Statistical Analysis

7
System), dianilisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf uji
5%. Secara umum, model umum dari rancangan percobaan ini komposisi perlakuan
disusun oleh taraf-taraf faktor P (dimensi irisan pepaya), faktor E (coating) dan
faktor C (konsentrasi larutan) adalah sebagai berikut :
Yijkl

= µ + αi +
Dimana :
Yijkl
µ, αi,
α ijk
εijkl

j,

k

j

+

k

(α )ijk+ εijkl

= nilai pengamatan pada faktor P pada taraf ke-i, faktor E taraf
ke-j dan faktor C pada taraf ke-k serta ulangan ke-l
= komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor P, E dan
C
= komponen interaksi dari faktor P, E dan faktor C
= pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)

Bentuk hipotesis yang diuji dalam rancangan dua faktor dalan rancangan acak
lengkap adalah sebagai berikut :
Pengaruh utama faktor P:
H0 : α1 = ... = αa = 0 (faktor P tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada satu i dimana αi ≠ 0
Pengaruh utama faktor E :
H0 : 1 = ... = b = 0 (faktor E tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada satu faktor j dimana j ≠ 0
Pengaruh utama faktor C :
H0 : 1 = ... = c = 0 (faktor C tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada satu faktor k dimana k ≠ 0
Pengaruh sederhana (interaksi) faktor P, faktor E dan faktor C :
H0 : (α )11 = (α )12 = (α )12 =...= ( α )abc = 0 (interaksi faktor A dengan faktor
B tidak berpengaruh)
H1 : paling sedikit ada sepasang (i, j, k) dimana (α )ijk ≠ 0
Hipotesis di atas berlaku hanya untuk model tetap, sedangkan untuk model
acak hipotesis yang diuji adalah keragaman pengaruh faktor P (σα2), keragaman
berpengaruh faktor E (σ 2), keragaman berpengaruh faktor C (σ 2), keragaman
pengaruh interaksi faktor P, faktor E dengan faktor C (σα 2). Pengujian hipotesis
untuk model tetap pengujian pengaruh faktor P, faktor E, faktor C maupun
interaksinya diuji dengan sebaran F yaitu dengan menghitung rasio kuadrat tengah
masing-masing sumber sumber keragaman dengan kuadrat tengah galat (KTG).
Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut :
Fhitung (P)
Fhitung (E)
Fhitung (C)
Fhitung( PEC)

= KTP/KTG ~ F(db1= a-1; db2 = ab(r-1))
= KTE/KTG ~ F(db1= a-1; db2 = ab(r-1))
= KTC/KTG ~ F(db1= a-1; db2 = ab(r-1))
= KT(PEC)/KTG ~ F(db1= (a-1)(b-1); db2 = ab(r-1))

8
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
Perlakuan 1: P0 = irisan buah pepaya berukuran 3 cm x 3 cm x 1 cm
P1 = irisan buah pepaya berukuran 3 cm x 3 cm x 2 cm
Perlakuan 2: E0 = menggunakan coating 0x pencelupan
E1 = menggunakan coating 1x pencelupan
E2 = menggunakan coating 2x pencelupan
Perlakuan 3: C0 = konsentrasi larutan osmotik 45 ºBrix
C1 = konsentrasi larutan osmotik 55 ºBrix
C2 = konsentrasi larutan osmotik 65 ºBrix
ProsedurPercobaan
Prosedur percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan larutan sodium alginate untuk coating
20 gram sodium alginat dilarutkan dalam aquades 980 mL kemudian
dipanaskan sampai suhu 98oC diaduk perlahan selama 15 - 20 menit
dan dibiarkan homogen sampai suhu 50oC.
2. Pembuatan larutan osmotik
Larutan osmotik yang digunakan adalah campuran dari gula dan air.
Konsentrasi larutan osmotik yang akan digunakan pada penelitian
terdiri dari larutan gula 45 oBrix, 55 oBrix, dan 65 oBrix. Misalnya
dalam pembuatan larutan gula 45 oBrix, gula putih dilarutkan dalam
sejumlah air. Kemudian diukur kadar TPT (total padatan terlarut)
dengan menggunakan refraktometer. Jika angka menunjukkan < 45
o
Brix maka ditambahkan gula ke dalam larutan, dan sebaliknya
ditambahkan air jika angka menunjukkan > 45 oBrix. Begitu pula
dalam pembuatan larutan gula 55 oBrix, dan 65 oBrix.
3. Tahap – tahap pengeringan osmotik adalah sebagai berikut :
- Pepaya diambil untuk diuji kematangan berdasarkan Brix
dan kadar air.
- Pepaya dengan kadar Brix dan kadar air yang hampir sama
digunakan sebagai sampel. Pepaya dicuci, dibersihkan,
dikupas kulitnya, dan dipotong dengan 2 macam ukuran
yaitu 3 cm x 3 cm x 1 cm dan 3 cm x 3 cm x 2 cm.
- Irisan pepaya sebagai sampel ditimbang untuk mengetahui
berat awal dan pengukuran dimensi awal sampel, serta
pengukuran kadar air awal sampel sebelum dilakukan
pengeringan dehidrasi osmotik.
- Sampel dicelupkan ke dalam larutan edible coating yang
sesuai dengan jenis perlakuan selama 30 detik. Suhu larutan
edible coating 50oC.
- Sampel yang telah terlapisi edible coating dikeringkan
kemudian diangin-anginkan selama 2 menit. Kemudian
dimasukkan ke dalam larutan osmotik yang telah disiapkan.
- Larutan osmotik dimasukkan ke dalam toples. Toples yang
berisi larutan osmotik diletakan di atas meja pada suhu ruang
yang berkisar 25.45oC - 29.60oC. Konsentrasi larutan
osmotik diukur dengan menggunakan refraktometer dan

9

-

-

disesuaikan dengan masing-masing perlakuan yaitu 45 oBrix,
55 oBrix dan 65 oBrix. Pengukuran suhu dilakukan di dalam
larutan osmotik.
Larutan osmotik yang dimasukkan ke dalam toples memiliki
perbandingan berat 1:15 (sampel:larutan). Massa sampel
yang diperlukan adalah 0.34 kg dan massa larutan sebanyak
5.18 kg.
Pengamatan yang mencakup massa bahan dan kadar air
dilakukan pada menit ke 0, 30, 60, 120, 240, 480, 720, 1440,
2160 dan 2880. Setiap waktu pengukuran diambil satu
sampel percobaan dengan 3 kali pengulangan untuk
dilakukan pengukuran kadar air, massa dan volume bahan.
Pengukuran dilakukan mulai menit ke-0 sampai menit ke2880.
Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan selama dehidrasi osmotik adalah massa bahan
dan kadar air bahan. Pengamatan massa bahan dan kadar air bahan dijelaskan
berikut ini :
- Massa Bahan
Massa bahan diukur menggunakan timbangan digital. Sampel awal
dan sampel yang telah melalui proses dehidrasi osmotik dicuci bersih untuk
menghilangkan larutan gula yang masih menempel pada permukaan bahan.
Sampel yang telah dicuci kemudian dilap menggunakan kertas tissue atau
kertas saring dan sampel tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui
massa sampel yang diperoleh. Massa sampel yang diperoleh dinyatakan
dalam satuan gram.
-

Kadar Air Bahan
Untuk menghitung kadar air buah pepaya digunakan dengan metode
oven. Kadar air suatu bahan menunjukkan banyaknya kandungan air
persatuan bobot bahan yang dapat dinyatakan dalam persen basis basah (wet
basis) dan dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah dapat
menggunakan metode oven ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

�=



x100%

Dimana: m
a
b

(1)
= kadar air berat basah
= massa sampel awal
= massa sampel setelah di oven

(%b.b)
(g)
(g)

Langkah awal dalam pengukuran kadar air awal sampel (potongan
buah pepaya) yaitu dengan mengeringkan cawan kosong di dalam oven
bersuhu 105oC selama ± 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Sampel sejumlah a gram dimasukkan ke dalam cawan
tersebut dan dikeringkan di dalam oven tersebut sampai perubahan massa

10
tidak terjadi lagi. Setelah perubahan massa tidak terjadi lagi sampel
dikeluarkan dari oven dan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah dehidrasi osmotik dihitung
sebagai persen kadar air.
Mulai

Penentuan Sampel

Pengukuran awal: berat, volume
dan kadar air

Penentuan konsentrasi larutan

Pengukuran berat, volume dan kadar air akhir sampel

Analisis data

Selesai
Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian

Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menentukan volume, penyusutan volume
(shrinkage), water loss, dan solid gain. Rancangan percobaan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial digunakan untuk validasi data shrinkage, water loss, dan solid
gain setelah 48 jam proses dehidrasi osmotik.
Volume
Volume merupakan salah satu sifat fisik bahan pangan yang digunakan dalam
perhitungan awal dan akhir untuk sifat fisik yang lain seperti densitas. Volume
sampel diukur menggunakan prinsip Archimedes, yaitu gaya apung sama dengan
berat benda yang dipindahkan oleh zat cair. Pada saat dimasukan ke dalam air gaya

11
berat benda berkurang. Berkurangnya gaya berat benda tersebut diakibatkan adanya
gaya tekan keatas dari air yang dipindahkan oleh bagian benda yang ada didalam
air atau yang biasanya disebut force of buoyancy. Volume sampel ditentukan
menggunakan persamaan 2.




Volume =

�

Dimana : ms
m'

(2)
= berat sampel (g)
= berat sampel di air (g)
= berat jenis air (0.9957 g/ml)

air

Mula-mula sampel ditimbang di atas timbangan digital untuk memperoleh
berat sampel kemudian pada timbangan digital tersebut dipasangkan alat untuk
mengukur massa sampel di air. Sampel diletakkan di dalam sebuah bandul yang
terletak di dalam air. Bandul tersebut dikaitkan menggunakan benang ke papan
yang diletakkan di atas timbangan. Dari timbangan tersebut akan terbaca massa
sampel saat berada di dalam air.
Penyusutan Volume (Shrinkage)
Penyusutan terjadi pada volume maupun massa bahan akibat kehilangan
kandungan air dalam bahan.Penyusutan dinyatakan dalam persen dan dihitung
dengan persamaan 3 :

Penyusutan



=

ℎ�

x 100%

(3)

Water Loss
Water Loss menunjukkan banyaknya air yang keluar dari sampel selama
proses pengeringan osmotik.Untuk mengetahui besarnya WL dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan 4 (Abbas et al. 2005) sebagai berikut :
WL (%) =

Dimana: Xi
Xf
wi
wf

���−







(4)

= Kadar air sampel pada waktu ke-0 menit (%b.b.)
= Kadar air sampel pada waktu t (%b.b.)
= Berat sampel pada waktu ke-0 menit (gram)
= Berat sampel pada waktu ke t (gram)

Solid Gain
Solid Gain menunjukkan banyaknya padatan terlarut yang masuk ke dalam
sampel. Solid gain dinyatakan dalam gram sampel per gram sampel awal. Untuk

12
mengetahui SG dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 5 (Abbas et al.
2005) sebagai berikut :
�� % =

(wf 1−

Dimana: Xf
Xi
wi
wf

Xf

− wi 1−

wi

Xi

)

x100

(5)

= Kadar air sampel pada waktu ke-0 menit (%b.b.)
= Kadar air sampel pada waktu t (%b.b.)
= Berat sampel pada waktu ke-0 menit (gram)
= Berat sampel pada waktu ke t (gram)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses dehidrasi osmotik dapat menyebabkan produk mengalami penurunan
kadar air, kehilangan air (water loss), masuknya padatan terlarut (solid gain) dan
penyusutan volume (shrinkage) selama 2880 menit proses dehidrasi osmotik
berlangsung. Hal ini dipengaruhi oleh dimensi ketebalan sampel, adanya pemberian
coating sodium alginat dan konsentrasi larutan osmotik. Hasil dehidrasi osmotik
pada menit ke 2880 disajikan Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7. Kadar
air akhir yang paling rendah terjadi pada sampel dengan perlakuan ketebalan 1 cm,
tanpa sodium alginat dan konsentrasi larutan osmotik 65 oBrix sebesar 46.62 % bb.
Nilai water loss tertinggi juga terjadi pada perlakuan ketebalan 1 cm, tanpa sodium
alginat dan konsentrasi larutan osmotik 65 oBrix sebesar 74.82%, nilai solid gain
yang paling rendah terjadi pada perlakuan sampel dengan ketebalan 1 cm, 1 kali
pencelupan ke dalam sodium alginat dan konsentrasi larutan 65 oBrix sebesar 0.18% dan nilai shrinkage paling rendah terjadi pada perlakuan sampel dengan
ketebalan 1 cm, 2 kali pencelupan ke dalam sodium alginat dan konsentrasi 45 oBrix
sebesar 44.32 ml.
80,00

Kadar air (% b.b)

70,00
60,00
50,00
40,00
30,00

Kadar air

20,00
10,00
P0E0C0
P0E0C1
P0E0C2
P0E1C0
P0E1C1
P0E1C2
P0E2C0
P0E2C1
P0E2C2
P1E0C0
P1E0C1
P1E0C2
P1E1C0
P1E1C1
P1E1C2
P1E2C0
P1E2C1
P1E2C2

0,00

Gambar 4 Grafik kadar air pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan

-2,00

P0E0C0
P0E0C1
P0E0C2
P0E1C0
P0E1C1
P0E1C2
P0E2C0
P0E2C1
P0E2C2
P1E0C0
P1E0C1
P1E0C2
P1E1C0
P1E1C1
P1E1C2
P1E2C0
P1E2C1
P1E2C2

Solid Gain (%)

P1E2C2

P1E2C1

P1E2C0

P1E1C2

P1E1C1

P1E1C0

P1E0C2

P1E0C1

P1E0C0

P0E2C2

P0E2C1

P0E2C0

P0E1C2

P0E1C1

P0E1C0

P0E0C2

P0E0C1

P0E0C0

Water Loss (%)

13

80,00

70,00

60,00

50,00

40,00

30,00
Water loss

20,00

10,00

0,00

Gambar 5 Grafik water loss pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan

12,00

10,00

8,00

6,00

4,00
Solid Gain

2,00

0,00

Gambar 6 Grafik solid gain pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan

14

80,00
70,00
Shrinkage (%)

60,00
50,00
40,00
Shrinkage

30,00
20,00
10,00
P0E0C0
P0E0C1
P0E0C2
P0E1C0
P0E1C1
P0E1C2
P0E2C0
P0E2C1
P0E2C2
P1E0C0
P1E0C1
P1E0C2
P1E1C0
P1E1C1
P1E1C2
P1E2C0
P1E2C1
P1E2C2

0,00

Gambar 7 Grafik shrinkage pada menit ke 2880 pada berbagai perlakuan

Kadar Air
Kadar air bahan diukur sebelum,selama dan setelah dilakukan proses
dehidrasi osmotik sehingga diperoleh kadar air awal dan kadar air akhir bahan.
Sampel tiap perlakuan memiliki kadar air awal yaitu dengan kisaran rata-rata
87.37% - 90.75%b.b. Dalam proses dehidrasi osmotik sampel akan mengalami
penurunan kadar air selama prosesnya berlangsung, kadar air akhir sampel yaitu
dengan kisaran rata-rata 46.62% - 73.08% b.b. Penurunan kadar air disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut antara sampel dan larutan gula
yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan osmotik antara air dalam jaringan
sampel dengan larutan gula sehingga air dalam sampel akan keluar dari jaringan
sampel ke larutan gula. Hasil produk setelah mengalami proses dehidrasi osmotik
diharapkan memiliki kadar air serendah mungkin agar aktivitas mikoorganisme
perusak pangan terhambat sehingga masa simpan produk tersebut lebih lama.
Waktu yang digunakan untuk menurunkan kadar air pada proses dehidrasi
osmotik yaitu selama 48 jam. Suhu ruang yang digunakan untuk dehidrasi osmotik
ini berkisar antara 25.45 oC – 29.60 oC. Pada awal proses, kadar air mengalami
penurunan yang cukup drastis dan akan menurun lambat pada akhir proses dehidrasi
osmotik. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan osmotik juga masih besar
pada awal proses, sehingga air dalam permukaan sampel lebih cepat keluar ke
larutan osmotik. Air yang keluar menyebabkan perbedaan tekanan osmotik pada
sampel menurun, sehingga air pada sampel bergerak menuju permukaan dan
bergerak ke larutan osmotik. Padatan terlarut yang terdapat pada larutan osmotik
sebagian akan keluar dan masuk ke dalam sampel. Berikut adalah grafik penurunan
kadar air awal dan kadar air akhir masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar
8 dan 9 di bawah ini.

15

100,00
90,00

Kadar Air (% b.b)

80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0

240

480

720
P0E0C0
P0E1C0
P0E2C0

960 1200 1440 1680 1920 2160 2400 2640 2880
Waktu (menit)
P0E0C1
P0E1C1
P0E2C1

P0E0C2
P0E1C2
P0E2C2

Gambar 8 Grafik perubahan kadar air per satuan waktu pada ketebalan 1 cm
100,00
90,00

Kadar Air (% b.b)

80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0

240

480

720

P1E0C0
P1E1C0
P1E2C0

960 1200 1440 1680 1920 2160 2400 2640 2880
Waktu (menit)
P1E0C1
P1E1C1
P1E2C1

P1E0C2
P1E1C2
P1E2C2

Gambar 9 Perubahan kadar air per satuan waktu pada ketebalan bahan 2 cm
Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukan bahwa kadar air terus-menerus
mengalami penurunan selama proses dehidrasi osmotik berlangsung. Kadar air
yang mengalami penurunan paling tinggi adalah sampel dengan tebal 1cm, tanpa

16
sodium alginat dan konsentrasi 65 oBrix (P0E0C2) yaitu sebesar 46.62%,
sedangkan kadar air yang mengalami penurunan paling rendah adalah sampel
dengan tebal 2 cm, 1 kali pencelupan ke dalam sodium alginat dan konsentrasi 45
o
Brix (P1E1C0) yaitu sebesar 73.95%.
Faktor yang mempengaruhi penurunan kadar air sampel adalah ketebalan
bahan, coating, dan konsentrasi larutan. Semakin tipis ketebalan sampel maka
proses dehidrasi akan semakin cepat berlangsung karena luas permukaan sampel
per satuan massa lebih besar sehingga air sampel dari akan lebih banyak keluar ke
larutan osmotik. Adanya coating juga mempengaruhi penurunan kadar air karena
coating tersebut dapat menghambat air yang keluar dari sampel. Sampel dengan
tanpa adanya coating akan mengalami penurunan kadar air paling tinggi karena air
yang akan keluar dari bahan akan lebih banyak dan lebih cepat keluar karena tidak
terhalang oleh coating tersebut. Selain itu,semakin tinggi konsentrasi larutan
osmotik maka penurunan kadar air semakin tinggi, hal ini disebabkan karena
larutan osmotik sebagai zat terlarut akan menghasilkan perbedaan tekanan osmotik
yang besar antara sampel dan larutan osmotik. Perbedaan tekanan osmotik yang
besar dalam proses osmotik menyebabkan kandungan air yang keluar dari bahan
akan lebih banyak dan kandungan air yang akan keluar dari bahan tersebut tidak
terhalang oleh adanya pelapisan. Perubahan kadar air dengan waktu 48 jam ini
membuktikan bahwa semakin lama waktu dehidrasi osmotik maka kadar air akhir
sampel akan menjadi lebih rendah.

Water Loss
Tingkat kehilangan air atau water loss (WL) berbeda-beda untuk masingmasing perlakuan. Tingginya nilai WL menunjukkan tingginya tingkat kehilangan
air, sebaliknya nilai WL yang rendah menunjukkan rendahnya tingkat kehilangan
air. Umumnya, besarnya nilai WL berbanding terbalik dengan besarnya nilai kadar
air yang diperoleh selama proses dehidrasi osmotik . Semakin tinggi nilai WL maka
kadar air bahan semakin rendah, sedangkan semakin rendah nilai WL maka kadar
air bahan semakin tinggi. Pada awal proses dehidrasi osmotik air yang keluar
berlangsung cepat, namun pada menit-menit terakhir proses air yang keluar menjadi
lebih lambat. Perlakuan sampel dengan tebal 1 cm, tanpa sodium alginat dan
konsentrasi 65 oBrix (P0E0C2) memiliki nilai WL yang tinggi yaitu sebesar
74.82%, sedangkan nilai WL yang rendah adalah sampel dengan perlakuan tebal
1cm, dengan pencelupan dalam sodium alginat sebanyak 2 kali dan konsentrasi 45o
Brix (P0E2C0) yaitu sebesar 46.90%.
Pemberian sodium alginat dan konsentrasi larutanakan mempengaruhi nilai
WL. Sodium alginat yang berfungsi melapisi permukaan bahan akan menghambat
keluarnya kandungan air dalam bahan sehingga laju kehilangan airnya menjadi
rendah. Hal ini berarti bahwa pemberian sodium alginat akan menurunkan laju
kehilangan air, sebaliknya tanpa pemberian sodium alginat akan meningkatkan laju
kehilangan air. Selain itu dengan semakin tingginya konsentrasi larutan maka laju
kehilangan air dari bahan juga akan semakin tinggi. Selain itu, ketebalan bahan juga
mempengaruhi nilai WL, sampel dengan ketebalan bahan 2 cm dengan sodium
alginat sebanyak 2 kali dan konsentrasi 45 oBrix memiliki nilai WL yang rendah

17
yaitu sebesar 51.79%. Perubahan nilai WL yang paling besar terjadi pada sampel
yang memiliki ukuran 0.5 cm dengan larutan osmotik 60 oBrix pada suhu ruang
dengan waktu 48 jam dan nilai WL tersebut akan berubah terhadap waktu, semakin
lama waktu dehidrasi osmotik maka nilai WL akan semakin meningkat (Yuliana
2012) pada dehidrasi osmotik mangga. Penelitian yang dilakukan Jannah (2011)
menghasilkan nilai WL paling tinggi terjadi pada perlakuan menggunakan kitosan,
suhu larutan 50oC dan konsentrasi larutan 66 oBrix , sedangkan nilai WL yang
paling rendah terjadi pada sampel menggunakan kitosan, suhu larutan 30oC dan
konsentrasi larutan 42 oBrix.
Menurut Jannah (2011), meningkatnya nilai WL dipengaruhi oleh pemberian
kitosan pada sampel, pemberian kitosan dapat menurunkan tingkat kehilangan air
pada sampel sehingga nilai WL menjadi rendah. Sedangkan Abbas et al (2005)
memperoleh nilai WL tertinggi sebesar 52.82% pada suhu 46 oC, dalam waktu 210
menit, menggunakan larutan sukrosa. Grafik perubahan WL dari menit ke-0 sampai
menit ke-2880 disajikan pada Gambar 10 dan 11.
80,00
70,00

water Loss (%)

60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0

240 480 720 960 1200 1440 1680 1920 2160 2400 2640 2880
Waktu (menit)
P0E0C0
P0E1C0
P0E2C0

P0E0C1
P0E1C1
P0E2C1

P0E0C2
P0E1C2
P0E2C2

Gambar 10 Grafik perubahan WL per satuan waktu pada ketebalan 1 cm

18
70,00

Water Loss (%)

60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0

240 480 720 960 1200 1440 1680 1920 2160 2400 2640 2880
Waktu (menit)
P1E0C0
P1E1C0
P1E2C0

P1E0C1
P1E1C1
P1E2C1

P1E0C2
P1E1C2
P1E2C2

Gambar 11 Grafik perubahan WL per satuan waktu pada ketebalan 2 cm
Hasil data yang diperoleh pada menit ke-2880 (48 jam) kemudian dianalisis
menggunakan analisis statistik yaitu Analysis Of Variance (ANOVA) yang
disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan analisis statistik faktor ketebalan bahan,
pemberian coating, konsentrasi larutan dan interaksi antara ketebalan bahan dan
konsentrasi larutan memilik nilai p dibawah 0.05 yang berarti bahwa perlakuan
yang digunakan pada penelitian ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
perubahan tingkat kehilangan air (WL) pada proses dehidrasi osmotik.
Perlakuan yang memiliki nilai p dibawah 0.05 dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan yang disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil uji Duncan untuk
perlakuan ketebalan bahan, diperoleh nilai perlakuan ketebalan 1 cm (P0) berbeda
nyata dengan ketebalan 2 cm (P1). Hal ini dilihat dari kehomogenan kelompoknya,
dimana nilai perlakuan P0 menghasilkan nilai rata-rata WL lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan P1. Perlakuan P0 dapat meningkatkan nilai WL
karena sampel lebih tipis akan mengakibatkan kandungan air yang keluar dari
sampel lebih besar. Hasil uji Duncan untuk perlakuan coating diperoleh perlakuan
E0 (tanpa coating), E1 (1 kali coating) dan E2 (2 kali coating) berbeda nyata
terhadap satu dengan yang lainnya dilihat dari kehomogenan kelompoknya. Sampel
dengan perlakuan E0 lebih berpengaruh nyata terhadap nilai WL dibandingkan
dengan nilai lainnya, ditunjukkan dengan nilai rata-rata E0 lebih besar
dibandingkan dengan E1 dan E2. Hal ini disebabkan karena dengan tidak adanya
coating, tidak ada kandungan air yang akan terhambat keluar sampel, sehingga nilai
WL yang diperoleh lebih tinggi. Sedangkan hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan
konsentrasi larutan diperoleh nilai perlakuan C2 (konsentrasi larutan 65 oBrix) dan
C1 (konsentrasi larutan 55 oBrix) tidak berbeda nyata, tetapi C0 (konsentrasi larutan
45 oBrix) berbeda nyata dengan yang lain dilihat dari kehomogenan
kelompoknya.Tidak berbedanya nilai konsenterasi C2 (konsentrasi larutan 65

19
o

Brix) dan C1 (konsentrasi larutan 55 oBrix) yang dibuktikan secara uji Duncan
pada WL pada penelitian ini, menunjukan penggunaan konsentrasi larutan 55 oBrix
dapat menghasilkan nilai yang sama dengan penggunaan konsenterasi 65 oBrix.
Semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan, maka akan memberikan
pengaruh nyata terhadap perubahan nilai WL, ditunjukkan dengan nilai WL C2
lebih tinggi dibandingkan dengan C0 dan C1.
Hasil uji lanjut Duncan untuk interaksi ketebalan dan konsentrasi larutan
diperoleh untuk perlakuan P0C2 (ketebalan 1 cm, konsentrasi 65 oBrix) memiliki
nilai yang sama dengan perlakuan P0C1 (ketebalan 1 cm, konsentrasi 55 oBrix)
dinyatakan pada kehomogenan kelompoknya dengan nilai rata – rata WL tertinggi.
Untuk perlakuan P1C2 (ketebalan 2 cm, konsentrasi 65 oBrix), P1C1 (ketebalan 2
cm, konsentrasi 55 oBrix), P0C0 (ketebalan 1 cm, konsentrasi 45 oBrix), dan P1C0
(ketebalan 2 cm, konsentrasi 45 oBrix) mempunyai nilai yang sama berdasarkan
hasil kehomogenan kelompoknya. Perlakuaan P0C2 (ketebalan 1 cm, konsentrasi
65 obrix) menghasilkan nilai WL tertinggi sebesar 68.57%. Semakin tipis bahan
yang digunakan untuk proses dehidrasi osmotik dan semakin tinggi konsentrasi
larutan maka nilai WL yang dihasilkan akan semakin tinggi.
Interaksi antara ketebalan bahan dengan konsentrasi larutan dianalisis dengan
ANOVA slice untuk melihat signifikansinya yang disajikan pada Lampiran 4.
Perlakuan C0 (konsentrasi 45 oBrix) tidak memberikan pengaruh signifikan,
sedangkan pada perlakuan C1 (konsentrasi 55 oBrix) dan C2 (konsentrasi 65 oBrix)
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan WL ditunjukan dengan
nilai p dibawah 0.05. Berdasarkan hasil ANOVA slice perlakuan P0 (ketebalan 1
cm) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai WL yang dihasilkan,
sedangkan perlakuan P1 (ketebalan 2 cm) tidak menunjukan pengaruh yang
signifikan terhadap WL yang dihasilkan pada proses dehidrasi osmotik. Nilai
pengujian menggunakan uji Duncan dan uji ANOVA slice untuk interaksi
perlakuan, menunjukan bahwa faktor – faktor utama yang mempengaruhi WL pada
proses dehidrasi osmotik adalah ketebalan bahan dan konsentrasi yang digunakan.
Semakin tinggi konsentrasi bahan yang digunakan dan semakin tipis ketebalan
bahan yang digunakan akan menghasilkan nilai WL yang rendah, hal ini diperkuat
dengan data – data hasil analisis yang telah dilakukan.
Tabel 2 Hasil tabulasi ANOVA pengaruh tebal, coating dan konsentrasi larutan
terhadap perubahan water loss setelah 2880 menit
Derajat Tipe III
Kuadrat
F
bebas
SS
tengah
hitung Pr > F
Sumber keragaman
Tebal
1
634.55
634.55
40.10